IDENTIFIKASI POTENSI KAWASAN PENGEMBANGAN BUDIDAYA TANAMAN BAMBU DI KABUPATEN GUNUNGKIDUL (STUDI KASUS DI KECAMATAN PATUK)

(1)

Skripsi

Oleh:

Dwi Yuda Lian Saputra 20100210029

Program Studi Agroteknologi

FAKULTAS PERTANIAN

UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH YOGYAKARTA

YOGYAKARTA


(2)

Skripsi

Oleh:

Dwi Yuda Lian Saputra 20100210029

Program Studi Agroteknologi

FAKULTAS PERTANIAN

UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH YOGYAKARTA

YOGYAKARTA


(3)

ii Skripsi

Diajukan Kepada Fakultas Pertanian

Universitas Muhammadiyah Yogyakarta Untuk Memenuhi Sebagian Dari Persyaratan Guna Memperoleh

Derajat Sarjana Pertanian

Oleh:

Dwi Yuda Lian Saputra 20100210029

Program Studi Agroteknologi

FAKULTAS PERTANIAN

UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH YOGYAKARTA

YOGYAKARTA


(4)

iii

mendapatkan gelar akademik, baik di Universitas Muhammadiyah Yogyakarta maupun diperguruan tinggi lainnya.

2. Karya tulis ini murni gagasan, rumusan dan penilaian saya sendiri, tanpa bantuan pihak lain, kecuali arahan Tim Pembimbing.

3. Karya tulis ini murni gagasan, rumusan dan penilaian saya setelah mendapatkan arahan dan saran dari Tim Pembimbing. Oleh karena itu, saya menyetujui pemanfaatan karya tulis ini dalam berbagai forum ilmiah, maupun pengembangannya dalam bentuk karya ilmiah lain oleh Tim Pembimbing

4. Dalam karya tulis ini tidak terdapat karya atau pendapat yang telah ditulis atau dipublikasikan orang lain, kecuali secara tertulis sengaja dengan jelas dicantumkan dalam daftar pustaka.

5. Pernyataan ini saya buat sesungguhnya dan apabila dikemudian hari terdapat penyimpangan dan ketidakbenaran dalam pernyataan ini, maka saya bersedia menerima sanksi akademik berupa pencabutan gelar yang telah saya peroleh karena karya tulis ini, serta sanksi lainnya sesuai dengan norma yang berlaku diperguruan tinggi ini.

Yogyakarta, 4 September 2016 Yang membuat pernyataan ini

Dwi Yuda Lian Saputra 20100210029


(5)

iv

Syukur Alhamdulillah kepadamu ya Rabb... segala puji, syukur dan sanjungan hanya kepadaMu ya Allah, sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi dan studi. Tak lupa shalawat serta salam kepada junjungan kita Nabi Muhammad SAW.

Karya ini, ku persembahkan untuk: Kedua Orangtuaku, Ibu Bapak, Kak Asep (Septi Artanto),

Dek Adi (Adi Romadhani Prakasa), Dek Lintang (Dewi Lintang Sari),

Bibi Hartini Alm. Dan Keluarga Besarku dimanapun kalian berada.

Akhir kata, Skripsi ini aku dedikasikan untuk semua orang yang mengenalku, mengasihiku atau bahkan yang kurang senang terhadapku...


(6)

v

DAFTAR TABEL... vii DAFTAR GAMBAR ... viii INTISARI...Error! Bookmark not defined. ABSTRACT...Error! Bookmark not defined. I. PENDAHULUAN ...Error! Bookmark not defined. A. Latar Belakang ...Error! Bookmark not defined. B. Perumusan Masalah ...Error! Bookmark not defined. C. Tujuan Penelitian ...Error! Bookmark not defined. D. Manfaat Penelitian ...Error! Bookmark not defined. E. Batasan Studi...Error! Bookmark not defined. F. Kerangka Pikir Penelitian ...Error! Bookmark not defined. II. TINJAUAN PUSTAKA ...Error! Bookmark not defined. A. Bambu (Bambusa Sp.)...Error! Bookmark not defined. B. Budidaya Tanaman Bambu ...Error! Bookmark not defined. C. Karakteristik Lahan Tanaman Bambu ...Error! Bookmark not defined. D. Jenis Tanaman Bambu ...Error! Bookmark not defined. III. KARAKTERISTIK WILAYAH STUDI...Error! Bookmark not defined. A. Letak Geografis dan Fisiografis ...Error! Bookmark not defined. B. Iklim ...Error! Bookmark not defined. C. Sosial Ekonomi dan Kependudukan Kecamatan PatukError! Bookmark not defined.

IV. TATA CARA PENELITIAN ...Error! Bookmark not defined. A. Tempat dan Waktu Penelitian ...Error! Bookmark not defined. B. Metode Penelitian dan Analisis Data ...Error! Bookmark not defined. C. Jenis Data ...Error! Bookmark not defined. D. Luaran Penelitian ...Error! Bookmark not defined. V. HASIL DAN PEMBAHASAN ...Error! Bookmark not defined. A. Karakteristik Fisiografi Wilayah...Error! Bookmark not defined. B. Analisis Kesesuaian Budidaya Tanaman Bambu...Error! Bookmark not defined.


(7)

vi

B. Saran...Error! Bookmark not defined. DAFTAR PUSTAKA ...Error! Bookmark not defined.


(8)

vii

Tabel 3. Karakteristik Lahan...Error! Bookmark not defined. Tabel 4.Karakteristik Lahan Penduga ...Error! Bookmark not defined. Tabel 5.Luas, status dan klasifikasi Kecamatan Patuk kabupaten Gunungkidul ...Error! Bookmark not defined. Tabel 6.Curah hujan rata-rata tahunan selama tiga puluh (30) tahun ...Error! Bookmark not defined.

Tabel 7.Jumlah penduduk di Kecamatan PatukError! Bookmark not defined. Tabel 8.Mata pencaharian di Kecamatan Patuk ....Error! Bookmark not defined. Tabel 9.Jumlah Penduduk Berdasarkan Jenjang Pendidikan ...Error! Bookmark not defined.

Tabel 10.Jenis Data Penelitian ...Error! Bookmark not defined. Tabel 11.Karakteristik Fisik Lokasi Penelitian ...Error! Bookmark not defined. Tabel 12.Hasil Analisis Hara Tersedia ...Error! Bookmark not defined.


(9)

viii

Gambar 3. Peta Curah Hujan Kecamatan Patuk ....Error! Bookmark not defined. Gambar 4. Peta Administratif Kecamatan Patuk ...Error! Bookmark not defined. Gambar 5. Peta Lokasi Penelitian ...Error! Bookmark not defined. Gambar 6. Tegakkan Tanaman Bambu Petung...Error! Bookmark not defined. Gambar 7. Tegakkan Tanaman Bambu Apus ...Error! Bookmark not defined. Gambar 8. Tegakan Tanaman Bambu Wulung/Hitam...Error! Bookmark not defined.


(10)

(11)

(12)

Identification of Potencies of Plant Bamboo Development Zone in Gunungkidul

Dwi Yuda Lian Saputra

Lis Noer Aini, S.P, M.Si / Dr. Ir. Gunawan Budiyanto, M.P Agrotechonolgy Departement Faculty og Agriculture

Muhammadiyah University of Yogyakarta

Abstract

IDENTIFICATION OF POTENCIES OF PLANT BAMBOO DEVELOPMENT ZONE IN GUNUNGKIDUL. A research entitled “Identification of Potencies of Plant bamboo Development Zone in Gunungkidul” was held in Sub-district of Patuk from February up to May 2016. This study aims to assess the potential for the cultivation of bamboo in the Sub-district of Patuk, Gunungkidul. This research was conducted using of observation method trhough primary and secondary data collection. The primary data obtained through interview techniques and analysis of soil samples in determining soil characteristics. While secondary data obtained from a review of the literature and relevant government agencies. The results showed that the Sub-district of Patuk had potency of adequate fertility for the development of bamboo cultivation.

Keywords: Potency of Zone, Development of Bamboo Cultivation, Sub-district of Patuk, Gunungkidul.


(13)

1

manfaat yang dapat diambil dari pohon bambu, hal ini terlihat dari produk-produk yang dihasilkan. Setiap provinsi di Indonesia mempunyai tanaman bambu, baik tumbuh secara liar, ataupun sengaja ditanam di lahan perkebunan. Bambu dapat menjadi salah satu alternatif dalam pengurangan penggunaan kayu di hutan yang semakin terbatas keberadaannya. Di desa-desa, pemanfaatan bambu seringkali terlihat pada perlengkapan rumah tangga. Namun, sekarang makin berkembang menjadi berbagai macam keperluan industri, sehingga bagi masyarakat di pedesaan dikategorikan sebagai penunjang utama perekonomian masyarakat desa.

Beberapa kemudahan dari budidaya tanaman bambu antara lain, penanamannya cukup dilakukan sekali saja karena bambu akan berkembang biak dengan sendirinya dan mudah tumbuh pada habitat yang sesuai dan selanjutnya dipanen sesuai dengan kebutuhan. Dalam pertumbuhannya tentunya tidak terlepas dari pengaruh kondisi lingkungan tempat tumbuh, pola tanam dan teknik pemeliharaan yang memadai. Dengan demikian, faktor lingkungan penting untuk diketahui agar dapat berproduksi secara optimal. Peningkatan penggunaan beberapa jenis bambu menyebabkan tanaman bambu rakyat tereksploitasi secara tidak terkendali tanpa diimbangi dengan tindakan pembudidayaan.


(14)

Soendjoto (1997) dalam Kementerian Perdagangan (2011) menyatakan bahwa salah satu bentuk penurunan, pengrusakan dan pemusnahan ragam hayati adalah pemanenan tanpa upaya budidaya penebangan dan mengintroduksi jenis baru. Belum membudayanya usaha pelestarian terhadap bambu disebabkan tegakkan-tegakkan bambu yang umumnya hidup pada lahan-lahan rakyat nampaknya masih dianggap cukup. Selain itu, informasi dan pengetahuan tentang budidaya jenis-jenis bambu masih sangat kurang, demikian pula pengenalan terhadap jenis-jenis bambu yang ada di Indonesia serta pemanfaatannya. Untuk itu, diperlukan suatu sarana pengembangan tanaman bambu khususnya pada jenis-jenis yang umumnya telah digunakan maupun yang belum dikenal oleh masyarakat namun mempunyai banyak manfaat.

Selain untuk mengatasi lahan kritis, budidaya juga untuk memenuhi bahan baku industri kerajinan tangan berbahan dasar anyaman. Dari data yang dimiliki Dinas Kehutanan dan Perkebunan Gunungkidul, permintaan kerajinan bambu ke luar negeri mencapai 2.000 kontainer, tetapi bambu dapat dipenuhi sebanyak 730 kontainer. Menurut Bambang Wisnu Broto (2015), prospek bambu sangat bagus, sehingga dimasukkan dalam budidaya di Gunungkidul. Budidaya ini dilakukan karena Gunungkidul masih kekurangan bambu untuk bahan anyaman. Dari luas lahan yang ada, baru bisa memasok 30% saja, sedang kekurangan tersebut para pengrajin banyak mendatangkan bahan baku dari luar daerah.

Salah satu kawasan yang mempunyai potensi untuk pengembangan tanaman bambu guna memenuhi kebutuhan bambu di Kabupaten Gunungkidul adalah Kecamatan Patuk. Kecamatan Patuk merupakan kecamatan dengan kondisi


(15)

fisiografi berlereng dan berbukit. Pengembangan budidaya bambu di kecamatan ini diharapkan selain dapat memenuhi sebagian kebutuhan bambu di kabupaten Gunungkidul, juga dapat digunakan tanaman konservasi pencegah tanah longsor. Oleh karena itu, perlu dilakukan identifikasi terhadap potensi kawasan sebagai daerah pengembangan tanaman bambu alternatif di Kecamatan Patuk Kabupaten Gunungkidul.

B. Perumusan Masalah

Tanaman bambu merupakan komoditas yang memiliki prospek cukup menjanjikan bila dikembangkan dalam skala luas di sektor kehutanan, hal ini dapat memberikan dampak positif terhadap lingkungan maupun ekonomi masyarakat, serta mampu memenuhi kebutuhan pasar dibidang industri kerjinan. Salah satu daerah penghasil kerajinan bambu yang ada di Kota Yogyakarata adalah Kabupaten Gunungkidul, namun wilayah tersebut masih kekurangan pasokan bambu sebagai bahan baku kerajinan maupun sebagai bahan bangunan yaitu sekitar 1.270 kontainer. Bahkan dari luas lahan yang ada saat ini Kabupaten Gunungkidul baru bisa memasok sekitar 30% saja, sedangkan kekurangan tersebut masih mendatangkan dari luar daerah. Maka perlu dilakukan ekspansi budidaya ditempat lain. Kecamatan Patuk merupakan kawasan dataran tinggi yang berada disebelah barat Kabupaten Gunungkidul yang memiliki berbagai potensi sumber daya alam, namun potensi yang ada tidak termanfaatkan dengan baik. Upaya pengembangan tanaman bambu dapat dimulai dengan ketersediaan lahan potensial untuk pengembangan tanaman bambu.


