EFEKTIFITAS GEL EKSTRAK DAUN PEPAYA ( Carica papaya L.) 75% TERHADAP PENYEMBUHAN LUKA AKIBAT EFEK SAMPING BAHAN BLEACHING (DITINJAU DARI DIAMETER LUKA DAN JUMLAH SEL PMN )

(1)

TERHADAP PENYEMBUHAN LUKA AKIBAT EFEK SAMPING BAHAN BLEACHING (DITINJAU DARI DIAMETER LUKA

DAN JUMLAH SEL PMN )

Disusun untuk Memenuhi Sebagian Syarat Memperoleh Derajat Sarjana Kedokteran Gigi pada Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan

Universitas Muhammadiyah Yogyakarta

Disusun oleh : NOVIA ARISANDI

20120340088

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN DOKTER GIGI FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN

UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH YOGYAKARTA 2016


(2)

i

TERHADAP PENYEMBUHAN LUKA AKIBAT EFEK SAMPING BAHAN BLEACHING (DITINJAU DARI DIAMETER LUKA

DAN JUMLAH SEL PMN )

Disusun untuk Memenuhi Sebagian Syarat Memperoleh Derajat Sarjana Kedokteran Gigi pada Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan

Universitas Muhammadiyah Yogyakarta

Disusun oleh : NOVIA ARISANDI

20120340088

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN DOKTER GIGI FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN

UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH YOGYAKARTA 2016


(3)

ii

EFEKTIFITAS GEL EKSTRAK DAUN PEPAYA ( Carica papaya L.) 75% TERHADAP PENYEMBUHAN LUKA AKIBAT EFEK SAMPING

BAHAN BLEACHING ( DITINJAU DARI DIAMETER LUKA DAN JUMLAH SEL PMN)

Disusun Oleh: NOVIA ARISANDI

20120340088

Telah disetujui dan diseminarkan pada tanggal 30 Mei 2016

Dosen Pembimbing Dosen Penguji

Mengetahui,

Ketua Program Studi Pendidikan Dokter Gigi FKIK Universitas Muhammadiyah Yogyakarta

drg. Hastoro Pintadi, Sp.Pros NIK : 19680212200410 173 071 drg. Any Setyawati, Sp.KG

NIK : 19741202200710173084

drg. Sartika Puspita, MDSc NIK : 19791028200910173109


(4)

iii

Saya yang bertanda tangan dibawah ini Nama : Novia Arisandi

NIM : 20120340088

Program Studi : Pendidikan Dokter Gigi

Fakultas : Kedokteran dan Ilmu Kesehatan

Menyatakan bahwa Karya Tulis Ilmiah yang saya tulis ini benar–benar merupakan hasil karya sendiri dan belum diajukan dalam bentuk apapun kepada perguruan tinggi manapun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dalam karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam daftar pustaka dibagian akhir Karya Tulis Ilmiah ini. Apabila dikemudian hari terbukti atau dapat dibuktikan Karya Tulis Ilmiah ini hasil jiplakan, maka saya bersedia menerima sanksi atas perbuatan tersebut.

Yogyakarta, 30 Mei 2016 Yang membuat pernyataan, Tanda tangan

Novia Arisandi


(5)

iv


(6)

v

Kupersembahkan Karya Tulis Ilmiah ini kepada :

Ibunda tercinta, Nani Sumaryani, S.Pd. Terimakasih atas segala pengorbanan dan do’a yang selalu mengalir di setiap waktu, semoga semua doa’ yang selalu

di panjatkan akan selalu menjaga dan membimbing ku dalam setiap langkah dalam memperjuangkan cita-cita

sebagai dokter gigi.

Ayahanda tercinta, Bapak Drs.Hani Rosandi, M.Kes. Terimakasih telah mengajarkan untuk tetap kuat serta selalu memberikan semangat agar terus


(7)

vi

Puji syukur kepada Allah SWT yang telah melimpahkan rahmat dan hidayahNya, sehingga penulis dapat menyelesaikan Karya Tulis Ilmiah yang

berjudul “Efektifitas Gel Ekstrak Daun Pepaya (Carica papaya L.) 75% Terhadap Penyembuhan Luka Akibat Efek Samping Bahan Bleaching (Ditinjau Dari Diameter Luka dan Jumlah Sel PMN). Selama dalam penulisan Karya Tulis Ilmiah ini penulis tak lepas dari bimbingan, dukungan, dan kerjasama dari berbagai pihak, untuk itu penulis mengucapkan terimakasih kepada:

1. dr. H. Ardi Pramono, Sp. An, M.kes, selaku dekan Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan Universitas Muhammadiyah Yogyakarta

2. drg. Hastoro Pintadi, Sp.Pros, selaku ketua prodi kedokteran gigi, Universitas Muhammadiyah Yogyakarta.

3. drg. Any Setyawati,Sp.KG, selaku dosen pembimbing yang telah memberikan bimbingan dan motivasi dalam penulisan Karya Tulis Ilmiah ini. 4. drg. Sartika Puspita,MDSc, selaku Dewan Pembimbing Akademik sekaligus sebagai dosen penguji yang senantiasa memberikan bimbingan, nasehat, dan motivasi.

5. drg. Dwi Aji Nugraha ,M.DSc, selaku penanggung jawab blok 17 yang selalu memberikan semangat dan motivasi kepada seluruh mahasiswa.

6. Seluruh pihak Laboratorium Patologi Anatomi Universitas Gadjah Mada, yang telah membantu dalam penelitian ini.

7. Seluruh pihak Laboratorium Farmasi Universitas Gadjah Mada, yang telah membantu dalam penelitian ini.

8. Seluruh pihak Laboratorium Hitologi Universitas Muhammadiyah Yogyakarta yang telah membantu dalam penelitian ini.

9. Seluruh jajaran dosen KG 2012 yang telah memberikan banyak ilmu dan selalu memotivasi dalam menyelesaikan Karya Tulis Ilmiah ini.

10. Ibu Nani Sumaryani, S.pd, selaku ibu dari penulis yang telah memberukan dorongan dan motivasi dalam menyelesaikam karya tulis ilmiah ini.


(8)

vii

ini.

12. Kris Benino Raditya, S.P, selaku kakak dari penulis yang senantiasa memberikan perhatian dan dukungan.

13. Teman-teman satu bimbingan akademik yang selalu memberikan dukungan dan semangat dalam menyelesaikan Karya Tulis Ilmiah ini.

14. Teman-teman satu payungan, Peruca Dwi lestari , Alan Hendrawan dan Adhila Sintia Dhevi atas kerjasamanya dan selalu memberikan semangat dalam menyelesaikan Karya Tulis Ilmiah ini.

15. Lisa Lamusul Afiyah, terimakasih atas segala bantuan dan dukungan selama ini dalam menyelesaikan Karya Tulis Ilmiah ini.

16. Yoga Riyan Irawan,ST, terimakasih atas segala motivasi dan dukungannya selama ini dalam menyelesaikan KTI ini.

17. Temen-temen KG 2012 yang selalu bersama-sama mendukung satu sama lain, semoga sukses selalu.

Semoga kebaikan dan bantuan yang telah diberikan kepada penulis mendapat balasan dan rahmat dari Allah SWT. Penulisan Karya Tulis Ilmiah ini masih jauh dari sempurna, oleh karena itu penulis mengharapkan kritik dan saran yang membangun demi sempurnanya Karya Tulis Ilmiah ini. Semoga Karya Tulis Ilmiah ini dapat memberikan manfaat bagi kemajuan ilmu pengetahuan dalam bidang kedoteran gigi.

Yogyakarta, 30 Mei 2016 Penulis,


(9)

viii

HALAMAN PENGESAHAN ... ii

PERNYATAAN KEASLIAN TULISAN ... iii

MOTTO ... iv

HALAMAN PERSEMBAHAN ... v

KATA PENGANTAR ... vi

DAFTAR ISI ... viii

DAFTAR GAMBAR ... x

DAGTAR TABEL ... xi

ABSTRACT ... xii

INTISARI ... xiii

BAB I PENDAHULUAN A.Latar Belakang ... 1

B.Perumusan Masalah ... 5

C.Tujuan Penelitian ... 5

D.Manfaat Penelitian ... 6

E.Keaslian Penelitian. ... 7

BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Telaah pustaka ... 10

1. Warna Gigi ... 10

2. Bleaching... 12

3. Efek Samping Bleaching ... 15

4. Luka Bakar Zat Kimia ... 16

5. Luka Rongga mulut ... 17

6. Penyembuhan Luka ... 17

7. Peranan Sel PMN (Polimorfonuklear ) ... 20

8. Pengobatan topikal terhadap luka ... 21

9. Obat Tradisional ... 22

10.Carica papaya Linn ( Pepaya ) ... 23

11.Ekstrak... 25

12.Gel ... 27

13.Tikus Putih (Rattus norvegicus) Galur Sprague Dawley ... 27

B. Landasan Teori ... 30

C. Kerangka konsep ... 32

D. Hipotesis ... 33

BAB III METODE PENELITIAN A. Desain Penelitian ... 34

B. Tempat dan Waktu ... 34

C. Subyek Penelitian ... 35

D. Kriteria Inklusi dan Ekslusi ... 36


(10)

ix

I. Etika Penelitian ... 48 J. Alur Penelitian ... 50 BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

A. Gambaran Umum Penelitian ... 51 B. Hasil ... 53 C. Pembahasan... 67 BAB V

A. Kesimpulan ... 73 B. saran ... 73 DAFTAR PUSTAKA ... 75 LAMPIRAN


(11)

x

Gambar 2. Tikus Putih(Rattus norvegicus) Galur Sprague Dawley ... 27

Gambar 3. Kerangka Konsep ... 32

Gambar 4. Pembuatan Gel ... 43

Gambar 5. Alur Penelitian ... 50

Gambar 6 Pasca Induksi Luka... 53

Gambar 7 Diameter Luka pada hari ke-1 ... 54

Gambar 8 Diameter luka pada hari ke-3 ... 54

Gambar 9 Diameter luka pada hari ke-5 ... 55

Gambar 10 Diameter luka pada hari ke-7 ... 55

Gambar 11 Salah satu sel PMN yang ditemukan pasca induksi luka ... 60

Gambar 12 Jumlah sel PMN pada hari ke- 1 ... 60

Gambar 13 Jumlah sel PMN pada hari ke- 3 ... 61

Gambar 14 Jumlah sel PMN pada hari ke- 5 ... 61

Gambar 15 Jumlah sel PMN pada hari ke- 7 ... 66

Gambar 16. Diameter luka pasca induksi bahan hidrogen peroksida 35% sebelum diberikan perlakuan obat ... 67

Gambar 17. Peningkatan jumlah sel PMN pasca induksi luka sebelum diberikan perlakuan obat ... 68


(12)

xi

Jantan.………...56

Tabel 2 : Hasil Uji Normalitas Shapiro-Wilk Pada Pengukuran Diameter Luka

tikus spraguey dawley jantan………….……….………....57

Tabel 3 : Hasil Uji homogenitas Pengukuran Diameter Luka Tikus Spraguey

Dawley Jantan ………58

Tabel 4 : Hasil Uji One Way Anova Pada Pengukuran Diameter Luka Tikus Spraguey Dawley Jantan ………....58 Tabel 5 : Hasil Uji Post Hoc LSD Diameter Luka Tikus Spraguey Dawley

Jantan ………..………....…59

Tabel 6 : Jumlah Sel PMN Tikus Spraguey Dawley Jantan ………..62 Tabel 7 : Hasil Uji Normalitas Shapiro-Wilk data Jumlah Sel PMN ……..…..64 Tabel 8 : Hasil Uji Homogenitas pada jumlah sel PMN ………...64 Tabel 9 : Hasil uji One Way Anova Jumlah Sel PMN ………..65 Tabel 10 : Tabel 10.Hasil Uji Post Hock LSD Kelompok Perlakuan……....…66


(13)

(14)

contents is 35% Hydrogen Peroxide. Hydrogen proxide could damage gingiva. Damaged gingiva will undergo healing process through some phases, one of them is inflamtion phase. In this phase, PMN has the biggest role. Drugs are sometimes required to accelerate healing process, one of them is traditional drugs such as papaya leaf (Carica papaya L) which contains antiinflamatory agent can accelerate healing process.

