Tabel 1. Pengukuran Kualitas Air Paramater
Alat dan Metode Satuan
Lokasi Suhu Termometer
C in situ
Kecerahan Cakram Secchi
cm in situ
Alkalinitas Titrasi mgl
CaCO
3
in situ pH pH
meter -
in situ Oksigen terlarut
DO meter mgl
in situ Karbondioksida Titrasi
mgl in situ
Sampel ikan ditangkap dengan menggunakan jaring insang eksperimen dengan ukuran mata jaring ½ inci, 1 inci, 1¼ inci, 1½ inci dan 2 inci masing-masing satu buah
dengan panjang 4 m dan tinggi 2 m yang dipasang pada sore hari 16.00 dan diangkat pada pagi hari 06.00. Cara pemasangan jaring dilakukan pada setiap stasiun dari arah
pantai ke perairan bebas. Ikan yang tertangkap dipisahkan berdasarkan stasiun penelitian dan jenis kelamin. Selanjutnya ikan sampel diawetkan dalam paraform 4 .
3.4 Analisis Laboratorium
Analisis laboratorium dilakukan di laboratorium Bio Makro I FPIK IPB meliputi penimbangan berat ikan dengan menggunakan timbangan digital berketelitian 0,01 g.
Identifikasi jenis ikan berdasarkan karakter morfometrik dan meristik berdasarkan Allen 1991; Kottelat et al. 1993; Wiecaszek et al. 2007 dengan menggunakan kaliper
vernier dengan ketelitian 0,01 mm. Ikan sampel kemudian dibedah menggunakan alat bedah lalu gonadnya diambil dan diawetkan dalam paraform 4 .
Penentuan tingkat kematangan gonad berdasarkan morfologinya mengacu pada kategori perkembangan dan kematangan gonad ikan pelangi Pusey et al., 2001
Lampiran 4. Pengamatan gonad secara histologi dengan membuat preparat histologi gonad betina dan jantan mengacu pada pembuatan preparat histologi Angka et al., 1990
Lampiran 5 dan analisis histologi gonad menggunakan analisis histologi ikan berdasarkan Takashima dan Hibiya 1982; ikan Odonthestes bonariensis Soria et al.,
2008; Miranda et al., 2009. Selanjutnya gonad ditimbang dengan menggunakan
timbangan berketelitian 0,0001 g. Analisis fekunditas dilakukan dengan menghitung langsung telur dari ikan yang matang gonad TKG IV–V dan penghitungan dilakukan
seluruhnya dengan cara diencerkan dengan air dan dihitung jumlah telurnya di bawah mikroskop Effendie, 1979. Pengukuran diameter telur dilakukan dengan mengambil
gonad ikan betina dari TKG III- V dari tiga bagian yang berbeda yaitu anterior, median dan posterior masing-masing sebanyak 100 butir, diletakkan berjajar pada gelas objek lalu
diamati dengan menggunakan mikroskop yang dilengkapi mikrometer okuler, sebelumnya mikrometer okuler ditera dengan mikrometer objektif. Peneraan dilakukan dengan
mengalikan nilai pengukuran diameter telur dengan hasil bagi antara mikrometer objektif dan okuler.
3.5. Analisis Data Nisbah Kelamin
Perbandingan antara jumlah ikan jantan dan betina nisbah kelamin yang terdapat pada setiap stasiun dihitung menggunakan rumus :
X J
B Keterangan :
X : Nisbah kelamin
J : Jumlah ikan jantan ekor
B : Jumlah ikan betina ekor
Keseragaman sebaran nisbah kelamin dilakukan dengan uji khi kuadrat Steel dan Torrie, 1993.
x o
i
e
i
e
i n
i
Keterangan : X
2
: Sebuah nilai bagi peubah acak X
2
yang sebaran penarikan contohnya menghampiri khi kuadrat
o
i
: Frekuensi ikan jantan dan betina yang teramati e
i
: Frekuensi harapan yaitu frekuensi ikan jantan ditambah frekuensi ikan betina dibagi dua.
Hubungan Fekunditas dengan Panjang Total Tubuh, Berat Tubuh dan Gonad
Hubungan fekunditas dengan panjang total tubuh menggunakan rumus sebagai berikut Effendie, 1997 :
F = aL
b
Keterangan : F
: Fekunditas L
: Panjang total ikan mm a dan b : Konstanta
Persamaan hubungan fekunditas dengan berat tubuh dan berat gonad F = a + bBg
F = a + bBt Keterangan :
Bt : Berat tubuh g
Bg : Berat gonad g
Untuk melihat keeratan hubungan antara keduanya ditunjukkan dengan nilai koefisien korelasi r . Jika nilainya mendekati satu menandakan korelasi yang kuat. Jika nilai r-nya
mendekati nol maka hubungan keduanya lemah Walpole, 1992.
Indeks Kematangan Gonad
Nilai indeks kematangan gonad merupakan suatu nilai dalam persen yang didapatkan dari perbandingan berat gonad dengan berat ikan dikalikan 100 . Nilai IKG
yang terdapat pada setiap stasiun dianalisis menggunakan rumus yang diuraikan oleh Effendie 1979 :
IKG Bg
Bt Keterangan :
IKG : Indeks kematangan gonad
Bg : Berat gonad g
Bt : Berat tubuh termasuk gonad g
Ukuran Ikan Pertama Kali Matang Gonad
Untuk mendapatkan ukuran ikan pertama kali matang gonad dilakukan dengan memplotkan persentase ikan matang gonad dengan panjang totalnya. Panjang ikan
minimum pada sekurang-kurangnya 50 dari ikan yang matang gonad TKG IV dan V dinyatakan sebagai ukuran ikan pertama kali matang gonad Rao and Sharma, 1984; Offem
et al ., 2008.
Hubungan Panjang Berat
Hubungan panjang-berat menggunakan rumus sebagai berikut : W = aL
b
Keterangan : W
: Berat tubuh ikan g L
: Panjang
ikan mm
a dan b : konstanta Persamaan ini untuk menduga pola pertumbuhan dari nilai b. Jika didapatkan b = 3 maka
pertambahan berat seimbang dengan pertambahan panjang isometrik. Bila didapatkan b 3 maka pertambahan panjang lebih cepat dibanding pertambahan beratnya allometrik
negatif . Jika b3 maka pertambahan berat lebih cepat dibanding pertambahan panjangnya
allometrik positif. Untuk menguji nilai b dilakukan uji t dengan hipotesis : H0 : b = 3; H1 : b
≠ 3; t hitung :
.
Untuk penarikan keputusan dengan membandingkan t hitung dengan t tabel pada selang kepercayaan 95 . Jika nilai t hitung t tabel maka
keputusannya menolak hipotesis nol H0 tetapi jika t hitung t tabel maka keputusannya menerima hipotesis nol H0 Steel dan Torrie, 1993.
Faktor Kondisi
Faktor kondisi dihitung dengan menggunakan sistem metrik berdasarkan hubungan panjang berat ikan sampel. Jika pertumbuhan ikan isometrik, maka rumus yang digunakan
seperti berikut Effendie 1979 : K
w L
Keterangan : K
: Faktor
kondisi W
: Berat tubuh ikan g L
: Panjang
total ikan
mm Jika pertumbuhan bersifat allometrik, maka faktor kondisi dihitung dengan rumus :
Kn w
aL Keterangan :
Kn : Faktor kondisi relatif
W : Berat tubuh ikan gram
L :
Panjang total
ikan mm
a dan b : konstanta yang didapat dari hubungan panjang berat
4 HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Hasil
4.1.1 Keadaan Umum Lokasi Penelitian
Hasil pengukuran dan pengamatan aspek kualitas air yang dilakukan di Danau Sentani selama penelitian meliputi suhu, kecerahan, alkalinitas, pH, oksigen terlarut dan
karbondioksida di tiap stasiun dapat dilihat pada Tabel 2. Tabel 2. Kisaran parameter kualitas air di Danau Sentani selama penelitian
Parameter Satuan Stasiun
I II III IV V VI
Fisika
Suhu C
28,8 - 30 29 – 29,4
28,9 – 29,4 28 – 29,2
29 – 29,2 29 – 29,1
Kecerahan cm
350 – 520 300 – 430
200 – 450 450 – 550
200 – 350 250 – 450
Kimia
Alkalinitas mg l CaCO
3
104,89- 112,06
109,99- 110,95
104,80- 105,97
103,99- 105,99
105,90- 115,12
108,48- 110,80
pH 8 – 8,2
8 – 8,2 8
7,7 - 8 7,6 – 7,9
7,8 – 7,9 Oksigen terlarut
mgl 5,8 – 5,9
5,8 – 6,1 5,8
5,9 – 6,1 5,9 – 6,1
5,8 – 6,1 Karbondioksida
mgl 1,34 – 1,50
1,40 – 1,36 1,34 – 1,41
0,45 – 0,45 0,47 – 0,65
1,18 – 1,19
Keterangan : I : Stasiun Yakonde satu; II : Stasiun Yakonde dua; III : Stasiun Yakonde tiga IV : Stasiun Simporo; V : Stasiun Abaar; VI : Stasiun Waena
Kisaran suhu perairan selama penelitian adalah 28-30 C. Kisaran suhu tidak
menunjukkan perbedaan yang menonjol selama waktu penelitian dan masih mendukung untuk kehidupan organisme perairan. Suhu berperan dalam metabolisme organisme yang
berpengaruh pada pertumbuhan, reproduksi dan aktifitas mencari makan. Ikan di perairan dapat mendeteksi suhu yang berubah dengan mengendalikan tingkah lakunya untuk
mencari ruang dengan suhu yang sesuai Wootton, 1992. Hasil pengukuran kecerahan berkisar 200 – 450 cm. Hal ini menunjukkan kondisi stasiun penelitian yang tergolong
jernih. Alkalinitas di Danau Sentani tergolong tinggi dengan kisaran 103,99 – 115,12. Nilai alkalinitas yang baik bagi pertumbuhan organisme perairan berkisar 30 – 500 mgl CaCO
3
. Perairan alami dengan nilai alkalinitas 40 mgl CaCO
3
tergolong perairan sadah Boyd, 1988. Alkalinitas yang tinggi di Danau Sentani dapat dijelaskan dari pegunungan kapur
yang terdapat di sekeliling Danau Sentani, saat musim hujan membawa kandungan
karbonat dari batuan yang dilewati air kedalam perairan. Nilai pH di Danau Sentani selama penelitian umumnya stabil dan berkisar 7,6 – 8,2. Sebagian besar organisme akuatik
sensitif terhadap perubahan pH dan menyukai nilai sekitar 7 – 8,5. Toksisitas dari suatu senyawa kimia dipengaruhi oleh pH, senyawa ammonium yang dapat terionisasi banyak
ditemukan pada perairan dengan pH rendah dan senyawa ini tidak bersifat toksik, sebaliknya pada suasana dengan pH tinggi banyak ditemukan ammonia tidak terionisasi
dan bersifat toksik Novotny dan Olem, 1994. Oksigen terlarut masih tergolong baik di Danau Sentani selama penelitian dengan kisaran 5,8 – 6,1. Menurut Boyd 1988 kisaran
oksigen terlarut yang baik untuk kehidupan dan mendukung pertumbuhan ikan di perairan adalah 5 mgl. Sebagian besar oksigen terlarut pada perairan lakustrin seperti danau dan
waduk merupakan hasil aktifitas fotosintesis mikrofita dan makrofita perairan Tebbut, 1992. Karbondioksida di Danau Sentani selama penelitian masih berada dalam kisaran
yang tidak merugikan bagi kehidupan organisme di danau ini. Kadar karbondioksida bebas yang mendukung untuk pertumbuhan ikan adalah 5 mgl. Fluktuasi nilai kadar
karbondioksida bebas di perairan berkaitan dengan proses fotosintesis dan evaporasi Boyd, 1988.
Curah hujan yang cenderung meningkat untuk daerah Sentani dan sekitarnya terjadi pada bulan November 2007 – April 2008, sedangkan yang terendah terjadi pada bulan
September – Oktober 2007 dan Mei 2008. Curah hujan yang terus-menerus meningkat sejak bulan November 2007 – April 2008 menyebabkan perubahan pada tinggi air di danau
Gambar 2.