(16)

Maka dari itu diperlukan upaya identifikasi potensi kawasan untuk pengembangan budidaya tanaman bambu (Studi Kasus Di Kecamatan Patuk).

C. Tujuan Penelitian

Adapun tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui potensi budidaya tanaman bambu di Kecamatan Patuk, Gunungkidul.

D. Manfaat Penelitian

Penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi mengenai karakteristik, memberikan informasi mengenai tingkat kesesuaian lahan untuk tanaman bambu serta mengetahui kawasan-kawasan yang berpotensi digunakan untuk budidaya tanaman bambu di Kecamatan Patuk, Kabupaten Gunungkidul, Daerah Istimewa Yogyakarta. Potensi produksi tanaman bambu diharapkan dapat mengatasi kebutuhan pasar dan menjadi tanaman konservasi yang dapat dipenuhi dengan baik.

E. Batasan Studi

Penelitian ini dilakukan di daerah Kecamatan Patuk, Gunungkidul. Obyek penelitian yang diambil yaitu kawasan kebun bambu para penduduk yang ada di daerah Kecamatan Patuk.


(17)

F. Kerangka Pikir Penelitian

Proses pelaksanaan penelitian secara lengkap disajikan dalam Gambar 1 berikut:

Gambar 1. Kerangka Pikir Penelitian

Tanaman bambu merupakan komoditas yang memiliki prospek cukup menjanjikan bila dikembangkan dalam skala luas di sektor kehutanan, Kecamatan Patuk merupakan daerah yang berada di sebelah barat Kabupaten Gunungkidul yang memiliki potensi sumberdaya alam, namun potensi yang ada belum

Kec. Patuk Kabupaten Gunungkidul Derah Istimewa Yogyakarta

Karakterisasi fisiografi

Persyaratan tumbuh

Analisis sampel tanah

Karakteristik Lahan

Potensi Kawasan Untuk Budidaya Tanaman Bambu

Analisis kondisi fisiografi


(18)

dimanfaatkan dengan maksimal sebagai kawasan pengembangan tanaman bambu. Upaya pengembangan tanaman bambu dapat dimulai dengan ketersediaan lahan potensial untuk pengembangan tanaman bambu.

Pengamatan dan pengukuran di lapangan serta dilengkapi dengan analisis sampel tanah di laboratorium dilakukan untuk memperoleh data tentang sifat tanah pada setiap satuan lahan. Data yang diperoleh digunakan untuk mengetahui karakteristik dan kualitas lahan pada masing-masing satuan lahan.

Kecocokkan suatu lahan dipengaruhi oleh beberapa sifat tanah, diantaranya sifat fisik, sifat kimia, topografi serta ketingian tempat. Untuk mengetahui potensi lahan sebagai kawasan budidaya untuk tanaman bambu harus diketahui syarat tumbuh tanaman bambu terlebih dulu, persyaratan tersebut terdiri dari jenis tanah, pH, ketinggian tempat, iklim dan topografi.

Dalam melakukan budidaya tanaman bambu langkah pertama yang dilakukan adalah menentukan kawasan untuk tempat pengembangan budidaya tanaman bambu. Pemilihan kawasan pengembangan tanaman bambu dilakukan di Kecamatan Patuk Kabupaten Gunungkidul. Setelah menentukan kawasan budidaya bambu kemudiandilakukan tiga tahapan pendekatan untuk mendapatkan informasi pada kawasan pengembangan bambu. Pertama karakteristik fisiografi khususnya di wilayah Kecamatan Patuk. Setelah didapatkan data karakteristik fisiografi kemudian dilakukan analisistentang kondisi fisiografi di wilayah kecamatan. Selanjutnya tahapan pendekatan kedua yaitu melakukan analisis sampel tanah dengan cara mengambil sampel tanah di Kecamatan Patuk. Ketiga, mencari data dari literatur untuk syarat tumbuh tanaman bambu dari hasil analisis


(19)

di lapangan dapat diketahui karakteristik lahan yang ada di Kecamatan Patuk. Karakteristik lahan tersebut, disesuaikan dengan kebutuhan syarat tumbuh tanaman bambu, yang selanjutnya digunakan untuk mengetahui potensi pengembangan budidaya tanaman bambu.

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui potensi kawasan untuk tanaman bambu di daerah penelitian. Hasil dari survei lahan akan memberikan suatu alternatif penggunaan lahan dan batas-batas kemungkinan penggunaannya serta tindakan-tindakan pengelolaan yang diperlukan agar dapat dipergunakan secara lestari sesuai dengan hambatan dan pembatas yang ada.


(20)

8

Bambu tergolong keluarga Gramineae (rumput-rumputan) disebut juga Giant Grass (rumput raksasa), berumpun dan terdiri dari sejumlah batang (buluh) yang tumbuh secara bertahap, dari mulai rebung, batang muda dan sudah dewasa pada umur 3-4 tahun. Batang bambu berbentuk silindris, berbuku-buku, beruas-ruas berongga, berdinding keras, pada setiap buku terdapat mata tunas atau cabang (Otjo dan Atmadja, 2006). Salah satu jenis bambu yang sudah banyak dikenal dan sering dimanfaatkan oleh masyarakat adalah bambu tali atau bambu apus. Bambu ini termasuk dalam genus Gigantochloa, Berikut ini urutan klasifikasi bambu tersebut.

Devisi :Spermatophyta Subdivisi :Angiospermae Kelas :Monocotiledonae Ordo :Graminales Famili :Gramineae Subfamili :Bambusoideae

Genus :Gigantochloa(Bl. Ex Schult.) Kurz (Berlin dan Estu, 1995). Spesies : Bambu sp


(21)

Tanaman bambu yang sering kita kenal umumnya berbentuk rumpun. Padahal dapat pula bambu tumbuh sebagai batang soliter atau perdu. Tanaman bambu yang tumbuh subur di Indonesia merupakan tanaman bambu yang simpodial, yaitu batang-batangnya cenderung mengumpul didalam rumpun karena percabangan rhizomnya di dalam tanah cenderung mengumpul (Agus, dkk. 2006). Batang bambu yang lebih tua berada ditengah rumpun, sehingga kurang menguntungkan dalam proses penebangannya. Arah pertumbuhan biasanya tegak, kadang-kadang memanjat dan batangnya mengayu. Jika sudah tinggi, batang bambu ujungnya agak menjuntai dan daun-daunya seakan melambai. Tanaman ini dapat mencapai umur panjang dan biasanya mati tanpa berbunga (Berlin dan Estu, 1995).

Tanaman bambu mempunyai sistem perakaran serabut dengan akar rimpang yang sangat kuat. Karakteristik perakaran bambu memungkinkan tanaman ini menjaga sistem hidrologis sebagai pengikat tanah dan air, sehingga dapat digunakan sebagai tanaman konservasi. Selain itu bambu juga merupakan penghasil oksigen paling besar dibanding pohon lainnya. Bambu juga memiliki daya serap karbon yang cukup tinggi untuk mengatasi persoalan CO2 di udara, selain juga merupakan tanaman yang cukup baik untuk memperbaiki lahan kritis. Tanaman bambu memiliki akar rimpang yang sangat kuat. Struktur akar ini menjadikan bambu dapat mengikat tanah dan air dengan baik. Dibandingkan dengan pepohonan yang hanya menyerap air hujan 35-40% air hujan, bambu dapat menyerap air hujan hingga 90 %.


(22)

Oleh karena itu besar kemungkinan untuk bambu dapat tumbuh dengan subur. Selain itu, juga dapat mengatasi erosi dan tanah longsor.

B. Budidaya Tanaman Bambu 1. Pembukaan Lahan

Sebelum ditanami maka tanah harus dibersihkan dari semak belukar dan atau alang-alang harus dibabat jika ada pohon harus ditebang. Tinggi babatan rata dengan tanah. Hasil babatan dikumpulkan untuk disiapkan sebagai bahan kompos pupuk hijau dan yang berkayu dibakar. Pembukaan lahan ini dilakukan pada bulan menjelang musim hujan, yaitu kira-kira bulan Oktober.

2. Jarak Tanam

Pengaturan jarak tanam sangat penting untuk mendapatkan produktivitas yang tinggi dan mudah melakukan pemanenan/penebangan. Jarak tanam bambu yang dianjurkan untuk industri adalah 8x8 m dan 8x6 m. Tetapi jika tanahnya miring/berbukit maka maka jarak tanam mengikuti arah kontur dengan jarak antara kontur dapat dibuat > 2 meter dan jarak tanam di dalam kontur 8 meter. 3. Pembibitan

Pembibitan dilakukan untuk memperbanyak tanaman. Perbanyakan tanaman ini dapat dilakukan dengan cara generatif dan vegetatif. Perbanyakan dengan generatif adalah dengan bijinya. Sedangkan perbanyakan vegetatif antara lain dengan stek batang, stek cabang atau stek rhizome (akar). Untuk mendapatkan bibit bambu dalam skala yang besar dan cepat dapat juga dilakukan dengan teknik kultur jaringan (Berlin dan Estu, 1995).


(23)

4. Penanaman

Penanaman bambu bias dilakukan di kebun, tanah yang latar, tepi sungai atau di pakarangan. Sebelum dilakukan penanaman sebaiknya dilakukan persiapan lahan seperti pembersihan areal dari semak belukar, bebatuan dan kotoran lain.

Penanaman bambu sebaiknya dilakukan pada musim penghujan dan bibit yang digunakan sebaiknya dalam keadaan segar. Pada saat menanam bibit hendaknya ditambahkan pupuk buatan yaitu Urea, TSP dan KCl, dengan perbandingan 3 : 2 : 1 sebaiknya 600 Kg/ha. Pupuk diberikan melingkari tanaman karena rumpun akan tumbuh di sekeliling tanaman induknya. Setelah itu tanah disekitar bibit dipadatkan dan ditinggikan sekitar 5 – 10 cm (Berlin dan Estu, 1995).

5. Pemeliharaan

Tanaman bambu yang dibudidayakan perlu juga pemeliharaan. Meskipun demikian pemeliharaan tanaman bambu tidak perlu intensif, sehingga tidak terlalu merepotkan pemiliknya. Tindakan pemeliharaan tanaman bambu antara lain meliputi pemangkasan, penyiangan, pembumbunan dan pemupukkan (Berlin dan Estu, 1995).

Pemupukan pada tanaman bambu yang diusahakan secara intensif ditujukan untuk memelihara kesuburan tanah sehubungan dengan diangkutnya biomasa yang cukup besar (40-60 ton/hektar/tahun). Selain itu, pemupukkan ditujukan untuk menstimulir tunas-tunas batang yang terdapat pada rhizom di dalam tanah dan mempertahankan produktivitas batang/rumpun.


(24)

Jenis pupuk dapat menggunakan urea (N) dan TSP dan kompos atau

pupuk kandang dengan dosis tergantung dari umur rumpun seperti terlihat pada

tabel berikut:

Tabel 1. Jenis dan dosis pupuk tanaman bambu Jenis dan dosis pupuk Umur

rumpun

Urea/kg/hektar TSP/kg/hektar Kompos/pupuk kandang (ton/hektar) Tahun 2 tahun 3 tahun 4 tahun 5 tahun 6 tahun ≥ 7 tahun 40 80 120 200 300 320 400 40 80 120 200 300 320 400 2,5 2,5 5,0 10,0 10,0 10,0 10,0

Sumber: Sutiyono, dkk.,1996

Pupuk diberikan 1 (satu) kali setahun yakni menjelang musim hujan.

Pemberian pupuk dengan cara ditaburkan pada parit sedalam 10 cm yang dibuat

mengelilingi rumpun. Sedangkan pupuk kandang diberikan dengan cara

ditaburkan di tengah rumpun agar pada musim hujan akan tersebar ke samping.

6. Penjarangan (Thinning)

Penjarangan dilakukan dengan cara menghilangkan batang yang tidak

produktif/rusak/tidak dikehendaki. Tujuannya mengatur kerapatan batang dan

memperoleh batang berkualitas. Kegiatan penjarangan bambu pertama kali dapat

dimulai pada umur rumpun 4 (empat) tahun yang ditujukan terhadap batang

pertama (yang sangat kecil) dan batang lain yang rusak atau tumbuh tidak teratur.