Aim : This research was aimed to evaluate the effectiveness of 75% papaya leaf (Carica papaya L) gel extract in accelerating healing process of damaged gingiva caused by hydrogen peroxide application (through PMN number and wound diameter observation)

Method : This research was an invivo, experimental laboratories using male rat (Sprague dawley). In total 30 of 3-4 month rats, with 250-300 grams of body weight were involved and divided into 3 groups. Group 1 is positive control group, given only kenalog, group 2 were given 75% papaya leaf (Carica papaya L) gel extract, and group 3 were given only aquades as negative control group. All subject were exposed to leave wound, then treated regarding their group after 24 hours for 7 days. post treatment on day 1, 3, 5 and 7, diameter of the wound was measured and one of rats from each group would be euthanized and cutting mandible jaw for observed histologically to count PMN number. Data were analyzed using Saphiro- wilk normality test and Levene Variance homogenity test, followed with one way anova and compared using Least Significant Differences. Result : Shapiro Wilk normality test results obtained significance value of wound diameter and PMN cell counts ( p - value> 0.05) , indicating that the data of the wound diameter and PMN cells number have a normal data distribution . One way ANOVA analysis showed wound diameter in all three groups was p = 0.001 ( p < 0.05 ) while in PMN cells number in all three groups was p = 0.039 ( p < 0.05 ) , so there were differences of wound diameters and the number of PMN cells among all groups . Least Significant Differences analysis showed Group I and II have significant values are not much different.

It is concluded that 75% papaya leaf (Carica papaya L) gel extract could accelerate healing process of damaged gingiva caused by bleaching.


(15)

bahan kimia. Salah satu kandungan bahan bleaching adalah hidrogen peroksida 35%. Penggunaan bleaching dapat mengakibatkan gingiva mengalami luka karena hidrogen peroksida bersifat iritatif. Gingiva akan mengalami penyembuhan luka, dan melewati beberapa fase salah satunya adalah fase inflamasi. Pada fase inflamasi ini sel yang paling bereperan adalah sel PMN. Obat tradisional yang banyak ditemukan di sekitar kita yang mengandung zat antiinflamasi seperti daun papaya (carica papaya L.) mampu untuk mempercepat proses penyembuhan luka. Tujuan penelitian: Untuk mengetahui efektifitas gel ekstrak daun papaya (carica papaya L.) 75% dalam proses penyembuhan luka akibat bahan bleaching hidrogen peroksida ( ditinjau dari diameter luka dan jumlah sel PMN).

Metode penelitian: Metode yang dilakukan eksperimental laboratories in vivo pada hewan uji tikus (Sprague Dawley) jantan. Tiga puluh tiga tikus usia 3-4 bulan dengan berat badan 250-300 gram masing-masing dibagi menjadi tiga kelompok perlakuan. Kelompok I kontrol positif menggunakan kenalog , kelompok II menggunakan gel ekstrak daun papaya (carica papaya L.) 75% dan kelompok III kontrol negative menggunakan aquades. Semua tikus diberikan induksi luka lalu setelah 24 jam diberikan perlakuan sesuai dengan kelompoknya , perlakuan dilakuan setiap hari selama 7 hari. Pada hari ke-1 , ke-3 ke-5 dan ke- 7 pasca diberi perlakuan tikus di ukur diameter lukanya lalu diambil satu tikus secara acak dari masing-masing kelompok untuk dilakukan pemotongan rahang mandibula sebagai bahan untuk pembuatan preparat dan di hitung jumlah sel PMN. Data analisis menggunakan uji normalitas Saphiro-wilk , dan uji homogenitas dengan Levene Variance Test kemudian data dianalisis menggunakan One Way Anova lalu data dibandingkan dengan Least Significant Difference.

Hasil penelitian: Hasil uji Saphiro-Wilk data sel PMN dan diameter luka adalah p>0,05, sehigga distribusi data normal. Uji one way anova pada data diameter luka adalah p=0,001 (p<0,05) dan pada data jumlah sel PMN adalah p=0.039. Hasil Least Significant Differences pada ketiga kelompok adalah keompok I dan II memiliki signifikan yang tidak jauh berbeda .

Kesimpulan penelitian ini adalah gel ekstrak daun papaya (carica papaya L.)75% dapat mempercepat proses penyembuhan luka akibat bahan bleaching hidrogen peroksida.

Kata kunci : Daun Pepaya, Bleaching, Penyembuhan Luka, Sel PMN, Diameter luka


(16)

1

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Perubahan warna gigi (diskolorasi) menjadi masalah estetik yang sering mendorong seseorang untuk mencari perawatan (Walton dan Torabinejad, 2008). Seperti dalam penelitian Farahanny (2009) dalam beberapa tahun terakhir ini , ketertarikan pasien justru lebih tertuju terhadap perawatan gigi estetik. Salah satunya adalah tindakan pemutihan gigi atau dalam dunia kedokteran gigi disebut sebagai bleaching , karena sesuai kebutuhan masyarakat saat ini (Hendari, 2009). Beberapa dokter gigi dan pasien lebih suka melakukan pemutih gigi di praktek dokter gigi (office bleaching) atau dapat juga dilakukan oleh pasien sendiri (at-home bleaching) (Farahanny, 2009). Karbamid peroksida dan hidrogen peroksida dengan konsentrasi rendah digunakan sebagai bahan aktif dalam bleaching (Ferit dkk., 2011)

Hidrogen peroksida merupakan oksidator kuat dan dalam bentuk alami, hidrogen peroksida adalah asam kuat dan menghasilkan oksigen yang lebih kuat sebagai radikal bebas. Jika kondisi pH dibawah netral, pada proses penguraian hidrogen peroksida tidak akan membentuk oksigen aktif seperti yang diharapkan, sehingga pengubahan pH menjadi lebih basa akan menghasilkan oksigen aktif sebagai radikal bebas yang lebih kuat yang bermanfaat mempunyai efek pemutihan gigi lebih besar (Hendari, 2009).


(17)

Karena pH larutan mempengaruhi kekuatan H2O2, maka larutan ini di buffer untuk pH 9.5 - 10.8 agar menghasilkan lebih banyak radikal bebas (Wagner, 1999). Radikal bebas ini akan bereaksi dengan ikatan tidak jenuh dan menyebabkan gangguan konjugasi elektron dan perubahan penyerapan energi pada molekul organik dalam struktur gigi (email, dentin). Molekul gigi berubah struktur kimianya dengan tambahan oksigen dan akan membentuk molekul organik email yang lebih kecil dengan warna yang lebih terang sehingga menghasilkan efek pemutihan dan gigi menjadi lebih bercahaya (Hendari, 2009). Hidrogen peroksida yang biasa digunakan pada bleaching tersedia dalam berbagai konsentrasi, yaitu salah satunya adalah konsentrasi 35%. Cairan yang memiliki konsentrasi tinggi ini harus ditangani dengan hati-hati (Walton dan Torabinejad,1997). Hidrogen peroksida lebih sering dipilih sebab penetrasi hidrogen peroksida pada gigi lebih cepat daripada karbamid peroksida (Hendari, 2009). Ada 2 efek samping yang paling sering terjadi yaitu gigi sensitif dan luka pada gingiva (Farahanny, 2009). Hidrogen peroksida merupakan bahan dalam kedokteran gigi yang merupakan bahan yang tajam dan dapat menyebabkan gingiva terbakar dan mengelupas (Walton dan Torabinejad, 2008)

Luka adalah hilang atau rusaknya sebagian jaringan tubuh. Keadaan ini dapat disebabkan oleh trauma benda tajam atau tumpul, perubahan suhu, zat kimia, ledakan, sengatan listrik, atau gigitan hewan (Sjamsuhidayat dan jong, 2012). Luka akan menimbulkan suatu masalah jika tidak ditangani dengan baik dan segera sehinga akan menimbulkan luka kronik (Sabirin dkk., 2013 ).


(18)

Penyembuhan luka merupakan sebuah proses transmisi yang merupakan salah satu proses paling kompleks dalam fisiologi manusia yang melibatkan serangkaian reaksi dan interaksi kompleks antara sel dan mediator (Prasetyono, 2009). Penyembuhan luka dapat dibagi ke dalam tiga fase, yaitu fase inflamasi, proliferasi, dan remodeling yang merupakan pembentukan ulang jaringan (Sjamsuhidayat dan Jong, 2012). Sel PMN (neutrofil) jarang ditemukan dalam jaringan ikat normal, dan akan berjumlah banyak pada saat fase inflamasi (Bloom dan Fawcett, 2002).

Upaya untuk mempercepat penyembuhan luka biasanya menggunakan obat-obatan kimia (Krasteva dkk., 2010). Menurut literatur, penggunaan topikal kortikosteroid dianjurkan untuk pengobatan terhadap ulserasi pada mukosa mulut. Topikal kortikosteroid berfungsi sebagai agen anti-inflamasi. Topikal kortikosteroid dapat berupa triamcinolone acetonide 0,1%, kenalog in orabase, salep hydrocortisone acetate 1% dan salep bethamethasone dipropionate 0,05% (Savage dan Mccullogh, 2005).

Suatu penyakit turun pasti ada obatnya seperti yang dikatakan dalam hadist (HR. Muslim) yang berbunyi :

“Setiap penyakit pasti memiliki obat. Bila sebuah obat sesuai dengan penyakitnya maka dia akan sembuh dengan seizin Allah Subhanahu wa Ta’ala.” (HR. Muslim).

Sebagaiman tersirat dalam hadist (HR.Muslim) tersebut bahwa suatu penyakit diturunkan pasti ada obatnya , namun sebaik-baiknya obat yang


(19)

sesungguhnya yang menurunkan penyakit adalah Allah dan yang akan

menyembuhkan pun adalah Allah Subhanahu wa Ta’ala. Sedangkan segala

sesuatu yang ada di bumi ini hanyalah sebagai perantara-nya dan ketika kita diberikan suatu penyakit selain kita berusaha mencari pengobatan maka akan percuma jika tidak pernah berdo’a dan memohon ampunan serta kesembuhan kepada-nya maka tiadalah yang maha sempurna selain Allah Subhanahu wa

Ta’ala.

Di Indonesia, dikenal sebagai surganya tanaman yang salah satu fungsi dari tanaman adalah sebagai obat herbal. Terdapat lebih dari 20.000 jenis tumbuhan obat, namun baru 1.000 jenis tanaman telah terdata dan baru sekitar 300 jenis yang sudah dimanfaatkan untuk pengobatan tradisional (Hariana, 2008). Tanaman tradisional yang dapat digunakan sebagai pengobatan alternatif adalah daun pepaya (Carica papaya L.). Daun pepaya mengandung senyawa aktif yaitu enzim papain dan flavonoid sebagai anti radang. Penelitian sebelumnya menyatakan enzim papain bekerja sama dengan vitamin A, C dan E untuk mencegah radang, sedangkan flavonoid menghambat enzim siklooksigenase dan lipooksigenase (Aldelian dkk., 2013). Kandungan flavonoid, tannin, dan saponin pada buah memiliki potensi antiinflamasi melalui penghambatan denaturasi protein. Denaturasi protein merupakan salah satu penyebab terjadinya inflamasi ( Erianti dkk., 2015). Seperti yang dikatakan oleh Dewoto (2007) obat tradisional Indonesia merupakan warisan budaya bangsa sehingga perlu dilestarikan, diteliti dan dikembangkan.


