Sedimentasi Muara Sungai Kajian Pengelolaan Ekosistem Mangrove Secara Berkelanjutan Kota Tarakan Kalimantan Timur (Studi Kasus Desa Binalatung Kecamatan Tarakan Timur)
Sedimentasi yang terjadi di muara sungai kemudian menjadi penghalang masuknya air laut ke sungai, sehingga proses pencucian dan suplai air laut tidak
terjadi. Kondisi ini menyebabkan kematian secara massal dieback terhadap mangrove yang tumbuh di daerah-daerah aliran sungai untuk jangka waktu
tertentu. Proses kematian massal dieback tersebut berawal dari penimbunan oleh sedimen dalam skala besar. Penimbunan tersebut kemudian mengganggu sistem
respirasi tumbuhan mangrove, dimana akar napas pneumatofora pada mangrove menjadi terhalang oleh sedimen. Apabila proses pencucian tidak terjadi, maka
suplai oksigen bagi tumbuhan akan terhambat akibat tertutupnya akar nafas pneumatofora pada mangrove dan berdampak pada perkembangan dan
pertumbuhan mangrove tersebut dan akhirnya menyebabkan kematian. Kondisi ini terjadi, karena tumbuhan mangrove merupakan tumbuhan yang hidup pada
substrat anaerob tanpa udara, sehingga kebutuhan akan oksigen sangat bergantung pada oksigen terlarut dalam air dan oksigen dari udara. Bengen 2004
menyatakan bahwa sistem perakaran yang terdapat pada pohon mangrove merupakan pola adaptasi terhadap kadar oksigen rendah. Selanjutnya, bahwa pada
akar pohon mangrove terdapat pneumatofora yang berfungsi untuk mengambil oksigen dari udara. Lebih jauh Dahuri et al., 1996 menyatakan bahwa tumbuhan
mangrove sangat peka terhadap pengendapan atau sedimentasi, tinggi rata-rata permukaan air, pencucian serta tumpuhan minyak. Keadaan ini mengakibatkan
penurunan kadar oksigen dengan cepat untuk kebutuhan respirasi dan akhirnya menyebabkan kematian pada mangrove.
Sedimentasi muara sungai yang terjadi di Desa Binalatung berdasarkan faktor pembangkitnya terdiri atas: 1 arus menyusur pantai longshore current, 2
pasang surut, 3 kualitas perairan dan 4 aktivitas manusia di hulu upland.
Arus Menyusur Pantai Longshore Current
Arus laut digerakkan oleh beberapa faktor yakni angin, pasut, gradien tekanan dan gradien densitas yang merupakan faktor penggerak dominan.
Kontribusi dari masing-masing fakor penggerak tergantung pada kondisi geografis. Misalnya di perairan semi tertutup, pasut memainkan peranan utama
penggerak arus, namun di perairan terbuka faktor yang dominan adalah angin dan
gradien tekanan. Dalam kaitannya dengan sedimentasi yang terjadi arus merupakan salah satu faktor penting khusunya dalam transpor sedimen.
Arus merupakan pergerakan massa air akibat perubahan tekanan, densitas baik yang disebabkan oleh perubahan suhu perairan, gelombang dan angin,
pasang surut, letusan gunung bawah laut serta aktivitas manusia secara langsung. Arus pantai pada umumnya ditentukan oleh besarnya sudut yang dibentuk antara
gelombang yang datang dengan garis pantai. Bila sudut datang cukup besar akan terbentuk arus menyusur pantai longshore current yang disebabkan oleh
perbedaan tekanan hidrostatik. Sedang apabila sudut datang kecil atau sama dengan nol gelombang yang datang sejajar garis pantai maka akan terbentuk
arus meretas pantai rip current dengan arah menjauhi pantai.
Gambar 20 Lokasi Aktivitas Masyarakat Penambang Pasir dan Tambak Kondisi pantai Kota Tarakan yang langsung berhadapan dengan laut bebas
Laut Sulawesi membentuk sudut datang gelombang yang cukup besar sehingga menyebabkan terjadinya arus menyusur pantai longshore current yang cukup
besar pula. Semakin besar sudut datang yang terbentuk, maka akan semakin besar kecepatan arus menyusur pantai yang terjadi. Kondisi ini akan sangat berdampak
terhadap topografi pantai akibat terjadinya pengangkutan sedimen oleh arus menyusur pantai tersebut. Besarnya sedimentasi yang terjadi sangat ditentukan
oleh kecepatan arus yang terbentuk serta partikel-partikel sedimen yang terangkut. Aktivitas pengerukan pasir pada suatu wilayah akan menyebabkan terjadinya
abrasi erosi pada wilayah tersebut yang selanjutnya pada wilayah lain akan terjadi akresi sedimentasi. Material yang tergerus tersebut terangkut oleh aliran
litoral dan terdeposit pada suatu wilayah. Berdasarkan hasil penelitian di Selat Makassar diketahui bahwa secara
umum arus perairan Selat Makassar dan sekitarnya mengalir ke selatan sepanjang tahun dengan kecepatan bervariasi Wyrtki, 1961; Tomczak dan Godfrey, 1994.
