Genangan Air Tawar Kajian Pengelolaan Ekosistem Mangrove Secara Berkelanjutan Kota Tarakan Kalimantan Timur (Studi Kasus Desa Binalatung Kecamatan Tarakan Timur)

tawar dan selanjutnya pertumbuhan mangrove akan menjadi terganggu. Peristiwa penggenangan air tawar dalam jumlah yang tinggi, dapat disebabkan oleh tingginya curah hujan yang terjadi dan limpahan air buangan masyarakat dari pemukiman. Kedua faktor tersebut didukung pula oleh semakin sempitnya catchment area, sebagai akibat dari kegiatan penebangan hutan di hulu dan pembukaan lahan di daerah-daerah sekitar sungai untuk pemukiman maupun untuk kegiatan lainnya. Selain itu peristiwa pengenangan air tawar juga disebabkan karena tertutupnya daerah muara oleh sedimentasi, sehingga limpahan air tawar tersebut menjadi tertahan dan suplai air laut tidak masuk. Tingginya genangan air tawar di daerah muara, dapat dipicu oleh intensitas curah hujan yang terjadi dan tingginya limpahan air buangan dari pemukiman dan pabrik-pabrik serta aktivitas lainnya yang ada di daerah aliran sungai. Kondisi tersebut diperparah dengan semakin sempitnya daerah resapan air catchment area, sehingga limpahan air baik oleh hujan maupun dari masyarakat akan langsung masuk ke badan sungai. Curah Hujan Curah hujan merupakan volume hujan dalam setiap bulan. Volume hujan biasanya dinyatakan dalam satuan mili meter mm. Selain curah hujan, hari hujan HH juga menjadi indikator intensitas hujan pada suatu daerah. Hari hujan merupakan frekuensi terjadinya hujan yang diukur dengan banyaknya hujan harian dalam sebulan. Berikut, secara grafis digambarkan tingkat curah hujan dan hujan hari di Kota Tarakan dalam kurun waktu tahun 2005. 0.0 50.0 100.0 150.0 200.0 250.0 300.0 350.0 400.0 450.0 Jan Peb Mar Apr Mei Jun Jul Agu Sep Okt Nop Des Bulan Cu ra h Hu ja n m m 5 10 15 20 25 30 H a ri H u ja n H a riB ul a n Curah Hujan Hari Hujan Gambar 26 Kondisi Curah Hujan yang terjadi di Kota Tarakan 2005 Curah hujan bulanan yang terjadi di Kota Tarakan selama tahun 2005 bervariasi antara 124,9-412,8 mmbulan. Frekuensi atau lama hari hujan yang terjadi di Kota Tarakan berkisar antara 12–26 haribulan. Selama kurun waktu satu tahun 2005 curah hujan berada pada nilai 100 mmbulan. Dapat dikatakan bahwa selama tahun 2005 Kota Tarakan tidak mengalami musim kering curah hujan 100 mmbulan. Curah hujan tertinggi mencapai 412 mmbulan pada bulan April, sementara curah hujan terendah terjadi pada bulan Pebruari yaitu 124,9 mmbulan. Sementara frekuensi hujan tertinggi terjadi pada bulan Oktober yaitu 26 haribulan, dan frekuensi terendah terjadi pada bulan Januari yaitu hanya sekitar 12 haribulan. Curah hujan yang tinggi dengan frekuensi yang tinggi akan memberikan limpahan air tawar yang tinggi kedalam badan sungai dan selanjutnya akan menuju muara. Kondisi curah hujan yang tinggi tersebut akan mengangkut bahan- bahan material berupa sedimen dan bahan organik serta bahan bahan anorganik menuju ke laut. Bahan-bahan material yang padat akan tenggelam seiring berkurangnya debit air sungai dan akhirnya mengendap di dasar perairan. Limpahan air tawar tersebut mengalir melalui run off menuju ke laut, namun karena kondisi muara sungai yang tertimbun oleh sedimen akhirnya limpahan air tawar tersebut tertahan dan menggenangi ekosistem mangrove disepanjang aliran sungai dan daerah muara sungai tersebut. Genangan air tawar dalam jumlah banyak akan mempengaruhi salinitas perairan dan keasaman tanah. Apabila kondisi ini terus menerus berlangsung dan dalam jangka waktu yang lama, akan berdampak terhadap terganggunya ekosistem mangrove dan akhirnya akan terjadi kematian secara massal pada mangrove tersebut. Limpahan Air Buangan Masyarakat Selain faktor curah hujan yang tinggi, genangan air tawar juga dapat bersumber dari limpahan air buangan masyarakat dan aktivitas pembangunan lainnya yang ada di daerah aliran sungai. Limpahan air tawar yang bersumber dari buangan rumah tangga dan pabrik pada umumnya disertai dengan bahan-bahan organik, anorganik serta limbah cair beracun. Limpahan air tawar tersebut langsung masuk ke badan sungai dan terus mengalir ke muara sungai melalui run off. Limpahan air buangan masyarakat tersebut selanjutnya tertahan di daerah muara karena tertimbunnya muara oleh sedimentasi. Besarnya limpahan air tawar yang bersumber dari faktor intensitas curah hujan dan air buangan dari masyarakat dan pabrik, semakin sulit tertahan karena semakin menurunnya sempitnya catchment area. Aktivitas pembangunan yang padat dan disertai intensitas curah hujan yang tinggi, akan menghasilkan debit sungai yang tinggi. Debit air sungai yang tinggi akan bergerak menuju ke laut. Limpahan air tawar dalam jumlah yang banyak akan mendorong dan menekan garam-garam untuk keluar, meskipun limpahan air tersebut juga membawa bahan- bahan organik dan oksigen terlarut yang baru sebagai kebutuhan dari tumbuhan dan organisme perairan.