(20)

Tumbuhan yang diciptakan Allah SWT sangatlah berlimpah dan beraneka ragam bentuk dan manfaatnya, sesuai dalam Al-qur’an surat Asy -Syuara ayat 7 yang berbunyi :

مي ك جْ ّلك ْنم ا يف انْتبْنأ ْمك ضْر ْْا ىلإ اْ ي ْمل أ

Artinya, “dan apakah mereka tidak memperlihatkan bumi, betapa kami

tumbuhkan di bumi itu berbagai macam (tumbuh-tumbuhan) yang baik”.

Sebagaimana tersirat dalam ayat di atas, bahwa Al-qur’an telah memberitahu kita bahwa Allah SWT telah menciptakan begitu banyak tumbuhan yang dapat kita manfaatkan. Al-qur’an mengajarkan kepada kita agar senantiasa terus memelihara lingkungan kita, karena Allah SWT telah menciptakan segala sesuatunya itu untuk dijaga dan dipelihara dengan sebaik-baiknya sebagai amanah yang diberikan pada umat manusia di dunia.

B. Perumusan Masalah

Apakah pemberian gel ekstrak daun pepaya (Carica papaya L.) konsentrasi 75% efektif terhadap penyembuhan luka akibat efek samping bleaching hidrogen peroksida 35% ditinjau dari diameter luka dan jumlah sel pmn nya ?

C. Tujuan Penelitian

Tujuan dilakukan penelitian ini adalah sebagai berikut : 1. Tujuan umum

Mengetahui efektifitas gel ekstrak daun pepaya (Carica papaya L.) konsentrasi 75% dalam mempercepat penyembuhan luka gingiva pada tikus (Sprague Dawley) jantan yang di akibat bahan bleaching


(21)

kandungan hidrogen peroksida 35% . 2. Tujuan khusus

Mengetahui efektifitas gel ekstrak daun pepaya (Carica papaya L.) konsentrasi 75% terhadap penurunan diameter luka dan penurunan jumlah sel PMN pada gingiva tikus (Sprague dawley) jantan yang diakibatkan oleh bahan bleaching kandungan hidrogen peroksida 35%. D. Manfaat Penelitian

Manfaat dilakukan penelitian ini adalah sebagai berikut : 1. Bagi peneliti

Menambah pengalaman, mendapat informasi baru tentang manfaat gel ekstrak daun pepaya (Carica papaya L.) sebagai terapi alternatif dalam penyembuhan luka pada gingiva akibat efek samping bleaching kandungan hidrogen peroksida 35%.

2. Bagi masyarakat

Menambah wawasan publik tentang terapi alternatif dalam upaya menmpercepat penyembuhan luka gingiva akibat efek samping bleaching kandungan hidrogen peroksida 35% menggunakan ekstrak daun pepaya (Carica papaya L.).

3. Bagi ilmu pengetahuan

Memberikan informasi baru dalam kedokteran gigi dan penelitian ini diharapkan menjadi acuan dalam melakukan penelitian selanjutnya mengenai terapi alternatif dalam penyembuhan luka gingiva.


(22)

E. Keaslian Penelitian

1. “Efek Konsentrasi Ekstrak Buah Adas (Foeniculum vulgare Mill.) Topikal Pada Epitalisasi Penyembuha Luka Gingiva Labial Tikus Sprague Dawley In Vivo”oleh Indraswary pada tahun 2010. Metode penelitian yang dipakai adalah studi penelitian eksperimental murni. Perlukaan dibuat pada gingiva bagian labial dibawah kedua gigi anterior mandibula dengan menggunakan punch biopsy berdiameter 2,5 mm hingga kedalaman mencapai tulang alveolar. Konsentrasi yang diuji adalah konsentrasi 10%, 20%, 40% dan 60%. Hasil dari penelitian ini menyatakan bahwa pada konsentrasi 40% merupakan konsentrasi terbaik dalam proses penyembuhan luka gingiva tikus Spraque dawley. Persamaan dengan penelitian ini adalah jenis tikus yang dipakai adalah Sprague dawley dan lokasi perlukaan di bagian gingiva tikus, sedangkan perbedaanyanya adalah bahan ekstrak yang digunakan adalah ekstrak daun pepaya (Carica papaya L.) serta metode perlukaan yang dipakai adalah dengan cara perlukaannya adalah akibat efek samping bleaching kandungan hidrogen peroksida35% dengan pengamatan diameter luka. 2. “Uji Efek Analgesik Ekstrak Daun Pepaya (Carica pepaya (L.) Pada

Mencit (Mus musculus)” oleh Lasarus dkk pada tahun 2012. Metode yang diapakai adalah eksperimental laboratories pada mencit. Cara perlukaan pada penelitian ini adalah mencit dimasukkan kedalam gelas beker yang telah dipanaskan dalam water bath yang berisi air dengan suhu 550 C. Berdasarkan hasil penelitian uji efek analgesik ekstrak daun pepaya pada


(23)

mencit menunjukan bahwa ekstrak daun pepaya memiliki efek analgesik pada mencit. Persamaan dengan penelitian yang akan dilakukan adalah menguji ekstrak daun papaya (Carica papaya L.) dan metode yang dipakai sama yaitu eksperimental laboratories , sedangkan untuk perbedaanya adalah hewan uji yang dipakai adalah tikus (Sprague Dawley ) jantan dan akan menguji efektifitas sebagai antiinflamasi yang terkandung pada daun papaya terhadap luka yang diakibatkan oleh efek samping bleaching kandungan hidrogen peroksida 35% dengan pengamatan diameter luka. 3. Efek Pemberian Ekstrak Daun Pepaya Muda (Carica papaya) Terhadap

Jumlah Sel Makrofag Pada Gingiva Tikus Wistar Yang Diinduksi Porphyromonas gingivais” oleh Aldelina dkk pada tahun 2013. Metode penelitian yang dipakai adalah Penelitian ini merupakan penelitian eksperimental laboratoris. Data yang diperoleh dari penelitian ini diuji parametric dengan menggunakan uji One way Anova. Bila terdapat perbedaan kemudian dilanjutkan dengan uji LSD (Least Significance Diference). Perlukaan yang dilakukan adalah memberi wire ligature pada gigi M kiri rahang bawah dan induksi P. gingivalis pada sulkus gingival seminggu 3x selama 3 minggu sebanyak 0,02ml. Konsentrasi ekstrak daun papaya yang di uji adalah 25%, 50%, 75% dengan hasil yang di dapat adalah ekstrak daun pepaya muda (Carica papaya) mempunyai kemampuan untuk menurunkan jumlah sel makrofag pada gingiva tikus wistar yang diinduksi P.gingivais melalui aktifitas antibakteri dan antiinflamasi pada konsentrasi 75%. Persamaannya adalah metode


(24)

penelitiannya adalah eksperimental laboratories dan analisa data yang digunakan adalah one way anova serta ekstrak yang akan dipakai sama yaitu daun pepaya (Carica papaya L.). Perbedaan yang dimiliki dengan penelitian yang akan dilakukan adalah jenis tikus yang digunakan yaitu tikus (Sprague Dawley) jantan dengan perlukaan yang merupakan efek samping bleaching hidrogen peroksida 35% selain itu pengamatan yang dilakukan berbeda yaitu pengukuran diameter luka.


(25)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Telaah Pustaka 1. Warna Gigi

a. Definisi Warna Gigi

Warna alami enamel adalah putih translusen dan warna struktur gigi di bawah enamel cenderung tampak. Dentin berada di bawah enamel, dengan warna normal kekuningan, tetapi oleh karena struktur porous dan adanya persyarafan gigi akan menembus warna dentin yang menyebabkan warna gigi menjadi lebih gelap sampai kearah kuning kecoklatan (Spiller, 2005)

b. Diskolorasi

1) Definisi diskolorasi

Diskolorasi merupakan terjadinya perubahan warna pada gigi. Perubahan warna gigi di bagian anterior merupakan problem estetik yang sering mendorong pasien untuk melakukan perawatan. Meskipun terdapat perawatan secara restoratif seperti pembuatan mahkota atau vinir atau pelapisan, namun diskolorasi dapat dirawat secara keselurahan atau sebagian dengan menggunakan teknik

bleaching. Prosedur bleaching termasuk dalam perawatan

konservatif, pelaksaannya relative lebih sederhana, dan lebih murah (Walton dan Torabinejad, 2008)


(26)

2) Klasifikasi diskolorasi menurut (Grossman dkk., 1995) a) Diskolorasi Ekstrinsik

Diskolorasi ekstrinsik merupakan perubahan warna yang terjadi di luar permukaan gigi yang biasanya diakibatkan faktor lokal, seperti noda atau stain tembakau. Diskolorasi jenis ini lebih mudah dilakukan perawatan pemutihan gigi (Walton dan Torabinejad,1997)

b) Diskolorasi intrinsik

Diskolorasi intrinsik merupakan noda yang terdapat di email dan dentin yang disebabkan oleh penumpukan atau penggabungan bahan di dalam struktur-struktur ini seperti stain tetracycline (Grossman dkk., 1995)

3) Etiologi Diskolorasi Gigi Menurut Walton dan Torabinejad (1997) a) Noda alamiah atau dapatan

(1) Nekrosis Pulpa

(2) Pendarahan intrapulpa (3) Metarmorfosis kalsium (4) Defek perkembangan

(a) Akibat obat-obatan sistemik (b) Defek dalam pembentukan gigi (c) Kelaianan darah dan faktor-faktor lain


(27)

b) Perubahan warna iatrogenik

(1) Perubahan warna karena perawatan endodonsia (a) Material obturasi

(b) Sisa-sisa jaringan pulpa (c) Obat-obatan intrakanal c) Restorasi korona

(1) Restorasi logam (2) Restorasi komposit 2. Bleaching

a. Definisi bleaching

Pemutihan gigi (bleaching) adalah suatu proses yang akan membuat gigi tampak lebih putih. Proses pemutihan gigi ini pertama kali digambarkan pada tahun 1864 hingga akhirnya berkembang sampai sekarang. Ada beberapa macam pilihan cara perawatan pemutihan gigi yang disesuaikan dengan jenis pewarnaan yang terjadi (Gursoy dkk., 2008). Perawatan konvensional untuk menghilangkan pewarnaan gigi ekstrinsik adalah dengan tindakan skaling dan polishing gigi, namun untuk pewarnaan ekstrinsik yang sukar dihilangkan, ataupun untuk pewarnaan intrinsik, diperlukan perawatan lain yaitu dengan proses pemutihan gigi (Gursoy dkk., 2008).


(28)

b. Bahan-bahan pemutih gigi (bleaching) 1) Hidrogen Peroksida

Hidrogen peroksida bersifat tidak stabil dan pada konsentrasi sangat tinggi dapat bersifat mutagenik. Selain itu hidrogen peroksida dapat menghambat aktivitas enzim pulpa sehingga menyebabkan perubahan permanen pada pulpa (Fauziah dkk., 2012). Penetrasi hidrogen peroksida pada gigi lebih cepat daripada karbamid peroksida (Hendari, 2009).

2) Karbamid Peroksida

Karbamid peroksida merupakan kombinasi hidrogen peroksidan dan urea. Karbamid peroksida dengan konsentrasi 10% biasa digunakan pada prosedur home-bleaching (Fauzia dkk., 2012). Karbamid peroksida dapat diperoleh dalam berbagai konsentrasi. Preparat komersial yang terkenal mengandung kira-kira 10% karbamid peroksida dan mempunyai pH rata-rata 5-6,5. Biasanya juga mengandung gliserin atau propilen glikol, natrium stannat, asam fosfat atau asam sitrat, dan aroma. Dalam beberapa preparat, ditambahkan carbopol, resin yang larut dalam air untuk memperlama pelepasan peroksida aktif dan meningkatkan masa penyimpanannya. 10% karbamid peroksida terurai menjadi urea, ammonia, karbondioksida, dan sekitar 3,5% hidrogen peroksida. (Walton dan Torabinejad, 2008).


