Teknik Pengumpulan Data Tata Laksana Penelitian

Sementara dari sisi harga yang mempengaruhi perolehan profit koperasi, terlihat bobot risiko sangat rendah. Hal ini membuktikan bahwa koperasi sebagai pelaku yang mempunyai peranan penting dalam menentukan total profit pelaku rantai pasok tidak mendistribusikan profit dengan baik ke pelaku di bawahnya downstream. Sebaliknya, efek ini langsung terasa ketika produktifitas petani menurun sehingga jumlah pasokan merosot secara tajam. Sementara dua pelaku rantai pasok lainnya hanya yaitu prosesor dan kolektor faktor risiko terbesar ada pada risiko harga sebagai akibat pendistribusian marjin profit yang tidak baik dari koperasi. Ditingkat prosesor risiko kualitas sama sekali tidak ada karena memang terjadi proses pemberian nilai tambah pengolahan di tingkat pelaku ini. Sementara pelaku berikutnya yaitu kolektor selain risiko yang paling tinggi berada di harga, serta risiko pada kualitas pasokan karena adanya proses pemberian nilai tambah pengolahan. Faktor lainnya yang akan diuraikan secara lebih mendalam pada pembahasan identifikasi risiko dibawah ini. Distribusi risiko pelaku untuk setiap sphere bisa ditabulasikan dalam bentuk risiko pelaku dalam jaringan rantai pasok secara umum. Hasil ini bisa memberikan pemahaman yang jelas berkaitan dengan risiko pelaku ketika dikaji dalam konsep rantai pasok secara lebih umum Tabel 7. Tabel 7 Distribusi risiko pelaku dalam jaringan rantai pasok Aktor Risiko kualitas pasokan Risiko kuantitas pasokan Risiko harga Petani 17,23 1,94 5,84 Prosesor 0,00 8,13 16,88 Kolektor 9,48 0,00 15,52 Koperasi 7,06 13,99 3,95 Total risiko dalam jaringan rantai pasok 33,77 24,05 42,18 Sumber : Data primer 2012 Pada Tabel 7 terlihat bahwa variabel risiko harga mempunyai bobot yang paling besar di dalam jaringan rantai pasok. Hal ini sesuai dengan hasil tabulasi pada tabel 6 bahwa semua pelaku rantai pasok menanggung beban risiko terhadap mekanisme pengaturan harga di dalam jaringan rantai pasok kopi organik di Aceh Tengah. Dari proses identifikasi risiko jaringan rantai pasok ini terlihat bahwa beban risiko yang ditanggung oleh pelaku lebih dominan disebabkan tidak terjadinya pendistribusian profit yang baik sehingga mekanisme pengaturan harga tidak sebanding dengan risiko yang harus ditangung pelaku untuk setiap sphere rantai pasok.

