1
BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Pencemaran logam berat yang berlebihan di lingkungan akibat dari aktivitas industri merupakan masalah besar yang banyak dihadapi oleh negara-
negara di seluruh dunia. Kontaminasi logam berat di lingkungan sebagian besar berasal dari limbah cair yang dihasilkan dari kegiatan industri, seperti
penyamakan kulit, fotografi, pertambangan, dan pewarnaan tekstil. Sifat dari logam berat yang tidak dapat terdegradasi secara alami di lingkungan seperti
layaknya pencemar organik, merupakan sumber permasalahan yang utama. Sehingga kehadiran logam berat di lingkungan menjadi perhatian dikarenakan
toksisitasnya dalam berbagai aspek kehidupan Hegazi, 2013. Pencemaran logam Pb dan Cr menjadi perhatian yang utama dikarenakan kedua logam ini memiliki
kegunaan yang besar di negara-negara berkembang Magniet al., 2015. Timbal Pb merupakan salah satu logam berat yang banyak terdapat di
lingkungan. Industri pembuatan baterai dan pelapisan logam merupakan sumber utama pencemaran logam Pb. Selain itu, pencemaran Pb juga dapat berasal dari
pembakaran bahan bakar fosil dan peleburan bijih sulfida. Meskipun saat ini Pb telah dikurangi penggunaannya, namun pada kenyataannya masih banyak pelaku
industri yang menggunakan logam Pb untuk berbagai macam tujuan. Akibatnya, hal ini menjadi salah satu masalah lingkungan terbesar, terutama ketika sejumlah
organisme terkena toksisitasnya Palacios and Capdevila, 2013. Timbal dapat terakumulasi di tulang, otak, ginjal dan otot serta lambat laun akan menyebabkan
gangguan serius seperti anemia, penyakit ginjal, gangguan saraf bahkan kematian Groffman et al., 1992.
Selain Pb, Kromium Cr juga merupakan salah satu logam berat yang banyak terdapat di lingkungan. Hal ini dikarenakan Cr banyak dimanfaatkan oleh
sebagian besar industri seperti electroplating, penyamakan kulit serta pengawetan kayu Congeevaram et al., 2007. Banyaknya Cr yang berada di lingkungan
menimbulkan kekhawatiran yang besar dikarenakan Cr dikenal sebagai logam yang bersifat beracun, mutagenik, karsinogenik, dan teratogenik pada manusia
serta makhluk hidup lain Avudainayagam et al., 2003. Pemerintah
Republik Indonesia melalui KepMen LH No. 51MENLH101995 dan PP No 82 tahun 2001 mengenai pengelolaan kualitas air
dan pengendalian pencemaran air, mewajibkan pelaku industri yang dalam kegiatan produksinya menghasilkan limbah dalam jumlah besar dan berpotensi
mencemari lingkungan harus melengkapi kegiatan industrinya dengan instalasi pengolahan air limbah yang memadai. Hal ini dilakukan pemerintah dalam
rangka pengendalian pencemaran lingkungan oleh limbah industri. Remediasi logam berat di lingkungan dapat dilakukan dengan beberapa
metode seperti kimia, fisika dan biologi. Metode fisika dan kimia telah terbukti efektif dalam mengelola limbah namun memiliki kekurangan, yaitu belum dapat
sepenuhnya diaplikasikan pada industri kecil dan menengah sebab biaya yang diperlukan akan mahal ketika logam dalam larutan berada di kisaran 1-100 mgL
Malik, 2004 serta biaya yang tinggi juga akan diperlukan untuk regenerasi resin atau mengaktifkan karbon Magni et al., 2015. Selain itu, metode tersebut
memakan waktu yang cukup lama dalam pengolahannya. Pendekatan secara
bioteknologi dengan menggunakan mikroorganisme merupakan alternatif yang dapat dilakukan untuk mengolah logam berat. Adapun keuntungan dari
pengolahan limbah logam berat secara biologi, antara lain biaya proses serta pemeliharaan yang rendah Pacini et al., 2005, serta dapat dilakukan dalam skala
kecil dan hasil pengolahan yang efisien Jianlong et al., 2001. Bioremoval logam berat dilakukan oleh mikroorganisme dengan
membentuk ikatan antara sel dengan logam berat, baik secara adsorpsi maupun absorbsi atau kompleksasi sehingga ion logam tersebut dapat terikat pada
permukaan sel atau terakumulasi di dalam sel. Selain proses bioremoval, mikroorganisme juga dapat melakukan proses reduksi logam berat sehingga
terbentuk kompleks ion logam berat yang tidak toksik Nies, 1999; Suhendrayatna, 2001.
Aplikasi yang paling umum untuk pengolahan air limbah secara biologi adalah proses lumpur aktif. Meskipun pengoperasian sistem lumpur aktif cukup
sederhana, tetapi biaya operasinya cukup tinggi, karena difusi oksigen sangat rendah dalam air limbah. Selain itu, proses lumpur aktif tidak dapat menahan
beban organik dan hidrolik tiba-tiba serta tidak mampu untuk mengatasi beban organik yang tinggi. Sebuah solusi untuk masalah tersebut dapat ditawarkan
dengan proses pertumbuhan melekat. Keuntungan utama dari sistem ini adalah konsentrasi biomassa yang tinggi, sehingga memungkinkan stabilitas saat beban
organik dan hidrolik sangat tinggi dan biaya modal serta biaya operasional yang relatif murah Vayenas, 2011.
