Struktur morfologi Chlorella sp.

6

2.2. Struktur morfologi Chlorella sp.

Chlorella adalah salah satu jenis fitoplankton yang mengandung klorofil serta pigmen lainnya untuk melakukan fotosintesis. Kata Chlorella berasal dari bahasa Yunani yaitu ”Chloros” yang berarti hijau dan ”L.ella” yang berarti kecil Bold dan Wynne, 1985. Chlorella adalah fitoplankton yang cukup penting dalam pengembangan bidang perikanan, karena merupakan salah satu pakan alami untuk benih ikan dan udang Hartati, 1986. Chlorella merupakan produsen dalam rantai makanan makhluk hidup yang kaya gizi. Menurut habitat hidupnya, ada dua macam Chlorella yaitu Chlorella yang hidup di air tawar dan Chlorella yang hidup di air laut. Bentuk sel Chlorella biasanya bulat atau bulat telur dengan ukuran 5 – 10 mikrometer, merupakan alga bersel tunggal uniseluler, dan kadang-kadang bergerombol 4-16 individu Pandey dan Triverdi, 1977. Pandey dan Triverdi 1977 mengklasifikasikan Chlorella sebagai berikut : Phylum : Chlorophyta Kelas : Clorophyceae Ordo : Chlorococcales Sub-ordo : Autosporinae Familia : Chlorellaceae Genus : Chlorella Spesies : Chlorella vulgaris, C. conglomerate, C. conductrix, C. ellipsoidea, lainnya Chlorella berwarna hijau karena klorofil merupakan pigmen yang dominan. Dinding selnya keras terdiri dari selulosa dan pektin. Sel ini mempunyai protoplasma yang berbentuk cawan. Chlorella dapat bergerak tetapi sangat lambat sehingga saat pengamatan seakan-akan tidak bergerak Alim dan Kurniastuty, 1995. Struktur morfologi Chlorella dapat dilihat pada Gambar 1 Vashishta, 1978. Gambar 1. Koloni dan potongan melintang struktur morfologi Chlorella sp. dengan mikroskop elektron Vashishta, 1978 7 Chlorella bersifat kosmopolit yang dapat tumbuh dimana-mana seperti kolam, perairan payau, tempat-tempat yang lembab, kulit kayu, kecuali pada tempat yang sangat kritis bagi kehidupan Vashista, 1978. Fitoplankton ini dapat tumbuh pada salinitas 0 – 35 ppt dengan salinitas optimum 10 – 20 ppt. Chlorella dapat tumbuh pada kisaran suhu antara 5 - 35 o C, dengan suhu optimum pada suhu 25 o C. Tetapi Chlorella memiliki toleransi pada suhu 35-40 o C dan bertahan sampai 42 o C Davis et al., 1953. Kisaran pH yang baik untuk pertumbuhan plankton adalah 7.5 – 8.5 dan dengan menggunakan urea sebagai medianya, maka pHnya adalah 6.5 Davis et al., 1953. Chlorella bereproduksi secara aseksual dengan pembelahan sel, dan pemisahan autospora dari sel induknya Alim dan Kurniastuty, 1995. Kepadatan fitoplankton dapat dinyatakan dalam biomassa yang pada hakekatnya bermakna banyaknya zat hidup per satuan luas atau per satuan volume 8 di suatu daerah dan pada suatu waktu tertentu Cushing in Nontji, 1984. Jumlah individu fitoplankton berlimpah pada lokasi tertentu, sedangkan pada lokasi lain di perairan yang sama jumlahnya sedikit Nontji, 2005. Hal ini menunjukkan bahwa distribusi fitoplankton di perairan tidak homogen. Faktor yang menyebabkan terjadinya keadaan yang demikian yaitu arus, unsur hara, dan aktifitas pemangsaan Davis, 1951. Karakteristik optik seperti absorbansi fitoplankton Chlorella sp. diukur dengan spektrofotometer di daerah panjang gelombang ultraviolet dan cahaya tampak. Dari hasil pengukuran diperoleh bahwa Chlorella sp. memiliki nilai absorbansi yang tinggi untuk panjang gelombang 687 dan 490 nm. Hubungan antara absorbansi dan kepadatan sel Chlorella sp. adalah linier pada rentang kepadatan 50 sampai dengan 150 x 10 4 selml Gambar 2 Retno et al., 2002. A b s o rb a n s i Gambar 2. Kurva absorbansi sinar terhadap jumlah selvolume Chlorella sp. pada panjang gelombang 687 nm Retno et al., 2002 9 DigitalFluorometer DF kinetik fotometer merupakan suatu metode untuk mengetahui bertambahnya jumlah konsentasi klorofil-a yang ada di perairan. Menurut Tümpling 1999 konsentrasi klorofil-a yang ada di perairan besarnya sebanding dengan besarnya konsentrasi total klorofil yang ada di perairan tersebut Gambar 3. Gambar 3. Korelasi antara biakan klorofil-a dengan konsentrasi klorofil DF kinetik fotometer Tümpling, 1999 Jumlah fitoplankton yang ada di perairan laut umumnya dapat dilihat dari jumlah klorofil-a yang ada di perairan tersebut. Oleh karena itu hasil pengukuran kandungan klorofil-a sering digunakan untuk menduga biomassa fitoplankton suatu perairan. Menurut Arinardi et al. 1997, perairan Indonesia yang memiliki kandungan klorofil-a yang tinggi hampir selalu berkaitan dengan adanya pengadukan dasar perairan, dampak aliran sungai Pantai Utara Jawa, Pantai Timur Sumatera bagian Selatan, Kalimantan Selatan dan Papua serta 10 berlangsungnya proses penaikan massa air lapisan dalam ke permukaan Laut Banda, Laut Arafura, Selat Bali dan Selatan Jawa.

2.3. Pigmen-pigmen pada Chlorella sp.