Potensi Sumberdaya Pesisir Kajian Pengelolaan Ekosistem Mangrove Secara Berkelanjutan Kota Tarakan Kalimantan Timur (Studi Kasus Desa Binalatung Kecamatan Tarakan Timur)

pohon kelapa, waru Hibiscus tiliaceus, ketapang Terminalia catappa dan pandan duri Pandanus spinosus. Sedangkan ekosistem hutan mangrove yang mendominasi pesisir bagian utara Desa Binalatung adalah jenis api-api Avicennia spp, Prepat Sonneratia spp, Mangrove Rhizophora sp dan Nipah Nypa. b. Ekosistem pantai berpasir terletak antara garis air surut terendah dan air pasang tertinggi Bengen, 2004. Secara morfologi tipe pantai yang terdapat di Desa Binalatung tergolong Pantai yang terbentuk karena adanya erosi. Dahuri 2003 menjelaskan bahwa morfologi pantai semacam ini terjadi karena sedimen yang terangkut oleh arus dan aliran sungai akan mengendap di daerah pantai. Pantai yang terbentuk dari endapan semacam ini dapat mengalami perubahan dari musim ke musim, baik secara alamiah maupun akibat kegiatan manusia yang cenderung melakukan perubahan terhadap bentang alam. Kondisi Sosial Ekonomi Masyarakat 1. Kondisi Sosial Masyarakat Desa Binalatung yang berpenduduk sekitar 911 jiwa, jumlah KK sekitar 185 orang terbagi dalam beberapa rukun tetangga RT. Secara terperinci dapat dilihat pada Tabel 9. Tabel 9 Data Kependudukan Desa Binalatung Jumlah No Lingkungan Laki-laki Perempuan Jumlah KK Jumlah Jiwa 1 2 3 RT. 12 RT. 13 RT. 14 151 131 203 151 111 164 56 51 78 302 243 367 Sumber : Monografi Kelurahan, Maret 2006. Berdasarkan data penduduk Tabel 9 jumlah penduduk terbanyak terdapat di RT 14 berjumlah 367 jiwa pada bulan maret 2006 dengan jumlah kepala keluarga sebanyak 78 orang. Hal ini diindikasikan bahwa pertambahan jumlah yang signifikan diakibatkan oleh adanya ikatan keluarga yang sebelumnya telah ada didaerah asal sehingga hubungan kekeluargaan atau kekerabatan turut menjadi pemicu bertambahnya penduduk di daerah tempat mereka melakukan urbanisasi yakni Desa Binalatung. Penduduk Desa Binalatung sebagian besar merupakan penduduk pendatang urban yang berasal dari berbagai suku seperti Bugis, Makassar dan Nusa Tenggara. Alasan warga pendatang melakukan migrasi ke daerah ini karena mengikuti keluarga yang telah merantau sebelumnya dan sekaligus mencari penghidupan yang lebih baik dari sebelum mereka melakukan migrasi. Salah satu yang menjadi daya tarik para pendatang datang ke wilayah ini adalah keberadaan sumberdaya pesisir terutama perikanan tangkap. Penduduk desa sebagian besar berprofesi sebagai nelayan dengan alat tangkap yang biasa digunakan adalah tugu togo. Kegiatan penangkapan dilakukan karena warga tidak memiliki alternatif pekerjaan lain di desa, mengingat tingkat pendidikan warga yang tergolong rendah serta menurut mereka bahwa kegiatan menangkap tidak membutuhkan keterampilan skill yang khusus seperti yang biasa diperoleh secara formil dengan biaya yang mahal. Nelayan Desa Binalatung termasuk nelayan tradisional operasional penangkapan dan waktu penangkapan masih bergantung pada kondisi alamarus pasang surut. Kegiatan penangkapan di laut biasanya mereka lakukan 5 sampai 6 hari trip penangkapan kemudian setelah itu mereka kembali. Umumnya nelayan Desa Binalatung tidak memiliki rutinitas khusus yang dilakukan secara bersama-sama ketika tidak melaksanakan aktivitas melaut melainkan memperbaiki jaring togo yang rusak, pengolahan sisa hasil tangkapan dan melakukan diversifikasi pekerjaan seperti berkebun, bertani atau pekerjaan lain yang mereka anggap dapat membantu prekonomian keluarga. Sementara disisi lain, peran ibu-ibu rumah tangga nelayan yang membantu dalam melaksanakan kegiatan pengolahan hasil tangkapan sangat membantu prekonomian keluarga. Pada kondisi seperti inilah anggota-anggota rumah tangga juga harus memiliki kepedulian terhadap kelangsungan hidup rumah tangga diatas kepentingan-kepentingan pribadi. Setiap anggota rumah tangga bisa memasuki beragam pekerjaan occupational multyplicity yang dapat diakses sehingga memperoleh penghasilan yang berfungsi untuk menjaga kelangsungan hidup bersama. Dalam situasi demikian, sistem pembagian kerja yang berlangsung bersifat fleksibel dan adaptasi terhadap upaya pemenuhan kebutuhan hidup rumah tangga. Dalam aktivitas penangkapan dan pemasaran hasil tangkaan nelayan dibantu oleh ponggawa. Peranan ponggawa disini hanya sebagai pendistribusi hasil-hasil tangkapan nelayan. Pola pemasaran yang dilakukan oleh nelayan dan ponggawa selama ini adalah ponggawa melalui anak buahnya mengambil hasil- hasil tangkapan nelayan setiap hari di tugu dan membawanya ke Kota Tarakan sementara nelayan hanya cukup menunggu di tugu. Namun tidak pula menutup kemungkinan bagi masyarakat sekitar yang ingin langsung membeli hasil tangkapan berupa udang dan ikan bisa langsung datang ke tugu. Pola pembagian hasil pemasaran selama ini dilakukan adalah berdasarkan jumlah hasil tangkapan yang diperoleh.