Sementara hasil penelitian yang dilakukan oleh DISHIDROS 2005 ditemukan bahwa kecepatan arus perairan pantai amal Kota Tarakan sangat bervariasi
dimana kecepatan tersebut berkisar antara 12,25-29,17 cmdt Gambar 20. Arus yang terjadi tersebut lebih didominasi oleh pengaruh gelombang dan pasang surut,
khususnya pada wilayah penelitian Desa Binalatung yang berada di daerah sebelah timur, memiliki letak geografi yang berhadapan langsung dengan laut
lepas Laut Sulawesi, sehingga sudut datang gelombang dan garis pantai yang terbentuk cukup besar. Kondisi ini akan membangkitkan terjadinya arus menyusur
pantai. Arus menyusur pantai longshore current yang terbentuk tersebut akan mengangkut sedimen dari utara menuju selatan. Gambar 21 berikut adalah rata-
rata kecepatan arus permukaan laut Kota Tarakan.
5 10
15 20
25 30
35
Jan Peb Mar Apr Mei Juni Juli Agst Sept Okt Nop Des
Bulan Ke
c e
pa ta
n c
m dt
Gambar 21 Kecepatan Rata-rata Arus Permukaan Laut Kota Tarakan DESHIDROS, 2005
Berdasarkan hasil pengukuran diperoleh kecepatan arus permukaan laut rata-rata di Kota Tarakan yaitu 12,25 cmdetik hingga 29,17 cmdetik. Seperti
pada Gambar 20 di atas tampak bahwa kecepatan arus permukaan laut tertinggi terjadi pada bulan Desember sedang kecepatan arus permukaan laut terendah
terjadi pada bulan Januari. Tinggi rendahnya kecepatan arus permukaan laut yang terjadi di perairan Kota Tarakan lebih disebabkan karena pengaruh angin. Angin
merupakan pergerakan massa udara dari tekanan tinggi ke tekanan rendah. Angin terjadi karena adanya perbedaan tekanan udara tersebut yang merupakan hasil dari
pengaruh ketidakseimbangan pemanasan sinar matahari pada tempat yang berbeda di permukaan bumi.
Tingginya kecepatan arus pada bulan Desember, disebabkan karena pada waktu tersebut terjadi muson barat, yakni pergerakan massa udara dari kutub utara
menuju Samudera Hindia melewati Indonesia. Pada musim ini terjadi angin kencang disertai hujan pada daerah-daerah yang dilewati. Angin tersebut
menimbulkan arus permukaan laut yang tinggi. Menurut Hutabarat 1993, bahwa pada umumnya tenaga angin yang diberikan pada lapisan permukaan air dapat
membangkitkan timbulnya arus permukaan yang mempunyai kecepatan sekitar 2 dari kecepatan angin itu sendiri. Sementara itu kecepatan arus permukaan
yang rendah terjadi pada bulan Januari, lebih disebabkan karena pada tahun 2005 tersebut kecepatan angin pada bulan yang sama menurun. Kondisi ini sulit untuk
membangkitkan kecepatan arus permukaan laut. Besarnya kecepatan arus menyusur pantai yang terjadi di Kota Tarakan,
sebagai pengaruh dari besarnya sudut datang gelombang, kecepatan angin, pasang surut, dan topografi pantai, menjadi faktor pembangkit tingginya sedimentasi
yang terjadi. Sedimentasi tersebut dipicu oleh aktivitas upland diantaranya seperti penambangan pasir darat, pembukaan areal pertambakan secara tradisional serta
tingkat curah hujan Kota Tarakan. Proses sedimentasi terjadi melalui perombakan struktur-struktur pasir, dimana partikel-partikel pasir tersebut merenggang dan
akan semakin mudah terpisahkan. Partikel-partikel pasir halus akan terangkut dan terbawa oleh arus menyusur pantai, pasang surut dan angin ke tempat lain.
Pasang Surut
Pasang surut pasut didefinisikan sebagai proses naik turunnya muka laut secara periodik karena gaya tarik benda-benda angkasa, terutama bulan dan
matahari. Tipe pasut yang terjadi ditentukan oleh frekuensi genangan air pasang dan air surut setiap hari. Pasut di perairan Desa Binalatung berasal dari Samudera
Fasifik melalui Laut Sulawesi.
Berdasarkan data DISHIDROS-AL 2005 diperoleh bahwa tipe pasut yang terjadi di perairan Kota Tarakan khususnya lokasi penelitian Desa
Binalatung yakni bertipe pasut harian ganda semidiurnal tide. Hasil tersebut didasarkan pada formzhal index yakni stasiun pengamatan Kota Tarakan diperoleh
kisaran pasut sebesar 0,23. Dahuri et al., 2004 menyatakan bahwa pasut yang terjadi pada perairan pulau Kota Tarakan memiliki tipe pasut harian ganda
semidiurnal tide. Secara grafis tipe pasut harian yang terjadi di perairan Desa Binalatung dapat dilihat pada Gambar 22.
0.0 0.5
1.0 1.5
2.0 2.5
3.0 3.5
4.0
8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 0 1 2 3 4 5 6 7 Waktu Pengamatan jam
K et
ingg ian
m Tgl 26 April 2005
Gambar 22 Tipe Pasut Harian Ganda semidiurnal tide Tampak pada Gambar 22 bahwa terjadi dua kali pasang dan dua kali surut.
