Kinerja Pelaku Tingkat Petani

Halaman ini sengaja dibiarkan kosong

VI. MITIGASI RISIKO MELALUI PENDEKATAN MODEL DISTRIBUSI RISIKO

RISK SHARING

6.1. Penyempurnaan Model Distribusi Risiko

Model peyeimbangan risiko Balancing Risk rantai pasok yang dijadikan bahan rujukan dari penelitian ini adalah model intermediasi risiko yang diusulkan oleh Wu dan Blackhurst 2009 sebagai penyempurnaan usulan model risk sharing yang pernah diajukan oleh Seshadri dan Chen 2006. Berdasarkan kajian literatur, telah banyak peneliti yang mengajukan model risk sharing RS sebagai salah satu pendekatan yang baik dalam menanggulangi risiko rantai pasok. Cachon 2003 mereview ulang semua bentuk model distribusi risiko berikut dengan usulan kontraknya. Chen dan Seshadri 2006 melakukan perbaikan terhadap mekanisme pemeberian insentif pada model distribusi risiko. Chen et al 2006, Tsay 2001 dan Li et al 2009 melakukan pemodelan mitigasi risiko melalui pendekatan distribusi risiko melalui penetapan mekanisme insentif yang berbeda. Model Distribusi risiko terbukti berhasil mengatasi persoalan manajemen risiko rantai pasok di banyak kasus industri manufaktur Cachon, 2003 sehingga menjadi banyak pilihan para ahli manajemen risiko perusahaan perusahaan besar dalam mengatasi persoalan risiko di sepanjang jalur rantai pasok Wu dan Blackhurst 2009. Tujuan utama dari model RS yang ada selama ini adalah untuk menjaga kesinambungan pasokan dari mitra pelaku rantai pasok agar keberlanjutan organisasi dan rantai pasok sendiri tetap terjaga. Secara sederhana mekanisme model RS bekerja dengan mendistribusikan sebagian profit kepada pelaku rantai pasok untuk mengurangi bobot beban risiko yang ditanggung melalui mekanisme pengaturan harga jual unit produk selama periode pemesanan tertentu Original Newsvendor Problem. Pengaturan harga ini biasanya selalu dikaitkan dengan persoalan inventori di tingkat vendor pemasok dengan fluktuasi permintaan konsumen di tingkat ritel. Mekanisme pengaturan harga yang menjadi tolak ukur dalam model RS adalah pada nilai insentif yang dberikan. Mekanisme pengaturan insentif dan besarnya nilai yang insentif yang harus diberikan merupakan dasar pemikiran dari model RS yang banyak diajukan peneliti selama ini. Kebanyakan kasus RS yang dijadikan fokus penelitian adalah pada industri manufaktur. Konsep model RS di industri manufakur agak sedikit berbeda dengan model RS yang ada pada agroindustri pertanian. Pada umumnya pelaku yang menanggung bobot risiko paling besar pada industri manufaktur adalah pemasok vendor sebagai akibat fluktuasi permintaan di tingkat ritel sehingga persediaan sulit diramalkan penggelembungan risiko. Sebaliknya pada Agroindustri pertanian risiko pemasok petani disebabkan karena transparansi informasi harga sehingga profit tidak merata ke tingkat petani. Ketergantungan petani kepada agroindustri distributor untuk mendistribusikan pasokan membuat posisi tawar bargaining position petani menjadi lemah. Konsep model RS rantai pasok kopi organik menjadi sedikit berbeda dari rantai pasok agroindustri serta industri manufaktur pada umumnya bila ditinjau dari segi kuantitas pasokan. Hal ini disebabkan karena Jumlah pasokan tidak mencukupi permintaan produk yang tinggi dari konsumen. Cara pandang konsep rantai pasok yang berbeda dari distributor mebuat model RS yang diajukan sebelumnya sulit diaplikasikan pada manajemen risiko rantai pasok pertanian. Model RS rantai pasok kopi organik di Aceh Tengah memberikan pendekatan yang berbeda dari model RS yang pernah diajukan sebelumnya. Penyempurnaan model dilakukan dengan menambahkan parameter kinerja pada mekanisme penentuan harga jual. Sehingga, ouput yang dihasilkan tidak lagi fokus bertujuan menjaga keberlanjutan rantai pasok kopi organik di Aceh Tengah tetapi sekaligus memberikan penawaran peningkatan total profit distributor koperasi pada saat yang bersamaan . Mekanisme model RS seperti inilah yang mengakomodir agar posisi tawar petani menjadi lebih kuat kepada distributor sehingga bersedia untuk mendistribusikan sebagian profit yang diperolehnya kepada petani sehigga keseimbangan risiko rantai pasok dapat