EFEKTIFITAS GEL EKSTRAK DAUN PEPAYA (Carica Papaya L. ) 75% TERHADAP PENYEMBUHAN LUKA AKIBAT EFEK SAMPING BLEACHING (DITINJAU DARI DIAMETER LUKA GINGIVA DAN JUMLAH SEL MAKROFAG)

(1)

KARYA TULIS ILMIAH

EFEKTIFITAS GEL EKSTRAK DAUN PEPAYA (Carica Papaya L. ) 75% TERHADAP PENYEMBUHAN LUKA AKIBAT EFEK

SAMPING BLEACHING (DITINJAU DARI DIAMETER LUKA GINGIVA DAN JUMLAH SEL MAKROFAG)

Disusun untuk Memenuhi Sebagian Syarat Memperoleh Derajat Sarjana Kedokteran Gigi pada Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan

Universitas Muhammadiyah Yogyakarta

Disusun Oleh : ALAN HENDRAWAN

20120340009

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN DOKTER GIGI FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN

UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH YOGYAKARTA 2016


(2)

KARYA TULIS ILMIAH

EFEKTIFITAS GEL EKSTRAK DAUN PEPAYA (Carica Papaya L. ) 75% TERHADAP PENYEMBUHAN LUKA AKIBAT EFEK

SAMPING BLEACHING (DITINJAU DARI DIAMETER LUKA GINGIVA DAN JUMLAH SEL MAKROFAG)

Disusun untuk Memenuhi Sebagian Syarat Memperoleh Derajat Sarjana Kedokteran Gigi pada Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan

Universitas Muhammadiyah Yogyakarta

Disusun Oleh : ALAN HENDRAWAN

20120340009

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN DOKTER GIGI FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN

UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH YOGYAKARTA 2016


(3)

ii

HALAMAN PENGESAHAN KTI

EFEKTIFITAS GEL EKSTRAK DAUN PEPAYA (Carica Papaya L. ) 75% TERHADAP PENYEMBUHAN LUKA AKIBAT EFEK

SAMPING BLEACHING(DITINJAU DARI DIAMETER LUKA GINGIVA DAN JUMLAH SEL MAKROFAG)

Disusun oleh: ALAN HENDRAWAN

20120340009

Telah disetujui dan diseminarkan pada tanggal : 30 Mei 2016

Dosen Pembimbing Dosen Penguji

drg. Any Setyawati, Sp. KG drg. Sartika Puspita, MDSc NIK : 19741202200710173084 NIK :19791028200910173109

Mengetahui ,

Kaprodi Pendidikan Dokter Gigi Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan

Universitas MuhammadiyahYogyakarta

drg. Hastoro Pintadi, Sp. Pros NIK : 19680212200410173071


(4)

iii

PERNYATAAN KEASLIAN TULISAN

Saya yang bertanda tangan dibawah ini Nama : Alan Hendrawan NIM : 20120340009

Program Studi : Pendidikan Dokter Gigi

Fakultas : Kedokteran dan Ilmu Kesehatan

Menyatakan dengan sebenarnya bahwa Karya Tulis Ilmiah yang saya tulis ini benar–benar merupakan hasil karya sendiri dan belum diajukan dalam bentuk apapun kepada perguruan tinggi manapun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dalam karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam daftar pustaka dibagian akhir Karya Tulis Ilmiah ini. Apabila dikemudian hari terbukti atau dapat dibuktikan Karya Tulis Ilmiah ini hasil jiplakan, maka saya bersedia menerima sanksi atas perbuatan tersebut.

Yogyakarta, 5 Mei 2016 Yang membuat pernyataan,

Tanda tangan

Alan Hendrawan


(5)

iv MOTTO

“Keberhasilan terbesar adalah bukan tidak pernah gagal, tetapi bangkit kembali setiap kali kita jatuh. Selalu ikhtiar menuju tawakal, dan berakhir dengan kegembiraan atas kesabaran. Karena pada dasarnya keberhasilan tidak datang

secara tiba-tiba, tetapidengan usaha, doa dan kerja keras agar menjadi berhasil.”

Alan Hendrawan

“Kebaikan tidak akan bernilai selama diucapkan akan tetapi bernilai sesudah dikerjakan. Untuk itu kita lebih baik mencobanya daripada tidak sama sekali. Dan jangan menunda sampai besok apa yang bisa dikerjakan hari ini. Karena

sesungguhnya Allah SWT maha mengetahui apa yang kita kerjakan dan Allah SWT tidak akan memberikan cobaan yang melebihi batas kemampuan

hamba-Nya.” Alan Hendrawan


(6)

v

HALAMAN PERSEMBAHAN

Karya Tulis Ilmiah ini persembahkan untuk : ALLAH S.W.T

Keluarga yang selalu memberikan dukungan, terutama kedua orangtua penulis ibu H. Eri Dwi Rosana S.E, ayah H. Soejarwo S.Sos. MM., keluarga besar, dan


(7)

vi

KATA PENGANTAR

Assalamu’alaikum Wr.Wb.

Puji syukur penulis haturkan kepada Allah SWT, Tuhan semesta alam yang telah memberikan rahmah dan hidayah-Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan Karya Tulis Ilmiah ini sebagai salah satu syarat untuk mencapai gelar sarjana Kedokteran Gigi Universitas Muhammadiyah Yogyakarta.

Penyusun Karya Tulis Ilmiah yang berjudul “Efektifitas gel ekstrak daun pepaya (carica papaya l.) 75% terhadap penyembuhan luka akibat efek samping bleaching (ditinjau dari diameter luka gingiva dan jumlah sel makrofag)” dapat diselesaikan tanpa halangan suatu apapun, tentu karya tulis ilmiah ini dapat selesai berkat dan tidak lepas dari dukungan dan bantuan dari berbagai pihak. Dalam kesempatan ini penulis mengucapkan terimakasih yang sebesar-besarnya kepada :

1. Allah SWT yang telah memberikan rahmat, hidayah dan karunia-Nya sehingga pada akhirnya penulis dapat menyelesaikan Karya Tulis Ilmiah ini. 2. Kedua orangtua peneliti yang selalu memberikan doa, dukungan, semangat,

materi, dan fasilitas sehingga penulis dapat menyelesaikan karya tulis ilmiah ini.

3. dr. H. Ardi Pramono, Sp. An., M. Kes, selaku Dekan Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan Universitas Muhammadiyah Yogyakarta.

4. drg. Hastoro Pintadi, Sp. Prost., selaku Ketua Program Studi Pendidikan Dokter Gigi Universitas Muhammadiyah Yogyakarta.

5. drg. Any Setyawati sp. KG., selaku dosen pembimbing Karya Tulis Ilmiah yang telah bersedia memberi waktu, pengetahuan, bantuan pemikiran, saran bimbingan dan dorongan yang sangat berguna bagi peneliti dalam menyelesaikan Karya Tulis Ilmiah ini.

6. drg. Yusrini Pasril, Sp.KG., selaku dosen penguji proposal Karya Tulis Ilmiah ini yang telah bersedia memberikan banyak bimbingan sehingga peneliti dapat menyelesaikan Karya Tulis Ilmiah ini.


(8)

vii

7. drg. Tita Ratya Utari, Sp.Ort., selaku dosen penguji proposal Karya Tulis Ilmiah ini yang telah bersedia memberikan banyak bimbingan sehingga peneliti dapat menyelesaikan Karya Tulis Ilmiah ini.

8. drg. Sartika Puspita, MDsc., selaku dosen penguji Karya Tulis Ilmiah ini yang telah bersedia memberikan banyak bimbingan sehingga peneliti dapat menyelesaikan Karya Tulis Ilmiah ini.

9. Seluruh dosen Program Studi Kedokteran Gigi Universitas Muhammadiyah Yogyakarta, dan dosen-dosen pakar yang telah banyak memberikan pengarahan kepada penulis dalam penyusunan Karya Tulis Ilmiah ini.

10. Seluruh staf dan karyawan Universitas Muhammadiyah Yogyakarta.

11. Peruca Dwi Lestari, Adhila Shintia Devi, dan Novia Arisandi sebagai partner karya tulis ilmiah peneliti yang selalu memberikan semangat serta kerja sama yang baik dan telah mau berbagi ilmiah dengan saya.

12. Teman-teman prodi Kedokteran Gigi angkatan 2012 yang selalu meramaikan kuliah, kerja sama dengan baik, selalu memberikan dukungan, dan semangat. 13. Semua pihak yang tidak dapat disebutkan satu persatu, penulis ucapkan terima

kasih atas bantuan serta dukungan selama ini.

Semua bantuan yang diberikan kepada penulis semoga mendapatkan balasan dan karunia yang lebih dari Allah SWT. Penulisan Karya Tulis Ilmiah ini masih jauh dari sempurna, oleh karena itu penulis mengharapkan kritik dan saran yang membangun demi kebaikan penulisan ini.

Akhir kata, penulis berharap semoga Karya Tulis Ilmiah ini bermanfaat bagi kemajuan ilmu Kedokteran Gigi pada umumnya dan bermanfaat bagi pembaca khususnya.

Wassalamu’alaikum Wr. Wb

Yogyakarta, 5 Mei 2016 Penulis

Alan Hendrawan NIM : 20120340009


(9)

viii DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL ... i

HALAMAN PENGESAHAN KTI ... ii

PERNYATAAN KEASLIAN TULISAN ... iii

MOTTO ... iv

HALAMAN PERSEMBAHAN ... v

KATA PENGANTAR ... vi

DAFTAR ISI ... viii

DAFTAR TABEL ... x

DAFTAR GAMBAR ... xi

INTISARI ... xii

ABSTRACT ... 13

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah... 1

B. Rumusan Masalah ... 5

C. Tujuan Penelitian ... 5

D. Manfaat Penelitian ... 6

E. Keaslian Penelitian ... 7

BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Telaah Pustaka ... 9

1. Gigi ... 9

2. Bleaching ... 11

3. Luka atau cedera sel ... 16

4. Makrofag ... 22

5. Obat Kimia ... 25

6. Obat Herbal ... 28

7. Ekstrak ... 31

8. Gel ... 32

9. Tikus ... 33

B. Landasan Teori ... 34

C. Kerangka Konsep ... 36

D. Hipotesis ... 37

BAB III METODE PENELITIAN A. Desain Penelitian ... 38

B. Tempat dan Waktu Penelitian ... 38

C. Subyek dan Sampel Penelitian ... 39

D. Kriteria Inklusi dan Eksklusi... 40

E. Identifikasi Variabel Penelitian dan Definisi Operasional ... 41

F. Instrumen Penelitian ... 44

G. Cara Kerja ... 46

H. Analisa Data ... 54

I. Etik Penelitian ... 54


(10)

ix BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

A. Hasil Penelitian ... 57 B. Pembahasan ... 73 BAB V KESIMPULAN DAN SARAN

A. Kesimpulan ... 80 B. Saran ... 81 DAFTAR PUSTAKA ... 83 LAMPIRAN


(11)

x

DAFTAR TABEL

Tabel 1. Hasil rata rata diameter luka ... 61

Tabel 2. Hasil Uji Normalitas Shapiro-Wilk pada Kelompok Perlakuan ... 62

Tabel 3. Hasil Uji Homogenitas pada Diameter Luka ... 63

Tabel 4. Hasil uji One Way Anova Diameter Luka ... 63

Tabel 5. Uji Least Significant Difference pada Kelompok Perlakuan ... 64

Tabel 6. Rata-rata jumlah sel makrofag setiap perlakuan pada Proses Penyembuhan Luka Pasca induksi luka gingiva yang diakibatkan oleh hidrogen peroksida konsentrasi 35% sebagai bahan bleaching .. 66

Tabel 7. Hasil Uji Normalitas Shapiro-Wilk pada Kelompok Perlakuan ... 70

Tabel 8. Hasil Uji Homogenitas pada Sel Makrofag ... 71

Tabel 9. Hasil uji One Way Anova Sel Makrofag ... 71


(12)

xi

DAFTAR GAMBAR

Gambar 1. Struktur mikrograf elektron sebuah makrofag, huruf L adalah

lisosom Sekunder yang bersisi materi yang di fagositose... 25

Gambar 2. Mekanisme kerja obat kortikosteroid papaya ... 27

Gambar 3. Daun Pepaya (Carica papaya) ... 29

Gambar 4. Tikus Putih(Rattus norvegicus) galur Sprague Dawley ... 33

Gambar 5. Kerangka Konsep ... 36

Gambar 6. Alur Penelitian ... 56

Gambar 7. Pengukuran diameter luka dengan sliding caliper ... 58

Gambar 8. Diameter Luka Pasca induksi luka setelah1 hari dengan hidrogen peroksida pada tikus spraguey dawley jantan ... 58

