Penentuan Lc50 Ekstrak Biji Pepaya (Carica Papaya L.) Pada Ikan Nila (Oreochromis Niloticus)

(1)

PENENTUAN LC50 EKSTRAK BIJI PEPAYA (

Carica papaya

L.)

PADA IKAN NILA (

Oreochromis niloticus

)

SKRIPSI

OLEH:

NURA RAMADHANI

NIM 091501146

PROGRAM STUDI SARJANA FARMASI

FAKULTAS FARMASI

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN


(2)

PENENTUAN LC50 EKSTRAK BIJI PEPAYA (

Carica papaya

L.)

PADA IKAN NILA (

Oreochromis niloticus

)

SKRIPSI

Diajukan Sebagai Salah Satu Syarat Untuk Memperoleh Gelar Sarjana Farmasi pada Fakultas Farmasi

Universitas Sumatera Utara

OLEH:

NURA RAMADHANI

NIM 091501146

PROGRAM STUDI SARJANA FARMASI

FAKULTAS FARMASI

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN


(3)

PENGESAHAN SKRIPSI

PENENTUAN LC

50

EKSTRAK BIJI PEPAYA (

Carica papaya

L

.

)

PADA IKAN NILA (

Oreochromis niloticus

)

OLEH:

NURA RAMADHANI

NIM 091501146

Dipertahankan di Hadapan Panitia Penguji Skripsi Fakultas Farmasi Universitas Sumatera Utara

Pada Tanggal: 11 Februari 2015

Pembimbing I, Panitia Penguji,

Dr. Edy Suwarso, S.U., Apt. Dr. Kasmirul Ramlan Sinaga, M.S., Apt. NIP 130935857 NIP 195504241983031003

Dr. Edy Suwarso, S.U., Apt. Pembimbing II, NIP 130935857

Prof. Dr. Julia Reveny, M.Si., Apt. Aminah Dalimunthe, S.Si., M.Si., Apt. NIP 195807101986012001 NIP 197806032005012004

Dr. Poppy Anjelisa Z. Hsb, M.Si., Apt. NIP 197506102005012003

Medan, Maret 2015 Fakultas Farmasi

Universitas Sumatera Utara Wakil Dekan I,

Prof. Dr. Julia Reveny, M.Si., Apt. NIP 19580710198612001


(4)

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur kehadirat Allah SWT yang telah melimpahkan rahmat dan

karunia kepada penulis sehingga dapat menyelesaikan penyusunan skripsi yang

berjudul Penentuan LC50 Ekstrak Biji Pepaya (Carica papaya L.) Pada Ikan Nila

(Oreochromis niloticus).. Skripsi ini diajukan untuk melengkapi salah satu syarat

untuk memperoleh gelar Sarjana Farmasi di Fakultas Farmasi Universitas

Sumatera Utara.

Pada kesempatan ini, dengan segala kerendahan hati penulis mengucapkan

terima kasih kepada Bapak Prof. Dr. Sumadio Hadisahputra, Apt., selaku Dekan

Fakultas Farmasi yang telah menyediakan fasilitas kepada penulis selama

perkuliahan di Fakultas Farmasi. Penulis juga mengucapkan terima kasih kepada

Bapak Dr. Edy Suwarso, S.U., Apt., dan Ibu Prof. Dr. Julia Reveny, M.Si., Apt.

yang telah membimbing penulis dengan penuh kesabaran, memberikan petunjuk

dan saran selama penelitian hingga selesainya skripsi ini. Ucapan terima kasih

juga penulis sampaikan kepada Bapak Dr. Kasmirul Ramlan Sinaga, M.S., Apt.,

selaku ketua penguji dan Ibu Aminah Dalimunthe, S.Si., M.Si., Apt., sebagai

anggota penguji serta Ibu Dr. Poppy Anjelisa Z. Hasibuan, M.Si., Apt., sebagai

anggota penguji yang telah memberikan saran untuk menyempurnakan skripsi ini

dan Bapak Prof. Dr. Matheus Timbul Simanjuntak, M.Sc., Apt., selaku dosen

penasehat akademik yang telah banyak membimbing penulis selama masa

perkuliahan hingga selesai.

Penulis mengucapkan terima kasih yang tak terhingga kepada keluarga


(5)

tersayang Feri Amrin, Aulia Rachman, Suryati dan Rosihan Arbi Said yang

senantiasa memberikan doa, dukungan, semangat dan kasih sayang yang tak

ternilai dengan apapun. Penulis juga mengucapkan terima kasih kepada Ahmad

Bairuni Hasibuan, Pak Bakri dan semua teman-teman Farmasi 2009 yang telah

mendoakan, membantu dan memberi semangat.

Penulis menyadari sepenuhnya bahwa penulisan skripsi ini masih belum

sempurna. Oleh karena itu, penulis mengharapkan saran dan kritik yang

membangun demi kesempurnaan skripsi ini. Semoga skripsi ini dapat bermanfaat

bagi ilmu pengetahuan khususnya di bidang farmasi.

Medan, Februari 2015 Penulis,

Nura Ramadhani NIM 091501146


(6)

PENENTUAN LC50 EKSTRAK BIJI PEPAYA (Carica papaya L.)

PADA IKAN NILA (Oreochromis niloticus)

ABSTRAK

LC50 adalah suatu konsentrasi untuk mengetahui efek toksik yang muncul

setelah pemberian sediaan uji yang dapat mematikan 50% organisme uji. Pengujian ini dilakukan dengan menggunakan ikan sebanyak 330 ekor, dimana 120 ekor untuk uji pendahuluan dan 210 ekor untuk perlakuan penentuan LC50

dengan konsentrasi berbeda secara berulang yang diberikan di dalam akuarium (wadah uji) pada hewan uji selama 7 hari. Biji pepaya (Carica papaya L.), termasuk famili Caricaceae, mengandung senyawa alkaloid karpain yang dapat mengakibatkan toksik pada hewan uji. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui gejala dan efek toksik yang ditimbulkan dan mengetahui batas keamanan konsentrasi pada ekstrak biji pepaya (EBP).

Sebanyak 900 g serbuk biji pepaya dimasukkan ke dalam bejana, lalu direbus dengan air sebanyak 15 L selama 20 sampai 30 menit kemudian didiamkan selama 24 jam lalu disaring kemudian ditambahkan air hingga diperoleh ekstrak sebanyak 15 L. Selanjutnya ekstrak yang diperoleh diuji dengan membagi 7 kelompok akuarium, yaitu kelompok 0 ppm sebagai kelompok kontrol, 2 ppm, 10 ppm, 50 ppm, 250 ppm, 1250 ppm dan 6250 ppm. Pengamatan yang dilakukan adalah melihat gejala toksisitasnya, kematian hewan uji dan LC50 kemudian dianalisis dengan uji One Sample T-Test menggunakan

program SPSS versi 17.

Hasil persentase kematian ikan nila pada kelompok kontrol (0 ppm), 2 ppm, 10 ppm dan 50 ppm tidak ada karena tidak mengalami kematian hewan uji, sedangkan kelompok 250 ppm 23,33% kelompok 1250 ppm 53,33% dan kelompok 6250 ppm sebesar 100%. Hasil uji statisitik dengan menggunakan One Sample T-Test yang menghasilkan nilai signifikan (p < 0,05). Nilai LC50 yang

dapat diaplikasikan ke lingkungan adalah 821,496 ppm dan dapat dikembangkan untuk membuat pestisida alami dari biji pepaya karena memiliki daya bunuh yang sedikit toksik.


(7)

LC50 DETERMINATION OF PAPAYA SEEDS

EXTRACT (Carica papaya L.) FOR TILAPIA FISH (Oreochromis niloticus)

ABSTRACT

LC50 is a concentration to know the toxic effects that appear after of the

preparation test that can be kill 50% animals test. This test do by using as many as 330 fishes, where 120 fishes are preliminary test and 210 fishes are treatment for determination of LC50 with the different concentration and it do repeated in the

aquarium (test containers) for animals test during 7 days. Seeds of papaya (Carica papaya L.), including Caricaceae families, it contains karpain alkaloid compounds which can lead to toxic in animal tests. The purpose of this research is to know the symptoms and caused toxic effects and determine security boundaries in the concentration of papaya seed extract (EBP).

A total of 900 g of papaya seed powder inserted into the vessel, then boiled with water for 15 L about 20 untill 30 minutes and then let it be for 24 hours and filter it and add them to obtained the extract as much as 15 L. Extract of papaya seeds obtained using 7 groups: control group (0 ppm), 2 ppm, 10 ppm, 50 ppm, 250 ppm, 1250 ppm and 6250 ppm. The observations made are seeing symptoms of toxicity, mortality animal test, LC50 and then analyzed with the One

Sample T-Test using SPSS version 17.

The observation was not seen in the control group (0 ppm), 2 ppm, 10 ppm and 50 ppm. EBP at a concentration of 250 ppm get 23.33% and 1250 ppm get 53.33% and 6250 ppm amount 100%. Statisitic test results using the One Sample T-Test which produced significant value (p<0.05). LC50 values that can be applied

to the environment is 821.496 ppm and it can be developed to make the pesticide plant of papaya seeds because it has enough a little power to kill.

Keyword : papaya seeds extract, tilapia fish, LC50


(8)

DAFTAR ISI

Halaman

JUDUL ... i

HALAMAN PENGESAHAN ... iii

KATA PENGANTAR ... iv

ABSTRAK ... vi

ABSTRACT ... vii

DAFTAR ISI ... viii

DAFTAR TABEL ... xii

DAFTAR GAMBAR ... xiii

DAFTAR LAMPIRAN ... xiv

BAB I PENDAHULUAN ... 1

1.1 Latar Belakang ... 1

1.2 Perumusan Masalah ... 3

1.3 Hipotesis ... 3

1.4 Tujuan Penelitian ... 3

1.5 Manfaat Penelitian ... 4

1.6 Kerangka Pikir Penelitian ... 5

BAB II TINJAUAN PUSTAKA ... 6

2.1 Uraian Tumbuhan ... 6

2.1.1 Sistematika tumbuhan ... 6

2.1.2 Nama daerah ... 6

2.1.3 Morfologi tumbuhan ... 7


(9)

2.1.5 Manfaat tumbuhan ... 8

2.2 Ekstraksi ... 9

2.3 Pestisida ... 11

2.4 Keracunan Pestisida ... 12

2.5 Kualitas Air ... 14

2.6 Toksisitas ... 15

2.7 Ikan Nila ... 16

2.7.1 Klasifikasi ikan nila ... 17

2.7.2 Morfologi ikan nila ... 17

BAB III METODE PENELITIAN ... 20

3.1 Alat dan Bahan ... 20

3.1.1 Alat ... 20

3.1.2 Bahan ... 20

3.2 Hewan Percobaan ... 21

3.3 Penyiapan Bahan Tumbuhan ... 21

3.3.1 Pengumpulan bahan tumbuhan ... 21

3.3.2 Identifikasi tumbuhan ... 22

3.3.3 Pengolahan sampel ... 22 7

3.4 Pemeriksaan Karakterisasi Simplisia ... 22

3.4.1 Pemeriksaan makroskopik ... 22

3.4.2 Pemeriksaan mikroskopik ... 22

3.5 Pembuatan Larutan Pereaksi ... 23

3.5.1 Pereaksi Mayer ... 23


(10)

3.5.3 Pereaksi Bouchardat ... 23

3.5.4 Pereaksi Molisch ... 23

3.5.5 Pereaksi Liebermann-bouchard ... 23

3.5.6 Pereaksi Besi (III) klorida 1 % ... 24

3.5.7 Larutan Timbal (II) asetat ... 24

3.5.8 Larutan Natrium hidroksida 2N ... 24

3.5.9 Larutan Asam klorida 2N ... 24

3.5.10 Larutan Kloralhidrat ... 24

3.6 Skrining Fitokimia ... 24

3.6.1 Pemeriksaan Alkaloida ... 24

3.6.2 Pemeriksaan Flavonoida ... 25

3.6.3 Pemeriksaan Tanin ... 26

3.6.4 Pemeriksaan Glikosida ... 26

3.6.5 Pemeriksaan Saponin ... 26

3.6.6 Pemeriksaan Steroid/Triterpenoid ... 27

3.7 Pembuatan Ekstrak Biji Pepaya ... 27

3.8 Tahap Persiapan Hewan Uji ... 27

3.8.1 Uji Pendahuluan ... 28

3.8.2 Penentuan LC50 ... 29

3.9 Pengamatan ... 30

3.9.1 Gejala Toksisitas ... 30

3.9.2 Kematian Hewan ... 30

3.10 Analisa Data ... 31


(11)

