Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Keluhan Muskuloskeletal

2.1.4 Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Keluhan Muskuloskeletal

a. Faktor Penyebab Primer 1. Posisi Kerja Setiap posisi tubuh dapat menyebabkan ketidaknyamanan dan kelelahan jika dipertahankan dalam jangka waktu lama. Maijunidah 2010 mengkategorikan posisi tubuh janggal dalam bekerja adalah berdiri, duduk tanpa dukungan lumbar, duduk tanpa dukungan punggung, duduk tanpa footrest tumpuan kaki yang baik dengan ketinggian yang sesuai, duduk dengan mengistirahatkan bahu pada permukaan alat kerja yang terlalu tinggi, tangan bagian atas terangkat tanpa dukungan dari alas vertikal, tangan meraih sesuatu yang sulit terjangkau jauh atau tinggi, kepala mendongak, posisi membungkuk, punggung yang mengarah ke depan, membawa beban berat dengan cara memanggul atau memikul, semua posisi tegang, posisi ekstrim yang terus menerus setiap sendi. Sedangkan posisi statis merupakan postur kerja fisik dalam posisi yang sama dimana pergerakan yang terjadi sangat minimal. Contoh dari gangguan statik termasuk di dalamnya: meningkatkan bahu untuk periode yang lama, menggenggam benda dengan lengan, mendorong dan memutar benda berat, berdiri di tempat yang sama dalam waktu yang lama dan memiringkan kepala ke depan dalam waktu yang lama. Menurut Bridger 2009, mengungkapkan pula hal yang sama. Posisi kerja yang sering dilakukan oleh manusia dalam melakukan pekerjaan antara lain berdiri, duduk, membungkuk, jongkok, berjalan, dan lain-lain. Posisi kerja tersebut dilakukan tergantung dari kondisi dari sistem kerja yang ada. Jika kondisi sistem kerjanya yang tidak sehat akan menyebabkan kecelakaan kerja, karena pekerja melakukan pekerjaan yang tidak aman. Posisi tubuh saat kerja yang salah, canggung, dan di luar kebiasaan akan menambah risiko cidera pada bagian sistem muskuloskeletal. Terdapat 3 macam posisi dalam bekerja, yaitu: a Posisi Kerja Duduk Ukuran tubuh yang penting adalah tinggi duduk, panjang lengan atas, panjang lengan bawah dan tangan, jarak lekuk lutut dan garis punggung, serta jarak lekuk lutut dan telapak kaki. Posisi duduk pada otot rangka muskuloskeletal dan tulang belakang terutama pada pinggang harus dapat ditahan oleh sandaran kursi agar terhindar dari nyeri dan cepat lelah Tarwaka, 2010. Pada posisi duduk, tekanan tulang belakang akan meningkat dibanding berdiri atau berbaring, jika posisi duduk tidak benar. Tekanan posisi tidak duduk 100, maka tekanan akan meningkat menjadi 140 bila sikap duduk tegang dan kaku, dan tekanan akan meningkat menjadi 190 apabila saat duduk dilakukan membungkuk ke depan Tarwaka, 2010. b Posisi Kerja Berdiri Posisi kerja berdiri merupakan salah satu posisi kerja yang sering dilakukan ketika melakukan sesuatu pekerjaan. Berat tubuh manusia akan ditopang oleh satu ataupun kedua kaki ketika melakukan posisi berdiri. Aliran beban tubuh mengalir pada kedua kaki menuju tanah. Hal ini disebabkan oleh faktor gaya gravitasi bumi. Kestabilan tubuh ketika posisi berdiri dipengaruhi posisi kedua kaki. Kaki yang sejajar lurus dengan jarak sesuai dengan tulang pinggul akan menjaga tubuh dari tergelincir. Selain itu perlu menjaga kelurusan antara anggota bagian atas dengan anggota bagian bawah Rahmaniyah, 2007. Posisi kerja berdiri merupakan posisi kerja yang posisi tulang belakang vertikal dan berat badan tertumpu secara seimbang pada dua kaki. Bekerja dengan posisi berdiri terus menerus sangat mungkin akan terjadi penumpukan darah dan berbagai cairan tubuh pada kaki dan hal ini akan bertambah bila berbagai bentuk dan ukuran sepatu yang tidak sesuai. Posisi kerja berdiri dapat menimbulkan keluhan subjektif dan juga kelelahan bila sikap kerja ini tidak dilakukan bergantian dengan sikap kerja duduk Tarwaka, 2010. c Posisi Kerja Membungkuk Salah satu posisi kerja yang tidak nyaman untuk diterapkan dalam pekerjaan adalah membungkuk. Posisi ini tidak menjaga kestabilan tubuh ketika bekerja. Pekerja mengalami keluhan nyeri pada bagian punggung bagian bawah low back pain bila dilakukan secara berulang dan periode yang cukup lama. Pada saat membungkuk tulang punggung bergerak ke sisi depan tubuh. Otot bagian perut dan sisi depan invertebratal disk pada bagian lumbar mengalami penekanan. Pada bagian ligamen sisi belakang dari invertebrata justru mengalami peregangan atau pelenturan. Kondisi ini akan menyebabkan rasa nyeri pada punggung bagian bawah. Bila sikap kerja ini dilakukan dengan beban pengangkatan yang berat dapat menimbulkan slipped disk, yaitu rusaknya bagian