dioptimalkan. Gambar 21 memberikan perbandingan antara model RS Wu dan Blackhurst 2009 dengan model RS rantai pasok kopi organik di Aceh Tengah. Model RS Wu dan Blackhurst Model RS sebelumnya Penetapan harga jual unit produk Umum Keberlajutan rantai pasok Penetapan harga jual unit produk Pembayaran tetap Insentif Spesifik risiko pelaku Pergeseran risiko tidak optimal Model RS belum optimal Penyempurnaan Model RS Pergeseran risiko optimal Keberlajutan rantai pasok Minimalisir loss profit Bargaining position model masih lemah Model RS kopi organik Penetapan harga jual unit produk Koordinasi melalui kontrak Pembayaran tetap Insentif Spesifik risiko pelaku Koordinasi melalui kontrak Keberlajutan rantai pasok Peningkatan total profit Minimalisir loss profit Pergeseran risiko optimal Bargaining position model lebih baik Parameter kinerja Legenda : RS : risk sharing distribusi risiko : penjelasan terhadap aktivitas utama : penurunan terhadap model dalam penelitian : pengelompokan aktivitas model : pengelompokan aktivitas perbaikan dari model sebelumnya : penurunan terhadap aktivitas berikutnya Gambar 21 Kerangka pikir penyempurnaan model distribusi risiko 76 Dari alur pikir model RS pada Gambar 19 terlihat ada tiga perbaikan model RS pada studi ini terhadap penyempurnaan model RS yang diusulkan oleh Wu dan Blackhurst 2009 yaitu : 1. Perubahan dilakukan pada mekanisme pemberian insentif dengan menambahkan parameter kinerja sehingga perbaikan tidak lagi hanya bertumpu pada perubahan cara pemberian insentif seperti yang banyak diusulkan pada model RS sebelumnya, akan tetapi kepada formulasi fungsi insentif. 2. Penambahan parameter kinerja menghasilkan dualisme output model RS yaitu menjaga keberlanjutan rantai pasok serta meningkatkan total profit pelaku terutama distributor pada saat bersamaan. 3. Perubahan pada model RS memberikan keuntungan dalam hal posisi tawar bargaining position pemasok vendor terhadap distributor maupun bargaining position model khususnya terhadap distributor dan pelaku rantai pasok pada umumnya. Penggunaan kata distributor pada penjelasan diatas merujuk kepada pelaku rantai pasok yang menerima profit paling besar di dalam rantai pasok tetapi sebaliknya menanggung bobot risiko yang relatif kecil. Sehingga pelaku rantai pasok seperti ini yang pada umumnya harus mendistribusikan sebagian profit yang diperolehnya kepada pelaku dengan risiko lebih besar sehingga keseimbangan risiko balancing risk bisa dilakukan dalam model RS 6.2. Kondisi Awal Struktur Rantai Pasok Penetapan kondisi awal struktur rantai pasok bermanfaat sebagai patokan dasar dalam merancang model RS kopi organik di Aceh Tengah. Penafsiran yang salah terhadap kondisi permasalahan objek yang akan dimodelkan berakibat fatal terhadap output yang dihasilkan model. Penafsiran yang salah menyebabkan model tidak mewakili kompleksitas permasalan objek penelitian dalam hal ini kopi organik di Aceh Tengah. Adapun kondisi awal yang teridentifikasi dalam perancangan model RS kopi organik adalah : 1. Pasokan atau supply S kopi organik dari petani ke koperasi sebagai distributor tidak mencukupi. Artinya semua pasokan kopi organik terserap oleh pasar. Kondisi ini membuat permasalahan model RS rantai pasok kopi organik di Aceh Tengah berbeda dari rantai pasok di level industri manufaktur ataupun agroindistri pertanian lainnya. 2. Harga produk c di musim panen dengan pasca panen tidak berimbang, sehingga dari permasalahan ini dapat disimpulkan model RS kopi organik membutuhkan koordinasi terhadap semua pelaku yang ada. 3. Kinerja θ masing-masing pelaku terutama petani tidak sama sehingga dibutuhkan model pengukuran kinerja yang dapat bekerja secara simultan dan berkesinambungan dalam mengatasi permasalahan ini. 4. Tidak ada perlakuan yang berbeda dari distributor terhadap petani maupun pelaku lainnya yang memiliki kualitas dan kuantitas pasokan kinerja lebih baik. Dari kondisi ini dibutuhkan mekanisme penetapan harga yang memperhitungkan kinerja pelaku sehingga peningkatan kualitas dan kuantitas pasokan bagi distributor dalam meningkatkan total profit Pelaku rantai pasok bisa dilaksanakan.