4.1 Hasil Identifikasi Tumbuhan ... 32

4.2 Hasil Karakterisasi Simplisia Biji Pepaya ... 32

4.3 Hasil Rebusan Biji Pepaya ... 32

4.4 Hasil Skrining Fitokimia Serbuk Biji Pepaya ... 33

4.5 Hasil Uji Pendahuluan ... 33

4.6 Hasil Pengamatan Gejala Toksisitas Ikan Nila ... 34

4.7 Hasil Persentase Kematian Ikan Nila ... 36

4.8 Hasil Penentuan LC50 Terhadap Kematian Ikan Nila ... 37

4.9 Hasil Analisa Data ... 37

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN ... 39

5.1 Kesimpulan ... 39

5.2 Saran ... 39

DAFTAR PUSTAKA ... 41


(12)

DAFTAR TABEL

Halaman

Tabel 2.1 Kelompok Tingkat Toksisitas Akut LC50 Pada Lingkungan

Perairan ... 16

Tabel 3.1 Konsentrasi Uji Pendahuluan ... 28

Tabel 3.2 Konsentrasi Penentuan LC50 ... 29

Tabel 4.1 Hasil Skrining Fitokimia Serbuk Simplisia Biji Pepaya ... 33

Tabel 4.2 Hasil Data Uji Pendahuluan Pertama Pemberian Ekstrak Biji Pepaya pada Ikan Nila ... 34

Tabel 4.3 Hasil Data Uji Pendahuluan Kedua Pemberian Ekstrak Biji Pepaya Pada Ikan Nila ... 34

Tabel 4.4 Hasil Pengamatan Gejala Toksisitas Pada Ikan Nila ... 35

Tabel 4.5 Hasil Persentase Kematian Ikan Nila ... 36

Tabel 4.6 Hasil Penentuan Nilai LC50 Terhadap Kematian Ikan Nila ... 37


(13)

DAFTAR GAMBAR

Halaman

Gambar 1.1 Kerangka Pikir Penelitian ... 5


(14)

DAFTAR LAMPIRAN

Halaman

Lampiran 1 Hasil Identifikasi Tumbuhan ... 46

Lampiran 2 Surat Rekomendasi Ethical Clearance ... 47

Lampiran 3 Tumbuhan Pepaya ... 48

Lampiran 4 Karakteristik Biji Pepaya dan Ekstrak Biji Pepaya ... 49

Lampiran 5 Hasil Pemeriksaan Mikroskopik Serbuk Simplisia Biji Pepaya ... 51

Lampiran 6 Bagan Pembuatan, Skrining Fitokimia dan Karakterisasi Serbuk Simplisia ... 52

Lampiran 7 Bagan Kerja Pembuatan Ekstrak Biji Pepaya ... 53

Lampiran 8 Bagan Kerja Pengujian Ekstrak Biji Pepaya ... 54

Lampiran 9 Hasil Kematian Ikan Nila ... 55

Lampiran 10 Perhitungan Pembuatan Ekstrak Biji Pepaya ... 56

Lampiran 11 Hasil Pengamatan Sesudah Pemberian Ekstrak Biji Pepaya ... 57

Lampiran 12 Alat Aerator ... 59

Lampiran 13 Perhitungan Nilai LC50 dengan Analisis Farmakope ... 60

Lampiran 14 Hasil Penentuan LC50 Terhadap Kematian Ikan Nila ... 62


(15)

BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Pestisida merupakan senyawa kimia yang digunakan untuk melakukan

perlindungan tanaman atau bagian tanaman. Petani menggunakan pestisida untuk

membasmi hama dengan harapan hasil produk pertanian meningkat (Yuantari,

dkk., 2013). Pestisida sering digunakan sebagai pilihan utama untuk memberantas

organisme penganggu tanaman sebab mempunyai daya bunuh yang tinggi,

penggunaannya mudah dan hasilnya cepat diketahui. Namun bila aplikasinya

kurang bijaksana dapat membawa dampak buruk pada pengguna, hama non

sasaran dan lingkungan (Wudianto, 2007).

Penggunaan pestisida kimia yang berlebihan akan meningkatkan biaya

pengendalian, mempertinggi kematian organisme non target serta dapat

menurunkan kualitas lingkungan (Laba, 2010). Salah satunya pencemaran air,

yaitu peristiwa masuknya zat atau komponen lainnya yang dapat menyebabkan

kualitas air terganggu bahkan menurun. Pencemaran air bersumber dari beberapa

hal, sebagai contoh adalah limbah pertanian yakni pestisida (Yenie, dkk., 2013).

Penyebab terjadinya dampak negatif dari pestisida kimia terhadap

lingkungan adalah adanya residu pestisida di dalam tanah sehingga dapat

meracuni organisme non target, terbawa sampai ke sumber – sumber air dan

meracuni lingkungan sekitar (Djunaedy, 2009). Pestisida yang masuk dalam

jumlah besar dapat bersifat racun bagi biota yang hidup di perairan, misalnya


(16)

menganggu kualitas air sehingga kelangsungan hidup dan pertumbuhan ikan juga

akan terganggu (Rudiyanti dan Ekasari, 2009).

Ikan nila (Oreochromis niloticus) termasuk ikan yang mudah untuk

dibudidayakan dan mampu bertahan hidup di perairan dengan kondisi air yang

jelek, karena itu ikan nila sering dijadikan sebagai petunjuk adanya perubahan

faktor yang mempengaruhinya terutama kualitas air (Wulandari, dkk., 2013).

Pestisida alami adalah salah satu alternatif yang saat ini digunakan untuk

mengurangi dampak pestisida kimia terhadap lingkungan (Kardinan, 2005)

sebagai contoh biji pepaya (Carica papaya L.). Pepaya merupakan jenis tanaman

yang bernilai ekonomis. Hampir semua bagian tanaman pepaya memiliki banyak

manfaat mulai dari daun sampai akarnya. Meskipun bagian-bagian pepaya banyak

dimanfaatkan dalam berbagai bidang, tetapi manfaat biji pepaya masih banyak

yang belum diketahui masyarakat (Siburian, dkk., 2008). Penelitian yang telah

dilakukan mengenai biji pepaya adalah tentang daya bunuh bahan nabati serbuk

biji pepaya terhadap kematian larva Aedes aegypty isolat laboratorium B2P2VRP

Salatiga (Utomo, dkk., 2010). Biji pepaya mengandung banyak senyawa metabolit

sekunder terutama terdapat alkaloid karpain yang bersifat toksik dan apabila

digunakan dalam jumlah besar dapat menyebabkan paralisis, sistem saraf terhenti

dan depresi jantung (Sukasediati dan Sundari, 1996).

Biji pepaya yang terbukti memiliki senyawa yang cukup toksik untuk

digunakan sebagai pestisida alami tetapi dampak pada lingkungan belum

dilakukan, maka peneliti tertarik untuk melakukan penelitian mengenai LC50


(17)

1.2 Perumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang di atas, maka perumusan masalah pada

penelitian ini adalah :

a. Apakah golongan senyawa yang terkandung dalam simplisia biji

pepaya?

b. Apakah EBP berpengaruh terhadap gejala toksisitas ikan nila?

c. Apakah nilai LC50 dari pemberian EBP pada ikan nila memiliki

perbedaan pada setiap perlakuan?

d. Apakah EBP termasuk kategori toksik terhadap ikan nila?

1.3 Hipotesis

Berdasarkan perumusan masalah di atas, maka hipotesis pada penelitian

ini adalah :

a. Golongan senyawa yang terkandung dalam simplisia biji pepaya yaitu

alkaloid, flavonoid, glikosida, saponin, tanin dan steroid/triterpenoid.

b. EBP berpengaruh terhadap gejala toksisitas ikan nila.

c. Nilai LC50 pemberian EBP pada ikan nila memiliki perbedaan pada

setiap perlakuan.

d. Ekstrak biji pepaya (EBP) termasuk kategori sedikit toksik pada ikan

nila.

1.4 Tujuan Penelitian

Adapun tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui :

a. Golongan senyawa kimia yang terkandung di dalam simplisia biji


(18)

b. Pengaruh EBP terhadap gejala toksisitas ikan nila.

c. Tingkat toksik dari pemberian EBP terhadap ikan nila yang diukur

dengan penentuan LC50.

d. Kategori toksisitas dari EBP.

1.5 Manfaat Penelitian

Adapun manfaat penelitian ini adalah :

a. Memberikan informasi ilmiah mengenai efek toksik yang ditimbulkan

dari biji pepaya sebagai pestisida alami terhadap ikan nila.

b. Memberikan informasi mengenai batas keamanan konsentrasi dari biji


(19)

1.6 Kerangka Pikir Penelitian

Kerangka pikir penelitian ini dapat dilihat pada gambar 1.1.

Variabel Bebas Variabel Terikat Parameter

Gambar 1.1 Diagram kerangka pikir penelitian Konsentrasi

Ekstrak Biji Pepaya (EBP)

0 ppm 2 ppm 10 ppm 50 ppm 250 ppm 1250 ppm 6250 ppm

Potensi Ketoksikan Pada Ikan Nila

Gejala Toksisitas : gelisah, respirasi cepat, menggosokkan badan ke dinding

akuarium, tidak mau makan,

hilang keseimbangan,

mati

Kematian Ikan


(20)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Uraian Tumbuhan

Pepaya (Carica papaya L.) termasuk famili Caricaceae yang merupakan

tanaman berasal Meksiko bagian selatan dan bagian utara dari Amerika Selatan.

Tanaman ini menyebar ke benua Afrika dan Asia. Dari India, tanaman ini

menyebar ke berbagai negara tropis termasuk Indonesia di abad ke-17 (Setiaji,

2009). Pepaya tersebar hampir di seluruh kepulauan yang dapat tumbuh di daerah

basah hingga kering, dataran maupun pegunungan dan pada ketinggian 1-1000

meter dari permukaan air laut (BPOM, 2010).

2.1.1 Sistematika tumbuhan

Tumbuhan pepaya memiliki sistematika sebagai berikut (Suprapti, 2005):

Kingdom : Plantae

Divisi : Spermatophyta

Subdivisi : Angiospermae

Class : Dicotyledoneae

Ordo : Caricales

Famili : Caricaceae

Genus : Carica

Spesies : Carica papaya L.

2.1.2 Nama daerah

Tanaman pepaya (Carica papaya L.) di Indonesia memiliki berbagai

macam nama daerah, seperti kabaelo, peute, pastelo, embetik, botik, bala, sikailo,


(21)

ketela gantung, kates (Jawa), pisang malaka, majan, pisang mentela, gadang,

bandas (Kalimantan), kates, kampaja, kalu jawa, padu, muku jawa (Nusa

Tenggara), kapalay, papaya, pepaya, keliki, sumoyori, tangan tangan nikare, kaliki

(Sulawesi), tele, palaki, papae, papaino, papau, kapaya (Maluku), sampain, asawa,

siberiani dan tapaya (Papua) (BPOM, 2010).

2.1.3 Morfologi tumbuhan

Pepaya merupakan tanaman berbatang tunggal dan tumbuh tegak. Batang

tidak berkayu. bulat, silindris, berongga dan berwarna putih kehijauan. Tinggi

tanaman berkisar antara 5-10 meter dengan akar yang kuat. Tanaman pepaya tidak

mempunyai percabangan (Muktiani, 2011).