Sumber : BMKG Jayapura, 2007-2008
Gambar 2. Grafik jumlah curah hujan di Jayapura Stasiun satu Yakonde satu terletak di bagian barat Danau Sentani. Kondisi alam
di sekitar stasiun ini dicirikan dengan adanya muara sungai kecil dengan lebar 3 m, pada wilayah litoralnya terdapat hutan sagu dan sub litoralnya terdapat tumbuhan air yang
tenggelam dari jenis Ipomea aquatica, Vallisneria sp., Nymphoides sp.. Stasiun dua Yakonde dua terletak di dekat perkampungan penduduk. Wilayah
litoral stasiun ini landai dan terdapat batu-batu karang sekeliling perkampungan. Tumbuhan air yang mendominasi di stasiun ini adalah Hydrilla verticillata, Vallisneria sp.,
Myriophyllum brasiliense dan Potamogeton sp..
Stasiun tiga Yakonde tiga memiliki wilayah litoral yang berukuran lebar 2 cm dan curam, wilayah supra litoral dibatasi dengan gunung kapur. Tumbuhan air yang
terdapat pada stasiun ini didominasi oleh Vallisneria sp., Myriophyllum brasiliense dan Ceratophylum demersum
. Stasiun empat Simporo terletak di bagian tengah yang dicirikan dengan hutan
rawa yang luas, warna air di sekitar stasiun ini merah tua dan terlihat adanya lapisan humus. Tumbuhan air yang terdapat pada stasiun ini yakni Ceratophylum demersum dan
Myriophyllum brasiliense .
Stasiun lima Abaar terletak di wilayah tengah danau. Stasiun ini memiliki pantai berpasir abu-abu dan berbatu-batu kecil. Pada stasiun ini juga terdapat muara sungai kecil
50 100
150 200
250 300
Juli 07 Agst Sept Okt Nov Des Jan 08 Feb Mar Apr Mei Juni
Jumlah curah
hujan mm
dan wilayah litoral ditumbuhi tanaman pandan. Terdapat satu jenis tumbuhan air yang mendominasi yakni Nesaeae sp.
Stasiun enam Waena merupakan perbatasan antara kota dan kabupaten Jayapura yang terletak di bagian timur danau. Pada daerah ini terdapat usaha budidaya ikan dalam
karamba jaring apung dan tempat wisata pemancingan danau. Wilayah litoral danau terdapat tumbuhan air yang mendominasi yakni Eichornia crassipes, Hydrilla verticillata
dan Ipomea aquatica.
4.1.2 Hasil Tangkapan dan Sebaran Ukuran Panjang
Selama penelitian, ikan pelangi merah yang tertangkap berjumlah 798 ekor yang terdiri atas 404 ikan jantan dan 394 ikan betina. Kisaran panjang total dan berat ikan
pelangi merah adalah 88 – 120 mm ; 6,85 – 22,58 g. Kisaran panjang total dan berat ikan jantan 88 – 119 mm dan 7,23 – 22,58 g dan ikan betina berkisar 90 – 120 mm dan 6,85 –
22,58 g Tabel 3. Pada bulan Maret, tidak dilakukan pengambilan sampel ke lapangan karena kendala teknis yaitu kekurangan bahan pengawet.
Tabel 3. Jumlah hasil tangkapan, kisaran panjang dan berat ikan pelangi merah Glossolepis incisus tiap bulan pengamatan
Bulan Jantan Betina
Kisaran Panjang
mm Kisaran
Berat g Jumlah
ekor Kisaran
Panjang mm
Kisaran Berat g
Jumlah ekor
Des 88 - 119
7,80 – 22,40 177
90 - 117 6,90 – 18,28
153 Jan
88 -118 7,80 – 22,04
62 91 - 117
8,17 – 19,16 83
Feb 88 - 119
8,18 - 22,58 89
91 - 120 8,17 – 22,58
77 April
92 - 114 8,90 – 18,72
48 92 - 110
8,16 – 13,82 40
Mei 91 - 114
7,23 - 18,72 28
91 - 115 6,85 – 13,95
41 Jumlah
88 - 119 7,23-22,58
404 90 - 120
6,85 – 22,58 394
Hasil tangkapan yang diperoleh selama penelitian berdasarkan stasiun penelitian terbanyak terdapat pada stasiun dua dengan jumlah ikan jantan 94 ekor dan betina 80 ekor
dan yang terendah didapat pada stasiun lima dengan jumlah ikan jantan 16 ekor dan betina 25 ekor. Panjang total dan berat ikan pelangi merah yang terendah 88 mm; 6,85 g
terta g T
pada telah
pada
4.1.3
mod angkap pada
Tabel 4. Ta
Stasiun K
P 1
9 2
9 3
8 4
8 5
9 6
8 Jumlah
Berdasar a ukuran 97
h menurun d a panjang ba
Gambar 3
3 Hubungan
Berdasar del hubunga
Frekuensi ekor
stasiun 3, 4
abel 4. Sebar Kisaran
Panjang mm
91 - 115 8
90 - 115 8
88 - 112 8
88 - 117 7
94 - 107 8
88 - 119 7
rkan sebaran – 102 mm
dari panjang aku ikan jant
. Sebaran ik
n Panjang B
rkan hasil an an panjang b
10 20
30 40
50 60
70 80
90 100
88 ‐90
dan 6 sedan
ran hasil tang Jantan
Kisaran Berat g
8,26 – 17,15 8,69 – 18,72
8,18 – 17,50 7,23 – 22,40
8,90 – 15,61 7,80 – 22,58
n ukuran panj Gambar 3
ikan pelan an 120 mm d
kan pelangi m
Berat
nalisis hubun berat untuk
91 ‐93
94 ‐96
97 ‐99
Sela
ngkan yang
gkapan berd Jumlah
ekor 57
94 84
83 16
70
404 jang total, ik
. Panjang ngi merah ya
dan ikan bet
merah berdas
ngan panjang ikan jantan
97 ‐99
100 ‐102
103 ‐105
ang kelas panja
terbesar pad
dasarkan stas Kisaran
Panjang mm
90 - 110 91 - 114
93 - 97 91 - 117
93 - 112 92 - 120
kan pelangi m total terting
ang ditemuk tina 100 mm
sarkan kelas
g berat, ikan n adalah W
106 ‐108
109 ‐111
ang total mm
da stasiun 6
siun penelitia Betina
Kisaran Berat g
7,90 – 13,36 8,17 – 16,01
7,90 – 18,28 6,85 – 16,23
9,90 – 13,98 7,29 – 22,58
merah terban ggi ikan pe
kan oleh All m.
ukuran panj
n pelangi me W = 6 x 10
-6
112 ‐114
115 ‐117
118 120
Jantan
119 mm; 22
an Jumlah
ekor 6 73
1 80 8 73
3 69 8 25
8 74
394 nyak tertang
elangi merah en 1991 y
jang total
rah mempun
6
L
3,157
dan i
118 ‐120
Betina
2,58
gkap h ini
yaitu
nyai ikan
betina W = 9 x 10
-5
L
2,528
. Hubungan panjang berat menunjukkan nilai korelasi yang kuat untuk ikan jantan r = 0,862 dan ikan betina r = 0,746 Gambar 4. Untuk menentukan
pola pertumbuhan dilakukan dengan uji t. Hasil analisis uji t terhadap nilai b diperoleh ikan jantan menunjukkan pola pertumbuhan isometrik t
hitung
t
tabel
yang berarti pertambahan berat ikan jantan seimbang dengan pertambahan panjang dan ikan betina
memperlihatkan pola pertumbuhan allometrik t
hitung
t
tabel
yang berarti pola pertumbuhan panjang tidak seimbang dengan pertambahan beratnya dan karena nilai b 3
maka pola pertumbuhannya adalah allometrik negatif, yang berarti pertambahan panjang lebih cepat dibanding pertambahan berat. Nilai b yang rendah b = 2,528 pada ikan betina
memperlihatkan ikan betina lebih kurus dibanding ikan jantan b = 3,157. Pola pertumbuhan ikan pelangi merah secara keseluruhan bersifat isometrik b = 2,852.
Gambar 4. Hubungan panjang berat ikan pelangi merah di Danau Sentani
4.1.4 Faktor Kondisi
Berdasarkan pola pertumbuhan ikan pelangi merah secara keseluruhan yang bersifat isometrik, maka penentuan nilai faktor kondisi menggunakan rumus faktor
kondisi. Kisaran rata-rata faktor kondisi ikan jantan adalah 1,003 – 1,019 dan betina
Jantan
Gabungan Jantan -Betina
Betina
1,058 – 1,212. Nilai rata-rata faktor kondisi ikan jantan dan betina yang tertinggi ditemukan pada bulan Desember 1,019 ± 0,186; 1,212 ± 0,129, sedangkan yang terendah
untuk ikan jantan ditemukan pada bulan Januari 1,003 ± 0,084 dan ikan betina pada bulan Mei 1,058 ± 0,174 Tabel 5.
Tabel 5. Kisaran faktor kondisi ikan pelangi merah selama penelitian Bulan
Jantan Betina Kisaran Rata-rata
Sb Kisaran Rata-rata Sb
Des 0,558 - 1,597
1,019 0,186
0,879 - 1,649 1,212
0,129 Jan
0,869 - 1,268 1,003
0,084 0,936 - 1,514
1,192 0,126
Feb 0,795 - 1,283
1,005 0,105
0,879 - 1,469 1,183
0,117 April
0,722 - 1,244 1,005
0,103 0,938 - 1,445
1,186 0,139
Mei 0,628 - 1,343
1,014 0,168
0,723 - 1,448 1,058
0,174
Keterangan : Sb : Simpangan baku
Nilai rata-rata faktor kondisi ikan pelangi merah jantan dan betina pada tingkat kematangan gonad IV-V yang tertinggi ditemukan pada bulan Desember 1,080 ± 0,140;
1,190 ± 0,111 Gambar 5, nilai faktor kondisi pada bulan April-Mei 2008 bias karena sampel ikan pelangi merah matang gonad TKG IV-V yang ditemukan sedikit.
Gambar 5. Faktor kondisi ikan pelangi merah matang gonad TKG IV-V Faktor kondisi ikan pelangi merah pada tiap tingkat kematangan gonad
memperlihatkan nilai bervariasi. Kisaran nilai faktor kondisi yang tertinggi baik pada ikan jantan maupun betina terdapat pada tingkat kematangan gonad empat TKG IV dan
terendah pada TKG I Tabel 6. Tabel 6. Faktor kondisi ikan pelangi merah berdasarkan TKG
0.000 0.200
0.400 0.600
0.800 1.000
1.200 1.400
1.600
Des Jan
Feb Faktor
Kondisi
Bulan Jantan
Betina
TKG Jantan Betina
Kisaran Rata-rata
Sb N ekor
Kisaran Rata-rata
Sb N ekor
I 0,686 -1,402
1,006 0,114
314 0,613 – 1,429
1,045 0,164
122 II
0,613 -1,276 0,996
0,121 56
0,592 – 1,447 1,085
0,113 145
III 1,990-1,262
1,089 0,104
9 0,766 – 1,292
1,092 0,102
81 IV
0,724-1,205 0,994
0,145 9
0,917 – 1,437 1,145
0,146 29
V 0,888-1,224
1,008 0,091
16 0,889 – 1,396
1,122 0,137
17 Keterangan : Sb : Simpangan baku
4.1.5 Nisbah Kelamin Selama penelitian, ikan pelangi merah jantan yang tertangkap berjumlah 404 ekor
50,6 dan betina 394 ekor 49,4, sehingga secara keseluruhan nisbah kelamin ikan pelangi merah mengikuti pola 1 : 1. Dari uji khi kuadrat terhadap nisbah kelamin secara
keseluruhan memperlihatkan hasil yang tidak berbeda nyata pada taraf kepercayaan 95 [X
2 hitung
1,02 X
2 tabel
db=1
3,84]. Pola perbandingan 1 : 1 juga terlihat pada uji khi kuadrat terhadap nisbah kelamin per bulan pengamatan Tabel 7.