(29)

3) Natrium Perborat

Natrium perborat merupakan suatu bubuk putih, stabil, biasanya disediakan dalam bentuk granular, yang harus digiling menjadi bubuk sebelum digunakan. Bubuknya larut dalam air dan terurai menjadi sodium metaborat dan hidrogen peroksida, dengan melepas oksigen (Grossman dkk., 1995). Jika masih baru, bahan ini mengandung kira-kira 95% perborat dalam 90% oksigen.

Natrium perborat akan stabil bila dalam keadaan kering, tetapi dengan adanya asam, air hangat, atau air, akan berubah menjadi natrium metaborat, hydrogen peroksida dan oksigen bentuk nasen. Kebanyakan preparat natrium perborat bersifat alkali. Natrium perborat lebih mudah di control dan lebih aman daripada cairan hydrogen peroksida pekat. Natrium perborat dapat diperoleh dalam berbagai macam bentuk, semuanya cukup efektif (Walton dan Torabinejad, 2008)

4) Material Oksidator Lain

Dahulu, bahan natrium peroksiborat monohidrat (Amosan), yang melepaskan oksigen lebih banyak dibandingkan dengan natrium perborat, dianjurkan untuk dipakai pada pemutihan secara internal. Sekarang, secara klinis tidak umum digunakan lagi. Natrium hipoklorit merupakan bahan irigasi saluran akar yang bisa diperoleh sebagai bahan pemutih untuk keperluan rumah tangga dengan konsentrasi 3-5%. (Walton dan Torabinejad, 2008).


(30)

3. Efek samping bleaching

Pemakaian bahan pemutih gigi dapat menyebabkan terjadinya efek samping, yaitu pada jaringan keras, mukosa, dan sensitifitas gigi (Hendari, 2009). Beberapa bahan bleaching memiliki efek samping kurang baik terhadap rongga mulut. Hidrogen peroksida (H2O2) merupakan agen pemutihan yang efektif, tetapi konsentrasi tinggi harus digunakan dengan hati-hati, untuk menghindari meningkatnya risiko resorpsi akar (Harshita C, 2014). Secara keseluruhan bahan pemutih hidrogen peroksida aman digunakan apabila dipakai dalam batas konsentrasi yang diawasi, waktu yang tidak terlalu lama (bila konsentrasi tinggi) dan dalam suatu interval waktu perawatan tertentu. Hidrogen peroksida dalam berbagai konsentrasi merupakan bahan utama yang digunakan pada proses pemutihan. Pada teknik in-office untuk gigi vital dan walking bleach untuk gigi non vital, salah satu yang biasa digunakan adalah hidrogen peroksida dengan konsentrasi 35% .

Alasan mengapa hidrogen peroksida diperhitungkan sebagai faktor resiko untuk kesehatan, karena adanya campuran oksidasi dosis tinggi dan mudah terdekomposisi menjadi radikal hidroksil. Radikal hidroksil sebagai radikal bebas dengan elektron tak berpasangan, siap menyerang molekul lain, menghasilkan radikal bebas dan seterusnya. Kerusakan yang dihasilkan mengacu pada stress oksidatif menyebabkan disfungsi molekuler dan seluler. Kerusakan pada makromolekul esensial oleh


(31)

oxygen-based reactants menjadi penyebab beberapa penyakit (Meizarini, 2009)

1) Macam-macam efek samping bahan bleaching hidrogen peroksida 35% , antara lain adalah :

a) Resorpsi eksternal

Bahan bleaching mampu merangsang terjadinya resorpsi akar di daerah serviks gigi.

b) Fraktur korona

Meningkatnya kerapuhan korona akibat aplikasi panas dan kandungan zat kimia dari bahan bleaching.

c) Terbakar karena zat kimia

Karena kandungan hidrogen peroksida bersifat tajam dapat mengakibatkan gingiva terluka dan mengelupas (Walton dan Torabinejad, 2008). Menurut Sjamsuhidayat dan Jong (2012) luka akibat zat kimia biasanya adalah berupa luka bakar.

4. Luka Bakar Akibat Zat Kimia

Luka bakar kimia adalah luka yang ditimbulkan oleh efek iritasi zat kimia. Kerusakan yang terjadi sebanding dengan kadar dan jumlah iritan yang mengenai tubuh, cara dan lamanya kontak, serta sifat dan cara kerja dari kimia tersebut. Luka bakar karena zat kimia berbeda dengan luka bakar akibat (panas) termal. Derajat luka ditentukan olehkonsenterasi atau kandungan agent yang ada pada zat kimia tersebut (Sjamsuhidayat dan Jong, 2012)


(32)

5. Luka Rongga Mulut a. Gingiva

Gingiva adalah bagian dari mukosa rongga mulut yang mengelilingi gigi dan menutupi linggir (ridge alveolar), yang berperan sebagai jaringan pendukung gigi, dan membentuk hubungan dengan gigi. Gingiva dapat beradaptasi terhadap perubahan lingkungan dan rongga mulut yang merupakan bagian pertama dari saluran pencernaan dan daerah awal masuknya makanan dalam sistem pencernaan. Jaringan rongga mulut terpapar terhadap sejumlah besar stimulus, temperatur dan konsistensi makanan dan minuman, komposisi kimiawi, asam dan basa sangat bervariasi. Gingiva yang sehat berwarna merah muda, tepinya seperti pisau seseuai dengan kontur gigi geligi (Manson dan Eley, 1993).

b. Luka di bagian gingiva

Luka pada daera gingiva sering dijumpai akibat keadaan abnormalitas pada daerah rongga mulut. Penyembuhan luka pada daerah gingiva terbilang kompleks karena gingiva terdapat di area terbuka dan sering terkontaminasi bakteri yang masuk lewat rongga mulut ( Hartini IGAA, 2012).

6. Penyembuhan luka a. Fase penyembuhan

Fase penyembuhan luka dapat dibagi kedalam tiga fase, yaitu inflmasi, proliferasi, dan remodeling yang merupakan pembentukan


(33)

ulang jaringan (Sjamsuhidayat dan Jong, 2012). Luka akan sembuh melalui reaksi inflamasi, tujuannya adalah agar membentuk jaringan parut yang keras yang akan menggabungkan bagian yang luka dan mengembalikan fungsinya seperti semula (Sabiston, 1995).

1) Fase inflamasi

Inflamasi adalah reaksi fisiologik setempat dari tubuh terhadap stimuli atau iritan noksius (Grossman dkk., 2008). Proses inflamasi menghilangkan dan melarutkan atau membatasi agen penyebab jejas dan member jalan agar terjadinya pemulihan terhadap jaringan yang rusak (Robbins dan Kumar, 1995). Setiap iritan baik traumatik, kimiawi, maupun bakterial, menyebabkan suatu rangkaian dasar aksi fisiologik dan morfologik pada jaringan vaskula, limfatik dan penghubung (Grossman dkk., 2008). Pembuluh darah yang terputus pada luka akan menyebabkan perdarahan, dan tubuh berusaha menghentikannya dengan vasokonstriksi, pengerutan ujaung pembuluh yang putus (retraksi), dan reaksi hemostasis.

Hemostasis terjadi karena trombosit yang keluar dari pembuluh darah saling melekat, dan bersama jala fibrin yang terbentuk akan membekukkan darah yang keluar dari pembuluh darah (Sjamsuhidayat dan Jong, 2012). Vaskulator-mikro pada lokasi jejas akan melebar dan berisi darah , ini tidak akan terjadi apabila sifat dari jejasnya ringan (Robbins dan Kumar, 1995).


(34)

Tanda dan gejala klinis yan timbul apabila terjadi inflamasi yaitu berupa warna kemerahan karena kapiler melebar (rubor), rasa hangat (kalor), timbulnya nyeri (dolor), dan timbulnya pembengkakkan (tumor) (Sjamsuhidayat dan Jong, 2012).

Penimbunan sel-sel darah putih terutama neutrofil atau nama lainnya adalah sel polimorfonuklear (PMN) dan juga monosit memiliki peranan penting dalam proses inflamasi karena sel darah putih utamanya sel PMN mampu memakan bahan yang bersifat asing di dalam tubuh atau yang sering disebut dengan proses fagositosis ini, akan memakan bakteri dan debris sel-sel yang sudah nekrosis pada jaringan yang luka, sedangkan enzim lisosom yang terkandung di dalam sel akan membantu pertahanan tubuh dengan beberapa cara (Robbins dan kumar, 1995).

2) Fase proliferasi

Fase proliferasi ini lebih menonjolkan proses proliferasi fibroblast, karena itu fase proliferasi sering disebut juga sebagai fase fibroplasias. Fibroblast berasal dari sel mesenkim yang belum berdiferensiasi, menghasilkan mukopolisakarida, asam amino glisin, dan prolin yang merupakan bahan dasar kolagen serat yang akan bekerja dalam proses mempertautkan tepi dari luka.

Pada fase fibroplastin ini, luka dipenuhi oleh sel inflamasi, fibroblast, dan kolagen, serta pada fase ini akan terbentuk pembuluh darah baru yang disebut dengan proses angiogenesis dan


(35)

pada fase ini akan terbentuk jaringan granulasi, fase fibroplasias ini akan berhenti setelah epitel saling menyentuh dan menutup seluruh permukaan luka. Dengan tertutupnya permukaan luka maka proses fibroplasias dan proses granulasi secara otomatis akan berhenti bekerja dan akan memulai proses pematangan pada proses remodeling.

3) Fase remodeling

Pada fase ini terjadi proses pematangan yang terdiri dari penyerapan kembali jaringan yang berlebihan, proses pengerutan, dan proses akhirnya yaitu perupaan ulang jaringan baru. Fase ini dapat berlangsung berbulan-bulan sampai semua tanda inflamasi dinyatakan sudah lenyap. Tubuh akan berusaha menormalkan kembali semua yang menjadi abnormal pada saat proses penyembuhan (Sjamsuhidayat dan Jong, 2012). Proses penyembuhan luka bakar berasal dari proliferasi epitel sepanjang tepi-tepi luka (Sabiston, 1995).

7. Peranan sel PMN (Polimorfonuklear)

Sel PMN (neutrofil) jarang ditemukan dalam jaringan ikat normal, dan akan berjumlah banyak pada saat proses inflamasi.(bloom dan Fawcet, 2002). Sel PMN empunyai inti bersegmen dengan bentuk

bermacam-macam, seperti kacang, tapal kuda dan lain-lain. Segmen/lobus dari inti berkisar 2-4 buah. Granula di dalamsitoplasma berukuran kecil, nampak hanya sebagai bintik-bintik kecil saja. Besarnya 10-12 mikron. Dengan


(36)

pewarnaan metilen biru-eosin tidak memberikan warna merah (eosinofilik) maupun biru (basofilik), karena itu disebut neutrofil. Sel ini dibentuk oleh mielosit sumsum tulang (Burkit dkk., 1995; Leeson dkk., 1996; Sudiono dkk., 2003). Produk pecahan dari komplemen dan sitokin yang dibebaskan pada tempat yang terjadi infeksi bakteri dan akan menginduksi sel-sel endotel kapiler untuk membuat dan menyisipkan dalam membrannya, sebuah glikoprotein yang disebut molekul adhesi sel endotel-1 (ELAM-1) akan menjadikan permukaan lumennya lengket. Beberapa mediator inflamasi lainnya membantu sel PMN untuk menginduksi dan akan membentuk proses molekul adhesi leukosit (LeuCAM) yang akan membuat sel PMN (neutrofil) menempel pada endotel kapiler.