Ruas-ruas batang merupakan tempat melekatnya tangkai daun yang

panjang, berbentuk bulat dan berlubang. Daun papaya berkumpul di ujung batang,

bertulang menjari dengan warna permukaan atas hijau tua, sedangkan warna

permukaan bawah hijau muda. Buah berbentuk bulat hingga memanjang

tergantung jenisnya, buah muda berwarna hijau sedangkan buah tua berwarna

jingga/kekuningan, buah berongga besar di tengahnya, tangkai buah pendek. Biji

pepaya berwarna hitam dan diselimuti lapisan tipis (Muhlisah, 2007).

Ditinjau dari macam bunganya, pepaya digolongkan menjadi tiga, yaitu

pepaya jantan, pepaya betina, dan pepaya sempurna. Pepaya jantan mudah dikenal

karena ia memiliki bunga majemuk yang bertangkai panjang dan

bercabang-cabang. Bunga pertama yang terdapat pada pangkal tangkai adalah bunga jantan.

Bunga jantan ini memiliki ciri-ciri putik atau bakal buah yang tidak berkepala

karenanya tidak dapat menjadi buah, sedangkan benang sari susunannya sempurna


(22)

Pepaya betina hanya menghasilkan bunga betina, bakal buahnya sempurna

dan tidak berbenang sari, untuk dapat menjadi buah harus diserbuki bunga jantan

dari luar. Pepaya betina berbunga sepanjang tahun, buah bulat, bertangkai pendek.

Pepaya sempurna memiliki bunga yang sempurna susunannya, ia memiliki bakal

buah dan benang sari. Oleh karena itu pepaya sempurna dapat melakukan

penyerbukan sendiri (Rochmatul, 2003).

2.1.4 Kandungan kimia tanaman pepaya

Kandungan kimia pada daun pepaya terdapat enzim papain, alkaloid

karpaina, pseudo-karpaina, glikosid karposid dan saponin. Buah pepaya terdapat

β-karotena, pektin, d-galaktosa, l-arabinosa dan papain. Getah pepaya mengandung papain, kemopapain, lisosim, lipase dan glutamin sedangkan pada

biji pepaya terdapat glukosida kakirin dan alkaloid karpain (Dalimartha, 2003).

2.1.5 Manfaat tumbuhan

Pemanfaatan tanaman pepaya cukup beragam. Daun pepaya muda, bunga,

buah yang masih mentah dapat dibuat sebagai bahan berbagai ragam sayuran.

Selain itu, buah pepaya, terutama yang masak mengkal, digunakan juga sebagai

salah satu buah untuk rujak dan asinan. Sebagai buah segar, buah pepaya dapat

dibuat manisan, buah dalam sirup, saus, selai dan sebagainya (Kalie, 1996).

Sari akar tanaman pepaya dapat digunakan sebagai obat penyakit kencing

batu, penyakit saluran kencing, dan cacing kremi. Batang, daun dan buah pepaya

muda mengandung getah berwarna putih. Getah ini mengandung suatu enzim

pemecah protein atau enzim proteolitik yang disebut papain. Lalap daun pepaya


(23)

Sebagai enzim proteolitik, papain banyak digunakan dalam industri, diantaranya

industri makanan dan minuman, farmasi, kosmetik, tekstil (Kalie, 1996).

Secara tradisional biji pepaya dapat dimanfaatkan sebagai obat cacing

gelang, gangguan pencernaan, diare, penyakit kulit, kontrasepsi pria, dan sebagai

sumber untuk mendapatkan minyak dengan kandungan asam-asam lemak tertentu

(Warisno, 2003). Biji pepaya juga memiliki khasiat sebagai antifertilitas, memiliki

aktivitas nefroprotektor serta sebagai antibakteri dan antifungi (Milind dan

Gurditta, 2011).

2.2 Ekstraksi

Ekstraksi adalah kegiatan penarikan kandungan kimia yang dapat larut

sehingga terpisah dari bahan yang tidak dapat larut dengan menggunakan suatu

pelarut cair. Senyawa aktif yang terdapat dalam berbagai simplisia dapat

digolongkan ke dalam golongan minyak atsiri, alkaloida, flavonoida dan lain-lain.

Dengan diketahuinya senyawa aktif yang dikandung simplisia akan

mempermudah pemilihan pelarut dengan cara ekstraksi yang tepat (Ditjen POM,

2000).

Ekstrak adalah sediaan kering, kental atau cair dibuat dengan menyari

simplisia nabati atau hewani menurut cara yang cocok, di luar pengaruh cahaya

matahari langsung (Depkes RI, 1979). Metode ekstraksi yang umum digunakan

dalam berbagai penelitian antara lain (Ditjen POM, 2000) yaitu :

Ekstraksi dengan menggunakan pelarut terdiri dari 2 cara, yaitu :

1. Cara dingin


(24)

a. Maserasi

Maserasi dapat dilakukan dengan cara mencampurkan simplisia yang telah

dipotong-potong atau diserbuksarikan dengan cairan penyari dalam suatu bejana

dan ditutup rapat. Simpan ditempat terlindung dari cahaya langsung selama 5 hari

sambil sering dikocok. Kemudian disaring, diperas dan ampasnya dicuci dengan

cairan penyari. Hasil ekstraksi disimpan ditempat sejuk selama beberapa hari, lalu

cairannya dituang dan disaring (Voight, 1995).

b. Perkolasi

Perkolasi yang berarti penetesan yang dilakukan dalam wadah silindris

atau kerucut (perkolator). Perkolasi dapat dilakukan dengan cara mengalirkan

cairan penyari secara lambat ke dalam serbuk simplisia yang telah dibasahi.

Kemudian tunggu sampai larutan ekstrak mulai menetes, lalu jalan keluar ditutup

dan baru dibuka kembali jika cairan penyari berada 1-2 cm diatas simplisia

(Voight, 1995).

2. Cara panas

Ekstraksi menggunakan pelarut dengan cara panas terdiri dari:

a. Refluks

Refluks adalah ekstraksi dengan pelarut pada temperatur titik didihnya,

selama waktu tertentu dan jumlah pelarut terbatas yang relatif konstan dengan

adanya pendingin balik (kondensor) (Ditjen POM, 2000).

b. Sokletasi

Bahan yang diekstraksi berada dalam kantung ekstraksi didalam sebuah

alat ekstraksi dari gelas yang bekerja kontinu, yang diletakkan diantara labu suling


(25)

(sippon). Labu yang berisi bahan pelarut akan terkondensasi dan menetes ke atas

bahan yang terekstraksi dan menarik keluar bahan yang diekstraksi. Kemudian

hasil ekstraksi akan ditampung didalam labu (Voight, 1995).

c. Digesti

Digesti merupakan proses ekstraksi simplisia dengan cara merendam

serbuk simplisia dengan pelarut pada suhu 40-50°C sambil dilakukan dalam

selang waktu tertentu. Selanjutnya cairan disaring bila perlu diuapkan untuk

memperoleh ekstrak kental (Voight, 1995).

d. Infundasi

Infundasi adalah proses ekstraksi dengan pelarut air pada temperatur

penangas air (bejana infus tercelup dalam penangas air mendidih, temperatur

terukur (96-98oC) selama waktu tertentu (15-20 menit) (Voight, 1995).

e. Dekoktasi

Dekoktasi adalah proses ekstraksi pada waktu yang lebih lama (30 menit)

dan temperatur sampai titik didih air (Ditjen POM, 2000).

2.3 Pestisida

Pestisida adalah bahan kimia untuk membunuh hama, baik insekta, jamur

maupun gulma, sehingga pestisida dikelompokkan menjadi : Insektisida

(pembunuh insekta), Fungisida (pembunuh jamur), dan Herbisida (pembunuh

tanaman penganggu/gulma). Pestisida telah secara luas digunakan untuk tujuan

memberantas hama dan penyakit tanaman dalam bidang pertanian. Pestisida juga

digunakan di rumah tangga untuk memberantas nyamuk, lalat, kecoa dan berbagai

serangga penganggu lainnya, akan tetapi pestisida ini secara nyata banyak


(26)

Dewasa ini bermacam-macam jenis pestisida telah diproduksi dengan

usaha mengurangi efek samping yang dapat menyebabkan berkurangnya daya

toksisitas pada manusia, tetapi sangat toksik pada serangga. Bila dihubungkan

dengan pelestarian lingkungan maka penggunaan pestisida perlu diwaspadai

karena akan membahayakan kesehatan bagi manusia maupun makhluk hidup

lainnya (Djunaedy, 2009).

Pestisida alami merupakan hasil ekstraksi bagian tertentu dari tanaman

baik dari daun, buah, biji atau akar yang memiliki senyawa atau metabolit

sekunder dan memiliki sifat racun terhadap hama dan penyakit tertentu

(Djunaedy, 2009).

Penggunaan pestisida alami adalah bahan aktif tunggal maupun majemuk

yang dapat mengendalikan organisme penganggu tanaman dengan bahan dasar

dari tumbuhan. Pestisida alami ini relatif aman bagi lingkungan, mudah dibuat

dengan kemampuan dan pengetahuan yang terbatas (Adriyani, 2006).

2.4 Keracunan Pestisida

Bahan-bahan racun pestisida masuk ke dalam tubuh organisme (jasad

hidup) berbeda-beda menurut situasi paparan. Mekanisme masuknya racun

pestisida tersebut dapat melalui kulit luar, mulut dan saluran makanan, serta

melalui saluran pernapasan. Melalui kulit, bahan racun dapat memasuki pori-pori

atau terserap langsung ke dalam sistem tubuh terutama bahan yang larut minyak

(polar) (Ngatidjan, 2006).

Pestisida yang banyak digunakan biasanya merupakan bahan kimia yang

bersifat toksik karena dalam penggunaannya, pestisida dimasukkan atau


(27)

beberapa jenis hama. Pestisida hanya bekerja secara spesifik pada organisme

sasaran yang dikehendaki saja dan tidak pada organisme lain yang bukan sasaran.

Kenyataannya bahan kimia yang digunakan sebagai pestisida tidak selektif dan

malah merupakan toksikan umum pada beberapa organisme, termasuk manusia

dan organisme lain yang diperlukan oleh lingkungan (Keman, 2001).

Pestisida kimia yang diaplikasikan untuk memberantas suatu hama

tanaman atau serangga penyebar penyakit tidak semuanya mengenai tanaman.

Sebagian akan jatuh ke tanaman atau perairan di sekitarnya dan sebagian lagi akan

menguap ke udara, yang mengenai tanaman akan diserap tanaman tersebut ke

dalam jaringan kemudian mengalami metabolisme karena pengaruh enzim

tanaman. Pestisida kimia yang diserap oleh tanah atau perairan akan terurai karena

pengaruh suhu, kelembaban, jasad renik dan sebagainya. Penguraian bahan kimia

pestisida tersebut tidak terjadi seketika itu juga, melainkan sedikit demi sedikit.

Sisa yang tertinggal inilah yang kemudian diserap sebagai residu. Jumlah residu

pestisida dipengaruhi oleh suhu, kelembaban, jasad renik, sinar matahari dan jenis

dari pestisida tersebut (Pohan, 2004).

Jenis pestisida yang dapat larut dalam air terbuang ke perairan secara

sengaja maupun tidak, dapat mencemari perairan dan dapat mempengaruhi proses

metabolisme, organ tubuh, tingkah laku, siklus hidup, perkembangan embrio,

pertumbuhan sel atau jaringan dari organisme yang hidup di perairan misalnya

ikan-ikan. Pengaruh secara langsung maupun secara tidak langsung akibat adanya

pencemaran pestisida akan mengganggu kualitas air sehingga kelangsungan hidup

dan pertumbuhan ikan juga akan terganggu. Pengaruh secara langsung disebabkan


(28)

makanan yang terkontaminasi atau akibat rusaknya organ-organ pernafasan

sehingga dapat mematikan ikan dalam jangka waktu tertentu, sedangkan secara

tidak langsung adalah menurunnya kekebalan tubuh terhadap penyakit dan

terhambatnya pertumbuhan ikan (Mega dan Abdulgani, 2013).

