Epidemiologi I. multifiliis Siklus Hidup Parasit

II. TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Protozoa Bersilia, Ichtyophthirius multifiliis Forquet

Ichtyophthirius multifiliis adalah satu-satunya spesies parasit di dalam genusnya Lee et al. 1985 dalam Dickerson 2006. Sistematika lengkapnya menurut Hoffman 1967 adalah filum Protozoa, Subfilum Ciliaphora, kelas Ciliata, Subkelas Holotrica, Famili Holophrydae, Genus Ichthyophthirius, dan Spesies Ichtyophthirius multifiliis. Protozoa ini mengakibatkan penyakit bintik putih pada semua jenis ikan air tawar yang dikenal sebagai penyakit ich atau white spot Dickerson 2006; Davis et al. 2002.

2.1.1 Epidemiologi I. multifiliis

Distribusi geografi parasit I. multifiliis menyebar dari daerah tropik hingga sub-Artik yaitu pada wilayah-wilayah dimana beberapa jenis ikan air tawar masih dibudidayakan. Diduga ada perbedaan subspesies antara I. multifiliis yang menyerang di daerah tropik dengan daerah sub-Artik. Ikan dengan kemampuan toleransi suhu yang luas seperti cyprinid dan catfish berpeluang lebih besar untuk terserang oleh dua subspesies parasit tersebut Dickerson 2006. Wabah I. multifiliis membutuhkan lingkungan yang tepat dan juga adanya populasi inang yang rentan. Suhu yang relatif hangat mempermudah multiplikasi jumlah parasit, sedangkan stress akibat padat tebar, penanganan ikan, rendahnya kadar oksigen terlarut, adanya polutan, dan aktivitas pemijahan dapat menurunkan kompetensi sistem imunitas ikan yang akhirnya akan memicu wabah parasit Dickerson 2006. Dalam suatu populasi, ikan dengan usia yang lebih muda akan lebih rentan terserang parasit ini dibandingkan ikan dewasa yang pernah terserang parasit yang sama, akan tetapi jika populasi tersebut untuk pertama kalinya terserang, maka semua usia ikan akan rentan terhadap serangan I. multifiliis Dickerson 2006.

