Analisis aliran perdagangan dan investasi dalam integrasi ekonomi ASEAN pendekatan model gravity

(1)

ANALISIS ALIRAN PERDAGANGAN DAN INVESTASI

DALAM INTEGRASI EKONOMI ASEAN :

PENDEKATAN MODEL GRAVITY

Oleh :

RIDWAN

A 161030061

SEKOLAH PASCASARJANA

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

BOGOR

2011


(2)

ABSTRACT

RIDWAN. 2011. The Analysis of Trade and Investment Flow within ASEAN Economic Integration Area: Gravity Model Approach (MANGARA TAMBUNAN as Chairman, IMAN SUGEMA and RINA OKTAVIANI as Members of Advisory Committee).

This research aims to analysis how trade and investment flow within ASEAN area and ASEAN member countries. The research method used was gravity model, in both trade flow and investment flow. The research took 5 samples of ASEAN countries, namely Indonesia, Malaysia, Singapore, Thailand and Philippines. Meanwhile, the trade and investment partners were taken from 14 countries with the greatest trade and investment contribution. The research took place within 1982 to 2006.

The study results uncover that the trade flow within ASEAN area and its member countries is influenced positively and significantly by trade integration index, FDI, number of populations, economic transparency, interest rate and GDP. Meanwhile, some variables such as rate, distance and real exchange rate generally effect negatively to the trade flow.

Within real sectors, it is found that FDI in ASEAN area and its member countries are positively and significantly affected GDP, number of populations, economic transparency and export and import, while other variables like interest rate, rate, distance and real exchange rate generally effect negatively to the FDI flow within ASEAN area.

The participation of ASEAN countries in APEC economic integration affects positively to the trade increase. Compared to ASEAN economic integration, integration within APEC area has a greater impact. It indicates the low intensity of intra-trade amongst ASEAN countries.

The membership of FDI investor countries within NAFTA area has positive impacts to FDI and ASEAN flow. In contrast, membership in European Union area has negative impacts. The members of NAFTA and ASEAN are jointly incorporated in APEC area. FDIs in China and India effect to ASEAN FDI. Trade between China and India with ASEAN is sufficiently high. China has a greater impact than India, in addition to the greater size, investment ease in China is better than India.


(3)

RINGKASAN

RIDWAN. 2011. Analisis Aliran Perdagangan dan Investasi dalam Integrasi Ekonomi ASEAN : Pendekatan Model Gravity (MANGARA TAMBUNAN sebagai ketua, IMAN SUGEMA dan RINA OKTAVIANI sebagai anggota komisi pembimbing).

Penelitian ini bertujuan menganalisis aliran perdagangan dan investasi di kawasan ASEAN dan negara anggotanya. Metode penelitian menggunakan model gravitasi. Penelitian fokus pada 5 negara ASEAN yaitu Indonesia, Malaysia, Singapura, Thailand dan Filipina. Sedangkan mitra perdagangan dan investasinya mengambil 14 negara yang memberikan kontribusi perdagangan dan investasi terbesar. Periode penelitian antara tahun 1982-2006.

Hasil studi menemukan bahwa aliran perdagangan di kawasan ASEAN dan negara anggotanya dipengaruhi secara positif dan signifikan oleh Indeks Integrasi Perdagangan, FDI, jumlah penduduk, keterbukaan ekonomi, suku bunga dan GDP. Sedangkan variabel seperti tarif, jarak dan nilai tukar riil umumnya berpengaruh secara negatif terhadap aliran perdagangan. Sedangkan FDI dipengaruhi secara positif dan signifikan oleh GDP, jumlah penduduk, keterbukaan ekonomi, ekspor maupun impor. Variabel suku bunga, tarif, jarak dan nilai tukar riil umumnya berpengaruh secara negatif terhadap aliran FDI pada kawasan ASEAN.

Keikutsertaan negara ASEAN pada integrasi ekonomi APEC berpengaruh positif terhadap peningkatan perdagangan. Pengaruh APEC lebih besar daripada ASEAN. Hal tersebut membuktikan rendahnya intensitas perdagangan intra-trade

antara sesama negara ASEAN. Keanggotaan negara investor FDI di kawasan NAFTA berpengaruh positif terhadap aliran FDI ke ASEAN. NAFTA dan ASEAN anggotanya tergabung bersama dalam kawasan APEC. Sebaliknya, keanggotaan pada Uni Eropa berpengaruh negatif.

Strategi yang dilakukan untuk meningkatkan ekspor, daya saing produk dan FDI di negara ASEAN adalah pemerintah ASEAN diharapkan mempertahankan nilai kurs mata uang yang rendah terhadap Dolar Amerika dan menurunkan suku bunga. Suku bunga yang rendah dapat meningkatkan FDI, karena dapat memperbesar daya saing industri, peningkatan return dan stok kapital dalam negeri.

Keywords: Integrasi Ekonomi, ASEAN, Model Gravity, Perdagangan dan Investasi


(4)

©Hak Cipta milik Institut Pertanian Bogor, tahun 2011

Hak cipta dilindungi Undang-undang

1. Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan atau menyebutkan sumbernya

a. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan, penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritil atau tinjauan suatu masalah

b. Pengutipan tidak merugikan kepentingan yang wajar IPB

2. Dilarang mengumpulkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh karya tulis ini dalam bentuk apapun tanpa seizing IPB


(5)

ANALISIS ALIRAN PERDAGANGAN DAN INVESTASI

DALAM INTEGRASI EKONOMI ASEAN :

PENDEKATAN MODEL GRAVITY

RIDWAN

Disertasi

Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Doktor

Pada

Program Studi Ilmu ekonomi Pertanian

SEKOLAH PASCASARJANA

INSTITUT PERTANIAN BOGOR


(6)

Penguji Luar Komisi Ujian Tertutup: 1. Dr. Ir. Sri Hartoyo, MS.

Staf Pengajar pada Departemen Ilmu Ekonomi Sekolah Pasca Sarjana Institut Pertanian Bogor.

2. Dr. Ir. Dedi Budiman Hakim, MEc .

Staf Pengajar pada Departemen Ilmu Ekonomi Sekolah Pasca Sarjana Institut Pertanian Bogor

Penguji Luar Komisi Ujian Terbuka: 1. Dr. Ir. Deddy Saleh, MSi

Dirjen Perdagangan Luar Negeri Departemen Perdagangan 2. Dr. Ir. Dedi Budiman Hakim, MEc .

Staf Pengajar pada Departemen Ilmu Ekonomi Sekolah Pasca Sarjana Institut Pertanian Bogor


(7)

KATA PENGANTAR

Alhamdulillah, puji syukur kehadirat Allah SWT yang telah memberikan taufik dan hidayah-Nya kepada penulis sehingga dapat menyelesaikan disertasi dengan judul: Analisis Aliran Perdagangan dan Investasi Dalam Kawasan Integrasi Ekonomi ASEAN: Pendekatan Model Grafity. Disertasi tersebut merupakan syarat untuk menyelesaikan studi program doktor pada program studi Ilmu Ekonomi Pertanian Sekolah Pascasarjana Institut Pertanian Bogor.

Pada kesempatan ini penulis secara tulus mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada para pembimbing; Prof. Dr. Ir. Mangara Tambunan, MSc, selaku ketua komisi pembimbing; Dr. Ir. Iman Sugema; Prof. Dr. Ir.Rina Oktaviani, MSi masing-masing sebagai anggota komisi pembimbing, yang telah banyak memberikan perhatian, waktu, dan masukan dalam penyusunan disertasi. Ucapan terima kasih dan penghargaan juga ingin penulis sampaikan kepada: 1. Bapak Rektor IPB, Bapak Dekan dan Sekretaris Program Pascasarjana IPB

serta seluruh staf pengajar dan administrasi pada program pascasarjana Ilmu Ekonomi Pertanian, atas semua bantuan dan fasilitas yang disediakan sehingga penulis dapat mengikuti pendidikan dengan baik dan lancar.

2. Bapak Dekan Fakultas Kehutanan Universitas Hassanuddin, Prof. Dr. Muhammad Restu, MSi dan Ketua Jurusan Kehutanan, Dr. Ir. Beta Putranto, MSc beserta seluruh staf pengajar Fakultas Kehutanan Unhas, yang telah memberi kesempatan pada penulis untuk menempuh pendidikan Doktor.

3. Bapak Prof. Dr. Ir. Bonar M. Sinaga, MA, sebagai dosen dan Ketua Program Studi Ilmu Ekonomi Pertanian (EPN), yang telah banyak memberikan ilmu pengetahuan, masukan dan dorongan yang sangat berharga.


(8)

4. Bapak Dr. Ir. Mujahidin Fahmid, MTD dan keluarga atas persahabatan dan persaudaraan yang telah terjalin selama lebih dari 20 tahun lebih. Bantuan, masukan dan semangat yang diberikan sangat berarti bagi penulis.

5. Bapak Leksi M Budiman, SE dan keluarga atas masukan dan dukungannya dalam persaudaraan yang hangat, selama lebih dari 20 tahun terakhir.

6. Bapak Prof. Dr. Ir. H. Ambo Ala, MSi dan Ibu Dr.H. Marwah Daud Ibrahim. Bapak dan Ibu adalah guru terbaik saya, yang telah menanamkan visi serta membukakan jalan sehingga penulis bisa menjadi dosen di Unhas, serta menempuh jenjang pendidikan Doktor.

7. Bapak Prof. Dr. Djamal Sanusi, Bapak Dr. Ir. Bakri, MSc serta Bapak Dr. Ir. Beta Putranto. Bapak-bapak adalah dosen yang begitu memotivasi, khususnya pada waktu membimbing penulis menyusun skripsi pada studi tingkat sarjana. 8. Bapak Prof. Dr. Rizal Muin, MSc, Bapak adalah teman diskusi penulis yang

sangat dekat dan hangat waktu menjadi mahasiswa tingkat sarjana di Unhas.

9. Bapak Hamka Halkam, SE, MSc; Ir. Soewarno Sudirman; Ir. Syahrullah; Ir. Tauhid Achmad, ME; Ir. Khaerul Usman; Drs Alam; Ir. Mulyadi Saleh; Lapipi Mado, MSE, dan Laode Asadi, ME. Bapak adalah teman terbaik saya. 10.Bapak anggota empat sekawan di Pascasarjana Fakultas Ekonomi Prof. Dr.

Eddy Suratman, Dr. Syarkawi Rauf, dan Dr. Wildan Syafitri atas bantuan, dorongan dan semangat kepada penulis untuk menyelesaikan studi.

11.Rekan-rekan mahasiswa Program Studi EPN angkatan 2003 atas dorongan dan semangat yang diberikan kepada penulis dalam proses penyelesaian studi. 12.Rekan-rekan mahasiswa Program Studi Ilmu Ekonomi angkatan 2000 atas


(9)

13.Kepada seluruh Tim kerja saya di SPIRITEG Jakarta (Reren, Nasir, Ria, Ahmad, Roni, Endang, Opay, Eka, Miang) .

14.Kepada Adik-adik saya yang dari Sinjai maupun Jogyakarta, kalian telah memberikan dukungan dan bantuan yang luar biasa. Semoga Allah SWT menyertai dan selalu membimbing kalian semua dalam mencapai cita-citanya. 15.Kepada Almarhum Orang tua saya, Bapak Abu Rahman (alm), Ibu Fatimah

Musa(alm), serta Bapak H. Soewarno dan Ibu H. Siti Sobariah teri. Bapak dan Ibu telah memberikan yang terbaik yang orang tua harus berikan kepada anaknya. Semoga Allah SWT membalas jasa dan kebaikan Bapak dan Ibu. 16.Akhirnya kepada Istri saya tercinta Dian Wahyu Windarsih dan anak saya

Ahyani F. Widiyaningrum dan Ariffani F. Nadiyaningrum kepadamulah disertasi ini Bapak dedikasikan. Kalian telah memberikan yang terbaik yang seharusnya Istri berikan kepada Suaminya dan anak kepada Bapaknya.

17.Pihak lain yang tidak bisa saya sebutkan satu persatu, baik itu pribadi maupun institusi yang secara langsung maupun tidak langsung ikut membantu kelancaran studi saya, khususnya dalam penyelesaian disertasi ini.

Penulis menyadari sepenuh hati bahwa sebagai makhluk Allah SWT, memiliki keterbatasan dalam menyusun disertasi ini. Semoga hasil penelitian disertasi ini dapat bermanfaat bagi berbagai pihak yang membutuhkannya.

Bogor, Juni 2011 RIDWAN


(10)

RIWAYAT HIDUP

Penulis lahir pada tanggal 12 Januari 1968 di Sinjai provinsi Sulawesi Selatan, sebagai Putera pertama dari pasangan Abu Rahman Mahmud (almarhum) dengan St. Fatimah Musa (almarhum). Penulis lulus SD, SMP, dan SMA di kabupaten Sinjai. Pada tahun 1987 penulis diterima sebagai mahasiswa program sarjana pada Fakultas Pertanian Jurusan Kehutanan Universitas Hasanuddin.