2.5Kualitas Air

Air merupakan media vital bagi kehidupan ikan. Suplai air yang memadai

akan memecahkan masalah dalam budidaya ikan secara intensif, yaitu dengan

menghanyutkan berbagai kumpulan dari bahan buangan dan bahan beracun

sehingga kondisi air optimal untuk pemeliharaan. Selain jumlah air yang tersedia,

kualitas air memenuhi syarat adalah salah satu kunci keberhasilan budidaya ikan.

Kemampuan ikan untuk mengonsumsi oksigen dipengaruhi oleh toleransi ikan

terhadap stres, temperatur/suhu air, pH dan konsentrasi CO2 serta sisa

metabolisme lain seperti amoniak (Taurusman, 1996).

Kandungan oksigen yang terlarut berbeda dalam air mempunyai pengaruh

yang berbeda bagi organisme akuatik. Suhu merupakan faktor abiotik diduga

memiliki pengaruh besar terhadap toksisitas suatu bahan kepada ikan. Suhu

perairan yang semakin tinggi akan menyebabkan metabolisme ikan yang semakin

meningkat dan berakibat meningkatnya kadar amoniak dalam air (Puspowardoyo

dan Abbas, 1992).

Cara terbaik untuk menjamin kadar oksigen terlarut dalam air tetap tinggi

adalah dengan mempertahankan air tetap bersuhu rendah, mengganti air dalam

wadah dengan air yang baru serta mempertahankan oksigen melalui proses difusi

yang cukup, yaitu dengan aerasi yang menimbulkan gerakan air yang sedang atau


(29)

2.6Toksisitas

Toksisitas adalah daya racun yang berarti kemampuan suatu bahan atau zat

yang menyebabkan keracunan. Toksikan adalah bahan atau agent yang mampu

menghasilkan efek merugikan pada sistem biologi yang akan menyebabkan

kematian. Beberapa toksikan yang disebutkan seperti pestisida, klorin, limbah

industri yang bersifat racun dan karsinogenik (Koeman, 1983).

Toksisitas suatu bahan dapat ditentukan dengan mengkaji besarnya

populasi organisme yang mati dalam pengujian pada waktu tertentu. Uji toksisitas

adalah suatu uji untuk mendeteksi efek toksik suatu zat pada sistem biologi dan

untuk memperoleh data dosis dan respon yang khas dari sediaan uji (OECD,

2008). Umumnya segala metode uji toksikologi dapat dibagi menjadi tiga

golongan, yaitu uji toksisitas akut, uji toksisitas sub kronik dan uji toksisitas

kronik (Ruiz, 2002).

Uji toksisitas akut adalah suatu pengujian untuk mendeteksi efek toksik

yang muncul dalam waktu singkat setelah pemberian sediaan uji secara oral dalam

dosis tunggal yang diberikan dalam waktu 24 jam (Lu, 1995). Tujuan

dilakukannya uji toksisitas akut adalah untuk menentukan LD50 (potensi

ketoksikan) akut dari suatu senyawa (Priyanto, 2009). Semakin kecil harga LD50

maka semakin besar potensi ketoksikannya (OECD, 2001).

Pengaruh zat pencemar antara lain berhubungan dengan lamanya

pajanan/pemaparan/exposure serta konsentrasi atau dosis zat pencemar. Untuk

melihat berbagai efek yang berhubungan dengan waktu pemaparan. Uji toksisitas


(30)

sedang diuji sebanyak satu kali dalam jangka waktu singkat (24, 48, 96 jam)

(Rossiana, dkk., 2007).

LC50 (Medium lethal concentration) yaitu konsentrasi yang menyebabkan

kematian sebanyak 50% dari organisme uji yang dapat diestimasi dengan grafik

dan perhitungan, pada suatu waktu tertentu, misalnya LC50 48 jam, LC50 96 jam

sampai waktu hidup hewan uji (Rossiana, dkk, 2007).

Untuk mengetahui nilai LC50 ada dua tahapan yaitu pertama, uji

pendahuluan adalah uji untuk menentukan batas kritis konsentrasi yaitu

konsentrasi yang dapat menyebabkan kematian terbesar mendekati 50% dan

kematian terkecil mendekati 50%. Kedua, uji lanjutan adalah uji dimana setelah

diketahui batas kritis, selanjutnya ditentukan konsentrasi akut berdasarkan seri

logaritma konsentrasi (Rossiana, 2006).

Kelompok toksisitas suatu perairan adalah sebagai berikut (Metelev, dkk., 1983).

Tabel 2.1 Kelompok Tingkat Toksisitas Akut LC50 pada Lingkungan Perairan

Tingkat Racun Nilai (LC50) (mg/L)

Sangat Toksik < 1 - 1

Toksik 1 – 10

Cukup Toksik 10 – 100 Agak/Sedikit Toksik 10 – 1000

Kurang Toksik > 1000

2.7Ikan Nila

Ikan nila selama ini dikenal dengan nama ilmiah Tilapia nilotica, namun

menurut klasifikasi terbaru pada tahun 1982 nama ilmiah ikan nila berubah


(31)

2.7.1 Klasifikasi ikan nila

Klasifikasi ikan nila (Oreochromis niloticus) adalah sebagai berikut :

Filum : Chordata

Subfilum : Vertebrata

Kelas : Osteichtyes

Subkelas : Acanthopterygii

Ordo : Percomorphi

SubOrdo : Percoidea

Famili : Cichlidae

Genus : Oreochromis

Spesies : Oreochromis niloticus (Saanin, 1984).

2.7.2 Morfologi ikan nila

Ikan nila (Oreochromis nilotica) memiliki ciri morfologi, yaitu berjari-jari

keras, sirip perut torasik, letak mulut subterminal dan berbentuk meruncing. tanda

lainnya yang dapat dilihat dari ikan nila adalah warna tubuhnya hitam dan agak

keputihan. Bagian bawah tutup insang berwarna putih, sedangkan pada nila lokal,

putih agak kehitaman bahkan ada yang kuning. Sisik ikan nila besar, kasar dan

tersusun rapi. Sepertiga sisik belakang menutupi sisi bagian depan. Tubuhnya

memiliki garis linea lateris yang terputus antara bagian atas dan bawahnya. Linea

lateralis bagian atas memanjang mulai dari tutup insang hingga belakang sirip

punggung sampai pangkal sirip ekor. Ukuran kepalanya relatif kecil dengan mulut


(32)

Morfologi dan anatomi ikan nila (Oreocrhomis nilotica) dapat dilihat sebagai

berikut (Amri dan Khairuman, 2003).

Gambar 2.1 Morfologi dan Anatomi Ikan Nila

Ikan nila berwarna putih kehitaman, makin ke perut makin terang. Ikan

nila mempunyai garis vertical sebanyak 9 sampai 11 buah berwarna hijau

kebiruan. Pada sirip ekor terdapat 6 sampai 12 garis melintang yamg ujungnya

berwarna kemerah-merahan, sedangkan punggungnya terdapat garis-garis miring.

Letak mulut ikan terminal, garis rusuk (Linea lateralis) terputus menjadi dua

bagian, letaknya memanjang di atas sirip dada dengan jumlah sisik pada garis

rusuk 34 buah (Andrianto, 2005).

Ikan nila (Oreochromis niloticus) adalah salah satu jenis ikan air tawar

yang paling banyak dibudidayakan di Indonesia. Ikan nila kini banyak dibudi

dayakan di berbagai daerah karena kemampuan adaptasinya bagus di dalam

berbagai jenis air. Nila dapat hidup di air tawar, air payau dan air laut. Ikan nila

juga tahan terhadap perubahan lingkungan, bersifat omnivora dan mampu

mencerna makanan secara efisien. Pertumbuhan cepat dan tahan terhadap


(33)

Akuakultur FAO (Food and Agriculture Organization) menganjurkan agar ikan

nila ini dibudidayakan karena dapat dipelihara di kolam yang sempit, seperti


(34)

BAB III

METODE PENELITIAN

Penelitian ini menggunakan metode eksperimental dengan tahapan

penelitian meliputi pengumpulan dan pengolahan tumbuhan, pembuatan ekstrak

biji pepaya (EBP), skrining fitokimia dari simplisia biji pepaya, karakteristik

simplisia, penyiapan hewan percobaan, pengamatan gejala toksisitas, kematian

dan penentuan LC50. Data dianalisis dengan uji One Sample T-test untuk melihat

perbedaan nyata antar 7 perlakuan. Analisis statistik ini menggunakan program

SPSS (Statistical Product and Service Solution) versi 17 dengan taraf kepercayaan

95%. Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Farmakologi dan Laboratorium

Farmakognosi Fakultas Farmasi, Universitas Sumatera Utara.

3.1 Alat dan Bahan

3.1.1 Alat

Alat-alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah akuarium yang

terbuat dari kaca berukuran 50 cm x 20 cm x 30 cm sebanyak 6 buah, aerator

sebanyak 3 buah, selang, gayung plastik 1 buah, ember 1 buah, jaring ikan 1 buah,

spons 1 buah, gelas ukur 1000 ml sebanyak 2 buah, gelas ukur 250 ml sebanyak 1

buah, gelas ukur 10 ml sebanyak 1 buah, spuit 1 cc, jirigen 5 liter sebanyak 3

buah, lemari pengering, neraca digital (Vibra).

3.1.2 Bahan

Sampel yang digunakan pada penelitian ini adalah biji pepaya (Carica

papaya L.). Bahan-bahan kimia yang berkualitas pro analisis produksi E-Merck:


(35)

pekat, asam sulfat pekat, raksa (II) klorida, bismuth (III) nitrat, besi (III) klorida,

timbal (II) asetat, kalium iodida, iodium, α-naftol, asam asetat anhidrida, natrium hidroksida, amil alkohol, serbuk magnesium (Mg) dan kloralhidrat.

3.2 Hewan Percobaan

Hewan percobaan yang digunakan adalah ikan nila sebanyak 330 ekor

yang mempunyai ukuran panjang tubuh 8 – 10 cm dengan berat 2,6 ± 0,2 g, umur

sekitar 1 – 1,5 bulan. Sebelum pengujian, hewan percobaan diaklitimasi terlebih

dahulu selama 14 hari dengan tujuan menyeragamkan makanan dan hidupnya

dengan kondisi yang serba sama serta menghilangkan stres akibat transportasi

sehingga dianggap memenuhi syarat penelitian.

Dua minggu sebelum pengujian dilakukan, hewan percobaan harus

dipelihara dan dirawat dengan sebaik-baiknya pada akuarium yang layak dan

selalu dijaga kebersihannya. Hewan yang sehat ditandai berenang yang lincah dan

aktif (Depkes RI, 1979).

3.3 Penyiapan Bahan Tumbuhan

Penyiapan bahan tumbuhan meliputi pengumpulan bahan tumbuhan,

identifikasi tumbuhan dan pembuatan simplisia biji pepaya.

3.3.1 Pengumpulan bahan tumbuhan

Pengumpulan bahan tumbuhan dilakukan secara purposif yaitu tanpa

membandingkan dengan sampel yang sama dari daerah lain. Bagian tumbuhan

yang digunakan dalam penelitian ini adalah buah pepaya matang yang diperoleh


(36)

Sumatera Utara. Sampel yang digunakan pada penelitian ini adalah biji pepaya

dari buah pepaya matang.

3.3.2 Identifikasi tumbuhan

Identifikasi tumbuhan biji pepaya (Carica papaya L.) dilakukan di

Lembaga Ilmu Penelitian Indonesia(LIPI), Bogor.

3.3.3 Pengolahan sampel

Sampel biji pepaya yang masih segar dipisahkan dari buahnya, dicuci

bersih dari daging buah dan pengotoran lainnya kemudian ditiriskan lalu

ditimbang beratnya sebagai berat basah sebanyak 3,5 kg. Selanjutnya dikeringkan

pada lemari pengering pada suhu ±40oC hingga kering yang ditandai dengan sampel menjadi rapuh. Simplisia diblender dan ditimbang beratnya sebagai berat

kering. Diperoleh serbuk kering simplisia sebanyak 910 g dan dimasukkan ke

dalam kantong plastik, diberi etiket dan disimpan di tempat yang sesuai.

3.4 Pemeriksaan Karakterisasi Simplisia

Pemeriksaan karakterisasi simplisia meliputi pemeriksaan makroskopik dan

mikroskopik (Ditjen POM, 1995).