7. Mengatur struktur dan komposisi batang dalam rumpun

Pengaturan struktur dan komposisi batang dalam rumpun sangat penting


(25)

berkualitas, seumur dan lestari. Makin basah tipe iklim (A,B) makin banyak

kelompok generasi umur batang yang harus dibuat dan makin kering (C, D) makin

sedikit generasi batang yang harus dibuat. Bambu industri yang ditanam di daerah

basah bertipe iklim A (sangat basah) yang akan digunakan untuk bambu lamina,

playbambu, tusuk gigi, tusuk sate, sumpit, tangkai dupa dan arang bambu harus

diatur dalam satu rumpun ada 5 (lima) generasi umur batang yaitu 1, 2, 3, 4 dan 5

tahun. Demikian juga bambu yang ditanam di daerah bertipe iklim B (basah)

harus diatur dalam satu rumpun paling tidak ada 4 (empat) struktur generasi umur

batang yaitu 1, 2, 3, dan 4 tahun.

8. Pengaturan drainase

Seperti telah dikemukakan sebelumnya bahwa bambu industri yang

tergolong jenis yang tidak tahan tergenang air sehingga di lapangan perlu

dibuatkan drainase. Oleh karena itu terutama di lahan yang datar, pengaturan

drainase harus direncanakan dengan baik. Sedangkan, untuk jenis-jenis bambu

industri yang tahan tergenang pengaturan drainase juga dilakukan agar mudah

melakukan pemeliharaan dan pemanenan.

9. Penebangan atau pemanenan

Tanaman bambu dipanen pertama kali pada umur 5 tahun yang dilakukan

terhadap batang generasi ketiga. Setelah itu panen dilakukan setiap tahun terhadap

batang-batang bambu generasi keempat, kelima dan seterusnya. Penebangan

dilakukan pada musim kemarau agar diperoleh kualitas batang yang baik. Batang

ditebang pada bagian pangkal (5 – 10 cm) dengan kapak atau golok dan setelah


(26)

Selanjutnya batang dipotong-potong sekitar 4 (empat) meter dari pangkal

untuk memudahkan pengangkutan. Bersamaan dengan kegiatan penjarangan

sebenarnya bambu sudah dimulai penebangan pertama.

Batang-batang yang ditebang adalah batang-batang generasi pertama dan

kedua. Penebangan pertama ini sebenarnya produk dari kegiatan pemeliharaan

sehingga batang-batang yang ditebang tergolong masih kecil-kecil. Penebangan

kedua, ketiga dan seterusnya akan dilakukan setiap tahun dan batang-batang yang

ditebang adalah batang-batang dari generasi ketiga, keempat dan seterusnya.

C. Karakteristik Lahan Tanaman Bambu

Lahan yang akan ditanami bambu dapat di lahan kering yang tidak pernah

tergenang air atau lahan basah yaitu tanah-tanah yang sering atau sesekali

tergenang air. Jenis-jenis yang harus di lahan kering adalah dari kelompok

Dendrocalamus dan Gigantochloa seperti bambu petung (D. asper), bambu apus (G. apus), bambu legi (G, atter), dan bambu surat (G. pseudoarundinacae).

Sedangkan jenis-jenis bambu yang dapat ditanam di lahan basah adalah

kelompok bambusa seperti bambu ampel gading (B. vulgaris v. striata), bambu ampel hijau (B, vulgaris v. vitata) dan bambu ori (B. blumeana). Kelompok Bambusa selain dapat di tanam di lahan basah juga dapat ditanam di lahan kering.

Pemilihan jenis bambu dan lahan yang akan ditanami sangat tergantung dari jenis

produk yang akan dihasilkan karena berkenaan kesesuaian jenis bahan baku


(27)

1. Lahan Topografi

Bambu tumbuh mulai dari dataran rendah sampai dataran tinggi 100 –

2.200 m. dpl. Walaupun demikian, tidak semua jenis bambu dapat tumbuh dengan

baik di tempat yang tinggi. Namun, pada tempat-tempat yang lembab atau yang

kondisi curah hujannya tinggi dapat mencapai pertumbuhan terbaik, seperti di tepi

sungai, di tebing-tebing yang curam. Pada tempat-tempat yang disenangi, umur

tanaman 4 tahun perumpunan sudah dapat terjadi secara normal, yang mana

jumlah rumpun sudah dapat mencapai 30 batang dengan diameter rata-rata di atas

7 cm. Bentuk topografi lahan pengembangan bambu secara umum dapat dibagi 3

macam: berombak, bergelombang dan bergunung. Satuan topografi berombak

mempunyai kemiringan 3%–8%, bergelombang 9%–15% dan bergunung > 30%.

2. Ketinggian Tempat

Tanaman bambu dapat tumbuh dengan baik pada dataran rendah maupun

dataran tinggi yaitu antara ketinggian tempat, 0 – 2.000 m. dpl (Departemen

Kehutanan, 1992) bahkan jenis –jenis yang berbatang kecil dijumpai tumbuh pada

ketinggian antara 2.000 m.dpl – 3.750 m. dpl. Pada ketinggian 3.750 m dari atas

permukaan laut, habitatnya berbentuk rumput.

3. Tanah

Bambu dapat tumbuh baik pada semua jenis tanah terutama jenis tanah

asosiasi latosol cokelat dengan regosol kelabu. pH tanah yang dikehendaki antara

5,6 – 6,5. Semua jenis tanah dapat ditumbuhi bambu kecuali tanah-tanah yang

terdapat dekat pantai, karena lahan yang berada dekat dengan pantai merupakan


(28)

tidak terkontrol dan air dalam tanah mudah hilang. Untuk memperbaiki kondisi

lahan marjinal tersebut ada beberapa upaya yang dilakukan agar lahan tersebut

dapat ditanami bambu, seperti pemberian bahan organik/pupuk. Jenis-jenis tanah

yang ditumbuhi pusat bambu adalah jenis tanah asosiasi latosol merah, latosol

merah kecokelatan, dan laterit, jenis tanah latosol cokelat kemerahan dan jenis

tanah asosiasi latosol dan regosol untuk daerah bogor (Sutiyono, dkk. 1996).

Latosol merupakan suatu jenis tanah yang terbentuk pada daerah yang

bercurah hujan sekitar 2.000 sampai 4.000 mm tiap tahun, bulan kering lebih

kecil tiga bulan dan tipe iklim A, B (Schmidt/Ferguson). Di Indonesia latosol

umumnya terdapat pada bahan induk volkan baik berupa tufa volkan maupun

batuan beku di daerah tropika basah, tersebar pada daerah-daerah dengan

ketinggian antara 10 – 1.000 meter dengan curah hujan antara 2.000 – 7.000 mm

pertahun dan bulan kering < 3 bulan, dijumpai pada topografi berombak hingga

bergunung, dengan vegetasi utama adalah hutan tropika lebat (Goeswono

Soepardi, 1983).

Tanah latosol merupakan jenis tanah yang banyak digunakan dalam

budiaya pertanian. Tanah ini mempunyai sifat fisik (struktur) yang baik tetapi

berkemampuan rendah untuk menahan kation (sangat mirip dengan tanah

berpasir), bertekstur lempung sampai liat, struktur remah sampai menggumpal

dan konsistensi gembur. Warna tanah kemerahan tergantung dari susunan

mineralogi bahan induknya, draenasi, umur, keadaaniklimnya dan membutuh


(29)

Warna seragam dengan batas-batas horizon yang kabur, solum dalam

(lebih dari 150 cm) kejenuhan basa kurang dari 10%. Struktur dan tekstur tanah

latosol tersaji pada tabel berikut.

Tabel 2.Struktur dan tekstur tanah latosol

No. Jenis tanah Tekstur tanah Struktur tanah

1. Asosiasi latosol merah Lempung sampai liat Remah sampai menggumpal

2. Latosol merah

kecokelatan

Lempung sampai liat Remah sampai menggumpal

3. Latosol cokelat

kemerahan

Lempung gumpal berselaput

lempung, berciri plintip dan lapisan sesquiosiid. Sumber: Sutiyono, dkk.,1996

4. Iklim

Umumnya tanaman bambu dapat tumbuh dengan baik dan tersebar di

mana-mana, walaupun dalam pertumbuhannya dapat dipengaruhi oleh keadaan

iklim. Unsur-unsur iklim meliputi sinar matahari, suhu, curah hujan dan

kelembaban. Tempat yang disukai tanaman bambu adalah lahan yang terbuka di

mana sinar matahari dapat langsung memasuki celah-celah rumpun sehingga

proses fotosintesis dapat berjalan lancar, selain itu juga dapat mencegah

tumbuhnya cendawan yang akan mengganggu kesuburan tanaman bambu dan

dapat berakibat merubah warna bambu tersebut menjadi kurang baik. Lingkungan

yang sesuai untuk tanaman bambu adalah bersuhu 8,8°C - 36°C. Tipe iklim untuk

tumbuhan bambu mulai dari A, B, C, D sampai E (mulai dari iklim basah sampai

kering). Semakin basah tipe iklim, makin banyak jenis bambu yang dapat tumbuh.

Sebab, tanaman bambu termasuk tanaman yang banyak membutuhkan air, yaitu


(30)

(Kementerian Perdagangan, 2011). Faktor yang mempengaruhi adalah curah

hujan, suhu udara dan kelembapan udara. Adapun kondisi yang baik adalah

sebagai berikut Suhu 8,8 - 36°C, curah hujan tahunan minimal 1.020 mm,

sedangkan kelembaban 80%. (Departemen Kehutanan, 1992).

D. Jenis Tanaman Bambu

Tanaman bambu termasuk ke dalam famili Poaceae, ordo Poales dan kelas Monokotil. Di dunia diketahui ada 1.500 jenis bambu yang berasal dari 75

marga (Sharma, 1980). Diantara hutan bambu di dunia benua Asia mempunyai

area yang terluas, dengan luas hutan bambu di Asia Tenggara lebih dari 10.000

Hektar (ITTO, 1994). Di Indonesia bambu paling banyak dibudidayakan di pulau

Jawa, Bali dan Sulawesi. Pulau Jawa merupakan pengguna bambu paling banyak

dengan konsumsi perbulan sekitar 456 juta batang, dimana 350 juta diantaranya

digunakan untuk perumahan.

Menurut laporan FAO (1961) diacu dalam Sastrapradja, dkk. (1977) di

pulau Jawa 80 % penggunaan bambu adalah untuk bahan-bahan bangunan dan

20 % lagi untuk keperluan lain. Karena panjang, kuat dan tegar, maka buluh

bambu dapat digunakan untuk tiang andang-andang (gandar tiang) perahu dan

tiang rumah.

Beberapa jenis tanaman bambu yang tumbuh dipulau jawa seperti

Bambusa horsfieldiiMunro, (Bambu Embong), Bambusa multiplex(Bambu Cendani; Mrengenani), Dendrocalamus asper(Bambu Petung), Gigantochloa apusKurz. (Bambu Apus; Bambu Tali), Gigantochloa atroviolacea(Bambu Hitam; Bambu Wulung; Gombong), Thryrsostachys siamensisGamble. (Bambu


(31)

Jepang), Gigantochloa manggongWidjaja. (Bambu Manggong) dan lain-lain. (Alamendah, 2011).

E. Karakteristik lahan

Menurut Sarwono Hardjowigeno dan Widiatmaka (2007), karakteristik

lahan (land characteristics) mencakup faktor-faktor lahan yang dapat diukur

atau ditaksir besarnya seperti lereng, curah hujan, tekstur tanah, air tersedia,

dan sebagainya (Tabel 3). Satu jenis karakteristik lahan dapat berpengaruh

terhadap lebih dari satu jenis kualitas lahan, misalnya tekstur tanah dapat

berpengaruh terhadap tersedianya air, mudah tidaknya tanah diolah, kepekaan

erosi, dan lain-lain. Bila karakteristik lahan digunakan secara langsung dalam

evaluasi lahan, maka kesulitan dapat timbul karena adanya interaksi dari

beberapa karakteristik lahan. Contohnya, bahaya erosi tidak hanya disebabkan

oleh curamnya lereng saja, melainkan merupakan interaksi antara curamnya

lereng, panjang lereng, permeabilitas, struktur tanah, interaksi curah hujan, dan

sifat-sifat lain.

Tabel 3.Karakteristik Lahan

No. Kualitas Lahan Keterangan

1. Temperatur Udara

Temperatur udara tahunan dan dinyatakan dalamoC.

2. Curah Hujan Curah hujan rerata tahunan dan dinyatakan dalam mm.

3. Lamanya Masa Kering

Jumlah bulan kering berturut-turut dalam setahun dengan jumlah curah hujan kurang dari 60 mm. 4. Kelembaban

Udara

Kelembaban udara rerata tahunan dan dinyatakan dalam %.