Pada tahun 2000, penulis melanjutkan pendidikan program Master bidang ilmu ekonomi dengan kekhususan ekonomi industri dan perdagangan internasional pada Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia, lulus dan memperoleh gelar Master Ilmu Ekonomi pada tahun 2003. Pada tahun 2003 penulis melanjutkan pendidikan Program Doktor (S3) di bidang Ilmu Ekonomi Pertanian pada Sekolah Pascasarjana Institut Pertanian Bogor.

Sejak tahun 1996 hingga sekarang, penulis bekerja sebagai dosen tetap pada jurusan Kehutanan Fakultas Pertanian Universitas Hasanuddin. Antara tahun 2001-2008 menjadi dosen tidak tetap pada Sekolah Tinggi Ilmu Administrasi (STIA) LAN-RI, Jakarta. Pernah menjadi peneliti paruh waktu pada LPEM FE-UI antara tahun 2001-2002, peneliti paruh waktu di KPPOD Jakarta antara tahun 2002–2006.

Penulis menikah dengan Dian Wahyu Windarsih pada tahun 2007, di karuniai dua orang Puteri yaitu: Ahyani F. Widiyaningrum (3 tahun) dan Ariffani F. Nadyaningrum (20 bulan).


(11)

DAFTAR ISI

Halaman

DAFTAR TABEL ... xvi

DAFTAR GAMBAR ... xvii

DAFTAR LAMPIRAN ... xviii

I. PENDAHULUAN ... 1

1.1. Latar Belakang ... 1

1.2. Rumusan Masalah... 6

1.3. Tujuan Penelitian ... 8

1.4. Manfaat Penelitian ... 9

1.5. Ruang Lingkup dan Keterbatasan Penelitian ... 9

II. KEBIJAKAN INTEGRASI EKONOMI ASEAN ... 11

2.1. Pembentukan ASEAN ... 11

2.2. Kerjasama Bidang Ekonomi ASEAN... 11

2.2.1. Kerjasama Perdagangan ASEAN ... 14

2.2.2. Perdagangan ASEAN dalam Kerangka AFTA ... 16

2.2.3. Kerjasama Investasi ASEAN ... 19

2.2.4. Kinerja Investasi ASEAN ... 22

2.3. Kerjasama ASEAN dengan Kawasan Integrasi Ekonomi Lain... 23

III. KAJIAN TEORITIS INTEGRASI EKONOMI ... 25

3.1. Teori Integrasi Ekonomi ... 25

3.2. Dampak Kreasi dan Dampak Diversi Integrasi Ekonomi ... 34

3.3. Pengaruh Perdagangan Internasional ... 35

3.4. Hubungan Investasi, Perdagangan dan Pertumbuhan Ekonomi ... 39

3.5. Pengaruh Kreasi dan Diversi Investasi ... 44

3.6. Kebijakan Doing Business dalam Investasi ... 46

3.7. Inter Industry Trade dan Intra Industry Trade ... 49


(12)

3.8.1. Masyarakat Ekonomi Eropa ... 52

3.8.2. Pasar Tunggal Eropa ... 54

3.8.3. Sistem Moneter Eropa ... 55

3.8.4. Mata Uang Tunggal Eropa ... 58

3.9. Studi Empiris Terdahulu ... 59

3.10. Kerangka Pemikiran Disertasi... 66

IV. METODOLOGI PENELITIAN ... 70

4.1. Rancangan Model... 70

4.2. Hipotesis Penelitian ... 74

4.3. Model Persamaan Perdagangan ... 74

4.4. Persamaan Investasi ... 77

4.5. Populasi dan Sampel ... 81

4.6. Jenis Sumber Data ... 82

4.7. Metode Pengolahan Data ... 84

4.8. Tehnik Estimasi Regresi Majemuk ... 84

4.9. Penyimpangan Asumsi Klasik dan Pemecahannya ... 86

4.9.1. Kolinearitas Jamak ... 86

4.9.2. Heteroskedastisitas ... 87

4.9.3. Autokorelasi/ Korelasi Serial ... 89

4.10. Proses Estimasi dengan Model Regresi Data Panel ... 90

4.10.1. Metode Pemilihan Estimasi dengan Fixed Effects atau Random Effects ... 92

V. HASIL DAN PEMBAHASAN ... 95

5.1. AnalisisAliran Perdagangan ASEAN dan Negara Anggota ASEAN ... 95

5.1.1. Analisis Aliran Perdagangan ASEAN ... 95

5.1.2. Perdagangan Negara Anggota ASEAN ... 101

5.1.2.1. Analisis Aliran Perdagangan Malaysia ... 102

5.1.2.2. Analisis Aliran Perdagangan Indonesia ... 107

5.1.2.3. Analisis Aliran Perdagangan Singapura... 112


(13)

5.1.2.5. Analisis Aliran Perdagangan Philipina ... 123

5.2. Analisis Aliran Foreign Direct Invesment pada Kawasan ASEAN. 128

5.2.1. Analisis Aliran Foreign Direct Invesment Malaysia ... 133

5.2.2. Analisis Aliran Foreign Direct Invesment Indonesia ... 138

5.2.3. Analisis Aliran Foreign Direct Invesment Singapura ... 144

5.2.4. Analisis Aliran Foreign Direct Invesment Thailand ... 148

5.2.5. Analisis Aliran Foreign Direct Invesment Philipina ... 151

VI. KESIMPULAN ... 156

6.1. Kesimpulan ... 156

6.2. Implikasi Kebijakan ... 158

DAFTAR PUSTAKA ... 161


(14)

DAFTAR TABEL

Nomor Halaman

1. Total Perdagangan ASEAN Tahun 2000-2008 ... 4

2. Nilai Perdagangan ASEAN dengan Negara Luar ASEAN ... 4

3. Foreign Direct Invesment dari Negara Penerima Foreign Direct Invesment... 5

4. Total Nilai Perdagangan Intra ASEAN Tahun 1993-2008 ... 17

5. Foreign Direct Invesment Inflows Negara ASEAN dari ASEAN.... ... 22

6. Foreign Direct Invesment Inflows dari Negara Non ASEAN... ... . 23

7. Perbandingan Tingkat Kemudahan Berbisnis di Beberapa Negara Asia ... 48

8. Peringkat Komponen Doing Business Tahun 2009 dan 2010 ... 49

9. Kawasan Integrasi Ekonomi Dunia... .. 67

10. Perbandingan ASEAN dengan Integrasi Ekonomi Lain... 67

11. Pengaruh Integrasi dan Variabel Makroekonomi terhadap Aliran Perdagangan ASEAN ... 96

12. Hasil Estimasi Model Perdagangan Malaysia ... 102

13. Hasil Estimasi Model Perdagangan Indonesia ... 108

14. Hasil Estimasi Model Perdagangan Singapura ... 113

15. Hasil Estimasi Model Perdagangan Thailand ... 119

16. Hasil Estimasi Model Perdagangan Philipina ... 124

17. Hasil Estimasi Aliran Investasi ASEAN ... 130

18. Hasil Estimasi Aliran Foreign Direct Invesment Malaysia ... 133

19. Hasil Estimasi Aliran Foreign Direct Invesment Indonesia ... 138


(15)

21. Hasil Estimasi Aliran Foreign Direct Invesment Thailand ... 149 22. Hasil Estimasi Aliran Foreign Direct Invesment Philipina... 152


(16)

DAFTAR GAMBAR

Nomor Halaman 1. Alur Kerangka Pikir Penelitian Disertasi ... 68


(17)

DAFTAR LAMPIRAN

Nomor Halaman

1. Hasil Estimasi Perdagangan ASEAN... .... 172

2. Hasil Estimasi Perdagangan Malaysia... ... 173

3. Hasil Estimasi Perdagangan Indonesia... .... 174

4. Hasil Estimasi Perdagangan Singapura... .... 175

5. Hasil Estimasi Perdagangan Thailand... ... 176

6. Hasil Estimasi Perdagangan Philipina... .... 177

7. Hasil Estimasi Model I Foreign Direct Invesment ASEAN... ... 178

8. Hasil Estimasi Model II Foreign Direct Invesment ASEAN... ... 179

9. Hasil Estimasi Investasi Malaysia... ... 180

10. Hasil Estimasi Investasi Indonesia... ... 181

11. Hasil Estimasi Investasi Singapura... 182

12. Hasil Estimasi Investasi Thailand... .... 183

13. Hasil Estimasi Investasi Philipina... .... 184

14. Hasil Pengujian Autokorelasi Model Perdagangan ASEAN ... 185

15. Hasil Pengujian Heteroskedastisitas Model Perdagangan ASEAN ... 186

16. Hasil Pengujian Multikolinearitas Model Perdagangan ASEAN ... 187

17. Hasil Pengujian Autokorelasi Model Investasi ASEAN ... 188

18. Hasil Pengujian Heteroskedastisitas Model Investasi ASEAN ... 189


(18)

I.

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Integrasi suatu negara ke dalam kawasan integrasi ekonomi telah menarik perhatian banyak negara, terutama setelah Perang Dunia II dan menjadi semakin penting sejak tahun 1990-an. Hal tersebut ditandai dengan meningkatnya jumlah kesepakatan integrasi ekonomi, bersamaan dengan meningkatnya jumlah negara yang menjadi anggota integrasi ekonomi. Saat ini sekitar 97 persen perdagangan dunia melibatkan negara yang minimal terikat dalam suatu perjanjian perdagangan khusus atau Preferential Trade Area (PTA). Meskipun beberapa kesepakatan integrasi tersebut terwujud antara lain karena pertimbangan politik, tetapi motivasi utama adalah kepentingan ekonomi yang telah menjadi alasan dan penggerak utama lahirnya berbagai kesepakatan integrasi ekonomi (Economic Integration Agreement).

Integrasi ekonomi berkembang sangat pesat, mulai dari perjanjian perdagangan, customs union, economic union integration, dan total economic integration. Tujuannya adalah memperoleh manfaat pada kemajuan ekonomi dan pencapaian economics welfare. Meskipun demikian, kontroversi terhadap integrasi ekonomi tetap ada sampai sekarang. Pertanyaan mendasarnya adalah apakah integrasi ekonomi memberi manfaat ataukah memberi kerugian bagi ekonomi suatu negara. Keberhasilan integrasi ekonomi Eropa sampai pembentukan mata uang bersama (Currency Union), Euro, adalah contoh yang membuktikan bahwa integrasi ekonomi telah memberikan kemajuan ekonomi


(19)

bagi negara anggota. Kesuksesan tersebut mendorong integrasi ekonomi di berbagai kawasan dunia.

Selain indikator banyaknya kesepakatan integrasi ekonomi bilateral, perkembangan dalam dua dekade terakhir juga ditandai dengan semakin berkembangnya integrasi dan proliferasi integrasi ekonomi pada tingkat regional

(Regional Integration Agreement), antara lain melalui pembentukan Asia Pacific Economic Cooperation (APEC) di kawasan Asia Pasifik, European Union

(EU) di Eropa, Mercado Comun del Sur (MERCOSUR) di Amerika Latin, dan North America Free Trade Area (NAFTA) di Amerika Utara.

Integrasi ekonomi dilandasi oleh konsep dasar bahwa manfaat ekonomi yang diperoleh dari integrasi lebih besar dibandingkan dengan biaya yang dihadapi apabila tidak terlibat dalam integrasi. Alasan tersebut yang dipakai pemimpin negara untuk menempuh kebijakan liberalisasi perdagangan dan investasi atau bergabung dalam integrasi ekonomi. Kebijakan liberalisasi atau integrasi tersebut digunakan sebagai alat untuk mendapatkan akses pasar yang lebih luas serta mendorong pertumbuhan ekonomi. Integrasi ekonomi juga diharapkan memperkuat daya saing kawasan dalam menghadapi kompetisi global.

Prinsip dasar integrasi ekonomi adalah mengurangi atau menghilangkan semua hambatan perdagangan dan investasi di antara negara anggota. Tujuannya adalah meningkatkan arus barang dan jasa yang bebas keluar masuk melintasi batas negara setiap anggota. Dari alasan tersebut, volume perdagangan semakin tinggi sehingga mendorong peningkatan produksi, peningkatan efisiensi, peningkatan kesempatan kerja, penurunan cost production, yang dapat


(20)

meningkatkan daya saing produk dan pada akhirnya meningkatkan kesejahteraan masyarakat.1

Studi empiris yang dilakukan Viner (1950) mengenai persekutuan pabean menunjukkan bahwa pembentukan persekutuan pabean tidak selalu meningkatkan kesejahteraan, tetapi juga dapat menurunkan kesejahteraan (diversi) negara anggotanya maupun negara lain yang bukan anggota.