Sel PMN akan bermigrasi menerobos dinding kapiler ke dalam jaringan ikat, melawan konsentrasi gradient dari sitokin dan mediator lainnya yang berdifusi dari tempat inflamasi. Sel PMN akan sangat responsive terhafap faktor-faktor yang menggerakknya (kemotaksis). Mekanisme ini akan membuat mobilisasi cepat sejumlah besar dari sel PMN (neutrofil) untuk membantu makrofag yang ada dalam menghancurkan bakteri yang masuk dan berada di dalam jaringan terinflamasi (Bloom dan Fawcet, 2002)

8. Pengobatan topikal terhadap luka

Obat topikal adalah obat yang mengandung dua komponen dasar yaitu zat pembawa (vehikulum) dan zat aktif. Zat aktif ini merupakan komponen bahan topikal yang memiliki efek terapeutik, sedangkan zat


(37)

pembawa merupakan bagian inaktif dari sediaan topikal dapat berbentuk cair atau padat yang membawa bahan aktif berkontak dengan kulit. Idealnya zat pembawa ini memiliki sifat yang mudah dalam mengaplikasikannya dan mudah dalam pembersihannya. Selain itu, bahan aktif harus berada di dalam zat pembawa dan kemudian mudah dilepaskan (Yanhendri dan Yenny, 2012).

Menurut literatur, penggunaan topikal kortikosteroid dianjurkan untuk pengobatan terhadap ulserasi pada mukosa mulut. Topikal kortikosteroid berfungsi sebagai agen anti-inflamasi. Topikal kortikosteroid dapat berupa triamcinolone acetonide 0,1%, kenalog in orabase, salep hydrocortisone acetate 1% dan salep bethamethasone dipropionate 0,05% (Savage dan Mccullogh, 2005).

9. Obat tradisional

a. Definisi obat tradisional

Pengertian obat tradisional berdasarkan Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 007 tahun 2012 Pasal 1 menyebutkan bahwa : Obat tradisional adalah bahan atau ramuan bahan yang berupa bahan tumbuhan, bahan hewan, bahan mineral, sediaan sarian (galenik) atau campuran dari bahan tersebut yang secara turun temurun telah digunakan untuk pengobatan, dan dapat diterapkan sesuai dengan norma yang berlaku di masyarakat.

Penggunaan obat tradisional di Indonesia tidak saja berlangsung di desa yang tidak memiliki/jauh dari fasilitas kesehatan dan obat


(38)

modern sulit didapat, tetapi juga berlangsung di kota besar meskipun banyak tersedia fasilitas kesehatan dan obat modern mudah diperoleh. Obat tradisional mungkin digunakan sebagai obat alternatif karena mahalnya atau tidak tersedianya obat modern/sintetis dan adanya kepercayaan bahwa obat tradisional lebih aman (Dewoto, 2007)

Seperti yang dikatakan oleh Damayanti, dkk (2007) salah satu jenis tanaman obat yang sering digunakan yaitu pepaya (Carica papaya L). Pepaya merupakan buah yang banyak dikonsumsi dan termasuk buah cepat masak setelah dipanen, tumbuh pada tanah lembab yang subur dan tidak tergenang air. Buah, bunga, dan daun muda dapat dimakan. Salah satu yang dapat dimanfaatkan sebagai bahan obat-obatan adalah daun papaya (Carica papaya).

10. Carica Papaya Linn ( Pepaya) a. Klasifikasi

Gambar 1. Daun Papaya (Carica papaya L.)


(39)

Filipina, Srilanka,India, Bangladesh, Malaysia, dan di negara tropical. Banyak sekali bagian dari pepaya yang bernilai komersial. Bagian berbeda dari tumbuhan pepaya (buah, daun,getah, dan biji) bisa dimakan dan bisa dijadikan obat untuk berbagai penyakit. Dalamnbeberapa studi, daun pepaya terbukti sebagai antisikling, dan efektif melawan ulcer gastrik pada tikus, sedangkan bunga pepaya terbukti memiliki aktivitas antibakteri. Sistematika tumbuhan pepaya adalah sebagai berikut :

Kingdom/ Kerajaan : Plantae

Subkingdom : Tracheobionta (tumbuhan berpembuluh) Divisi : Magnoliophyta (tumbuhan berbunga) Kelas : Magnoliopsida (dikotil)

Bangsa/ Ordo : Violales Suku/ Suku : Caricaceae Marga/ Genus : Carica

Jenis/ Spesies : Carica papaya (Anonim, 2008) b. Kandungan Daun Pepaya (Carica papaya L.)

Daun pepaya sering digunakan dalam pengobatan tradisional. Dilaporkan bahwa tanaman ini memiliki kandungan kimia yaitu alkaloid, saponin dan flavonoid pada daun, akar dan kulit batangnya, mengandung polifenol pada daun dan akarnya, serta mengandung saponin pada bijinya (Depkes 2000)


(40)

Flavonoid merupakan senyawa antioksidan yang larut dalam air dan membersihkan radikal bebas sehingga dapat mencegah kerusakan sel oksidatif dan selain itu flavonoid mempunyai aktivitas antikanker yang kuat. Sebagai senyawa antioksidan, flavonoid memberikan aktivitas antiinflamasi (Harisaranraj dkk., 2009). Sifat-sifat yang dimiliki oleh flavonoid ini dipertimbangkan memiliki peran dalam proses penyembuhan luka (Hasanoglu, 2001).

Tanin dapat melakukan aktivitas penyembuhan luka dengan meningkatkan aktifitas regenerasi dan organisasi dari jaringan baru (Karodi dkk., 2009). Kelebihan lain yang dimiliki tanin diantaranya meringankan rasa nyeri, membatasi terjadinya infeksi sekunder, mencegah hilangnya plasma, dan promosi epitelisasi yang produktif (Hasselt, 2005).

Saponin merupakan senyawa yang dapat digunakan untuk penyembuhan luka dan menghentikan perdarahan. Saponin memiliki sifat mampu mengendapkan dan memiliki sifat koagulasi (Harisaranraj dkk., 2009).

11. Ekstrak

Keputusan menteri kesehatan nomor 261/MENKES/SK/IV/2009 mengatakan ekstrak merupakan sediaan kering, kental, atau cair dibuat dengan cara menyaring simplisia nabati atau hewani sesuai cara yang cocok, diluar pengaruh cahaya matahari langsung. Ada beberapa cara


(41)

metode ekstraksi dengan menggunakan pelarut menurut Ditjen POM (2000), yaitu:

a. Cara dingin

1) Maserasi adalah proses pengekstrakan simplisia dengan menggunakan pelarut dengan beberapa kali pengocokan atau pengadukan pada temperatur kamar.

2) Perkolasi adalah ekstraksi dengan pelarut yang selalu baru, yang umumnya dilakukan pada temperatur ruangan. Prosesnya terdiri dari tahapan pengembangan bahan, tahapan maserasi antara, tahap perkolasi sebenarnya (penetesan atau penampungan ekstrak), terus menerus sampai diperoleh ekstrak (perkolat) yang tidak meninggalkan sisa bila 500 mg perkolat terakhir diuapkan pada suhu ± 50ºC.

b. Cara panas

1) Refluks merupakan ekstraksi dengan pelarut pada temperatur titik didihnya, selama waktu tertentu, dan jumlah pelarut terbatas yang relatif konstan dengan adanya pendingin balik. Umumnya dilakukan pengulangan proses pada residu pertama sampai 3-5 kali sehingga proses ekstraksi sempurna.

2) Sokhlet merupakan ekstraksi menggunakan pelarut yang selalu baru yang umumnya dikakukan dengan alat khusus sehingga terjadi ekstrak kontinu dengan jumlah pelarut relatif konstan dengan adanya pendingin balik.


(42)

3) Digesti merupakan maserasi kinetik (pengadukan) pada temperatur yang lebih tinggi dari temperatur kamar, yaitu secara umum dilakukan pada temperatur 40-50ºC.

4) Infus merupakan ekstraksi dengan pelarut air pada temperatur 96-98ºC selama 15-20 menit dipenangas air dapat berupa bejana infus tercelup dengan penangas air mendidih.

12. Gel

Gel adalah suatu sistem padat atau setengah padat dari paling sedikit dua bahan dengan kandungan massanya yang begitu rapat dan diselusupi cairan. Gel memiliki sifat yang lunak, lembut, mudah diaplikasikan, dan tidak meninggalkan lapisan berminyak pada permukaan kulit. Hal ini merupakan keuntungan yang menunjukkan bahwa gel mampu meratakan distribusi dari komponen pembentuk gel dalam pelarut (Abdassah dkk., 2009)

13. Tikus Putih(Rattus norvegicus) Galur Sprague Dawley

Gambar 2.

Tikus Putih(Rattus norvegicus) Galur Sprague Dawley (sumber : Akbar, 2010)


(43)

Tikus (Rattus sp) termasuk binatang pengerat yang merugikan dan termasuk hama terhadap tanaman petani. Selain kerugian yang didapatkan dari tikus ini, tikus jenis albino (tikus putih) banyak digunakan sebagai hewan percobaan di laboratorium untuk dijadikan bahan penelitian (Akbar, 2010)

Klasifikasi tikus putih adalah sebagai berikut (Akbar,2010) : Kingdom : Animalia

Filum : Chordata Kelas : Mammalia Ordo : Rodentia Subordo : Odontoceti Familia : Muridae Genus : Rattus

Spesies : Rattus norvegicus

Tikus putih yang digunakan untuk percobaan laboratorium yang dikenal ada tiga macam galur yaitu Sprague Dawley, Long Evans dan Wistar. Tikus galur Sprague-Dawley dinamakan demikian, karena ditemukan oleh seorang ahli Kimia dari Universitas Wisconsin, Dawley (Akbar, 2010). Tikus ini umumnya digunakan sebagai hewan model dalam penelitian-penelitian di bidang psikologi kedokteran, biologi, dan genetika (Harkness dan Wagner, 1989). Berbagai hewan kecil memiliki karakteristik tertentu yang relatif serupa dengan manusia, sementara hewan lainnya mempunyai kesamaan dengan aspek fisiologis metabolis


(44)

manusia maka dari itu tikus putih sering digunakan sebagai hewan coba (Ridwan,2013)

Tikus putih memiliki beberapa sifat yang menguntungkan sebagai hewan uji penelitian di antaranya perkembangbiakan cepat, mempunyai ukuran yang lebih besar dari pada mencit, mudah dipelihara dalam jumlah yang banyak. Tikus putih juga memiliki ciri-ciri morfologis seperti albino, kepala kecil, dan ekor yang lebih panjang dibandingkan badannya, pertumbuhannya cepat, temperamennya baik, kemampuan laktasi tinggi, dan tahan terhadap arsenik tiroksid (Akbar, 2010)


(45)

B. Landasan Teori

Pemutihan gigi (bleaching) sering dilakukan di praktek dokter gigi sebagai bagian dari perawatan estetika, kandungan bahan bleaching itu sendiri adalah hidrogen peroksida 30-35% yang merupakan zat kimia dengan konsentrasi cukup tinggi dan apabila tidak digunakan dengan hati-hati karena memiliki sifat iritasi jika terkena mukosa rongga mulut. Namun selain efek negative yang timbul akibat efek samping bahan hidrogen peroksida tersebut, bahan ini mampu memberikan keuntungan dibanding bahan bleaching lainnya , dimana kandungan dalam hidrogen peroksida lebih kuat dalam proses pemutihan gigi maka dari itu kenapa bahan ini masih saja digunakan dan diperlukan dalam proses bleaching di kedokteran gigi. Mengenai efek negative yang timbul akibat efek samping hidrogen peroksida itu disebabkan biasanya karena di rongga mulut selain terdiri dari gigi geligi juga terdapat jaringan pendukung disekitarnya yang salah satunya adalah gingiva. Kejadian yang biasa ditemukan adalah terjadinya luka akibat pada saat proses bleaching, bahan yang digunakan mengenai jaringan mukosa gingiva karena tidak hati-hati saat pengaplikasian maka akan menimbulkan efek melepuh karena sifat luka diakibatkan zat kimia serta akan membuat pasien merasa kurang nyaman. Pada proses penyembuhan luka , bagian yang terpenting saat suatu jaringan terluka adalah neutrofil (sel polimorfonuklear) yang akan muncul pertama kali saat prose inflamasi. Sel PMN jarang ditemukan pada jaringan yang normal namun akan berjumlah banyak pada saat proses inflamasi.