Pasang tinggi pertama terjadi pada pukul 13.00 yaitu sekitar 3,6 m dan pasang tinggi kedua terjadi pada pukul 01.00 yaitu sekitar 2,9 m. Sedangkan surut
terendah terjadi pada pukul 20.00 yaitu sekitar 0,1 m dan pukul 07.00 yaitu sekitar 0,3 m. Tipe pasut perairan tersebut yakni harian ganda. Tipe pasut harian ganda
semidiurnal tide yaitu terjadinya dua kali pasang dan dua kali surut dalam sehari. Tipe pasut tersebut sama dengan tipe pasut yang terjadi di Kota Balikpapan
yang mempunyai tipe pasut harian ganda semidiurnal tide Formzhal index dari stasiun Balikpapan 0,22. Sementara untuk tipe pasut di daerah Delta Mahakam
berbeda dimana memiliki tipe pasut campuran dominansi ganda Formzhal Index dari stasiun Selat Makasaar dan Muara Pegah berkisar antara 0,38 dan 0,40.
Perbedaan tipe pasang tersebut dikarenakan terjadinya perbedaan kondisi geografis lokal pada masing-masing wilayah tersebut. Kondisi geografis perairan
Kota Tarakan dan Balikpapan tidak terdapat sungai besar seperti halnya Delta Mahakam sehingga kondisi pasut yang terjadi sedikit berbeda dengan kedua
wilayah tersebut. Triatmojo 1999 mengatakan bahwa pada kenyataannya di permukaan bumi terdapat pulau-pulau dan benua-benua, selain itu juga dasar laut
juga tidak rata karena adanya palung yang dalam, perairan dangkal, selat, teluk, gunung bawah laut dan sebagainya sehingga keadaan ini menyebabkan terjadinya
penyimpanngan-penyimpangan dari kondisi ideal serta dapat menimbulkan ciri- ciri pasut yang berbeda dari satu lokasi lainnya. Pasut di perairan Indonesia
dipengaruhi oleh bentuk geografis dan batimetri yang menyebabkan perbedaan karakteristik pada lokasi yang berbeda INRR, 2005.
Tipe pasut yang terjadi pada suatu wilayah perairan akan sangat menentukan perkembangan dan zonasi hutan mangrove di wilayah tersebut.
Mangrove berkembang pada perairan dangkal dan aerah intertidal sehingga sangat dipengaruhi oleh pasut. Pasut dan kisaran vertikalnya yang membedakan
periodesitas penggenangan mangrove tersebut. Perbedaan penggenangan akan menyebabkan perbedaan kumpulan mangrove yang tumbuh pada suatu daerah dan
menyebabkan perbedaan tipe-tipe zonasi hutan mangrove Nybakken, 1988. Selanjutnya Dahuri et al., 2004 menyatakan bahwa mangrove dapat tumbuh dan
berkembang secara maksimum dalam kondisi dimana terjadi penggenangan dan sirkulasi air permukaan yang menyebabkan pertukaran dan pergantian sedimen
secara terus-menerus, sirkulasi yang tetap terus menerus tersebut meningkatkan pasokan oksigen dan nutrien untuk keperluan respirasi dan produksi yang
dilakukan oleh tumbuhan. Kisaran yang terjadi di perairan pantai timur Kota Tarakan sepanjang tahun 2005 dapat dilihat pada Gambar 23.
Kondisi pasut untuk tahun 2005 pasang tertiggi high tides di perairan Kota Tarakan terjadi pada bulan April yaitu 3,6 m. Sedangkan surut terendah low
tides terjadi pada bulan Maret, April, September dan Oktober. Rata-rata pasang tertinggi di perairan Kota Tarakan setiap bulan berkisar 3,47 m dan surut terendah
berkisar 0,15 m. Berdasarkan nilai tersebut diperoleh bahwa kisaran pasut tidal range di perairan Kota Tarakan yaitu berkisar 3 m. Tidal range tersebut
merupakan kisaran pasut pada umumnya yang terjadi di muka bumi yakni antara 1-3 m Dahuri et al., 2004
Gambar 23 Kondisi Pasut yang terjadi di Kota Tarakan 2005 Berdasarkan tipe pasut yang terjadi berupa tipe harian ganda semidiurnal
tide, dimana terjadi dua kali pasang dalam sehari memberikan suplai air laut yang tinggi sehingga sangat bepengaruh terhadap jenis mangrove yang tumbuh di
daerah tersebut. Hasil penelitian menunjukkan bahwa jenis yang umumnya dijumpai dilokasi adalah jenis api-api Avicennia spp dan prepat Sonneratia spp
terutama pada bagian pantai terdepan. Hal ini dikarenakan tipe pasut yang terjadi, sehingga hanya jenis-jenis tertentu yang dapat hidup dan berkembang pada
kondisi salinitas tinggi. Nontji 1993 menyatakan bahwa karena sifat lingkungannya yang keras seperti genangan pasut air laut, perubahan salinitas
yang besar, perairan yang berlumpur tebal dan anaerobik sehingga menyebabkan pertumbuhan mangrove jenis api-api Avicennia spp dan prepat Sonneratia spp
dominan di daerah ini. Tumbuhan mangrove dapat berkembang pada kondisi lingkungan yang
ekstrim, akan tetapi setiap tumbuhan mangrove mempunyai kemampuan yang berbeda untuk mempertahankan diri terhadap kondisi lingkungan fisik-kimia.