Gambar 9. Diameter Luka Pasca induksi luka menggunakan hidrogen peroksida dengan menggunakan perlakuan aquades pada tikus spraguey dawley jantan pada hari ke 1,3,5, dan 7... 59

Gambar 10. Diameter Luka Pasca induksi luka menggunakan hidrogen peroksida dengan menggunakan perlakuan Ekstrak daun pepaya konsentrasi 75% pada tikus spraguey dawley jantan pada hari ke 1,3,5, dan 7 ... 59

Gambar 11. Diameter Luka Pasca induksi luka menggunakan hidrogen peroksida dengan menggunakan perlakuan kenalog in orabase pada tikus spraguey dawley jantan pada hari ke 1,3,5, dan 7 ... 59

Gambar 12. Gambaran mikroskopis dengan perbesaran 40x menggunakan pewamaan HE perlakuan Ekstrak daun pepaya konsentrasi 75% pada tikus spraguey dawley jantan pada hari ke 1,3,5, dan 7 ... 66

Gambar 13. Gambaran mikroskopis dengan perbesaran 40x menggunakan pewarnaan HE perlakuan kenalog in orabase pada tikus spraguey dawley jantan pada hari ke 1,3,5, dan 7 ... 67

gambar 15. Salah satu contoh gambaran histologi sel makrofag menggunakan pewamaan haematoxylin-eosin (HE) perbesaran 40x pada hari ke 7 dengan perlakuan aquades ... 67


(13)

xii INTISARI

Latar Belakang : Hidrogen peroksida 35% yang digunakan sebagai bahan bleaching memiliki efek negatif berupa luka jika terkena gingiva. Penelitian ini bertujuan mengetahui efektifitas gel ekstrak daun papaya (Carica Papaya L.) konsentrasi 75% dalam mempercepat proses penyembuhan luka gingiva yang diakibatkan oleh hidrogen peroksida 35%.

Metode Penelitian :Desain penelitian eksperimental laboratoris in vivo pada tikus putih (Rattus norvegicus) galur Sprague Dawley jantan, sampel 33 ekor dan dibagi 3 kelompok dengan masing-masing drop out 2 sampel, hari ke-0 semua tikus diinduksi hidrogen peroksida 35% dengan cara pengolesan, selanjutnya kelompok I diberikenalog in orabase, kelompok II gel ekstrak dan kelompok III aquades. Perlakuan dilakukan setiap hari dan hari ke 1,3,5 dan 7 tikus diambil satu secara acak untuk pengukuran diameter luka dan dekapitulasi rahang. Selanjutnya dilakukan pengamatan jumlah sel makrofag dalam preparat. Data penelitian dianalisis menggunakan Uji normalitas Saphiro Wilk karena sampel kurang dari 50. Apabila data terdistribusi normal dilanjutkan dengan analisa anova satu jalur sebagai uji komparatif. Selanjutnya menggunakan uji Least Significant Difference. Hasil : Data rata-rata diameter luka, kelompok I memiliki lebar diameter luka terkecil selanjutnya kelompok II lebih besar dan kelompok III. Untuk data jumlah sel makrofag jumlah rata-rata terbesar adalah kelompok III selanjutnya kelompok II dan kemudian kelompok I, jumlah sel makrofag terbanyak pada hari ke 1 dan ke 3. Uji normalitas Sahphiro Wilk semuanya signifikan, annova satu jalur semuanya signifikan, dan uji LSD Mean Difference tertinggi pada kelompok III yaitu sebesar 1,450.

Kesimpulan :gel ekstrak Daun Pepaya 75% dapat mempercepat proses penyembuhan luka ditinjau dari penurunan diameter luka dan jumlah sel makrofag.


(14)

13 ABSTRACT

Background: 35% Hydrogen peroxide used as a material bleaching have negative effects such as wounds if exposed to gingiva. The aimed of this study is to determine the effectiveness of papaya gel extract (Carica Papaya L.) with 75% concentration in accelerate healing of gingival wounds that caused by 35% hydrogen peroxide.

Methods: This study was an in vivo laboratory experimental in 33 male strain Sprague Dawley rats (Rattus norvegicus). The samples were divided into 3 groups with each 2 samples drop out, at day 0 all rats induced by 35% hydrogen peroxide with a basting, here in after group I was given Kenalog in orabase, group II was given gel extract and group III was given distilled water. The treatment was done every day and in day 1,3,5 and 7 the rats were taken at random for measuring the diameter of the wound and recapitulation of the jaw. Furthermore, observe the number of macrophages in the preparations. The normality of data were analyzed with Shapiro Wilk because the sample is less than 50. If the data are normally distributed the test will followed by one way ANOVA as the comparative test and using the Least Significant Difference test. Results: The average diameter of the wound for the first group have a smallest diameter, group 2 is wider and group3. The average based on number of macrophage cells, group III have the most machropage cells, followed by group II and group I have least machropage cells, the largest number of macrophage cells is on day 1 and day 3. Saphiro Wilk and One Way Anova test show all data is significant and LSD test that have the highest Mean Difference is in group III in the amount of 1,450.

Conclusion: 75% papaya leaf extract gel can accelerate the wound healing process in terms of a reduction in the diameter of the wound and the amount of macrophage cells.


(15)

(16)

INTISARI

Latar Belakang : Hidrogen peroksida 35% yang digunakan sebagai bahan bleaching memiliki efek negatif berupa luka jika terkena gingiva. Penelitian ini bertujuan mengetahui efektifitas gel ekstrak daun papaya (Carica Papaya L.) konsentrasi 75% dalam mempercepat proses penyembuhan luka gingiva yang diakibatkan oleh hidrogen peroksida 35%.

Metode Penelitian :Desain penelitian eksperimental laboratoris in vivo pada tikus putih (Rattus norvegicus) galur Sprague Dawley jantan, sampel 33 ekor dan dibagi 3 kelompok dengan masing-masing drop out 2 sampel, hari ke-0 semua tikus diinduksi hidrogen peroksida 35% dengan cara pengolesan, selanjutnya kelompok I diberikenalog in orabase, kelompok II gel ekstrak dan kelompok III aquades. Perlakuan dilakukan setiap hari dan hari ke 1,3,5 dan 7 tikus diambil satu secara acak untuk pengukuran diameter luka dan dekapitulasi rahang. Selanjutnya dilakukan pengamatan jumlah sel makrofag dalam preparat. Data penelitian dianalisis menggunakan Uji normalitas Saphiro Wilk karena sampel kurang dari 50. Apabila data terdistribusi normal dilanjutkan dengan analisa anova satu jalur sebagai uji komparatif. Selanjutnya menggunakan uji Least Significant Difference. Hasil : Data rata-rata diameter luka, kelompok I memiliki lebar diameter luka terkecil selanjutnya kelompok II lebih besar dan kelompok III. Untuk data jumlah sel makrofag jumlah rata-rata terbesar adalah kelompok III selanjutnya kelompok II dan kemudian kelompok I, jumlah sel makrofag terbanyak pada hari ke 1 dan ke 3. Uji normalitas Sahphiro Wilk semuanya signifikan, annova satu jalur semuanya signifikan, dan uji LSD Mean Difference tertinggi pada kelompok III yaitu sebesar 1,450.

Kesimpulan :gel ekstrak Daun Pepaya 75% dapat mempercepat proses penyembuhan luka ditinjau dari penurunan diameter luka dan jumlah sel makrofag.


(17)

ABSTRACT

Background: 35% Hydrogen peroxide used as a material bleaching have negative effects such as wounds if exposed to gingiva. The aimed of this study is to determine the effectiveness of papaya gel extract (Carica Papaya L.) with 75% concentration in accelerate healing of gingival wounds that caused by 35% hydrogen peroxide.

Methods: This study was an in vivo laboratory experimental in 33 male strain Sprague Dawley rats (Rattus norvegicus). The samples were divided into 3 groups with each 2 samples drop out, at day 0 all rats induced by 35% hydrogen peroxide with a basting, here in after group I was given Kenalog in orabase, group II was given gel extract and group III was given distilled water. The treatment was done every day and in day 1,3,5 and 7 the rats were taken at random for measuring the diameter of the wound and recapitulation of the jaw. Furthermore, observe the number of macrophages in the preparations. The normality of data were analyzed with Shapiro Wilk because the sample is less than 50. If the data are normally distributed the test will followed by one way ANOVA as the comparative test and using the Least Significant Difference test. Results: The average diameter of the wound for the first group have a smallest diameter, group 2 is wider and group3. The average based on number of macrophage cells, group III have the most machropage cells, followed by group II and group I have least machropage cells, the largest number of macrophage cells is on day 1 and day 3. Saphiro Wilk and One Way Anova test show all data is significant and LSD test that have the highest Mean Difference is in group III in the amount of 1,450.

Conclusion: 75% papaya leaf extract gel can accelerate the wound healing process in terms of a reduction in the diameter of the wound and the amount of macrophage cells.


(18)

1 BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Estetika merupakan faktor penting dalam penentuan perawatan endodontik untuk pasien. Beberapa pasien mengeluhkan mengenai perubahan warna gigi. Pada gigi yang mengalami perubahan warna atau diskolorisasi gigi, pemutihan gigi dianggap sebagai cara untuk merestorasi estetika gigi (Grossman, dkk., 1995). Salah satu cara perawatan gigi dalam penanganan perubahan warna gigi adalah pemutihan gigi atau bleaching (Aschheim dan Dale, 2001). Bleaching merupakan prosedur non restorasi yang mengandung material pemutih dan dapat berperan sebagai oksidator dan reduktor. Bahan yang umum dipakai adalah oksidator seperti cairan hidrogen peroksida, karbamid peroksida, dan natrium perborat. Hidrogen peroksida dan karbamid peroksida diindikasikan untuk pemutihan gigi atau bleaching secara eksternal sedangkan natrium perborat secara internal (Walton dan Torabinejad, 2008).

Dilihat dari prosedurnya pemutihan gigi dibagi menjadi dua, Pemutihan gigi dikerjakan diklinik oleh dokter gigi secara langsung yang biasa disebut in-office bleaching atau dilakukan dirumah yang biasa disebut home bleaching dengan pantauan dokter gigi (Aschheim dan Dale, 2001). Penggunaan jangka panjang bahan bleaching dapat menyebabkan iritasiatau cedera sel serta ulserasi gingiva dan jaringan lunak rongga mulut lainnya


(19)

2

(Ferit, dkk., 2011). Penyebab cedera sel atau iritasi sangat bervariasi, secara umum penyebab cedera sel dapat dikelompokan ke dalam beberapa kategori, yaitu kekurangan oksigen, faktor fisik, kimia dan biologis, reaksi imunologis, kelainan genetik dan ketidakseimbangan nutrisi (Sjamsuhidajat, dkk., 2012).

Hidrogen peroksida (H2O2) merupakan salah satu bahan bleaching,

hidrogen peroksida tersedia dalam berbagai tingkat kekuatan walaupun yang biasa dipakai adalah larutan yang distabilkan dengan kadar 30% sampai 35% (Walton dan Torabinejad, 2008). Bahan in-office bleaching yang biasa dipakai adalah hidrogen peroksida 35% (Istianah, 2015). Hidrogen peroksida juga termasuk dalam oksidator kuat sehingga dikenal sebagai bahan bleaching gigi yang efektif. (Goldberg,dkk.,2010). Hidrogen peroksida merupakan bahan kimia yang dapat menyebabkan kerusakan gingiva, terbakar dan terkelupas (Walton dan Torabinejad, 2008). Kerusakan tersebut terjadi sebanding dengan kadar dan jumlah bahan yang mengenai tubuh, cara dan lamanya kontak, serta sifat dan cara kerja zat kimia tersebut. Zat kimia akan terus bereaksi sampai bahan tersebut habis dijaringan tubuh yang di cederai (Sjamsuhidajat, dkk., 2012). Hidrogen peroksida (H2O2) berperan sebagai agen oksidator radikal

bebas yang tidak mempunyai pasangan elektron dan akan lepas, kemudian mengakibatkan reaksi oksidasi (Istinah, 2015).