5. Drainase Pengaruh laju perkolasi air ke dalam tanah terhadap aerasi udara dalam tanah.

6. Tekstur Menyatakan istilah dalam distribusi partikel tanah halus dengan ukuran < 2 mm.

7. Bahan Kasar Menyatakan volume dalam % dan adanya bahan kasar dengan ukuran >2 mm.


(32)

8. Kedalaman Tanah

Menyatakan dalamnya lapisan tanah dalam cm yang dapat dipakai untuk perkembangan perakaran dari tanaman yang dievaluasi.

9. Ketebalan Gambut

Digunakan pada tanah gambut dan menyatakan tebalnya lapisan gambut dalam cm dari permukaan. 10. Kematangan

Gambut

Digunakan pada tanah gambut dan menyatakan tingkat kandungan seratnya dalam bahan saprik, hemik atau fibrik, semakin banyak seratnya menunjukan belum matang atau mentah (fibrik). 11. Kapasitas Tukar

Kation (KTK) liat

Menyatakan kapasitas tukar kation dari fraksi liat.

12. Kejenuhan Basa Jumlah basa-basa (NH4OAc) yang ada dalam 100 g contoh tanah.

13. Reaksi Tanah (pH)

Nilai pH tanah di lapangan. Pada lahan kering dinyatakan dengan data laboratorium atau pengukuran lapangan, sedang pada tanah basah diukur di lapangan.

14. C-organik Kandungan karbon organik tanah.

15. Salinitas Kandungan garam terlarut pada tanah yang dicerminkan oleh daya hantar listrik.

16. Alkalinitas Kandungan natrium dapat ditukar.

17. Lereng Menyatakan kemiringan lahan diukur dalam %. 18. Bahaya Erosi Bahaya erosi diprediksi dengan memperhatikan

adanya erosi lembar permukaan (sheet erosion), erosi alur (reel erosion), dan erosi parit (gully erosion), atau dengan memperhatikan permukaan tanah yang hilang (rata-rata) per tahun.

19. Genangan Jumlah lamanya genangan dalam bulan selama satu tahun.

20. Batuan di Permukaan

Volume batuan (dalam %) yang ada di permukaan tanah atau lapisan tanah.

21. Singkapan Batuan

Volume batuan (dalam %) yang ada dalam solum tanah.

22. Sumber Air Tawar

Tersedianya air tawar untuk keperluan tambak guna mempertahankan pH dan salinitas air tertentu. 23. Amplitude

Pasang-Surut

Perbedaan permukaan air pada waktu pasang dan surut (dalam meter).

24. Oksigen Ketersediaan oksigen dalam tanah untuk keperluan pertumbuhan tanaman atau ikan.


(33)

Karakteristik lahan sebagai penduga potensi kawasan pengembangan

budidaya tanaman bambu dapat dilihat pada tabel berikut:

Tabel 4.Karakteristik Lahan Penduga

No. Lingkup Pengertian/Satuan

1. Topografi Topografi merupakan bentuk lanskap yang ditentukan oleh aspek lereng dan ketinggian.

Topografi dinyatakan dalam %.

2. Ketinggian tempat Ketinggian tempat merupakan ketinggian permukaan bumi yang dilihat atau diukur dari permukaan laut. Ketinggian tempat memiliki satuan m. dpl atau meter diatas permukaan laut.

3. Tanah Tanah merupakan medium alam tempat

tumbuhnya tumbuhan dan tanaman yang tersusun dari bahan-bahan padat, gas dan cair. Bahan penyusun tanah dapat dibedakan atas partikel meneral, bahan organik, jasad hidup, air dan gas. Fungsi tanah bagi tanaman sebagai tempat berdiri tegak dan bertumpunya tanaman, tempat tumbuh yang menyediakan unsur hara dan pertukaran unsur hara antara tanaman dengan tanah dan sebagai penyediaan dan gudangnya air bagi tanaman.

4. Iklim Iklim merupakan kebiasaan alam yang digerakkan oleh gabungan beberapa unsur yaitu, radiasi matahari, temperatur, kelembapan awan, presipitasi, evaporasi, tekanan udara dan angin.Pengaruh iklim terhadap tanaman diawali

oleh pengaruh langsung cuaca

terutamaradiasidansuhuterhadap fotosintesis, respirasi, transpirasi dan proses-proses metabolisme di dalam sel organ tanaman.

a. Tipe iklim Tipe iklim merupakan pengklasifikasian iklim berdasarkan suhu, temperatur dan kelembapan udara serta berdasarkan vegetasi disuatu tempat. Menurut koeppen dan geiger ada lima tipe iklim yang sudah diklasifikasikan, yaitu:

1. Iklim Aiklim tropika basah

2. Iklim B iklim kering atau setengah kering 3. Iklim C iklim dengan variasi suhu tahunan

yang jelas

4. Iklim D iklim sirkumpolar 5. Iklim E iklim kutub


(34)

b. Suhu/temperatur Suhu/temperatur merupakan ukuran kuantitatif terhadap temperatur; panas dan dingin dinyatakan dalam oC, diukur dengan termometer. Suhu merupakan faktor lingkungan yang berpengaruh terhadap pertumbuhan dan perkembangan tanaman, seperti buka dan menututupnya stomata, transpirasi, penyerapan air dan nutri (unsur hara), fotosintesis, respirasi dan pembentukan primordia bunga.

c. Curah hujan Curah hujan merupakan faktor penyuplai ketersediaan air bagi tanaman. Curah hujan (mm) mempengaruhi tanaman melalui proses evaporasi (proses kesediaan air pada pori-pori tanah yang menguap karena peningkatan suhu dan radiasi surya).

5. pH tanah pH tanah merupakan suatu ukuran intensitas keasaman, bukan ukuran total asam yang ada di tanah tersebut. Nilai pH tanah tidak sekedar menunjukkan suatu tanah asam atau alkali, tetapi juga memberikan informasi tentang sifat-sifat tanah yang lain, seperti ketersediaan fosfor, status kation-kation basa, status kation atau unsur racun. 6. Hara tersedia Unsur hara yang diperlukan oleh tanaman tersedia

baagi tanaman dalam bentuk ion (anion dan kation, seperti Nitrogen dalam bentuk NO3- dan NH4+., Kalium dalam bentuk K+, Calsium dalam bentuk Ca2+, Phospat dalam bentuk H2PO4-, dan lain-lain) a. Total N

b. P2O5 c. K2O

Kandungan kadar Nitrogen dinyatakan dalam % Kandungan kadar Phospat dinyatakan dalam % Kandungan kadar Kalium dinyatakan dalam % Sumber: Sutiyono, dkk.,1996


(35)

23

pertumbuhan tanaman secara tidak langsung. Dari fisiografi memberikan

informasi tentang bentuk wilayah dan batuan dominan pembentuk tanah. Misal

perbukitan karst berarti bentuk wilayahnya perbukitan dan batuannya karst.

Bentuk wilayah dibagi menurut kecuraman lerengnya misal datar,

berombak, bergelombang, berbukit dan bergunung. Bentuk wilayah ini

menentukan cara penggunaan lahan misalnya untuk tanaman semusim, wanatani

atau tanaman keras. Dari bentuk wilayah dapat diketahui apakah suatu, lahan

mempunyai kemungkinan untuk mekanisasi, keadaan air tanah, pengaruhi

infiltrasi (peresapan) atau keadaan tergenang air. Peranan langsung dari bentuk

wilayah pada potensi pertanian suatu lahan adalah melalui pengaruh lereng yakni

terhadap kerusakan lahan karena erosi, dan biaya konservasi. Tidak semua lahan

yang berbentuk datar dapat digunakan untuk usaha pertanian, hal ini dikarenakan

oleh keadaan perbatuannya (lithology) dan tanahnya sering tidak mendukung

contoh dataran pasir kwarsa. Sebaliknya tanah yang subur diperbukitan yang

kaya abu vulkan dan mineral, masih banyak diusahakan untuk pertanian yang

intensif.

Kecamatan Patuk merupakan bagian wilayah dari Kabupaten Gunungkidul

yang berada dizona utara atau disebut sebagai wilayah Batur Agung dengan


(36)

Keadaan topografi berupa perbukitan, terdapat sumber air tanah

kedalaman 6m-12m dari permukaan tanah.

Jenis tanah didominasi latosol dengan batuan induk vulkanik dan sedimen

taufan.

Sumber: BAPPEDA Gunungkidul, 2015

Gambar 1. Peta Jenis Tanah Kecamatan Patuk

Kecamatan Patuk merupakan salah satu kecamatan yang ada di Kabupaten

Gunungkidul, Daerah Istimewa Yogyakarta. Luas wilayah Kecamatan Patuk

72,04 km2. Wilayah Kecamatan Patuk dibagi menjadi 11 kelurahan, secara rinci

pembagian wilayah desa di Kecamatan Patuk dapat dilihat pada tabel 6.

Kecamatan Patuk secara geografis terletak dibagian utara wilayah Kabupaten

Gunungkidul dengan 070 55’ 11,4” Lintang Selatan dan 1100 31’ 11,0” Bujur


(37)

Kecamatan Patuk terletak di wilayah dengan batas-batas sebagai berikut: 1. Sebelah Utara : Kecamatan Gedangsari 2. Sebelah Selatan : Kecamatan Playen 3. Sebelah Timur : Gedangsari

4. Sebelah Barat : Kecamatan Piyungan, Bantul. Tabel 1.Luas, status dan klasifikasi Kecamatan Patuk kabupaten Gunungkidul

Kelurahan/Desa Luas/Area (km2) Kota/Desa Klasifikasi

Semoyo 5,76 2 4

Pengkok 4,59 2 4

Beji 4,71 2 4

Bunder 9,82 2 4

Nglegi 10,81 2 4

Putat 7,17 2 4

Salam 5,21 2 4

Patuk 2,91 2 4

Ngoro-oro 7,54 2 4

Nglanggeran 7,62 2 4

Terbah 5,90 2 4

Sumber: Badan Pusat Statistik Provinsi D.I Yogyakarta, 2015 Keterangan:

1. Status Potensi Desa 2011 2. Sensus Penduduk-2010

Klasifikasi Kota/Desa: 1 = Kota Besar, 2 = Kota Sedang, 3 = Kota Kecil, 4 = Desa

B. Iklim

Wilayah Kecamatan Patuk termasuk daerah beriklim tropis dengan topografi wilayah yang didominasi dengan daerah kawasan perbukitan karst. Kondisi umum klimatologi Kecamatan Patuk secara umum menunjukkan dengan curah hujan berjumlah 2.323 per30 tahun dengan rata-rata 193 hari/ tahun. Bulan basah 7 bulan sedangkan bulan kering berkisar 5 bulan. Kecamatan Patuk memiliki suhu udara rata-rata harian 27,7oC, suhu minimum 23,2oC dan suhu


(38)

maksimum 32,4oC. Kelembaban nisbi berkisar antara 80% - 85%, tidak terlalu dipengaruhi oleh tinggi tempat, tetapi lebih dipengaruhi oleh musim. Berikut data tabel curah hujan untuk wilayah Kecamatan Patuk.

Tabel 2.Curah hujan rata-rata tahunan selama tiga puluh (30) tahun periode 1981-2010 di Kecamatan Patuk

Sumber: BMKG Stasiun Klimatologi Yogyakarta, 2016

Sumber: BAPPEDA Gunungkidul, 2015

Gambar 2. Peta Curah Hujan Kecamatan Patuk Curah Hujan (Millimeter)

Jan Feb Mar Apr Mei Jun Jul Agt Sep Okt Nop Des Jumlah 338 383 368 214 97 66 36 20 20 132 292 357 2.323


(39)

C. Sosial Ekonomi dan Kependudukan Kecamatan Patuk

Perkembangan pertanian tidak terlepas dari faktor sosial ekonomi seperti penduduk sebagai sumber tenaga kerja dan potensi pasar, prasarana dan kebiasaan-kebiasaan masyarakat. Setelah lahan disuatu tempat atau wilayah ditentukan pilihan-pilihan penggunaannya, maka pilihan yang paling tepat apabila mempertimbangkan faktor-faktor ekonomi dan sosial. Teknologi pertanian dapat berkembang dan berkelanjutan adalah karena secara teknis dapat dilaksanakan dan aman pada lingkungan serta secara ekonomi layak (menguntungkan) dan secara sosial dapat diterima oleh masyarakat dan secara administratif dapat dikelola.