3.4.1 Pemeriksaan makroskopik

Pemeriksaan makroskopik dilakukan pada simplisia segar biji pepaya yang

telah dicuci bersih meliputi pemeriksaan bentuk, warna, ukuran, bau dan rasa.

3.4.2 Pemeriksaan mikroskopik

Pemeriksaan mikroskopik terhadap serbuk simplisia dilakukan dengan cara

meneteskan kloralhidrat di atas kaca objek, kemudian di atasnya diletakkan serbuk


(37)

Pemeriksaan mikroskopik untuk melihat adanya butir pati dilakukan di dalam

media air.

3.5 Pembuatan Larutan Pereaksi

3.5.1 Pereaksi Mayer

Sebanyak 5 g kalium iodida dalam 10 ml air suling kemudian ditambahkan

larutan 1,36 g merkuri (II) klorida dalam 60 ml air suling. Larutan dikocok dan

ditambahkan air suling hingga 100 ml (Ditjen POM, 1995).

3.5.2 Pereaksi Dragendorff

Sebanyak 8 g bismut (III) nitrat dilarutkan dalam asam nitrat pekat 20 ml

kemudian dicampurkan dengan larutan kalium iodida sebanyak 27,2 g dalam 50

ml air suling. Campuran didiamkan sampai memisah sempurna. Larutan jernih

diambil dan diencerkan dengan air suling secukupnya hingga 100 ml (Ditjen

POM, 1995).

3.5.3 Pereaksi Bouchardat

Sebanyak 4 g kalium iodida dilarutkan dalam 20 ml air suling kemudian

ditambah 2 g iodium sambil diaduk sampai larut, lalu ditambah air suling hingga

100 ml (Ditjen POM, 1995).

3.5.4 Pereaksi Molisch

Sebanyak 3 g α-naftol dilarutkan dalam asam nitrat 0,5 N secukupnya hingga diperoleh larutan 100 ml (Ditjen POM, 1995).

3.5.5 Pereaksi Liebermann-burchard

Sebanyak 5 bagian volume asam sulfat pekat dicampurkan dengan 50


(38)

volume asam asetat anhidrida ke dalam campuran tersebut dan dinginkan (Ditjen

POM, 1995).

3.5.6 Pereaksi Besi (III) klorida 1%

Sebanyak 1 g besi (III) klorida dilarutkan dalam air suling hingga 100 ml

kemudian disaring (Ditjen POM, 1995).

3.5.7 Larutan Timbal (II) asetat

Sebanyak 15,17 g timbal (II) asetat ditimbang, kemudian dilarutkan dalam

air suling hingga 100 ml (Ditjen POM, 1995).

3.5.8 Larutan Natrium hidroksida 2N

Sebanyak 8 g kristal natrium hidroksida dilarutkan dalam air suling hingga

diperoleh larutan 100 ml (Depkes, 1979).

3.5.9 Larutan Asam klorida 2N

Sebanyak 17 ml asam klorida pekat diencerkan dengan air suling sampai

100 ml (Depkes, 1979).

3.5.10 Larutan Kloralhidrat

Sebanyak 50 g kristal kloralhidrat ditimbang lalu dilarutkan dalam 20 ml

air suling (Depkes, 1979).

3.6 Skrining Fitokimia

Skrining fitokimia dilakukan menurut (Ditjen POM, 1995 dan Farnsworth

1966) untuk mengetahui golongan senyawa alkaloida, flavonoid, glikosida,

saponin, tanin dan steroida/triterpenoida.

3.6.1 Pemeriksaan alkaloida

Serbuk simplisia biji pepaya ditimbang sebanyak 0,5 g kemudian


(39)

penangas air selama 2 menit, didinginkan dan disaring. Filtrat yang diperoleh

dipakai untuk uji alkaloida: diambil 3 tabung reaksi, lalu kedalamnya dimasukkan

0,5 ml filtrat.

Pada masing-masing tabung reaksi:

a. ditambahkan 2 tetes pereaksi Mayer

b. ditambahkan 2 tetes pereaksi Bouchardat

c. ditambahkan 2 tetes pereaksi Dragendorff

Alkaloida positif jika terjadi endapan atau kekeruhan paling sedikit dua

dari tiga percobaan di atas (Ditjen POM, 1995).

3.6.2 Pemeriksaan Flavonoida

Larutan Percobaan:

Sebanyak 0,5 g sampel disari dengan 10 ml metanol lalu direfluks selama

10 menit, disaring panas-panas melalui kertas saring berlipat, filtrat diencerkan

dengan 10 ml air suling. Setelah dingin ditambah 5 ml eter minyak tanah, dikocok

hati-hati, didiamkan. Lapisan metanol diambil, diuapkan pada temperatur 40 0C.

Sisa dilarutkan dalam 5 ml etil asetat, disaring.

Cara Percobaan:

a. Satu ml larutan percobaan diuapkan hingga kering, sisanya dilarutkan dalam

1-2 ml etanol 96%, ditambahkan 0,5 g serbuk seng dan 2 ml asam klorida 2 N,

didiamkan selama satu menit. Ditambahkan 10 ml asam klorida pekat, jika

dalam waktu 2-5 menit terjadi warna merah intensif menunjukkan adanya

flavonoida (glikosida-3-flavonol).

b. Satu ml larutan percobaan diuapkan hingga kering, sisanya dilarutkan dalam 1


(40)

terjadi warna merah jingga sampai merah ungu menunjukkan adanya

flavonoida (Ditjen POM, 1995).

3.6.3 Pemeriksaan Tanin

Serbuk simplisia biji pepaya ditimbang sebanyak 1 g, dididihkan selama 3

menit dalam 100 ml air suling lalu didinginkan dan disaring. Pada filtrat

ditambahkan 1-2 tetes peraksi besi (III) klorida 1%. Jika terjadi warna biru

kehitaman atau hijau kehitaman menunjukkan adanya tanin (Farnsworth, 1966).

3.6.4 Pemeriksaan Glikosida

Serbuk simplisia biji pepaya ditimbang sebanyak 3 g, lalu disari dengan 30

ml campuran etanol 95% dengan air (7:3) dan 10 ml asam klorida 2N, direfluks

selama 2 jam, didinginkan dan disaring. Diambil 20 ml filrat ditambahkan 25 ml

air suling dan 25 ml timbal (II) asetat 0,4 M, dikocok, didiamkan 5 menit lalu

disaring. Filtrat disari dengan 20 ml campuran isopropanol dan kloroform (2:3),

dilakukan berulang sebanyak 3 kali. Sari air dikumpulkan dan diuapkan pada

temperatur tidak lebih dari 50٥C. Sisanya dilarutkan dalam 2 ml metanol. Larutan

sisa digunakan untuk percobaan berikut: 0,1 ml larutan percobaan dimasukan

dalam tabung reaksi dan diuapkan diatas penangas air. Pada sisa ditambahkan 2

ml air dan 5 tetes pereaksi Molisch. Kemudian secara perlahan-lahan ditambahkan

2 ml asam sulfat pekat melalui dinding tabung, terbentuknya cincin berwarna

ungu pada batas kedua cairan menunjukkan ikatan gula (Ditjen POM, 1995).

3.6.5 Pemeriksaan Saponin

Serbuk simplisia biji pepaya ditimbang sebanyak 0,5 g dan dimasukan ke

dalam tabung reaksi, lalu ditambahkan 10 ml air panas, dinginkan kemudian


(41)

stabil tidak kurang dari 10 menit dan tidak hilang dengan penambahan 1 tetes

asam klorida 2N menunjukkan adanya saponin (Ditjen POM, 1995).

3.6.6 Pemeriksaan Steroida/ Triterpenoida

Serbuk simplisia biji pepaya ditimbang 1 g, dimaserasi dengan 20 ml n

-heksan selama 2 jam, lalu disaring. Filtrat diuapkan dalam cawan penguap. Pada

sisa ditambahkan beberapa tetes pereaksi Liebermann-Burchard. Timbulnya

warna biru atau biru hijau menunjukkan adanya steroid, sedangkan warna merah,

merah muda atau ungu menunjukkan adanya triterpenoida (Harborne, 1987).

3.7 Pembuatan Ekstrak Biji Pepaya

Pembuatan ekstrak biji pepaya sebagai pestisida nabati ini dapat dilakukan

dengan cara rebusan, yaitu tepung tumbuhan ditambahkan air lalu

dipanaskan/direbus. Caranya sebanyak 900 g serbuk kering biji pepaya

dimasukkan ke dalam bejana tertutup, ditambahkan air sebanyak 15 L direbus

selama 20 sampai 30 menit. Didiamkan selama 24 jam lalu disaring kemudian

ditambahkan air hingga diperoleh ekstrak biji pepaya sebanyak 15 L (Asmaliyah,

dkk., 2010).

3.8 Tahap Persiapan Hewan Uji

Tahap persiapan ini dilakukan proses adaptasi terhadap ikan uji selama 14

hari dalam kondisi terkontrol. Selama masa tersebut ikan tersebut diberi pakan

ikan. Selama masa adaptasi terdapat lebih dari sepuluh persen ikan mati, maka

dinyatakan ikan tidak layak untuk digunakan sebagai hewan percobaan (Deptan,


(42)

3.8.1 Uji Pendahuluan

Percobaan pada tahap pendahuluan ini bertujuan untuk mencari kisaran

konsentrasi krisis bahan uji yang akan digunakan untuk penentuan LC50. Hewan

uji sebanyak 6 kelompok. Setiap kelompok terdiri dari 10 ekor ikan dan

dimasukkan ke dalam akuarium yang berisi 15 L air dengan konsentrasi bahan uji

adalah 0,1, 1, 10, 100, 1000 ppm ditambah kontrol (0 ppm).

Tabel 3.1 Konsentrasi Uji Pendahuluan

Kelompok Jumlah Ikan (ekor) Konsentrasi (ppm)

Kontrol 10 0

Akuarium 1 10 0,1

Akuarium 2 10 1

Akuarium 3 10 10

Akuarium 4 10 100

Akuarium 5 10 1000

Keterangan :

a. kelompok Kontrol : diberi air tawar 0 ppm

b. kelompok Akuarium 1 : diberi EBP konsentrasi 0,1 ppm c. kelompok Akuarium 2 : diberi EBP konsentrasi 1 ppm d. kelompok Akuarium 3 : diberi EBP konsentrasi 10 ppm e. kelompok Akuarium 4 : diberi EBP konsentrasi 100 ppm f. kelompok Akuarium 5 : diberi EBP konsentrasi 1000 ppm

Selama percobaan berlangsung hewan uji diberi makan. Pengamatan

dilakukan selama 7 hari dengan 2 kali pengulangan dan ikan yang mati dicatat.

Pengujian dihentikan setelah mencapai hari ke-7. Hewan uji yang mati pada

waktu pengamatan segera dikeluarkan dari media uji untuk menghindari

kemungkinan perubahan kualitas air yang bukan disebabkan oleh bahan uji.


(43)

Amati pula tingkah laku hewan uji dalam wadah yang diberi perlakuan

(Rumampuk, dkk., 2010).

Setelah diberikan bahan uji kemudian diamati gejala toksisitas dan dilihat

jumlah kematian hewan yang terjadi. Kemudian ditentukan konsentrasi yang akan

digunakan sebagai acuan untuk melakukan penentuan LC50.