Sel-sel yang terlibat dalam proses cedera atau luka akibat peradangan adalah leukosit fagositik (neutrofil atau PMN dan makrofag atau eosinofil), trombosit, dan limfosit (Price dan Wilson, 2006). Pada respon inflamasi akut terhadap cedera yang mencangkup hemostasis, pelepasan histamin dan


(20)

3

mediator lain dari sel-sel yang rusak, dan migrasi sel darah putih seperti leukosit polimorfonuklear dan makrofag (Morison, 2004). Makrofag berperan dalam mempertahankan jaringan normal dengan enzim lisosomnya. Makrofag merupakan pertahanan pertama terhadap infeksi, dengan cara memakan dan menghancurkan bakteri yang masuk (Bloom dan Fawcett, 2002).

Mekanisme atau proses penyembuhan luka dibagi ke dalam tiga fase, yaitu fase inflamasi, proliferasi, dan remodelling (Sjamsuhidajat, dkk., 2012). Obat kimia merupakan upaya untuk mempercepat proses penyembuhan luka, seperti penggunaan topikal kortikosteroid yang dianjurkan untuk pengobatanulserasi pada mukosa mulut.Kenalog in orabasemerupakan jenis topikal kortikosteroid yang sudah banyak digunakan sebagai agen antiinflamasi untuk mengobati luka pada mukosa mulut (Krasteva,dkk., 2010). Kenalog in orabase juga mengandung kortikosteroid topikal yang sangat efektif dalam adesif (Balaji, 2009).

Indonesia mempunyai lebih dari 20.000 jenis tumbuhan obatdan 300 jenis diantaranya sudah dimanfaatkan sebagai obat herbal. Pepaya (Carica papaya) adalah salah satu tanaman berkhasiat yang bisa dijadikan obat. Salah satu bagian dari tanaman pepaya yang berkhasiat obat ialah daunnya. Daun pepaya sering dijadikan bahan makanan sehari-hari walaupun rasanya pahit (Yapian, dkk., 2013). Daun pepaya memiliki kandungan senyawa aktif berupa enzim papain dan flavonoid sebagai antiinflamasi.Ekstrak daun pepaya mempunyai efek antiinflamasi berupa penurunan jumlah sel makrofag (Aldelina, dkk., 2013).


(21)

4

Berbagai macam tumbuhan herbal yang ada dibumi memiliki banyak manfaat dan pada dasarnya semua tumbuhan yang ada dibumi itu baik, sesuai dalam Al-Quran surat Asy-Syuara ayat 7 yang berbunyi :

مي ك جْ ّلك ْنم ا يف انْتبْنأ ْمك ضْر ْْا ىلإ اْ ي ْمل أ Artinya, “Dan apakah mereka tidak memperlihatkan bumi, betapa kami tumbuhkan di bumi itu berbagai macam (tumbuh-tumbuhan) yang baik”.

Penggunaan sumber daya yang ada dibumi harus dimanfaatkan dengan bijaksana dan maksimal sesuai manfaatnya, sesuai dalam surat Al-Quran surat Al-Isra ayat 27 :

Artinya, “Sesungguhnya pemboros-pemboros itu adalah saudara-saudara syaitan dan syaitan itu adalah sangat ingkar kepada Tuhannya”.

Berdasarkan ayat diatas peneliti memaknai bahwa Allah SWT menciptakan semua tumbuhan di dunia ini baik dan mempunyai manfaat, kita harus memaksimalkan pemanfaatan dari tumbuhan tersebut agar kita tidak termasuk orang yang boros.Bahan uji seperti obat yang akan dimanfaatkan pada manusia harus lolos dari pengujian laboratorium secara tuntas dan dilanjutkan dengan penelitian pada hewan percobaan untukmengetahui kelayakan dan keamanannya. Hewan percobaan diperlukan untuk mengamatidan mengkaji seluruh reaksi dan interaksi bahan uji yang diberikan, serta dampak yangdihasilkan secara utuh dan mendalam(Endi Ridwan, 2013).


(22)

5

Pemanfaatan daun papaya (Carica Papaya L.)masih jarang, terutama dalam bidang kedokteran gigi. Berdasarkan latarbelakang tersebut peneliti tertarik untuk melakukan penelitian tentang efektifitas gel ekstrak daun papaya (Carica Papaya L.) terhadap penyembuhan luka gingiva akibat bahan bleachingyaitu hidrogen peroksida melalui pengamatan penurunan diameter luka dan penurunan jumlah sel makrofag pada tikus putih (Rattus norvegicus) galur Sprague Dawley jantan.

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan sebelumnya, dapat dirumuskan suatu permasalahan yaitu apakah gel ekstrak daun papaya (Carica Papaya L.) konsentrasi 75% efektif mempercepat penyembuhan luka yang diakibatkan oleh hidrogen peroksida konsentrasi 35% sebagai bahan bleaching dilihat dari penurunan diameter luka dan jumlah sel makrofag ?

C. Tujuan Penelitian

Tujuan dilakukan penelitian ini adalah sebagai berikut : 1. Tujuan umum

Mengetahui efektifitas gel ekstrak daun papaya (Carica Papaya L.) konsentrasi 75% dalam mempercepat proses penyembuhan luka gingiva yang diakibatkan oleh hidrogen peroksida konsentrasi 35% sebagai bahan bleaching pada tikus putih (Rattus norvegicus) galur Sprague Dawley jantan.


(23)

6

2. Tujuan khusus

Mengetahui efektifitas gel ekstrak daun papaya (Carica Papaya L.) konsentrasi 75% terhadap penurunan diameter luka dan jumlah sel makrofag pada proses penyembuhan luka gingiva yang diakibatkan oleh hidrogen peroksida konsentrasi 35% sebagai bahan bleaching pada tikus putih (Rattus norvegicus) galur Sprague Dawley jantan.

D. Manfaat Penelitian

Manfaat dilakukan penelitian ini adalah sebagai berikut : 1. Bagi peneliti

Menambah pengalaman dan mendapat informasi baru mengenai manfaat gel ekstrak daun papaya (Carica Papaya L.) sebagai terapi alternatif dalam penyembuhan luka gingiva yang diakibatkan oleh hidrogen peroksida sebagai bahan bleaching pada tikus putih (Rattus norvegicus) galur Sprague Dawley jantan melalui pengamatan penurunan diameter luka dan jumlah sel makrofag.

2. Bagi masyarakat

Menambah wawasan publik tentang terapi alternatif dalam upaya peningkatan durasi penyembuhan luka gingiva dan menambah nilai ekonomis dari daun pepaya.

3. Bagi ilmu pengetahuan

Memberikan informasi baru dalam ilmu kedokteran khususnya kedokteran gigi dan diharapkan penelitian ini menjadi acuan dalam melakukan penelitian selanjutnya mengenai terapi alternatif dalam penyembuhan luka


(24)

7

gingiva yang diakibatkan oleh iritasi hidrogen peroksida sebagai bahan bleaching.

E. Keaslian Penelitian

Keaslian penelitian mengenaiefektifitas gel ekstrak daun papaya (Carica Papaya L.) pada penyembuhan luka gingiva akibat bahan bleaching yaitu hidrogen peroksida melalui pengamatan penurunan diameter luka dan jumlah sel makrofag pada tikus putih (Rattus norvegicus) galur Sprague Dawley jantan belum pernah dilakukan sebelumnya, tetapi ada beberapa penelitian yang menggunakan variabel berbeda, subyek yang berbeda, atau sebaliknya. Antara lain adalah :

1. “Efek konsentrasi ekstrak buah adas (foeniculum vulgare mill.) topikal pada epitelisasi penyembuhan luka gingiva labial tikus sprague dawley in vivo”. Oleh Recita Indraswary tahun 2011, Universitas Sultan Agung. Hasil penelitian ini menunjukkan terdapat perbedaan efek pemberian konsentrasi ekstrak buah adas secara topikal pada kepadatan fibroblast dari pengamatan histologis maupun klinis antara kelompok perlakuan dan kelompok kontrol. Perlukaan dibuat menggunakan punch biopsy berdiameter 2,5 mm hingga kedalaman mencapaitulang alveolar,kelompok kontrol positif menggunakan hexetidine 0,1%. Perbedaan penelitian menggunakan ekstrak buah adas. Persamaan penelitian adalah menggunakan hewan uji tikus sprague dawley dan sama-sama untuk penyembuhan luka gingiva serta menggunakan metodologi eksperimental.


(25)

8

2. “Efek Pemberian Ekstrak Daun Pepaya Muda (Carica papaya) Terhadap Jumlah Sel Makrofag pada Gingiva Tikus Wistar yang Diinduksi Porphyromonas Gingivalis”. Oleh Aldelia dkk. tahun 2013, Universitas Jember. Ekstrak daun pepaya muda (Carica papaya) mempunyai kemampuan untuk menurunkan jumlah sel makrofag pada gingiva tikus wistar yang diinduksi P.Gingivalis melalui aktivitas antibakteri dan antiinflamasi. Perbedaan penelitian adalah penggunaan jenis tikus dan induksi luka yang berbeda. Persamaan sama-sama melihat jumlah sel makrofag dan menggunakan daun pepaya.

3. Efek Ekstrak Etanol Daun Awar-Awar (Ficus Septica Burm.F) terhadap Kemampuan Epitelisasi pada Tikus (Rattus Norvegicus). Oleh Rahman, dkk. pada tahun 2013.Penelitian tersebut menggunakan ekstrak etanol daun awar-awar pada konsentrasi 0,5%, 1% dan 1,5%. Pada perlukaan dilakukan dengan menempelkan logam panas (1000C) selama 2 detik pada daerah kulit punggung tikus.Ekstrak etanol daun awar-awar memiliki kemampuan epitelisasi pada tikus putih dan pada konsentrasi 1.5 % sangat signifikan sebagai obat untuk penyembuhan. Perbedaannya dengan penelitian saya adalah bahan yang digunakan berupa daun pepaya dan perlukaannya menggunakan bahan bleaching hidrogen peroksida 35%.Persamaannya adalah variabel yang diamati yaitu penurunan diameter luka sebagai indikator penyembuhan.


(26)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Telaah Pustaka 1. Gigi

a. Warna normal gigi

Warna normal pada gigi permanen adalah kuning keabu-abuan, putih keabu-abuan, atau putih kekuning-kuningan. Warna normal pada gigi sulung adalah putih kebiru-biruan. Ada beberapa faktor yang mempengaruhi warna gigi, antara lain adalah transluensi dan ketebalan email, ketebalan dan warna dentin yang melapisi dibawahnya, dan juga warna pada pulpa (Grossman, dkk., 1995).

b. Diskolorasi gigi

Diskolorasi gigi merupakan kondisi perubahan warna gigi dengan etiologi multifaktorial yang diklasifikasikan sebagai unsur ekstrinsik dan intrinsik, dan dapat terjadi karena sejumlah penyakit metabolik, kondisi sistemik, dan faktor lokal seperti luka (Kermanshah, dkk 2013). Perubahan dalam warna dapat bersifat fisiologik dan patologik atau eksogenus dan endogenus. Perubahan warna gigi seseorang dapat dipengaruhi dengan seiringnya peningkatan usia, email manusia menjadi lebih tipis karena abrasi atau erosi, dan dentin menjadi lebih tebal karena deposisi dentin sekunder dan reparatif. Dan pada orang tua biasanya gigi berwarna lebih kuning


(27)

atau keabu-abuan dibandingkan dengan gigi orang muda (Grossman, dkk., 1995).

Diskolorasi gigi dapat diklasifikasikan menjadi dua, yaitu ekstrinsik dan instrinsik (Grossman, dkk., 1995) :

1) Diskolorasi ekstrinsik ditemukan pada permukaan luar gigi dan biasanya bersifat lokal, seperti noda atau stain tembakau. Beberapa diskolorasi ekstrinsik seperti noda nitrat perak hampir tidak dapat dihilangkan karena stain memasuki permukaan mahkota dan sukar dihilangkan, hanya dapat dihilangkan dengan bahan-bahan kimiawi saja.