2

Untuk memahami bagaimana kinerja perdagangan integrasi ASEAN sejak tahun 2000-2008 maka disajikan Tabel 1. Studi integrasi ekonomi dan pengaruhnya terhadap investasi (FDI) telah dilakukan oleh Kreinin and Plummer (2008) yang menemukan tiga poin penting: (1) integrasi regional memiliki pengaruh positif dan signifikan terhadap FDI, yang merupakan kombinasi dari efek kreasi dan diversi investasi, (2) efek diversi investasi terjadi pada beberapa kasus, dan dengan demikian perlu mendapatkan perhatian, khususnya di antara negara berkembang yang bukan merupakan bagian dari anggota regional dengan Studi Cernat (2001) tentang penilaian kesepakatan perdagangan regional menemukan bahwa kebanyakan

Regional Trade Arrangements (RTAs) di Afrika tidak menimbulkan efek diversi (diversion effects) tetapi membawa efek kreasi (creation effects). Pengaruh kreasi yang ditimbulkan suatu integrasi ekonomi lebih besar daripada pengaruh diversi.

Dalam konteks ASEAN studi integrasi ekonomi yang dilakukan Sharma dan Chua (2000) menunjukkan bahwa integrasi ekonomi tidak memberi efek terhadap peningkatan perdagangan intra-ASEAN, namun memberi efek pada peningkatan lingkup yang lebih luas atau ekstra-ASEAN.

1

Asian regionalism and its effect on trade in the 1980s and 1990s, pg.3 working paper no 30. 2


(21)

negara maju, dan (3) FDI bertindak sebagai substitusi untuk perdagangan, meskipun pada beberapa kasus bersifat komplemen bagi perdagangan.

Tabel 1. Total Perdagangan ASEAN Tahun 2000-2008

(US$ juta) Tahun Ekspor Impor Total

2000 93 380 73 466 166 846 2001 82 680 67 639 150 319 2002 86 706 73 202 159 908 2003 115 601 91 130 206 731 2004 141 116 119 581 260 697 2005 163 862 141 030 304 892 2006 189 176 163 594 352 770 2007 217 334 242 460 459 794 2008 184 586 215 579 400 165 Sumber : ASEAN Trade Statistic Data Base, 2009 (diolah).

Perdagangan negara ASEAN dengan mitra dagangnya yang selama ini didominasi oleh negara seperti Jepang, Amerika, Uni Eropa, dan Cina disajikan pada Tabel 2.

Tabel 2. Nilai Perdagangan ASEAN dengan Negara Luar ASEAN

(US$ juta)

Tahun Negara

Indonesia Malaysia Filipina Singapura Thailand 2000 77 973 137 458 61 631 201 957 107 117 2001 72 045 124 851 55 556 175 799 104 304 2002 71 518 132 702 59 562 176 975 105 120 2003 74 853 141 462 60 747 204 788 127 010 2004 93 428 173 865 68 526 262 416 155 661 2005 110 207 188 865 72 648 305 841 182 194 2006 124 002 212 272 80 773 363 987 198 204 2007 142 490 240 504 85 072 401 598 235 650 2008 198 055 253 718 84 272 300 809 383 156 Sumber : ASEAN Trade Statistic Data Base, 2009 (diolah).

Perkembangan FDI di kawasan ASEAN cenderung komplemen dengan perdagangan. FDI dipengaruhi oleh beberapa variabel makroekonomi,


(22)

ketersediaan infrastruktur, tingkat korupsi serta kemudahan berinvestasi. FDI kawasan antara tahun 2000-2008 disajikan pada Tabel 3.

Tabel 3. Foreign Direct Invesment ASEAN dari Negara Penerima Foreign Direct Invesment

(US$ juta)

Tahun Negara

Indonesia Malaysia Filipina Singapura Thailand 2000 -4 550.0 3 787.6 2 239.6 16 485.4 3 350.3 2001 -3 278.5 553.9 195.0 15 649.0 5 061.0 2002 144.9 3 203.4 1 542.0 7 200.0 3 335.0 2003 -596.1 2 473.2 490.8 11 664.0 5 235.0 2004 1 894.5 4 623.9 687.8 19 827.5 5 862.0 2005 8 336.0 3 964.8 1 854.0 15 001.9 8 048.1 2006 5 556.2 6 059.7 2 345.0 24 055.4 9 459.6 2007 6 828.3 8 401.2 2 916.0 31 550.3 11 238.1 2008 9 339.8 8 053.0 1 520.0 22 801.8 9 834.5 2000-2008 34 249.6 67 263.6 22 228.2 225 456.8 83 294.9 Sumber : ASEAN Statiscal Yearbook, 2008.

Integrasi ekonomi telah mengalami perluasan dengan pembentukan kerjasama dalam bidang finansial. Pada kawasan integrasi ASEAN telah dibentuk ASEAN Free Trade Area (AFTA) sebagai langkah awal, tetapi krisis ekonomi di Asia Timur pada tahun 1997 telah melahirkan kesadaran baru mengenai pentingnya kerjasama ekonomi secara luas dengan memikirkan kerjasama yang lebih kuat pada sektor finansial. Menjawab masalah tersebut, pada konferensi tingkat tinggi ASEAN tahun 1997, dilahirkan visi untuk memperluas integrasi ekonomi dengan membentuk ASEAN Economic Comunity (AEC).

Visi AEC adalah kestabilan, kemakmuran ekonomi regional yang berdaya saing tinggi pada sektor barang dan jasa, investasi, dan modal akan bergerak secara bebas. Tujuannya adalah meningkatkan keunggulan kompetitif regional sebagai production base (barang komponen) untuk diekspor ke pasar dunia dengan mengambil keunggulan yang saling melengkapi di antara ekonomi


(23)

ASEAN, economic of scale yang relevan, serta menarik investasi. Pada akhirnya tercapai biaya yang rendah dan pusat produksi yang efisien di antara ekonomi ASEAN atas dasar keunggulan komparatif dan endowment. Dengan demikian akan meningkatkan peran kawasan sebagai production base, menarik investasi dan mempertinggi daya saing regional (Pangestu, 2003).

Beberapa studi tentang integrasi ekonomi ASEAN baik segi perdagangan maupun investasi telah dilakukan. Studi dalam bidang perdagangan menunjukkan bahwa integrasi ekonomi belum memberikan efek pada peningkatan perdagangan intra anggota, yang telah dilakukan oleh Sharma dan Chua (2000), Lapipi (2004) dan Tubagus dan Yose (1996). Sedangkan studi Kreinin dan Plummer (2008) mengenai pengaruh integrasi ekonomi ASEAN terhadap FDI menunjukkan pengaruh positif untuk FDI yang berasal dari Jepang dan berpengaruh negatif untuk FDI yang berasal dari Amerika Serikat dan Jerman.

Meskipun studi integrasi ekonomi sudah banyak dilakukan, tetapi penelitian mengenai pengaruh integrasi ekonomi terhadap perdagangan dan investasi di ASEAN dan negara anggota belum dilakukan secara menyeluruh. Studi ini akan meneliti faktor yang memengaruhi aliran perdagangan dan investasi dalam kawasan integrasi ekonomi ASEAN serta dampaknya terhadap kreasi atau diversi perdagangan dan investasi. Studi ini penting mengingat pelaksanaan

ASEAN Economic Community yang implementasinya pada tahun 2015.

1.2. Rumusan Masalah

Beberapa tahun terdahulu disimpulkan bahwa telah terjadi perubahan penting dalam pola perdagangan dan investasi internasional. Hal tersebut ditandai dengan semakin banyaknya perjanjian perdagangan dan investasi, baik yang


(24)

bersifat regional maupun bersifat bilateral, baik dalam bentuk perjanjian perdagangan khusus maupun perjanjian multilateral.

Integrasi ekonomi ASEAN secara terus menerus memperbaiki dan memperbaharui perjanjian investasi dan perdagangannya. Langkah konkret yang paling nyata adalah kerjasama perdagangan bebas ASEAN Free Trade (AFTA) pada tahun 1992 yang mulai diberlakukan tahun 1993 dengan melaksanakan penurunan tarif. Penurunan tarif dilaksanakan secara bertahap sampai pada pelaksanaan semua kesepakatan AFTA. Implementasi CEPT-AFTA telah berhasil meningkatkan perdagangan intra-ASEAN dari US$ 82 444 miliar (tahun 1993) menjadi US$ 328 771 miliar (tahun 2006). Sedangkan dengan negara di luar kawasan ASEAN dari US$ 347 503 miliar (tahun 1993) menjadi US$ 1 052 034 miliar (tahun 2006). Beberapa ekonom menilai bahwa kerjasama AFTA belum berperan secara signifikan meningkatkan perdagangan di ASEAN.

Beberapa studi menghasilkan kesimpulan bahwa AFTA belum meningkatkan volume perdagangan intra-ASEAN karena negara-negara anggota, memiliki sumberdaya yang sama sehingga komoditi yang diperdagangkan adalah komoditi sejenis. Hal tersebut menunjukkan perdagangan di ASEAN didominasi perdagangan intra industry trade dibandingkan perdagangan inter industry trade.

Krisis ekonomi negara ASEAN pada tahun 1997, telah menjadi pijakan untuk membentuk kerjasama sektor perdagangan dan investasi yang lebih kuat. Pertanyaannya adalah sejauh mana integrasi ekonomi CEPT-AFTA yang telah disepakati tersebut memberi pengaruh terhadap kreasi atau diversi perdagangan dan investasi di kawasan ASEAN. Apakah menurunnya hambatan perdagangan dan investasi antar anggota ASEAN menyebabkan negara anggotanya


(25)

menghadapi tekanan yang lebih kompetitif dan lebih besar, atau mendorong peningkatan kompetisi perolehan efisiensi produktif untuk meningkatkan perdagangan dan investasi. Apakah integrasi memperbesar perdagangan antar anggota dan menjauhi perdagangan bukan anggota integrasi. Pertanyaan tersebut belum dijawab secara lengkap pada beberapa penelitian terdahulu tentang integrasi ekonomi ASEAN. Secara khusus permasalahan yang diteliti dalam disertasi ini adalah sebagai berikut:

1. Apakah integrasi ekonomi ASEAN memberi pengaruh terhadap peningkatan aliran perdagangan dan investasi kawasan ASEAN dan negara anggota ASEAN atau sebaliknya. Apakah integrasi ekonomi memperbesar aliran perdagangan dan investasi antar negara anggota dan menjauhi perdagangan dan investasi bukan anggota integrasi atau sebaliknya.

2. Apakah integrasi ekonomi kawasan lain seperti APEC, NAFTA, UNI EROPA, Cina dan India, memberikan pengaruh terhadap aliran perdagangan dan investasi di kawasan ASEAN dan negara anggota ASEAN.

3. Bagaimana variabel makroekonomi dan keterbukaan ekonomi berpengaruh terhadap aliran perdagangan dan investasi di ASEAN dan negara anggota ASEAN. Masalah apa saja yang harus di benahi oleh ASEAN dan anggotanya dalam meningkatkan perdagangan dan investasi.

1.3. Tujuan Penelitian

Tujuan yang ingin dicapai dalam penelitian ini adalah:

1. Menganalisis pengaruh integrasi ekonomi ASEAN dan variabel makroekonomi terhadap aliran perdagangan pada kawasan ASEAN dan masing-masing negara anggotanya.


(26)

2. Menganalisis pengaruh integrasi ekonomi ASEAN dan variabel makroekonomi terhadap aliran investasi dalam bentuk FDI pada kawasan ASEAN dan masing-masing negara anggotanya.

3. Menganalisis bagaimana pengaruh dan hubungan integrasi ekonomi di APEC, NAFTA, UE, Cina dan India terhadap aliran perdagangan dan FDI pada kawasan integrasi ASEAN dan negara anggotanya.

1.4. Manfaat Penelitian

Secara praktis studi ini dapat menjadi pertimbangan dalam pengambilan kebijakan ekonomi negara-negara ASEAN serta dalam pelaksanaan ASEAN Economic Community khususnya dalam bidang perdagangan dan investasi. Secara teoritis studi ini diharapkan bermanfaat bagi mahasiswa, peneliti, dan ilmuwan lainnya sebagai sumber informasi untuk menambah wawasan ilmu pengetahuan mengenai dampak integrasi ekonomi ASEAN terhadap perdagangan dan investasi negara-negara di ASEAN.

1.5. Ruang Lingkup dan Keterbatasan Penelitian.

1. Penelitian ini hanya mencakup 5 negara anggota ASEAN, sementara 5 negara anggota ASEAN lainnya belum dimasukkan. Sedangkan negara mitra perdagangan dan investasi hanya mengambil 14 negara yang memiliki volume perdagangan dan investasi terbesar.

2. Metode analisis data yang dipergunakan dalam penelitian ini adalah model gravitasi.

3. Penelitian ini menggunakan data agregat nasional baik negara ASEAN, maupun 14 negara mitra perdagangan dan investasi terbesar antara tahun 1982-2006.


(27)

4. Jarak antara negara diukur berdasarkan ibu kota negara baik negara ASEAN, maupun 14 negara mitra perdagangan dan investasi terbesar.