3. Kadar Garam Rendah

Adaptasi terhadap kadar garam salinitas merupakan salah satu faktor pembatas terhadap pertumbuhan ekosistem mangrove. Supriharyono, 2000 mengatakan walaupun tumbuhan mangrove dapat berkembang pada kondisi lingkungan yang buruk, akan tetapi setiap tumbuhan mangrove mempunyai kemampuan yang berbeda untuk mempertahankan diri terhadap kondisi lingkungan fisika-kimia di lingkungannya salah satunya berupa salinitas tanah. Tinggi dan waktu penggenangan air pasang yang cukup lama akan sangat menentukan salinitas tanah, yang mana selanjutnya salinitas ini akan menentukan kehidupan jenis tumbuhan mangrove. Mangrove sangat rentan terhadap kadar garam yang rendah dan tinggi. Untuk mensiasati setiap kondisi ekstrim yang terjadi mangrove memiliki pola adaptasi khusus, salah satunya yakni mangrove memiliki sel-sel khusus dalam daun yang berfungsi untuk menyimpan garam. Dengan kata lain pola adaptasi terhadap kadar garam tinggi dilakukan dengan bentuk daun yang tebal dan kuat yang banyak mengandung air untuk mengatur keseimbangan garam. Selain itu daunnya juga memiliki struktur stomata khusus untuk mengurangi terjadinya penguapan. Penguapan yang tinggi akan menyebabkan berkurangnya kandungan air pada daun, sehingga salinitas yang tinggi akan berdampak terhadap pertumbuhan dan perkembangan mangrove. Sementara itu, mangrove juga rentang terhadap kondisi kadar garam yang rendah. Mangrove membutuhkan garam untuk pertumbuhan dan perkembangannya. Hasil pengukuran kualitas air genangan Desa Binalatung, disajikan pada Tabel 16. Tabel 16 Kualitas Air Genangan di Daerah Sekitar Mangrove Desa Binalatung Pengamatan No Keterangan Stasiun 1 Stasiun II Stasiun III 1. pH 6,34 6,27 6,04 2. Suhu O C 33,2 32,4 32,5 3. Salinitas ppm 5,3 3,7 1,8 4. Oksigen mglt 4,19 3,6 3,9 Sumber : Data Pengukuran,Juli 2007 Berdasarkan hasil pengukuran pada tiga stasiun diperoleh kandungan kadar garam bervariasi antara 1,8-5,3 ppm. Nilai kadar garam tersebut terbilang rendah dan tergolong genangan air tawar. Kandungan kadar garam yang rendah tersebut disebabkan oleh limpahan air hujan dan aktivitas di sepanjang daerah aliran sungai yang tinggi, serta akibat terjadinya sedimentasi daerah muara yang menyebabkan suplai air laut tidak bisa masuk ke dalam badan sungai, sehingga perairan kemudian didominasi oleh suplai air tawar yang sangat tinggi. Tidak adanya suplai air laut akibat terhalangnya muara sungai, menyebabkan kadar perairan menjadi tawar dan minim akan kandungan garam. Kondisi ini menyebabkan mangrove secara perlahan-lahan mengalami dehidrasi kandungan garam yang sangat dibutuhkan untuk pertumbuhan dan perkembangannya, sehingga lambat laun, mangrove menjadi mati. Pengamatan yang dilakukan secara visual menunjukkan bahwa vegetasi nipah Nypa fruticans mendominasi kawasan genangan air tersebut. Jenis vegetasi nipah juga merupakan salah satu indikator perairan dengan kadar salinitas rendah dan tergolong rendah. Menurut de Hann 1931 dalam Kusmana 2005 bahwa penyebaran jenis- jenis vegetasi mangrove berdasarkan salinitas dan genangan air laut terdiri atas: 1 zona air payau hingga air laut dengan salinitas berkisar antara 10-30 ppm dengan frekuensi penggenangan a 1-2 kalihari genangan pasang dengan dominan jenis pohon Avicennia spp dan Sonneratia spp, b 10-19 hrbulan genangan pasang dengan dominan jenis pohon Rhizophora spp dan Bruguiera spp, c 9 haribulan genangan pasang dengan dominan jenis pohon Xylocarpus spp dan Heritiera spp, d beberapa haribulan genangan pasang dengan dominan jenis pohon Lumnitzera