2) Diskolorasi instrinsik adalah noda yang terdapat di dalam email dan dentin yang disebabkan oleh penumpukan bahan di dalam struktur-struktur seperti stain tetracycline. Apabila masuk ke dalam dentin akan nampak terlihat karena translusensi email. Hal ini dapat dihubungkan dengan periode perkembangan gigi seperti pada dentinogenesis imperfekta atau dapat diperoleh setelah selesainya perkembangan seperti pada nekrosis pulpa.

Menurut (Walton dan Rotsein, 2008) penyebab perubahan warna gigi disebabkan oleh dua faktor :

1) Noda alamiah, warna yang didapat a) Nekrosis Pulpa

b) Pendarahan Intrapulpa c) Metamorfosis kalsium


(28)

d) Defek perkembangan : Obat obatan sistemik, defek dalam pembentukan gigi, kelainan darah dan faktor lain

2) Perubahan warna Iatrogenik, perubahan warna karena perawatan Endodonsi

a) Material obturasi b) Sisa jaringan pulpa c) Obat-obatan intrakanal d) Restorasi korona 2. Bleaching

a. Definisi bleaching

Bleaching merupakan pembuangan noda atau warna dengan zat kimia dalam kedokteran gigi, penghilangan atau pengurangan diskolorisasi mahkota gigi dengan jalan aplikasi sementara bahan pemutih misalnya dengan hidrogen peroksida. Prosesnya bisa dipercepat dengan pemberian panas atau sinar ultraviolet (Harty dan Ogston, 2012).

b. Teknik bleaching 1) Teknik eksternal

Prosedur bleaching menggunalan teknik eksternal, atau teknik pemutihan vital merupakan aplikasi oksidator pada permukaan email dari gigi dengan pulpa yang masih vital. Teknik eksternal mempunyai kekurangan karena lebih banyak menggunakan variabel daripada teknik internal. Bahan pemutih


(29)

yang diletakkan pada email yang relatif tidak permiabel, sehingga lebih sedikit peluangnya untuk mencapai daerah yang terjadi diskolorisasi. (Walton dan Torabinejad, 2008).

2) Teknik internal

Teknik yang ini digunakan untuk diskolorisasi gigi yang berasal dari dalam gigi. Dilakukan dengan aplikasi pasta yang terdiri dari natrium perborate dan air atau hidrogen peroksida, masing-masing didalam ruang pulpa (Navageni, dkk., 2011). Teknik ini merupakan metode paling sering digunakan untuk memutihkan gigi yang berkaitan dengan perawatan saluran akar (Walton dan Torabinejad, 2008).

c. Macam bleaching 1) In-office bleaching

Metode pemutihan gigi ini dinilai sangat agresif karena dapat menyebabkan kerusakan enamel akibat paparan hidrogen peroksida. Oleh karena itu metode ini dikenal sebagai power bleaching. Metode ini dilakukan langsung ditempat praktek, biasanya menggunalan hidrogen peroksida dengan konsentrasi 33% (Schmidseder, 2011). Namun konsentrasi 30% sampai 35% (Superoxol, Perhydrol) merupakan bahan yang paling umum digunakan (Walton dan Torabinejad, 2008).


(30)

2) Home bleaching

Salah satu keuntungan dari home bleaching adalah dokter gigi hanya menghabiskan sedikit waktu untuk merawat pasien. Namun dokter gigi harus memiliki kualifikasi yang diperlukan untuk mengajarkan pasien tentang prosedur home bleaching. Kekuranganya dari home bleaching pasien harus berkolaborasi secara aktif. Jika pasien tidak melaksanakan prosedur home bleaching dengan tepat, pasien tidak akan mendapatkan efek terapi yang diharapkan. Bahkan jika pasien menggunakan bahan home bleaching terlalu banyak setiap hari, hasilnya dapat menjadi gigi hipersensitif atau iritasi gingiva (Schmidseder, 2011).

d. Bahan bleaching

1) Hidrogen peroksida (H2O2)

Hidrogen proksida merupakan agen pengoksidasi yang berdifusi ke gigi dan pecah menghasilkan radikal bebas yang tidak stabil. Radikal bebas yang tidak stabil menyerang molekul pigmen organik di ruang antara garam anorganik dan berada pada enamel gigi bagian dalam, sehingga unsur molekul yang berpigmen lebih kecil. Molekul kecil mencerminkan kurang cahaya, sehingga menciptakan efek pemutihan (Kihn, 2007). Hidrogen peroksida tersedia dalam berbagai tingkat kekuatan walaupun yang biasa dipakai adalah larutan yang distabilkan dengan kadar 30% sampai 35% (Walton dan Torabinejad, 2008).


(31)

2) Karbamid peroksida (CH6N2O3)

Larutan encer Carbamide Peroxide 10% paling banyak digunakan dalam metode home bleaching. Bahan ini terbagi lagi menjadi 3,35% larutan hidrogen peroksida dan 6,65% larutan urea (CH4N2O). 15% dan 20% larutan carbamide peroxide juga

digunakan oleh dokter gigi untuk prosedur home bleaching (Jenssen dan Tran, 2011).

3) Natrium perborat (NaBO3)

Natrium perborat dapat diperoleh dalam bentuk bubuk atau dalam berbagai kombinasi campuran komersial. Kandungan bahan ini adalah perborat sekitar 95% yang dapat menghasilkan 9,9% oksigen. Bahan ini akan stabil dalam keadaan kering, namun jika ada asam, air hangat atau air akan berubah menjadi natrium metaborat, hidrogen peroksida, dan oksigen dalambentuk nasen. Natrium preborat lebih mudah dikontrol dan lebih aman daripada hidrogen peroksida pekat. Oleh karena itu material ini merupakan pilihan bagi pemutihan secara interna (Walton dan Torabinejad, 2008).

4) Material oksidator lain

Bahan natrium peroksiborat monohidrat (Amosan) melepaskan oksigen lebih banyak dibandingkan dengan natrium perborat, oleh karena itu dahulu dianjurkan untuk pemutihan secara internal. Namun sekarang secara klinis tidak umum digunakan lagi.


(32)

Bahkan natrium hipoklorit yang merupakan bahan irigasi saluran akar bisa diperoleh sebagai bahan pemutih untuk keperluan rumah tangga dengan konsentrasi 3-5% (Walton dan Rostein, 2008). e. Efek samping hidrogen peroksida

Hidrogen peroksida merupakan agen atau bahan pemutihan gigi yang efektif, tetapi konsentrasi tinggi (35%) harus digunakan dengan hati-hati, untuk menghindari meningkatnya resiko yang bisa terjadi (Harshitha, 2014). Hidrogen peroksida (H2O2) sebagai agen oksidator

memiliki radikal bebas yang tidak mempunyai pasangan elektron. Radikal bebas dari peroksida adalah perhidroksil (HO2) dan

oksigenase (O). Reaksi penguraian hidrogen peroksida menjadi radikal bebas adalah H2O2 HOO+ + O- (Istianah, 2015).

Radikal bebas pada hidrogen peroksida akan bereaksi dengan ikatan tidak jenuh dan menyebabkan gangguan konjugasi elektron dan perubahan penyerapan energi pada molekul organik, Molekul ini berubah struktur kimianya dengan tambahan oksigen dan akan membentuk molekul organik email yang lebih kecil (Hendari, 2009). Hidrogen peroksida dapat mengakibatkan denaturasi kolagen yang menyebabkan kolagen terdemineralisasi dan tidak terbentuk lapisan hibrid yang baik sehingga lapisan tersebut akan memebentuk bagian yang lemah (Noort, 2007).

Menurut (Jenssen dan Tran, 2011) ada dua resiko atau efek samping dari hidrogen peroksida sebagai bahan bleaching :


(33)

1) Gigi sensitif

Satu dari sekian faktor yang dapat menyebabkan gigi sensitif itu adalah penggunaan bahan glycerin yang terkandung di dalam bahan pemutih gigi. Bahan tersebut menyebabkan penyerapan air dari tekanan yang lebih rendah. Dalam hal ini dari email, tubulus dentin, dan lapisan epitel mukosa atau gusi. Proses dehidrasi tersebut menyebabkan rasa ngilu dan sensitif.

2) Iritasi gingiva

Setiap proses bleaching jarigan gingiva dapat mengalami iritasi. Iritasi gingiva dapat meluas dihubungkan dengan konsetrasi hidrogen peroksida yang ditemukan pada bahan bleaching. Bisa juga dikarenakan tray yang mendorong melawan gingiva selama proses bleaching dan dapat menyebabkan trauma.

3. Luka atau cedera sel a. Definisi

Hilang atau rusaknya sebagian jaringan tubuh disebut dengan luka, beberapa penyebab terjadinya luka karena trauma benda tumpul, perubahan suhu, zat kimia, ledakan, sengatan listrik, dan gigitan hewan (Sjamsuhidajat, dkk., 2012).

b. Luka gingiva

Gingiva merupakan jaringan ikat fibrosa, ditutupi epitel, yang mengelilingi dan melekat di antara gigi dan tulang alveolar (Harty dan Ogston, 2012). Sedangkan luka gingiva adalah hilang atau rusaknya


(34)

sebagian jaringan pada gingiva (Sjamsuhidajat, dkk., 2012). Luka pada pada bagian gingiva sering dijumpai akibat keadaan abnormalitas pada daerah rongga mulut. Penyembuhan luka pada daerah gingiva terbilang kompleks karena gingival terdapat di area terbuka dan sering terkontaminasi bakteri yang masuk melalui rongga mulut (Hartini IGAA, 2012).

c. Jenis luka menurut (Sjamsuhidajat, dkk., 2012)

1) Luka bakar merupakan cedera yang cukup sering dihadapi oleh dokter. Luka bakar berat dapat menyebabkan morbiditas dan derajat cacat yang lebih parah dibandingkan luka dengan penyebab lain. Luka bakar menyebabkan hilangnya integritas kulit dan efek sistemik yang sangat kompleks. Beratnya ditentukan oleh kedalaman, luas, dan letak luka tersebut.

2) Luka sengatan listrik, terjadi karena adanya arus listrik yang mengalir dibagian tubuh. Arus listrik menimbulkan kelainan karena rangsangan terhadap saraf dan otot.

3) Luka akibat zat kimia, luka tersebut dapat biasanya disebabkan karena kelengahan, pertengkaran, kecelakaan kerja atau kecelakaan industri laboratorium. Kerusakan yang terjadi sebanding dengan kadar dan jumlah bahan zat kimia yang mengenai tubuh, cara dan lamanya kontak, dan juga sifat dan cara kerja zat kimia tersebut. Zat kimia akan tetap merusak jaringan sampai bahan tersebut habis bereaksi dengan jaringan tubuh.


(35)

4) Cedera suhu dingin, biasanya terjadi pada bagian ujung tubuh yang langsung terkena suhu dingin seperti jari kaki dan tangan, telinga, dan hidung. Faktor kelembapan udara yang rendah serta angin kencang memperparah kerusakan jaringan yang tidak terlindung. Awalnya bagian terasa dingin, kemudian merasa tebal, lalu merasakan kehilangan daya rasa (anestesi). Kadang terasa nyeri menyengat dan berdenyut. Kulit menjadi kemerahan kemudian pucat seperti lilin.

5) Luka radiasi dan ionisasi, radiasi yang bersifat ionisasi akan merusak kromososm sehingga dapat menyebabkan mutasi yang menjadi dasar keganasan. Radiasi dapat terjadi total pada seluruh tubuh, setempat, atau melalui kontaminasi bahan radioaktif yang masuk melalui inhalasi, kulit, mulut, atau luka.

6) Luka tembak, tingkat keparahan luka tembak tergantung dari jaringan yang terkena dan dari jenis senjata atau peluru yang dipakai. Besarnya energi tembak dipengaruhi oleh massa, kecepatan, dan gaya berat peluru.