Lahan yang subur dapat menjadi kurang berarti bila berada pada daerah yang sulit dijangkau dan jauh dari pasar. Untuk daerah yang jauh dari pasar maka ukuran luas lahan usahataninya harus lebih luas/besar sehingga dapat berkembang lebih jauh dengan tidak hanya menghasilkan bahan mentah tetapi juga bahan olahan sehingga lebih menguntungkan. Usaha pertanian tertentu akan sulit berkembang apabila komoditas atau cara pengelolaannya tidak disukai masyarakat. Ada kecenderungan mereka tetap mempertahankan kebiasaan yang mungkin dulu merupakan cara yang terbaik, tetapi karena perubahan tatanan ekonomi maka sekarang sudah tidak tepat lagi. Selain itu sikap masyarakat juga tidak selalu rasional sehingga perlu usaha-usaha khusus untuk membina masyarakat sebelum suatu usaha pertanian di kembangkan. Jumlah penduduk di Kecamatan Patuk berdasarkan BPS Kabupaten Gunungkidul 2015 sebanyak 33.768 jiwa dengan jumlah kepala keluarga sebanyak 8.787 KK. Rincian jumlah penduduk Kecamatan Patuk tersaji dalam tabel 7 berikut:


(40)

Tabel 3.Jumlah penduduk di Kecamatan Patuk

No Desa Jumlah Penduduk KK

Laki-laki Perempuan Total

1 Semoyo 1264 1467 2731 718

2 Pengkok 1624 1516 3140 861

3 Beji 1322 1646 2968 719

4 Bunder 1406 1486 2892 895

5 Nglegi 1591 1613 3204 751

6 Putat 1933 2043 3976 1009

7 Salam 1540 1512 3052 786

8 Patuk 1329 1295 2624 705

9 Ngoro-oro 1821 1874 3695 932

10 Nglanggeran 1222 1296 2518 687

11 Terbah 1453 1515 2968 724


(41)

29

No. Jenis Pekerjaan

Kelurahan

Bunder Beji Pengkok Semoyo Salam Patuk Ngoro-oro Nglanggeran Putat Nglegi Terbah

(jiwa) (jiwa) (jiwa) (jiwa) (jiwa) (jiwa) (jiwa) (jiwa) (jiwa) (jiwa) (jiwa)

1. Belum Bekerja 612 403 638 473 554 534 617 456 822 478 411

2. Mengurus Rumah

Tangga 509 312 392 263 473 472 242 256 474 378 160

3. Pelajar/mahasiswa 504 388 417 373 437 4155 502 349 567 545 348

4. Pensiunan 47 28 48 14 28 43 17 10 36 25 0

5. PNS 72 33 33 19 26 63 24 29 43 34 10

6. TNI 2 4 3 0 1 3 4 1 3 2 0

7. POLRI 6 8 1 1 3 4 2 0 5 8 0

8. Buruh/keahlian

khusus 174 131 321 146 314 258 102 196 353 100 206

9. Sektor pertanian 646 652 787 798 662 338 1.228 829 911 1.057 1.065

10. Karyawan

BUMN/BUMD 5 0 0 1 1 6 2 1 3 4 1

11. Karyawan Swasta 216 116 261 253 245 332 194 200 280 324 60

12. Wiraswasta 544 520 257 266 330 298 707 166 626 216 324

13. Tenaga medis 3 1 3 0 2 2 2 0 0 3 0

14. Pekerjaan lainnya 17 11 16 18 15 15 18 16 19 21 17

JUMLAH 3.357 2.607 3.177 2.625 3.091 2.783 3.661 2.509 4.142 3.104 2.602


(42)

30 No. Tingkat

Pendidikan

Kelurahan Bunder Beji Pengkok Semoyo Salam Patuk

Ngoro-oro Nglanggeran Putat Nglegi Terbah (jiwa) (jiwa) (jiwa) (jiwa) (jiwa) (jiwa) (jiwa) (jiwa) (jiwa) ( jiwa) (jiwa) 1. Tidak

Sekolah 646 497 791 519 596 544 839 493 831 554 560

2. Belum

Tamat SD 307 256 271 261 286 246 288 209 340 332 236

3. Tamat SD 772 564 547 612 699 544 1.039 720 1.063 855 966

4. SLTP 708 602 838 705 782 586 821 562 955 713 582

5. SLTA 768 612 651 485 630 689 603 466 826 574 237

6. Diploma I/II 29 14 22 12 18 35 14 12 21 11 3

7. Akademi/D3 42 17 13 13 36 44 17 12 36 15 7

8. Diploma

IV/Strata I 81 43 44 17 43 87 39 35 65 49 10

9. Strata II 3 1 0 1 1 6 1 0 5 1 1

10. Strata III 1 1 0 0 0 2 0 0 0 0 0

JUMLAH 3.357 2.607 3.177 2.625 3.091 2.783 3.661 2.509 4.142 3.104 2.602


(43)

31

Kecamatan Patuk yang terletak di Kabupaten Gunungkidul. Analisis tanah dilakukan di Laboratorium LPPT UGM dan Laboratorium Tanah FP UMY.

B. Metode Penelitian dan Analisis Data 1. Jenis penelitian

Penelitian ini dilakukan dengan metode survei, yang teknis pelaksanaanya dilakukan dengan observasi, wawancara, dan pengumpulan data sekunder. Metode survei adalah penyelidikan yang diadakan untuk memperoleh fakta-fakta dari gejala yang ada dan mencari keterangan secara faktual (Arikunto dan Suharsimi. 1998).

2. Metode pemilihan lokasi

Observasi dilakukan untuk mendapatkan informasi tentang kondisi eksisting wilayah yang menggambarkan keadaan awal kawasan tersebut. Pemilihan lokasi observasi dengan carapurposiveyaitu pengambilan sampel yang secara sengaja dipilih berdasarkan tujuan penelitian (Masri Singarimbun, 1989). Pemilihan lokasi didasarkan pada alternatif pengembangan bambu karena permintaan yang tinggi, juga karena Kecamatan Patuk merupakan salah satu kawasan pegunungan Batur Agung yang berpotensi terjadinya bencana seperti tanah longsor. Dengan adanya pengembangan tanaman bambu pada kawasan tersebut diharapkan dapat mengurangi tingkat erosi pada kawasan tersebut.


(44)

Sumber: BAPPEDA Gunungkidul, 2015

Gambar 1. Peta Administratif Kecamatan Patuk 3. Metode penentuan sampel tanah

Sampel tanah diambil pada beberapa titik di lokasi penelitian, hal ini dilakukan guna untuk mewakili dari beberapa jenis tanah yang berada pada beberapa titik di tempat penelitian tersebut. Sampel tanah tersebut digunakan untuk pengujian analisis kadar hara tersedia dalam tanah dan pengamatan jenis tanah di Laboratorium Fakultas Pertanian Universitas Muhammadiyah Yogyakarta. Titik lokasi pengambilan sampel tersebar di 4 Desa di Kecamatan Patuk Kabupaten Gunungkidul Daerah Istimewa Yogyakarta berjumlah 20 titik, masing –masing sampel tanah diambil lima titik pada setiap satu desa, kemudian

ke lima sampel tanah tersebut disatukan secara komposit guna untuk mewakili karakteristik pada satu kawasan tesebut.

Sampel tanah diambil pada beberapa titik di lokasi pengambilan sampel yaitu kawasan dipinggir sungai dan dikebun-kebun bambu yang ada di Kecamatan


(45)

Patuk. Titik lokasi pengambilan sampel tanah terletak didesa Desa Beji, Desa Patuk, Desa Ngoro-oro dan Desa Beji. Tujuan dilakukan penentuan sampel supaya tanah yang diambil merupakan sampel tanah yang akan mewakili jenis tanah pada lokasi penelitian (Universitas Negeri Lampung atau UNILA, 2014). Sampel tanah tersebut digunakan untuk pengujian analisis kadar hara tersedia dalam tanah dan retensi hara di Laboratorium Tanah Fakultas Pertanian UMY. 4. Analisis Sampel

Analisis sampel dilakukan di Laboratorium LPPT UGM dan Laboratotium Tanah FP UMY 2016. Uji analisis kandungan Kalium (K2O) dan Phospat (P2O5)

menggunakan metode SSA (Spektrometri Serapan Atom). Spektrometri merupakan suatu metode analisis kuantitatif yang pengukurannya berdasarkan banyaknya radiasi yang dihasilkan atau yang diserap oleh spesi atom atau molekul analit. Salah satu bagian dari spektrometri ialah Spektrometri Serapan Atom (SSA), merupakan metode analisis unsur secara kuantitatif yang pengukurannya berdasarkan penyerapan cahaya dengan panjang gelombang tertentu oleh atom logam dalam keadaan bebas (Skoog et. al., 2000). Sedangkan untuk uji analisis pH tanah menggunakan Elektrometri, N total menggunakan Kjedahl dan bahan organik menggunakan metode Walkley and Black.

5. Analisis Data

Analisis data pada penelitian ini dengan menggunakan metodematching, yaitu dengan cara mencocokkan serta mengevaluasi data karakteristik lahan yang diperoleh di lapangan dan analisis di laboratorium dengan kriteria kesesuaian pertanaman bambu.


(46)

Analisis laboratorium dilakukan terhadap parameter berikut: a. ph-Tanah menggunakan metode Elektrometri

b. N Total menggunakan metode Walkley and Black

c. P2O5menggunakan metode SSA (Spektrometri Serapan Atom)

d. K2O menggunakan metode SSA (Spektrometri Serapan Atom)

Data-data yang terkumpul kemudian dianalisis secara deskriptif (Adhi Sudibyo, 2011). Analisis deskriptif digunakan untuk memberikan gambaran, penjelasan, dan uraian hubungan antara satu faktor dengan faktor lain berdasarkan fakta, data dan informasi kemudian dibuat dalam bentuk tabel atau gambar.

C. Jenis Data

Data yang diperlukan dalam penelitian ini berupa data primer dan data sekunder. Data primer merupakan data yang diperoleh dari hasil observasi secara langsung dan hasil wawancara langsung di lapangan. Data sekunder merupakan data yang diperoleh dari hasil studi pustaka dan penelusuran ke berbagai instansi terkait dengan penelitian (Adhi Sudibyo, 2011).

1. Data Primer

Data primer adalah data yang diperoleh secara langsung baik melalui penyelidikan di lapangan maupun di laboratorium. Data primer meliputi tanah, iklim dan topografi.

2. Data Sekunder

Data sekunder adalah data yang diperoleh melalui studi literatur sebagai pendukung dan pelengkap dari data-data primer. Berupa kondisi lapangan saat pengambilan sampel, ketentuan-ketentuan dari standar pengukuran, hasil


(47)

percobaan-percobaan sebelumnya dan buku-buku literatur lainnya. Penyajian jenis data secara lengkap dapat dilihat pada Tabel 10 berikut:

Tabel 1.Jenis Data Penelitian

No. Jenis data Lingkup Bentuk data Sumber

1. Temperatur Rata-rata temperatur (0C)

Hard & soft copy Bagian Tata Pemerintahan Dan BMKG (Badan Meteorologi Klimatolgi Dan Geofisika) 2. Ketersediaan air Curah

hujan/pertahun (mm)

Hard & soft copy Dinas Pertanian Dan Kehutanan Gunungkidul Lama masa kering (<75 mm)

Hard & soft copy Dinas Pertanian Dan Kehutanan Gunungkidul 3. Media perakaran Tekstur kedalaman tanah (cm)

Hard & soft copy

Survei Lapangan

4. Bahaya erosi Lereng atau kemiringan tanah

Hard & soft copy

Survei Lapangan

5. Hara tersedia Total N Hard & soft copy

Analisis laboraturium

P2O5 Analisis

laboraturium

K2O Analisis

laboraturium

D. Luaran Penelitian

Bentuk luaran penelitian berupa laporan penelitian, serta naskah akademik yang nantinya akan dipublikasikan melalui jurnal ilmiah.


(48)

36

fisik daerah penelitian, karakteristik kondisi demografis daerah penelitian dan karakteristik kondisi sosial ekonomi daerah penelitian. Karakteristik kondisi daerah penelitian meliputi letak, luas, dan batas penelitian, kondisi topografi, kondisi jenis tanah, kondisi hidrologi, dan iklim. Karakteristik demografis daerah penelitian meliputi jumlah penduduk sedangkan karakteristik kondisi sosial ekonomi daerah penelitian meliputi tingkat pendidikan dan mata pencaharian.

Kecamatan Patuk merupakan bagian wilayah dari Kabupaten Gunungkidul yang berada dizona utara atau disebut sebagai wilayah Batur Agung dengan ketinggian 200m-700m diatas permukaan laut. Luas wilayah kecamatan Patuk 72,04 km2, terbagi kedalam 11 kelurahan. Kecamatan Patuk secara geografis terletak dibagian utara wilayah Kabupaten Gunungkidul pada 070 55’ 11,4”

Lintang Selatan dan 1100 31’ 11,0” Bujur Timur. Wilayah Kecamatan Patuk termasuk daerah beriklim tropis dengan topografi wilayah yang didominasi dengan daerah kawasan perbukitan karst.

