1
B A B II KAJIAN PUSTAKA
2.1 Obesitas dan Sindrom Metabolik
2.1.1 Epidemiologi Tahun 2008, satu setengah milyar orang dewasa diatas 20 tahun termasuk
overweight, dan lebih dari 200 juta pria dan hampir 300 juta wanita termasuk obesitas. Secara keseluruhan, lebih dari 1 diantara 10 orang dewasa di dunia
termasuk obesitas. Hal ini diperparah dengan kenyataan pada tahun 2010, hampir 43 juta anak-anak dibawah usia 5 tahun mengalami overweight Ferrari, 2008.
Berdasarkan data The Behavioral Risk Factor Surveillance System, pada tahun 2005 diperkirakan 60,5 orang Amerika mengalami overweight, 23,9
obesitas dan 3 tergolong sangat obesitas. Obesitas tidak hanya menyebabkan masalah kesehatan yang serius namun juga menurunkan angka harapan hidup
Petrucelli, 2008; Singla et al., 2010. Peningkatan angka kejadian sindrom metabolik salah satunya disebabkan
oleh peningkatan populasi dan prevalensi obesitas. Obesitas dan sindrom metabolik memiliki keterkaitan yang erat dan merupakan suatu hubungan kausal.
Berdasarkan data the National Health and Nutrition Examination Survey NHANES tahun 1988-1994 dan 1999-2000 diketahui bahwa 22 orang dewasa
di Amerika Serikat mengalami sindrom metabolik. Disamping itu, terjadi peningkatan prevalensi sindrom metabolik seiring dengan peningkatan usia
Ferrari, 2008; Petrucelli, 2008; Singla et al., 2010; Shen et al., 2012. Peningkatan prevalensi obesitas tidak hanya terjadi di negara Barat, namun
juga di Asia. Dibandingkan dengan ras Kaukasia, orang Asia memiliki Indeks Massa Tubuh IMT yang lebih rendah namun memiliki prevalensi risiko sindrom
2
metabolik ternyata lebih tinggi. Data prevalensi sindrom metabolik pada beberapa populasi diseluruh dunia berdasarkan kriteria diagnostik yang berbeda dapat
dilihat pada tabel 1 Ferrari, 2008; Huang et al., 2009. Riset Kesehatan Indonesia 2010 menyatakan prevalensi obesitas pada
penduduk usia diatas 15 tahun adalah 21,7, dengan prevalensi obesitas abdominal didalamnya sebesar 18,8 Riskesdas, 2010. Prevalensi obesitas di
Bali adalah sebesar 26,2 Dwipayana et al., 2011.
3
Tabel 1. Prevalensi Sindrom Metabolik pada Populasi Tertentu di Asia Ferrari,
2008
NegaraKota Sampel
Usia tahun
Prevalesi SM Sumber
Cina, Beijing 16.324 dewasa
20-90 10,2
wanita, 15,7 pria
Li et al, 2006
China, Hong Kong
1513 18-66
9,6 ATP III, 13,4
WHO Ko et al, 2005
China, Hong Kong
5202 pasien diabetes
16-95 49,2-58,1
Ko et al, 2006 India, Jaipur
1800 dewasa 20
24,9, 30,9 wanita,
18,4 pria Gupta et al, 2004
Jepang, Kagoshima
471 anak dengan
overweight, atau obes
6-11 8,7
overweight, 17,7 obes
Yoshinaga et al, 2005
Jepang 3264 dewasa
20-79 7,8, 1,7
wanita, 12,1 pria
Arai et al, 2006
Vietnam, Ho Chi Minh
611 dewasa 18+
12 Son et al, 2005
Singapore cardiovascular
cohort study 4334 dewasa
18-69 17,7 IDF,
26,2AHA Lee et al, 2007
Korea Selatan 6824 dewasa 20-80
15,0 wanita,
13,5 pria Park et al, 2006
Taiwan 124513 dewasa
20-94 13,9 IDF,
22,4 AHA Huang et al, 2008
Taiwan, Taichung
2359 dewasa 40-64
65+ 24,19
wanita, 35,23 pria
51,82 wanita,
43,23 pria Lin et al, 2007
Thailand 602 dewasa
20-90 15
Pongchaiyakul et al, 2007
ATP III : The Adult Treatment Panel III of the National Cholesterol Education Program, AHA : American Heart Association, IDF : International Dabetes Federation
4