6.3. Analisis Model Distribusi risiko Rantai Pasok Kopi Organik

Penetapan sejumlah asumsi dan tujuan atau output model bermanfaat untuk menyelaraskan bentuk model RS untuk produk kopi organik di Aceh Tengah dengan kondisi sebenarnya pada objek penelitian.

6.3.1. Tujuan Pembuatan Model Distribusi Risiko

Tujuan model RS dibuat berdasarkan excisting condition model sehingga model bisa mewaikili permasalahan pada objek yang dimodelkan. Adapun tujuan dari model RS kopi organik di Aceh Tengah adalah : 1. Untuk meminimalisir kehilangan loss profit di tingkat distributor koperasi. 2. Meningkatkan kuantitas dan kualitas pasokan sebagai posisi tawar petani ke koperasi sehingga koperasi bersedia mendistribusikan sebagian profit ke pelaku bagian hulu rantai pasok melalui mekanisme yang diatur dalam model. 3. Meningkatkan kinerja pelaku 4. Menetapkan perubahan skenario harga jual berdasarkan kuantitas dan kualitas pasokan melalui pemilihan model parameter kinerja yang tepat. Dari tujuan pembuatan model RS diatas terlihat bahwa permasalahan utama adalah mengatur mekanisme pendistribusian profit melalui penetapan harga jual yang tepat. Pemilihan model pengukuran kinerja DEA yang tepat juga menjadi elemen penting dalam merancang model RS kopi organik di Aceh Tengah.

6.3.2. Asumsi Model Distribusi Risiko

Penetapan asumsi model bertujuan untuk membatasi parameter-parameter pengukuran sesuai dengan excisting condition dan tujuan pemodelan yang telah didefinisikan terlebih dahulu. Sehingga, konsep rancangan model tidak keluar dari kerangka permasalahan yang ada. 1. Petani sebagai pemasok vendor dibedakan berdasarkan nilai kinerja baik pada saat penetapan harga maupun pengelompokan pelaku di dalam menu kontrak. 2. Harga akhir FP yi dependen terhadap parameter pengukuran kinerja. 3. Harga awal sebagai tolak ukur harga dasar dalam mekanisme penetapan harga, dijustifikasi dari harga jual produk di tingkat distributor atau pelaku akhir dalam struktur rantai pasok kopi organik. Berdasarkan asumsi ini maka harga awal ditetapkan dari harga jual koperasi ke importir. 4. Non diskriminasi mekanisme penetapan harga pada semua tingkatan pelaku rantai pasok dengan opsi pada menu kontrak. 5. Mekanisme peningkatan profit pelaku rantai pasok diatur dalam fungsi harga yang terdiri atas sejumlah pembayaran tetap F yi dan insentif. 6. Fungsi insentif diatur berdasarkan nilai kinerja terhadap sejumlah nilai harga jual. 7. Harga akhir yang merupakan harga jual optimal bagi setiap pelaku rantai pasok berfluktuasi terhadap nilai harga awal.