3.8.2 Penentuan LC50

Konsentrasi yang digunakan pada penentuan LC50 adalah sebagai berikut :

Tabel 3.2 Konsentrasi Penentuan LC50

Kelompok Jumlah Ikan (ekor) Konsentrasi (ppm)

Kontrol 10 0

Akuarium 1 10 2

Akuarium 2 10 10

Akuarium 3 10 50

Akuarium 4 10 250

Akuarium 5 10 1250

Akuarium 6 10 6250

Keterangan :

a. kelompok kontrol : diberi air tawar 0 ppm

b. kelompok Akuarium 1 : diberi EBP konsentrasi 2 ppm c. kelompok Akuarium 2 : diberi EBP konsentrasi 10 ppm d. kelompok Akuarium 3 : diberi EBP konsentrasi 50 ppm e. kelompok Akuarium 4 : diberi EBP konsentrasi 250 ppm f. kelompok Akuarium 5 : diberi EBP konsentrasi 1250 ppm g. kelompok Akuarium 6 : diberi EBP konsentrasi 6250 ppm

Setelah kisaran konsentrasi krisis ekstrak biji pepaya diketahui, maka

dipilih tujuh konsentrasi sama dengan uji pendahuluan yaitu 2, 10, 50, 250, 1250,

6250 ppm ditambah kontrol (0 ppm). Ketujuh konsentrasi tersebut selanjutnya


(44)

Hewan uji sebanyak 10 individu dimasukkan ke dalam setiap wadah

percobaan (7 wadah uji) yang berisi 15 L air dan bahan uji dengan konsentrasi

yang telah ditentukan, setiap perlakuan dan pengamatan dilakukan selama 7 hari

dengan 3 kali ulangan dan ikan yang mati dicatat. Hewan uji diamati pada tiap

konsentrasi dan dihitung secara kumulatif dalam tiap hari.

3.9 Pengamatan

Pengamatan terhadap hewan uji dilakukan selama 7 hari dengan

pengulangan sebanyak 3 kali. Pengamatan yang dilakukan adalah gejala toksisitas

dan kematian (mortalitas) hewan uji.

3.9.1 Gejala Toksisitas

Gejala keracunan pada ikan meliputi ikan mulai gelisah ditandai dengan

gerakan tubuh yang tidak teratur dan bernafas dengan cepat, hilangnya

kesensitifan dimana ikan diam di dasar dan pergerakan sirip berkurang, penurunan

keaktifan dimana ikan tidak respon terhadap cahaya dan sentuhan serta kondisinya

lemah, hilangnya keseimbangan ditandai sirip lumpuh, kemampuan bergerak dan

melihat hilang serta hilangnya kesadaran, kehilangan keseimbangan secara total

ditandai dengan gerakan ikan yang tiba-tiba berposisi diagonal dengan kepala

langsung mengarah ke permukaan, fase kematian dimana ikan mati karena

kelumpuhan organ pernafasan dan tahap terakhir adalah rigor mortis yang ditandai

dengan pengerasan seluruh tubuh dan sirip (Metelev, dkk., 1983).

3.9.2 Kematian Hewan


(45)

3.10 Analisa Data

Data dianalisis dengan uji One Sample T-Test untuk melihat perbedaan

nyata antar perlakuan. Analisis statistik ini menggunakan program SPSS


(46)

BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Hasil Identifikasi Tumbuhan

Tumbuhan yang telah diidentifikasi di Lembaga Ilmu Pengetahuan

Indonesia (Indonesian Institute of Science) Pusat Penelitian Biologi (Research

Center for Biology), Bogor adalah Carica papaya L. suku Caricaceae. Hasil

identifikasi tumbuhan dapat dilihat pada Lampiran 1, halaman 46.

4.2 Hasil Karakteristik Simplisia Biji Pepaya

Pemeriksaan karakteristik simplisia biji pepaya dilakukan secara

makroskopik dan mikroskopik untuk mendapatkan identitas simplisia tersebut.

Pemeriksaan makroskopik terdiri dari pemeriksaan warna, bentuk dan rasa. Hasil

pemeriksaan makroskopik biji pepaya adalah biji berwarna cokelat kehitaman

dengan permukaan sedikit kasar, berbentuk bulat lonjong, bergerigi, agak keras,

berukuran 5 – 7 mm. Gambar hasil pemeriksaan makroskopik biji pepaya dapat

dilihat pada Lampiran 4, halaman 49.

Pemeriksaan karakteristik serbuk simplisia secara mikroskopik terdapat

adanya kutikula, jaringan epidermis, jaringan parenkim, hablur kristal oksalat

bentuk druse, berkas pembuluh (xylem) yang berisi butir-butir minyak. Gambar

hasil pemeriksaan mikroskopik biji pepaya dapat dilihat pada Lampiran 5,

halaman 51.

4.3 Hasil Rebusan Biji Pepaya


(47)

4.4 Hasil Skrining Fitokimia Serbuk Biji Pepaya

Skrining fitokimia terhadap serbuk simplisia biji pepaya dilakukan untuk

mengetahui golongan senyawa metabolit sekunder yang terkandung di dalam biji

pepaya. Hasil skrining fitokimia serbuk simplisia biji pepaya dapat dilihat pada

Tabel 4.1.

Tabel 4.1 Hasil Skrining Fitokimia Serbuk Simplisia Biji Pepaya

No Golongan Senyawa Hasil Pemeriksaan Simplisia

1 Alkaloid +

2 Flavonoid +

3 Tanin +

4 Steroid/ Triterpenoid +

5 Saponin +

6 Glikosida +

Keterangan:

(+) positif : mengandung golongan senyawa metabolit sekunder

(-) negatif : tidak mengandung golongan senyawa metabolit sekunder

Hasil skrining menunjukkan bahwa simplisia dan ekstrak etanol biji

pepaya mengandung senyawa golongan alkaloid, flavonoid, tanin,

steroid/triterpenoid, saponin dan glikosida.

4.5 Hasil Uji Pendahuluan

Hasil uji pendahuluan pemberian ekstrak biji pepaya (EBP) dilakukan

selama 7 hari dengan 2 kali pengulangan ditemukan adanya kematian pada ikan

uji pada konsentrasi 100 ppm dan 1000 ppm dengan ditandai gejala toksisitas


(48)

Tabel 4.2 Hasil Data Uji Pendahuluan Pertama Pemberian Ekstrak Biji Pepaya Pada Ikan Nila

Waktu Kelompok Jumlah ikan yang mati Perlakuan ke-1 Kontrol -

0,1 ppm -

1 ppm -

10 ppm -

100 ppm 2 ekor 1000 ppm 5 ekor

Pada perlakuan pertama dapat dilihat adanya kematian pada ikan nila pada

kelompok konsentrasi 100 ppm sebanyak 2 ekor dan 1000 ppm mengalami

kematian sebanyak 5 ekor.

Tabel 4.3 Hasil Data Uji Pendahuluan Kedua Pemberian Ekstrak Biji Pepaya Pada Ikan Nila

Waktu Kelompok Jumlah ikan yang mati Perlakuan ke-2 Kontrol -

0,1 ppm -

1 ppm -

10 ppm -

100 ppm 2 ekor 1000 ppm 6 ekor

Perlakuan yang kedua yang dilanjutkan dari penelitian sebelumnya terlihat

ada perbedaan jumlah kematian ikan nila pada konsentrasi 100 ppm sebanyak 2

ekor dan konsentrasi 1000 ppm sebanyak 6 ekor. Hal ini menunjukkan bahwa

pemberian EBP pada sediaan uji dapat memberikan efek toksik pada hewan uji.

4.6 Hasil Pengamatan Gejala Toksisitas Ikan Nila

Ikan dapat menunjukkan reaksi terhadap perubahan fisik air maupun

terhadap adanya senyawa pencemar yang terlarut dalam batas konsentrasi tertentu.

Tabel 4.4 terlihat bahwa pemberian EBP pada kelompok kontrol ikan nila tidak


(49)

(kontrol), 2 ppm, 10 ppm, 50 ppm tidak ditemukan gejala apapun sedangkan 250

ppm, 1250 ppm dan 6250 ppm ditemukan gejala toksisitas yang berbeda antar

perlakuan.

Hasil pengamatan gejala toksisitas dapat dilihat pada tabel dibawah ini :

Tabel 4.4 Hasil Pengamatan Gejala Toksisitas Pada Ikan Nila

Kelompok konsentrasi

Gelisah Respirasi cepat Menggosok-kan badan ke akuarium Tidak mau makan Hilang keseimbangan Mati

Kontrol

2 ppm

10 ppm

50 ppm

250 ppm

1250 ppm

6250 ppm

Keterangan :

√ : Adanya gejala

- : Tidak ada gejala

Gejala toksisitas akan sangat membantu mendiagnosa adanya kelainan

pada ikan. Konsentrasi 250 ppm hanya terlihat menunjukkan gejala dengan

tingkah laku gerakan gelisah, respirasi cepat, hilang keseimbangan dan mati.

Konsentrasi 1250 ppm menunjukkan kegelisahan, respirasi cepat, menggosokkan

badan ke dinding akuarium, tidak mau makan, hilang keseimbangan dan mati..

Konsentrasi 6250 ppm juga ditemukan tanda-tanda kegelisahan, respirasi cepat,


(50)

keseimbangan dan mati.. Hal ini dapat disimpulkan bahwa sifat dan intensitas

gejala keracunan akan sangat bergantung pada jenis racun, jumlah racun yang

masuk ke dalam tubuh, lamanya tubuh mengalami keracunan dan keadaan tubuh

organisme yang keracunan (Koeman, 1983).

4.7 Hasil Persentase Kematian Ikan Nila

Toksisitas bahan uji dapat ditentukan dengan menganalisa besarnya (dalam

persen) kematian organisme uji (Boyd, 1990). Hasil persentase kematian ikan nila

dapat dilihat pada Tabel 4.5

Tabel 4.5 Hasil Persentase Kematian Ikan Nila

Konsentrasi (ppm)

Kematian ikan nila (ekor)

Rata-rata (%) Perlakuan I Perlakuan II Perlakuan III

kontrol - - - -

2 - - - -

10 - - - -

50 - - - -

250 2 3 2 23,33

1250 5 5 6 53,33

6250 10 10 10 100

Hasil data pengamatan kematian ikan nila adalah pada konsentrasi 250

ppm terjadi kematian ikan nila sebesar 23,33% dan konsentrasi 1250 ppm terjadi

kematian ikan nila 53,33% sedangkan pada konsentrasi 6250 ppm terjadi


(51)

dapat menyebabkan kematian (Priyanto, 2009). Kematian ikan nila meningkat

seiring dengan peningkatan konsentrasi ekstrak biji pepaya (EBP).

4.8 Hasil Penentuan LC50 Terhadap Kematian Ikan Nila

Hasil pengujian penentuan LC50 ini menunjukkan bahwa jumlah kematian

ikan nila mengalami peningkatan selama pemberian sediaan uji sesuai dengan

konsentrasi yang ditentukan, yaitu 0 ppm (kontrol), 2 ppm, 10 ppm, 50 ppm, 250

ppm, 1250 ppm dan 6250 ppm. Penentuan nilai LC50 ditentukan dengan

menggunakan cara perhitungan dalam Farmakope Indonesia Edisi III. Berikut

hasil data LC50 dari kematian ikan nila yang didapat selama 7 hari dengan 3 kali

pengulangan.

Tabel 4.6 Hasil Penentuan LC50 Ekstrak Biji Pepaya Pada Ikan Nila

Waktu Nilai LC50

Perlakuan ke-1 912,01 ppm Perlakuan ke-2 776,24 ppm Perlakuan ke-3 776,24 ppm

Rata-rata ± SD 821,496 ppm ± 78,38685

Berdasarkan Tabel 4.6 menunjukkan bahwa nilai LC50 rata-rata adalah

821,496 ppm dengan standar deviasi 78,38685 yang artinya pada waktu perlakuan

pemberian EBP selama 7 hari telah menyebabkan kematian 50% ikan nila.

Apabila nilai LC50 berada diantara kisaran 100 ppm sampai 1000 ppm, maka

dinyatakan sedikit toksik (Metelev, dkk., 1983).


