Mata Uang Tunggal Eropa

Mulai tanggal 1 Januari 1999 negara anggota Uni Eropa memberlakukan mata uang tunggal, yaitu Euro. Ada tiga alasan yang menyebabkan Eropa menggunakan mata uang tunggal. Pertama, satu mata uang dipandang sebagai persyaratan utama untuk memperlancar perdagangan dan investasi di antara negara Uni Eropa. Kedua, mata uang tunggal diyakini akan memberi suara yang lebih kuat bagi Eropa dalam menghadapi Amerika Serikat pada perekonomian global. Ketiga, mata uang tunggal akan memperkuat integrasi politik yang akan menghindarkan terjadinya kembali perang di Eropa seperti pada masa lalu. Kriteria negara anggota MEE untuk dapat bergabung dalam satu mata uang Euro adalah sebagai berikut: 1 mempunyai inflasi tidak lebih dari 1.5 persen, 2 suku bunga jangka panjang tidak lebih tinggi dari 2 persen, 3 defisit anggaran pemerintah tidak lebih tinggi dari 3 persen terhadap GDP, 4 utang pemerintah tidak boleh lebih dari 60 persen terhadap GDP, 5 nilai tukar stabil dalam Sistem Moneter Eropa, 6 Bank Sentral nasional yang independen, 7 tidak boleh membayar defisit anggaran dengan mencetak uang, 8 tidak ada dana talangan untuk membayar uang yang berlebihan, dan 9 institusi keuangan tidak dapat dibujuk untuk membayar utang pemerintah. Keuntungan yang diperoleh dari pemberlakuan Euro adalah harga yang lebih rendah sebagai akibat persaingan dan transparansi harga di antara negara anggota. Harga pada berbagai negara dapat dibandingkan sehingga barang dan jasa menjadi lebih murah. Akibat pemberlakuan suatu mata uang itu adalah perdagangan intra-Uni Eropa akan bertambah besar. Euro sendiri tidak akan menyelesaikan masalah yang kini dihadapi Eropa, tetapi Euro yang stabil membuat ekonomi Uni Eropa menjadi lebih kuat. Karena hilangnya gejolak Euro akan mendorong pertumbuhan ekonomi yang stabil.

3.9. Studi Empiris Terdahulu

Studi yang dilakukan Kreinin and Plummer 2008 yang menggunakan model gravity yang diperluas augmented model gravity untuk menangkap pengaruh dari integrasi ekonomi regional terhadap aliran FDI pada EU, NAFTA, MERCOSUR, dan ASEAN, menghasilkan tiga kesimpulan penting, yakni: 1 integrasi regional memiliki pengaruh positif dan signifikan terhadap FDI, yang merupakan kombinasi dari efek kreasi dan diversi investasi; 2 efek diversi investasi terjadi pada beberapa kasus, dan dengan demikian perlu mendapatkan perhatian, khususnya di antara negara berkembang yang bukan merupakan bagian dari anggota regional dengan negara maju; dan 3 FDI bertindak sebagai substitusi untuk perdagangan, meskipun pada beberapa kasus bersifat komplemen bagi perdagangan. Studi Sharma and Chua 2000 menyimpulkan bahwa perdagangan di ASEAN meningkat sesuai dengan ukuran perekonomian, dan integrasi ekonomi ASEAN tidak meningkatkan perdagangan intra-ASEAN. Namun, pada kenyataannya peningkatan pada perdagangan negara ASEAN terjadi karena perdagangan dengan negara-negara APEC. ASEAN dapat menghasilkan suatu keuntungan lebih besar dalam perdagangan dengan pengurangan hambatan perdagangan secara unilateral dan multilateral di antara anggota maupun dengan negara di kawasan Asia Pasifik. Cernat 2001 melakukan studi tentang pengaruh kesepakatan perdagangan pada negara-negara berkembang. Model yang digunakan adalah model gravity dengan melibatkan dua variabel dummy intra-RTA dan ekstra-RTA yang dianggap menggambarkan dampak diversi dan dampak kreasi dari integrasi ekonomi. Dalam studi ini disimpulkan bahwa pengaruh kreasi integrasi ekonomi RTAs bagi negara berkembang lebih besar dibanding dampak diversi. Begitu pula integrasi ekonomi UE, AFTA, COMESA, SADC menimbulkan pengaruh kreasi. MERCOSUR, Andean Community, ECOWAS menciptakan pengaruh diversi, dan NAFTA dan CRICOM memberikan kesimpulan yang tidak jelas. Kim, et al. 2003 meneliti faktor-faktor yang menentukan pola perdagangan bilateral dengan menggunakan persamaan model gravity dinamis pada 10 negara Uni Eropa. Kesimpulan mereka menunjukkan bahwa masuknya FDI pada industri-industri skala besar akan menghasilkan tingkat pertumbuhan ekspor yang tinggi dibanding dengan impor di dalam industri sektor ini dan sebaliknya, tingkat pertumbuhan pendapatan secara relatif menyebabkan tingginya pertumbuhan impor dari ekspor pada sektor makanan dan pertanian. Lee and Shin 2005 melakukan penelitian mengenai integrasi regional Asia Timur. Hasil penelitian mereka mengindikasikan bahwa bentuk RTA antara negara yang diperkirakan secara geografis berdekatan diukur oleh jarak atau border maka secara signifikan perdagangan akan meningkat di antara negara- negara anggotanya. Mereka juga menemukan bahwa letak geografis akan memberi kontribusi terhadap peningkatan perdagangan antara negara dan rest of the world , dan lebih lanjut menyatakan bahwa RTA Asia Timur sepertinya dapat menciptakan creation tambahan perdagangan antara negara anggota tanpa mengurangi perdagangan dari non-anggota.