Tabel 7. Nisbah kelamin ikan pelangi merah berdasarkan bulan pengamatan Bulan
Jantan ekor Betina ekor Nisbah kelamin X
2
hitung Des
177 153
1,16 1,745
ns
Jan 63
84 0,75
3
ns
Feb 88
77 1,14
0,733
ns
April 48
40 1,2
0,727
ns
Mei 28
40 0,70
2,118
n
S
Keterangan : ns : tidak berbeda nyata
Nisbah kelamin berdasarkan kelas panjang total ikan pelangi merah memperlihatkan nilai yang tertinggi pada kelas panjang 112-114 mm. Hasil uji khi kuadrat
terlihat berbeda nyata pada kelas panjang 100 – 102 mm [x
2
hitung 4, 86 x
2
tabel 3,84] dan 112 – 114 mm [x
2
hitung 9,85 x
2
tabel 3,84] Tabel 8.
Tabel 8. Nisbah kelamin berdasarkan kelas panjang total Selang Kelas Panjang
Total mm Jantan
ekor Betina
ekor Nisbah
Kelamin X
2
hitung 88 - 90
13 6
2,17 2,50
ns
91 - 93 45
33 1,36
1,85
ns
94 - 96 69
79 0,87
0,68
ns
97 - 99 89
72 1,24
1,79
ns
100 - 102 64
91 0,70
4,86
s
103 - 105 50
55 0,91
0,25
ns
106 - 108 24
22 1,09
0,09
ns
109 - 111 23
22 1,05
0,04
ns
112 - 114 21
5 4,20
9,85
s
115 - 117 4
8 0,50
1,33
ns
118 - 120 2
1 2,00
0,50
ns
Keterangan : s : berbeda nyata ; ns : tidak berbeda nyata
Nisbah kelamin ikan pelangi merah yang matang gonad TKG IV-V tertinggi diperoleh pada bulan Desember 1 : 1,56 dan yang terendah pada bulan Februari 1 : 0,3.
Dari hasil uji khi kuadrat, nisbah kelamin pada tiap bulan pengamatan menunjukkan hasil yang tidak berbeda pada bulan Desember dan Mei dan berbeda nyata pada bulan Januari
dan Februari, dimana jumlah ikan betina lebih banyak dari ikan jantan. Pada bulan April tidak dapat dianalisis karena bias akibat sampel yang tertangkap sedikit Tabel 9.
Tabel 9. Nisbah kelamin ikan pelangi merah matang gonad TKG IV-V pada tiap bulan pengamatan
Bulan Jantan ekor Betina ekor
Nisbah kelamin X
2
hitung Des
28 18
1,56 2,17
ns
Jan 10
25 0,40
59,46
s
Feb 3
10 0,30
14,13
s
April 2
2 Mei
1 1
1,00
ns
Keterangan : s : berbeda nyata; ns : tidak berbeda nyata
Berdasarkan hasil uji khi kuadrat nisbah kelamin ikan pelangi merah pada tiap stasiun penelitian terlihat mengikuti pola 1 : 1 kecuali pada stasiun 4, tidak ditemukan ikan
yang matang gonad Tabel 10, Lampiran 6.
Tabel 10. Nisbah kelamin ikan pelangi merah matang gonad pada tiap stasiun penelitian Stasiun Jantan Betina Nisbah
Kelamin X
2
hitung 1 11 14
0,8 3,6
ns
2 9 13 0,7
3,1
ns
3 10 13 0,8
3,3
ns
4 0 0 5 8 10
0,8 2,6
ns
6 4 6 0,7
1,4
ns
Keterangan : ns : tidak berbeda nyata
4.1.6 Tingkat Kematangan Gonad
Analisis tingkat kematangan gonad menunjukkan bahwa ikan pelangi merah jantan yang matang gonad ditemukan pada bulan tertentu Desember-Februari sedangkan ikan
betina pada bulan Desember-Mei dengan persentase yang berbeda-beda. Persentase tertinggi TKG V pada ikan jantan dan betina terdapat pada bulan Desember 0,31; 0,28
Gambar 6.
Gambar 6. Tingkat kematangan gonad berdasarkan waktu Penggolongan tingkat kematangan gonad ikan pelangi merah terbagi dalam lima
tahap yaitu TKG I belum matang, II perkembangan awal, III perkembangan remaja dan dewasa istirahat, IV perkembangan akhir dan V bunting. Gambaran masing-
masing tingkat perkembangan gonad ikan pelangi merah jantan dan betina secara morfologi maupun histologi dapat dilihat pada Gambar 7 dan 8. Perkembangan gonad
ikan pelangi merah jantan dan betina secara makroskopis dan mikroskopis diutarakan pada Tabel 11 dan 12.
10 20
30 40
50 60
70 80
90 100
Des Jan
Feb Apr
Mei 10
20 30
40 50
60 70
80 90
100
Des Jan
Feb Apr
Mei
V IV
III II
I
Jantan Betina
Gambar 7.
Keterang
Gonad dan j skala bar :
gan : A : sperm
jaringan gon 5 mm; 1 µm
matid; B : sperm
nad ikan pela m; perbesaran
matozoa; C dan
angi merah j n 200 x
n E : spermatog
antan pada
gonia; D : sper
TKG I-IV
rmatosit
Gambar 8. Gonad dan jaringan gonad ikan pelangi merah betina pada TKG II-V skala bar : 5 mm; 5 µm; perbesaran 40 x
Keterangan : A : sitoplasma; B dan D : nukleus; C : butir minyak; At : Atresia
A TKG V
Tabe
Tabe el 11. Perke
merah
el 12. Perke merah
mbangan go h jantan M
mbangan go h betina Mo
onad secara Modifikasi dar
onad secara difikasi dari
makroskopi ri Pusey et a
makroskopi i Pusey et al
is dan mikro al
., 2001
is dan mikro ., 2001
oskopis gona
oskopis gona ad ikan pela
ad ikan pela 41
angi
angi
4.1.7
mm. mata
Gam
4.1.8
pada wakt
Tab diseb
Bula Des
Jan Feb
Apri Mei
Keter
betin
7 Ukuran Pe
Ukuran t . Dari hasil
ang gonad mbar 9; Lam
Ga
8 Indeks Ke
Berdasar a ikan jantan
tu penelitian bel 13. Nil
babkan berat Tabel 1
an Kisara
0,43 – 1 0,39 – 1
0,42 – 1
il 0,40 – 2 0,41 – 1
rangan : Sb : S
Berdasar na meningka
ertama Kal
terkecil ikan analisis panj
TKG IV da mpiran 7 dan
ambar 9. Pe
ematangan G
rkan waktu p n maupun bet
n ditemuka lai IKG ika
t gonad ikan 3. Indeks ke
Jant an Rata-ra
,30 0,89 ,21 0,86
,32 0,73
2,16 0,68 ,23 0,66
impangan baku
rkan tingkat at sejalan de
10 20
30 40
50 60
70
9 Frekuensi
li Matang G
n jantan yang njang total m
an V dipe 8.
ersentase uku
Gonad
penelitian, n tina. Nilai ra
an pada bula an pelangi m
n betina lebih ematangan g
tan ta Sb N
0,66 0,30
0,36 0,35
0,30
u
kematangan engan menin
90 ‐92
93 ‐
Panj
Gonad
g matang go minimum ika
eroleh ikan
uran pertama
nilai rata-rata ata-rata IKG
an Desembe merah betin
h besar darip onad ikan pe
N ekor 177 0,
62 1, 89 1,
48 1, 28 0,
n gonad, nil ngkatnya TK
95 96
‐ 98 ang
total mm
onad adalah an pelangi m
jantan 99,5
a kali matan
a IKG yang G tertinggi ik
er rata-rata na lebih be
pada ikan jan elangi merah
Kisaran 85 – 2,38
61 – 2,66 65 – 3,56
54 – 2,22 91 – 2,32
lai IKG ikan KG. Pada p
8 99
‐ 101
90 mm dan merah yang m
mm dan b
g gonad L
50
g ditemukan an jantan da
0,89 ± 0,66 sar dibandin
ntan. h selama pen
Betina Rata-rata
2,29 2,12
1,86 1,99
1,63
n pelangi me penelitian in
jantan betina
n ikan betina mencapai 50
betina 99,2 m
bervariasi b an betina sela
6; 2,29 ± 0, ng ikan jan
nelitian Sb N
ek 0,68 153
0,37 83 0,58 77
0,24 40 0,64 41
erah jantan ni, terdapat s
n a
a 92
mm
baik ama
,68 ntan
kor 3
3 7
1
dan satu
ekor ikan betina TKG V yang mengeluarkan kelompok telur sehingga tidak dapat dilakukan analisis Gambar 10.
Gambar 10. Indeks Kematangan Gonad berdasarkan TKG Nilai IKG ikan jantan yang tertinggi ditemukan pada stasiun 1 0,63 ± 0,46, 2
0,88 ± 0,55 dan stasiun 3 0,76 ± 0,33 dan ikan betina pada stasiun 1 2,01 ± 0,62, 2 2,02 ± 0,55, 3 2,07 ± 0,49 dan 6 2,11 ± 0,72 Tabel 14.
Tabel 14. Indeks Kematangan Gonad Ikan Pelangi Merah Berdasarkan Stasiun
Stasiun Jantan Betina
Kisaran Rata-rata
Sb N ekor
Kisaran Rata-rata
Sb N ekor
1 0,06 – 2,62
0,63 0,46
57 0,75 – 4,10
2,01 0,62
73 2
0,17 – 3,21 0,88
0,55 94
0,50 – 4,10 2,02
0,55 80
3 0,32 – 1,88
0,76 0,33
84 0,38 – 3,72
2,07 0,49
73 4
0,51 – 2,10 0,45
0,35 83
0,33 – 4,43 1,46
0,93 69
5 0,72 – 1,63
0,33 0,28
16 0,08 – 2,70
1,67 0,88
25 6
0,07 – 1,21 0,47
0,30 70
0,43 – 3,77 2,11
0,72 74
Keterangan : Sb : Simpangan baku
4.1.9 Fekunditas dan Diameter Telur
Fekunditas ikan pelangi merah dengan kisaran panjang total 95 – 120 mm dan berat tubuh 9,95 – 22,58 g sebanyak 910 – 3122 butir rata-rata 1432 ± 451 butir. Hubungan
antara fekunditas dengan panjang total adalah F = 528,5L
0,206
r = 0,045, fekunditas dengan berat tubuh F = 537,8W
0,368
r = 0,285 fekunditas dengan berat gonad F = 2040Wg
0,440
r = 0,678 Gambar 11.
0.000 1.000
2.000 3.000
4.000 5.000
6.000 7.000
8.000 9.000
I II
III IV
V IKG
TKG
Betina
0.000 1.000
2.000 3.000
4.000 5.000
6.000 7.000
I II
III IV
V TKG
Jantan
Gam
pada ukur
14,6 ukur
12,4 mbar 11. Gra
Berdasar a TKG III y
ran 4,125-4 6, 3,625-4
ran terbanya 4 Gamba
afik hubunga rkan persenta
yaitu 19,3 ,624 µm, T
4,124 15,3 ak yaitu 3,
ar 12. an fekunditas
ase sebaran pada kelas
TKG IV di dan 5,1
,125-3,624 s dengan pan
diameter tel s ukuran 3,1
itemui tiga 124-5,624 1
16,7, 4 njang total, b
lur ditemui d 125-3,624 µ
kelas ukur 10,9 dan
,125-4,624 berat tubuh d
dua kelas uk µm dan 24,9
ran terbanya TKG V terd
25,1 da dan berat gon
kuran terban 9 pada ke
ak 2,625-3, dapat tiga k
an 4,625-5, 44
nad nyak
elas 124
elas 124
Gambar 12. Sebaran diameter telur ikan pelangi merah yang tertangkap di Danau Sentani
4.2 Pembahasan 4.2.1 Hubungan Panjang Berat
Pola pertumbuhan ikan pelangi merah jantan bersifat isometrik sedangkan ikan betina bersifat allometrik negatif, yang berarti pertambahan panjang lebih cepat dibanding
pertambahan beratnya. Namun, secara keseluruhan pola pertumbuhan ikan pelangi merah di Danau Sentani bersifat isometrik. Pola pertumbuhan isometrik juga terlihat pada ikan
rainbow selebensis T. celebensis di Danau Towuti b = 3,08; R
2
= 0,81 Nasution, 2007; ikan Atherina boyeri di danau kecil dari Sungai Segura b = 3,26; R
2
= 0,971 Andreu-Soler et al., 2006.