2.1.2 Definisi Obesitas Overweight dan obesitas didefinisikan sebagai akumulasi lemak abnormal
atau berlebih yang dapat mengganggu kesehatan. Obesitas dibedakan menurut indeks massa tubuh dan distribusi lemak. Berdasarkan distribusi lemak, obesitas
dibagi menjadi obesitas umum dan obesitas abdominal atau obesitas sentral. Obesitas abdominal adalah kondisi kelebihan lemak perut atau lemak pusat. Salah
satu indikator pengukuran obesitas abdominal adalah lingkar perut. Indeks Masa Tubuh IMT merupakan indeks sederhana berat dan tinggi badan yang umum
digunakan untuk mengklasifikasikan overweight dan obesitas pada dewasa. Indeks massa tubuh didefinisikan sebagai berat badan seseorang dalam kilogram
dibagi dengan kuadrat tinggi badannya dalam meter kgm
2
. Untuk penduduk Barat dikatakan obesitas bila IMTnya ≥ 30 kgm
2
atau lingkar perut ≥ 102 cm pada pria atau ≥ 88 cm pada wanita, sedangkan untuk penduduk Asia, IMTnya
25kgm
2
atau lingkar perut ≥ 90 cm pada pria dan ≥ 80cm pada wanita. Berikut ini adalah klasifikasi IMT yang ditetapkan oleh World Health Organization WHO
pada tahun 1998 Tabel 2 WHO, 2014
Tabel 2. Klasifikasi IMT pada Dewasa Ras Eropa
Klasifikasi IMT kgm
2
Risiko Komorbiditas
Underweight 18,5
Rendah namun terdapat peningkatan risiko untuk
masalah klinis lainnya
Normal 18,5-24,9
Rata-rata Overweight
Preobese Obese I
Obese II Obese III
25 25-29,9
30-34,9 35-39,9
≥40 Meningkat
Sedang Berat
Sangat berat
5
Berbeda dengan Eropa, terdapat perbedaan pada distribusi lemak tubuh khususnya di daerah Asia Pasifik. Sebagai contoh, Asia Selatan India memiliki
distribusi lemak tubuh tersentralisasi di mana thick trunk shinfold dan rata-rata waist-to-hip ratio-nya lebih tinggi pada IMT yang sama dibandingkan ras Eropa.
Pada populasi Asia, morbiditas dan mortalitas terjadi pada individu dengan IMT yang lebih rendah dan lingkar pinggang yang lebih kecil. Selain itu, mereka
cenderung memiliki lemak intraabdominal tanpa terlihat obesitas secara keseluruhan. Berikut ini adalah klasifikasi IMT pada orang Asia dewasa Tabel 3
WHO,2014.
Tabel 3. Klasifikasi IMT pada Orang Asia Dewasa
Klasifikasi IMT Kgm
2
Risiko Komorbiditas
Underweight 18,5
Rendah namun terdapat peningkatan risiko untuk
masalah klinis lainnya
Normal 18,5-22,9
Rata-rata Overweight
Dalam risiko Obes I
Obes 2 23
23-24,9 25-29,9
≥30 Meningkat
Sedang Berat
2.1.3. Definisi Sindrom Metabolik Kombinasi berbagai gangguan metabolik yang sekarang dikenal dengan
sindrom metabolik pertama kali digambarkan oleh Kylin pada tahun 1920-an sebagai sekelompok gejala hipertensi, hiperglikemia dan gout. Dua dekade
kemudian, Vague menyatakan bahwa upper body adiposity android atau male type obesity merupakan tipe yang paling berkaitan dengan abnormalitas
metabolik yang terlihat pada diabetes dan penyakit kardiovaskular. Pada tahun 1988, Reaven menggunakan istilah Sindrom X dan menetapkan beberapa gejala
6
klinis yang penting meskipun obesitas tidak termasuk didalamnya. Pada tahun 1989, Kaplan menyebutnya The Deadly Quartet dan lainnya lalu menggunakan
istilah The Insulin Resistance Syndrome. Namun, saat ini istilah sindrom metabolik diterima secara luas untuk sekumpulan gejala metabolik yang berkaitan
dengan faktor risiko kardiovaskuler serta dapat memprediksi risiko terjadinya diabetes Alberti et al., 2006.