Macnea 1968 bahwa terdapat empat faktor utama yang menentukan penyebaran tumbuhan mangrove yakni: a frekuensi pasut, b salinitas tanah, c air tanah dan
d suhu air. Tinggi dan waktu pengenangan air pasang yang cukup lama akan sangat menentukan salinitas tanah. Sehingga diyakini bahwa salah satu faktor
dominan yang terjadi di Desa Binalatung terhadap pertumbuhan mangrove yakni tinggi dan lamannya waktu penggenangan air laut, sehingga menyebabkan kondisi
0.05 0.1
0.15 0.2
0.25 0.3
0.35 0.4
0.45
1 2
3 4
5 6
7 8
9 10
11 12
Bulan
S u
ru t m
3.3 3.35
3.4 3.45
3.5 3.55
3.6 3.65
P a
s a
ng m
Surut Pasang
tanah menjadi bergaram. Akhirnya jenis mangrove yang mampu bertahan hidup dan berkembang adalah jenis api-api Avicennia spp dan prepat Sonneratia spp.
Salah satu fungsi pasut selain suplai air laut juga sebagai sirkulasi air dan transfor bahan-bahan organik. Sirkulasi air yang baik akan menyebabkan
terjadinya pencucian mangrove sehingga kondisi ini akan sangat menentukan proses pertukaran air untuk memelihara pertumbuhan mangrove. Traspor bahan
organik dan sirkulasi air tersebut akan sangat menentukan tipe substrat yang terbentuk. Dengan sistem perakaran yang dapat memiliki peran sebagai parangkap
sedimen yang baik, sehingga laju pasut sangat berperan dalam menjaga keseimbangan mangrove. Massa air yang masuk pada saat pasang tinggi akan
membawa kadar garam yang baru yang berfungsi untuk menetralisir keasaman tanah yang terjadi akibat penurunan salinitas tanah dan suplai air tawar, sementara
pada saat surut massa air akan bergantian dan akan membawa unsur-unsur hara serta dekomposisi unsur hara yang tinggi ke arah laut dan menyebabkan terjadinya
keseimbangan dinamis hutan mangrove. Pada kondisi ekstrim, dimana terjadi perubahan faktor-faktor pembatas
tersebut mangrove memiliki pola adaptasi yang unik yaitu dengan cara mengembangkan sistem perakaran untuk memungkinkan pertukaran gas terjadi di
atas tanah yang tergenang air dan miskin oksigen Mann, 1982 dalam Mackinnon et al., 2000 terutama yang berkaitan dengan kontrol terhadap pola salinitas
substrat akan menyebabkan perubahan komposisi spesies mangrove. Akar-akar nafas ini dikenal dengan “pneumatofora”. Salinitas yang lebih dari 90 ppt dapat
mengakibatkan biota dalam jumlah besar serta hanya jenis mangrove tertentu saja yang akan mampu bertahan hidup. Kondisi ini terjadi karena tingginya suplai air
laut mendorong tingginya salinitas substrat, perubahan salinitas dapat diakibatkan oleh perubahan siklus hidrologi, aliran air tawar dan pencucian terus-menerus
seperti kegiatan pengerukan, bendungan dan penyekatan Dahuri et al., 1996. Sementara apabila suplai air laut rendah atau dengan kata lain proses pencucian
tidak terjadi dengan baik dan disisi lain terjadi suplai air tawar yang tinggi maka akan menyebabkan terjadinya pengendapan sedimentasi yang tinggi di daerah
mangrove tersebut. Keadaan ini mengakibatkan penurunan kadar oksigen dengan cepat untuk kebutuhan respirasi dan akhirnya menyebabkan kematian mangrove
Dahuri et al., 2004. Selanjutnya Dahuri 1996 menegaskan bahwa secara umum mangrove dapat tumbuh dan tahan terhadap berbagai gangguan dan tekanan
lingkungan, namun demikian mangrove tersebut juga sangat peka terhadap pengendapan sedimentasi, tinggi rata-rata permukaan air, pencucian serta
tumpahan minyak.
Kualitas Perairan
Kualitas perairan merupakan faktor utama kelangsungan hidup biota air. Kualitas perairan dapat diukur baik dari parameter fisika, kimia organik-
anorganik, mikrobiologi dan radioaktif. Dalam kaitannya dengan sedimentasi muara sungai Desa Binalatung beberapa parameter kualitas air menjadi indikator
antara lain: kandungan nitrat, fosfat, amonia, oksigen terlarut, H
2
S, kekerurahan serta zat padat terlarut TSS. Hasil pengukuran parameter kualitas air di beberapa
lokasi sungai di Desa Binalatung, secara lebih rinci disajikan pada Tabel 12. Tabel 12 Parameter Perairan Pesisir Kota Tarakan
Parameter Lingkungan
Lokasi Nitrat
mglt Fosfat
mglt Amonia
mglt DO
mglt H
2
S mglt
Kekeruhan NTU
TSS mglt
Misaya 0,009 0,908
0,091 5,3
1,6 13
44 Sungai Maya
0,022 0,553
0,144 5,2
1,2 25
40 Beringin 0,058
0,657 0,031
5,4 0,8
57 70
Pulau Sadau A 0,058
0,826 0,084
5,7 0,8
14 64
Pulau Sadau B 0,054
0,741 0,037
4,1 0,8
15 60
ASDP - 0,385
0,071 5,8
2,4 47
74 Tanjung Binalatung
0,013 0,929
0,104 6,4
1,6 62
72 Tanjung Batu
- 0,553
0,157 7,2
0,8 1
12 Selayung 0,030
0,783 0,117
6,0 0,4
7 44
Pantai Amal 0,035
170,286 0,104
6,5 0,2
32 78
Tanjung Harapan 0,102