Bentuk tubuh yang berbeda antara ikan pelangi merah jantan dan betina memengaruhi nilai b dalam hubungan panjang berat ikan ini. Ikan jantan memiliki bentuk
tubuh yang pipih dan cenderung membulat sedangkan ikan betina memperlihatkan bentuk tubuh yang memanjang. Menurut Allen 1991 ikan pelangi Melanotaeniidae memiliki
sifat dimorfisme seksual yaitu bentuk tubuh yang berbeda antara ikan jantan dan betina. Sifat inipun terdapat pada ikan pelangi merah yang berpengaruh terhadap pola
pertumbuhannya. Pola pertumbuhan yang berbeda antara ikan jantan dan betina dalam satu spesies juga terlihat pada ikan Atherina boyeri Andreu-Soler et al., 2006.
4.2.2 Faktor Kondisi
Faktor kondisi ikan pelangi merah di Danau Sentani berkaitan dengan ketersediaan makanan dan reproduksi. Hal ini dapat dijelaskan dari tingginya nilai faktor kondisi ikan
pelangi merah pada bulan Desember yang merupakan puncak musim pemijahan yang berkaitan dengan kondisi lingkungan saat musim hujan yang memberikan keuntungan
dengan tersedianya makanan yang cukup di habitatnya. Nilai faktor kondisi kemudian menurun sejalan dengan musim pemijahan yang telah berakhir. Nilai faktor kondisi yang
berkaitan dengan ketersediaan makanan dan saat puncak pemijahan juga terlihat pada ikan rainbow selebensis Telmatherina celebensis di Danau Towuti Nasution, 2007;
ikan Atherina boyeri di Semenanjung Iberia menunjukkan fluktuasi nilai faktor kondisi yang berhubungan dengan musim Andreu-Soler et al., 2003.
Ikan pelangi merah betina mempunyai nilai rata-rata faktor kondisi yang lebih tinggi dibanding ikan jantan. Hal ini dapat dijelaskan dari berat ovarium yang lebih tinggi
daripada berat testes pada ukuran ikan yang sama. Nilai rata-rata faktor kondisi ikan pelangi merah cenderung meningkat dengan
meningkatnya TKG. Dalam proses reproduksi, oosit ikan pada TKG I belum berkembang karena proses vitellogenesis belum berjalan secara sempurna. Pada TKG yang lebih
tinggi, proses vitellogenesis dalam pembentukan vitellogenin sebagai bahan dasar kuning telur telah berlangsung sempurna, sehingga ukuran oosit akan bertambah besar yang
menyebabkan berat gonad bertambah. Dengan meningkatnya berat gonad ikan pelangi merah akan meningkatkan berat tubuh yang juga meningkatkan nilai faktor kondisi. Hal
ini terlihat pada ikan pelangi merah pada TKG I - IV, selanjutnya nilai rata-rata faktor kondisi yang menurun pada TKG V menunjukkan berat gonad yang berkurang karena
ikan pelangi merah telah memijah, kondisi ini memengaruhi berat tubuh yang ditunjukkan dari menurunnya nilai faktor kondisi. Menurut Anibeze 2000; Gomiero dan Braga
2005 nilai faktor kondisi ikan yang meningkat selama musim hujan berkaitan erat dengan peningkatan kematangan gonad dan menurunnya nilai faktor kondisi berkaitan
dengan alokasi energi untuk perkembangan dan pemijahan.
4.2.3 Nisbah Kelamin
Nisbah kelamin ikan pelangi merah dipengaruhi oleh tingkah laku ikan ini dalam bergerombol. Berdasarkan pengamatan, ikan jantan banyak terlihat di daerah litoral,
sedangkan ikan betina yang terlihat jarang dan banyak terdapat di daerah yang lebih dalam dan terlindung pada tumbuhan air.
Variasi nisbah kelamin pada ikan pelangi merah di Danau Sentani diduga terjadi karena lingkungan kehidupan sosial ikan itu sendiri. Menurut Jobling 1995 nisbah
kelamin ikan dapat dipengaruhi oleh kehidupan sosial ikan yaitu sifat menggerombolnya. Sifat menggerombol ikan Telmatherina ladigesi jantan yang terlihat lebih agresif di
wilayah litoral yang terbuka juga memengaruhi variasi nisbah kelaminnya Andriani, 2000. Selain itu, kecenderungan jumlah ikan betina matang gonad yang lebih banyak juga
terlihat pada ikan M. splendida fluviatilis Milton dan Arthington, 1984, G, multisquamatus
Coates, 1990, M. arfakensis Manangkalangi dan Pattiasina, 2005. Nisbah kelamin ikan pelangi merah yang bervariasi dapat dijelaskan dari tingkah
laku ikan pelangi Melanotaenia sp. terutama sifat menggerombolnya dengan ikan pelangi yang berjenis kelamin sama dan pada habitat yang dikenalnya, yang berkaitan
dengan responnya terhadap ketersediaan makanan dan keberadaan predator Brown dan Warburton, 1997; Brown, 2001; Brown 2002; Brown, 2003; Hoare et al., 2004.
Nisbah kelamin ikan pelangi merah yang matang gonad bervariasi tiap bulan pengamatan dengan ikan betina lebih banyak pada bulan Januari-Februari 1 : 2,5 ; 1: 3.
Kondisi ini menggambarkan satu ekor ikan pelangi merah jantan yang matang gonad pada bulan tersebut harus membuahi telur-telur dari tiga ekor ikan pelangi merah betina yang
matang gonad yang dikeluarkan ke perairan. Berdasarkan kelas ukuran, nisbah kelamin ikan pelangi merah relatif memiliki
perbandingan yang seimbang antara ikan jantan dan betina. Ketidakseimbangan nisbah kelamin ikan pelangi merah terlihat pada ukuran 100 – 102 mm 1 : 2 dan 112 – 114 mm
4 : 1. Hal ini menggambarkan pada ukuran tersebut yang juga merupakan ukuran reproduktif menunjukkan kecenderungan ketidakseimbangan nisbah kelamin yang dapat
berpengaruh pada pembuahan ikan pelangi merah.
4.2.4 Pemijahan
Gonad ikan pelangi merah secara anatomis, testes dan ovarium terdiri atas satu lobus. Menurut Miller 1984 bahwa testes dan ovarium pada sebagian besar ikan Teleostei
berupa sepasang lobus yang terletak di rongga tubuh. Namun, pada sebagian jenis ikan lain, testes dan ovarium yang berkembang hanya satu lobus. Lobus tunggal juga ditemukan
pada ikan opudi Telmatherina antoniae di Danau Matano Sumassetiyadi, 2003, ikan Atherina presbyter
di Pulau Canary Pajuelo dan Lorenzo, 2004, ikan rainbow selebensis T. celebensis di Danau Towuti Nasution, 2005 dan ikan beseng-beseng T. ladigesi di
beberapa sungai di Sulawesi Selatan Nasution et al., 2006. Reproduksi ikan pelangi merah di Danau Sentani terjadi saat ikan telah mencapai
tingkat kematangan tertinggi pada ukuran pertama kali matang gonad L
50
pada ikan jantan 99,5 mm dan betina 99,2 mm. Hal ini menggambarkan kematangan pada ikan
pelangi merah jantan dan betina terjadi pada ukuran yang relatif sama.
Selain itu, pencapaian ukuran pertama kali matang gonad L
50
dapat juga berbeda pada ikan jantan dan betina seperti yang ditemukan pada ikan Atherinisoma
presbyteroides , A. elongata, A. wallacei, Allaneta mugilloides dan Pranesus ogilby Ordo
Atheriniformes yang dicapai pada ukuran 40 – 85 mm Prince dan Potter, 1983, Glossolepis multisquamatus
betina pada ukuran 63 mm dan jantan 67 mm Coates, 1990, Ikan Atherina presbyter jantan mencapai ukuran pertama kali matang gonad L
50
pada ukuran 65,4 mm dan betina 73,1 mm Moreno et al., 2005, Ikan bonti-bonti Paratherina
striata jantan di Danau Towuti mencapai matang gonad untuk pertama kalinya pada
ukuran 167,8 mm dan betina 146,1 mm Nasution et al., 2008. Kondisi ini diduga berkaitan dengan pertumbuhan dan pengaruh lingkungan terhadap pertumbuhan serta
taktik reproduksinya, akibat adanya perbedaan kecepatan tumbuh maka ikan-ikan yang berasal dari telur yang menetas pada waktu bersamaan bisa mencapai tingkat kematangan
gonad pada umur yang berlainan.
Pengamatan ukuran ikan pertama kali matang gonad secara berkala dapat dijadikan indikator adanya tekanan terhadap populasi. Data berkala ukuran pertama kali matang
gonad pada ikan pelangi merah belum tersedia, sehingga belum dapat dijadikan pembanding akan adanya tekanan terhadap populasi ikan ini, namun ukuran ikan ini telah
menurun dari ukuran yang ditemukan oleh Allen 1991 yaitu panjang baku 120 mm pada ikan jantan dan ikan betina 100 mm. Menurut Lowe-Mc Connel 1990; Barbieri et al.
2004 dalam Moresco dan Bemvenuti 2006 ukuran pertama kali matang gonad pada ikan yang berbeda-beda dan terjadi pada ukuran yang lebih kecil merupakan taktik
reproduksi ikan untuk memulihkan keseimbangan populasinya yang disebabkan oleh perubahan kondisi, faktor abiotik dan tangkap lebih.
Analisis tingkat kematangan gonad berdasarkan waktu pengamatan ditemukan ikan pelangi merah jantan dan betina pada TKG IV-V di bulan Desember yang merupakan
musim penghujan. Kondisi serupa juga terjadi pada ikan rainbow selebensis Telmatherina celebensis di Danau Towuti yang mencapai TKG IV pada bulan
Desember Nasution, 2005. Bila dikaitkan dengan curah hujan daerah setempat, maka dapat dikatakan bahwa kematangan gonad dan pemijahan ikan pelangi merah pada musim
penghujan di Danau Sentani berkaitan dengan faktor lingkungan yaitu ketersediaan makanan Lagler et al., 1977; Wootton, 1990; Pusey et al., 2001; Andreu-Soler et al.,
2006b; Bartulovich et al., 2006; Moresco dan Bemvenuti, 2006. Pada musim hujan, memberi keuntungan dengan tersedianya makanan yang cukup bagi larva dan anak-anak
ikan untuk sintasan dan perkembangan anak ikan tersebut Mc Kaye, 1984; Lowe-Mc Connel, 1991; Vazzoler, 1996 dalam Gomiero dan Braga, 2004. Ikan yang telah
mencapai ukuran pertama kali matang gonad L
50
pada tingkat kematangan gonad yang tertinggi lalu ditunjang oleh faktor lingkungan seperti suhu termasuk ketersediaan
makanan yang cukup di alam dapat memengaruhi terjadinya pemijahan Gomiero dan Braga, 2004.