Karakteristik umum sindrom metabolik diantaranya: 1 distribusi lemak tubuh yang abnormal; 2 Resistensi insulin; 3 Dislipidemia aterogenik; 4
peningkatan tekanan darah; 5 Status proinflamasi; dan 6 Status protrombotik. Berikut adalah berbagai kriteria yang ditetapkan oleh beberapa organisasi untuk
membantu menetapkan diagnosis klinis sindrom metabolik Huang et al., 2009; Alberti et al., 2006;
2.1.3.1 Sindrom Metabolik berdasarkan The Adult Treatment Panel III of the National Cholesterol Education Program NCEP ATP III
Beberapa waktu
sebelumnya tidak
diketahui hubungan
antara hiperinsulinemia, resistensi insulin, hipertensi, dislipidemia dan diabetes. Saat ini
diketahui bahwa keterkaitan tersebut mengacu pada sindrom metabolik. The Adult Treatment Panel III of the National Cholesterol Education Program membantu
mengidentifikasi orang dengan sindrom metabolik melalui sejumlah kriteria klinis dan menetapkan bahwa diagnosis sindrom metabolik dilakukan bila terdapat 3
atau lebih faktor risiko Tabel 4. Faktor risiko ini termasuk obesitas abdominal, kadar High Density Lipoprotein Cholesterol HDL-C yang rendah dan
peningkatan tekanan darah, glukosa puasa serta kadar Trigliserida Huang et al., 2009.
7
Tabel 4. Definisi Sindrom Metabolik Menurut ATP III
Faktor Risiko Definisi
Obesitas Abdominal Lingkar pinggang Pria
Wanita 40 inch
30 inch Trigliserida
≥150 mgdl HDL Cholesterol
Pria Wanita
40mgdl 50mgdl
Tekanan Darah ≥13085
Gula darah puasa ≥110 mgdl
2.1.3.2 Sindrom Metabolik berdasarkan World Health Organization WHO Pada tahun 1999, WHO menetapkan definisi sindrom metabolik. Definisi
WHO ditetapkan berdasarkan asumsi bahwa resistensi insulin merupakan salah satu kontributor utama sindrom metabolik. Untuk menetapkan diagnosis,
disamping resistensi insulin, sedikitnya dua komponen lain yaitu peningkatan tekanan darah, peningkatan kadar trigliserida, penurunan kadal HDL-C, obesitas
dan mikroalbumiuria. Tabel 5 Petrucelli, 2008; Alberti et al., 2006.
8
Tabel 5. Krteria Klinis Sindrom Metabolik Menurut WHO Petrucelli, 2008
Insulin Resisten, memenuhi salah satunya dari; Diabetes mellitus tipe 2
Glukosa darah puasa terganggu Tolerasi glukosa terganggu
Hiperinsulinemi, euglikemia dengan ambilan glukosa rendah Disertai 2 dari kriteria;
Mendapatkan terapi anti hipertensi atau tekanan darah ≥ 14090 Trigliseride plasma ≥ 150 mgdl
HDL-C 35 mgdl pada pria, atau 39 mgdl pada wanita BMI 30kgm2 danatau rasio pinggang:pinggul 0,9 pada pria, 0,85 pada
wanita Mikroalbuminuria; urine albumin excretion rate
≥ 20 microgrammenit atau albumin: creatinin ratio
≥ 30 mgg
2.1.3.3 Sindrom Metabolik berdasarkan International Diabetes Federation IDF Sindrom metabolik mengacu pada sekumpulan abnormalitas metabolik,
termasuk obesitas sentral, toleransi glukosa, tekanan darah tinggi dan dislipidemia.
Berbagai studi
menunjukkan bahwa
akumulasi lemak
intraabdominal merupakan prediktor risiko metabolik dan penyakit kardiovaskular yang independen Huang et al., 2006.
International Diabetes Federation menetapkan alat diagnosis yang sederhana untuk dapat digunakan dalam praktek klinis dan penelitian di seluruh
dunia. Tujuannya selain membantu identifikasi sindrom metabolik juga memfokuskan pada upaya penanganan pasien Tabel 6 Alberti et al., 2006.
