Fekunditas dan Diameter Telur

Gam pada ukur 14,6 ukur 12,4 mbar 11. Gra Berdasar a TKG III y ran 4,125-4 6, 3,625-4 ran terbanya 4 Gamba afik hubunga rkan persenta yaitu 19,3 ,624 µm, T 4,124 15,3 ak yaitu 3, ar 12. an fekunditas ase sebaran pada kelas TKG IV di dan 5,1 ,125-3,624 s dengan pan diameter tel s ukuran 3,1 itemui tiga 124-5,624 1 16,7, 4 njang total, b lur ditemui d 125-3,624 µ kelas ukur 10,9 dan ,125-4,624 berat tubuh d dua kelas uk µm dan 24,9 ran terbanya TKG V terd 25,1 da dan berat gon kuran terban 9 pada ke ak 2,625-3, dapat tiga k an 4,625-5, 44 nad nyak elas 124 elas 124 Gambar 12. Sebaran diameter telur ikan pelangi merah yang tertangkap di Danau Sentani 4.2 Pembahasan 4.2.1 Hubungan Panjang Berat Pola pertumbuhan ikan pelangi merah jantan bersifat isometrik sedangkan ikan betina bersifat allometrik negatif, yang berarti pertambahan panjang lebih cepat dibanding pertambahan beratnya. Namun, secara keseluruhan pola pertumbuhan ikan pelangi merah di Danau Sentani bersifat isometrik. Pola pertumbuhan isometrik juga terlihat pada ikan rainbow selebensis T. celebensis di Danau Towuti b = 3,08; R 2 = 0,81 Nasution, 2007; ikan Atherina boyeri di danau kecil dari Sungai Segura b = 3,26; R 2 = 0,971 Andreu-Soler et al., 2006. Bentuk tubuh yang berbeda antara ikan pelangi merah jantan dan betina memengaruhi nilai b dalam hubungan panjang berat ikan ini. Ikan jantan memiliki bentuk tubuh yang pipih dan cenderung membulat sedangkan ikan betina memperlihatkan bentuk tubuh yang memanjang. Menurut Allen 1991 ikan pelangi Melanotaeniidae memiliki sifat dimorfisme seksual yaitu bentuk tubuh yang berbeda antara ikan jantan dan betina. Sifat inipun terdapat pada ikan pelangi merah yang berpengaruh terhadap pola pertumbuhannya. Pola pertumbuhan yang berbeda antara ikan jantan dan betina dalam satu spesies juga terlihat pada ikan Atherina boyeri Andreu-Soler et al., 2006.

4.2.2 Faktor Kondisi

Faktor kondisi ikan pelangi merah di Danau Sentani berkaitan dengan ketersediaan makanan dan reproduksi. Hal ini dapat dijelaskan dari tingginya nilai faktor kondisi ikan pelangi merah pada bulan Desember yang merupakan puncak musim pemijahan yang berkaitan dengan kondisi lingkungan saat musim hujan yang memberikan keuntungan dengan tersedianya makanan yang cukup di habitatnya. Nilai faktor kondisi kemudian menurun sejalan dengan musim pemijahan yang telah berakhir. Nilai faktor kondisi yang berkaitan dengan ketersediaan makanan dan saat puncak pemijahan juga terlihat pada ikan rainbow selebensis Telmatherina celebensis di Danau Towuti Nasution, 2007; ikan Atherina boyeri di Semenanjung Iberia menunjukkan fluktuasi nilai faktor kondisi yang berhubungan dengan musim Andreu-Soler et al., 2003. Ikan pelangi merah betina mempunyai nilai rata-rata faktor kondisi yang lebih tinggi dibanding ikan jantan. Hal ini dapat dijelaskan dari berat ovarium yang lebih tinggi daripada berat testes pada ukuran ikan yang sama. Nilai rata-rata faktor kondisi ikan pelangi merah cenderung meningkat dengan meningkatnya TKG. Dalam proses reproduksi, oosit ikan pada TKG I belum berkembang karena proses vitellogenesis belum berjalan secara sempurna. Pada TKG yang lebih tinggi, proses vitellogenesis dalam pembentukan vitellogenin sebagai bahan dasar kuning telur telah berlangsung sempurna, sehingga ukuran oosit akan bertambah besar yang menyebabkan berat gonad bertambah. Dengan meningkatnya berat gonad ikan pelangi merah akan meningkatkan berat tubuh yang juga meningkatkan nilai faktor kondisi. Hal ini terlihat pada ikan pelangi merah pada TKG I - IV, selanjutnya nilai rata-rata faktor kondisi yang menurun pada TKG V menunjukkan berat gonad yang berkurang karena ikan pelangi merah telah memijah, kondisi ini memengaruhi berat tubuh yang ditunjukkan dari menurunnya nilai faktor kondisi. Menurut Anibeze 2000; Gomiero dan Braga