Kondisi topografi adalah gambaran yang menjelaskan tentang tingkat kemiringan lereng dan ketinggian tempat yang diukur dari permukaan air laut. Hasil survei lapangan pada tabel 11 di empat desa di Kecamatan Patuk, bahwa daerah penelitian memiliki topografi yang beragam yaitu desa Patuk berbukit, desa Ngoro-oro berombak, desa Beji berombak dan desa Putat bergunung.


(49)

Bambu petung tumbuh mulai dataran rendah 0 m. dpl sampai ketinggian 1.500 m. dpl. Tumbuh terbaik pada ketinggian 400 – 500 m. dpl. Bambu apus, tumbuh di dataran rendah, tinggi, sampai 1.500 m dpl, di tanah liat berpasir. Bambu wulung/ hitam (Gigantochloa atroviolacea Widjaja) tumbuh di dataran rendah. Tumbuh di tempat kering berbatu atau tanah merah. Di daerah kering, warna hitam semakin jelas. Ketinggian tempat di daerah penelitian memiliki garis kontur interval 100 meter yang diperoleh dari hasil survei dengan menggunakan alat GPS garmin. Dari hasil survei di empat desa memberikan hasil bahwa daerah penelitian memiliki ketinggian antara 148 meter hingga 363 meter di atas permukaan air laut dengan jumlah rata-rata 258,5m. dpl. Berdasarkan data pada tabel 11, ketinggian kebun bambu sampel sesuai dengan syarat tumbuh tanaman. Secara keseluruhan kebun bambu tidak ada yang melebihi batas ketinggian kesesuaian pertanaman bambu, yaitu 0 m. dpl -1.500 m. dpl. Hal tersebut juga didukung dengan data pada karakteristik wilayah studi, yakni ketinggian wilayah Kecamatan Patuk berdasarkan luas wilayah menurut ketinggian dari permukaan laut yaitu 200 m. dpl–700 m. dpl.

Tanaman bambu merupakan salah satu tanaman berjenis pohon konifer, dengan bentuk daunnya kecil, batang pohon tinggi dan tajuk berbentuk kerucut. Ciri-ciri ini identik dengan ciri-ciri jenis pohon konifer atau daun jarum. Untuk itu jenis vegetasi pada daerah elevasi tinggi banyak didominasi oleh jenis daun jarum. Jumlah daun jarum pada suatu pohon jumlahnya lebih banyak bila dibandingkan dengan jumlah daun pada jenis pohon daun lebar. Jumlah daun yang banyak tersebut memungkinkan jumlah klorofil dan luas penampang permukaan


(50)

daun menjadi banyak, sehingga pohon tersebut mampu memanfaatkan intensitas sinar matahari yang tidak terlalu tinggi untuk kegiatan fotosintesis secara optimal. Dengan kondisi tersebut di atas maka jenis tanaman bambu mempunyai daerah sebaran hidup berdasarkan ketinggian tempat yang beragam yang mampu hidup dengan baik mulai ketinggian 0 m. dpl sampai 1.500 m. dpl.

Sumber: Peta Kecamatan Patuk Dalam Angka 2013 Keterangan:

* lokasi penelitian

Gambar 1.Peta Lokasi Penelitian

Daerah yang digunakan sebagai tempat penelitian berada di empat desa yang ada di Kecamatan Patuk, yaitu desa Patuk, desa Ngoro-oro, desa Putat dan desa Beji. Daerah penelitian merupakan wilayah dengan bentuk lahan pegunungan dan berbukit. Memiliki kemiringan lahan dari yang landai hingga curam, suhu rata-rata harian berkisar antara 27,7oC sampai 32 oC. Ketinggian tempat wilayah penelitian berkisar antara 148 m. dpl sampai 363,4 m. dpl.


(51)

Curah hujan rata-rata 2.300 mm/tahun sampai 2.323 mm/tahun. Dari hasil survei lapangan yang dilakukan diempat desa di Kecamatan Patuk ada tiga jenis tanaman bambu yang tumbuh berkembang yaitu bambu Apus (Gigantrochloa apus), bambu Petung (dendrocalamus asper Back.) dan bambu Wulung (Gigantochloa atrovilacae Widjaja).

1.

Bambu Petung (Dendrocalamus asper back).

Gambar 2. Tegakan Tanaman Bambu Petung

Menurut Widjaja (1995), bambu petung mempunyai tipe simpodial dengan rumpun yang cukup rapat, tinggi buluh mencapai 20 - 30 meter, diameter pangkal 20 - 30 cm dengan panjang ruas 40 - 60 cm, dinding buluh cukup tebal 11 - 38 mm dan panjang pelepah 20 - 25 cm, serta memiliki cabang primer yang lebih besar dibandingkan dengan cabang lainnya. Adapun klasifikasi taksonomis bambu petung adalah sebagai berikut.


(52)

Rhegnum : Plantae (Tumbuhan)

Divisi :Magnoliophyta(Tumbuhan berbunga)

Kelas :Liliopsida(tumbuhan berkeping satu/monokotil) Ordo :Poales

Famili :Poaceae atau Gramineae Genus :Dendrocalamus

Spesies :Dendrocalamus asper a. Karakteristik :

Tempat tumbuh : tumbuh pada tempat dataran rendah, daerah berbukit-bukit mulai ketinggian 10-1.000 m. dpl. Termasuk jenis tidak tahan genangan air sehingga jika dibudidayakan harus dipilih di lahan kering. Pertumbuhan paling baik pada tempat-tempat dengan tipe hujan A dan B dengan curah hujan < 2.000 mm/tahun.

b. Penyebaran: Patuk, Ngoro-oro, Beji dan Putat. c. Pemanfaatan: Kontruksi bangunan.


(53)

2. Bambu Apus/ Bambu Tali (Gigantrochloa apus)

Gambar 3. Tegakan Tanaman Bambu Apus Berikut klasifikasi bambu apus:

Divisi : Spermatophyla Sub divisi : Angiospermae Kelas : Monocotyledoneae Bangsa : Poales

Suku : Gramineae Marga : Gigantolochloa

Jenis : Gigantolochloa apus Kurz.

a. Karakteristik : rumpun padat, 2 (dua) macam yaitu tegak dan doyong, batang berukuran sedang, diameter berukuran 7-12 cm, tinggi 14-16 meter, tebal dinding 11-14 mm. Batang muda, tertutup oleh bulu warna cokelat dan merata, setelah tua menghilang dan batang lebih terlihat hijau keunguan; ruas buku 50,8 cm sebanyak 32 buah, dengan diameter batang


(54)

4-12 cm, percabangan mulai batang bagian tengah, terdiri dari 5-10 cabang, satu cabang berukuran besar dan menonjol jelas, pelepah batang tertutup bulu warna cokelat, tidak mudah luruh sampai umur 2 tahun, dari jauh tampak berbelang-belang teratur antara warna hijau batang dengan warna cokelat tua pelepah batang, daun 13-49 x 2-9 cm, bagian bawah permukaan daun agak berbulu. Rebung hijau tertutup pelepah rebung berbulu cokelat dan sangat pahit.

b. Tempat tumbuh: pada tanah kering, tidak tahan tergenang air. Tumbuh pada berbagai ketinggian mulai dari dataran rendah agak jauh dari pantai sampai ketinggian > 1.700 m. dpl dengan sebaran tipe iklim A yang sangat basah, tipe iklim B yang basah kering sampai tipe iklim C yang kering. c. Penyebaran: Patuk, Ngoro-oro, Beji dan Putat

d. Pemanfaatan: Bahan anyaman dan kontruksi bangunan. 3. Bambu Wulung/Hitam (Gigantochloa atrovilacae Widjaja).


(55)

Bambu hitam (Gigantochloa atroviolaceae Widjaja) dikenal juga dengan sebutan bambu wulung, pring wulung, pring ireng, atau awi hideung. Jenis ini disebut bambu hitam karena warna batangnya hijau kehitam-hitaman atau ungu tua (Berlian & Rahayu, 1995). Berlian dan Rahayu (1995), melanjutkan bahwa rumpun bambu hitam agak panjang. Pertumbuhannya pun agak lambat. Buluhnya tegak dengan tinggi 20 m. Panjang ruas-ruasnya 40 – 50 cm, tebal dinding buluhnya 8 mm, dan garis tengah buluhnya 6 – 8 cm. Pelepah batang selalu ditutupi miang yang melekat berwarna cokelat tua. Pelepah ini mudah gugur, kuping pelepah berbentuk bulat dan berukuran kecil

Berikut klasifikasi bambu wulung/hitam: Kingdom :Plantae(Tumbuhan)

Subkingdom :Tracheobionta(Tumbuhan berpembuluh) Super Divisi :Spermatophyta(Menghasilkan biji) Divisi :Magnoliophyta(Tumbuhan berbunga) Kelas :Liliopsida(berkeping satu / monokotil) Sub Kelas :Commelinidae

Ordo :Poales

Famili :poaceae(suku rumput-rumputan) Genus :Gigantochloa

Spesies :Gigantochloa atroviolacea Widjaja a. Karakteristik

Bambu wulung mempunyai batang berwarna hitam sampai hitam keunguan. Di beberapa tempat juga sering di jumpai warna hitam/ ungunya agak


(56)

bercampur dengan hijau. Ruas-ruas agak sedikit membengkok pada buku. Percabangan dimulai dari buku bagian tengah sampai jujung, terdapat akar-akar areal di buku bagian tengah sampai ujung, terdapat akar-akar area buku bagian bawah. Tinggi batang dapat mencapai 14 meter dengan diameter 11 cm.

b. Tempat Tumbuh

tumbuh baik di daerah bertipe iklim A,B dan C dengan curah hujan > 1.800 mm/tahun, pada tanah-tanah tidak tergenang air, dari dataran rendah sampai ketinggian > 1.000 m. dpl. Penyebaran: Patuk, Beji, Ngoro-oro dan Putat. Pemanfaatan: Sebagai bahan kerajinan musik

B. Analisis Kesesuaian Budidaya Tanaman Bambu

Salah satu tahapan penting dalam penelitian adalah menentukan sumber data. Karena pada dasarnya, penelitian merupakan suatu bentuk kegiatan ilmiah untuk mendapatkan pengetahuan atau kebenaran. Penelitian menjadi tidak bermakna dan bahkan akan menghasilkan kesimpulan yang salah, manakala data yang dihasilkannya tidak valid. Untuk memperoleh data yang valid, selain harus digunakan instrumen yang baik (valid dan reliabel), juga harus dipertimbangkan cara pengambilan sampel yang benar-benar representatif terhadap jumlah dan karakteristik populasi. Maka, peneliti wajib untuk mengerti seperti apa cara-cara pengambilan sampel untuk populasi dan apa yang dimaksud dengan sumber data itu sendiri. Hasil analisis terhadap sampel pewakil adalah sebagai berikut :


(57)

Tabel 1.Karakteristik Fisik Lokasi Penelitian

Sumber: Hasil Survei Lapangan di Kecamatan Patuk, 2016 1. Kemiringan atau lereng

Lereng adalah sisi bidang yang landai atau miring atau kenampakkan permukaan alam disebabkan adanya beda tinggi apabila beda tinggi, dua tempat tersebut dibandingkan dengan jarak lurus mendatar akan diperoleh besarnya kelerengan atau kemiringan. Bentuk lereng tergantung pada proses erosi, gerakkan tanah, dan pelapukan.

Kemiringan lereng di daerah penelitian cukup bervariasi mulai dari datar hingga sangat curam. Kemiringan lereng berpengaruh terhadap tingkat erodibilitas karena kemiringan lereng berhubungan dengan kemampuan tanah untuk menahan tetesan air hujan yang jatuh.

No. Karakteriktis

Lahan Lokasi Pengamatan (Desa)

Desa Patuk Desa Beji Desa Putat Desa Ngoro-Oro 1. 2. Topografi Ketinggian Tempat Berbukit 326,4 m. dpl

Berombak 148 m. dpl

Berombak 196,2 m. dpl

Bergunung 363,4 m. dpl

3. Kemiringan

Lahan

5%-55% 4%-24% 9%-45% 23%-55%

4. Jenis tanah Latosol Latosol Latosol Latosol

5. Temperatur

Rata-Rata

Temperatur0C

27,7oC 32oC 27,7oC 30oC

6. Ketersedian Air

Curah Hujan 2.323

mm/tahun 2.323 mm/tahun 2.323 mm/tahun 2.300 mm/tahun

Bulan Kering 5 bulan 5 bulan 5 bulan 5 bulan

7. Media Perakaran

Tekstur lempung liat berdebu sampai lempung berpasir lempung liat berdebu sampai lempung berpasir

lempung liat berdebu sampai lempung berpasir

lempung liat berdebu sampai lempung berpasir Kedalaman

Tanah


(58)

Dari hasil survei pada tabel 11 dari keempat desa memiliki kemiringan lereng yang berbeda-beda yaitu desa Patuk 5% - 55% (sedang), desa Ngoro-oro 23% - 55% (curam), desa Beji 4% - 24% (landai), desa Putat 9% - 45% (curam). Menurut (Sastrapradja 1977) tanaman bambu dapat dijumpai dari daerah rendah sampai dataran tinggi, dari pegunungan berbukit-bukit dengan kelerengan curam sampai landai, dari pernyataan ini menunjukkan bahwa daerah penelitian yang ada di empat desa di Kecamatan Patuk memiliki potensi yang cukup baik terhadap pertumbuhan tanaman bambu, hal ini juga dibuktikan banyaknya tanaman bambu yang tumbuh baik di lahan yang curam maupun di lahan yang landai.