4.2.5 Musim Pemijahan
Nilai IKG yang dikaitkan dengan jumlah ikan pelangi merah jantan dan betina yang matang gonad maka puncak pemijahan ikan pelangi merah terjadi saat musim hujan, yang
dapat menjamin ketersediaan makanan di alam. Ikan rainbow selebensis Telmatherina celebensis
di Danau Towuti yang memijah tiga hingga empat kali saat musim penghujan pada musim reproduksi tahunannya terutama pada bulan November-Februari Nasution,
2005; ikan Melanotaenia splendida splendida di bagian timur Australia dengan puncak pemijahan berkaitan dengan meningginya air saat musim hujan Allen, 1991 dalam
Huword dan Hughes, 2001, Glossolepis multisquamatus di Papua New Guinea memijah saat musim hujan Coates, 1990. Ikan tropis yang memijah pada musim penghujan
memberi keuntungan bagi anak-anak ikan untuk mendapatkan makanan dan terlindungi dari predator. Adaptasi pemijahan tersebut dipengaruhi oleh beberapa faktor seperti
ketersediaan makanan, perubahan pada level dan kualitas air, interaksi interspesifik dan ketersediaan tempat memijah Wootton, 1992; Harding, 1966; Lowe McConnel, 1969;
Baylis, 1974; McKaye, 1977; Kramer, 1978; Zaret, 1980; Ward dan Samarakoon, 1981 dalam
Saliu dan Fagade, 2003; Gomiero et al., 2009; Pacheco dan Da-Silva, 2009. Nilai rata-rata IKG ikan pelangi merah betina selalu lebih besar daripada IKG ikan
jantan pada TKG yang sama. Hal ini disebabkan pertambahan berat ovarium selalu lebih besar daripada pertambahan berat testes. Peningkatan berat ovarium berhubungan dengan
proses vitellogenesis dalam perkembangan gonad, sedangkan peningkatan berat testes berhubungan dengan proses spermatogenesis dan peningkatan volume semen dalam
tubulus seminiferi. Proses tersebut sangat bergantung pada ketersediaan makanan sebagai sumber energi untuk perkembangan somatik dan reproduksinya. Meningkatnya IKG ikan
pelangi merah sejalan dengan meningkatnya TKG. Nilai IKG ikan jantan dan betina yang tertinggi ditemukan di stasiun 1, 2 dan 3
Yakonde. Hal ini dapat dijelaskan dari kondisi kualitas air yang masih baik di Yakonde serta karakteristik lingkungan seperti keberadaan tumbuhan air yang beragam sehingga
menunjang reproduksi ikan pelangi merah. Tumbuhan air yang beragam menunjang pemijahan ikan pelangi karena sebagian besar ikan pelangi Melanotaeniidae tergolong
phytophylous , dengan meletakkan telurnya pada tumbuhan air yang tenggelam dengan
kedalaman 10 cm dengan bantuan filamen sebagai perekat, seperti yang ditemukan pada ikan Melanotaenia fluviatilis Milton dan Arthington, 1984, M. splendida splendida
Allen, 1995 dalam Hurwood dan Hughes, 2001; Beumer, 1979; Ivantsoff et al., 1988 dalam Humphrey et al., 2003.
4.2.6 Pola Pemijahan
Sebaran ukuran diameter telur yang didapati mulai dari yang terkecil hingga yang terbesar 0,624-7,624 µm pada tingkat kematangan gonad ikan pelangi merah yang
tertinggi tidak merata. Hal ini menunjukkan bahwa kematangan gonad ikan ini terjadi tidak serentak atau pemijah bertahap partial spawner. Pola serupa juga ditemukan pada
ikan M. splendida fluviatilis Milton dan Arthington, 1984, ikan Cairnsichthys rhombosomoides, Melanotaenia eachamensis
dan M. splendida splendida Pusey et al., 2001, ikan beseng-beseng T. ladigesi Andriani, 2000, opudi T. antoniae
Sumassetiyadi, 2003 dan ikan rainbow selebensis T. celebensis Nasution, 2005. Fekunditas ikan pelangi merah berkisar dari 910 – 3122 butir. Ikan rainbow
selebensis T. celebensis di Danau Towuti memiliki fekunditas dengan jumlah berkisar dari 185 – 1448 butir Nasution, 2005, Ikan Atherina boyeri di rawa Gomishan berkisar
dari 874 - 2976 butir Patimar et al., 2009, ikan Melanotaenia eachemensis berkisar antara 206-2126 butir, M. splendida splendida 370 - 1655 telur Pusey et al., 2001. Bila
dibandingkan dengan ikan pelangi lainnya fekunditas ikan pelangi merah tergolong tinggi, diduga ini berkaitan dengan strategi reproduksinya dengan meningkatkan fekunditas
namun menurunkan ukuran diameter telur Allen dan Cross, 1982; Milton dan Arthington, 1984; Merick dan Schmida, 1984 dalam Coates, 1990.
Fekunditas yang berbeda-beda diantara spesies merefleksikan strategi reproduksinya. Bahkan dalam spesies, fekunditas bervariasi sebagai hasil dari perbedaan
adaptasi terhadap lingkungannya. Ikan yang berukuran besar menghasilkan fekunditas yang besar. Pada ukuran yang sama, ikan betina dalam kondisi yang baik menghasilkan
fekunditas yang lebih tinggi. Fekunditas ikan yang baru pertama kali memijah berkecenderungan kualitas dan kuantitas telurnya masih rendah yang berpengaruh terhadap
rekrutmennya bila dibandingkan dengan induk ikan yang telah berkali-kali memijah dengan fekunditas yang meningkat serta ukuran telur dan larva yang lebih besar. Kondisi
ini akan menurun sejalan dengan mulai menurunnya kondisi ikan yang memengaruhi
kualitas dan kuantitas telur yang dihasilkan ikan yang tua Bagenal, 1957; Wootton, 1984; Sabarido-Rey, 2003 dalam Murua et al., 2003; Froese dan Luna, 2004.
Fekunditas ikan pelangi merah memperlihatkan korelasi yang lemah dengan panjang total dan berat tubuh, sehingga panjang total dan berat tubuh ikan pelangi merah
betina tidak dapat dijadikan penduga nilai fekunditas ikan pelangi merah. Korelasi yang lemah antara fekunditas dengan panjang total dan berat tubuh juga ditemukan pada pada
ikan Atherina presbyter Ordo Atheriniformes di Pulau Canary Moreno et al., 2005 dan ikan rainbow selebensis T. celenbensis di Danau Towuti Nasution, 2005.
4.2.7 Upaya Pelestarian dan Pengembangan Ikan Pelangi Merah
Berdasarkan kajian aspek reproduksi ikan pelangi merah di Danau Sentani, maka perlu dilakukan upaya-upaya dalam pelestarian dan pengembangan sumberdaya ikan ini.
Konsep pengelolaan sumberdaya perikanan ikan pelangi merah di Danau Sentani antara lain : penentuan ukuran ikan yang dapat ditangkap, pengaturan ukuran mata jaring yang
dapat dioperasikan, pengaturan musim penangkapan sedangkan upaya pengembangannya dilakukan dengan cara penangkaran dan pembenihan serta mengembangkan upaya
domestikasi sebagai dasar budidaya ikan pelangi merah. Penentuan ukuran ikan yang boleh ditangkap berdasarkan pada pertimbangan ikan
telah mampu bereproduksi. Ukuran ikan yang tertangkap pada L
50
adalah 99,5 mm untuk ikan jantan dan 99,2 mm pada ikan betina, sedangkan ukuran ikan terkecil yang tertangkap
88 mm. Berdasarkan ukuran tersebut, maka ukuran ikan yang tertangkap jauh lebih kecil dari ukuran ikan pertama kali matang gonad pada L
50
. Kondisi ini dapat mengganggu rekrutmen ikan pelangi merah di Danau Sentani karena ikan ini belum diberi kesempatan
sekali dalam hidupnya untuk menjamin kelangsungan spesiesnya melalui proses reproduksi. Berdasarkan hal tersebut, maka ukuran ikan pelangi merah yang ditangkap
sebaiknya berukuran 99 mm. Penentuan ukuran ikan pelangi merah yang dapat ditangkap membawa akibat pada
ukuran mata jaring yang digunakan. Ikan pelangi merah yang berukuran 99 mm umumnya memiliki tinggi tubuh 25 mm. Hal ini mengakibatkan ikan pelangi merah banyak
tertangkap dengan alat tangkap jaring insang yang berukuran mata jaring 1 inci 2,5 cm,
sehingga untuk menjaga kelestarian ikan ini, maka ukuran mata jaring yang dioperasikan sebaiknya berukuran 1 inci.
Pengaturan musim penangkapan didasarkan pada musim pemijahan dari ikan pelangi merah di Danau Sentani. Berdasarkan hasil penelitian ini, musim pemijahan ikan
pelangi merah terjadi saat musim penghujan, sehingga pada musim tersebut wilayah danau yang merupakan area pemijahan dari ikan pelangi merah tidak diperkenankan melakukan
kegiatan penangkapan. Berdasarkan hasil penelitian ini, maka wilayah danau yang diusulkan adalah di bagian barat Danau Sentani Yakonde dengan pertimbangan bahwa
terdapat ikan pelangi merah matang gonad yang tinggi di wilayah ini, kondisi kualitas air yang masih baik dan keragaman tumbuhan air yang tinggi.
Upaya-upaya pengembangan ikan pelangi merah di Danau Sentani yang dapat dilakukan untuk menjamin ketersediaannya di habitat meliputi : kegiatan penangkaran dan
pembenihannya, pengembangan budidaya ikan ini dilakukan untuk menjamin ketersediaan ikan pelangi merah yang kontinyu untuk memenuhi kebutuhan komersil sebagai ikan hias.
Selain upaya penangkaran tersebut, juga dikembangkan upaya domestikasi ikan pelangi merah sebagai dasar pengembangan budidaya ikan ini yang dimulai dari pembenihan
hingga pembesarannya sehingga kepunahan ikan pelangi merah dapat dicegah.
5 SIMPULAN DAN SARAN 5.1 Simpulan
Simpulan yang dapat dikemukakan dari hasil penelitian mengenai biologi reproduksi ikan pelangi merah di Danau Sentani adalah :
1. Nisbah kelamin ikan pelangi merah yang matang gonad di Danau Sentani menunjukkan kecenderungan jumlah ikan betina lebih banyak pada bulan Januari-
Februari 1 : 2,5; 1 : 3. 2. Ukuran pertama kali matang gonad L
50
ikan pelangi merah jantan 99,5 mm dan betina 99,2 mm.
3. Fekunditas berkisar 910-3122 butir; memiliki korelasi yang lemah dengan panjang total dan berat tubuh ikan.
4. Pemijahan ikan pelangi merah terjadi pada musim hujan, ikan ini tergolong pemijah bertahap partial spawner dan iteroparous.
5.2 Saran
1. Perlu dilakukan upaya domestikasi ikan pelangi merah di Danau Sentani sebagai langkah awal budidaya ikan ini untuk mencegah kepunahannya.
2. Perlu penelitian lebih lanjut yang menyeluruh terkait dengan ekosistem di Danau Sentani untuk menetapkan wilayah perlindungan ikan pelangi merah.
DAFTAR PUSTAKA
Allen GR. 1991. Field guide to the freshwater fishes of New Guinea. Christensen Research Institute. Madang. PNG
Allen GR, Hortle KG, Renyaan SJ. 2000. Freshwater fishes of the Timika Region New Guinea
. PT. Freeport Indonesia Company. Allen GR. 2001. A New species of rainbowfish Glossolepis : Melanotaeniidae from Irian
Jaya. Indonesia. Fishes of Sahul. Journal of Australia New Guinea Fishes Association.
13 3 : 766-775 Allen GR, Ohee H, Warpur M, Bawole R, Boli P. 2002. Fishes of the Yongsu and Dabra
Areas, Papua. Indonesia. Di dalam : Suryadi S, Richards P, editor. A Biodiversity Assessment Yongsu-Cyclops Mountains and Southern Mamberamo Basin, Papua.
Indonesia. Conservation International. Washington DC. 180p
Alp A, Kara C. 2007. Distribution pattern and morphological differences between the sexes of River Blenny, Salaria fluviatilis Asso,1801 in the Ceyhan River Basin,
Turkey. Turk. J. Zool. 31 : 113-120 Angka SL, Mokoginta I, Hamid. 1990. Anatomi dan histologi banding beberapa ikan air
tawar yang dibudidayakan di Indonesia. Departemen Pendidikan dan Kebudayaan. Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi. Institut Pertanian Bogor.
Andreu-Soler A, Oliva-Paterna FJ, Fernandez-Delgado C, Torralva M. 2003. Age and growth of the sand smelt Atherina boyeri Risso, 1810 in the Mar Menor coastal
lagoon SE Iberian Peninsula. J. Appl. Ichthyol. 19 23 : 202-208
Andreu-Soler A, Oliva-Paterna FJ, Torralva M. 2006. A review of length-weight relationship of fish from the Segura River Basin SE Iberian Peninsula J. Appl.
Ichthyol . 22 : 295-296
Andreu-Soler A, Oliva-Paterna FJ, Torralva M. 2006b. Seasonal variations in somatic condition, hepatic and gonad activity of sand smelt Atherina boyeri Teleostei,
Atherinidae in the Mar Menor coastal lagoon SE Iberian Peninsula Folia Zool. 55 2 : 151–161
Andriani, I. 2000. Bioekologi, morfologi, kariotip dan reproduksi ikan hias rainbow Sulawesi Telmatherina ladigesi di Sungai Maros, Sulawesi Selatan. Tesis. Bogor.