2.1.2 Siklus Hidup Parasit

Siklus hidup I. multifiliis terdiri dari dua tahap, yaitu tahap yang bersifat parasit pada epidermis ikan, dan tahap berenang bebas di lingkungan akuatik Xu et al. 2008. Tahap parasit di epidermis ikan dilakukan dalam stadia trophont Gambar 1a. Selanjutnya trophont akan keluar dari jaringan epidermis ikan untuk membentuk tomont yang akan menempel pada substrat di dasar perairan Gambar 1b. Tomont akan membentuk kista yang di dalamnya terdapat ratusan hingga ribuan tomit yang bila cukup umur akan memecah dinding kista dan berubah menjadi stadia infektif theront Gambar 1c Dickerson 2006. Morfologi beberapa stadia parasit dapat dilihat pada Gambar 1. Gambar 1. Morfologi beberapa stadia parasit I. multifiliis a sel trophont dengan makronukleus tanda panah. b sel tomont yang sedang melakukan pembelahan sel. c sel theront yang berenang bebas Waktu yang dibutuhkan untuk merubah stadia trophont menjadi theront sangat dipengaruhi oleh faktor suhu. Pada suhu 5°C butuh waktu 9 hari, namun akan drastis menjadi 18 jam saja pada suhu 25°C Buchmann et al. 2001. Siklus hidup dari parasit I. multifiliis dapat dilihat pada Gambar 2. Gambar 2. Siklus hidup parasit I. multifiliis Trophont encystment tomont excystment Theront Trophozoit Infection a b c 250 µm 200 µm 60 µm Stadia infektif dari parasit I. multifiliis berasal dari sel tomite yang berdiferensiasi di dalam kista sel tomont dan melepaskan diri pada proses excystment dengan memecah kista. Proses diferensiasi mencakup perubahan bentuk sel menjadi lebih lancip pyriform, dan pembentukan perforatorium yang sangat berperan dalam proses infeksi Dickerson 2006. Stadia infektif theront sangat tertarik dengan komponen serum di dalam mukus, terutama pada daerah kulit yang lebih banyak diseliputi oleh mukus Buchmann et al. 2001. Mekanisme theront dalam menginfeksi telah dipahami dengan baik, dimana theront melakukan gerakan berputar untuk menembus mukus ikan Buchmann et al. 2001. Theront dapat bertahan hidup dalam perairan normal selama lebih 48 jam dan akhirnya mati jika tidak mendapatkan inang yang sesuai Nielsen dan Buchmann 2000. Tidak terdapat bukti bahwa stadia tomont dan theront melakukan aktivitas makan selama di lingkungan perairan. Vakuola makanan hanya terbentuk sesaat setelah theront menembus mukus ikan, dan semakin sempurna pada stadia trophont Dickerson 2006. Namun beberapa peneliti menduga bahwa pada beberapa taraf, sel theront mampu memanfaatkan nutrisi dari lingkungannya. Hal tersebut dibuktikan oleh kemampuan sel theront untuk bertahan lebih lama jika dipelihara dalam media bernutrisi Ekless 1993. Gambar 3. Perubahan bentuk sel theront sebelum dan sesudah kontak dengan plasma ikan. a Sel theront sebelum kontak dengan bentuk lancip, dan b sel theront setelah kontak dengan bentuk yang relatif bulat Terdapat perbedaan morfologi sebelum dan sesaat setelah sel theront melakukan kontak dengan faktor dari inang seperti mukus dan serum Nielsen dan Buchmann 2000. Perubahan tersebut adalah beralihnya bentuk lancip, pyriform, a b 35µm 35µm menjadi lebih bulat, spherical. Contoh perubahan bentuk yang teramati setelah sel theront mengalami kontak dengan plasma ikan dapat dilihat pada Gambar 3. I. multifiliis biasanya tidak tersebar merata pada permukaan tubuh ikan, kecuali pada serangan yang parah. Parasit ini hanya terdeteksi pada permukaan punggung, sirip, dan beberapa bagian di kepala ikan. Selain sirip dan kulit, insang adalah bagian yang penting dalam serangan parasit. Adanya pergantian volume air dan sedikitnya mukus yang melindunginya, menjadikan organ ini berpeluang besar untuk penempelan parasit pada stadia infektif Dickerson 2006. Tingkat keberhasilan sel theront dalam menginfeksi insang hanya 50 dari total populasi sel theront Ewing et al. 1986. Sel theront memiliki setidaknya 6 pola yang berbeda dalam mencari dan menemukan inangnya, dimana 4 pola diantaranya sangat dipengaruhi oleh komponen yang ada pada kulit ikan. Pola-pola tersebu t diantaranya “berhenti dan mencari lalu mengubah arah” ketika terstimulasi oleh asam amino kulit ikan. Ketika terstimulasi oleh makromolekul glikoprotein kulit pada ikan maka sel theront akan “berhenti dan mendekati”, namun ketika terstimulasi oleh makrom olekul glikokonjugat sel theront akan “berhenti dan menjauh” dari komponen kulit ikan tersebut Hass et al. 1993. Sesaat setelah sel theront berhasil menembus lapisan basal epidermis ikan, sel theront akan berdiferensiasi menjadi sel trophont yang dilengkapi dengan vokuola makanan. Secara bertahap ukuran parasit akan menjadi lebih besar dimana kecepatan pertumbuhanya sangat dipengaruhi oleh suhu lingkungan Ewing et al. 1986. Stadia trophont dapat mudah dikenali dengan adanya makronukleus yang berbentuk ladam kuda jika diamati dengan menggunakan mikroskop Dickerson 2006. Walaupun sel trophont terlihat pada hampir semua bagian insang pada awal infeksi, namun pada hari ke-3 sel trophont bermigrasi dan lebih banyak berada di sekitar pembuluh darah insang. Selanjutnya sel-sel tersebut bermigrasi pada bagian sel epithelial inang dan tumbuh dengan diameter yang dapat mencapai 248 µm dalam 5 hari Ewing dan Kocan 1986. Parasit dalam stadia trophont akan terlihat sebagai titik putih pada tubuh ikan dengan diameter yang dapat mencapai 1 mm dan membentuk ruang pada jaringan kulit ikan. Ruang ini terkadang berisi lebih dari satu sel trophont yang mungkin dikarenakan oleh adanya aktivitas migrasi bersama atau dikarenakan sel theront menginfeksi pada titik yang sama pada epithel ikan Dickerson 2006. Sel trophont akan meninggalkan inang pada saat inang mati yang mekanismenya mungkin terkait dengan kemampuan parasit dalam mendeteksi perubahan tekanan osmotik pada tubuh inangnya Nielsen dan Buchmann 2000. Sel trophont yang lepas dari tubuh inangnya segera berdiferensiasi menjadi sel tomont. Sel trophont yang lepas dari inang akan berenang bebas kurang lebih 1 jam dan kemudian memproduksi materi lengket saat menempel pada substrat. Proses pembentukan kista encystment segera terjadi dan sel memulai pembelahan biner beberapa kali untuk menghasilkan sel tomite. Kecepatan pembelahan pada sel tomont sangat dipengaruhi oleh suhu lingkungan Dickerson 2006.

2.1.3 Mekanisme Sakit