(46)

makrofag, fibroblast dan didukung oleh ukuran dari diameter luka. Luka dikatakan mengalami proses penyembuhan jika diameter pada luka semakin kecil hingga mencapai 0,0 mm.

Buah papaya (Carica papaya L.) merupakan tumbuhan yang mengandung saponin, flavonoid, alkaloid dan tannin yang memiliki peranan penting untuk proses penyembuhan luka. Pada penelitian ini mengunakan gel ekstrak daun papaya (Carica papaya L.) yang akan diujikan pada tikus Sprague dawley jantan untuk melihat pengaruhnya terhadap ukuran diameter luka dalam proses penyembuhan luka akibat efek samping dari bahan bleaching kandungan hidrogen peroksida 35% jika terkena gingiva. flavonoid telah terbukti baik secara in vitro maupun in vivo sebagai agen antiinflamasi.


(47)

C. Kerangka konsep

Gambar 3. Kerangka konsep Bleaching

Kandungan bleaching

Hidrogen peroksida 35%

Efek samping

Penutupan luka

Iritasi gingiva

Gigi sensitif

Gel ekstrak daun papaya (Carica Papaya L.) 75%

Diameter luka mengecil

Proses penyembuhan luka

Obat kimia herbal

pengobatan

Hidrogen peroksida 30%


(48)

D. Hipotesis

Berdasarkan teori yang telah diuraikan pada tinjauan pustaka, maka hipotesis penelitian ini adalah pemberian gel ekstrak daun papaya (Carica papaya L.) 75% efektif menurunkan jumlah sel PMN dan diameter luka yang di akibatkan oleh efek samping bleaching kandungan hidrogen peroksida 35%.


(49)

(50)

BAB III

METODE PENELITIAN

A. Desain Penelitian

Penelitian ini merupakan penelitian yang dilakukan eksperimental laboratories in vivo pada tikus (Sprague Dawley) jantan.

B. Tempat dan Waktu Penelitian 1. Tempat

Penelitian ini akan dilaksanakan di beberapa tempat, yaitu :

a. Daun Pepaya akan di dapatkan dari perkebunana pepaya milik warga di daerah Muntilan Magelang Jawa Tengah.

b. Pembuatan ekstrak daun papaya (Carica papaya L.) dilaksanakan di Laboratorium Farmasi unit II Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta. c. Pembuatan gel ekstrak daun papaya (Carica papaya L.) dilaksanakan

di Laboratorium Farmasi unit II Universitas Gadjah Mada Yogyakarta. d. Pembuatan preparat sel PMN di bagian Patologi Anatomi Fakultas

Kedokteran Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta.

e. Pembacaan preparat dilakukan di Laboratorium Histopatologi Universitas Muhammadiyah Yogyakarta

f. Pengukuran diameter luka gingiva tikus (Sprague dawley) jantan dilaksanakan di Laboratorium FKIK Universitas Muhammadiyah Yogyakarta.


(51)

(n-1) (t-1) > 15 2. Waktu

Penelitian ini akan dilakukan pada bulan desember 2015 sampai dengan bulan januari 2016.

C. Subyek Penelitian 1. Subyek

a. Tikus (Sprague Dawley) Jantan

Subyek yang digunakan pada penelitian ini adalah tikus yang diperoleh dari Abadi Jaya jalan Gandok gg Narodo No 3X Condong Catur Depok Sleman, Yogyakarta. Tikus yang digunakan berusia ± 3 bulan dengan berat badan berkisar antara 250-300 gram.

b. Daun papaya (Carica papaya L.)

Daun Pepaya akan di dapatkan di perkebunan milik warga di daerah Muntilan Magelang Jawa Tengah. Ciri-ciri daun yang sehat adalah yang hijau dan tampak bersih.

2. Besar sampel

Besar sampel yang digunakan dalam penelitian ini dapat dihitung dengan rumus Federrer (1963) :

Keterangan : n = jumlah sampel t = jumlah variabel sehingga didapatkan,

(n-1) (t-1) > 15 (n-1) (3-1) > 15 n = 8,5


(52)

Dengan pembulatan maka n=9 dan asumsi drop out 2 tiap kelompok, sehingga jumlah subyek penelitian yang digunakan pada tiap kelompok n= 11 ekor. Pada penelitian ini terdapat 3 kelompok perlakuan, sehingga total subyek penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah 33 ekor tikus (Sprague dawley) jantan.

D. Kriteria Inklusi dan Eksklusi

Subyek penelitian yang digunakan adalah 33 ekor tikus (Sprague dawley) jantan dengan kriteria inklusi dan eksklusi.

1. Kriteria inklusi

a. Tikus putih jantan

1) Jenis kelamin = Jantan 2) Umur = 2-3 bulan 3) Berat = 250-300 gram 4) Aktif

b. Daun papaya (Carica papaya L.)

Daun papaya yang baik adalah berwarna hijau segar. 2. Kriteria eksklusi

a. Tikus putih betina

1) Umur ≠ 2-3 bulan 2) Berat ≠ 250-300 gram

3) Diketahui terjangkit penyakit atau tidak aktif 4) Diketahui mati sebelum perlakuan selesai


(53)

b. Daun papaya (Carica papaya L.)

Daun papaya yang berwarna kecoklatan .

E. Identifikasi Variabel Penelitian dan Definisi Operasional 1. Identifikasi variabel penelitian

a. Variabel pengaruh

1) Gel ekstrak daun pepaya konsentrasi 75% 2) Kontrol positif : Kenalog 10%

3) Kontrol negatif : Aquades b. Variabel terpengaruh

Variabel terpengaruh dalam penelitian ini adalah ukuran diameter luka pada proses penyembuhan luka gingiva pada tikus ( Sprague dawley) jantan.

c. Variabel terkendali

1) Jenis kelamin tikus, yaitu tikus (Sprague Dawley) jantan 2) Umur tikus sekitar 2-3 bulan

3) Berat badan tikus 250 gram hingga 300 gram

4) Makanan tikus mengunakan pellet AD-2 – 11 dan air mineral 5) Air minum : air mineral

6) Alat mengoleskan bahan hidrogen peroksida 7) Pengukuran pembuatan gel ekstrak


(54)

d. Variabel tidak terkendali 1) Infeksi bakteri

2) Penurunan berat badan tikus jantan 3) Komplikasi pasca perlukaan gingiva 2. Definisi operasional

a. Hidrogen peroksida adalah zat kimia yang terkandung dalam bahan bleaching yang memiliki konsenterasi tertinggi yang biasa dipakai di tempat praktek dokter gigi adalah konsenterasi 35% yang dapat memberikan proses pemutihan gigi yang baik dibanding bahan pemutih gigi yang lainnya namun disamping kelebihannya itu hidrogen peroksida 35% jika tidak diaplikasikan dengan baik dapat menimbulkan efek samping jika terkena gingiva. Pada penelitian ini akan dilakukan tindakan perlukaan pada daerah gingiva tikus dilakukan dengan cara mengoleskan bahan bleaching kandungan hidrogen peroksida 35% menggunakan micro brush sesuai dengan konsentrasi yang terkandung dalam bahan bleaching, lalu daerah yang diolesi akan timbul luka melepuh akibat zat kimia.

b. Ekstrak daun papaya adalah sediaan kental yang diperoleh dengan mengekstrak senyawa aktif dari simplisia nabati daun pepaya menggunakan pelarut yang sesuai. Ekstrak dengan metode maserasi dengan cara merendam di dalam etanol 70% selama 24 jam dan disaring hingga didapatkan ekstrak kental 100%. Larutan yang


(55)

diperoleh dipanaskan diatas pemanas hingga menguap dan menyisakan ekstrak kental (pekat).

c. Daun papaya mempunyai kandungan saponin, tanin, dan flavonoid yang berfungsi dalam membantu proses penyembuhan luka.

d. Gel ekstrak daun pepaya adalah sediaan setengah padat yang mudah dioleskan dan digunakan sebagai obat luar dengan kandungan ekstrak yang diperoleh dengan melalui proses penyaringan daun pepaya menggunakan pelarut etanol 70%.

e. Pengamatan proses penyembuhan luka gingiva diperoleh dengan melakukan pengukuran diameter luka pada gingiva yang sebelumnya sudah diberikan pengobatan dengan menggunakan gel ekstrak daun papaya (Carica papaya L.) 75%

f. Sel PMN (neutrofil) jarang ditemukan dalam jaringan ikat normal, dan akan berjumlah banyak pada saat proses inflamasi. Akan dilakukan pengamatan secara mikroskopis melalui pengamatan preparat menggunkanan pewarnaan HE

F. Instrumen Penelitian 1. Bahan

a. Daun papaya (Carica papaya L.) 3 kg sebagai bahan dasar ekstrak b. Kenalog in ora base 10% sebagai obat pembanding kelompok ke-1 c. Etanol 70%, untuk pelarut ekstrak


(56)

e. Natrium CMC (CMC-Na) 3gram (5%) sebagai bahan tambahan dalam pembuatan gel

f. Aquades 100ml (10%) steril sebagai pembanding ke-2 g. Pellet AD-2 -11, bahan pakan tikus

h. Alkohol 70%

i. Stik pH universal untuk mengukur Ph pada ekstrak

j. Xylol untuk larutan yang digunakan saat pembuatan preparat

k. Kapas sebagai alat bantu dalam proses induksi luka serta saat proses perlakuan berjalan

l. Hidrogen peroksida 35% sebagai bahan uang digunakan untuk menginduksikan luka

m. Chloroform dari toko bahan kimia Bratachem 2. Alat – alat

a. Penyaring, untuk menyaring ekstrak daun pepaya

b. Pemanas, untuk memanaskan larutan ekstrak daun pepaya

c. Autoklave, untuk sterilisasi alat-alat pembuatan ekstrak daun pepaya d. Timbangan, untuk menimbang bahan saat pembuatan ekstrak daun

papaya dan saat pembuatan gel ekstrak daun pepaya

e. Gelas ukur dan gelas beker, sebagai alat ukur larutan saat proses ektraksi daun pepaya

f. Water bath, pemanas bahan ekstrak daun pepaya


(57)

h. Sendok stainless stell, sebagai pengaduk saat proses pembuatan gel ekstrak daun pepaya

i. Mortil, tempat pencampuran bahan saat pembuatan gel ekstrak daun pepaya

j. Botol gel, untuk menyimpan gel ekstrak daun pepaya k. Kaca alroji, untuk uji daya serap gel ekstrak daun pepaya l. Sentrifugator, untuk uji konsentrasi larutan ekstrak daun pepaya m. Kandang tikus diberi kode nomor

n. Jangka sorong untuk alat pengukuran diameter luka pada gingival tikus o. Micro brush, untuk pengolesan dalam setiap perlakuan

G. Cara Kerja

1. Tahap persiapan a. Ekstraksi bahan uji

Pembuatan ekstrak daun papaya (Carica papaya L.) 75% dilakukan di LPPT UNIT II UGM. Pembuatan ekstrak dilakukan dengan metode maserasi dengan bahan pelarut etanol 70%. 3 kilogram daun pepaya dicuci terlebih dahulu hingga bersih, kemudian di keringkan dengan menggunakan oven. Langkah selanjutnya, daun papaya dipotong kecil, kemudian diblender dan disaring lalu diambil serbuknya sebesar 300 gram. Rendam di dalam etanol 70% selama 24 jam dan dilakukan penyaringan hingga didapatkan ekstrak kental 100%. Kemudian larutan yang diperoleh dipanaskan diatas pemanas hingga menguap dan menyisakan ekstrak kental (pekat).