Program Pascasarjana, Institut Pertanian Bogor
Anibeze CIP. 2000. Length weight relationship and relative condition of Heterobranchus longifilis
Vallencienes from Idodo River, Nigeria. Naga ICLARM Qtr. 23 2 : 34- 35
Arslan M, Aras MN. 2007. Structure and reproductive characteristics of two Brown Trout Salmo trutta populations in the Coruh River Basin, North Eastern Anatolia
Turkey. Turk. J. Zool. 31 : 185-192 Bagenal TB. 1957. Annual variations in fish fecundity. J. Mar. Biol. Ass. 36 : 377 – 382
Ball DV, Rao KV. 1984. Marine Fisheries. McGraw-Hill Publishing Company Ltd. New
Delhi. 470p Bartulovich V, Glamuzina B, Conides A, Gavrilovic A, Dulcic J. 2006. Maturation,
reproduction and recruitment of the sand smelt, Atherina boyeri Risso, 1810 Pisces : Atherinidae in the estuary of Mala Neretva River southeastern Adriatic,
Croatia. Acta Adriatica 47 1 : 5-11
Brown C, Warburton K. 1997. Predator recognition and anti predator responses in the rainbowfish Melanotaenia eachamensis. Behav. Ecol. Sociobiol. 41 : 61-68
Brown C. 2001. Familiarity with the test environment improves escape responses in the crimson spotted rainbowfish Melanotaenia duboulayi. Animal Cognition 10 1 :
1-10. Brown C. 2002. Do female rainbowfish Melanotaenia spp prefer to shoal with familiar
individuals under predation pressure? J. Ethol. 20 : 89-94 Brown C. 2003. Habitat-predator association and avoidance in rainbowfish Melanotaenia
spp . Ecology of Freshwater Fish 12 : 118-126
Boyd, CE. 1988. Water quality in warmwater fish ponds. 4
th
Printing. Auburn University Agricultural Experiment station. Alabama. USA. 359p
Coates D. 1990. Biology of the rainbowfish, Glossolepis multisquamatus Melanotaeniidae from the Sepik River floodplains, Papua New Guinea.
Environmental Biology of Fishes . 29 : 119-126
Effendie MI. 1979. Metode Biologi Perikanan. Yayasan Dewi Sri. Cetakan I. Bogor.
Froese R, Luna S. 2004. No relationship between fecundity and annual reproductive rate in bony fish. Acta Ichthyologica et Piscatoria 34 1 : 11 - 20
Gomiero LM, Braga, FMS.2004. Reproduction of species of the genus Cichla in a reservoir in southeastern Brazil. Braz. J. Biol. 64 3B : 613-624
Gomiero LM, Braga FM. 2005. The condition factor of fishes from two river basins in Sao Paulo state. Southeast of Brazil. Act. Sci. Marina 27 1 : 73-78
Gomiero LM, Villares Junior GA, Nauos F. 2009. Reproduction of Cichla kelberi Kulander and Ferreira, 2006 introduced in artificial lake in southeastern Brazil.
Braz. J. Biol . 69 1 : 175 - 183
Harris JH, Gehrke PC. 1994. Modelling the relationship between streamflow and population recruitment to manage freshwater fisheries. Australian Fishery 6 : 28-30
Hoare DJ, Couzin ID, Godin GJ, Krause J. 2004. Context-dependent group size choice in fish. Animal Behaviour 67 : 155-164
Humphries P, King AJ, Koehn JD. 1999. Fish, Flow and Flood Plains : Links between freshwater fishes and their environment in the Murray-Darling River System,
Australia. Environmental Biology of Fishes 56 : 129-151 Humphrey C, Klump DW, Pearson R. 2003. Early development and growth of the eastern
rainbowfish Melanotaenia splendida splendida Peters I. Morphogenesis and ontogeny. Marine and Freshwater research 54 : 17 - 25
Huword DA, Hughes JM. 2001. Historical interdrainage dispersal of eastern rainbowfish the Atherton Tableland, North-Eastern Australia. Journal of Fish Biology 58 : 1125
- 1136 Ilhan DU, Togulga M. 2007. Age, growth and reproduction of tub gurnard Chelidonichthys
lucernus Linn,1758 Osteichthtyes:Triglidae from Izmir Bay, Aegean Sea, Eastern
Mediterraean. Acta Adriat. 48 2 : 173 - 184 Jobling M. 1995. Environmental Biology of Fishes. Chapman and Hall. London.
Kottelat M, Whitten AJ, Kartikasari SN, Wirjoatmodjo. 1993. Ikan air tawar Indonesia
Barat dan Sulawesi . Periplus edition
Lagler KF, Bardach JE, Miller RH, Passino DM. 1977. Ichthyology. John Willey Sons Inc. Toronto. Canada
Manangkalangi E, Pattiasina TF. 2005. Studi pendahuluan aspek reproduksi dan pertumbuhan ikan rainbow Melanotaeniidae di perairan tawar Distrik Kebar
Kabupaten Manokwari. Jurnal Perikanan dan Kelautan 1 2 : 87 - 94 McGuigan K, Stephen F, Chenoweth, Mark WB. 2005. Phenotypic divergence along lines
genetic variance. The American Naturalist 165 1 : 32 - 43 Miller PJ. 1984. The tokology of gobioid fishes In : Potts GW and Wootton RJ editors.
Fish reproduction, strategies and tactics. Academic Press. London. 223 - 244p. Milton DA, Arthington AH. 1984. Reproductive strategy and growth of the Crimson
Spotted Rainbow Melanotaenia splendida fluviatilis Castelnau Pisces:Melanotaeniidae in South-eastern Queensland. Aust. J. Mar. Freshw. Res.
35 : 75 - 83.
Miranda LA, Strüssmann CA, Somoza GM. 2009. Effects of light and temperature conditions on the expression of GnRH and GtH genes and levels of plasma steroids
in Odontesthes bonariensis females. Fish Physiol. Biochem
.
35 1 : 101 – 108 Moreno T, Castro JJ, Socorro J. 2005. Reproductive biology of the sand smelt Atherina
presbyte r Cuvier, 1829 Pisces : Atherinidae in the central east Atlantic. Fisheries
Research 72 1 : 121-131
Moreno-Amich R, Pou-Rovira Q, Vila-Gispert A, Zamora L, García-Berthou E. 2006. Fish ecology in Lake Banyoles NE Spain : a tribute to Ramon Margalef. Limnetica 25
1-2 : 321 - 334 Moresco A, Bemvenuti de A. 2006. Reproductive biology of silverside Odontesthes
argentinensis Valenciennes atherinopsidae of coastal Sea region of the South
of Brazil. Revista Brasileira de zoology 23 4 : 1168-1174 Murua H, Kraus G, Sabarido-Rey F, Witthames PR, Thorsen A, Junquera S. 2003.
Procedures to estimate fecundity of marine fish species in relation to their reproductive strategy. J. Northw. Atl. Fish Sci. 33 : 33-54
Murua H, Sabarido-Rey F. 2003. Female reproductive strategies of marine fish species of the North Atlantic. J. Northw. Atl. Fish Sci. 33 : 23-31
Nasution SH. 2005. Karakteristik reproduksi ikan endemik rainbow selebensis Telmatherina celebensis Boulenger di Danau Towuti. Jurnal Penelitian
Perikanan Indonesia , Edisi Sumber Daya dan Penangkapan 11 2 : 29 - 37
Nasution SH, Djamhuriyah SS, Lukman, Triyanto, Fauzi H. 2006. Aspek reproduksi ikan beseng-beseng Thelmatherina ladigesi Ahl dari beberapa sungai di Sulawesi
Selatan In : Rahardjo MF, Zahid A, Simanjuntak C editor Prosiding Seminar Nasional Ikan IV
Jatiluhur, 29-30 Agustus 2006. hlm 83-94 Nasution, SH. 2007. Growth and condition factor of rainbow selebensis Telmatherina
celebensis Boulenger in Lake Towuti, South Celebes. Indonesian Fisheries
Research Journal 13 2 : 117-123
Nasution SH, Muchsin I, Sulistiono, Soedharma D, Wirjoatmodjo S. 2008. Pertumbuhan, umur dan mortalitas ikan endemik bonti-bonti Paratherina striata dari Danau
Towuti. Jurnal Penelitian Perikanan Indonesia 14 2 : 205-214 Nelson JS. 2006. Fishes of the world. 4
th
edition. John Wiley Sons Inc. New Jersey Nikolsky GV. 1963. The Ecology of fishes. Academic Press. New York
Nikolsky GV. 1969. The theory of fish population dynamics as the biological background
for rational exploitation and management of fish fishery resources . Oliver and
Boyd Publisher. United Kingdom. London Novotny V, Olem H. 1994. Water quality, prevention, identification and management of
diffuse pollution . Van Nostrand Reinhold. New York. 1054p.
Offem BO, Ayotunde EO, Ikpi GU. 2008. Dynamics in the reproductive of Heterobranchus longifilis
Val, Pisces:1840 in the wetlands of Cross River, Nigeria. Research Journal of Fisheries and Hydrobiology. 3 1 : 22 - 31
Pacheco EB, Da-Silva CJ. 2009. Fish associated with aquatic macrophytes in the Chacorore-Sinha Mariana Lakes system and Mutum River, Pantanal of Mato
Grosso Brazil. Braz. J. Biol. 69 1 : 101 - 108 Pajuelo JG, Lorenzo JM. 2004. Biology of the sand smelt Atherina presbyter Teleostei :
Atherinidae, off the Canary Island central east Atlantic. Env. Biol. of Fish. 59 1 : 91 - 97
Patimar R, Yousefi M, Housieni SM. 2009. Age, growth and reproduction of the sand smelt Atherina boyeri Risso, 1810 in the Gomishan wetland – southeast Caspian
Sea. Estuarine, Coastal and Shelf Science 81 4
: 457 - 462
Paugy D. 2002. Reproductive strategies of fishes in a tropical temporary stream of the Upper Senegal Basin, Baoule River in Mali. Aquat. Living Resources 15 : 25-35
Polhemus DA, Englund RA, Allen GR. 2004. Freshwater biota of new guineas and nearby islands : analysis of endemism, richness and threats
. Conservation International. Washington DC. USA
Prince JD, Potter IC. 1983. Life-cycle duration, growth and spawning times of five species of atherinidae Teleostei found in Western Australian estuary. Australian Journal
of Marine and Freshwater Research 34 2 : 287-301
Pusey BJ, Arthington AH, Bird JA, Close PG. 2001. Reproduction in three species of rainbowfish Melanotaeniidae from rainforest streams in northern Queensland,
Australia. Ecology of Freshwater Fish 10: 75-87 Rao TA, Sharma SV. 1984. Reproductive biology of Mystus vittatus Bloch
Bagridae:Siluriformes from Guntur, Andhra Pradesh. Hydrobiologia 119 : 21 - 26 Said JS, Carman O, Tanjung LR. 2005. Keanekaragaman genetik beberapa spesies ikan
pelangi irian melalui mitokondria DNA mt-DNA dengan teknik PCR. Limnotek 12 2 : 73 - 80
Said JS, Hidayat. 2005. Kekerabatan beberapa spesies ikan pelangi irian Famili Melanotaeniidae berdasarkan karyotipe. Jurnal Iktiologi Indonesia. 5 1 : 31 - 38
Saliu KS, Fagade SO. 2003. The Reproductive biology of Brycinus nurse Paugy, 1986 Characidae in Asa Reservoir, Ilorin, Nigeria. Turkish Journal of Fisheries and
Aquatic Science 3 : 5 - 9
Soria FN, Strüssmann CA, Miranda LA. 2008
.
High water temperatures impair the reproductive ability of the pejerrey fish Odontesthes bonariensis: effects on the
hypophyseal-gonadal axis
.
Physiol. Biochem. Zool. 81 6 : 898 - 905
Steel, RG, Torrie JH. 1993. Prinsip dan Prosedur Statistika. Sumantri B. penerjemah. Jakarta. Gramedia Pustaka Utama. Terjemahan dari : Principles and Procedures of
Statistics .