2. Kegiatan Penangkapan

Potensi sumberdaya pesisir Desa Binalatung berupa perikanan tangkap merupakan potensi utama yang dapat menggerakkan kegiatan prekonomian desa. Secara umum kegiatan prekonomian desa bersifat fluktuatif karena sangat tergantung dari tinggi rendahnya produktivitas perikanan. Jika hasil tangkapan yang diperoleh tinggi, tingkat penghasilan nelayan akan meningkat sehingga daya beli masyarakat yang sebagian besar nelayan juga akan meningkat. Sebaliknya, jika hasil tangkapan yang diperoleh sedikit, tingkat penghasilan nelayan akan menurun sehingga tingkat daya beli mereka juga ikut menurun. Kondisi ini juga secara langsung dapat mempengaruhi kegiatan prekonomian desa. Masyarakat Desa Binalatung sebagian besar bermata pencaharian sebagai nelayan tugu. Profesi nelayan tugu telah lama digeluti karena menurut mereka pekerjaan inilah yang dapat membantu kondisi prekonomian keluarga mengingat keterbatasan pendidikan dan sempitnya lowongan pekerjaan yang ditawarkan di daerah ini. Sebagian besar nelayan Desa Binalatung termasuk dalam kategori nelayan tradisional dengan struktur masyarakat terbagi dalam kategori nelayan besar dan nelayan kecil, dimana nelayan besar merupakan pemilik modal yang diinvestasikan relatif besar sementara nelayan kecil justru sebaliknya. Kegiatan penangkapan biasanya dilakukan di perairan lepas pantai pada musim-musim tertentu dengan menggunakan alat tangkap tugu. Alat tangkap ini termasuk dalam klasifikasi alat tangkap perangkap trap net yang memanfaatkan keberadaan arus pasang-surut, sehingga ikan-ikan banyak tertangkap masuk dalam kantong pada saat pasang. Tujuan pengoperasian alat tangkap tersebut ialah untuk menangkap udang yang bermigrasi ke pantai mengikuti pola arus pasang surut. Oleh karena itu keberadaan udang disepanjang pesisir pantai Desa Binalatung dan sekitanya merupakan modal utama kehidupan masyarakat di desa ini. Subani dan Barus 1989 mendeskripsikan alat tangkap tugu sebagai alat perangkap pasang surut filter net sama seperti sici, bubu ambai, gombang dan bubu apolo. Dalam operasi penangkapanya juga disusun berderet-deret yang tiap deret unit terdiri dari 10-22 buah, disamping itu di beberapa tempat dipasang sendiri-sendiri togo tunggal dan dalam pemasangannya dapat dibolak-balik menghadap datangnya arus. Pada kanan-kiri mulut jaring di pasang gelang-gelang dari rotan untuk memudahkan pengangkatan dan penurunan pada waktu dioperasikan. Pada tugu ini kadang dilengkapi dengan jajaran tiang-tiang pancang yang merupakan kakisayap seperti halnya jermal walaupun tidak sepanjang sayapkaki jermal. Untuk tiap tugu ganda dilengkapi dengan sayap kaki pemasangnya diatur sedemikian rupa sehingga merupakan bangunan yang berbentuk siku keluang zigzag untuk mana tiap sudut di pasang jaring tugu. Dengan cara demikian tugu tersebut dapat dipasang terus menerus di sesuaikan dengan datangnya arus air. Gambar 14 Jenis Alat Tangkap Tugu trap net nelayan Desa Binalatung