4.2.1. Identifikasi Risiko Tingkat Petani

Petani sebagai sumber pasokan produk kopi organik di Aceh Tengah tersebar di 13 kecamatan berbeda. Konsentrasi pasokan berada di delapan kecamatan yang berbeda yaitu : kecamatan Pegasing, Bintang, Silih Nara, Rusip Antara, Bebesan, Atu Lintang, Kebayakan dan Jagong. Ketidakseimbangan risiko yang ditanggung petani dengan profit yang diperoleh mengakibatkan jumlah dan kualitas pasokan semakin menurun. Besarnya biaya yang diperlukan untuk melaksanakan budidaya organik tidak sebanding dengan nilai harga jual yang diperoleh. Penentuan mekanisme besaran profit yang diperoleh pelaku rantai pasok sepenuhnya berada di tingkat koperasi sebagai distributor kopi yang secara berantai turun ke pelaku di bawahnya. Ketidak seimbangan antara risiko yang ditanggung dengan profit yang diperoleh membuat produktifitas dan kulitas pasokan petani menurun. Faktor lain penurunan kuantitas pasokan juga diakibatkan karena penurunan jumlah petani kopi organik yang berpindah ke sistem pengolahan budidaya kopi konvensional. Budidaya kopi konvensional dianggap menguntungkan bagi petani karena membutuhkan biaya yang lebih rendah dibandingkan dengan budidaya kopi organik. Secara lebih detail variabel risiko yang menyebabkan rendahnya kualitas dan kuantitas pasokan dari petani dapat dilaihat dari Tabel 8. Tabel 8 Variabel risiko tingkat petani Fakor risiko Variabel risiko Peluang risiko Pasokan Standarisasi bibit organik 81,63 Sejarah lahan 96,94 Sumber air 66,33 Degradasi kesuburan lahan 79,59 Proses Standarisasi penanganan hama organik 86,73 Penanganan hama secara umum 19,39 Standarisasi organik perlakuan peralatan 71,43 Standarisasi organik penanganan lahan 83,67 Standarisasi organik pemanenan 100,00 Standarisasi proses 42,86 Tabel 8 Variabel risiko tingkat petani lanjutan Fakor risiko Variabel risiko Peluang risiko Standarisasi organik inventori 48,98 Ketinggian tempat 38,78 Permintaan Pemenuhan pesanan 91,84 Kelebihan pasokan ke downstream 0,00 Kepastian pasar 97,96 Harga Kesesuian harga jual 86,73 Penurunan harga jual produk 50,00 Harga bahan baku 98,70 Kenaikan biaya tenaga kerja 93,40 Kenaikan harga peralatan penunjang 97,90 Kecukupan modal 91,84 Sumber : Data primer 2012 Daftar periksa standar mutu organik internasional PT. XYZ Ketika dilihat dari variabel risiko penyebab rendahnya kualitas produk kopi organik ternyata penyebab utamanya disebabkan budidaya standarisasi organik yang tidak diikuti dengan baik oleh petani. Bahkan dari variabel risiko pemanenan standarisasi organik sebagai salah satu faktor penentu kualitas organik produk nilai peluang risikonya hampir 100 . Artinya, belum ada sama sekali petani kopi organik di Aceh Tengah yang mengikuti prosedur ini. Dominasi risiko dari sisi kualitas organik produk telihat melalui nilai variabel risiko yang tinggi pada penanganan hama secara organik, perlakuan peralatan, inventori, penanganan lahan serta variabel risiko yang berhubungan dengan kualitas organik produk lainnya. Penurunan kuantitas pasokan juga terjadi yang baru dirasakan dampaknya ketika berada di tingkat koperasi selaku distributor kopi organik karena petani merupakan opsi tunggal untuk pasokan bahan baku kopi organik. Pertanian kopi organik yang mewajibkan petani untuk tidak melakukan penanganan lahan dan budidaya yang melibatkan penggunaan bahan kimia menyebabkan produktifitas lahan menurun drastis. Pengolahan lahan pertanian organik dilakukan seadanya tanpa ada pemupukan dan penanganan hama karena faktor biaya yang tidak mencukupi dari hasil penjualan kopi organik. Penanganan lahan yang buruk berakibat terhadap produktifitas lahan semakin lama semakin menurun. Dari observasi di lapangan, rata-rata produktifitas lahan kopi organik hanya 50 dari total produktifitas kopi konvensional. Idealnya untuk satu ha lahan kopi organik menghasilkan minimal 2 ton gabah basah kopi organik setiap tahunnya. Belum lagi kalau ditelaah lebih jauh, dari keseluruhan jumlah petani kopi organik yang ada di Aceh Tengah hanya sebagian yang mampu mencapai 50 total produktifitas ideal sementara sebagian lagi berada jauh dibawah standar tersebut. Permasalahan inilah yang menyebabkan petani kopi organik banyak yang berpindah ke budidaya kopi secara konvensional dengan rata-rata produktifitas lahannya masih berada di batas ideal. Nilai variabel risiko yang tinggi pada risiko pesanan jumlah pasokan kopi dari petani merupakan nilai implisit yang baru terlihat ketika berada di tingkat koperasi. Oleh karena itu diperlukan diperlukan mekanisme yang bisa menyeimbangkan antara risiko yang ditanggung petani dengan profit yang diterimanya. Mekanisme yang mengatur tranparansi informasi harga jual di tingkatan koperasi sebagai faktor penentu jumlah profit yang diterima petani juga sangat diperlukan.

4.2.2. Identifikasi Risiko Tingkat Prosesor

Pelaku tingkat prosesor tidak semuanya terlibat di dalam jaringan rantai pasok kopi organik di Aceh Tengah. Hanya untuk wilayah dengan jumlah petani kopi organik yang besar keberadaan prosesor dibutuhkan oleh kolektor untuk membantu proses pengumpulan kopi organik dari petani. Dari prosesor yang ada hanya sedikit sekali yang mempunyai tenaga kerja untuk membantu usaha yang dilakukannya. Sehingga penelitian ini seperti yang telah diuraikan sebelumya hanya mengambil sampel untuk wilayah dengan jaringan rantai pasok yang melibatkan prosesor sebagai salah satu pelaku rantai pasok. Peranan prosesor di dalam rantai pasok hanya terbatas sebagai perantara sehingga konsentrasi risiko lebih terfokus kepada risiko harga dan risiko pasokan Tabel 9. Berdasarkan Tabel 9 terlihat bahwa pada tingkatan pelaku prosesor nilai bobot risiko yang paling tinggi berada pada risiko harga karena pendistribusian profit yang tidak adil pada jaringan rantai pasok. Indikasi ini terlihat dari dominasi dan tingginya variabel risiko harga pada tingkat prosesor. Dominasi terlihat dari variabel risiko harga bahan baku dengan persentase 90,82 sampai kepada variabel risiko kenaikan biaya tenaga kerja hampir 100 untuk prosesor yang membutuhkan tenaga kerja dalam membantu pelaksanaan usahanya.