Di Bali khususnya kawasan Denpasar Selatan terdapat beberapa perairan yang diindikasi mengandung unsur logam berat di dalamnya. Perairan tersebut
antara lain, Pelabuhan Benoa, perairan mangrove Patung Ngurah Rai Tuban Denpasar Selatan, dan Estuary Dam Suwung. Fakta ini didukung oleh penelitian
Suriani, 2007 bahwa pada perairan mangrove Patung Ngurah Rai Tuban Denpasar Selatan mengandung logam berat Kromiun Cr sebesar 0,07 ppm,
Kadmium Cd sebesar 0,025 ppm, Kobalt Co sebesar 0,004 ppm, Tembaga Cu sebesar 0,009 ppm. Menurut Baku Mutu Lingkungan Air Kelas III Peraturan
Gubernur Bali No.8 Tahun 2007, hasil yang didapatkan tersebut telah melampaui batas maksimum yang diperbolehkan, yaitu untuk logam Cr sebesar 0,05 ppm dan
logam Cd sebesar 0,01 ppm. Keberadaan logam Pb dan Cr pada perairan Estuary Dam Suwung
didukung oleh Bogoriani, 2007 yang melakukan penelitian mengenai penentuan konsentrasi logam Pb dalam ikan nila pada perairan waduk Estuary yang
merupakan muara dari sungai Badung. Berdasarkan penelitian tersebut diketahui bahwa kadar Pb dan Cr pada ikan nila rata-rata berkisar 10,1910-10,7710 mgkg
berat basah dan 1,3460-2,9642 mgkg berat basah. Menurut Keputusan Direktur Jenderal Pengawasan Obat dan Makanan POM No. 03725BSKVII89 tentang
batas maksimum cemaran logam pada makanan khususnya daging olahan, ditentukan batas maksimum untuk Pb adalah 2,0 mgkg dan Cr batas maksimum
adalah 0,4 mgkg berat basah. Berdasarkan ketentuan tersebut, dapat diketahui bahwa kadar Pb dan Cr yang terdapat pada ikan nila di perairan waduk Estuary
telah melampui batas maksimum yang diperbolehkan. Sedangkan keberadaan logam Pb dan Cr pada Pelabuhan Benoa telah
dilakukan penelitian oleh Dewi et al., 2014. Dalam penelitiannya yang berjudul Fraksinasi Dan Bioavailabilitas Logam Pb Dan Cr Dalam Sedimen Di Pelabuhan
Benoa, dikatakan konsentrasi logam Pb total dalam sedimen yang diayak basah dan kering berturut-turut sebesar 18,4852 mgkg dan 23,3974 mgkg. Konsentrasi
logam Cr total dalam sedimen yang diayak basah dan kering berturut-turut sebesar 17,7131 mgkg dan 24,9371 mgkg. Konsentrasi kedua logam di atas
mengindikasikan bahwa kondisi perairan di Pelabuhan Benoa telah tercemar oleh kedua logam berat di atas karena jauh melebihi ambang batas yang diperbolehkan.
Menurut Keputusan Menteri Negara Kependudukan dan Lingkungan Hidup Nomor :KEP.02MENKLHI1988 tentang Pedoman Penetapan Baku Mutu Air
Laut Untuk Biota Laut Taman Laut Konservasi menetapkan kadar maksimum logam Pb dan Cr dalam sedimen berturut-turut
sebesar ≤ 0,075 mgL dan ≤ 0,05 mgL.
Bakteri yang diisolasi dari lingkungan yang tercemar logam berat sangat berpotensi digunakan sebagai agensia bioremediasi, sebab bakteri mempunyai
daya resistensi dan toleransi tinggi terhadap logam berat yang ada di sekitarnya. Mekanisme resistensi bakteri terhadap logam berat salah satunya melalui
mekanisme biosorbsi dan biakumulasi Chojnacka, 2010. Berdasarkan kenyataan di atas, bakteri endogenik Pelabuhan Benoa, perairan mangrove Patung Ngurah
Rai Tuban Denpasar Selatan, dan Estuary Dam Suwung yang sudah mulai tercemar logam Pb dan Cr akan diisolasi untuk mendapatkan bakteri yang unggul
sebagai agensia bioremediasi logam Pb dan Cr. Penelitian ini berkaitan dengan mengisolasi bakteri yang tahan terhadap
paparan logam Pb dan Cr pada Pelabuhan Benoa, perairan mangrove Patung Ngurah Rai Tuban Denpasar Selatan, dan Estuary Dam Suwung. Dari bakteri
terbaik hasil isolasi kemudian akan diaplikasikan ke dalam biosistem dengan sistem pertumbuhan melekat.
1.2 Rumusan Masalah