(52)

Data analisa statistik menggunakan program SPSS (Statistical Product and

Service Solution) versi 17 dengan taraf kepercayaan 95% dengan uji One Sample

T-Test dapat dilihat pada tabel 4.7

Tabel 4.7 Hasil Data Analisa Statistik dengan Uji One Sample T-Test

One-Sample Statistics

N Mean Std. Deviation Std. Error Mean

LC5OBIJIPEPAYA 3 821.4967 78.38685 45.25667

One-Sample Test

Test Value = 0

t Df Sig. (2-tailed) Mean Difference

95% Confidence Interval of the Difference

Lower Upper

LC5OBIJI PEPAYA

18.152 2 .003 821.49667 626.7729 1016.2204

Hasil data statistik menyebutkan bahwa terlihat memiliki perbedaan yang

bermakna antara nilai LC50 pada setiap perlakuan disebabkan karena nilai

signifikan yang diperoleh (p < 0,05) yaitu 0,003 dan dengan interval konfidensi

626,7729 ppm < LC50 < 1016,2204 ppm. Interval konfidensi bertujuan untuk

mengetahui penyebaran nilai LC50 yang lebih akurat. Nilai batas bawah sebesar

626,7729 ppm menunjukkan pengaruh ekstrak biji pepaya pada ikan nila

memberikan efek sedikit toksik karena pada nilai tersebut pada kisaran 100 ppm

sampai 1000 ppm. Nilai batas atas 1016,2204 ppm menunjukkan pengaruh ekstrak

biji pepaya memberikan efek kurang toksik karena nilai tersebut ˃ 1000 ppm (Metelev, dkk., 1983).


(53)

BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN 5.1 Kesimpulan

Berdasarkan penelitian penentuan LC50 ekstrak biji pepaya (Carica

papaya L.) pada ikan nila (Oreochromis niloticus) yang telah dilaksanakan, maka

kesimpulan dari penelitian ini adalah :

a. Simplisia serbuk biji pepaya mengandung senyawa metabolit sekunder

yaitu alkaloid, flavonoid, tanin, glikosida, saponin dan steroid/triterpenoid.

b. Ekstrak biji pepaya (EBP) pada konsentrasi kontrol (0 ppm), 2 ppm, 10

ppm, 50 ppm tidak terpengaruh terhadap gejala toksisitas pada ikan nila,

sedangkan pada konsentrasi 250 ppm, 1250 ppm dan 6250 ppm terlihat

berpengaruh terhadap gejala toksisitas, seperti gelisah, respirasi cepat,

menggosokkan badan ke dinding akuarium, tidak mau makan, hilang

keseimbangan dan mati.

c. Nilai LC50 dari penelitian ini memiliki perbedan pada antar perlakuan,

yaitu perlakuan pertama 912,01 ppm dan pada perlakuan kedua dan ketiga

sebesar 776,24 ppm.

d. Nilai LC50 adalah 821,496 ppm yang berarti sedikit toksik.

5.2 Saran

a. Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan, maka disarankan kepada

peneliti selanjutnya untuk menguji toksisitas ekstrak biji pepaya pada ikan


(54)

(keracunan) diamati histopatologi terutama pada organ insang, hati serta

ginjal.

b. Sebaiknya para petani lebih memilih menggunakan pestisida alami yang

ramah lingkungan sehingga terhindar dari keracunan yang disebabkan oleh


(55)

DAFTAR PUSTAKA

Abel. (1991). Lethal Toxicity test: theory and methodology dalam P.D Abel and Axiak (Ed) Ecotoxicology and the Marine Environment Ellis Horwood. New York. Halaman 36-39.

Adriyani, R. (2006). Usaha Pengendalian dan Pencemaran Lingkungan Akibat Penggunaan Pestisida Pertanian. Fakultas Kesehatan Masyarakat. Universitas Airlangga. Jurnal Kesehatan Lingkungan. 3(1): 95-106.

Amri, K., dan Khairuman. (2003). Budidaya Ikan Nila Secara Intensif. Depok : Penerbit Agromedia Pustaka. Halaman 75.

Andrianto, T. (2005). Pedoman Praktis Budidaya Ikan Nila. Yogyakarta: Absolut. Halaman 22.

Asmaliyah., Wati, E.E., Utami, S., Mulyadi, K., Yudhistira dan Sari, F.W. (2010). Pengenalan Tumbuhan Penghasil Pestisida Nabati dan Pemanfaatannya Secara Tradisional. Kementrian Kehutanan. Badan Penelitian dan Pengembangan Kehutanan. Pusat Penelitian dan Pengembangan Produktivitas Hutan. Palembang. ISBN: 978-602-98588-0-8. Halaman 15.

BPOM. (2008). Taksonomi Koleksi Tanaman Obat Kebun Tanaman Obat Citeureup. Jakarta: Badan Pengawas Obat dan Makanan RI Deputi Bidang Obat Tradisional, Kosmetik dan Produk Komplemen. Halaman 20.

Boyd, C. E. (1990). Water Quality in Pond For Aquaculture. Alabama Agricultural Experiment Station. Auburn University. Alabama. Halaman 428.

Dalimartha, S. (2003). Atlas Tumbuhan Obat. Jilid III. Jakarta: Penerbit Puspa Swara. Halaman 19.

DepKes RI. (1991). Prosedur Operasional Baku Uji Toksisitas Direktorat Jendral

Pengawasan Obat dan Makanan. Jakarta: Departemen Kesehatan

Republik Indonesia. Halaman 3-26.

DepKes RI. (1979). Farmakope Indonesia. Edisi Ketiga. Jakarta: Departemen Kesehatan Republik Indonesia. Halaman 7, 744, 748.

Deptan. (1983). Pedoman Umum Pengujian Toksisitas Letal Pestisida untuk Keperluan Pendaftaran Komisi Pestisida. Jakarta: Departemen Pertanian. Halaman 19.

Ditjen POM. (1995). Materia Medika Indonesia. Jilid VI. Jakarta: Departemen Kesehatan RI. Halaman 300-306, 321, 325, 333-337.


(56)

Djunaedy, A. (2009). Biopestisida Sebagai Pengendali Organisme Penganggu Tanaman (OPT) Yang Ramah Lingkungan. Embryo Article. 6(1): 88

Finney, D.J. (1971). Probit Analysis Third Edition. Cambridge University. Perss London. Halaman 333.

Ghufran, M. (2010). Budidaya Ikan Nila di Kolam Terpal. Yogyakarta: Lily Publisher. Halaman 6.

Harborne, J.B. (1987). Metode Fitokimia. Penerjemah: Kosasih Padmawinata dan Iwang Soediro. Edisi II. Bandung: Penerbit ITB. Halaman 152.

Huet, M. (1994). Textbook of Fish Culture, Breeding and Cultivation of Fish. 2nd Edition. Finishing Newsbook Cambridge. Halaman 436.

Kalie, M.B. (1996). Bertanam Pepaya. Edisi Revisi. Jakarta: Penebar Swadaya. Halaman 2-24.

Kardinan, A. (2005). Pestisida Nabati Ramuan Dan Aplikasi. Jakarta: Penerbit Swadaya. Halaman 88-97.

Keman, S. (2001). Bahan Ajar Toksikologi Lingkungan. Surabaya: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Airlangga. Halaman 122-123.

Koeman, J. H. (1983). Pengantar Umum Toksisitas. Yogyakarta: UGM Press. Halaman 97.

Kordi, K. (2004). Penanggulangan Hama dan Penyakit Ikan. Jakarta: Rineka Cipta. Halaman 16.

Laba, I.W. (2008). Analisis Empiris Penggunaan Pestisida Menuju Pertanian Berkelanjutan. Pengembangan Inovasi Pertanian. Naskah Orasi Profesor. Volume 3. Bogor. Halaman 120-137.

Lu, F.C. (1995). Toksikologi Dasar: Asas, Organ, Sasaran dan Penilaian Risiko.

Diterjemahkan oleh Edi Nugroho. Edisi II. Jakarta: UI Press. Halaman 46, 92, 206-220.

Mega, D. M., dan Abdulgani, N. (2013). Pengaruh Paparan Sub Lethal Insektisida Diazinon 600 EC terhadap Laju Konsumsi Oksigen dan Laju Pertumbuhan Ikan Mujair (Oreochromis mossambicus). Jurnal Sains Dan Seni Pomits. 2(2): 207-211.

Metelev, V.V., Kahaev A.L., dan Dzasokllova, N.G. (1983). Water Toxicology. America Publishing. New Delhi. Halaman 203.


(57)

Muhlisah, F. (2007). Tanaman Obat Keluarga (TOGA). Jakarta: Penebar Swadaya. Halaman 54-56.

Muktiani. (2011). Bertanam Varietas Unggul Pepaya California. Yogyakarta: Penerbit Pustaka Baru Press. Halaman 20.

Milind, P., dan Gurditta. (2011). Basketful Benefits of Papaya. International Research Journal of Pharmacy. 2(7): 6-12.

Ngatidjan. (2006). Toksikologi. Bagian Farmakologi Dan Toksikologi Fakultas Kedokteran Universitas Gajah Mada. Yogyakarta. Halaman 27.

OECD. (2001). Acute Oral Toxicity. OECD Guidelines for the Testing of Chemicals. 432(1): 1-6.

OECD. (2008). Organization for Economic Cooperation and Development Guidelines for The Testing of Chemicals TG 407. 132(1): 4-13.

Pohan, N. (2004). Pestisida dan Pencemarannya. Medan: Universitas Sumatera Utara Press. Halaman 6-15.

Puspowardoyo, H., dan Abbas, S.D. (1992). Membudidayakan Gurami Secara Intensif. Yogyakarta: Penerbit Kanisius. Halaman 21.

Priyanto. (2009). Toksikologi Mekanisme, Terapi Antidotum, dan Penilaian Resiko. Jakarta: Lembaga Studi dan Konsultasi Farmakologi Indonesia (LESKONFI). Halaman 1, 7.

Rochmatul, H.R. (2003). Mempelajari Proses Produksi Bubuk Pepaya Fermentasi Menggunakan Spray Dryer. Skripsi. Fakultas Teknologi Pertanian. Institut Pertanian Bogor. Bogor. Halaman 12-13.

Rossiana, N. (2006). Uji Toksisitas Limbah Cair Tahu Sumedang Terhadap Reproduksi Daphnia carinata King. Laporan Penelitian. Bandung: Lembaga Penelitian Universitas Padjajaran. Halaman 5-10, 14.

Rossiana, N., Supriatun, T., dan Dhahiyat, Y. (2007). Fitoremediasi Limbah Cair Dengan Eceng Gondok (Eichhornia crassipes (Mart) Solms) Dan Limbah Padat Industri Minyak Bumi Dengan Sengon (Paraserianthes falcataria L. Nielsen) Bermikoriza. Laporan Penelitian. Bandung: Lembaga Penelitian Universitas Padjajaran. Halaman 25-26.

Rudiyanti, S. (2010). Toksisitas Ekstrak Daun Tembakau (Nicotina Tobacum) Terhadap Pertumbuhan Ikan Nila. Jurnal Saintek Perikanan. 6(1): 56 – 61. Rudiyanti, S., dan Ekasari, A.D. (2009). Pertumbuhan Dan Survival Rate Ikan

Mas (Cyprinus carpio Linn) Pada Berbagai Konsentrasi Pestisida Regent 0,3 G. Jurnal Saintek Perikanan. (5)1 : 40


(58)

Ruiz, D. J. (2002). Toksisitas Daun Paci – Paci (Leucas lavandulaefolia) Terhadap Ikan Gurami (Osphronemus gourami L.). Skripsi. Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan. Institut Pertanian Bogor. Halaman 10-11. Rumampuk, D.N., Tilaar, S., dan Wullur S. (2010). Median Lethal Concentration

(LC-50) Insektisida Diklorometan Pada Nener Bandeng (Chanos-chanos forks). Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan. Universitas Sam Ratulangi. Manado 95115. Jurnal Perikanan dan Kelautan. 6(2): 88.

Saanin, H. (1984). Taksonomi dan Kunci Identifikasi Ikan. Buku 2. Bandung: Penerbit Binacipta. Halaman 39.

Setiaji, A. (2009). Efektifitas Ekstrak Daun Pepaya (Carica papaya L.) Untuk Pencegahan dan Pengobatan Ikan Lele (Dumbo clarias sp.) yang Diinfeksi Bakteri Aeromonas hydrophila. Penelitian. Departemen Budidaya Perairan Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan. Institut Pertanian Bogor. Bogor.