5. Data perdagangan yang digunakan dalam penelitian ini hanya data perdagangan barang. Perdagangan jasa belum dimasukkan dalam analisis. 6. Data tarif yang digunakan adalah tarif rata-rata, yang dihitung dengan

membagi total tarif yang diberlakukan dengan jumlah baris tarif barang yang diperdagangkan.

7. Data perdagangan dan investasi yang digunakan adalah data agregat nasional dari negara anggota ASEAN dan 14 negara mitra perdagangan dan investasi. 8. Variabel integrasi dihitung berdasarkan nilai indeks integrasi perdagangan dan


(28)

II. KEBIJAKAN INTEGRASI EKONOMI ASEAN

2.1. Pembentukan ASEAN

ASEAN merupakan organisasi kerjasama regional Asia Tenggara yang dideklarasikan di Bangkok pada tanggal 8 Agustus 1967, atas inisiatif Indonesia, Malaysia, Filipina, Thailand dan Singapura. Dasar pertimbangan pembentukannya adalah memperkuat stabilitas ekonomi, sosial, dan menjamin stabilitas keamanan, yang bertujuan meningkatkan pertumbuhan ekonomi, kemajuan ekonomi, kemajuan sosial, dan kemajuan budaya.

Perkembangan berikutnya anggota ASEAN bertambah dengan masuknya Brunai Darussalam menjadi anggota keenam pada tanggal 7 Januari 1984. Pada bulan Juli tahun 1994 Vietnam menjadi anggota penuh. Tiga negara Indocina masuk menjadi anggota, yaitu Kamboja, Laos dan Myanmar pada KTT ke-5 di Bangkok pada tahun 1995. Sejak itu, integrasi ASEAN lengkap menjadi 10 negara anggota.

2.2. Kerjasama Bidang Ekonomi

Dalam bidang ekonomi disepakati bahwa kerjasama ASEAN perlu diprioritaskan dalam bentuk konsolidasi ke dalam. Bidang ekonomi masih merupakan bagian yang paling lemah setiap negara anggota. Dalam bidang ekonomi, telah disepakati kerjasama mengenai basic commodity, terutama pangan dan energi, kerjasama di bidang industri, kerjasama di bidang perdagangan dan dalam masalah ekonomi lainnya. Semua negara anggota sepakat untuk mengambil bagian dan mendirikan kawasan perdagangan bebas, yang disebut


(29)

ASEAN Free Trade Area (AFTA) yang pembentukannya berlangsung selama 10 tahun.

Ada tiga alasan mengapa ASEAN menyetujui AFTA. Pertama, ASEAN mengkhawatirkan efek pengalihan perdagangan dengan adanya NAFTA dan pasar tunggal Eropa, juga kebangkitan ekonomi Cina. Kedua, perekonomian ASEAN telah berubah sesuai kebijakan yang dianut. Ketiga, kawasan tersebut harus mempertahankan kedekatan dan statusnya setelah selesainya masalah Kamboja dengan menggunakan tujuan ekonomi. Keberadaan AFTA terutama bukan dimaksudkan untuk meningkatkan perdagangan regional, melainkan lebih sebagai penarik investasi dan sebagai jawaban terhadap masalah pengalihan investasi yang dialami kawasan ASEAN dengan kebangkitan Cina.

Jalan menuju AFTA ditempuh melalui Common Effective Preferential Tariff (CEPT) yang ditandatangani pemimpin negara anggota ASEAN pada bulan Januari 1992. Realisasinya adalah setiap negara akan menurunkan tarif bea masuk atau mengurangi restriksi non-tarif bagi sesama negara anggota, khususnya bagi produk yang masuk dalam kesepakatan yang berlaku di kawasan integrasi.

Pertemuan menteri membahas area perdagangan bebas AFTA di Chiangmai Thailand, memutuskan untuk mempercepat realisasi AFTA dari 15 tahun menjadi 10 tahun. Hal tersebut dilakukan karena keberhasilan dalam realisasi CEPT dan komitmen ASEAN dalam melaksanakan liberalisasi. Disepakati pula untuk menurunkan tarif pada jalur normal (normal track) dan jalur cepat (fast track). CEPT mencakup berbagai produk manufaktur dan produk pertanian yang diproses dan tarif yang dikenakan secara bertahap akan diturunkan antara 0-5 persen. Pada jalur normal, disepakati tarif yang berada di atas 20


(30)

persen menjadi 20 persen pada 1 Januari 1998 dan berikutnya dari 20 persen menjadi 0-5 persen pada 1 Januari 2003.

Konferensi Tingkat Tinggi ASEAN tanggal 15–16 Desember 1998, memutuskan untuk mempercepat pelaksanaan area perdagangan bebas AFTA agar secara cepat menurunkan tarif dari produk-produknya. Setiap negara akan menurunkan tarif sampai 0 persen atau tidak lebih dari 5 persen dari sedikitnya 85 persen produk yang diikutsertakan dalam inclusion list (daftar produk yang diikutsertakan dalam AFTA) pada tahun 2000. Daftar produk yang terkena tarif antara 0-5 persen ditingkatkan menjadi sedikitnya 90 persen pada tahun 2001 kemudian menjadi 100 persen pada tahun 2002. Kesepakatan ini juga berlaku bagi negara anggota lainnya, namun bagi Vietnam baru mulai berlaku tahun 2003 sedangkan untuk Laos dan Myanmar tahun 2005. Untuk pengenaan tarif 0 persen bagi Vietnam berlaku tahun 2006 dan untuk Laos dan Myanmar tahun 2008.

Pada bidang investasi, langkah yang ditempuh adalah memberi tambahan perlakuan khusus kepada investor dari negara anggota dan non-anggota di bidang manufaktur yang implementasinya dimulai 1 Januari 1999 sampai 31 Desember 2000. Dalam rencana aksi Hanoi yang merupakan penjabaran visi ASEAN 2020 disebutkan tekad untuk memperkuat makroekonomi dan kerjasama keuangan melalui pemeliharaan stabilitas makroekonomi dan keuangan regional, meningkatkan liberalisasi sektor jasa keuangan, mengintensifkan kerjasama keuangan, pajak, asuransi serta pengembangan pasar modal.

Konferensi Tingkat Tinggi ASEAN di Manila tanggal 28 November 1999 menyepakati untuk menghapuskan semua bea masuk bagi 6 negara pendiri pada tahun 2010, lebih cepat dari rencana semula tahun 2015. Menyepakati pula untuk


(31)

hal yang sama bagi 4 negara anggota lainnya pada tahun 2015. Perdagangan bebas AFTA telah dilaksanakan oleh 6 negara pembentuk AFTA pada 15 kelompok komoditi sejak 1 Januari 2003. Transaksi perdagangan kelompok komoditi itu bebas dari semua hambatan tarif dan non-tarif.

Pertemuan menteri perdagangan dan ekonomi ASEAN di Phnom Penh, Kamboja tanggal 2 September 2003, menyetujui untuk mempertimbangkan pembentukan ASEAN Economic Community (AEC) dan tahun 2020 ditetapkan sebagai batas waktu pembentukannya. Konsep AEC ini akhirnya disepakati dalam KTT di Bali pada bulan Oktober 2003. AEC ini mirip dengan integrasi yang dilakukan Uni Eropa sampai pada pembentukan mata uang bersama (Currency Union). Dengan AEC segala bentuk tarif akan dihilangkan, mobilitas faktor produksi semakin bebas, fleksibilitas harga dan upah semakin tinggi.

Integrasi ekonomi ASEAN yang lebih luas diharapkan akan mampu menjawab berbagai tantangan krisis, menggalang solidaritas kerjasama ekonomi, dan memecahkan krisis ekonomi secara terpadu.

2.2.1. Kerjasama Perdagangan ASEAN

Dalam blue print perjanjian kerjasama, telah disepakati beberapa hal yang terdiri atas aliran bebas barang, aliran bebas investasi dan aliran bebas modal untuk mewujudkan pasar dan basis produksi tunggal ASEAN. Beberapa kesepakatan untuk memperlancar aliran bebas barang adalah:

1. Common Effective Preferential Tarrifs - ASEAN Free Trade Agreement

(CEPT-AFTA) pada tahun 2008-2009.

2. Reduksi tarif dengan rumusan menyelesaikan jadwal reduksi tarif sampai 0,5 persen untuk semua produk inclution list dengan pengaturan waktu khusus


(32)

bagi Laos dan Kamboja.

3. Penghapusan tarif dengan merumuskan dan melengkapi produk di luar skema CEPT sesuai dengan kesepakatan CEPT serta menghapuskan kewajiban impor sebesar 60 persen dari semua produk IL, kecuali yang dilakukan bertahap untuk produk dan waktu tertentu bagi Laos, Myanmar, dan Kamboja.

4. Program kerja fasilitasi perdagangan dengan rumusan: (1) penyelesaian program kerja yang komprehensif untuk memfasilitasi perdagangan dan penilaian kondisi fasilitasi perdagangan, (2) mendorong transparansi dan visibilitas atas tindakan dan intervensi stakeholders di dalam transaksi perdagangan internasional, (3) menyederhanakan, mengharmoniskan dan menstandarisasi perdagangan untuk menggerakkan barang dan jasa, (4) menghapuskan tarif atas semua produk, kecuali yang dilakukan bertahap bagi anggota, serta menghapuskan tarif atas semua produk yang telah disetujui dan menghapuskan kewajiban impor atas produk dan waktu yang disepakati, dan (5) menurunkan tarif produk serta daftar produk sisanya ke dalam skema kesepakatan CEPT.

5. Menghapuskan hambatan non-tarif, dengan rumusan: (1) mempercayai komitemen standstill dan roll-back pada NTB (Non Tariff Barrier), yang akan segera berlaku serta meningkatkan transparansi dengan mematuhi protokol prosedur notifikasi dan menyusun mekanisme pengawasan, dan (2) menghapuskan NTB untuk ASEAN-5 serta membangun pusat fasilitasi perdagangan ASEAN.

6. Integrasi bea cukai dengan rumusan: (1) mengintegrasikan struktur bea cukai, (2) memodernisasi teknik bea cukai, dipandu dengan prosedur dan formalitas


(33)

bea cukai yang sederhana dan terharmonisasi yang sesuai dengan standar dan praktek terbaik internasional, (3) membangun sistem transit bea cukai untuk memfasilitasi pergerakan barang, membangun sistem bea cukai yang sesuai, (4) modernisasi klasifikasi tarif, sistem penetapan nilai dan sistem penetapan, dan (5) mengadopsi standar dan praktek internasional untuk menjamin sistem klasifikasi tarif yang seragam, memperhalus penghapusan bea cukai serta memperkuat pembangunan sumberdaya manusia.

7. Standar dan kesesuaian dengan menjalankan skema regulasi, memonitor implementasi skema regulasi, badan penilai kesesuaian memonitor implementasi rezim regulasi tunggal, menjalankan persyaratan teknis terharmonisasi, mengimplementasikan dan memperkuat kompetensi dan kepercayaan antar otoritas, harmonisasi prasyarat teknis serta meningkatkan infrastruktur teknis.

2.2.2 Perdagangan ASEAN dalam Kerangka AFTA

Pelaksanaan CEPT-AFTA yang dimulai pada tahun 1993 ternyata dapat berpengaruh terhadap peningkatan perdagangan intra-ASEAN-5 dari US$ 81 068 miliar (tahun 1993) menjadi US$ 326 128 miliar (tahun 2006). Setelah krisis ekonomi di kawasan ASEAN-5 tahun 1997-1998, perdagangan intra-anggota mengalami peningkatan cukup baik dan mencapai puncaknya pada tahun 2000 dengan nilai sebesar US$ 163 538 miliar atau tumbuh 25.52 persen dari tahun sebelumnya. Angka perdagangan tersebut mengalami peningkatan pada tahun 2005 dan 2006 secara berurutan sebesar US$ 284 518 miliar dan US$ 326 128 miliar. Meskipun telah menunjukan peningkatan, perdagangan intra selama ini masih jauh lebih kecil dibandingkan dengan perdagangan yang dilakukan dengan


(34)

negara-negara di luar kawasan ASEAN (extra-ASEAN trade). Persentase perdagangan intra terhadap total perdagangan hanya berkisar antara 19-22 persen. Secara jelas perdagangan intra sejak 1993 sampai 2008 disajikan pada Tabel 4. Tabel 4. Total Nilai Perdagangan Intra-ASEAN Tahun 1993-2008

(US$ juta)

Tahun Negara

Indonesia Malaysia Filipina Singapura Thailand 1993 7 655 21 890 2 678 37 166 11 679 1994 9 138 26 204 3 889 49 729 15 070 1995 10 694 30 958 4 846 56 308 19 430 1996 13 859 37 376 6 982 61 803 21 868 1997 14 264 38 088 8 309 66 190 21 647 1998 13 906 34 551 8 249 49 645 13 752 1999 13 061 34 297 9 450 55 510 17 889 2000 17 664 40 343 10 938 71 075 23 518 2001 15 233 36 278 9 650 61 806 22 596 2002 16 929 39 372 11 071 64 404 23 718 2003 18 755 47 039 12 979 91 328 29 199 2004 24 680 57 928 15 193 109 678 37 004 2005 33 153 65 797 16 024 124 125 45 419 2006 37 862 73 270 18 410 146 102 50 484 2007 46 084 82 611 20 907 160 853 57 886 2008 68 162 85 076 21 398 171 355 69 375 Sumber: ASEAN Statiscal Yearbook, 2008.