0,218 0,051
5,9 0,1
16 52
Tanjung Pasir 0,094
0,427 0,064
4,4 0,4
8 78
Sumber Data: MCRMP Kota Tarakan, 2001 Keterangan: Melewati Baku Mutu Nitrat:0.008, Fosfat:0.015, Ammonia:0.3, DO:5, H
2
S:0,01 Kekeruhan: 5 NTU Biota Laut, TSS: 20 mglt Mangrove
Tingginya kandungan nitrat dan fosfat pada semua lokasi pengamatan dan pengukuran yang dilakukan mengindikasikan betapa tingginya kegiatan manusia
pada lahan atas dan disekitar perairan. Nilai nitrat tertinggi dijumpai di lokasi Tanjung Harapan yaitu 0,102 mglt sangat jauh dari ambang batasbaku mutu
nitrat yaitu 0,008 mglt. Sementara itu fosfat tertinggi dijumpai di lokasi Pantai Amal yaitu 170,286 mglt dan sangat tinggi melampaui baku mutu fosfat yaitu
0,015 mglt. Tingginya parameter nitrat dan fosfat pada kedua lokasi tersebut, lebih disebabkan oleh tingginya aktivitas manusia yang terjadi. Kedua lokasi
tersebut merupakan daerah padat penduduk serta merupakan daerah wisata. Kandungan nitrat dan fosfat dalam perairan dapat bersumber dari bahan-bahan
organik yang terbuang atau sisa makanan serta bersumber dari feses manusia. Tingginya aktivitas manusia, akan menyuplai nitrat dan fosfat dalam perairan
yang tinggi pula. Aktivitas manusia tersebut dapat berupa kegiatan perikanan, pertanian, perkebunan maupun aktivitas wisata. Kelimpahan bahan organik akan
menyebabkan terjadinya blooming dalam perairan. Blooming tersebut akan menyebabkan perairan menjadi kekurangan oksigen, sehingga O
2
dalam perairan menjadi terbatas. Disisi lain kelimpahan fitoplankton tersebut akan menjadi racun
dan menyebabkan kematian pada beberapa jenis organisme perairan. Fitoplankton yang melimpah akan menyebabkan kelimpahan bahan organik kembali dalam
perairan serta perairan menjadi keruh akibat partikel sedimen halus yang bersumber dari bahan-bahan organik tersebut. Proses penguraian dan atau
perombakan bahan-bahan organik menjadi senyawa yang lebih sederhana oleh bakteri akan menimbulkan gas-gas yang bersifat racun seperti; Amoniak, Nitrit,
Karbondioksida dan Hydrogen Sulfide H
2
S kandungan gas-gas tersebut dalam jumlah tertentu akan membahayakan bagi kehidupan organisme perairan.
Kelimpahan bahan organik dan terjadinya blooming, selanjutnya dapat menyebabkan kematian massal jenis organisme tertentu. Kematian organisme dan
fitoplankton akan menyuplai sedimentasi dalam perairan. Partikel sedimen yang tersuplai merupakan partikel sedimen halus yang bersumber dari organisme
tersebut. Tingginya tingkat kekeruhan suatu perairan disebabkan oleh tingginya partikel-pertikel sedimen yang ada dalam perairan, baik yang bersumber dari
bahan organik maupun non-organik. Berdasarkan hasil pengukuran tingkat kekeruhan di beberapa lokasi di Desa Binalatung diperoleh bahwa tingkat
kekeruhan tertinggi terjadi di Tanjung Binalatung yaitu 62 NTU, sementara jumlah zat padat terlarut TSS tertinggi ditemukan di lokasi Tanjung Harapan dan
Tanjung Pasir yaitu 78 mglt. Tingginya tingkat kekeruhan di Tanjung Binalatung, disebabkan oleh padatnya aktivitas manusia di lokasi tersebut. Tanjung
Binalatung merupakan daerah pemukiman dan tempat berlabuhnya kapal-kapal
nelayan fishing base. Aktivitas manusia yang padat, akan menimbulkan perombakan struktur tanah. Perombakan struktur tersebut akan menyebabkan
partikel-pertikel halus terpisah dan melayang-layang di kolom air dan akhirnya terangkut oleh arus dan gelombang ke tempat yang lain dan mengendap
membentuk sedimentasi.
Aktivitas Masyarakat di Hulu
Aktivitas masyarakat di daerah hulu upland merupakan salah satu faktor penyuplai sedimentasi yang terjadi di daerah muara sungai. Aktivitas manusia
manusia tersebut antara lain kegiatan penambangan pasir dan krikil sungai serta kegiatan pertambakan di daerah aliran sungai dan daerah pantai. Melaui proses
fisika pantai dan sungai, sedimentasi terangkut dan mengendap pada daerah muara.
a. Penambangan Pasir dan Krikil Aktivitas penambangan pasir sudah sejak lama dilakukan sebagian
mayarakat Kota Tarakan terutama mereka yang mendiami daerah-daerah pesisir pantai. Kegiatan yang merupakan salah satu aktivitas ekonomi masyarakat baik
dalam skala kecil maupun dalam skala industri secara signifikan cukup memberikan kontribusi terhadap peningkatan PDRB Kota Tarakan. Hal tersebut
terlihat pada Gambar 24 tampak bahwa pada tahun 2001 pendapatan daerah yang diperoleh dari penggalian sebesar 5 juta rupiah per tahun. Selanjutnya peningkatan
yang sangat drastis terjadi pada tahun 2002 sebesar 24 juta rupiah.