(58)

b. Pembuatan bentuk sedia an gel

Pembuatan gel ekstrak daun pepaya terdiri dari bahan basis gel dan yang berperan sebagai basisnya adalah bahan-bahan seperti natrium CMC (CMC-Na) 5 gram (5%) dan aquades 70 ml (0%) steril. Adapun proses pembuatan gel adalah sebagai berikut :

1) Siapkan bahan dasar pembuat gel yaitu serbuk CMC-Na.

2) Timbang CMC-Na seberat 5 gram, masukkan ke dalam gelas ukur. 3) Larutkan bahan dasar dengan aquades sebanyak 100 gram sedikit

demi sedikit dan di aduk sampai rata.

4) Selanjutnya tambahkan ekstrak daun papaya sesuai dengan konsentrasi yaitu 75%

5) Masukkan ekstrak ke dalam gelas beker dan satukan dengan serbuk CMC-Na, aduk sampai rata sehingga membentuk masa gel.

6) Setelah bahan menjadi padat maka akan menghasilkan 100 gram gel ekstrak daun papaya dengan konsentrasi 75% setelah itu bahan tersebut di masukkan ke botol gel dan disimpan di dalam lemari es bersuhu 4-6ºC.


(59)

Gambar 4. Pembuatan Gel

Daun papaya (Carica papaya L.) 3 kg dicuci bersih dengan air

Serbuk (Carica Papaya L.) direndam dengan etanol 70% sambil di aduk selama

30 menit lalu diamkan selama 24 jam Daun papaya (Carica Papaya L.) dikeringkan pada suhu 60-70o C

Daun digiling dengan menggunakan blender hingga berupa serbuk

filltrat Ampas

Pembuatan gel ekstrak Daun papaya (Carica Papaya L.) 75%

Ekstrak kental Daun papaya (Carica Papaya L.) dengan konsentrasi 100% Diuapkan dengan vacuum rotary evaporator


(60)

c. Cara pengaplikasian gel

1) Siapkan gel ekstrak daun papaya (Carica papaya L.) 75%.

2) Ambil gel dengan menggunakan micro brush sekitar 0,01mm dan oleskan pada luka gingiva tikus satu kali sehari selama 7 hari. 3) Perlakuan tersebut terus dilakukaan dimulai pada hari ke-1 setelah

24 jam gingiva berkontak dengan hidrogen peroksida 35% sampai luka pada gingiva tikus (Sprague dawley) jantan sembuh sesuai dengan indikator atau parameter sembuhnya luka.

d. Persiapan hewan uji

Sebelum dilakukan perlakuan, hewan uji diadaptasikan (diaklimatisasi) selama 3 hari. Hewan uji yang berjumlah 33 ekor dibagi dalam 3 kelompok yaitu kelompok I (diaplikasikan kenalog) sebanyak 11 ekor, kelompok II ( perlakuan gel ekstrak daun papaya) konsentrasi 75% sebanyak 11 ekor, kelompok kontrol III (diaplikasikan aquades) sebanyak 11 ekor. Masing-masing kelompok dikandang yang berbeda dan diletakkan pada kondisi lingkungan yang sama serta diberi kode nomer.

2. Jalannya penelitian

a. Induksi luka pada tikus (Sprague dawley) jantan

Tikus yang sudah diadaptasikan dengan lingkungan laboratorium selama satu minggu diolesi hidrogen peroksida 35% menggunakan micro brush dan ditunggu hinga 24 jam. Luka yang akan nampak adalah luka melepuh berwarna keputihan yang diakibatkan dari iritasi


(61)

zat kimia yang tergolong sebagai luka bakar (Sjamsuhidayat dan Jong, 2012).

Tiga puluh tiga ekor tikus dibagi menjadi 3 kelompok, yaitu kelompok kontrol positif diaplikasikan kenalog 10% (kelompok I), Kelompok perlakuan gel ekstrak daun papaya 75% (II), kelompok positif aplikasi aquades (kelompok III).

Hari ke nol (0), 33 ekor tikus putih (Sprague Dwaley) jantan di beri perlukaan dengan mengoleskan hidrogen peroksida 35%, kemudian diberi perlakuan pada hari ke-1 yaitu setalah 24 jam pasca perlakuan hidrogen peroksida 35% . Pada masing-masing kelompok pada hari ke-1, ke-3, ke-5 dan ke- 7 setelah dibuat perlukaan ambil 1 ekor tikus secara random dari tiap kelompok perlakuan lalu diukur diameter luka menggunakan jangka sorong serta diambil foto luka nya dengan jarak foto yang disesuaika pada setiap kali foto, setelah itu tikus-tikus yang telah diukur dan di foto akan dikorbankan untuk diambil rahangnya (dekapitulasi rahang).

b. Pemberian Perlakuan gel ekstrak

Tikus yang sudah dikelompokkan dan diukur diameternya diberikan perlakuan sesuai kelompoknya. Kelompok I adalah kelompok hewan uji kontrol positif dengan diberikan kenalog. Kelompok II adalah kelompok hewan uji dengan kontrol positif yang diberikan aquades. Kelompok III adalah kelompok hewan uji diberi sediaan gel ekstrak daun papaya (Carica papaya L.). Pemberian setiap


(62)

perlakuan dilakukan setiap hari dengan volume 0,1 ml sampai luka pada tikus sembuh.

c. Evaluasi luka

Evaluasi luka dilakukan pada hari ke-1 sebelum diberi perlakuan menggunakan gel ekstrak daun papaya 75%, kenalog , dan aquades untuk melihat luka yang sedang mengalami inflamasi setelah 24 jam terkena hidrogen peroksida 35%, lalu diamati lagi pada hari ke- 1, ke-3 , ke-5 dan ke-7 pasca diberi perlakuan. Jalannya evaluasi melalui pengamatan lama waktu penyembuhan luka dengan indikator pengecilan diameter luka (Rahman dkk.,2013). Selain itu juga dilakukan pengambilan foto dengan jarak kamera dan luka yang disamakan setiap kali diamati.

d. Pembuatan preparat

Organ rahang yang telah didekapitulasi kemudian dimasukkan ke formalin 10% untuk disimpan dan selanjutnya dibuat preparat. Metode pembuatan preparat histopatologi berdasarkan Dirjen Kesehatan Hewan (1999) adalah sebagai berikut :

1) Spesimen diambil segera setelah hewan mati, jika terlambat akan terjadi autolisis sehingga akan mengacaukan interpretasi.

2) Dilakukan pemotongan jaringan untuk spesimen agar berisi jaringan yang mengalami perubahan dari jaringan normal, penelitian ini menggunakan pemotongan melintang.


(63)

3) Tebal spesimen tidak boleh lebih dari 5mm untuk mempermudah penetrasi cairan fiksasi.

4) Spesimen difiksasi segera dengan formalin 10%.

5) Perbandingan volume spesimen dengan larutan formalin adalah 1:10, agar didapat hasil fiksasi yang sempurna.

6) Setiap kontainer spesimen diberi label yang berisi informasi tentang identitas hewan, tanggal pengambilan spesimen, macam spesimen dan bahan pengawet yang dipakai.

7) Kontainer tersebut harus tertutup rapat dan tidak boleh bocor. 8) Dihindarkan agar tidak membekukan jaringan yang akan dipilih

dengan pemeriksaan histopatologi.

Untuk melihat sel PMN maka digunakan perwarnaan dengan HE. Jaringan yang akan diberi pewarnaan diparafinisasi dengan menggunakan larutan Xylol dan alkohol yang dilanjutkan dengan proses rehidrasi dengan alkohol, kemudian dicuci dengan air mengalir dan dibilas dengan aquades lalu dilap. Kaca benda kemudian dimasukkan kedalam Hematoksilin Meyers dan dicuci dengan air mengalir serta dibilas dengan aquades. Proses pewarnaan dilanjutkan dengan memasukkan kaca benda ke dalam Mallory untuk pewarnaan dilanjutkan dengan memasukkan kaca benda ke dalam Mallory untuk pewarnaan Mallory, lalu pewarnaan dinilai dibawah mikroskop cahaya. Bila pewarnaan telah dianggap baik maka selanjutnya adalah proses dehidrasi dengan alkohol secara bertingkat kemudian dilap,


(64)

setelah itu, dimasukkan kedalam larutan Xylol dan terakhir objek glass ditutup dengan deck glass dan dilakukan pengamatan dengan mikroskop cahaya dengan perbesaran 40x.

e. Pembacaan preparat histopatologi

Kriteria penilaian histologi sel PMN dibuat berdasarkan jumlah sel nya. Dilihat dengan mikroskop cahaya pada perbesaran 40x. dilakukan penjumlahan sel PMN dengan cara melihat pada 5 lapang pandang lalu di bagi sejumlah lapang pandangnya dan di ambil nilai rata-ratanya pada setiap sediaan preparat.

H. Analisi Data

1. Uji normalitas yang digunakan adalah Saphiro Wilk karena sampel < 50 2. Jika distribusi data normal maka akan dilakukan analisa dengan uji One

Way Anova. Perbedaan dianggap bermakna jika p >0,05

3. Jika distribusi data tidak normal maka akan dilakukan analisa dengan uji Kruskal Wallis. Perbedaan dianggap brmakna jika p>0,05

4. Uji lanjutan dengan menggunakan uji Least Significant Difference untuk mengetahui perbedaan tiap kelompok

I. Etik Penelitian

Penelitian dilakukan dengan melindungi hak subyek selama proses penelitian, untuk itu peneliti mengajukan ethical clearance dan mendapatkan persetujuan dari Tim Komite Etik Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan Universitas Muhammadiyah Yogyakarta bahwa penelitian dilakukan tidak melanggar kode etik penelitian.


(65)

Manfaat yang diharapkan adalah untuk membuktikan secara ilmiah tentang efektifitas gel ekstrak daun pepaya (Carica papaya L.) terhadap penurunan diameter luka pada proses penyembuhan luka pada gingiva tikus (Sprague Dawley) jantan akibat efek samping bleaching kandungan hidrogen peroksida 35%.


(66)

BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

A. Gambaran Umum Penelitian

Desain penelitian ini adalah eksperimental in vivo pada hewan uji. Penelitian ini menggunakan subjek 33 ekor tikus (spraguey dawlew jantan) yang diseleksi berdasarkan kriteria inklusi penelitian, yaitu jenis kelamin jantan, umur 2-3 bulan, berat badan 250-300 gram, kondisi sehat, dan aktif..

Pada penelitian ini, sebelum subjek dilakukan induksi luka, tikus (Spraguey dawley jantan) jantan dilakukan anestesi dengan inhalasi clorofom untuk mengurangi rasa sakit. Clorofom akan menghasilkan efek sedasi dan tikus akan sedikit tenang saat diberikan perlukaan. Tikus didiamkan hingga lemas, dilanjutkan dengan induksi luka menggunakan larutan hidrogen peroksida 35% yang di aplikasikan menggunakan micro brush pada daerah gingival gigi anterior mandibula tikus. Pemberian aplikasi gel ekstak daun pepaya konsentrasi 75% dan kenalog dilakukan setelah 24 jam pasca induksi luka sesuai kelompok perlakuan, diaplikasikan pada gingiva tikus yang telah di beri perlukaan dengan menggunakan micro brush tanpa adanya kontak antara brush dengan area luka. Kelompok kontrol positif pada penelitian ini menggunakan kenalog.

Pada penelitian ini dilakukan pengukuran diameter luka menggunakan sliding caliper pada beberapa tikus yang dilakukan bersamaan dengan dekapitulas pada hari ke-1 , ke-3, ke-5dan ke-7 sebanyak empat kali yaitu dekapitulasi rahang pada hari pertama, ketiga, kelima dan ketujuh pasca diberi


(67)

perlakuan. Pengamatan dilakukan pada hari pertama, ketiga, kelima dan ketujuh. Prosedur untuk mengambil rahang tikus dengan melakukan proses euthanasia menggunakan klorofom. Tikus dimasukkan ke dalam toples yang tertutup rapat, setelah tikus mati proses pengambilan rahang dilakukan dengan menggunakan gunting bedah.