Siburian, J., Marlina, J., dan Johari, A. (2008). Pengaruh Ekstrak Biji Pepaya (Carica papaya L.) Pada Tahap Prakopulasi Terhadap Fungsi Reproduksi Mencit (Mus musculus L.) Swiss Webster Betina. Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam. Universitas Jambi. Jurnal Sains Biologi. 1(1): 1-5.

Sudarmo, S. (2005). Pestisida Nabati. Yogyakarta: Penerbit Kanisius. Halaman 130.

Sukasediati, N., dan Sundari, D. (1996). Tinjauan Hasil Penelitian Tanaman Obat di Berbagai Institut III. Jakarta: Departemen Kesehatan Republik Indonesia. Halaman 63.

Suprapti, M.L. (2005). Teknologi Pengolahan Pangan Aneka Olahan Pepaya Mentah. Yogyakarta: Kanisius. Halaman 13, 16.

Taurusman, A.M. (1996). Toksisitas dan Daya Anaestesi Ekstrak Tembakau Komersial (Nicotiana tobacum) Terhadap Benih Ikan Nila Merah (Oreochromis sp.). Skripsi. Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan. Institut Pertanian Bogor. Bogor. Halaman 13-14.

Utomo, M., Amaliah, S., dan Suryati, F.A. (2010). Daya Bunuh Bahan Nabati Serbuk Biji Pepaya Terhadap Kematian Larva Aedes aegypty Isolat Laboratorium B2P2VRP Salatiga. Prosiding Seminar Nasional UNIMUS. Halaman 153.

Voight, R. (1995). Buku Pelajaran Teknologi Farmasi. Yogyakarta: UGM Press. Halaman 1027.


(59)

Wudianto, R. (2007). Petunjuk Penggunaan Pestisida. Jakarta: Penebar Swadaya. Halaman 5-6.

Wulandari, W., Sukiya., dan Suhandoyo. (2013). Efek Insektisida Decis terhadap Mortalitas dan Struktur Histologis Insang Ikan Nila Merah “Lokal Cangkringan”. Jurnal Sains Veteriner. 31(2): 252-256.

Yenie, E., Elistya, S., Kalvin, A., dan Irfhan, M. (2013). Pembuatan Pestisida Organik. Menggunakan Metode Ekstraksi Dari Sampah Daun Pepaya Dan Umbi Bawang Putih. Jurnal Teknik Lingkungan Universitas Andalas.

10(1): 46-59.

Yuantari, C., Widiarnako, B., dan Sunoko, H.R. (2013). Tingkat Pengetahuan Petani Dalam Menggunakan Pestisida. Prosiding Seminar Nasional Pengelolaan Sumber Daya Alam dan Lingkungan. Program Pasca Sarjana Universitas Diponegoro. Semarang. ISBN: 978-602-17001-1-2. Halaman 142-146.


(60)

(61)

(62)

Lampiran 3. Tumbuhan Pepaya

a. Pohon pepaya


(63)

Lampiran 4. Karakteristik Biji Pepaya dan Ekstrak Biji Pepaya

a. Biji pepaya basah


(64)

c. Serbuk biji pepaya


(65)

Lampiran 5. Hasil Pemeriksaan Mikroskopik Serbuk Simplisia Biji Pepaya

1

2

3

4

5

6

Gambar mikroskopik serbuk simplisia biji pepaya dengan perbesaran 10x10

Keterangan: 1 = berkas pembuluh (xylem) 2 = kutikula

3 = epidermis 4 = parenkim

5 = butir minyak


(66)

Lampiran 6. Bagan Pembuatan, Skrining Fitokimia, dan Karakterisasi Serbuk Simplisia

dicuci sampai bersih

dikeringkan di lemari pengering dengan suhu ± 40oC

dihaluskan

Biji Pepaya 3,5 kg

Simplisia

Serbuk simplisia biji pepaya 910 g, 10 g dibuat untuk karakterisasi dan skrining,

sisanya 900 g dibuat untuk ekstrak

Karakterisasi Simplisia: -Mikroskopik

-Makroskopik

Skrining Fitokimia: -Alkaloid

-Flavonoid -Saponin -Tanin -Glikosida


(67)

Lampiran 7. Bagan Kerja Pembuatan Ekstrak Biji Pepaya


(68)

Lampiran 8. Bagan Kerja Pengujian Ekstrak Biji Pepaya


(69)

Lampiran 9. Hasil Kematian Ikan Nila

Ikan nila yang telah keracunan (toksik)

Lampiran 10. Perhitungan Pembuatan Ekstrak Biji Pepaya

Sampel yang digunakan 900 g berat kering (simplisia) dalam 15 L air

= = = = 60.000 ppm

a.Konsentrasi 0 ppm

x 15.000 ml = 0 ml

b.Konsentrasi 2 ppm

x 15.000 ml = 0,5 ml 1 ppm = 1 = 1


(70)

c.Konsentrasi 10 ppm

x 15.000 ml = 2,5 ml d.Konsentrasi 50 ppm

x

15.000 ml = 12,5 ml e.Konsentrasi 250 ppm

x 15.000 ml= 62,5 ml f.Konsentrasi 1.250 ppm

x 15.000 ml = 312,5 ml g.Konsentrasi 6.250 ppm

x 15.000 ml = 1562,5 ml


(71)

a. Uji pendahuluan

b. Hasil Penentuan LC50


(72)

Lampiran 12. Alat Aerator


(73)

Lampiran 13. Perhitungan Nilai LC50 dengan Analisis Farmakope

Ulangan I Konsentrasi

(ppm)

Log Dosis

Hidup Mati ∑ mati Pi ∑ Pi

0 0 0 0 0 0

2 0,3 0 0 0 0

10 1 0 0 0 0 1,7

50 1,7 0 0 0 0

250 2,4 8 2 20 0,2

1250 3,1 5 5 50 0,5

6250 3,8 0 10 100 1

∑ mati = Total jumlah ikan seluruhnya (60 ekor)

= 100

= 60

Pi = % kematian ikan uji dari ∑ mati , contohnya : = 0,36

∑ Pi = Jumlah Pi ( % kematian ikan yang diuji)

m = a- b (∑Pi – 0,5)

a = dosis terendah yang dapat menyebabkan kematian 100 % b = beda log dosis yang berurutan

m = a- b (∑Pi – 0,5) LC50 = anti log m

m = 3,8 – 0,7 (1,7 – 0,5) LC50 = anti log 2,96

m = 3,8 – 0,7 (1,2) LC50 = 912,01 ppm

m = 3,8 – 0,84 m = 2,96


(74)

Ulangan II Konsentrasi

(ppm)

Log Dosis

Hidup Mati ∑ mati Pi ∑ Pi

0 0 0 0 0 0

2 0,3 0 0 0 0

10 1 0 0 0 0 1,8

50 1,7 0 0 0 0

250 2,4 7 3 30 0,3

1250 3,1 5 5 50 0,5

6250 3,8 0 10 100 1

m = a- b ((∑Pi – 0,5) LC50 = anti log m

m = 3,8 – 0,7 (1,8 – 0,5) LC50 = anti log 2,89

m = 3,8 – 0,7 (1,3) LC50 = 776,24 ppm

m = 3,8 – 0,91 m = 2,89

Ulangan III Konsentrasi

(ppm)

Log Dosis

Hidup Mati ∑ mati Pi ∑ Pi

0 0 0 0 0 0

2 0,3 0 0 0 0

10 1 0 0 0 0 1,8

50 1,7 0 0 0 0

250 2,4 8 2 20 0,2

1250 3,1 4 6 60 0,6

6250 3,8 0 10 100 1

m = a- b ((∑Pi – 0,5) LC50 = anti log m

m = 3,8 – 0,7 (1,8 – 0,5) LC50 = anti log 2,89

m = 3,8 – 0,7 (1,3) LC50 = 776,24 ppm

m = 3,8 – 0,91 m = 2,89


(75)

Lampiran 14. Hasil Penentuan LC50 Terhadap Kematian Ikan Nila

Waktu Kelompok Jumlah ikan yang mati Perlakuan ke-1 Kontrol -

2 ppm -

10 ppm -

50 ppm -

250 ppm 2 ekor 1250 ppm 5 ekor 6250 ppm 10 ekor Perlakuan ke-2 Kontrol -

2 ppm -

10 ppm -

50 ppm -

250 ppm 3 ekor 1250 ppm 5 ekor 6250 ppm 10 ekor Perlakuan ke-3 Kontrol -

2 ppm -

10 ppm -

50 ppm -

250 ppm 2 ekor 1250 ppm 6 ekor 6250 ppm 10 ekor


(1)

c.Konsentrasi 10 ppm

x 15.000 ml = 2,5 ml

d.Konsentrasi 50 ppm

x

15.000 ml = 12,5 ml

e.Konsentrasi 250 ppm

x

15.000 ml= 62,5 ml f.Konsentrasi 1.250 ppm

x 15.000 ml = 312,5 ml

g.Konsentrasi 6.250 ppm

x 15.000 ml = 1562,5 ml


(2)

a. Uji pendahuluan

b. Hasil Penentuan LC50


(3)

Lampiran 12. Alat Aerator


(4)

Lampiran 13. Perhitungan Nilai LC50 dengan Analisis Farmakope Ulangan I Konsentrasi (ppm) Log Dosis

Hidup Mati ∑ mati Pi ∑ Pi

0 0 0 0 0 0

2 0,3 0 0 0 0

10 1 0 0 0 0 1,7

50 1,7 0 0 0 0

250 2,4 8 2 20 0,2

1250 3,1 5 5 50 0,5

6250 3,8 0 10 100 1

∑ mati = Total jumlah ikan seluruhnya (60 ekor)

= 100 = 60

Pi = % kematian ikan uji dari ∑ mati , contohnya : = 0,36 ∑ Pi = Jumlah Pi ( % kematian ikan yang diuji)

m = a- b (∑Pi – 0,5)

a = dosis terendah yang dapat menyebabkan kematian 100 % b = beda log dosis yang berurutan

m = a- b (∑Pi – 0,5) LC50 = anti log m m = 3,8 – 0,7 (1,7 – 0,5) LC50 = anti log 2,96 m = 3,8 – 0,7 (1,2) LC50 = 912,01 ppm m = 3,8 – 0,84


(5)

Ulangan II Konsentrasi

(ppm)

Log Dosis

Hidup Mati ∑ mati Pi ∑ Pi

0 0 0 0 0 0

2 0,3 0 0 0 0

10 1 0 0 0 0 1,8

50 1,7 0 0 0 0

250 2,4 7 3 30 0,3

1250 3,1 5 5 50 0,5

6250 3,8 0 10 100 1

m = a- b ((∑Pi – 0,5) LC50 = anti log m m = 3,8 – 0,7 (1,8 – 0,5) LC50 = anti log 2,89 m = 3,8 – 0,7 (1,3) LC50 = 776,24 ppm m = 3,8 – 0,91

m = 2,89

Ulangan III Konsentrasi

(ppm)

Log Dosis

Hidup Mati ∑ mati Pi ∑ Pi

0 0 0 0 0 0

2 0,3 0 0 0 0

10 1 0 0 0 0 1,8

50 1,7 0 0 0 0

250 2,4 8 2 20 0,2

1250 3,1 4 6 60 0,6

6250 3,8 0 10 100 1

m = a- b ((∑Pi – 0,5) LC50 = anti log m m = 3,8 – 0,7 (1,8 – 0,5) LC50 = anti log 2,89 m = 3,8 – 0,7 (1,3) LC50 = 776,24 ppm m = 3,8 – 0,91


(6)

Lampiran 14. Hasil Penentuan LC50 Terhadap Kematian Ikan Nila

Waktu Kelompok Jumlah ikan yang mati

Perlakuan ke-1 Kontrol -

2 ppm -

10 ppm -

50 ppm -

250 ppm 2 ekor

1250 ppm 5 ekor

6250 ppm 10 ekor

Perlakuan ke-2 Kontrol -

2 ppm -

10 ppm -

50 ppm -

250 ppm 3 ekor

1250 ppm 5 ekor

6250 ppm 10 ekor

Perlakuan ke-3 Kontrol -

2 ppm -

10 ppm -

50 ppm -

250 ppm 2 ekor

1250 ppm 6 ekor