Gambar 24 Kontribusi Sektor Galian terhadap PDRB Kota Tarakan
5 10
15 20
25 30
2000 2001
2002 2003
2004
Ju taan
R u
p ia
h
Penggalian
Di sisi lain kegiatan ini merupakan salah satu sumber penyuplai proses sedimentasi yang terjadi di wilayah pesisir. Kegiatan penambangan akan
menyebabkan perombakan fraksi-fraksi tanah, yang semula padat menjadi renggang dan terpisah-pisah. Proses ini selanjutnya memisahkan partikel-partikel
substrat halus dengan substrat kasar. Partikel-partikel yang lebih halus kemudian terangkut oleh aliran ke tempat yang lain. Proses ini kemudian dikenal dengan
sedimentasi. Kegiatan penambangan pasir yang terjadi saat ini di daerah Tarakan, banyak dilakukan di daerah aliran sungai. Kondisi tersebut memperparah wilayah
pesisir, dengan proses perombakan partikel-partikel pasir di daerah aliran sungai tersebut, menyebabkan pengangkutan secara terus menerus oleh run off menjadi
faktor utama penyuplai sedimen di wilayah pesisir. Semakin besar volume kegiatan penambangan pasir yang dilakukan maka semakin tinggi volume
sedimen yang akan terangkut. Tingginya sedimentasi yang terjadi, sangat ditentukan oleh besaran volume kegiatan penambangan yang dilakukan dan
volume atau debit air sungai yang mengalir. Volume aktivitas penambangan pasir darat Kota Tarakan, lebih rinci disajikan pada Tabel 13.
Tabel 13 Volume Aktivitas Penambangan Pasir di Beberapa Sungai Kota Tarakan
Nama Sungai Luas Das km
2
Debit m
3
dt
Sungai Sesanip 6.678
0,583 Sungai Bengawan
12.363 1,080
Sungai Belalung 9.737
0,850 Sumber : Basis Data LISDA, 2005
Aktivitas penambangan pasir darat yang dilakukan masyarakat selama ini menggunakan mesin penyedot pasir Sungai Sesanip dan Sungai Bengawan dan
tenaga manusia dengan bantuan alat sekop Sungai Belalung. Umumnya aktivitas ini dilalakukan pada saat musim hujan karena dengan kondisi seperti itu
memudahkan warga untuk meperoleh lebih banyak pasir dari pegunungan melalui limpasan air permukaan. Begitu pula halnya dengan aktivitas penambangan batu
kerikil yang juga dilaksanakan pada saat musim hujan dengan begitu memudahkan untuk mensortir kerikil yang terangkut oleh air sungai.
Gambar 25 Aktivitas Penambangan Pasir dan Krikil Berdasarkan jenis erosi yang terjadi di beberapa tempat di pulau Kota
Tarakan dapat digolongkan kedalam erosi dipercepat accelarated erosion. Erosi tersebut terjadi karena prosesnya dipercepat dengan intervensi masyarakat
terhadap lingkungan seperti aktivitas pembangunan daerah dan upaya masyarakat dalam upaya memenuhi kesejahterannya. Selanjutnya dalam melakukan
pendugaan erosi akibat adanya kegiatan penambangan pasir di daerah Juata Kecamatan Tarakan Utara dengan menggunakan formula USLE Universal Soil
Loss Equation diperoleh jumlah tanah yang yang hilang rata-rata setiap tahun sebesar 10,4 tonhatahun. Ansahar, 2005. Nilai ini mengandung arti bahwa
setiap tahun, tanah yang mengalami erosi akibat adanya kegiatan penambangan pasir dan krikil di daerah Juata Laut sebesar 10,4 ton. Material yang mengalami
proses erosi tersebut diduga mengalami pengendapan sedimentasi di daerah mangrove Desa Binalatung melalui proses dinamika pantai seperti arus menyusur
pantai longshore current yang membawa butiran-butiran sedimen menuju wilayah pesisir.
b. Tambak Tradisional Pada pertengahan tahun 1990-an lahan tambak tradisional di Kota Tarakan
berangsur-angsur tidak produktif dan masyarakat mulai mencari areal pertambakan di luar pulau Tarakan. Luas tambak Kota Tarakan tahun 2000
berjumlah 1.579 ha dan tahun 2004 menjadi 835,3 ha. Kawasan mangrove yang dikonversi menjadi budidaya tambak 835,3 ha terdiri dari tambak produktif 788,3
ha dan tambak yang sedang dibangun 47,0 ha Tabel 13. Berkurangnya lahan ini antara lain digunakan untuk pemukiman, pasar, perluasan bandara dan tidak
difungsikan kembali karena sudah tidak menguntungkan. Tabel 14 Jumlah Pembudidaya Dan Luas Lahan Budidaya Kota Tarakan 2000-
2004
Budidaya Air Payau Tambak Luas ha
Tahun Jumlah
Pembudidaya Produktif
Non Produktif Jumlah
ha
2000 170 716,3 219,9
935,9 2001 170 807,3
28,0 835,3
2002 173 783,1 52,2
835,3 2003 175 788,3
47,0 835,3
2004 175 788,3 47,0
835,3 Jumlah
3.883,3 394,1 4.277,4 Sumber : Dinas Kelautan dan Perikanan Kota Tarakan, 2005
Tambak merupakan salah satu kegiatan ekonomi masyarakat yang banyak dilakukan di daerah-daerah pesisir pantai dan lahan basah. Kegiatan pertambakan
umumnya dilakukan secara tradisional oleh masyarakat dengan pengetahuan yang diperoleh secara turun-temurun. Kegiatan tambak merupakan kegiatan budidaya
dengan memelihara dan membesarkan organisme seperti; udang dan bandeng. Kebutuhan lahan yang luas baik untuk ekstensifikasi maupun intensifikasi
merupakan salah satu faktor yang sering menjadi kendala dalam kegiatan pertambakan. Konversi lahan untuk areal pertambakan banyak dilakukan baik dari
hutan mangrove maupun dari areal persawahan. Pemilihan lahan untuk kegiatan pertambakan harus memenuhi persyaratan-persyaratan teknis, ekologis dan
ekonomis. Pemilihan lahan yang baik akan memberikan produktivitas yang tinggi dan sebaliknya pemilihan lokasi yang salah akan menyebabkan kerugian dalam
kegiatan usaha tambak. Untuk komponen teknis, perlu diperhatikan hal-hal yang berkaitan dengan teknis operasional seperti, sumber benih, pemasaran, keamanan,
dan aksesibiltas. Sedangkan untuk komponen ekologis perlu memperhatikan hal- hal seperti sumber air, topografi, tekstur tanahsubstrat, dan vegetasi. Menurut
Poernomo 1992 bahwa Secara fisik pada umumnya tambak-tambak tradisional yang pengairannya sangat bergantung pada karakteristik pasut, tambak harus
dibangun pada lokasi yang elevasinya terletak diantara air pasang rata-rata dan air surut rata-rata. Untuk komponen ekonomis perlu memperhatikan biaya dan waktu
yang dibutuhkan dalam pembuatankontruksi tambak, biaya dan lama pemeliharaan serta pajak atau retribusi.