Pembuatan preparat dilakukan di Laboratorium Patologi Anatomi, Universitas Gadjah Mada. Jumlah sel PMN dapat dilihat dengan pewarnaan HE. Preparat selanjutnya diamati di Laboratorium Histopatologi FKIK, Universitas Muhammadiyah Yogyakarta. Pembacaan preparat dengan mikroskop cahaya yang dihubungkan dengan kamera pada perbesaran 40x, sehingga pengamatan jumlah sel PMN dapat diambil dan diteliti sesuai perhitungan rata-rata jumlah sel PMN yang menjadi tolak ukur kesembuhan luka secara mikroskopis pada penelitian ini.


(68)

A. Hasil Penelitian

Hasil penelitian ini, diperoleh dari data yang didapat dari pengukuran diameter luka dapat dilihat pada tabel 1 dan pembacaan preparat jumlah sel pmn yang dibaca pada 5x lapang pandang pada perbesaran 40x untuk melihat proses penyembuhan luka dapat dilihat pada tabel 6.

1. Diameter Luka

Berikut merupakan gambaran diameter luka pada gingiva tikus spraguey dawley jantan :

Gambar 6. Diameter Luka Pasca induksi luka pada gingiva tikus


(69)

Berikut cara perhitungan rata-rata diameter luka : Rata-rata diameter = dx(1)+dx(2)+dx(3)

3

Gambar 7. Diameter luka pada hari ke- 1

Gambar 8. Diameter luka pada hari ke-3


(70)

Gambar 9. Diameter luka pada hari ke- 5

Gambar 10. Diameter luka pada hari ke- 7


(71)

Tabel 1. Rata-Rata Diameter Luka Gingiva Tikus (Spraguey Dawley) Jantan

Kelompok perlakuan

Diameter luka (mm)

Hari ke-1 Hari ke-3 Hari ke-5 Hari ke-7

Kelompok I 1,00 0,50 0,10 0,00

Kelompok II 1,20 0,80 0,10 0,00

Kelompok III 3,00 2,20 1,70 0,50

Keterangan :

Kelompok I : Kontrol positif (kenalog)

Kelompok II : Gel ekstrak daun pepaya (carica pepaya L.) 75% Kelompok III : Kontrol negatif (aquades)

Berdasarkan data dari Tabel 1, menunjukkan bahwa rata-rata diameter terkecil pada kelompok 1 kontrol positif dengan rata-rata diameter luka adalah sebesar 0,00 pada hari ketujuh, pada kelompok II perlakuan dengan gel ekstrak daun pepaya (Carica papaya L.) 75% dengan rata-rata sebesar 0,00 pada hari ketujuh, pada kelompok III kontrol negatif sebesar 0,50 pada hari ketujuh. Secara umum dapat dikatakan bahwa diameter luka hari ketujuh pada ketiga kelompok perlakuan tersebut secara konsisten menunjukkan penurunan diameter luka pada proses penyembuhan luka pasca diinduksikan luka hidrogen peroksida 35% pada tikus (spraguey dawley) jantan, dan pada hari ketujuh kelompok II perlakuan gel ekstrak daun pepaya (Carica papaya L.) 75% dan kelompok I kontrol positif perlakuan menggunakan kenalog menunjukan bahwa keduanya memiliki ukuran diameter yang sama yaitu 0,00.


(1)

14 yang dapat digunakan untuk

penyembuhan luka dan

menghentikan perdarahan. Saponin memiliki sifat mengendapkan (precipitating) dan mengumpulkan (coagulating) sel darah merah11. Efek antibakteri saponin berperan

dalam mengoptimalkan

pembentukan kolagen kelompok perlakuan, dengan mencegah kerusakan jaringan akibat bakteri dan produknya. Hal ini juga dapat menstimulasi respons inflamasi17.

Tanin melakukan aktivitas penyembuhan luka dengan meningkatkan regenerasi dan organisasi dari jaringan baru15. Kelebihan lain yang dimiliki tanin diantaranya meringankan rasa nyeri, membatasi terjadinya infeksi sekunder, mencegah hilangnya plasma, dan promosi epitelisasi yang produktif13. Tanin berfungsi sebagai

astringen yang menyebabkan pengecilan pori-pori kulit, memperkeras kulit, menghentikan eksudat, dan pendarahan yang ringan, antiseptik dan obat luka bakar2.

KESIMPULAN

Dari hasil penelitian ini, peneliti dapat menarik kesimpulan bahwa pemberian gel ekstrak Daun Pepaya (Carica papaya L.)

konsentrasi 75% mampu mempercepat proses penyembuhan luka ditinjau dari penurunan diameter luka dan jumlah sel PMN. Selain itu dapat diketahui bahwa perbandingan antara pemberian gel ekstrak Daun Pepaya (Carica papaya L.) dengan kenalog memiliki perbedaan, tetapi tidak signifikan sehingga dapat disimpulkan bahwa kedua perlakuan tersebut mampu mempercepat proses penyembuhan


(2)

15 luka secara signifikan dibandingkan dengan kontrol negatif (Aquades) SARAN

Penelitian yang telah dilakukan ini tidak lepas dari kekurangan, untuk itu bagi kemajuan ilmu pengetahuan terutama di bidang kesehatan maka peneliti mengajukan saran sebagai berikut :

1. Perlu dilakukan penelitian lebih lanjut dari daun pepaya mengenai bentuk sediaan obat yang efektif untuk diaplikasikan pada penyembuhan luka gingiva dan perlu dilakukan penelitian lebih lanjut mengenai ada tidaknya toksisitas untuk pengunaan jangka panjang.

2. Perlu dilakukan penelitian lebih lanjut dari pewarnaan mengenai sel radang

dengan menggunakan metode pewarnaan yang lebih spesifik dari tiap sel tersebut. Dan diharapkan pada saat pemotongan organ dalam proses pembuatan preparat dilakukan seakurat dan diperlukan kehati hatian karena akan sangat mempengaruhi hasil pembacaan dari preparat tersebut pada mikroskop. DAFTAR PUSTAKA

1. Aldelina, Sari , Amin, 2013. Efek Pemberian Ekstrak Daun Pepaya Muda (Carica papaya) Terhadap Jumlah Sel Makrofag Pada Gingiva Tikus Wistar Yang Diinduksi

Porphyromonas gingivalis

(The effect of papaya leaf extract (Carica papaya) to

the number of cells

macrophages in gingival of wistar rats which induced Porphyromonas gingivalis).

Artikel Ilmiah Hasil Penelitian Mahasiswa


(3)

16 Jurusan Kedokteran Gigi, Fakultas Kedokteran Gigi, Universitas Jember (UNEJ) 2. Darwin. 2011. Perbedaan

Percepatan Penyembuhan Luka Bakar dari Ekstrak

Kulit Jengkol

(Pithecellobium lobatum

Benth.) dalam Bentuk Sediaan Salep dan Gel Secara Praklinis pada Tikus Putih Jantan Galur Wistar. Skripsi strata satu, Universitas Sumatera Utara, Sumatera. 3. Dewoto, H.R. 2007.

Pengembangan obat tradisional Indonesia menjadi fitofarmaka. Majalah Ke-dokteran Indonesia 57(7): 205-211

4. Diani, I.H. 1997. Peranan Sel

L PMN Pada Penyakit

Periodontal. FKG: UNPAD.

5. Douglas, K., & Soejarto, D. (2002). Discovery of Terpenoid and Phenolic Sweeteners from Plants. Pure Appl. Cham, 74(7), 69-79. 6. Erianti, F., Dona, M., dan

Eko, S. 2015. Potensi Antiinflamasi Jus Buah Belimbing (Averrhoa Carambola L.) Terhadap Denaturasi Protein in Vitro. Berkala Kedokteran, Vol.11, No. 1, 33-39

7. Farahanny. 2009. Efek Samping Office Bleaching dan Home Bleaching Terhadap Gigi . Konservasi

fakultas, Universitas

Sumatera Utara, Sumatera. 8. Fawcett, M. 2002. Buku Ajar

Histologi (12thed.). Jakarta: EGC, hal 120-127.

9. Ferit, A., Nihal, A., Nuray, R., Ozden, K., Yusuf, B., Aysel, P., dan Ali, U. 2011. The Cytotoxic and Apoptotic-Necrotic Effects of Whitening Materials on Human Gingival Fibroblasts.

Clinical Dentistry and

Research, 35(1): 3-11.

10. Hariana, A. 2008. Tumbuhan Obat dan Khasiatnya. Cetakan Kelima. Penerbit Swadaya. Jakarta

11. Harisaranraj, R., K. Suresh and S. Saravanababu. 2009.Evaluation of the Chemical Composition Rauwolfia Serpentine and Ephedra Vulgaris. Advances in Biological Research, 174-178

12. Hasanoglu. 2001. Efficacy of Micronized Flavonoid Fraction in Healing of Clean and Infected Wounds, 41-44.


(4)

17 13. Hasselt, Van. 2005. The Use

of Tannins in the Local Treatment of Burn Wounds.

Malawi Med Journal, 19-20. 14. Hendari, Ratnawati. 2009.

Pemutihan Gigi

(Tooth-Whitenig) Pada Gigi yang

Mengalami Pewarnaan.

Sultan Agung Vol XLIV No. 118 JUNI – AGUSTUS (2009):65-78

15. Karodi, R., Jadhav, Rub, Bafna. 2009. Evaluation of the wound healing activity of acrude extract of Rubia cordifolia L. (Indian madder)

in mice. International

Journal of Applied Research, 12-18

16. Krasteva, A., Assya, K., dan Angelina, K. 2010. Topical Corticosteroids In Oralpathology. Journal of IMAB, Vol. 16.

17. Middleton, E., Kandaswami, C., Theoharides, C. 2000. The Effects of Plant Flavonoids on Mammalian Cells: Implications for Inflammation, Heart Disease, and Cancer. Pharm Rev, 52(4), 673-751.

18. Nayak, B., Sandiford, S., Maxwell, A. 2009.

Evaluation of the Wound Healing Activity of Ethanolic Extract of Morinda citrifolia

L. leaf. eCAM, 6(3),347-351. 19. Nitawati, N.P.M., Robin,

D.M.C., Syafriadi, M. 2014. Respon Limfoit T sitotoksik Pada Gingivitis Setelah Pemberian Kurkumin. E-jurnal kesehatan, Vol 2 (no 1).

20.Prasetyono, O.H. Theddeus. 2000. General concept of wound healing, revisited. Medical Journal Indonesian.

Vol.18, No. 3, July-

September (2009): 208-216

21.Rodhiyah, & Sulistiyawati. 2011. Pengaruh Ekstrak Minyak Biji Bunga Matahari (Helianthus annuus) terhadap Proses Awal Penyembuhan Luka. Biologi, Sains, dan Lingkungan, 6(1), 706-711. 22. Sabir, A. 2003. Pemanfaatan

Flavonoid di Bidang Kedokteran Gigi. Majalah Kedokteran Gigi ( Dental Journal), Edisi Khusus Temu Ilmiah Nasional III: 81-87 23. Sari, F.P., dan S. M. Sari.

2011. Ekstraksi Zat Aktif Antimikroba dari Tanaman Yodium (Jatropha multifida


(5)

18 Alternatif Antibiotik Alami. Technical Report. Universitas Diponegoro, Semarang. 2011 24. Savage, NW., McCullough†, *MJ. 2005. Topical corticosteroids in dental practice. Australian Dental Journal Medications Supplement 2005;50:4

25. Sjamsuhidajat,R., Warko, K., Theddeus, Reno, R. 2010.

Buku Ajar Ilmu Bedah

(3thed.). Jakarta: EGC, hal 95-101.

26. Walton dan Torabinejad. 2008. Prinsip dan Praktik Ilmu Endodonsi (3nded.). Jakarta: EGC.


(6)