2. Iklim a. Temperatur

Temperatur atau suhu menunjukkan tinggi rendahnya derajat panas pada suatu wilayah tertentu. Tinggi rendahnya temperatur sangat dipengaruhi oleh ketinggian tempat. Semakin tinggi tempat dari permukaan air laut, maka temperatur akan semakin menurun. Temperatur yang rendah dan kelembaban yang tinggi, akan menyebabkan proses transpirasi (penguapan) terhambat, sedangkan di sisi lain jumlah air yang terserap oleh akar dan digunakan untuk proses metabolisme banyak. Dengan jumlah penampang daun yang besar tersebut serta bentuk tajuk yang kerucut akan membantu percepatan proses penguapan, sehingga proses penguapan dapat berlangsung dengan baik.

Menurut Kementerian Perdagangan 2011, Lingkungan yang sesuai untuk tanaman bambu adalah bersuhu 8,8°C - 36°C. Hasil survei yang ada pada tabel 11, menunjukkan bahwa dari keempat desa memiliki suhu rata-rata yang berbeda


(59)

yakni suhu tertinggi terdapat di desa Beji yaitu 320C, kemudian Desa Ngoro-oro 300C, desa Patuk 270C dan desa Putat 270C. Dari keempat desa yang menjadi daerah penelitian, pertumbuhan tanaman bambu terlihat cukup baik, karena di setiap masing-masing desa memiliki jumlah suhu rata-rata yang cukup untuk pertumbuhan tanaman bambu.

Tanaman bambu termasuk tanaman yang dapat tumbuh baik di suhu yang tinggi maupun yang rendah. Suhu merupakan faktor lingkungan yang penting bagi pertumbuhan tanaman bambu karena berhubungan dengan kemampuan melakukan fotosintesis, translokasi, respirasi, dan transpirasi.

Sebagian besar tumbuhan memerlukan temperatur sekitar 10°–38°C untuk pertumbuhannya. Kondisi lain pada daerah yang memiliki elevasi tinggi adalah jumlah konsentrasi CO2 yang relatif lebih kecil bila dibandingkan pada daerah

yang lebih rendah. Padahal CO2 adalah bahan baku dalam proses fotosintesis

untuk diubah menjadi karbohidrat. Dengan jumlah klorofil yang banyak, maka dapat dimungkinkan jumlah CO2 yang tertangkap juga lebih banyak, sehingga

hasil fotosintesis juga menjadi banyak. b. Curah Hujan

Curah hujan berperan dalam pengisian air pada pori tanah yang mengakibatkan tanah mengembang dan jenuh air sehingga berat tanah menjadi bertambah. Curah hujan menjadi dasar pengklasifikasian tipe iklim oleh para ahli. air hujan yang menjadi aliran permukaan adalah unsur utama penyebab erosi. Semakin tinggi intensitas hujan maka semakin besar aliran permukaan.


(60)

Menurut Kementerian Perdagangan (2011), tanaman bambu termasuk tanaman yang banyak membutuhkan air, yaitu curah hujan minimal 1.020 mm/tahun. Dari hasil survei di BMKG DIY, curah hujan rata-rata pertahun selama 30 tahun didaerah penelitian memiliki jumlah rata-rata relatif sama yaitu desa Patuk 2.323 mm/tahun, desa Ngoro-oro 2.300 mm/tahun, desa Putat 2.323 mm/tahun dan desa Beji 2.323 mm/tahun. Dari hasil data tersebut menunjukkan bahwa pertumbuhan tanaman bambu yang ada di daerah penelitian berpotensi untuk pertumbuhan tanaman bambu, mengingat tanaman bambu dapat tumbuh dengan rata-rata hujan pertahun minimal yaitu 1.020 mm/tahun.

c. Lama Masa Kering

Bulan kering dapat menstabilkan kebutuhan air tanaman bambu, tanaman bambu dapat tumbuh baik dengan jumlah bulan kering atau dengan curah hujan minimal 1.020 mm/pertahun berjumlah 5 bulan. Bulan kering yang diinginkan oleh pertanaman bambu adalah 3-4 bulan. Berdasarkan data Kecamatan Patuk pada tabel 11, daerah penelitian yang ada di desa Patuk, desa Ngoro-oro, desa Beji dan desa Putat terdapat 5 bulan kering setiap tahunnya, sehingga bulan kering tidak berpengaruh nyata sebagai pembatas dalam kegiatan budidaya di wilayah studi karena tanaman bambu merupakan tanaman yang tidak membutuhkan air banyak, selain itu tanaman bambu juga memiliki akar yang mampu menyimpan cadangan air dalam waktu lama.

3. Media Perakaran

Media perakaran merupakan salah satu parameter kualitas lahan yang menggambarkan sejauh mana media tanam memberikan reaksi positif ataupun


(61)

negatif kepada zona akar tanaman bambu dan berpengaruh langsung terhadap pertumbuhan dan perkembangan vegetatif dan generatif tanaman bambu. Tanaman mendapatkan hara tersedia dan bereaksi dengan retensi hara melalui tanah.

a. Kedalaman efektif

Kedalaman efektif tanah diukur dari permukaan tanah sampai lapisan kedap air yang bisa ditembus akar tanaman. Karakteristik ini mempengaruhi pertumbuhan dan perkembangan akar tanaman, unsur hara dan air. Kedalaman efektif tanah dinyatakan dalam bentuk cm, merupakan kedalaman yang mampu dicapai oleh akar tanaman. Ditentukan oleh jenis dan kisaran panjang akar tanaman bambu. Akar tanaman bambu termasuk akar serabut tidak panjang yang tumbuh dari cincin tunas anakkan. Pada fase pertumbuhan batang, terbentuk pula akar dibagian yang lebih atas akibat pemberian tanah sebagai tempat tumbuh.

Pengumpulan data dari kedalaman efektif tanah didapatkan dengan cara mengebor tanah disekeliling perakaran tanaman bambu, kemudian hasil pengeboran dapat diketahui. Dari hasil pengeboran untuk panjang akar tanaman bambu dapat dilihat pada tabel 11, hasil survei menunjukkan bahwa setiap daerah penelitian memiliki kedalaman akar efektif yang beragam yaitu desa Patuk 70 cm, desa Ngoro-oro 65 cm, desa Beji 65 cm dan desa Putat 75 cm. Dari keempat desa yang disurvei kedalaman efektif terpanjang terdapat di desa Putat yaitu 75 cm, sedangkan desa Patuk 70 cm, desa Ngoro-oro dan desa Beji memiliki kesamaan panjang akar yang efektif yaitu 65 cm, dari hasil survei lapangan tersebut yang ada di empat desa, pertumbuhan tanaman bambu terlihat cukup baik, dengan


(62)

panjang akar tersebut hal ini menunjukan bahwa aktivitas zona akar tanaman dalam menangkap unsur hara yang dibutuhkan untuk tanaman bambu cukup efektif.

Bambu simpodial memiliki sistem perakaran luas mirip jaring yang muncul dari rimpang bawah tanah. Perakaran menyebar ke luar 15 meter dari pusat rumpun. Perakaran yang terdekat dengan rumpun (< 5 m) menyerap air dan unsur hara sementara perakaran yang terjauh (> 5m) utamanya berfungsi menyerap air. Sistem perkakaran relatif dangkal, walau kadang-kadang mereka bisa masuk 2 meter ke dalam tanah.

Gambar 5. Pengeboran tanah dan hasil

Faktor penting lain yang menyumbang pada pertumbuhan luar biasa bambu simpodial adalah aktifitas jaringan akar dan rizoma. Sistem akar dan rizoma yang dangkal tersebar luas dibawah permukaan tanah. Sistem perakaran ini berperan memperbaiki struktur tanah. Akar bambu menyebar jauh di tanah sekelilingnya, hingga 15 meter bahkan lebih dari pusat rumpun bambu. Jaringan


(63)

ini berperan dalam menahan air, menjadikan tanah disekeliling bambu seperti spons. Ketika akar mati dan membusuk, tanah yang ditempatinya akan menjadi berporos dan memiliki cukup udara, yang juga baik untuk penyerapan air. Sangat sedikit tumbuhan lain yang memiliki sistem akar seperti bambu. Sistem akar rimpangnya yang kuat dan luas memecah tanah yang tidak dijangkau oleh tumbuhan lain. Aktifitas ini menciptakan lapisan tanah berporos dengan drainase yang baik.

4. Tekstur

Tekstur rmerupakan ukuran dan proporsi kelompok butir-butir primer pada bagian mineral tanah. Butir-butir primer tanah terbagi dalam liat (clay), debu (silt) dan pasir (sand). Tanah-tanah bertekstur kasar seperti pasir dan pasir berkerikil mempunyai kapasitas infiltrasi yang tinggi, dan jika tanah tersebut dalam, maka erosi dapat diabaikan. Tanah bertekstur pasir halus juga mempunyai kapasitas infiltrasi cukup tinggi, akan tetapi jika terjadi aliran permukaan maka butir-butir halus akan mudah terangkut.

Hasil survei dari keempat desa yang ada pada tabel 11, daerah penelitian memiliki tekstur tanah yang relatif sama yaitu desa Patuk tekstur lempung liat berdebu sampai lempung berpasir, desa Ngoro-oro tekstur lempung liat berdebu sampai lempung berpasir, desa Beji tekstur lempung liat berdebu sampai lempung berpasir dan desa Putat tekstur lempung liat berdebu sampai lempung berpasir.

5. Jenis Tanah

Berdasarkan hasil observasi di Kecamatan Patuk dari keempat desa yang menjadi titik lokasi peneltian memiliki dua jenis tanah yaitu tanah latosol dan


(64)

latosol. Secara rinci hasil survei jenis tanah di empat desa yang ada di Kecamatan Patuk dapat dilihat pada tabel 11, yaitu desa Patuk tanah berjenis latosol, desa Ngoro-oro latosol, desa Putat latosol dan desa Beji berjenis tanah Latosol. Di Indonesia latosol umumnya terdapat pada bahan induk volkan baik berupa tufa volkan maupun batuan beku di daerah tropika basah, tersebar pada daerah-daerah dengan ketinggian antara 10 – 1.000 meter dengan curah hujan antara 2.000 –

7.000 mm pertahun dan bulan kering < 3 bulan, dijumpai pada topografi berombak hingga bergunung, dengan vegetasi utama adalah hutan tropika lebat (Goeswono Soepardi, 1983). Tanah latosol adalah tanah hasil pelapukan batuan kapur keras dan batuan sedimen. Warna tanah ini berkisar antara merah sampai kecokelatan. Tanah mediteran banyak terdapat pada dasar-dasar dolina (cekungan batuan kapur) dan merupakan tanah pertanian yang subur di daerah kapur daripada jenis tanah kapur yang lainnya.

Menurut (Sutiyono, dkk. 1996), bambu dapat tumbuh baik pada semua jenis tanah terutama jenis tanah asosiasi latosol cokelat dengan regosol kelabu. Semua jenis tanah dapat ditumbuhi bambu kecuali tanah-tanah yang terdapat dekat pantai. Jenis-jenis tanah yang ditumbuhi pusat bambu adalah jenis tanah asosiasi latosol merah, latosol merah kecokelatan, dan laterit, jenis tanah latosol cokelat kemerahan dan jenis tanah asosiasi latosol. Dari hasil survei menunjukkan bahwa desa Patuk, desa Ngoro-oro dan desa Putat memiliki kesesuaian jenis tanah yang dikehendaki tanaman bambu yaitu tanah latosol sedangkan di desa Beji tidak sesuai dengan jenis tanah yang dikehendaki tanaman bambu yaitu tanah latosol


(65)

namun pertumbuhan tanaman bambu di desa Beji masih dapat tumbuh subur meskipun jenis tanahnya yaitu latosol.