Perdagangan selama ini masih sangat mengandalkan mitra dagang negara-negara maju seperti Amerika Serikat, Jepang, dan Eropa. Pada tahun 2003, perdagangan dengan Amerika Serikat mencapai 14.1 persen dari total nilai perdagangan ASEAN, kemudian disusul berturut-turut dengan Jepang (13.7 persen), Uni Eropa (11.5 persen), dan Cina (7 persen). Hal ini mencerminkan tingkat integrasi ekonomi kawasan masih relatif rendah dibandingkan misalnya, dengan integrasi NAFTA atau Uni Eropa.

Implementasi AFTA selama ini masih menghadapi beberapa kendala. Kendala tersebut antara lain lemahnya komitmen negara anggota untuk mencapai


(35)

target liberalisasi perdagangan sebagaimana yang telah disepakati dalam CEPT merupakan hambatan utama yang dihadapi dalam pelaksanaan AFTA. Beberapa negara anggota sampai saat ini masih belum bersedia menurunkan tarif dan menghapuskan hambatan non-tarif atas produk-produk tertentu dengan alasan untuk melindungi industri dalam negeri yang dianggap masih belum siap.

Masalah lain adalah adanya perbedaan tingkat pembangunan ekonomi nasional dan keterbatasan kemampuan sumberdaya dari sebagian negara anggota dalam memasuki era liberalisasi perdagangan regional. Di samping itu, masih adanya keraguan dari sebagian negara anggota terhadap kemampuan AFTA dalam meningkatkan perdagangan dan investasi (FDI) di kawasan juga ikut menghambat pelaksanaan AFTA.

Hal tersebut terbukti dengan adanya beberapa negara anggota yang melakukan perdagangan bebas secara bilateral dengan negara maju. Singapura, misalnya menandatangani FTA dengan New Zealand (2002), Amerika Serikat (2001), Jepang (2002), dan Australia (2002). Demikian pula FTA Thailand dengan Australia (2005). Sedangkan Malaysia dan Indonesia sampai saat ini masih merundingkan FTA bilateral dengan Jepang.

Ada beberapa alasan yang mendorong negara-negara ASEAN untuk mengadakan perjanjian FTA bilateral. Pertama, untuk memberi tekanan kepada negara-negara ASEAN yang selama ini masih enggan untuk meliberalisasi perdagangannya secara penuh. Kedua, krisis ekonomi dan keuangan tahun 1997-1998 yang melanda sebagian negara anggota telah menyebabkan kemunduran ekonomi kawasan, khususnya di sektor ekspor dan investasi. Ketiga,


(36)

perkembangan ekonomi Cina yang pesat dikhawatirkan akan mengancam industri manufaktur dan daya saing ekspor negara-negara ASEAN (Aslam, 2003).

2.2.3. Kerjasama Investasi ASEAN

Kesepakatan dalam rangka mendorong dan memperlancar aliran investasi di kawasan ASEAN adalah:

1. Kesepakatan investasi yang telah merumuskan draft ASEAN Comprehensive Investment Agreement (ACIA)

2. Liberalisasi dengan rumusan: (1) memulai fase pertama dari pengurangan progresif dan penghapusan hambatan investasi, (2) memulai fase pertama dari pengurangan progresif/penghapusan hambatan investasi untuk delapan negara anggota pada waktu yang disepakati, menyelesaikan fase akhir dari pengurangan progresif/penghapusan hambatan investasi, dan (3) mewujudkan rezim investasi bebas dan terbuka dengan hambatan investasi, memulai fase kedua dari pengurangan progresif/penghapusan hambatan investasi

3. Promosi dengan rumusan: (1) mengatur dua misi investasi inbound dan

outbound, (2) mengatur dua misi investasi inbound dan outbound, dan mengatur dua misi investasi inbound dan outbound per tahun, (3) melanjutkan rangkaian seminar investasi mengenai peluang di negara ASEAN-6, dan (4) mendorong kluster dan jaringan produksi regional melalui inisiatif kerjasama industrial serta mendorong kluster dan jaringan produksi regional melalui inisiatif kerjasama industrial.

4. Proteksi dengan mengorganisasikan seminar mengenai perlindungan investasi dan penyelesaian sengketa investasi.


(37)

Dalam rangka memperlancar aliran modal yang lebih bebas, telah dirumuskan beberapa langkah:

1. Memperkuat pasar modal ASEAN dengan melakukan harmonisasi yang lebih besar pada standar pasar modal pada bidang-bidang yang menawarkan aturan untuk sekuritas hutang, persyaratan penyingkapan dan distribusi aturan,

memfasilitasi MRA atau kesepakatan untuk pengakuan kualifikasi dan pendidikan serta pengalaman dari pasar profesional, mencapai fleksibilitas yang lebih besar pada bahasa dan penyusunan persyaratan hukum untuk penerbitan sekuritas. Meningkatkan struktur pajak, jika memungkinkan, untuk mendorong luasnya investor base pada penerbitan hutang. Membiarkan mobilitas modal yang lebih besar. Liberalisasi pergerakan modal dipandu dengan prinsip-prinsip: (1) menjamin liberalisasi akuntansi modal yang teratur dan konsisten dengan agenda nasional negara-negara anggota dan kesiapan ekonominya, (2) menyediakan pengaman yang mencukupi terhadap potensi instabilitas makroekonomi dan risiko sistemik yang mungkin timbul dari proses liberalisasi, termasuk hak-hak untuk mengadopsi tindakan yang diperlukan untuk menjamin stabilitas makroekonomi, dan (3) menjamin manfaat liberalisasi secara bersama oleh semua negara anggota.

2. Investasi langsung luar negeri Foreign Direct Investasi (FDI), dengan rumusan: (1) menilai dan mengidentifikasikan aturan untuk liberalisasi aliran FDI yang lebih bebas yang mencakup: direct outward investment, direct inward investment dan likuidasi investasi langsung, dan (2) secara progresif meliberalisasikan, jika sesuai dan memungkinkan, daftar aturan pra industrial untuk aliran FDI yang lebih bebas. Meliberalisasikan, jika sesuai dan


(38)

memungkinkan, aspek lain yang berhubungan dengan: FDI, investasi portofolio, tipe aliran modal lainnya, mendukung FDI dan mendorong pembangunan pasar modal.

3. Investasi portofolio, dengan rumusan: (1) menilai dan mengidentifikasi aturan untuk liberalisasi aliran investasi portofolio yang lebih bebas, khususnya pada hutang dan ekuitas, yang mencakup; pembelian sekuritas hutang domestik dan ekuitas oleh residen, penerbitan sekuritas hutang dan ekuitas oleh non-residen secara lokal serta proses repatriasi yang muncul dari investasi portofolio dan penerbitan atau penjualan sekuritas hutang dan ekuitas, pembelian sekuritas hutang dan ekuitas ke luar negeri, dan (2) secara progresif meliberalisasikan daftar aturan pra-industrial untuk aliran FDI yang lebih bebas.

4. Tipe aliran lainnya, dengan rumusan: (1) menilai dan mengidentifikasi aturan untuk liberalisasi tipe aliran pinjaman luar negeri jangka panjang dan hutang, dan (2) menilai dan mengidentifikasi aturan untuk liberalisasi, khususnya pinjaman luar negeri jangka panjang dan hutang.

5. Transaksi neraca berjalan (current account), dengan rumusan: (1) membangun pasar finansial untuk menghapuskan, jika memungkinkan, struktur nilai tukar ganda, (2) memperlonggar hambatan untuk pembelian devisa dan tipe pembelian lainnya untuk transaksi yang tidak tampak (invisible transactions) dan transfer berjalan dan membangun pasar finansial, dan (3) menghilangkan atau memperlonggar, jika memungkinkan, hambatan untuk repatriasi/syarat penyerahan serta terus meliberalisasikan, jika memungkinkan, hal yang berhubungan dengan transaksi berjalan.


(39)

6. Fasilitasi, dengan rumusan: (1) membuat draft dan amendemen kerangka legal dan regulasi, jika sesuai dan memungkinkan, untuk mendukung perubahan pada aturan, (2) memperkuat dialog kebijakan mengenai aturan kehati-hatian (prudential regulation) dan supervisi, untuk membantu negara anggota membangun kerangka regulasi yang mendukung bagi liberalisasi serta membangun dan memperbaiki sistem untuk memonitor aliran di setiap negara anggota, dan (3) kerjasama antar negara untuk mengharmonisasikan kebijakan, statistika dan infrastruktur yang berhubungan dengan aliran serta membagi bersama-sama mengenai kemajuan pada aturan yang diliberalisasikan.

2.2.4. Kinerja Investasi ASEAN

Kinerja investasi ASEAN sejak diberlakukannya AFTA mengalami kenaikan yang signifikan. Namun sejak tahun 1997 investasi terus menurun, sampai dengan tahun 2008 dengan nilai investasi sebesar US$ 40 375 miliar. Realisasi investasi ASEAN disajikan pada Tabel 5.

Tabel 5. Foreign Direct Invesment Inflows Negara ASEAN dari ASEAN

(US$ juta)

Tahun Negara

Indonesia Malaysia Filipina Singapura Thailand 2000 109.6 87.2 92.1 640.7 -225.0 2001 323.1 208.2 34.0 1 982.4 -66.9 2002 321.3 1 050.4 22.6 2 045.5 274.6 2003 260.0 614.4 -12.6 1 683.5 143.9 2004 290.7 708.8 158.6 1 593.4 171.3 2005 214.3 1 275.0 76.1 2 576.7 28.1 2006 552.9 686.1 149.8 5 921.7 245.7 2007 232.6 896.0 81.6 7 230.8 736.9 2008 710.1 3 011.3 70.7 5 875.2 935.2 2000-2008 3 014.6 8 537.4 671.9 29 550.0 2 243.9 Sumber: ASEAN Statiscal Yearbook, 2008.


(40)

Sedang penerimaan FDI dari luar negara anggota ASEAN disajikan pada Tabel 6. Mencermati data yang disajikan dalam Tabel 6, hanya Indonesia yang pernah mengalami negatif investasi. Beberapa kendala yang menyebabkan prestasi investasi Indonesia tertinggal jauh dari negara ASEAN disinyalir antara lain disebabkan kebijakan pajak, instabilitas kebijakan, korupsi dan pungutan liar. Tabel 6. Foreign Direct Invesment Inflows dari Negara non-ASEAN

(US$ juta)

Tahun Negara

Indonesia Malaysia Filipina Singapura Thailand 2000 -4 550.0 3 787.6 2 239.6 16 485.4 3 350.3 2001 -3 278.5 553.9 195.0 15 649.0 1 300.3 2002 144.9 3 203.4 1 542.0 7 200.0 1 200.1 2003 -596.1 2 473.2 490.8 11 664.0 1 450.1 2004 1 894.5 4 623.9 687.8 19 827.5 1 610.1 2005 8 336.0 3 964.8 1 854.0 15 001.9 2 020.8 2006 5 556.2 6 059.7 2 345.0 24 055.4 2 360.0 2007 6 928.3 8 401.2 2 916.0 31 550.3 11 238.1 2008 8 33.8 8 053.0 1 520.0 22 801.8 9 834.5 2000-2008 34 249.6 67 263.6 22 801.8 225 456.8 83 294.9 Sumber: ASEAN Statiscal Yearbook, 2008.

2.3. Kerjasama ASEAN dengan Kawasan Integrasi Ekonomi Lain

Banyak masalah perekonomian tidak dapat diselesaikan bila hanya dilakukan dengan sesama anggota. Karena itu, ASEAN telah membuat langkah utama dalam membangun kerjasama dengan negara di kawasan Asia-Pasifik. Kerjasama dengan negara-negara Asia Timur dipercepat dengan diadakannya dialog atau pertemuan tahunan antara para pemimpin ASEAN, Cina, Jepang, dan Republik Korea. Hal tersebut sesuai Visi ASEAN 2020 bahwa melalui pandangan keluar ASEAN berhasil menarik minat banyak orang terhadap ASEAN. Pada bulan November 1999, para pemimpin ASEAN, Cina, Jepang, dan Republik


(41)

Korea mengeluarkan pernyataan bersama atas kerjasama Asia Timur yang menjelaskan ruang kerjasama antara masing-masing negara.