Dalam pemilihan lokasi khususnya yang berkaitan dengan komponen ekologis sangat penting memperhatikan jenis tanahsubstrat serta sumber air.
Umumnya jenis tanahsubstrat yang menjadi areal pertambakan adalah jenis substrat lempung berpasir. Selain itu juga persyaratan tekstur tanah turut berperan
bagi ketersediaan pakan berupa klekap. klekap: ganggang dasar yang merupakan makanan alam bagi hewan budidaya Untuk tambak jenis ini biasanya dasar
tambak harus berupa tanah lempung sampai liat berpasir. Poernomo, 1992 Jenis tanah tersebut memiliki kadar liat yang tinggi dengan kandungan pasir yang
rendah. Tekstur atau jenis substrat tersebut merupakan jenis yang stabil dan memiliki kemampuan untuk menahan air yang tinggi kedap air. Tekstur
tanahsubstrat tersebut mudah dipadatkan dan tidak pecah-pecah pada waktu musim panas. Selain itu jenis substrat tersebut merupakan jenis substrat yang
disukai oleh kedua jenis organisme yang umum dipelihara yakni udang dan bandeng. Hal tersebut disebabkan tipe substrat lempung berpasir merupakan
habitat utama udang dan bandeng pada fase spawning dan nursery ground di ekosistem air payau seperti muara sungai dan hutan mangrove.
Pembukaan lahan untuk areal pertambakan umumnya dilakukan dengan penggunaan alat-alat berat seperti excapator dan buildoser untuk membetuk
kontruksi tambak terutama untuk areal-areal tambak yang memiliki kontur dan tekstur tanah agak keras dan bergelombang. Namun pembukaan lahan dengan
menggunakan alat-alat ringan seperti skop dan cangkul juga umum dilakukan, namun banyak dijumpai pada areal-areal tambak yang berkontur landai dan
bertekstur basah, biasanya pada daerah-daerah yang dekat dengan muara ataupun pantai. Pembuatan konstruksi tambak tersebut akan menyebabkan partikel-partikel
tanah atau substrat menjadi terpecah, dimana fraksi-fraksi tanah menjadi terpisah sehingga partikel-partikel yang semula memadat dan keras akhirnya menjadi
renggang. Kondisi tersebut menyebabkan terjadinya pemisahan partikel-partikel halus dengan partikel-partikel kasar. Partikel-partikel halus selanjutnya akan
mudah berpindah tempat dan hanyut yang terbawa oleh air dan mengendap pada tempat yang lain menjadi sedimentasi. Pengangkutan partikel-partikel tanah
tersebut sangat bergantung pada besar kecilnya atau halus kasarnya serta debit dan kecepatan arus yang mengangkut. Semakin halus partikel-partikel tanah dan
semakin besar debit dan kecepatan arus, maka peluang terangkutnya sedimen tersebut akan semakin besar pula. Dengan demikian pembukaan areal
pertambakan akan menjadi salah satu faktor penyuplai terjadinya sedimentasi pada daerah-daerah pesisir. Semakin luas lahan yang dibuka untuk kegiatan
pertambakan maka akan semakin besar volume sedimen yang akan terangkut. Selain dari kegiatan kontruksi tambak, sedimentasi juga dapat terjadi dari
sumber sedimen lain yang bersumber dari tambak yakni yang berasal dari sisa-sisa pemberian pakan pakan yang tidak terkonsumsi oleh organisme, selanjutnya
mengendap di dasar dan hasil ekresi berupa feses dari aktivitas metabolisme. Sisa pakan dan feses organisme tersebut yang mengendap di dasar perairan kaya
akan nutrien yakni Nitrogen N dan Fosfor P. Namun kelimpahan bahan organik yang tinggi dari Nitrogen dan Fosfor akan menyebabkan penurunan
konsentrasi oksigen di dalam perairan. Hal tersebut terjadi karena oksigen dibutuhkan oleh mikroorganisme bakteri aerob untuk merombak bahan organik
tersebut menjadi senyawa yang lebih sederhana. Kondisi ini dapat menyebabkan perairan menjadi aerob. Selain itu proses penguraian dekomposisi yang terjadi
tersebut juga menghasilkan gas-gas yang bersifat toksik seperti, Amoniak, Nitrit, Karbondioksida, dan Hydrogen Sulfide. Kandungan gas-gas tersebut dalam
jumlah tertentu akan membahayakan bagi kehidupan organisme budidaya, serta dapat menyebabkan terjadinya eutrofikasi dalam perairan seperti terjadinya
blooming red tide. Selanjutnya organisme akan mengalami kematian dalam jumlah massal.