7) Luka gigit dan sengatan serangga, luka ini dapat disebabkan oleh hewan liar, hewan peliharaan, atau manusia. Luka gigitan hanya berupa luka tusuk kecil atau luka luas yang berat.

d. Sistem pertahanan tubuh

Sistem imun, imunitas adalah resistensi terhadap penyakit terutama penyakit infeksi. Sistem imun ada dua non spesifik dan


(36)

spesifik. Sistem imun nonspesifik berupa komponen normal tubuh yang selalu ditemukan pada individu sehat dan siap mencegah mikroba masuk tubuh dan dengan cepat menyingkirkan mikroba tersebut. Sistem imun nonspesifik memiliki pertahanan fisik atau mekanik seperti kulit, selaput lendir, silia saluran napas, batuk dan bersin, pertahanan biokimia seperti pH asam keringat dan sekresi sebaseus, berbagai asam lemak dan protein membran sel, pertahanan humoral komplemen, interferon, C-reaktive protein (CRP) dan kolektin serta pertahanan selular seperti sel fagosit, makrofag, sel NK, dan sel mast. Sistem imun spesifik mempunyai kemampuan untuk mengenal benda yang dianggap asing bagi dirinya (Baratawidjaja, 2006).

e. Proses penyembuhan luka

Penyembuhan luka sangat dipengaruhi oleh re-epitelisasi, karena semakin cepat proses re-epitelisasi semakin cepat pula luka tertutup sehingga semakin cepat penyembuhan luka. Kecepatan dari penyembuhan luka dapat dipengaruhi dari zat-zat yang terdapat dalam obat yang diberikan, jika obat tersebut mempunyai kemampuan untuk meningkatkan penyembuhan dengan cara merangsang lebih cepat pertumbuhan sel-sel baru (Prasetyo, dkk., 2010)

Proses penyembuhan luka dibagi menjadi tiga fase, meliputi fase inflamasi, fase poliferatif, dan fase remodeling (Sjamsuhidajat, dkk., 2012).


(37)

1) Fase inflamasi

Fase inflamasi berlangsung sejak terjadinya luka sampai kira-kira hari ketiga. Inflamasi pada luka hewan dimulai segera setelah terjadinya luka dan berlangsung pada hari pertama sampai hari ketiga (Reeder, dkk., 2009). Dalam fase ini diawali oleh pendarahan yang diakibatkan oleh terputusnya pembuluh darah kemudian akan dihentikan oleh tubuh dengan vasokontriksi, pengerutan ujung pembuluh darah yang putus (retraksi), dan reaksi hemostasis. Tanda dan gejala klinis reaksi inflamasi berupa rubor, kalor, dolor, dan tumor (Sjamsuhidajat, dkk., 2012). Pada respon inflamasi akut terhadap cedera yang mencangkup hemostasis, pelepasan histamin dan mediator lain dari sel-sel yang rusak, dan migrasi sel darah putih seperti leukosit polimorfonuklear dan makrofag (Morison, 2004).

Dalam fase ini terdapat aktivitas seluler yang terjadi yaitu pergerakan leukosit menembus dinding pembuluh darah menuju luka karena daya kemotaksis (Sjamsuhidajat, dkk., 2012). Limfosit lebih banyak terdapat di bagian stroma organ limfoid dan di dalam lamina propria saluran cerna. Pada lokasi tersebut, limfosit berfungsi melindungi lumen usus terhadap flora bakteri (Bloom dan Fawcett, 2002).


(38)

2) Fase poliferasi

Fase fibroplasia atau disebut fase poliferasi karena yang paling menonjol adalah proses proliferasi pada fibroblas. Fase ini berlangsung dari akhir fase inflamasi sampai kira-kira akhir minggu ketiga. Fibroblas berasal dari sel mesenkim yang baru berdiferensiasi, menghasilkan mukopolisakarida, asam amino glisin, dan prolin yang merupakan bahan dasar serat kolagen yang akan mempertautkan tepi luka (Sjamsuhidajat, dkk., 2012).

Pada fase proliferasi, luka dipenuhi oleh sel radang, fibroblas, kolagen, serta pembentukan jaringan berwarna merah dengan permukaan yang menonjol yang disebut granulasi. Setelah tertutupnya seluruh permukaan luka, proses proliferasi dengan pembentukan jaringan granulasi akan terhenti dan memulai proses pematangan pada fase remodeling (Sjamsuhidajat, dkk., 2012). 3) Fase remodeling

Fase remodeling adalah proses pematangan yang terdiri dari penyerapan kembali jaringan yang berlebih, pengerutan yang sesuai dengan gaya gravitasi, dan akhirnya menghasilkan penampakan ulang jaringan yang baru. Fase ini dapat berlangsung berbulan-bulan dan dinyatakan berakhir bila semua gejala radang telah hilang.Selama sel ini berlangsung, dihasilkan jaringan parut yang pucat, tipis, dan lentur. Terlihat pengerutan maksimal pada luka.Pada akhir fase ini, penampakan luka kulit mampu


(39)

menahanrenggangan sekitar 80% dari kemampuan kulit normal (Sjamsuhidajat, dkk., 2012).

4. Makrofag

a. Definisi makrofag

Makrofag adalah sel yang mobil, bersifat fagosit, berinti tunggal, dan besar. Bersama dengan leukosit polimorfonuklear jumlahnya terlihat meningkat di setiap daerah peradangan (Harty dan Ogston, 2012). Menurut (Grossman, 1995) makrofag adalah sel fagositik yang mencerna (ingest) debris selular, mikroorganisme, dan bahan particulate (tersusun dari partikel terpisah). Makrofag berasal dari monosit yang beredar. Monosit imatur pada daerah ekstravaskular seperti daerah inflamasi. Dalam keadaan patologis tertentu makrofag dapat berbentuk aneh. Pada tempat radang menahun makrofag berbentuk poligonal atau dalam keadaan seperti ini biasa disebut sel-sel epiteloid. Bila makrofag bergerombol mengelilingi benda asing mereka akan meleburkan diri membentuk massa besar berinti banyak yang disebut sel raksasa (Bloom dan Fawcett, 2002).

b. Peran makrofag

Makrofag berperan mempertinggi reaksi imunologik dengan mencerna, memproses dan menurunkan antigen sebelum disajikan pada limfosit (Grossman dkk., 1995). Makrofag bekerja menangani antigen dan menyajikanya kepada limfosit dalam bentuk yang lebih imunogenik, mereka juga mensintesis dan melepaskan interleukin-I


(40)

(IL-1), faktor nekrosis tumor (TMF), dan faktor perangsang koloni granulosit-makrofag (GM-CSF), sitokin dengan efek luas pada sistem imun, bekerja merangsang proliferisasi limfosit-B dan produksi antibodi. Makrofag juga bersifat kemotaktik bagi neutrofil dan mitogenik bagi fibroblas. Didalam peredaran darah makrofag bekerja pada sumsum tulang untuk meningkatkan jumlah neutrofil yang beredar (Bloom dan Fawcett, 2002).

c. Cara kerja makrofag

Setelah meninggalkan sumsum tulang, monosit akan tinggal selama 8-74 jam dalam darah, kemudian akan melintasi kapiler atau venula untuk masuk jaringan penyambung untuk menjadi makrofag. Dalam proses perubahan monosit menjadi makrofag terjadi peningkatan sintesis protein dan peningkatan ukuran sel, juga peningkatan ukuran aparatus golgi, pertambahan jumlah lisosom, mikrotubulus dan mikrofilamen. Fungsi makrofag adalah memfagositose sisa-sisa sel, zat intersel yang berubah, mikroorganisme dan partikel-partikel lembam yang masuk tubuh. Bila menemukan benda asing dalam bentuk besar makrofag akan bergabung dengan banyak sel makrofag sampai ditemukan 100 inti makrofag yang bergabung yang disebut sel raksasa benda asing. Makrofag mempunyai nama spesifik di berbagai organ tubuh, makrofag di hati disebut sel Kupffer, di pulmo disebut alveoler makrofag, di tulang disebut osteoklas, di tulang rawan disebut


(41)

kondroklas dan pada jaringan umumnya disebut histiosit (Harjana, 2011).

Dalam menanggulangi infeksi makrofag tidak bekerja sendiri, mereka berinteraksi dengan limfosit yang juga mengumpul di invasi bakteri. Aktivasi makrofag tergantung pada lipopolisakarida (LPS) yang merupakan unsur dari permukaan bakteri gram negatif pada interferon gamma (INF), interferon gamma (INF) merupakan sebuah sitokin yang diproduksi oleh limfosit-T karena adanya rangsang dari antigen (Bloom dan Fawcett, 2002).

d. Macam makrofag

Menurut bentuk dan sifatnya ada dua jenis makrofag, makrofag bebas dan makrofag tetap. Makrofag bebas mempunyai bentuk yang bervariasi yang mengembara melalui substansi dasar sedangkan makrofag tetap tumbuh perlahan yang terentang sepanjang serat kolagen dengan bentuk yang tidak berbeda dari fibroblas. Namun istilah tradisional makrofag bebas dan tetap saat ini telah diganti dengan istilah deskriptif yang lebih cocok yaitu makrofag residen dan makrofag giat (Bloom dan Fawcett, 2002). Makrofag residen adalah makrofag yang terdapat pada tempat tertentu tanpa adanya stimulus dari luar dan dapat dibedakan dari fibroblas karena intinya yang sedikit kecil, lebih gelap dan sitoplasma lebih heterogen. Makrofag residen berbentuk fusiform atau selata dan tersebar luas di antara berkas serat kolagen dari jaringan ikat, namun cenderung lebih banyak didekat


(42)

pembuluh darah kecil. sedangkan makrofag giat adalah makrofag yang datang ketempat tertentu atas respon stimulus (Bloom dan Fawcett, 2002).

e. Identifikasi makrofag

Sel makrofag adalah sel raksasa yang berbentuk tidak teratur dan mempunyai inti yang bulat serta dapat bergabung dengan sel-sel makrofag lainya (Harjana, 2011).

Gambar 1. Struktur mikrograf elektron sebuah makrofag, huruf L adalah lisosom Sekunder yang bersisi materi yang di fagositose

5. Obat Kimia

Pengobatan untuk proses penyembuhan luka pada mukosa mulut dapat menggunakan topikal kortikosteroid. Topikal kortikosteroid memiliki fungsi sebagai agen anti-inflamasi, sedangkan obat kimia merupakan sebuah upaya untuk mempercepat proses penyembuhan luka


(43)

(Savage dan McCullough, 2005). Pemakaian obat topikal kortikosteroid dianjurkan untuk pengobatan ulserasi pada mukosa mulut. Fungsinya sebagai agen antiinflamasi. Topikal kortikosteroid dapat berupa triamcinolone acetonide 0,1%, kenalog in orabase, salep hydrocortisone acetate 1% dan salep bethamethasone dipropionate 0,05% (Krasteva, dkk., 2010). Kenalog in orabase (triamcinolone acetonide) adalah kortikosteroid sintetik yang memiliki inflamasi, dan tindakan anti-alergi yang dapat memberikan lega cepat dari mulut kelembutan, nyeri, peradangan dan ulserasi (New Zealand data sheet, 2013). Kenalog in orabase merupakan obat yang digunakan untuk pengobatan luka akut dan kronis dari mukosa mulut. Kenalog in orabase dianjurkan untuk penyembuhan stomatitis ulseratif, erosif lichen planus, denture stomatitis, gingivitis deskuamatif, dan stomatitis aphthous. Kenalog in orabase juga mengandung kortikosteroid topikal yang sangat efektif dalam adesif. Dosis penggunaan kenalog pada mukosa mulut setiap olesan atau lima gram maksimal dua sampai tiga kali dalam sehari (Balaji, 2009).


(44)

Gambar 2. Mekanisme kerja obat kortikosteroid papaya

Siklooksigenase (COX) merupakan enzim yang bertanggung jawab untuk pembentukan mediator biologis penting yang disebut prostanoids, termasuk prostaglandin, prostasiklin, dan tromboksan. Sedangkan enzim lipoksigenase mengkatalisis penggabungan sebuah molekul oksigen ke

Kerusakan membran sel

Fosfolipid

Fosfolipase

Asam arachidonat

Siklooksigenase Lipooksigenase

Asam hidroperoksid Endoperoksid

Leukotrin LTA

COX-1 COX-2

Tromboksan Prostacyclin

Prostaglandin

LTC4-LTD4-LTE4 LBT4

Berperan dalam Peradangan

Berperan dalam peradangan Dihambat


(45)

karbon pada satu dari beberapa ikatan rangkap asam arakidonat, hingga membentuk gugus hidroksiperoksi (Dawn, dkk., 2000)

6. Obat Herbal

Obat herbal merupakan obat-obatan yang dibuat dari bahan tumbuhan, baik itu tumbuhan yang sudah dibudidayakan maupun tumbuhan liar. Obat herbal adalah salah satu bagian dari obat tradisional mencakup juga obat yang dibuat dari bahan hewan, mineral, atau gabungan dari bahan hewan, mineral, dan tumbuhan (Mangan, 2003). Pepaya

a. Klasifikasi tumbuhan pepaya, yaitu: Kingdom : Plantae

Divisi : Spermatophyta Sub-Divisi : Angiosperma Kelas : Dicotyledonae Ordo : Caricales Famil : Caricaceae Spesies : Carica papaya L.