Pertemuan ASEAN tahun 1992 menghasilkan pernyataan bahwa ”ASEAN sebagai bagian dari suatu dunia yang saling tergantung, perlu meningkatkan hubungan kerjasama dengan mitra dialognya”. Konsultasi antara ASEAN dan mitra dialognya dilaksanakan di tingkat menteri luar negeri setiap tahun. Mitra dialognya meliputi Australia, Austria, Kanada, Cina, Uni Eropa, India, Jepang, Republik Korea, Selandia Baru, Rusia, Amerika Serikat, dan Program Pengembangan Perserikatan Bangsa-Bangsa. ASEAN juga mempromosikan kerjasama dengan Pakistan dalam sektor tertentu.

Konsisten dengan keputusannya meningkatkan kerjasama dalam pengembangan kawasan lain, ASEAN memelihara kontak dengan organisasi antar pemerintah lain, yakni Organisasi Kerjasama Ekonomi, Dewan Kerjasama Teluk, Perkumpulan (group) Rio, kerjasama regional dengan Perhimpunan Asia Selatan, dan Forum Pasifik Selatan. Negara anggota juga berpartisipasi aktif dalam aktivitas Kerjasama Ekonomi Asia-Pasifik (APEC), Pertemuan Asia-Eropa (ASEM). Selain itu, negara anggota membentuk perjanjian bilateral dengan negara mitra dagang dan investasinya, seperti perjanjian bilateral antara Singapura dengan Amerika Serikat, Singapura dengan Jepang, Malaysia dengan Amerika Serikat serta beberapa kesepakatan bilateral lainnya.


(42)

III.

KAJIAN TEORITIS INTEGRASI EKONOMI

3.1. Teori Integrasi Ekonomi

Integrasi dalam ilmu ekonomi pertama kali digunakan dalam konteks organisasi dalam suatu industri sebagaimana dikemukakan oleh Machlup (Jovanovic, 2006). Integrasi digunakan untuk menggambarkan kombinasi atau penyatuan beberapa perusahaan dalam suatu industri, baik secara vertikal maupun horizontal. Kemudian istilah integrasi ekonomi dalam konteks negara, yang menggambarkan penyatuan beberapa negara dalam satu kesatuan, diawali dengan munculnya teori Custom Union (CU) oleh Viner (1950). Tetapi definisi yang baku tentang integrasi ekonomi di antara para ekonom belum juga ditemukan hingga saat ini. Para ekonom mengembangkan berbagai definisi mengenai integrasi ekonomi dari berbagai sudut pandang yang berbeda satu sama lain.

Jovanovic (2006) dengan ringkas telah mendokumentasikan berbagai definisi integrasi yang berkembang, antara lain definisi yang dikemukakan oleh Tinbergen, Balassa, Holzman, Kahneert, serta Menis dan Sauvant. Tinbergen (1962) membedakan definisi integrasi sebagai bentuk penghapusan diskriminasi serta kebebasan bertransaksi (negative integration) dan sebagai bentuk penyerahan kebijakan pada lembaga bersama (positive integration).

Balassa (1961) membedakan integrasi sebagai konsep dinamis melalui penghapusan diskriminasi di antara negara yang berbeda, maupun dalam konsep statis dengan melihat ada tidaknya perbedaan dalam diskriminasi. Holzman menyatakan integrasi ekonomi sebagai situasi ketika dua kawasan


(43)

menjadi satu atau mempunyai satu pasar yang ditandai harga barang dan faktor produksi yang sama di antara dua kawasan tersebut. Definisi tersebut mengasumsikan bahwa tidak ada hambatan pergerakan barang, jasa dan faktor produksi serta adanya lembaga yang memfasilitasi pergerakan tersebut.

Dari beberapa definisi integrasi tersebut, Jovanovic (2006) menyimpulkan bahwa konsep integrasi ekonomi merupakan konsep yang cukup kompleks dan harus didefinisikan secara hati-hati. Secara umum, integrasi ekonomi dapat didefinisikan sebagai sebuah proses yang dilakukan oleh sekelompok negara dalam rangka meningkatkan kemakmurannya. Dalam upaya meningkatkan kemakmuran tersebut, integrasi merupakan pilihan kebijakan yang lebih efisien dibanding apabila setiap negara melakukan upaya secara unilateral.

Integrasi ekonomi juga mensyaratkan paling tidak adanya beberapa pembagian tenaga kerja dan kebebasan mobilitas barang dan jasa dalam suatu kelompok negara. Integrasi pada tingkatan yang lebih tinggi juga mensyaratkan mobilitas yang bebas atas faktor produksi dalam intra-kawasan, termasuk hambatan pergerakan faktor produksi antar area yang terintegrasi.

Definisi integrasi ekonomi yang ditandai oleh adanya mobilitas barang dan jasa serta faktor produksi tersebut sesuai dengan definisi integrasi menurut United Nation Conference on Trade and Development (UNCTAD) maupun Pelkman (2001). UNCTAD (2006) mendefinisikan integrasi ekonomi sebagai kesepakatan yang dilakukan untuk memfasilitasi perdagangan internasional dan pergerakan faktor produksi lintas negara. Sementara Pelkman (2001) mendefinisikan integrasi ekonomi sebagai integrasi yang ditandai oleh penghapusan hambatan-hambatan


(44)

ekonomi (economic frontier) antara dua atau lebih ekonomi atau negara. Hambatan-hambatan ekonomi tersebut meliputi semua pembatasan yang menyebabkan mobilitas barang, jasa, faktor produksi, dan juga aliran komunikasi, secara aktual maupun potensial relatif rendah. Dalam definisi ini, pengertian

economic frontier berbeda dengan teritorial frontier.

Alasan integrasi ekonomi didasarkan pada teori perdagangan bebas tanpa hambatan baik berupa tarif maupun non-tarif yang bertujuan untuk meningkatkan volume perdagangan, peningkatan efisiensi produksi, peningkatan pertumbuhan ekonomi dan kesejahteraan masyarakat. Integrasi ekonomi memiliki prinsip dan mekanisme yang sama dengan perdagangan bebas, atas dasar suatu kesepakatan di antara anggota yang melakukan perjanjian di antara negara-negara yang berada dalam satu kawasan maupun atas kepentingan tertentu.

Integrasi ekonomi mengacu pada suatu kebijakan komersial atau kebijakan perdagangan yang secara diskriminatif menurunkan atau menghapuskan hambatan perdagangan hanya di antara negara anggota yang sepakat untuk membentuk suatu integrasi ekonomi. Semua bentuk hambatan perdagangan baik tarif maupun non-tarif sengaja diturunkan atau bahkan dihapuskan. Sedangkan negara yang bukan anggota masih berhak untuk menerapkan kebijakan secara sendiri apakah mereka menerapkan tarif dan non-tarif.

Dalam integrasi ekonomi terjadi perlakuan diskriminatif antara negara anggota dengan negara di luar anggota integrasi ekonomi dalam melakukan perdagangan dan investasi sehingga akan memberikan dampak kreasi dan dampak diversi bagi negara anggota. Krugman (1991) memperkenalkan suatu pendekatan bahwa secara alami blok perdagangan didasarkan pada pendekatan geografis yang


(45)

dapat memberikan efisiensi dan meningkatkan kesejahteraan bagi negara yang berintegrasi.

Perkembangan terbaru tentang blok-blok perdagangan regional adalah dengan banyaknya perjanjian kesepakatan baru yang ditandatangani mengenai

Preferential Trade Arragement (PTAs) sejak tahun 1990. PTAs adalah suatu persetujuan antar dua negara atau lebih yang memberlakukan tarif yang lebih rendah untuk produk yang diperdagangkan di antara mereka dibandingkan dengan produk yang diperdagangkan dengan negara luar.

Meskipun terjadi perdebatan secara substansial dalam jangka pendek mengenai penyesuaian biaya dan pengurangan hambatan perdagangan, namun secara umum lebih menyepakati bahwa peningkatan keterbukaan perdagangan dalam jangka panjang memiliki dampak positif yang signifikan pada pembangunan ekonomi. Dalam konteks ini kemajuan pada kesepakatan perdagangan preferensial (PTAs) dan kesepakatan perdagangan multilateral akan memberikan implikasi penting pada pertumbuhan ekonomi dan pengurangan kemiskinan dalam pembangunan dunia di masa yang akan datang.

3

3

Secara teoritis Solvatore (1997)4

1. Pengaturan perdagangan preferensial (Preferential Trade Arragements) dibentuk oleh negara-negara yang sepakat menurunkan hambatan-hambatan perdagangan yang berlangsung di antara mereka dan membedakannya dengan negara-negara yang bukan anggota.

menguraikan integrasi ekonomi yang terdiri dari:

3

Preferential trade agreements in Asia and the Oacific, Asian Development outlook 2002. 4


(46)

2. Kawasan perdagangan bebas (Free Trade Area) dimana semua hambatan perdagangan baik tarif maupun non-tarif di antara negara-negara anggota dihilangkan sepenuhnya, namun masing-masing negara anggota tersebut masih berhak menentukan sendiri apakah mempertahankan atau menghilangkan hambatan-hambatan perdagangan yang diterapkan terhadap negara-negara di luar anggota.

3. Persekutuan pabean (Customs Union) mewajibkan semua negara anggota untuk tidak hanya menghilangkan semua bentuk hambatan perdagangan di antara mereka, namun juga menyeragamkan kebijakan perdagangan mereka terhadap negara luar yang bukan anggota.

4. Pasaran bersama (Common Market) yaitu suatu bentuk integrasi yang tidak hanya membebaskan perdagangan barang, tetapi juga membebaskan arus faktor produksi, seperti tenaga kerja dan modal dari semua hambatan.

5. Uni Ekonomi (Economic Union) yaitu dengan menyeragamkan kebijakan-kebijakan moneter dan fiskal dari masing-masing negara anggota yang berada dalam suatu kawasan atau bagi negara-negara yang melakukan kesepakatan.

Teori lain tentang integrasi ekonomi dikemukakan Balassa (1961) yang membagi proses pelaksanaan integrasi dalam enam tahap:

1. Preferential Trading Area (PTA) yaitu blok perdagangan yang memberikan keistimewaan untuk produk-produk tertentu dari negara tertentu dengan melakukan pengurangan tarif, namun tidak menghilangkannya sama sekali.


(47)

2. Free Trade Area (FTA) suatu kawasan yang menghapuskan tarif dan kuota antar negara anggota, namun masing-masing negara tetap menerapkan tarif mereka masing-masing terhadap negara bukan anggota. 3. Customs Union (CU) merupakan FTA yang meniadakan hambatan

pergerakan komoditi antar negara anggota dan menerapkan tarif yang sama terhadap negara bukan anggota.

4. Common Market (CM) merupakan CU yang juga meniadakan hambatan-hambatan pada pergerakan faktor-faktor produksi (barang, jasa, dan aliran modal). Kesamaan harga dari faktor-faktor produksi diharapkan dapat menghasilkan alokasi sumberdaya yang efisien.

5. Economic Union merupakan suatu CM dengan tingkat harmonisasi kebijakan ekonomi nasional yang signifikan (termasuk pengambilan kebijakan struktural).

6. Total Economic Integration penyatuan moneter, fiskal, dan kebijakan sosial yang diikuti dengan pembentukan lembaga supra nasional, dengan keputusan-keputusan yang mengikat bagi seluruh negara anggota.

Tahapan integrasi Ballasa tersebut memberikan urutan untuk keperluan analisis dan membantu memahami tambahan kebijakan yang diperlukan dalam setiap tahapan integrasi. Dalam perkembangannya, Balassa melakukan penyesuaian pada beberapa hal. Secara teoritis Balassa (1961) menunjukkan bahwa semakin tinggi tahapan integrasi ekonomi, semakin kompleks persyaratan kebijakan yang diperlukan.

Balassa (1961) mengungkapkan bahwa perluasan tahapan integrasi ekonomi terdiri: (1) Regional Autarky yaitu bilateral trade agreements, (2)


(48)

FTA yaitu penghapusan tarif dan kuota antara negara anggota, tarif nasional tetap ada dan diberlakukan ke negara bukan anggota, (3) Custom Union yaitu penghapusan tarif dan kuota antar negara anggota dan pengenaan tarif yang sama pada negara non-anggota, (4) Common Market dimana faktor produksi barang dan jasa bergerak bebas, (5) Economic Union yaitu harmonisasi atau koordinasi beberapa kebijakan nasional. Transfer beberapa kebijakan nasional ke level supra nasional, (6) Monetery Union yaitu pemberlakuan mata uang tunggal (single currency) dan Single Central Bank, (7) Fiscal Union yaitu harmonisasi pajak pada semua negara anggota, dan (8) Political Union yaitu lembaga demokratis pada level supranatural.