Sulawesty F. 1997. Perbaikan penampilan ikan pelangi merah Glossolepis incisus jantan dengan menggunakan karotenoid total dari rebon. Limnotek. 5 1 : 23-30
Sumassetiyadi MA. 2003. Beberapa aspek reproduksi ikan opudi Telmatherina antoniae di Danau Matano Sulawesi Selatan. Skripsi. Program studi Manajemen
Sumberdaya Perairan. Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan Institut Pertanian Bogor. 55 hal.
Takashima F, Hibiya T. 1982. An atlas of fish histology. Normal and pathological features. 2
nd
edition. Kodansha Ltd. Tokyo. 104-108p. Tebutt THY. 1992. Principles of water quality control. 4
th
edition. Pergamon Press. Oxford 251p
Walpole RE. 1992. Pengantar statistika. Sumantri B. penerjemah. Jakarta. Gramedia Pustaka Utama. Terjemahan dari : Introduction to Statistics 3
rd
edition 515p
Wiecaszek B, Krzykawski S, Antoszek A. 2007. Meristic and morphometric character of small sandeel, Ammodytes tobianus L Actinopterygii : Ammodytidae from the
Gulf of Gdansk, Baltic Sea. Acta Ichthyologica et Piscatoria 37 1 : 37-45 Winemiller KO, Rose KA. 1992. Patterns of life-history diversification in North American
fishes: implications for population regulation. Can. J. Fish.Aquat. Sci., 49: 2196- 2218
Wootton RJ. 1992. Fish ecology. Chapman and Hall, New York. 212p Wootton RJ. 1990. Ecology of Teleost Fishes. Chapman and Hall, London. 403p
http:www.iucnredlist.orgsearchdetails.php9268all html. 18 April 2007 http:www.fishbase.comReproductionFishReproSummary.php?ID=10477GenusName
=GlossolepisSpeciesName=incisusfc=564StockCode=10799.html 5 April 2009
Lampiran 1. Peta Lokasi Penelitian
Lampiran 2. Gambaran lokasi penelitian Stasiun 1
Stasiun 2
Stasiun 6 Stasiun 5
Stasiun 4 Stasiun 3
Lampiran 3. Alat tangkap jaring insang gill net
Keterangan : A : Pelampung
B : Tali pelampung C : Tali iris atas
D : Pemberat E : Tali pemberat
F : Tali iris bawah G : Tubuh jaring
Cara penggunaannya dengan dipasang tegak lurus di dalam air dan menghadang arah gerak ikan, sehingga ikan akan terjerat.
Ukuran jaring Panjang m
Tinggi jaring m Mata jaring inci
4 2
0,50 4
2 1
4 2
1,25 4
2 1,50
4 2
2 4 meter
2 meter
Lampiran 5. Pembuatan preparat histologi Angka et al., 1990 1. Fiksasi
Sampel gonad dimasukkan ke dalam larutan fiksatif bouin’s alcohol yaitu campuran asam pikrat, formalin dan asam asetat pekat dengan perbandingan
15 : 5 : 1 selama 24 jam lalu dicuci dengan alkohol 70 sampai warna kuning pada sampel gonad hilang. Sampel gonad dapat disimpan dalam
larutan alkohol 70 untuk beberapa waktu lamanya sebelum proses dehidrasi.
2. Dehidrasi Sampel gonad dipindahkan secara bertahap kedalam alkohol 80 , 90
dan 95 masing-masing selama 2 jam. Selanjutnya sampel gonad dipindahkan kedalam alkohol 100 selama semalam.
3. Clearing Sampel gonad dipindahkan kedalam alkohol 100 baru selama satu jam.
Selanjutnya dipindahkan ke dalam alkohol-xylol, xylol I, xylol II dan xylol III masing-masing selama setengah jam.
4. Impregnasi Sampel gonad dipindahkan kedalam xylol : parafin 1 : 1 selama 45 menit
didalam oven pada suhu 65 – 70 C.
5. Embedding Sampel gonad dipindahkan kedalam parafin I, parafin II dan parafin II
masing-masing selama 45 menit. 6. Blocking
Sampel gonad dikeluarkan dari parafin III, kemudian dicetak dalam cetakan dan didiamkan selama semalam.
7. Pemotongan Jaringan Sampel gonad dipotong setebal 5-6 µm. Selanjutnya potongan sampel
ditetesi larutan albumin gliserin agar sampel jaringan teregang. Objek gelas dengan sampel diatasnya ditaruh diatas hot plate bersuhu 40
C agar agak kering.
8. Pewarnaan Jaringan Objek gelas tersebut dimasukkan kedalam xylol I, xylol II, alkohol 100 I,
100 II, 95, 90, 80, 70 dan 50 masing-masing selama 3 menit, kemudian prerparat dicuci sampai berwarna putih. Selanjutnya diwarnai
dengan hematoxylin selama 5-7 menit, dicuci dengan air kran mengalir. Setelah dicuci, kembali lakukan dehidrasi, caranya dengan memasukkan
objek gelas tersebut kedalam alkohol 50, 70, 85, 95, 100 I, 100 II, xylol I, xylol II masing-masing selama 2 menit. Langkah berikutnya
tetesi dengan canda balsam atau entellan dan ditutup dengan kaca penutup. Sampel dibiarkan selama semalam 12 jam agar kering dan tidak ada udara
antara gelas tutup dan gelas objek. Selanjutnya sampel dapat diamati di bawah mikroskop.
Lampiran 6. Uji Khi kuadrat terhadap nisbah kelamin ikan pelangi merah Glossolepis incisus
Nisbah Kelamin Total
X o
e e
Hipotesis : H
= Jantan : betina = 1 = 1 seimbang H
1
= Jantan : betina = 1 tidak seimbang
X
2
hitung = +
= 0,13
X
2
tabel = V;2-1 = 3,84 X
2
hitung X
2
tabel maka terima H yang berarti nisbah kelamin seimbang
Nisbah Kelamin ikan pelangi merah TKG IV-V pada tiap bulan pengamatan
Bulan Jantan ekor Betina ekor
Nisbah kelamin X
2
hitung Des
28 18
1.56 2.17
ns
Jan 10
25 0.40
59.46
s
Feb 3 10 0.30
14.13
s
April 2
2
ns
Mei 1 1 1.00
ns
Keterangan : X
2
tabel = V, 2-1 = 3,84
Nisbah kelamin ikan pelangi merah pada tiap bulan pengamatan
Bulan Jantan ekor Betina ekor Nisbah kelamin
X
2
hitung Des
177 153
1.16 1.745
ns
Jan 63
84 0.75
3
ns
Feb 88
77 1.14
0.733
ns
April 48
40 1.2
0.727
ns
Mei 28
40 0.70
2.118
ns
Keterangan : X
2
tabel = V, 2-1 = 3,84
s : berbeda nyata ns
: tidak
berbeda nyata
Lampiran 7. Frekuensi ukuran pertama kali matang gonad berdasarkan stasiun
10 20
30 40
50 60
70 80
90 ‐92 93 ‐
95 96
‐ 98
99 ‐
111 112
‐ 114
115 ‐
117 118
‐ 120
Frekuensi
Panjang total mm
Stasiun 1
n = 25
10 20
30 40
50 60
70
90 ‐92 93 ‐ 95 96 ‐ 98 99 ‐
111 112
‐ 114
115 ‐
117 118
‐ 120
Stasiun 2
n = 22
10 20
30 40
50 60
70
90 ‐92 93 ‐
95 96
‐ 98
99 ‐
111 112
‐ 114
115 ‐
117 118
‐ 120
Stasiun 3
n = 23
10 20
30 40
50 60
90 ‐92 93 ‐
95 96
‐ 98
99 ‐
111 112
‐ 114
115 ‐
117 118
‐ 120
Stasiun 5
n = 28
10 20
30 40
50 60
70
90 ‐92 93 ‐
95 96
‐ 98
99 ‐
111 112
‐ 114
115 ‐
117 118
‐ 120
Stasiun 6
n = 10
Lampiran 8. Frekuensi ukuran pertama kali matang gonad berdasarkan waktu penelitian
0.00 10.00
20.00 30.00
40.00 50.00
60.00 70.00
80.00
90 ‐92 93 ‐ 95 96 ‐ 98 99 ‐
111 112
‐ 114
115 ‐
117 118
‐ 120
Frekuensi
Panjang total mm
Des 07
n = 46
0.00 10.00
20.00 30.00
40.00 50.00
60.00 70.00
90 ‐92 93 ‐ 95 96 ‐ 98 99 ‐
111 112
‐ 114
115 ‐
117 118
‐ 120
Jan 08
n = 35
10 20
30 40
50 60
70
90 ‐92 93 ‐ 95 96 ‐ 98 99 ‐
111 112
‐ 114
115 ‐
117 118
‐ 120
Feb 08 n
= 13
BIOLOGI REPRODUKSI IKAN PELANGI MERAH
Glossolepis incisus Weber, 1907 DI DANAU SENTANI
LISA SOFIA SIBY
SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR 2009
PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN SUMBER INFORMASI
Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis Biologi Reproduksi Ikan Pelangi Merah Glossolepis incisus, Weber 1907 di Danau Sentani adalah karya saya dengan arahan
komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun
tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir tesis ini.
Bogor, Agustus
2009 Lisa Sofia Siby
NRP C151060271
ABSTRACT LISA SOFIA SIBY
. Reproductive Biology of Red Rainbowfish Glossolepis incisus,
Weber 1907 in Sentani Lake. Under direction of M. F. RAHARDJO and DJADJA SUBARDJA SJAFEI
This study investigated the reproductive biology of red rainbowfish Glossolepis incisus
, endemic and small pelagic fish found in Sentani Lake. The reproductive biology study included sex ratio, gonad maturity, gonado somatic index, fecundity, spawning
season, and length at first maturity L
50
. This study was conducted in Sentani Lake for 5
months December 2007-February 2008 and April-May 2008. Samples were caught monthly by using experimental gill nets with different mesh sizes. Gonad maturity stages
were determined by the macroscopically and microscopically.
Based on the results of the research, Gonad maturity and GSI was higher at December, length at first maturity L
50
of female and male was 99,2 mm and 99,5 mm, respectively. Sex ratio shows statistically significant at January – February 1 : 2,5; 1 : 3
with trends in more number of female. Fecundity ranged between 910-3122 eggs, no significant correlation between fecundity with total length and body weight, egg diameter
range between 0,625 – 7,125 μm. Spawning patterns are partially and iteroparous.
Key words : reproductive biology, Glossolepis incisus, Sentani Lake, partial spawner.
RINGKASAN
LISA SOFIA SIBY. Biologi Reproduksi Ikan Pelangi Merah Glossolepis incisus Weber, 1907 di Danau Sentani. Dibimbing oleh M. F. RAHARDJO dan DJADJA SUBARDJA
SJAFEI
Penelitian biologi reproduksi ikan pelangi merah Glossolepis incisus telah dilakukan di Danau Sentani dari bulan Desember 2007 – Februari 2008 dan April-Mei
2008 dengan tujuan mengkaji biologi reproduksi yang meliputi tingkat kematangan gonad, ukuran pertama kali matang gonad, nisbah kelamin, indeks kematangan gonad, fekunditas
dan diameter telur.
Pengambilan sampel ikan dilakukan dengan menggunakan jaring insang eksperimen dengan berbagai ukuran mata jaring. Sampel ikan yang diperoleh dianalisis
dengan melakukan pengukuran panjang dan penimbangan berat tubuh. Selanjutnya dilakukan pembedahan untuk pengamatan morfologi gonad. Selain itu juga dilakukan
pembuatan preparat histologi untuk pengamatan mikroskopis.
Berdasarkan hasil penelitian, TKG IV-V dan IKG tertinggi ditemukan pada bulan Desember, ukuran pertama kali matang gonad untuk ikan jantan 99,5 mm dan betina 99,2
mm. Nisbah kelamin ikan pelangi merah selama penelitian menunjukkan ketidakseimbangan pada bulan Januari – Februari 1 : 2,5; 1 : 3 dengan kecenderungan
jumlah ikan betina lebih banyak. Fekunditas berkisar 910-3122 butir, terlihat korelasi yang lemah antara fekunditas dengan panjang total dan berat tubuh, kisaran diameter telur 0,625
– 7,124 µm. Berdasarkan sebaran diameter telurnya, maka ikan pelangi merah tergolong pemijah bertahap dan iteroparous.