(Rukmana, 1995) b. Karakteristik

Pepaya (Carica papaya) bukan tanaman asli Indonesia. Tanaman papaya berasal dari Amerika Tengah yang beriklim tropis. Di Indonesia, tanaman pepaya baru dikenal secara umum sekitar tahun 1930-an, khususnya di kawasan pulau Jawa (Haryoto, 1998).


(46)

Tanaman pepaya termasuk tumbuhan perdu dan dapat tumbuh setahun atau lebih. Tinggi tanaman dapat mencapai 15 meter (Handayani dan Maryani, 2004). Batang tanaman berbentuk bulat lurus, berbuku-buku, di bagian tengahnya berongga, dan tidak berkayu (Haryoto, 1998).

Bunga berwarna putih. Buah berbentuk elips, berwarna hijau saat masih muda dan berubah kuning kemerahan setelah masak (Handayani dan Maryani, 2004). Bagian dalam buah berongga dan berisi banyak biji berwarna hitam (Haryoto, 1998).

Daun pepaya bertulang menjari, permukaan daun bagian atas berwarna hijau tua, dan permukaan daun bagian bawah berwarna hijau muda. Daun pepaya tergolong besar, tunggal, tangkainya panjang dan berongga (Haryoto, 1998).

Gambar 3. Daun Pepaya (Carica papaya)

c. Kandungan dan manfaat

Kandungan zat kimia pepaya cukup banyak. Getahnya mengandung cauthouc, damar, papaine, dan payotine. Daun pepaya mengandung carpaine (alkaloida pahit) (Handayani dan Maryani,


(47)

2004). Kandungan alkaloid karpain menyebabkan rasa pahit pada daun. Alkaloid memiliki aktivitas sebagai antibakteri (Kalie, 2000). Daun pepaya juga mengandung senyawa aktif yaitu enzim papain dan flavonoid sebagai anti radang. Penelitian sebelumnya menyatakan enzim papain bekerja sama dengan vitamin A, C dan E untuk mencegah radang, sedangkan flavonoid menghambat enzim siklooksigenase dan lipooksigenase. Penghambatan kedua enzim tersebut diharapkan dapat menurunkan proses radang (Aldelina, dkk.,2013).

Flavonoid adalah bahan aktif yang dikenal sebagai antiinflamasi atau antiradang. Flavonoid juga berfungsi sebagai bahan antioksidan alamiah, sebagai bakterisida, dan dapat menurunkan kadar kolesterol jahat atau LDL didalam darah (Jaelani, 2007).

Saponin memiliki rasa pahit pada bahan pangan nabati. Saponin berfungsi menghambat pertumbuhan kanker kolon dan membantu kadar kolesterol menjadi normal (Ide, 2010). Senyawa saponin berperan sebagai antikoagulan yang berfungsi untuk mencegah penggumpalan darah. Saponin juga berkhasiat sebagai ekspektoran, yaitu mengencerkan dahak (Jaelani, 2007).

Tanin adalah antioksidan berjenis polifenol yang mencegah serta menetralisasi efek radikal bebas yang merusak, menyatu, dan mudah teroksidasi menjadi asam tanat. Sedangkan asam tanat sendiri


(48)

berfungsi membekukan protein yang berefek negatif pada mukosa lambung (Shinya, 2008).

d. Khasiat daun pepaya

Daun pepaya dimanfaatkan untuk mengobati penyakit demam, keputihan, jerawat, penambah nafsu makan, dan pelancar ASI (Handayani dan Maryani, 2004).

7. Ekstrak

Ekstraksi merupakan kegiatan penarikan kandungan kimia yang dapat larut sehingga terpisah dari bahan yang tidak dapat larut dengan pelarut cair. Sedangkan ekstrak merupakan sediaan dengan bentuk kental yang diperoleh dengan mengekstrak senyawa aktif dari simplisia nabati atau simplisia hewani menggunakan pelarut yang sesuai, kemudian semua atau hampir semua pelarut diuapkan dan massa atau serbuk yang tersisa diperlakukan hingga memenuhi baku yang telah ditetapkan (Ditjen POM, 2000).

Ada beberapa cara metode ekstraksi dengan menggunakan pelarut menurut (Ditjen POM, 2000), yaitu:

a. Cara dingin

1) Maserasi adalah proses pengekstrakan simplisia dengan menggunakan pelarut dengan beberapa kali pengadukan atau pengocokan pada suhu kamar.

2) Perkolasi adalah ekstraksi dengan pelarut yang selalu baru, umumnya dilakukan pada suhu ruangan. Prosesnya terdiri dari


(49)

tahapan pengembangan bahan, tahapan maserasi, tahap perkolasi sebenarnya (penetesan atau penampungan ekstrak), kemudian dilakukan terus menerus sampai diperoleh ekstrak atau perkolat yang tidak meninggalkan sisa.

b. Cara panas

1) Refluks adalah ekstraksi dengan pelarut pada temperatur titik didih, selama waktu tertentu, dan jumlah pelarut terbatas yang relatif konstan dengan disertai pendingin balik. Umumnya dilakukan pengulangan proses pada residu pertama tiga sampai lima kali sehingga proses ekstraksi sempurna.

2) Soxhlet adalah ekstraksi menggunakan pelarut yang selalu baru, umumnya dikakukan dengan alat khusus sehingga terjadi ekstrak kontinu dengan jumlah pelarut relatif konstan dengan adanya pendingin balik.

3) Digesti adalah maserasi kinetik (pengadukan) pada temperatur yang lebih tinggi dari temperatur kamar, yaitu secara umum dilakukan pada temperatur 40-50ºC.

4) Infus adalah ekstraksi dengan pelarut air pada temperatur 96-98ºC selama 15-20 menit dipenangas air, biasanya berupa bejana infus tercelup dengan penangas air yang mendidih.

8. Gel

Gel adalah sediaan semi padat yang biasanya digunakan pada kulit, umumnya sediaan tersebut berfungsi sebagai pembawa pada obat-obat


(50)

topikal, pelunak kulit atau sebagai pelindung. Gel didefinisikan sebagai suatu sistem setengah padat yang tersusun baik dari partikel anorganik maupun organik dan saling diresapi cairan. Sifat gel antara lain bersifat lunak, lembut, mudah dioleskan, dan tidak meninggalkan lapisan berminyak pada permukaan kulit (Wardani, 2009).

9. Tikus

Tikus adalah hewan yang melakukan aktivitas atau kegiatanya pada malam hari. Tikus putih (Rattus Norvegicus) atau biasa dikenal dengan nama lain Norway Rat berasal dari wilayah Cina dan menyebar ke Eropa bagian barat (Sirois, 2005). Pada wilayah Asia Tenggara, tikus ini berkembang biak di Filipina, Indonesia, Laos, Malaysia, dan Singapura (Adiyati, 2011). Tikus ini termasuk tikus yang jinak dan dapat digolongkan ke dalam Ordo Rodentia atau hewan pengerat, Famili Muridae dari kelompok mamalia atau hewan menyusui (Priyambodo, 1995).

Menurut (Akbar, 2010) Klasifikasi tikus putih adalah sebagai berikut:

Gambar. 4 Tikus Putih(Rattus norvegicus) galur Sprague Dawley (Sumber : Budhi Akbar, 2010)


(51)

Kingdom : Animalia Filum : Chordata Kelas : Mammalia Ordo : Rodentia Subordo : Odontoceti Familia : Muridae Genus : Rattus

Spesies : Rattus norvegicus

Ada tiga macam tikus putih yang digunakan untuk percobaan laboratorium yaitu Sprague Dawley, Long Evans dan Wistar. Tikus galur Sprague-Dawley dinamakan demikian, karena ditemukan oleh seorang ahli Kimia dari Universitas Wisconsin, Dawley. Dalam penamaan galur ini, dia mengkombinasikan dengan nama pertama dari istri pertamanya yaitu Sprague dan namanya sendiri menjadi Sprague Dawley (Akbar, 2010). B. Landasan Teori

Salah satu penatalaksaan dari perubahan warna gigi adalah dengan melakukan pemutihan gigi (bleaching), ada beberapa bahan pemutih gigi yang bisa digunakan contohnya adalah hidrogen peroksida. Namun ada beberapa efek samping yang bisa terjadi akibat bleaching, seperti gigi sensitif dan iritasi gingiva. Iritasi gingiva dapat dikarenakan oleh trauma mekanis seperti tray yang mendorong dan melawan gingiva selama proses bleaching atau bisa juga disebabkan bahan bleaching sendiri.


(52)

Bahan bleaching seperti hidrogen peroksida dapat menyebabkan iritasi gingiva atau luka pada gingiva. Jika terjadi iritasi gingiva pada pasien, pasien akan mengeluhkan rasa sakit, gangguan fungsi bicara, rasa tidak nyaman bahkan infeksi. Oleh sebab itu durasi penyembuhan iritasi gingiva atau perlukaan menjadi faktor penting untuk meminimalisasi keluhan yang disampaikan pasien.

Faktor yang mempercepat penyembuhan luka adalah asam amino, vitamin, nutrisi, dan mineral. Daun papaya (Carica Papaya L.)merupakan pohon Asia yang telah digunakan dalam obat tradisional yang mengandung flavonoid, saponin, dan tanin yang berperan penting dalam proses penyembuhan luka. Pada penelitian ini mengunakan gel ekstrak daun papaya (Carica Papaya L.) sebagai terapi alternatif dalam penyembuhan luka gingiva yang diakibatkan oleh hidrogen peroksida sebagai bahan bleaching melalui pengamatan penurunan ukuran diameter luka dan jumlah sel makrofag pada tikus putih (Rattus norvegicus) galur Sprague Dawley jantan.


(53)

C. Kerangka Konsep

Keterangan : Garis lurus ( ) = dilakukan penelitian Garis putus-putus (---) = tidak dilakukan penelitian

Gambar 5. Kerangka Konsep Bleaching

Bahan Bleaching

Efek Samping

Penyembuhan Luka

Gigi Sensitif

Karbamid Peroksida Natrium Perborat

Fase Proriliferasi

Fase Inflamasi Fase

Remodelling Kimia

Makrofag

Neutrofil Limfosit Fibroblas Iritasi Gingiva

Daun papaya (Carica Papaya

L.)

Pengukuran diameter luka dan jumlah sel makrofag

Flavonoid, Tanin, dan Saponin sebagai antiinflamasi

Proses Penyembuhan Luka

Obat

Herbal


(54)

D. Hipotesis

Berdasarkan teori yang diuraikan pada tinjauan pustaka, maka hipotesis penelitian ini adalah pemberian gel ekstrak daun papaya (Carica Papaya L.) konsentrasi 75% efektif menurunkan diameter luka dan jumlah sel makrofag pada saat proses penyembuhan luka gingiva akibat efek samping hidrogen peroksida 35% sebagai bahan bleaching.


(55)

38 BAB III

METODE PENELITIAN

A. Desain Penelitian

Penelitian ini menggunakan desain penelitian eksperimental laboratoris in vivo pada tikus putih (Rattus norvegicus) galur Sprague Dawley jantan, yaitu dengan melakukan tindakan terhadap subyek penelitian dan selanjutnya mempelajari dengan menganalisis efek yang timbul dari tindakan yang dilakukan terhadap subyek.