9
Tabel 6. Definisi Sindrom Metabolik Menurut Internasional Diabetes Federation
IDF Alberti et al, 2006 Obesitas
Sentral Lingkar pinggang sesuai etnis, ditambah dua dari kriteria
berikut; Peningkatan
Trigliserida ≥ 1,7 mmoll 150 mgdl atau terapi spesifik untuk
dyslipidemia Penurunan
HDL-C 1,03 mmoll 40mgdl pada pria
1,29 mmoll 50mgdl pada wanita
Peningkatan tekanan darah
Sistolik: ≥ 130 mmHg
Atau Diastolik: ≥ 85 mmHg
Atau sudah mendapatkan terapi dengan diagnosis hipertensi Peningkatan
glukosa darah puasa
Glukosa darah puasa ≥ 5,6 moll 100 mgdl atau telah terdiagnosa sebagai diabetes mellitus
Jika 5,6 mmoll atau 100 mgdl, Uji toleransi glukosa sangat direkomendasikan, namun tidak begitu diperlukan untuk
membedakannya pada sindrom ini.
2.1.4 Patogenesitas Obesitas dan Sindrom Metabolik Penyebab fundamental overweight dan obesitas adalah ketidakseimbangan
energi antara kalori yang dikonsumsi dengan kalori yang digunakan. Secara global, terjadi peningkatan asupan makanan kaya lemak, garam, dan gula namun
rendah vitamin, mineral dan mikronutrien lain. Selain itu juga terjadi penurunan aktivitas fisik akibat gaya hidup sedenter dan urbanisasi. Asupan kalori berlebih
dan aktivitas fisik yang kurang, memicu terjadinya penumpukan lemak subkutan, periviseral dan intraviseral Petrucelli, 2008; Huang et al., 2009
Obesitas dapat memicu tekanan darah tinggi, peningkatan kolesterol, penurunan HDL-C dan hiperglikemi. Sel adiposa diketahui mensekresikan sitokin
dan molekul lain yang dapat memicu peningkatan kondisi proinflamasi, protrombotik dan resistensi insulin. Kondisi tersebut terlibat dalam patogenesis
10
sindrom metabolik. Selain itu, diketahui pula bahwa resistensi insulin memicu faktor risiko metabolik lainnya termasuk hipertensi, hipertrigliseridemia,
hiperglikemia dan dislipidemia Petrucelli, 2008. Diperkirakan, setiap peningkatan berat badan sebesar 1 kg berkaitan
dengan peningkatan risiko diabetes tipe 2 sebesar 9. Obesitas berkaitan erat dengan risiko stroke iskemik maupun hemoragik. Setiap satuan peningkatan IMT
berkaitan dengan peningkatan risiko stroke sebesar 6 Ferrari, 2008. Walaupun etiologinya masih kontroversial, namun diketahui bahwa
sindrom metabolik dipicu oleh obesitas, resistensi insulin dan sejumlah faktor lain seperti kerentanan genetik dan peningkatan usia. Diketahui pula bahwa sindrom
metabolik dapat terjadi akibat efek samping dari pengobatan termasuk kortikosteroid, inhibitor protease, antidepresan dan antipsikotik Petrucelli,2008.
2.1.5 Peran Jaringan Adiposa sebagai Organ Endokrin
Selain berperan sebagai tempat penyimpanan energi, jaringan adiposa diketahui merupakan organ endokrin utama yang mengatur metabolisme tubuh.
Peningkatan massa sel lemak memicu terjadinya ketidakseimbangan pelepasan hormon dan akhirnya menyebabkan berbagai efek metabolik. Komplikasi
metabolik obesitas yang dikenal dengan sindrom metabolik ditandai oleh resistensi insulin yang seringkali menyebabkan kerusakan sel beta pancreas,
gangguan toleransi glukosa dan diabetes tipe 2, dislipidemia, hipertensi dan penyakit jantung yang terjadi lebih dini. Selain itu, obesitas abdominal,
akumulasi lemak ektopik, steatosis hepatik dan sleep apnea juga termasuk ke dalam komplikasi metabolik obesitas Zhang, 2010.
11
Sel Adiposa mensekresikan berbagai molekul yang aktif secara biologis yang dinamakan adipositokin atau adipokin yang meliputi sejumlah sitokin misal
Tumor Necrosis Factor TNF- α dan Interleukin IL-6, Kemokin misal IL-8
dan Monocyte Chemoattractant Protein MCP-1. Selain itu, jaringan adiposa mensekresikan berbagai hormon yang salah satunya berperan dalam regulasi berat
badan seperti leptin, visfatin, apelin, resistin dan adiponektin Zhang, 2010.
2.2. Leptin