6. Hara tersedia

Unsur hara yang diperlukan oleh tanaman tersedia bagi tanaman dalam bentuk ion (anion dan kation, seperti Nitrogen dalam bentuk NO3- dan NH4+.,

Kalium dalam bentuk K+, Calsium dalam bentuk Ca2+, Phospat dalam bentuk H2PO4-, dan lain-lain). Jumlah hara dalam tanah atau media tanam yang

mengalami penurunan dapat terjadi disebabkan karena beberapa faktor: (1) Sebagian besar hara akan terikut bersama hasil panen yang diambil dari tanaman (2) Efisiensi penyerapan hara yang cukup rendah oleh tanaman akibat cara atau aplikasi pemberian pupuk yang salah (3) Faktor kehilangan hara akibat proses penguapan dan pencucian hara oleh air pengairan atau penyiraman dan (4) Sebagian pupuk terserap dan terikat di dalam partikel tanah sehingga menjadi tidak tersedia bagi tanaman. Jika ketersediaan unsur hara berjumlah sangat terbatas, akan mengganggu keberlangsungan proses metabolisme dan pada kondisi seperti ini, proses metabolisme dalam tubuh tanaman akan berhenti sama sekali sehingga tanaman tidak dapat menyelesaikan satu atau beberapa siklus hidupnya dengan sempurna. Data hasil analisis laboratorium kualitas hara tersedia, dapat dilihat pada tabel berikut :


(1)

antara 10 - 1000 meter dengan curah hujan antara 2000 - 7000 mm per tahun dan bulan kering < 3 bulan, dijumpai pada topografi berombak hingga bergunung, dengan vegetasi utama adalah hutan tropika lebat (Soepardi, 1983). Tanah Latosol adalah tanah hasil pelapukan batuan kapur keras dan batuan sedimen. Warna tanah ini berkisar antara merah sampai kecoklatan. Tanah mediteran banyak terdapat pada dasar-dasar dolina (cekungan batuan kapur) dan merupakan tanah pertanian yang subur di daerah kapur daripada jenis tanah kapur yang lainnya.

Hara tersedia. Unsur hara yang diperlukan oleh tanaman tersedia bagi tanaman dalam bentuk ion (anion dan kation, seperti Nitrogen dalam bentuk NO3-dan NH4+., Kalium dalam bentuk K+, Calsium dalam bentuk Ca2+, Phospat dalam bentuk H2PO4-, dan lain-lain). Jumlah hara dalam tanah atau media tanam yang mengalami penurunan dapat terjadi disebabkan karena beberapa faktor: (1) Sebagian besar hara akan terikut bersama hasil panen yang diambil dari tanaman (2) Efisiensi penyerapan hara yang cukup rendah oleh tanaman akibat cara atau aplikasi pemberian pupuk yang salah (3) Faktor kehilangan hara akibat proses penguapan dan pencucian hara oleh air pengairan atau penyiraman dan (4) Sebagian pupuk terjerap dan terikat (fixation) di dalam partikel tanah sehingga menjadi tidak tersedia bagi tanaman. Jika ketersediaan unsur hara berjumlah sangat terbatas, akan mengganggu keberlangsungan proses metabolisme dan pada kondisi seperti ini, proses metabolisme dalam tubuh tanaman akan berhenti sama sekali sehingga tanaman tidak dapat menyelesaikan satu atau beberapa siklus hidupnya dengan sempurna.

Data hasil analisis laboratorium kualitas hara tersedia, dapat dilihat pada tabel berikut:

Tabel 2.. Hasil Analisis Hara Tersedia No. Parameter

Uji

Desa Patuk Desa Ngoro-oro Desa Beji Desa Putat 1. Kalium

(K2O)

575,55 Mg/Kg 721,38 Mg/Kg 907,24 Mg/Kg

720,21 Mg/Kg 2. Posfor (P2O5) 794,68 Mg/Kg 493,99 Mg/Kg 536,49 393,75


(2)

3. pH 7.16 7.24 7.27 7.14 4. Bahan

Organik

2.616 % 2.608 % 2.616 % 2.250 %

5. N total 0.30 % 0.30 % 0.30 % 0.33 %

Sumber: Hasil Uji Laboraturium LPPT UGM dan Laboraturium FP UMY, 2016 Total N. Berdasarkan pada tabel 2, hasil uji kandungan N total yang dilakukan di Laboratorium LPPT UGMmenunjukkan bahwa dari keempat desa memiliki kandanungan N total yang realtif sama yaitu kandungan N total di desa Patuk 0.30 %, desa Ngoro-oro 0.30 %, desa Beji 0.30 %, dan desa Putat 0.30 %. Fungsi Nitrogen bagi pertumbuhan tanaman bambu adalah untuk memperbaiki pertumbuhan vegetatif tanaman. Tanaman yang tumbuh pada tanah yang cukup N, biasanya akan berwarna lebih hijau. Selain itu Nitrogen berfungsi dalam pembentukan protein. Dari hasil uji laboraturim menunjukkan bahwa tanaman bambu di empat desa yang menjadi titik lokasi penelitian yaitu desa Patuk, desa Ngoro-oro, desa Beji dan desa Putat memiliki potensi sebagai pengembangan tanaman bambu.

Posfor P2O5. Hasil analisis laboratorium pada tabel 2, menunjukan lahan bambu di empat desa yang ada di kecamatan Patuk memiliki kandungan posfor yang beragam yaitu desa Patuk 794,68 mg/kg, desa Ngoro-oro 493,99 mg/kg, desa Beji 536,49 mg/kg dan desa Putat 393,75 mg/kg.Bersama-sama N dan K tergolong ke dalam unsur hara utama fosfor terdapat di dalam setiap tanaman, walaupun jumlahnya tidak sebanyak N dan K. Pertumbuhan tanaman akan terhambat bilaman P tersedia dalam jumlah yang kecil. Fosfor yang tersedia dalam jumlah cukup akan meningkatkan perkembangan perakaran. Di dalam tanaman, P merupakan unsur yang mobile dan bilamana terjadi kekurangan unsur ini pada suatu tanaman, maka P pada jaringan-jaringan tua akan ditranslokasikan ke jaringan yang masih aktif. Apabila terjadi kekurangan unsur P akan menghambat pertumbuhan tanaman dan gejalanya tidak lebih mudah diketahui sebagaimana gejala-gejala yang kelihatan pada tanaman-tanaman yang kekurangan unsur N dan K.


(3)

Kalium K2O. Hasil analisis laboratorium pada tabel 2, menunjukan

kandungan kalium tertinggi terdapat di desa Beji yaitu 907,24 mg/kg, kandungan kalium terendah terdapat di desa Patuk yaitu 575,55 mg/kg, sedangkan untuk desa Ngoro-oro 721,38 mg/kg dan desa Putat 720,21 mg/kg. Unsur ini diserap tanaman dalam bentuk ion K+. Kebutuhan tanaman akan unsur ini cukup tinggi. Apabila K-tersedia dalam jumlah terbatas, maka gejala kekurangan unsur segera nampak pada tanaman. Kekurangan unsur hara ini biasanya nampak pertama kali pada daun-daun bagian bawah dan bergerak terus ke bagian ujung tanaman. Semakin terbatas ketersediaan unsur ini, akan diikuti juga melemahnya bagian batang tanaman serta menurunkan kegiatan fotosintesis.

pH tanah. Hasil laboratorium pada tabel 2, menunjukkan dari keempat desa yang disurvei memiliki tingkat keasaman yang realtif sama yaitu desa Patuk 7.16, desa Ngoro-oro 7.24, desa Beji 7.27 dan desa Putat 7.14.Menurut sutiyono at al. 1996 pH tanah yang dikehendaki untuk pertumbuhan tanaman bambu yaitu antara 5,6 – 6,5. Dari hasil data laboraturium menunjukkan bahwa setiap daerah yang diteliti memiliki keasaman pH yang lebih tinggi dari kebutuhan untuk tanaman bambu, yaitu berkisar antara 7.14 sampai 7.27, namun dari hasil observasi bahwa keempat desa yang diteliti menunjukkan tanaman bambu masih dapat tumbuh cukup baik.

Bahan organik. Berdasarkan hasil uji laboratorium pada tabel 2 nilai kandungan bahan organik pada daerah penelitian memiliki kandungan yang hampir sama yaitu desa Patuk 2.616%, desa Ngoro-oro 2.608%, desa Beji 2.616% dan desa Putat 2.250%. Semakin besar nilai bahan organik, semakin subur kondisi tanah tersebut.

C. Potensi Kawasan Untuk Budidaya Tanaman Bambu

Kepala Dinas Kehutanan dan Perkebunan Gunungkidul Bambang Wisnu Broto mengatakan, hingga sekarang tanaman bambu yang ada di kabupaten Gunungkidul sekitar 130 hekatare yang tersebar dibeberapa wilayah kecamatan. Jumlah ini masih jauh dari potensi yang dimiliki, karena dari data yang ada potensi


(4)

disebar secara merata di seluruh kecamatan itu, sudah mulai membuahkan hasil. Hal itu terlihat dari pengembangan di Kecamatan Purwosari, di mana sebuah gunung ditanami bambu sudah mulai dipanen. Hanya saja, sambungnya, masih ada kendala belum adanya kecocokan harga antara pemilik tanaman dengan pengusaha. Bambang mengakui selama ini, pasokan bahan baku bambu dipenuhi dari luar daerah seperti Madiun, Boyolali, Klaten dan Magelang. Kondisi ini berdampak terhadap pasokan kerajinan di Gunungkidul, dari permintaan kerajinan bambu ke luar negeri mencapai 2.000 kontainer, perajin baru bisa memasok sebanyak 730 kontainer saja.

Dari hasil survei dan uji laboraturium serta berbagai sumber mengenai penelitian tanaman bambu terutama budidayanya, daerah penelitian yang ada dikecamatan Patuk yaitu desa Patuk, desa Ngoro-oro, desa Beji dan desa Putat memiliki potensi sebagai daerah pengembangan tanaman bambu.


(5)

IV. KESIMPULAN DAN SARAN A. Kesimpulan

Melihat potensi dan karakteristik wilayah di Kecamatan Patuk, pengembangan tanaman bambu cukup baik. Dari hasil survei, uji laboraturium dan analisis dari sampel desa yang ada di Kecamatan Patuk yaitu desa Patuk, desa Ngoro-oro, desa Beji dan desa Putat memiliki kesesuaian lahan serta syarat tumbuh untuk tanaman bambu dan berpotensi baik dalam proses pengembangan tanaman bambu di kecamatan Patuk.

B. Saran

Masih terbatasnya informasi tentang kesesuaian lahan untuk tanaman bambu, untuk itu perlu dilakukan penelitian yang mendasar tentang bambu yang menyangkut budidaya, terutama untuk kesesuaian tanaman bambu.


(6)

DAFTAR PUSTAKA

Arikunto, Suharsimi. 1998. Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktek. Rineka Cipta. Jakarta.

Batubara,R.2002.PemanfaatanBambudiIndonesia.http://library.usu.ac.id/download//f p/hutan-ridwanti4/pdf(softfile). Diakses pada tanggal 10 januari 2016.

BPS Kabupaten Gunung Kidul, 2010. Data administatif kabupaten Gunung Kidul. Diniaty, D. dan Sofia Rahmayanti. 2000. Potensi Ekonomi Pengusahaan Bambu

RakyatdiDesaTelagah,SumateraUtara.http://www.fordamof.org://id.wikipedia. org/wiki/Pemanasanglobal. Pemanasan Global (online). Diakses pada tanggal 10 januari 2016.

Kementerian Perdagangan Republik Indonesia. 2011. Menggali Peluang Ekspor Untuk Produk Bambu. SST: DJPEN/MJL/002/12/2011 Edisi Desember. Nurliasari, F. R. 2006. Bab 3. Metodelogi Penelitian 3.1 Tahapan Penelitian.

eprints.un-dip.ac.id/34721/6/1717_chapter_111.pdf. Diakses tanggal 14 Desember 2015.

N. Berlian, V.A.danE. Rahayu. 1995. Budidaya dan Prospek Bisnis Bambu. Penebar Swadaya. Jakarta.

Masri Singarimbun dan Sofian Efendi.1989. Metodelogi Penelitian Survei. LP3ES: Jakarta.Halaman 156

Suharjito, D. 2007. Hutan Rakyat: Kreasi Budaya Bangsa. WALHI, Jawa Barat. Soepardi G. 1983. Sifat dan Ciri Tanah. Bogor : Departemen Ilmu-Ilmu Tanah

Fakultas Pertanian Institut Pertanian Bogor.

Wikipedia.2014.PathukGunungKidul.https://id.wikipedia.org/wiki/Patuk,_Gunung_K idul. Diakses pada 10 Januari 2016.