B. Tempat dan Waktu Penelitian 1. Tempat

Penelitian ini akan dilaksanakan di beberapa tempat, yaitu :

a. Daun Pepaya diperoleh dari perkebunan belimbing manis di Muntilan, Magelang, Jawa Tengah.

b. Pembuatan ekstrak daun papaya (Carica Papaya L.) dilaksanakan di Laboratorium Farmasi unit II Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta. c. Pembuatan gel ekstrak daun papaya (Carica Papaya L.) dilaksanakan

di Laboratorium Farmasi unit II Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta.

d. Seleksi Hewan uji dan pengukuran diameter luka tikus putih (Rattus norvegicus) galur Sprague Dawley jantan di Laboratorium FKIK, Universitas Muhammadiyah Yogyakarta.


(56)

39

2. Waktu

Penelitian ini dilakukan pada bulan Desember 2015 sampai dengan Januari 2016.

C. Subyek dan Sampel Penelitian 1. Subyek

a. Tikus putih (Rattus norvegicus) galur Sprague Dawley jantan

Subyek yang digunakan pada penelitian ini adalah tikus yang diperoleh dari Abadi Jaya, Gondok gang Narodo No. 3X, Condong Catur, Depok, Sleman, Yogyakarta. Tikus yang digunakan 33 ekor dengan kriteria, jenis kelamin jantan dengan berat sekitar 200-250 gram dan umur ± 3 bulan. Kondisi lingkungan sekitar termasuk kandang dan konsumsi makanan yang diberikan pada tikus dikendalikan.

b. Daun papaya (Carica Papaya L.) diperoleh dari Muntilan, Magelang, Jawa Tengah. Daun pepaya berwarna hijau segar dan tampak bersih. 2. Besar Sampel

Besar sampel yang digunakan dalam penelitian ini dapat dihitung dengan rumus Federrer (1963) :

Keterangan : n = jumlah sampel t = jumlah variabel


(57)

40

sehingga didapatkan, (n-1) (6-1)> 15 n = 8,5

jika dibulatkan maka n = 9 dan asumsi drop out 2 tiap kelompok, sehingga jumlah subyek penelitian yang digunakan pada tiap kelompok n=11 ekor. Pada penelitian ini terdapat 3 kelompok perlakuan, sehingga total subyek penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah 33 ekor Tikus putih (Rattus norvegicus) galur Sprague Dawley jantan.

D. Kriteria Inklusi dan Eksklusi 1. Inklusi

a. Tikus putih (Rattus norvegicus) galur Sprague Dawley jantan 1) Jenis kelamin : Jantan

2) Umur : ± 3 bulan 3) Berat badan : 200-250 gram 4) Aktif

b. Daun papaya (Carica Papaya L.)

Daun papaya yang sehat adalah berwarna hijau segar dan tampak bersih

2. Ekslusi

a. Tikus putih (Rattus norvegicus) galurSprague Dawley jantan 1) Diketahui terjangkit penyakit atau tidak aktif

2) Diketahui mati sebelum perlakuan selesai 3) Keadaan psikologi


(58)

41

4) Jenis kelamin : betina 5) Umur :≠ 3 bulan

6) Berat badan : ≠ 200-250 gram b. Daun papaya (Carica Papaya L.)

Daun pepaya yang busuk dan berwarna kecoklatan. E. Identifikasi Variabel Penelitian dan Definisi Operasional

1. Identifikasi variabel penelitian a. Variabel pengaruh

1) Kontrol positif :

Perlakuan 1 : Mengaplikasikan Kenalog in orabase pada luka gingiva tikus (Sprague dawley) jantan

Perlakuan 2 : Mengaplikasikan Gel ekstrak daun pepaya (Carica papaya) pada luka gingiva tikus (Sprague dawley) jantan

2) Kontrol Negatif :

Mengaplikasikan Aquades pada luka gingiva tikus (Sprague dawley) jantan

b. Variabel terpengaruh

Variabel terpengaruh dalam penelitian ini adalah penurunan diameter luka dan jumlah sel makrofag pada proses penyembuhan luka iritasi gingiva pada tikus putih (Rattus norvegicus) galur Sprague Dawley jantan.


(59)

42

c. Variabel terkendali

1) Jenis kelamin tikus, yaitu tikus putih (Rattus norvegicus) galur Sprague Dawley jantan

2) Umur tikus sekitar ± 3 bulan

3) Berat tikus 200 gram hingga 250 gram

4) Makanan tikus mengunakan pellet broiler AD-2 5) Air minum yaitu air mineral

6) Area gingiva yang terkena perlukaan menggunakan micro brush pada bagian bawah gigi anterior tikus rahang bawah

7) Alat pengolesan hidogen peroksida yaitu micro brush 8) Pembuatan ekstrak

9) Konsentrasi gel ekstrak 10) Pengukuran diameter luka

11) Pembacaan ukuran diameter luka 12) Konsentrasi hidrogen peroksida 13) Konsentrasi kloroform

d. Variabel tidak terkendali 1) Infeksi bakteri

2) Daya tahan tubuh atau imunitas tikus putih (Rattus norvegicus) galur Sparague Dawley jantan

3) Penurunan berat badan tikus putih (Rattus norvegicus) galur Sparague Dawley jantan


(60)

43

2. Definisi Operasional

a. Luka gingiva dalam penelitian ini adalah perlukaan yang dilakukan pada gingiva tikus putih (Rattus norvegicus) galurSprague Dawley jantan dengan menggunakan hidrogen peroksida yang mengakibatkan iritasi pada bagian gingiva.

b. Yang dimaksud proses penyembuhan luka pada penelitian ini adalah proses dimana perlukaan pada bagian gingiva menuju ke titik pulih dan sembuh dilihat dari ukuran diameter luka dari hari ke hari.

c. Bahan bleaching pada penelitian ini adalah bahan yang digunakan sebagai pemutih gigi yaitu hidrogen peroksida konsentrasi 35% yang mengakibatkan iritasi pada gingiva.

d. Daun papaya mempunyai kandungan saponin, tanin, dan flavonoid yang berfungsi dalam membantu proses penyembuhan luka pada penelitian ini adalah daun pepaya dengan konsentrasi 75% yang digunakan sebagai obat herbal untuk penyembuhan luka pada gingiva yang diakibatkan oleh iritasi bahan bleaching.

e. Yang dimaksud pengukuran diameter luka dalam penelitian ini adalah gambaran dari diameter luka dilihat menggunakan alat ukur jangka sorong dengan melihat jumlah satuan mm atau cm dari hari ke hari. f. Ekstrak daun pepaya pada penelitian ini yaitu ekstrak yang diambil

dari daun pepaya yang digunakan sebagai obat herbal untuk mempercepat proses penyembuhan luka pada gingiva akibat dari iritasi hidrogen peroksida.


(61)

44

g. Gel ekstrak daun pepaya pada penelitian ini adalah bentuk sediaan dari ekstrak daun pepaya yang digunakan dalam penyembuhan luka pada gingiva dengan cara topikal dalam mengaplikasikanya.

h. Yang dimaksud in vivo pada penelitian ini adalah penelitian yang dilakukan dalam lingkungan buatan dan di dalam jaringan mahluk hidup dengan memberikan gel ekstrak daun pepaya, aquades dan kenalog secara topikal pada tikus putih.

i. Sel makrofag pada penelitian ini adalah sel raksasa yang berbentuk tidak teratur dan mempunyai inti yang bulat serta dapat bergabung dengan sel-sel makrofag lainya.

F. Instrumen Penelitian 1. Bahan

a. Daun papaya (Carica Papaya L.) sebagai bahan dasar ekstrak b. Kenalog in orabase sebagai kelompok perlakuan I

c. Etanol 70%, untuk pelarut ekstrak

d. Tikus (Sprague Dawley) jantan sebagai hewan uji

e. Natrium CMC (CMC-Na) sebagai bahan tambahan dalam pembuatan gel

f. Aquades 100ml murni sebagai kontrol negatif g. Pellet broiler AD-2, bahan pakan tikus h. Alkohol 70%

i. Stik pH universal untuk mengukur Ph pada ekstrak


(62)

45

k. Kloroform sebagai larutan anestesi dan mematikan tikus sebelum dekapitulasi rahang

l. Hidrogen peroksida 35% sebagai bahan yang digunakan untuk menginduksikan luka, didapat dari Bratachem, Yogyakarta

2. Alat – alat

a. Penyaring, untuk menyaring ekstrak daun pepaya

b. Pemanas, untuk memanaskan larutan ekstrak daun pepaya

c. Autoclave, untuk sterilisasi alat-alat pembuatan ekstrak daun pepaya d. Timbangan, untuk menimbang bahan saat pembuatan ekstrak daun

papaya dan saat pembuatan gel ekstrak daun pepaya

e. Gelas ukur dan gelas beker, sebagai alat ukur larutan saat proses ektraksi daun pepaya

f. Water bath, pemanas bahan ekstrak daun pepaya

g. Cahwan porselin, wadah pemanas bahan ekstrak daun pepaya

h. Sendok stenlistil, pengaduk saat proses pembuatan gel ekstrak daun pepaya

i. Mortil, tempat pencampuran bahan saat pembuatan gel ekstrak daun pepaya

j. Botol gel, untuk menyimpan gel ekstrak daun pepaya k. Kaca alroji, untuk uji daya serap gel ekstrak daun pepaya l. Sentrifugator, untuk uji konsentrasi larutan ekstrak daun pepaya m. Kandang tikus diberi kode nomor


(63)

46

o. Gunting bedah untuk dekapitulasi rahang pada tikus p. Micro brush, untuk pengolesan dalam setiap perlakuan q. Kamera sebagai alat dokumentasi

r. Kapas sebagai alat bantu dalam proses induksi luka serta saat proses perlakuan berjalan

s. Sarung tangan untuk melindungi tangan dari paparan bakteri maupun virus

t. Masker melindungi bagian mulut dan hidung dari paparan bakteri maupun virus

u. Kandang tikus dengan diberikan penomoran pada masing-masing perlakuan

G. Cara Kerja

1. Tahap persiapan a. Ekstraksi bahan uji

Pembuatan ekstrak etanol daun papaya (Carica Papaya L.) dilakukan di Laboratorium Farmasi unit II UGM. Pembuatan ekstrak dilakukan dengan metode maserasi dengan bahan pelarut etanol 70%. Tiga kilogram daun papaya (Carica Papaya L.) dicuci terlebih dahulu hingga bersih, kemudian di keringkan. Langkah selanjutnya, daun papaya (Carica Papaya L.) dipotong kecil, kemudian diblender dan disaring lalu diambil serbuknya sebesar ± 300 gram, kemudian dioven pada suhu 60-700C. Daun tersebut dihaluskan dengan blender menjadi serbuk. Rendam di dalam etanol 70% selama 24 jam pada maserator


(1)

16 kelompok yang lain selanjutnya

kelompok II berada pada posisi kedua dalam jumlah sel makrofag dan kelompok III merupakan kelompok yang memliki jumlah sel makrofag terbanyak. Jika dilihat dari jumlah sel makrofag yang terdapat pada tikus putih (Rattus norvegicus) galur sprague dawley kelompok I kenalog in orabase lebih efektif dalam minimalisasi jumlah sel makrofag yang akan muncul selanjutnya diikuti oleh gel ekstrak daun pepaya 75% dan terakhir aquades.

PEMBAHASAN

Berdasarkan dari hasil pengamatan, menunjukkan bahwa jumlah sel makrofag terendah pada kelompok I (kontrol positif kenalog in orabase) dengan rata-rata sebesar 6,4 dan 5,2 pada hari pertama dan

ketiga, pada kelompok II (kontrol negatif menggunakan aquades) dengan rata-rata sebesar 19 dan 7 pada hari pertama dan ketiga, pada kelompok III (gel ekstrak daun pepaya 75%) dengan rata-rata sebesar 9,7142 dan 7,4 pada hari pertama dan ketiga. Dari hasil yang telah didapatkan secara keseluhan pada hari pertama dan ketiga sebagai puncak munculnya sel makrofag, ketiga kelompok mengalami penurunan pada hari pertama, ketiga, kelima maupun ketujuh, kelompok I memiliki jumlah sel makrofag yang paling sedikit dibandingkan kelompok yang lain selanjutnya kelompok III berada pada posisi kedua dalam jumlah sel makrofag dan kelompok II sebagai kontrol negatif merupakan kelompok yang memliki jumlah sel makrofag terbanyak. Jika dilihat dari jumlah sel


(2)

17 makrofag yang terdapat pada tikus

putih (Rattus norvegicus) galur sprague dawley kelompok I kenalog in orabase lebih efektif dalam minimalisasi jumlah sel makrofag yang akan muncul selanjutnya diikuti oleh gel ekstrak daun pepaya 75% dan terakhir aquades.