Perjanjian perdagangan preferensial (PTAs) adalah kesepakatan antara dua negara atau lebih dimana tarif yang dikenakan pada barang yang diperdagangkan bagi negara anggota lebih rendah dibanding dengan tarif yang diperdagangkan dengan negara di luar anggota.5

5

Panagariya (2000) The defenition used in this chapter are generally based on tehe discussion in the paper and in Appleyard and Field (1998)

PTAs dapat diartikan secara luas, meliputi

Regional Trading Arragement (RTAs) yang merupakan kesepakatan yang dibentuk dalam satu kawasan, kesepakatan perdagangan antar negara-negara berkembang, kesepakatan perdagangan antar kawasan dan bentuk kesepakatan lainnya yang bertujuan untuk memperlancar arus barang dan jasa. Bentuk kesepakatan perdagangan yang telah dibentuk telah mengarah pada perdagangan bebas seperti World Trade Organization (WTO), Association of Southeast Asian Nations (ASEAN), ASEAN Free Trade Area (AFTA), Australian dan New Zealand yaitu Closer Economic Relation Trade Agreement (CER), South Pacific Regional Trade and Economic Coorporation Agreement (SPARTECA), Asian


(49)

Pacific Economic Coorporation (APEC), European Union (EU), North American Free Trade (NAFTA), European Free Trade Area (EFTA), Andean Pact,

Economic Cooperation Organization (ECO), dan Southern Common Market

(Mercosur).

Secara umum, bentuk kesepakatan perdagangan antara dua negara atau lebih, baik PTAs, sistem perdagangan multilateral, sistem perdagangan dalam suatu kawasan maupun organisasi perdagangan dunia memiliki prinsip yang sama yaitu menurunkan atau menghilangkan semua bentuk hambatan perdagangan, baik tarif maupun non-tarif. Cakupan integrasinya mulai dari integrasi untuk perdagangan barang dan jasa sampai pada pasar tunggal bersama yang meliputi semua aspek ekonomi seperti perdagangan barang dan jasa, perdagangan faktor produksi, integrasi dalam moneter dan integrasi kebijakan ekonomi secara menyeluruh. Tujuan yang paling mendasar dari integrasi ekonomi ini adalah meningkatkan volume perdagangan barang dan jasa, meningkatkan mobilitas kapital dan tenaga kerja, meningkatkan produksi, meningkatkan efisiensi produksi serta meningkatkan daya saing produk yang dihasilkan.

Pembentukan integrasi ekonomi akan menciptakan dampak meningkatnya kesejahteraan negara-negara anggota secara keseluruhan karena akan mengarah pada peningkatan spesialisasi produksi, yang didasarkan pada keuntungan komparatif setiap negara.

Uraian tersebut diperkuat oleh hasil kajian dari Dollar (1992), Sach and Warner (1995), Edwards (1998) dan Wacziarg (2001) bahwa integrasi ekonomi yang menurunkan atau menghilangkan semua hambatan perdagangan di antara negara-negara anggota dapat meningkatkan daya saing dan membuka besarnya


(50)

pasar pada negara anggota. Selain itu, integrasi ekonomi juga dapat meningkatkan persaingan industri domestik yang dapat memacu efisiensi produktif di antara produsen domestik dan meningkatkan kualitas/kuantitas dari input dan barang dalam perekonomian, produsen domestik dapat meningkatkan keuntungan dan semakin besarnya pasar ekspor serta meningkatkan kesempatan kerja.

Soloaga dan Winters (2001) yang meneliti tentang European Union menyimpulkan bahwa efek European Union terhadap arus perdagangan negara anggota sangat signifikan positif, yaitu meningkatkan volume perdagangan negara anggota. Begitu pula dengan efek dari EFTA sangat signifikan positif terhadap volume perdagangan. Dengan demikian maka integrasi ekonomi dapat meningkatkan kesejahteraan masyarakat negara-negara anggota.

Namun, apabila negara anggota lebih banyak berdagang dengan negara di luar kawasan integrasi ekonomi daripada menjalin hubungan dagang yang intensif dengan negara anggota maka akan terjadi penurunan volume perdagangan dan selanjutnya akan menyebabkan penurunan kesejahteraan masyarakat negara anggota. Singkatnya, integrasi ekonomi dapat menimbulkan dampak kreasi dan diversi perdagangan.

Secara lengkap manfaat integrasi ekonomi: (1) produksi semakin efisien yang memungkinkan terjadinya spesialisasi, sehingga produk yang bersangkutan memiliki keunggulan komparatif, (2) produksi meningkat akibat meningkatnya volume perdagangan, (3) posisi tawar di forum internasional makin membaik sehingga memungkinkan peningkatan volume perdagangan, (4) kualitas produk dan faktor produksi makin meningkat yang disebabkan oleh perkembangan teknologi, (5) mobilitas modal dan tenaga kerja bebas keluar masuk sesama


(51)

negara anggota, dan (6) adanya koordinasi antara sesama anggota dalam kebijakan moneter dan fiskal. Kondisi tersebut akan meningkatkan pertumbuhan ekonomi bagi negara-negara anggota dalam satu kawasan yang terintegrasi secara ekonomi sehingga meningkatkan kesejahteraan masyarakat.

3.2. Dampak Kreasi dan Diversi Integrasi Ekonomi

Sebagaimana telah diuraikan sebelumnya bahwa integrasi ekonomi menimbulkan dampak kreasi dan dampak diversi bagi perdagangan negara-negara anggota. Kreasi perdagangan (trade creation) terjadi apabila sebagian produksi domestik di suatu negara yang menjadi anggota perserikatan pabean (integrasi ekonomi) atau dari negara luar yang bukan anggota digantikan dengan impor yang lebih efisien atau harganya lebih murah dari negara anggota lainnya.

Diversi perdagangan (trade diversion) terjadi apabila impor yang (efisien) murah dari negara luar yang bukan anggota perserikatan pabean tergusur oleh impor yang harganya lebih mahal dari negara anggota karena adanya pengenaan tarif bagi negara non anggota.6

Berkaitan dengan dampak kreasi dan diversi, De Melo, Panagariya and Rodrik (1992); Bhagwati and Panagariya (1996); dan Schiff (1997), mengungkapkan bahwa dampak diversi muncul melalui perdagangan antara negara anggota integrasi dengan non anggota integrasi, dimana pola spesialisasi

Dampak kreasi muncul karena selisih harga dunia dengan harga dalam kawasan integrasi ekonomi sangat kecil sehingga memberi kesejahteraan yang tinggi bagi negara anggota. Sedangkan dampak diversi muncul karena selisih antara harga dunia dengan harga yang ada dalam kawasan integrasi ekonomi sangat besar sehingga dapat mengurangi kesejahteraan negara anggota.

6


(52)

tidak optimal karena distribusi sumberdaya lintas anggota tidak representatif dari distribusi sumberdaya di dunia. Misalnya, suatu negara anggota integrasi ekonomi relatif kaya akan kapital, sementara negara lain di luar anggota kaya akan tenaga kerja (labour) maka harga produk yang intesif labour negara di luar anggota integrasi lebih murah dibanding harga produk yang sama yang diproduksi oleh negara integrasi ekonomi. Tetapi karena produk dari luar anggota dikenai tarif, maka harga yang diterima konsumen anggota integrasi menjadi mahal. Akibatnya, terjadi pengurangan kesejahteraan bagi konsumen dalam kawasan integrasi ekonomi. Hal ini menimbulkan dampak diversi yang lebih besar. Cernat (2001) menilai bahwa sebagian besar kesepakatan perdagangan regional atau Regional Trade Arrangements (RTAs) di Afrika tidak menimbulkan diversi tetapi membawa kreasi yang lebih besar.

3.3. Pengaruh Perdagangan Internasional

Konsep ekonomi berpandangan bahwa persaingan akan mengharuskan perusahaan-perusahaan yang bersaing dipasar akan menciptakan efisiensi, mengembangkan dan menguasai teknologi dan banyak melakukan inovasi. Apabila terwujud persaingan bebas secara internasional maka setiap perusahaan akan dapat memanfaatkan ”economies of scale”; perusahaan bisa menjadi besar dan produksi diperluas karena perdagangan bebas dapat memperluas pasar. Manfaat adanya ”economic of scale” yang diterima suatu negara disebut manfaat dinamis (dynamic gains).7

7

Paul R. Krugman & Mauricen Stfeld, International Economics, Theory and Practics, London Scott, Foresman & Company, 1988,206

Teori ekonomi telah membuktikan bahwa perdagangan bebas internasional akan memperbaiki efisiensi perekonomian suatu negara dan


(53)

dunia, akan mewujudkan distribusi pendapatan yang lebih baik, mempromosikan pertumbuhan ekonomi dan akhirnya menaikan kesejahteraan ekonomi.

Perdagangan bebas merupakan dasar pembangunan ekonomi dan pertumbuhan ekonomi yang pada akhirnya dapat mengurangi kemiskinan. Perdagangan yang terbuka dapat mendorong pertumbuhan ekonomi, perbaikan mikroekonomi pada efisiensi alokasi sumberdaya, dan peningkatan tingkat persaingan di antara industri. Selain itu, perdagangan juga dapat meningkatkan variasi produk intermediate dan barang-barang modal yang tersedia serta keterbukaan jaringan komunikasi untuk pertukaran metode produksi dan praktek bisnis. Integrasi ekonomi juga telah menunjukkan dampak yang penting pada pengurangan korupsi, peningkatan respons pemerintah dan peningkatan kualitas kebijakan ekonomi.

Perubahan tingkat kesejahteraan tersebut ditentukan oleh seberapa besar terjadinya kreasi dan diversi perdagangan. Apabila kreasi lebih besar dari diversi perdagangan maka kesejahteraan meningkat dan sebaliknya (Krugman and Maurice, 2003; Dunn and Mutti, 2000; Husted and Melvin, 2004). Selanjutnya, besar kecilnya kreasi perdagangan ditentukan oleh beberapa faktor, yaitu:

1. Besaran atau ukuran ekonomi suatu kawasan. Meskipun tidak ada kriteria ukuran ekonomi yang optimal, tetapi semakin besar ukuran ekonomi sebuah kawasan akan semakin besar pasar yang tersedia sehingga semakin besar pula kemungkinan terciptanya kreasi perdagangan.

2. Struktur tarif awal (intial tariffs) yang berlaku di kawasan. Semakin tinggi tingkat tarif yang berlaku sebelum integrasi, semakin besar kemungkinan terciptanya kreasi perdagangan.


(54)

3. Perdagangan intra-kawasan sebelum adanya blok perdagangan. Kreasi perdagangan akan semakin besar apabila semakin tinggi perdagangan di antara negara-negara di dalam kawasan (perdagangan intra-kawasan), semakin besar kreasi perdagangan yang dapat diperoleh dari pembentukan blok perdagangan. 4. Tingkat substitusi produk. Semakin tinggi tingkat substitusi antara

produk-produk yang dihasilkan di dalam kawasan dengan produk-produk dari luar kawasan maka semakin besar kemungkinan terciptanya kreasi perdagangan.

5. Tingkat pembangunan ekonomi sebelum adanya blok perdagangan. Apabila tingkat pembangunan dan pendapatan nasional negara-negara di dalam kawasan hampir sama maka keuntungan ekonomi dari sebuah blok perdagangan regional akan semakin besar. Selain itu, proses integrasi ekonomi kawasan semakin mudah dilakukan.

6. Kedekatan geografis dan sarana transportasi. Integrasi ekonomi akan mudah dilakukan apabila negara-negara di sebuah kawasan secara geografis saling berdekatan karena biaya transportasi menjadi lebih rendah apalagi tersedia infrastruktur transportasi yang baik.

7. Struktur ekonomi komplemen atau kompetisi. Keberhasilan integrasi ekonomi kawasan juga ditentukan oleh struktur ekonomi negara-negara anggota. Kreasi perdagangan akan semakin besar apabila struktur ekonomi sebelum integrasi adalah berkompetensi tetapi selanjutnya berkomplementer setelah integrasi dilakukan. Hal ini dapat diartikan bahwa sebelum integrasi, negara-negara di dalam kawasan menghasilkan produk yang mirip akibat masih tingginya tingkat tarif dan banyaknya hambatan non-tarif. Setelah integrasi, semua jenis hambatan perdagangan dihapuskan maka industri yang lebih efisien akan


(55)

menggantikan yang kurang efisien dan produk yang dihasilkan lebih beragam. Industri akan berspesialisasi dan mencapai skala besar sehingga memberikan kesejahteraan yang lebih besar.

Selain faktor-faktor ekonomi tersebut, keberhasilan integrasi ekonomi kawasan juga ditentukan oleh variabel non-ekonomi, seperti kesadaran negara-negara dalam kawasan untuk mencari solusi bersama guna memecahkan persoalan yang dihadapi, keinginan untuk mengakhiri konflik atau perselisihan di antara negara anggota dalam satu kawasan, dan keinginan untuk meningkatkan pembangunan ekonomi dan kesejahteraan. Selain itu, komitmen politik merupakan faktor penentu keberhasilan sebuah kerjasama ekonomi regional. Keberhasilan blok perdagangan regional memerlukan komitmen yang tinggi dari para pemimpin politik sehingga dapat dilaksanakan sesuai tujuan.