Kata kunci : biologi reproduksi, Glossolepis incisus, Danau Sentani, pemijah bertahap.
©
Hak Cipta milik IPB, tahun 2009 Hak cipta dilindungi Undang-Undang
Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan atau menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan, penelitian,
penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik atau tinjauan suatu masalah dan pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan yang wajar IPB.
Dilarang mengumumkan atau memperbanyak sebagian atau seluruh karya tulis dalam bentuk apapun tanpa izin IPB.
BIOLOGI REPRODUKSI IKAN PELANGI MERAH Glossolepis incisus, Weber 1907
DI DANAU SENTANI
LISA SOFIA SIBY
Tesis Sebagai salah satu syarat memperoleh gelar
Magister Sains pada Program Studi Ilmu Perairan
SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR 2009
HALAMAN PENGESAHAN
Judul Tesis :
Biologi reproduksi ikan pelangi merah Glossolepis incisus Weber, 1907 di Danau Sentani
Nama : Lisa Sofia Siby
NIM : C151060271
Disetujui, Komisi Pembimbing
Dr. Ir. M.F. Rahardjo, DEA Dr. Ir. Djadja Subardja Sjafei
Ketua Anggota
Diketahui Ketua Program Studi Ilmu Perairan
Dekan Sekolah Pascasarjana Prof. Dr. Ir. Enang Harris, MS
Prof. Dr. Ir. Khairil A. Notodiputro, MS Tanggal Lulus :
Tanggal Ujian : 26 Agustus 2009
Penguji Luar Komisi pada Ujian Tesis : Dr. Ir. Sulistiono, M.Sc
PRAKATA
Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa atas berkatNya sehingga tesis dengan judul “Biologi Reproduksi Ikan Pelangi Merah Glossolepis incisus,
Weber 1907 dari hasil penelitian yang dilaksanakan sejak bulan Desember 2007 hingga Februari 2008 dan bulan April hingga Mei 2008 dapat selesai.
Terima kasih penulis sampaikan kepada Bapak Dr. M.F. Rahardjo, DEA selaku dosen pembimbing I dan Dr. Djadja Subardja Sjafei selaku dosen pembimbing II yang
telah memberikan arahan dan masukan yang sangat berarti selama proses penyusunan tesis ini. Ungkapan terima kasih juga penulis sampaikan pada Dr. Ir. Sulistiono, MSc sebagai
dosen penguji luar komisi pembimbing yang telah memberikan masukan dalam ujian tesis untuk perbaikan tesis ini; Prof. Dr. Enang Harris, MS selaku Ketua Program Studi Ilmu
Perairan atas bimbingan selama penulis menjadi mahasiswa SPs IPB; Direktur Sekolah Tinggi Pertanian St. Thomas Aquinas melalui Ketua Jurusan Perikanan Sekolah Tinggi
Pertanian St. Thomas Aquinas yang merekomendasikan penulis melanjutkan studi ke Institut Pertanian Bogor; Keluarga Bapak Tungkoye di Yakonde; Keluarga Bapak
Benyamin Tokoro di Simporo; Herlina Matuan S.Pi, Penaho Wuka S.Pi, Bapak Ruslan, Ir. Syarifah Nurdawati, Wahyu Yuliani S.Pi , Prawira Atmaja Tampubolon S.Pi, Shelly N.E.
Tutupoho S.Pi yang membantu dalam penelitian di lapangan dan laboratorium maupun penyusunan tesis ini. Terima kasih kepada Bapak S. Siby, Mama N. Makanuay almh,
Suami Stevanus William de Keyzer S.Th dan putri tercinta Kezia Tanyaradzwa de Keyzer atas doa dan dukungan mereka.
Akhir kata, semoga tesis ini dapat bermanfaat dalam pengelolaan dan pelestarian ikan pelangi di Papua, khususnya ikan pelangi merah di Danau Sentani.
Bogor, Agustus
2009
LISA SOFIA SIBY
RIWAYAT HIDUP
LISA SOFIA SIBY. Lahir di Jayapura, 30 Maret 1972 sebagai anak pertama dari lima orang anak pasangan Bapak Sosthenes Siby dan Ibu Neltje Makanuay almh.
Pendidikan sarjana ditempuh di Fakultas Perikanan Universitas Brawijaya Malang, lulus tahun 2001. Kesempatan melanjutkan studi program magister sains di Program Studi Ilmu
Perairan IPB diperoleh pada tahun 2006.
Sejak tahun 1995, penulis bekerja di Dinas Kelautan dan Perikanan Kabupaten Jayapura. Selanjutnya tahun 2001, penulis mengabdi sebagai staf pengajar pada Jurusan
Perikanan di Sekolah Tinggi Pertanian St. Thomas Aquinas, Jayapura.
DAFTAR ISI
Halaman DAFTAR TABEL
……….……………………………………………. ii
DAFTAR GAMBAR …………………………………………………..
iii DAFTAR LAMPIRAN
……….………………………………………… iv
1 PENDAHULUAN ……………….…………………………………..
1 1.1 Latar Belakang
……………………………………………. 1
1.2 Tujuan dan Manfaat ………………………………………..
2 2 TINJAUAN PUSTAKA
......................................................................... 3
2.1 Klasifikasi dan Deskripsi ikan …………………………………. 3
2.2 Pemijahan Ikan ………………………………………………
4 2.3 Nisbah Kelamin Ikan Pelangi
………………………………. 6
2.4 Kematangan Gonad Ikan Pelangi …………………………..
6 2.5
Fekunditas ..………………………………………………….. 7
3 METODE PENELITIAN …………………………………………….
9 3.1 Lokasi dan Waktu Penelitian
..………………………………. 9
3.2 Bahan dan Alat Penelitian ………………………………….
9 3.3 Metode Pengumpulan Data
………………………………… 9
3.4 Analisis
Laboratorium ……………………………………….. 10
3.5 Analisis
Data ..……………………………………………….. 11
4 HASIL DAN PEMBAHASAN …..……………………………………. 15
4.1 Hasil
……………..………………………………………….. 15 4.2
Pembahasan ………………………………………………… 31
5 SIMPULAN DAN SARAN …..………………………………………… 40
5.1 Simpulan
…..…………………………………………………. 40 5.2
Saran ………………………………………………………. 40
DAFTAR PUSTAKA …………………………………………………….. 41
LAMPIRAN ..……………………………………………………………. 48
DAFTAR TABEL
Halaman 1.
Pengukuran kualitas air ………………………………………..
10 2.
Kisaran parameter kualitas air di Danau Sentani selama penelitian .. 15
3. Jumlah hasil tangkapan, kisaran panjang dan berat ikan pelangi
merah Glossolepis incisus tiap bulan pengamatan ……………… 18
4. Sebaran hasil tangkapan berdasarkan stasiun penelitian
……….. 19
5. Kisaran faktor kondisi ikan pelangi merah selama penelitian ……..
21 6.
Faktor kondisi ikan pelangi merah berdasarkan TKG ……………. 22
7. Nisbah kelamin ikan pelangi merah berdasarkan bulan pengamatan.
22 8.
Nisbah kelamin berdasarkan kelas panjang total ………………… 23
9. Nisbah kelamin ikan pelangi merah matang gonad TKG IV-V
pada tiap bulan pengamatan ……………………………………….. 23
10. Nisbah kelamin ikan pelangi merah matang gonad pada tiap
stasiun penelitian ………………………………………………….. 24
11. Perkembangan gonad secara makroskopis dan mikroskopis gonad
ikan pelangi merah jantan Modifikasi Pusey et al., 2001 ............... 27
12. Perkembangan gonad secara makroskopis dan mikroskopis gonad
ikan pelangi merah betina Modifikasi Pusey et al., 2001 ……….. 27
13. Indeks Kematangan Gonad ikan pelangi merah selama penelitian…
28 14.
Indeks Kematangan Gonad berdasarkan stasiun ………………….. 29
DAFTAR GAMBAR
Halaman 1. Ikan pelangi merah Glossolepis incisus ………………………….
3 2. Grafik jumlah curah hujan di Jayapura ……………………………
17 3. Sebaran ikan pelangi merah berdasarkan kelas ukuran panjang
total ……………………………………………………………….. 19
4. Hubungan panjang berat ikan pelangi merah di Danau Sentani …… 20
5. Faktor kondisi ikan pelangi merah matang gonad TKG IV-V …… 21
6. Tingkat kematangan gonad berdasarkan waktu …………………
24 7. Gonad dan jaringan gonad ikan pelangi merah jantan pada
TKG I-IV …………………………………………………………. 25
8. Gonad dan jaringan gonad ikan pelangi merah betina pada TKG II-V …………………………………………………………
26 9. Persentase ukuran pertama kali matang gonad L
50
…………….. 28
10. Indeks Kematangan Gonad berdasarkan TKG ……………………. 29
11. Grafik hubungan fekunditas dengan panjang total, berat tubuh dan berat gonad
…………………………………………………. 30
12. Sebaran diameter telur ikan pelangi merah yang tertangkap di Danau Sentani ……………………………………………………
31
DAFTAR LAMPIRAN
Halaman 1. Peta lokasi penelitian
………………………………………….. 48
2. Gambaran lokasi penelitian ……………………………………..
49 3. Alat tangkap jaring insang gill net ………………………………..
50 4. Kategori perkembangan dan kematangan gonad ikan pelangi ……..
51 5. Pembuatan preparat histologi Angka et al., 1990 ……………….
52 6. Uji khi kuadrat terhadap nisbah kelamin ikan pelangi merah
Glossolepis incisus ………………………………………………. 53
7. Frekuensi ukuran pertama kali matang gonad berdasarkan stasiun... 54
8. Frekuensi ukuran pertama kali matang gonad berdasarkan waktu penelitian ………………………………………………………….
55
1 PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Danau Sentani dengan luas 9.360 ha terletak di Kabupaten Jayapura. Keanekaragaman sumberdaya hayati ikan air tawar di danau ini terdiri atas lima belas jenis
ikan sehingga danau ini merupakan pemasok ikan air tawar untuk konsumsi penduduk di sekitarnya. Delapan jenis ikan diantaranya adalah ikan asli, salah satunya adalah ikan
pelangi merah Glossolepis incisus yang merupakan ikan endemik di Danau Sentani Allen, 1991 dan digemari sebagai ikan hias terutama ikan jantan yang berwarna merah
cerah. Pada tahun 1996, ikan pelangi merah telah terdaftar dalam Redlist IUCN sebagai
spesies ikan yang mengalami ancaman kepunahan dengan status rentan vulnerable A2ce IUCN, 2007. Diduga terjadi penurunan populasi ikan ini yang disebabkan kompetisi
terhadap makanan dan habitat pemijahan dengan ikan introduksi yang ditemukan di danau ini seperti mata merah, tambakan, nila, nilem, gabus toraja, sepat siam, mas dan
menurunnya kualitas lingkungan perairan Danau Sentani serta penebangan hutan untuk pembangunan jalan dan perluasan pemukiman yang mengakibatkan menurunnya luas
tutupan hutan sebagai daerah tangkapan air Allen, 1991; Allen et al., 2002; Polhemus et al
., 2004. Beberapa penelitian mengenai ikan pelangi merah ini telah dilakukan seperti
taksonomi dan distribusi Allen, 1991, pengaruh jenis pakan terhadap warna Sulawesty, 1997, kekerabatan beberapa spesies ikan pelangi Said et al., 2005 dan keanekaragaman
genetiknya Said dan Hidayat, 2005. Namun penelitian tersebut masih terbatas pada skala laboratorium, sedangkan informasi tentang ekologi dan biologi ikan pelangi merah di
habitatnya belum tersedia. Melihat seriusnya tekanan yang dihadapi ikan pelangi merah di habitatnya serta
belum adanya informasi dasar menyangkut biologi reproduksinya, maka perlu dilakukan penelitian menyangkut biologi reproduksi ikan pelangi merah ini.
1.2 Tujuan dan Manfaat Penelitian
Penelitian ini bertujuan untuk mengkaji biologi reproduksi ikan pelangi merah di Danau Sentani. Diharapkan hasil penelitian ini dapat memberikan informasi dasar untuk
pengelolaan sumberdaya ikan pelangi merah di Danau Sentani, terutama dalam upaya pelestarian dan pengembangannya.