Kegiatan Pengolahan Hasil Tangkapan
tengah pemukiman mereka merupakan wadah yang tepat bagi warga untuk bermain sekaligus bersosialisasi setelah melaksanakan aktivitas rutin di laut.
Gambar 15. Aksesibilitas Berupa Sarana Transportasi Desa Binalatung merupakan desa terakhir yang berada di ujung utara
pantai Amal ialah desa yang nyaris terisolir bila saja tidak ada jaringan jalan dan listrik yang melewatinya. Namun semenjak adanya kegiatan MCRMP Kota
Tarakan, desa ini mendapat prioritas utama pembangunan sarana infrastruktur Desa berupa bangunan MCK, bak penampung air dan pembuatan saluran air bagi
warga untuk memenuhi kebutuhannya akan air bersih. Sumur-sumur penduduk yang ada berair payau dan hanya digunakan untuk keperluan mandi, mencuci
kecuali untuk masak dan minum masyarakat menggunakan air penampungan hujan. PEMDA setempat telah membangun beberapa sarana MCK akan tetapi
tidak dapat di pergunakan secara maksimum karena kondisinya yang telah rusak akibat terjadinya abrasi pantai.
Gambar 16. Wadah Penampung dan Bangunan MCK
Secara khusus desa ini tidak memiliki bangunan adat untuk melaksanakan acara-acara pertemuan-pertemuan kecuali memanfaatkan masjid untuk sarana
bersosialisasi, pertemuan-pertemuan rutin warga dan acara-acara besar lainnya. Selain itu juga sarana belajar dan mengajar seperti sekolah dapat ditemui di desa
ini. Kondisi bangunan sekolah yang terlihat baru dengan suasana bangunan sekolah yang langsung berhadapan dengan pantai menambah nuansa yang
menyenangkan ketika para siswa memulai untuk melakukan aktifitas belajar mengajar di SDN 045 Desa Binalatung Tarakan Timur. Jarak sekolah dengan
pemukiman penduduk cukup jauh sehingga dapat juga ditempuh dengan mengendarai sepeda atau berjalan kaki.
Gambar 17. Bangunan Sekolah Dasar di Desa Binalatung
HASIL DAN PEMBAHASAN
Keadaan Ekosistem Mangrove
Hasil pengolahan data citra satelit Landsat TM-7 tahun 2002 dengan kombinasi RGB 453 diperoleh total luasan hutan mangrove pesisir Desa
Binalatung sekitar 23,123 ha dengan jenis vegetasi terdiri atas: api-api Avicennia spp, prepat Sonneratia spp, mangrove Rhizophora spp dan nipah Nypa
fruticans. Umumnya zonasi hutan mangrove terdiri atas: kelompok api-api Avicennia spp pada daerah pantai, kemudian kelompok prepat Sonneratia spp,
kelompok mangrove Rhizophora spp dan nipah Nypa frutican. Hutan mangrove pesisir utara Desa Binalatung Kelurahan Pantai Amal
Kecamatan Tarakan Timur telah dijadikan sebagai kawasan rehabilitasi sejak tahun 2000. Kematian secara alami yang disebabkan oleh genangan air tawar dan
proses sedimentasi membuat kondisi hutan mangrove mengalami penurunan potensi baik jumlah tegakan maupun potensi biota perairan yang secara langsung
berasosiasi dengan kawasan mangrove. Dampak degradasi ekosistem mangrove mengakibatkan abrasi pantai dan penurunan hasil tangkapan nelayan serta
semakin jauhnya daerah penangkapan ikan fishing ground. Kondisi tersebut semakin memperihatinkan, khususnya degradasi sumberdaya alam. Untuk itu,
pemerintah daerah melalui PERDA No.03 tahun 2006 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Kota Tarakan menetapkan kawasan ekosistem yang ada untuk
dikembangkan menjadi kawasan hutan konservasi green belt selebar ±130 m.
Gambar 18 Ekosistem Mangrove Pesisir Utara Desa Binalatung
Degradasi Hutan Mangrove
Degradasi sering dijadikan sebagai indikator pengukuran tingkat keberlangsungan sumberdaya. Kondisi ekosistem mangrove Desa Binalatung saat
ini telah mengalami degradasi yang cukup tinggi. Kondisi tersebut tergambarkan secara nyata pada terjadinya kematian massal dieback hutan mangrove serta
semakin menurunnya luasan hutan mangrove tersebut. Secara ekologi degradasi hutan mangrove tampak pada nilai kerapatan relatif jenis RDi dan nilai
penutupan relatif jenis RCi lebih kecil dari pada nilai kriteria baku kerusakan mangrove yang dikeluarkan oleh Kementrian Lingkungan Hidup tahun 2005.
Kondisi hutan mangrove Desa Binalatung didasarkan pada kriteria baku mutu KLH. Lebih jelas disajikan pada Tabel 11.
Tabel 11 Kondisi Hutan Mangrove Desa Binalatung dan Kriteria Baku Mutu KLH
Hutan Mangrove Desa Binalatung
Baku Mutu KLH
Kriteria
Penutupan Kerapatan
pohonha Penutupan
Kerapatan pohonha
Kerapatan Status
- - 70
1500 Sangat
Padat Baik
- - 50-75
1000-1500 Sedang
Rusak 50
535 50
1000 Jarang
Rusak Parah Sumber: Olah Data, 2007 dan KLH, 2005
Degradasi ekosistem mangrove di Desa Binalatung berdasarkan hasil pengukuran dan pengamatan di lapangan diperoleh bahwa terdapat dua faktor
dominan yang menyebabkan terjadinya kematian massal dieback hutan mangrove yakni: 1 sedimentasi skala besar di muara sungai dan 2 genangan air
tawar yang tinggi pada ekosistem mangrove. Lokasi kematian massal dieback hutan mangrove tampak pada Gambar 19.
Gambar 19 Kondisi Ekosistem Mangrove Desa Binalatung Tertutupnya muara sungai oleh sedimentasi menyebabkan terhambatnya
proses sirkulasi air laut, sehingga mengakibatkan proses pencucian daerah mangrove tidak terjadi. Suplai air tawar yang tinggi mengakibatkan penggenangan
daerah mangrove. Kedua faktor ini menjadi penyebab utama terjadinya dieback hutan mangrove di Desa Binalatung.