Hasil penelitian World Bank (2001) menunjukkan bahwa negara-negara NIEs seperti Singapura, Hongkong dan Korea yang mengembangkan kebijakan perdagangan yang lebih longgar terutama penurunan tarif secara berkala, telah meningkatkan volume perdagangan ketiga negara tersebut, dengan tingkat pertumbuhan ekspor manufaktur di atas 60 persen. Hal ini membuktikan bahwa dengan adanya perdagangan bebas maka arus barang dan jasa serta mobilitas faktor produksi dan adopsi teknologi semakin lancar melewati batas-batas negara.

Hasil penelitian Tubagus dan Yose (1996) menunjukkan bahwa dampak perdagangan internasional yang semakin bebas akan menimbulkan perubahan kesejahteraan ekonomi, output sektoral, dan pola tenaga kerja di ASEAN. Dengan lebih terbukanya perdagangan internasional akan diperoleh tambahan


(1)

Lampiran 14. Hasil Pengujian Autokorelasi Model Perdagangan ASEAN Dependent Variable: LOGTRADE

Method: Least Squares Date: 01/10/10 Time: 18:06 Sample: 1 2250

Included observations: 2250

Variable Coefficient Std. Error t-Statistic Prob. C 0.390078 1.362638 0.286267 0.7747 LOGGDP_I 1.373860 0.135097 10.16944 0.0000 LOGPOP_I -0.968971 0.132689 -7.302548 0.0000 LOGFDI_I 0.073100 0.027090 2.698364 0.0070 LOGRER_I 0.123645 0.028468 4.343254 0.0000 LOGOPEN_I -0.033531 0.047092 -0.712024 0.4765 LOGTAX_I -0.158661 0.058820 -2.697428 0.0070 LOGIR_I 0.128556 0.028075 4.578992 0.0000 LOGGDP 0.143481 0.026558 5.402498 0.0000 LOGPOP 0.028991 0.014484 2.001554 0.0455 LOGFDI -0.066740 0.016197 -4.120516 0.0000 LOGRER 0.016628 0.008590 1.935625 0.0530 LOGIR -0.098175 0.022251 -4.412238 0.0000 LOGDIST -0.135750 0.036867 -3.682134 0.0002 LOGTII_I 0.121161 0.019380 6.252002 0.0000 LOGTAX -0.039100 0.017919 -2.182082 0.0292 ASEAN 0.488328 0.047531 10.27383 0.0000 APEC -0.080742 0.017337 -4.657324 0.0000 R-squared 0.825747 Mean dependent var 9.224293 Adjusted R-squared 0.824420 S.D. dependent var 0.665880 S.E. of regression 0.279019 Akaike info criterion 0.292894 Sum squared resid 173.7648 Schwarz criterion 0.338644 Log likelihood -311.5058 F-statistic 622.1749 Durbin-Watson stat 2.060137 Prob(F-statistic) 0.000000

Uji Autokorelasi

Sementara dtabel untuk observasi sebanyak (n=∼) diperoleh nilai dL = 1.57 dan dU

= 1.78. Pembuktiannya adalah dari model diketahui DWhitung = 2.06, dengan

demikian 2.06 > 1.78, karena nilai DWhitung > dU maka tidak terdapat

autokorelasi. Jadi berdasarkan ketentuan di atas terbukti bahwa model ini berada di daerah tidak terdapat autokorelasi artinya tidak terdapat kesalahan pengganggu atau tidak terjadi korelasi diantara data pengamatan.


(2)

Lampiran 15. Hasil Pengujian Heteroskedastisitas Model Perdagangan ASEAN

Dependent Variable: RESIDUALTR Method: Least Squares

Date: 01/10/10 Time: 18:07 Sample: 1 2250

Included observations: 2250

Variable Coefficient Std. Error t-Statistic Prob. C 5.99E-10 1.362638 4.40E-10 1.0000 LOGGDP_I -2.76E-10 0.135097 -2.04E-09 1.0000 LOGPOP_I 3.40E-10 0.132689 2.56E-09 1.0000 LOGFDI_I -7.62E-11 0.027090 -2.81E-09 1.0000 LOGRER_I -9.02E-12 0.028468 -3.17E-10 1.0000 LOGOPEN_I 1.92E-10 0.047092 4.07E-09 1.0000 LOGTAX_I 1.17E-10 0.058820 1.99E-09 1.0000 LOGIR_I -8.59E-11 0.028075 -3.06E-09 1.0000 LOGGDP 8.82E-11 0.026558 3.32E-09 1.0000 LOGPOP -2.24E-11 0.014484 -1.55E-09 1.0000 LOGFDI -1.60E-11 0.016197 -9.90E-10 1.0000 LOGRER -4.97E-12 0.008590 -5.79E-10 1.0000 LOGIR -8.95E-12 0.022251 -4.02E-10 1.0000 LOGDIST 9.06E-12 0.036867 2.46E-10 1.0000 LOGTII_I -5.97E-11 0.019380 -3.08E-09 1.0000 LOGTAX 3.02E-11 0.017919 1.68E-09 1.0000 ASEAN -1.06E-10 0.047531 -2.23E-09 1.0000 APEC 3.40E-11 0.017337 1.96E-09 1.0000 R-squared 0.000000 Mean dependent var 2.53E-11 Adjusted R-squared -0.007616 S.D. dependent var 0.277962 S.E. of regression 0.279019 Akaike info criterion 0.292894 Sum squared resid 173.7648 Schwarz criterion 0.338644 Log likelihood -311.5058 F-statistic 1.29E-13 Durbin-Watson stat 2.060137 Prob(F-statistic) 1.000000

Uji Heteroskedastisitas

Berdasarkan hasil pengujian tersebut dapat diketahui nilai sig. (prob./P-value) untuk semua variabel bebas tidak ditemukan yang bernilai lebih kecil dari 0.05 untuk tingkat signifikansi 5%. Dengan demikian dapat dikatakan tidak terdapat masalah heteroskedastisitas diantara anggota group pada model regersi ini, sehingga memenuhi persyaratan untuk analisis regresi berganda (multiple regression) atau regresi data panel (pooled).


(3)

Lampiran 16. Hasil Pengujian Multikolinearitas Model Perdagangan ASEAN

Model Collinearity Statistics

Tolerance VIF

LOGGDP_I 0.157 6.369

LOGPOP_I 0.139 7.202

LOGFDI_I 0.426 2.346

LOGRER_I 0.128 7.832

LOGOPEN_I 0.161 6.194

LOGTAX_I 0.161 6.195

LOGIR_I 0.571 1.751

LOGGDP 0.302 3.316

LOGPOP 0.352 2.844

LOGFDI 0.211 4.742

LOGRER 0.545 1.835

LOGIR 0.297 3.367

LOGDIST 0.242 4.141

LOGTII_I 0.333 2.999

LOGTAX 0.407 2.456

ASEAN 0.162 6.160

APEC 0.642 1.559

Uji Multikolinearitas

Dari tabel dapat diketahui bahwa berdasarkan hasil pengujian tidak ditemukan variabel bebas dengan nilai VIF lebih besar dari 10 atau mempunyai nilai tolerance lebih kecil dari 0.1. Dengan demikian tidak ada masalah multikolinearitas, sehingga pada model tidak ada variabel independen yang harus di-eliminasi.


(4)

Lampiran 17. Hasil Pengujian Autokorelasi Model Investasi ASEAN

Dependent Variable: LOGFDI_I Method: Least Squares

Date: 01/10/10 Time: 09:29 Sample: 1 2250

Included observations: 2250

Variable Coefficient Std. Error t-Statistic Prob. C -11.49951 1.320800 -8.706470 0.0000 LOGGDP_I 1.636654 0.099436 16.45942 0.0000 LOGPOP_I 0.764534 0.087436 8.743961 0.0000 LOGOPEN_I 0.059284 0.036322 1.632186 0.1028 LOGRER_I -0.328198 0.018844 -17.41674 0.0000 LOGIR_I -0.181815 0.021924 -8.292807 0.0000 LOGPOP -0.106326 0.008675 -12.25618 0.0000 LOGGDP 0.022276 0.018660 1.193769 0.2327 LOGRER -0.048575 0.006157 -7.889715 0.0000 LOGIR 0.015725 0.011928 1.318269 0.1875 SIZE -0.170007 0.058939 -2.884463 0.0040 LOGX_I 0.006975 0.009675 0.721003 0.4710 LOGM_I 0.004960 0.005376 0.922608 0.3563 ASEAN 0.047567 0.032932 1.444399 0.1488 APEC 0.045020 0.013695 3.287378 0.0010 R-squared 0.556720 Mean dependent var 9.120231 Adjusted R-squared 0.553943 S.D. dependent var 0.332664 S.E. of regression 0.222178 Akaike info criterion

-0.164030 Sum squared resid 110.3266 Schwarz criterion

-0.125905 Log likelihood 199.5335 F-statistic 200.4972 Durbin-Watson stat 2.011748 Prob(F-statistic) 0.000000

Uji Autokorelasi

Sementara dtabel untuk observasi sebanyak (n=∼) diperoleh nilai dL = 1.57 dan dU

= 1.78. Pembuktiannya adalah dari model diketahui DWhitung = 2.06, dengan

demikian 2.012 > 1.78, karena nilai DWhitung > dU maka tidak terdapat

autokorelasi. Jadi berdasarkan ketentuan di atas terbukti bahwa model ini berada di daerah tidak terdapat autokorelasi artinya tidak terdapat kesalahan pengganggu atau tidak terjadi korelasi diantara data pengamatan.


(5)

Lampiran 18. Hasil Pengujian Heteroskedastisitas Model Investasi ASEAN

Dependent Variable: RESIDUAL Method: Least Squares

Date: 01/10/10 Time: 09:31 Sample: 1 2250

Included observations: 2250

Variable

Coefficien

t Std. Error t-Statistic Prob. C 4.80E-11 1.320800 3.63E-11 1.0000 LOGGDP_I -8.80E-11 0.099436 -8.85E-10 1.0000 LOGPOP_I 2.11E-10 0.087436 2.41E-09 1.0000 LOGOPEN_I 5.53E-11 0.036322 1.52E-09 1.0000 LOGRER_I -4.38E-11 0.018844 -2.32E-09 1.0000 LOGIR_I 2.24E-11 0.021924 1.02E-09 1.0000 LOGPOP -2.14E-11 0.008675 -2.47E-09 1.0000 LOGGDP -1.78E-11 0.018660 -9.51E-10 1.0000 LOGRER 9.92E-12 0.006157 1.61E-09 1.0000 LOGIR 8.64E-12 0.011928 7.24E-10 1.0000 SIZE -1.42E-11 0.058939 -2.41E-10 1.0000 LOGX_I -8.92E-12 0.009675 -9.22E-10 1.0000 LOGM_I 7.15E-12 0.005376 1.33E-09 1.0000 ASEAN 1.97E-12 0.032932 5.98E-11 1.0000 APEC -2.80E-11 0.013695 -2.05E-09 1.0000 R-squared 0.000000 Mean dependent var -2.22E-12 Adjusted R-squared -0.006264 S.D. dependent var 0.221486 S.E. of regression 0.222178 Akaike info criterion

-0.164030 Sum squared resid 110.3266 Schwarz criterion

-0.125905 Log likelihood 199.5335 F-statistic 1.23E-13 Durbin-Watson stat 2.011748 Prob(F-statistic) 1.000000

Uji Heteroskedastisitas

Berdasarkan hasil pengujian tersebut dapat diketahui nilai sig. (prob./P-value) untuk semua variabel bebas tidak ditemukan yang bernilai lebih kecil dari 0.05 untuk tingkat signifikansi 5%. Dengan demikian dapat dikatakan tidak terdapat masalah heteroskedastisitas diantara anggota group pada model regersi ini, sehingga memenuhi persyaratan untuk analisis regresi berganda (multiple regression) atau regresi data panel (pooled).


(6)

Lampiran 19. Hasil Pengujian Multikolinearitas Model Investasi ASEAN

Model Collinearity Statistics

Tolerance VIF

LOGGDP_I .125 7.985

LOGPOP_I .127 7.889

LOGOPEN_I .113 8.885

LOGRER_I .137 7.322

LOGIR_I .594 1.684

LOGPOP .621 1.609

LOGGDP .387 2.582

LOGRER .673 1.487

LOGIR .655 1.526

SIZE .227 4.400

LOGX_I .452 2.215

LOGM_I .642 1.558

ASEAN .214 4.663

APEC .652 1.534

Uji Multikolinearitas

Dari tabel dapat diketahui bahwa berdasarkan hasil pengujian tidak ditemukan variabel bebas dengan nilai VIF lebih besar dari 10 atau mempunyai nilai tolerance lebih kecil dari 0.1. Dengan demikian tidak ada masalah multikolinearitas, sehingga pada model tidak ada variabel independen yang harus di-eliminasi.