I. PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Produksi akuakultur seringkali dipengaruhi oleh interaksi parasitik yang terjadi antara ikan budidaya dengan beberapa organisme akuatik lainnya. Interaksi
parasit mencakup hubungan dengan golongan organisme uniseluler bakteri dan protozoa maupun dengan organisme multiseluler. Interaksi ini tidak jarang
menghasilkan penyakit pada budidaya ikan. Salah satu serangan penyakit yang paling banyak menyerang ikan budidaya air tawar dan air laut adalah penyakit
bintik putih. Pada ikan air tawar penyakit ini disebabkan oleh parasit Ichtyophthirius multifiliis yang menyerang semua jenis ikan yang dibudidayakan
di seluruh dunia Xu et al. 2009, sedangkan pada ikan air laut disebabkan oleh parasit Cryptocaryon irritans Dickerson 2006; Yambot and Song 2006.
Parasit I. multifiliis adalah organisme ciliata yang menyerang epidermis ikan dan menimbulkan bintik putih pada sekujur tubuh ikan. Parasit ini memiliki
spesifisitas inang yang rendah dan infeksinya dapat menimbulkan tingkat kematian ikan yang tinggi Buchmann et al. 2001; Wang et al. 2002. Wabah
parasit ini terjadi ketika inang mengalami kerentanan, dan kondisi lingkungan yang mendukung untuk proliferasinya terutama dari faktor suhu. Secara umum,
dengan meningkatnya suhu perairan 25-28°C akan meningkatkan aktivitas parasit, dan siklus hidupnya akan selesai dalam waktu yang lebih cepat jika
dibandingkan pada suhu yang lebih rendah Dickerson 2006. Serangan I. multifiliis pada benih ikan lele dumbo Clarias gariepinus umur 14 hari dapat
mengakibatkan peningkatan kematian benih hingga 100 dengan dosis lethal, sedangkan pada dosis sublethal akan menghasilkan penurunan bobot ikan hingga
14 Barizi 1990. Usaha penanggulangan dengan kemoterapi tidak memberikan hasil yang
maksimal karena tidak dapat membunuh parasit pada stadia trophont dan kista Dickerson 2006; Xu et al. 2004. Akan tetapi terdapat fenomena ikan yang
pernah terinfeksi parasit ini akan menjadi lebih resisten pada infeksi selanjutnya Barizi 1990; Xu dan Klesius 2003; Sigh et al. 2004 sehingga membuka peluang
untuk mengembangkan tindak imunoprofilaksis Buchmann et al. 2001; Xu dan Klesius 2002.
Langkah awal dalam mengembangkan tindak imunoprofilaksis adalah mendapatkan antigen dalam jumlah yang mencukupi. Namun, karena tidak ada
kepastian mengenai wabah penyakit dan hambatan musim, maka langkah tersebut harus ditempuh melalui propagasi parasit di laboratorium baik secara in vivo
maupun secara in vitro Dan et al. 2009. Akan tetapi kemudian ditemukan banyak faktor yang menghambat tujuan tersebut. Propagasi parasit secara in vitro
di laboratorium terhambat dengan adanya sifat obligat inang dari I. multifiliis, yang mengakibatkan propagasi parasit selama ini dilakukan hanya pada inang
dengan menggunakan ikan hidup untuk multiplikasi dan koleksinya Nielsen dan Buchmann 2000. Usaha beberapa peneliti untuk mencari komposisi media buatan
yang tepat yang mendukung perbanyakan I. multifiliis secara in vitro masih belum mendapatkan hasil yang memuaskan Dan et al. 2009.
Protozoa membutuhkan penanganan yang lebih rumit untuk ditumbuhkan dalam suatu media. Kontaminasi mikroorganisme lain dalam media kultur
menjadi permasalahan yang sering ditemui. Hadirnya beberapa jenis protozoa lain dalam media kultur dapat menjadi kompetitor nutrisi atau predator Lee dan Mora
2005. Kontaminasi fungi dan bakteri dapat merusak media kultur, sedangkan buangan metabolisme ke dalam media diduga memperburuk kualitas media dan
menurunkan sintasan organisme uji Lima 2006. Beberapa peneliti seperti Nielsen dan Buchmann 2000 menduga bahwa faktor-faktor inang mungkin
dibutuhkan dalam mengkultur beberapa parasit ikan dalam media buatan. Penelitian mereka yang menggunakan serum dan mukus ikan walaupun tidak
menghasilkan parasit dalam jumlah banyak dan kontinyu, namun membuktikan bahwa viabilitas parasit dalam media buatan bertahan jauh lebih lama
dibandingkan dengan parasit yang dipelihara dalam media air. Masalah yang muncul pada propagasi secara in vivo adalah tingkat
keberhasilan yang sangat dipengaruhi oleh kualitas dan kuantitas parasit serta kualitas lingkungan. Namun, masalah sebenarnya yang paling menghambat adalah
tidak bisanya menginterupsi proses propagasi seandainya parasit belum atau tidak dibutuhkan dalam jumlah yang banyak Dan et al. 2009. Hal tersebut disebabkan
siklus hidup parasit yang cepat dan laju peralihan stadia yang tinggi. Parasit yang dihasilkan dari sistem propagasi ini harus dimanfaatkan sesegera mungkin
sebelum lepas atau beralih stadia, dan propagasi harus tetap diteruskan pada inang berikutnya. Hal ini jelas membutuhkan tenaga dan biaya yang tinggi sehingga
memperlambat beberapa tujuan dan kepentingan eksperimen lainnya Dan et al. 2009.
Usaha untuk mempertahankan viabilitas parasit pada stadia tertentu telah dilakukan oleh beberapa peneliti. Syawal 1995 mencoba untuk mempertahankan
stadia infektif I. multifiliis pada 12 media buatan. Walaupun tidak semua parasit berhasil hidup, penelitian tersebut berhasil membuktikan bahwa media buatan
dapat mempertahankan viabilitas parasit. Pendekatan yang berbeda dilakukan oleh beberapa peneliti. Dan et al.
2009 berusaha memisahkan parasit Cryptocaryon irritans dari inangnya dan menekan kecepatan laju siklus parasit pada suhu rendah 12°C selama empat
bulan. Mereka mendapatkan sintasan parasit yang tinggi hingga akhir perlakuan tanpa kehilangan infektifitasnya. Sementara itu Noe dan Dickerson 1995 tanpa
memisahkan parasit I. multifiliis dari inangnya, berhasil memperlambat perkembangan parasit pada ikan channel catfish Ictalurus punctatus. Parasit tetap
tinggal pada inangnya selama 20,4 hari pada suhu 9°C jauh lebih lama dibandingkan pada suhu 25°C yang hanya tinggal 5-6 hari saja pada inangya.
1.2 Rumusan Masalah