Pada penyembuhan luka dapat dibagi menjadi 3 fase yaitu fase inflamasi atau fase peradangan, fase proliferasi, dan fase remodelling. Fase inflamasi akan berlangsung sejak terjadinya luka 4.

Berdasarkan pemeriksaan histopatologis maupun klinis

(diameter luka) tampak luka pada area gingiva karena adanya respon inflamasi yang ditandai dengan adanya infiltrasi leukosit pada jaringan ikat dibawah epitelium junctional, terutama oleh limfosit namun juga terdiri dari makrofag, sel

plasma dan sel mast 13. Fase inflamasi ini berlangsung sejak terjadinya luka sampai kira-kira hari ketiga. Inflamasi pada luka hewan dimulai segera setelah terjadinya luka dan berlangsung pada hari pertama sampai hari ketiga 14. Dari hasil pengamatan histopatologi jumlah sel makrofag berada pada jumlah tertinggi saat fase inflamasi.

Pada penelitian ini kelompok I menggunakan kenalog in orabase, kandungan dari kenalog in orabase yaitu Triamcinolone 0.1%. Triamcinolone 0.1% adalah kortikosteroid topikal yang secara umum mempunyai efek antiperadangan, anti gatal dan anti alergi. Istilah orabase menunjukkan bahwa obat ini diaplikasikan ke dalam mulut 15. Kenalog in orabase digunakan untuk pengobatan lesi akut dan kronis dari mukosa mulut,


(3)

18 hal ini direkomendasikan untuk

digunakan pada stomatitis ulseratif, erosif lichen planus, denture stomatitis, gingivitis deskuamatif dan stomatitis apthous. Kenalog mengandung kortikosteroid topikal yang sangat efektif dalam ikatan adesif yang baru pada jaringan lunak, dan memiliki anti-inflamasi 11. Pada hasil pengamatan didapatkan jumlah makrofag pada hari pertama dan ketiga pada kelompok I kontrol positif perlakuan menggunakan kenalog memiliki jumlah makrofag terendah.

Berdasarkan dari hasil penelitian kelompok II ekstrak daun pepaya 75% memiliki jumlah makrofag yang lebih sedikit dibandingkan dengan kelompok III aquades sebagai kontrol negatif, dengan demikian ekstrak daun pepaya 75% memiliki efektifitas

yang lebih baik daripada aquades dalam proses penyembuhan luka yang diakibatkan oleh hidrogen peroksida sebagai bahan bleaching. Daun pepaya mempunyai kandungan senyawa aktif berupa enzim papain dan flavonoid sebagai antiinflamasi. Ekstrak daun pepaya mempunyai efek antiinflamasi berupa penurunan jumlah sel makrofag 12. Flavonoid adalah bahan aktif yang dikenal sebagai antiinflamasi atau antiradang. Flavonoid juga berfungsi sebagai bahan antioksidan alamiah, sebagai bakterisida, dan dapat menurunkan kadar kolesterol jahat atau LDL didalam darah 16. Saponin memiliki rasa pahit pada bahan pangan nabati. Saponin berfungsi menghambat pertumbuhan kanker kolon dan membantu kadar kolesterol menjadi normal 17. Senyawa saponin berberan sebagai


(4)

19 antikoagulan yang berfungsi untuk

mencegah penggumpalan darah. Saponin juga berkhasiat sebagai ekspektoran, yaitu mengencerkan dahak 16. Tanin adalah antioksidan berjenis polifenol yang mencegah serta menetralisasi efek radikal bebas yang merusak, menyatu, dan mudah teroksidasi menjadi asam tanat. Sedangkan asam tanat sendiri berfungsi membekukan protein yang berefek negatif pada mukosa lambung 18.

Kelompok III kontrol negatif (perlakuan menggunakan aquades menunjukan penyembuhan luka gingiva walaupun tidak seefektif pada perlakuan kenalog dan ekstrak daun pepaya 75%. Hal ini disebabkan karena adanya proses penyembuhan luka gingiva dipengaruhi oleh imunitas (variabel tidak terkendali) dan nutrisi tikus.

Ketahanan tubuh bersifat alamiah (innate immunity) berarti bahwa sejak individu lahir, didalam tubuhnya telah dilengkapi dengan seperangkat sistem kekebalan tubuh yang sudah siap menghadapi suatu serangan 19.

KESIMPULAN

Dari hasil penelitian dapat ditarik kesimpulan sebagai berikut :

1. Perlakuan atau pemberian gel ekstrak Daun Pepaya (Carica Papaya L.) konsentrasi 75% dapat

mempercepat proses penyembuhan luka ditinjau dari

penurunan diameter luka dan jumlah sel makrofag.

2. Pada pemberian kenalog in orabase dan gel ekstrak Daun Pepaya (Carica Papaya L.) 75% memberikan hasil yang signifikan dan efektif dalam penyembuhan luka gingiva yang diakibatkan


(5)

20 oleh hidrogen peroksida

konsentrasi 35% sebagai bahan bleaching dibandingkan dengan kontrol negatif yaitu (Aquades), jika dilihat dari uji Least Significant Difference, kenalog in orabase dan gel ekstrak Daun Pepaya (Carica Papaya L.) 75% memiliki selisih keefektifan yang sedikit dalam penyembuhan luka jika dibandingkan dengan Aquades.

3. Kenalog in orabase memiliki jumlah makrofag terendah pada hari pertama dan ketiga perlakuan, selanjutnya gel ekstrak Daun Pepaya (Carica Papaya L.) 75% dan yang tertinggi adalah aquades. Dengan demikian kenalog lebih efektif jika dibandingkan gel ekstrak Daun Pepaya (Carica Papaya L.) 75% dan aquades.

SARAN

Dalam sebuah penelitian tentu tidak lepas dari kekurangan, dengan demikian untuk kemajuan ilmu pengetahuan terutama di bidang kesehatan maka peneliti memberikan saran sebagai berikut :

1. Perlu dilakukan penelitian ekstrak daun pepaya dengan konsentrasi yang berbeda, untuk mengetahui tingkat efektifitas tertinggi

2. Perlu dilakukan penelitian lebih lanjut mengenai sel makrofag menggunakan tipe pewarnaan

imunohistokimia dalam pembacaan preparat

DAFTAR PUSTAKA

1. Walton &

Torabinejad.(1998). Prinsip dan Praktik Ilmu Endodonsi (2nded.). Jakarta: EGC.

2. Aschheim, Kenneth W. & Dale, Barry G. (2001). Esthetic dentistry (2nded.). United States of America : Mosby

3. Ferit, A., Nihal, A., Nuray, R., Ozden, K., Yusuf, B.,


(6)

21 Aysel, P., & Ali, U. (2011).

The Cytotoxic and Apoptotic-Necrotic Effects of Whitening Materials on Human Gingival Fibroblasts. Clinical Dentistry and Research, 35(1): 3-11

4. Sjamsuhidajat, R., Warko,K., Theddeus, Reno, R. (2012). Buku Ajar Ilmu Bedah (3thed.). Jakarta: EGC.

5. Istianah., Ekoningtyas, Endah Aryati., Benyamin, Benni. 2015. Perbedaan pengaruh hidrogen peroksida 35% dan karbamid peroksida 35% terhadap microleakage pada resin komposit nanohybrid. Jurnal. Universitas Islam Sultan Agung, Odonto dental journal volume 2 nomer 1 6. Goldberg, M., Martin, G.,

&Edward, L. (2010).Undesirable and

Adverse Effects of Tooth-Whitening Products.Clin Oral Invest, 14:1–10.

7. Price, A. S., Wilson M. L. (2006). Patofisiologi Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit. Alih Bahasa: dr. Brahm U. Penerbit. Jakarta: EGC

8. Bloom & Fawcett. (2002). Buku Ajar Histologi. (12thed.). Jakarta : EGC 9. Cruse & McPhedran. (1995).

Buku Ajar Bedah (1sted.). Jakarta : EGC

10.Krasteva, A., Assya, K., & Angelina, K. (2010).Topical

Corticosteroids In Oralpathology. Journal of

IMAB, Vol. 16.

11.Balaji. (2009). Textbook of oral and Maxillofacial

Surgery. New Delhi : Elsevier

12.Aldelina, Nindya Laksmi., Sari, Desi Sandra., Amin, M. Nurul. (2013). he effect of papaya leaf extract (Carica papaya) to the number of cells macrophages in gingival of wistar rats which induced Porphyromonas gingivalis. Universitas Jember

13.Newman, M.G., Takei, H.H., Klokkevold, P.R., & Carranza, F.A., 2006, Carranza’s Clinical Periodontology, 10 Th ed.,

Mosby Elsevier, St. Louis. 14.Reeder, D., Miller, S.,

Wilfong, D., Leitch, M., Zimmel, D. (2009). Equine manual for Veterinary Technicians, Wiley Black-Well: USA, h.258

15.Ganda, Kanchan. (2011). Dentist's Guide to Medical

Conditions and Complications. Hoboken :

John Wiley & Sons.

16.Jaelani. (2007). Khasiat Bawang Merah. Yogyakarta : Kanisius

17.Ide, Pangkalan. (2010). Health Secret of Pepino. Jakarta : Elek Media Komputindo

18.Shinya, hiromi. (2008). The Miracle of Enzyme self healing program. Bandung : Qanita

19.Sudiana, I Ketut. (2008). Patobiologi Molekuler Kanker. Yogyakarta : Salemba


Dokumen yang terkait

Penentuan Lc50 Ekstrak Biji Pepaya (Carica Papaya L.) Pada Ikan Nila (Oreochromis Niloticus)

1 60 75

Efek Ekstrak Metanol Dan Ekstrak n-Heksana Daun Pepaya (Carica Papaya L) Terhadap Jumlah Dan Hitung Jenis Leukosit Pada Tikus Wistar Jantan Setelah Diinduksi Karagenan

5 48 86

Efek Penyembuhan Luka Bakar Dari Sediaan Gel Ekstrak Etanol Daun Puguh Tanoh (Curanga fel-terrae (Lour.) Merr.).

3 59 119

Efektivitas Ekstrak Daun Sirih (Piper betle), Daun Pepaya (Carica papaya) dan Bawang Putih (Allium sativum) terhadap Penyerangan Ektoparasit pada Ikan Nila (Oreochromis niloticus)

6 139 64

EFEK PEMBERIAN EKSTRAK DAUN PEPAYA MUDA (Carica papaya) TERHADAP JUMLAH SEL MAKROFAG PADA GINGIVA TIKUS WISTAR YANG DIINDUKSI Porphyromonas gingivalis

0 7 17

Efek Pemberian Ekstrak Daun Pepaya Muda (Carica papaya) Terhadap Jumlah Sel Makrofag Pada Gingiva Tikus Wistar Yang Diinduksi Porphyromonas gingivalis

10 64 5

EFEKTIFITAS GEL EKSTRAK DAUN PEPAYA ( Carica papaya L.) 75% TERHADAP PENYEMBUHAN LUKA AKIBAT EFEK SAMPING BAHAN BLEACHING (DITINJAU DARI DIAMETER LUKA DAN JUMLAH SEL PMN )

4 44 131

EFEKTIFITAS GEL EKSTRAK DAUN PEPAYA (Carica Papaya L.) 75% TERHADAP PENYEMBUHAN LUKA AKIBAT BAHAN BLEACHING (DITINJAU DARI DIAMETER LUKA DAN JUMLAH SEL LIMFOSIT)

10 36 130

EFEKTIFITAS GEL EKSTRAK DAUN PEPAYA (Carica papaya) 75% TERHADAP PENYEMBUHAN LUKA AKIBAT BAHAN BLEACHING (DITINJAU DARI DIAMETER LUKA DAN JUMLAH SEL FIBROBLAS)

1 21 99

EFEK PENYEMBUHAN LUKA BAKAR EKSTRAK ETANOL 70% DAUN PEPAYA (Carica papaya L.) DALAM SEDIAAN GEL PADA KULIT PUNGGUNG KELINCI NEW ZEALAND.

0 10 24