6.4. Penyeimbangan Risiko Rantai Pasok Kopi Organik

Model distribusi risiko risk sharing sebagai metode untuk meyeimbangkan risiko balancing risk pelaku rantai pasok mengambil ide dari model intermediasi risiko yang telah disempurnakan oleh Wu dan Blackhurst 2009. Formulasi awal yang menjadi ide pemodelan distribusi risiko pada penelitian ini adalah menentukan bentuk formulasi insentif sebagai pengembangan model dasar dari model Wu dan Blackhurst 2009. Nilai insentif dirumuskan berdasarkan perolehan kinerja yang diukur melalui pendekatan DEA persamaan 3. Nilai insentif akan menjadi indikator yang menentukan tingkat keuntungan koperasi persamaan 7 maupun petani, prosesor dan kolektor persamaan 8. Setelah formulasi insentif didapatkan, maka baru kemudian digabungkan dengan formulasi pembayaran tetap. Rumusan formulasi pembayaran tetap merupakan pengembangan yang dilakukan dalam studi ini berdasarkan kondisi permasalahan objek penelitian.Penentuan sejumlah pembayaran tetap ditentukan berdasarkan formulasi rancangan kontrak pada persamaan 9. Rancangan kontrak dirumuskan dalam bentuk kuantitatif model sebagai bagian implementasi model RS. Ide dasar rancangan kontrak diambil dari model kontrak intermediasi risiko yang diajukan Wu dan Blackhurst 2009. Pada umumnya rancangan struktur kontrak akan selalu diikuti sejumlah penawaran tetap kepada konsumen agar bersedia menjadi bagian dari kontrak. Penawaran inilah yang didefinisikan sebagai nilai reservation utility r i konsumen ketika menerima tawaran isi kontrak. Nilai r i merupakan sejumlah imbalan terhadap risiko konsumen ketika berada dalam mekanisme kontrak. Nilai r i kemudian diambil sebagai tolak ukur dalam menentapkan sejumlah pembayaran tetap dalam model RS persamaan 10. Penambahan parameter kinerja dalam fungsi insentif memberikan pendekatan dan pemahaman yang berbeda mengenai model RS. Mekanisme pendistribusian risiko dilakukan melalui penetapan harga jual yang optimal bagi setiap pelaku rantai pasok. Perubahan pada skenario penetapan harga jual mengakibatkan sebagian besar profit rantai pasok yang terkonsentrasi pada satu pelaku bergeser ke pelaku lainnya berdasarkan bobot risiko yang ditanggungnya. Proses penetapan harga dilakukan dengan memberikan sejumlah pembayaran tetap F yi yang dipadukan dengan pemberian insentif F yi - [ ρ] + . F yi . Parameter kinerja melalui pendekatan DEA berfungsi untuk mengukur tingkat kinerja pelaku yang didefinisikan melalui efisiensi . konflik tujuan antara koperasi selaku distributor dengan petani sebagai pemasok dimediasi melalui fungsi pemberian insentif. Semakin tinggi tingkat kinerja pelaku yang dinyatakan dengan nilai efisiensi 100 . Maka semakin besar nilai harga jual setiap unit produk yang dijualnya. [ ] ∑ ∑ , Sehingga Nilai harga jual profit yang optimal untuk setiap pelaku melalui mekanisme model RS bisa dilihat dengan jelas melalui persamaan 10 : ...... 10 s.t. ∑ ∑ ∑ Dimana : F yi = Harga pembayaran tetap distributor y koperasi unit ke i FP yi = Harga jual optimal pelaku tingkatan y unit ke i F y = Harga jual finish good tingkat distributor = koofisien risk aversion pelaku rantai pasok = nilai kinerja efisiensi DEA pelaku tingkatan ke y unit ke i             . . 2 . 2 1 . . 2 . o o n ij ij j i yi i y i y i y n ij ij j i O w FP WR F WR F WR F I v                                                 