Kelimpahan bahan organik di tambak sangat dipengaruhi oleh lamanya masa pemeliharaan dan intensitas pemberian pakan. Waktu pemeliharaan yang
lama akan meningkatkan volume sisa-sisa pakan dalam tambak, dan penambahan hasil ekresi dari aktivitas metabolisme oleh organisme. Pemberian pakan dengan
jumlah dua kali lipat produk biomassa basah, bila dihitung konversinya maka hanya sekitar 10-20 yang dapat dipanen menjadi biomassa sedangkan 90
sisanya terbuang ke perairan. Dengan demikian kelimpahan bahan organik akan menyebabkan peningkatan sedimentasi yang terjadi di suatu perairan. Selanjutnya
sedimen tersebut akan terangkut oleh proses pergantian air mixing yang terjadi. Kandungan air tambak dalam perairan kemudian dialirkan keluar menuju ke laut
melalui sungai, yang akhirnya mengalami proses pengendapan seiring semakin melemahnya air.
Aktivitas penambangan pasir di beberapa sungai sungai sesanip, sungai bengawan dan sungai belalung Gambar 24 dan pembukaan areal tambak di tepi
pantai telah menimbulkan dampak yang begitu besar bagi lingkungan. Salah satu dampak yang paling nyata adalah sedimentasi muara sungai. Dalam hal
percepatan terjadinya proses sedimentasi muara sungai peranan DAS sangat penting dalam artinya DAS merupakan satu kesatuan hidrologi yang berfungsi
sebagai penerima, penampung dan penyimpan air hujan untuk kemudian dialirkan ke laut. DAS bisa disebut juga sebagai watersheed atau catchment area.
Aliran air sungai akan semakin besar, seiring tingginya curah hujan yang terjadi, serta limpahan air dari pemukiman masyarakat. Kegiatan penebangan
hutan di hulu dan pembangunan pemukiman di daerah-daerah sekitar aliran sungai akan mengurangi luasan catchment area, sehingga limpahan air hujan dan air
yang berasal dari pemukiman masyaraklat akan langsung masuk ke sungai dan menambah debit sungai tersebut. Debit sungai yang tinggi, akan mengangkut
partikel-partikel sedimen dalam jumlah dan volume yang lebih besar menuju ke muara dan akhirnya akan mengalami pengendapan sedimentasi. Kegiatan
penambagan pasir darat dan pembukaan areal pertambakan di sekitar daerah aliran sungai, akan menjadi pemicu terjadinya sedimentasi dalam skala besar.
Perombakan struktur-struktur tanah dan pasir menjadi partikel-pertikel yang mudah terpisahkan akan terangkut oleh aliran sungai menuju ke muara. Kondisi
ini menimbulkan terjadinya erosi di suatu tempat dan sedimentasi di tempat lain di muara sungai.
Berdasarkan data LISDA Kota Tarakan 2005, diperoleh bahwa kegiatan penambangan pasir darat di Kota Tarakan terdapat di 3 lokasi yakni Kelurahan
Juata Laut dengan luas 53.132 m
2
Kelurahan Juata Kerikil dengan luas 5.106 m
2
dan Kelurahan Juata Permai dengan luas 12.450 m
2
. Lebih rinci seperti pada Tabel 15.
Tabel 15 Lokasi Usaha Penambangan Pasir Darat di Kota Tarakan
No Kelurahan
Lokasi Penambangan Luas m
2
1 Juata Laut
RT 6
4.000
Sungai Bengawan
5.000
RT 09
4.320
RT 01
12.000
Sungai Belalung RT 14
6.500
2 Juata Kerikil
RT 6
2.358
Cabang Sungai Belalung RT 2
1.200
Sungai Bengawan RT 2
35.000
Pasir Putih
12.498
3 Juata Permai
RT 3
2.100
RT 1
100.000
Muara Sungai Bengawan RT 1
22.400
Sumber: LISDA Kota Tarakan, 2005 Berdasarkan Tabel 14 di atas, tampak bahwa lokasi penambangan pasir
darat terjadi di daerah-daerah aliran sungai. Aktivitas tersebut kemudian menjadi sumber sedimentasi yang terjadi di muara sungai melalui pengangkutan oleh
aliran air sungai run off. Proses pengangkutan berlangsung terus menerus sepanjang musim, sehingga lambat laun volume sedimen yang terdeposit semakin
bertambah, menyebabkan terjadinyan pengumpulan dalam jumlah yang banyak. Kondisi yang berlebih tersebut selanjutnya akan mengganggu perkembangan
tumbuhan dan organisme di wilayah pesisir termasuk mangrove. Proses sedimentasi yang berlebih selanjutnya menyebabkan kematian massal dieback
pada mangrove. Proses kematian ini terjadi karena sulitnya mangrove untuk melakukan respirasi akibat penimbunan akar napas oleh sedimentasi.