invertebratal disk akibat kelebihan beban pengangkatan Rahmaniyah dan Bambang, 2007. Pada penelitian yang dilakukan oleh Diana 2005 tentang sikap membungkuk dan memutar selama bekerja sebagai faktor risiko nyeri punggung bawah menunjukan bahwa sikap kerja membungkuk memperbesar risiko nyeri punggung bawah sebesar 2,68 kali dibandingkan dengan pekerja dengan sikap badan tegak. Pada perawat, beberapa posisi yang dapat menyebabkan keluhan low back pain adalah posisi saat pengangkatan pasien dari brangkar ke brangkar atau dari brangkar ke kursi roda, saat mendorongmenarik pasien, saat memandikan pasien, saat merapikan tempat tidur, posisi membungkuk saat membuka kunci pengaman pada kursi roda dan membuka pijakan, posisi kerja statis dalam waktu yang lama lebih dari 4 jam dan berulang saat melakukan tindakan invasif, dan posisi tempat tidur yang tidak mendukung body aligment saat melakukan tindakan Diana, 2005. 2. Peregangan otot Peregangan otot yang berlebihan, sering dilakukan oleh pekerja yang aktivitas kerjanya menuntut pengerahan tenaga yang besar seperti aktivitas mengangkat, mendorong, menarik, dan menahan beban yang berat Tarwaka, 2010. 3. Aktivitas berulang Keluhan otot terjadi akibat menerima beban terus menerus tanpa relaksasi. Pekerjaan yang melibatkan gerakan berulang, mengakibatkan kelelahan karena pekerja tidak sepenuhnya pulih dalam jangka waktu yang singkat antara gerakan CCOHS, 2014. 4. Force atau Load Jumlah usaha fisik yang digunakan untuk melakukan pekerjaan seperti mengangkat beban berat. Jumlah tenaga bergantung pada tipe pegangan yang digunakan, berat obyek, durasi aktivitas, postur tubuh, dan jenis aktivitasnya. Massa atau beban dari objek merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi terjadinya keluhan muskuloskeletal Soleh, 2009. 5. Getaran Getaran dengan frekuensi yang tinggi akan menyebabkan kontraksi otot bertambah. Kontraksi statis ini akan menyebabkan peredaran darah tidak lancar, penimbunan asam laktat meningkat dan akibatnya menimbulkan rasa nyeri otot CCOHS, 2014. Hal yang sama ditemukan oleh John 2007 bahwa getaran yang berlebihan menyebabkan rasa sakit pada otot, sendi dan organ-organ internal; menyebabkan mual dan trauma ke tangan, lengan, kaki dan kaki. Getaran diukur dengan arah, kecepatan dan frekuensi pada tubuh. b. Faktor Risiko Individu 1. Usia Pada umumnya keluhan otot skeletal mulai dirasakan pada usia kerja 25-65 tahun. Keluhan pertama biasanya dirasakan pada usia 35 tahun dan tingkat keluhan akan terus meningkat sejalan dengan bertambahnya umur. Hal ini terjadi karena pada usia lansia, kekuatan dan ketahanan otot mulai menurun, sehingga risiko terjadi keluhan otot meningkat Tarwaka, 2010. Sedangkan menurut Bridger 2009, sejalan dengan meningkatnya usia akan terjadi degenerasi pada tulang dan keadaan ini mulai terjadi di saat seseorang berusia 30 tahun. Pada usia 30 tahun terjadi degenerasi yang berupa kerusakan jaringan, penggantian jaringan menjadi jaringan parut, pengurangan cairan sehingga hal tersebut menyebabkan stabilitas pada tulang dan otot menjadi berkurang. Berdasarkan hasil penelitian Collins dan OSullivan 2009 yang dilakukan pada 200 perempuan dan 132 laki-laki dengan jenis pekerjaan yang berbeda di Irlandia dan rentang umur antara 18-66 tahun, diperoleh keluhan pada tulang belakang, bahu dan bagian leher lebih banyak dialami pada pekerja yang muda dari pada pekerja yang tua. 2. Jenis Kelamin Menurut Tarwaka 2010, jenis kelamin sangat berpengaruh terhadap risiko keluhan otot skeletal. Hal ini terjadi karena secara fisiologis, kemampuan otot wanita memang lebih rendah dari pada pria. Hasil penelitian Betti’e et al 1989 dalam Tarwaka 2010 menunjukkan bahwa rerata kekuatan otot wanita kurang lebih hanya 60 dari kekuatan otot pria khususnya untuk otot lengan, punggung, dan kaki. 3. Waktu Kerja Penentuan waktu dapat diartikan sebagai teknik pengukuran kerja untuk mencatat jangka waktu dan perbandingan kerja mengenai suatu unsur pekerjaan tertentu yang dilaksanakan dalam keadaan tertentu pula serta untuk menganalisa keterangan itu hingga ditemukan waktu yang diperlukan untuk pelaksanaan pekerjaan itu pada tingkat prestasi tertentu Taufik, 2010. Berdasarkan hasil studi mengenai keluhan muskuloskeletal pada supir bis yang dilakukan oleh Karuniasih 2009, diketahui bahwa supir yang telah bekerja atau mengendarai lebih dari 2 jam merasakan pegal-pegal pada punggung dan leher. 4. Kebiasaan Merokok Sama halnya dengan jenis kelamin, kebiasaan merokok pun masih dalam taraf perdebatan para ahli. Namun dari penelitian oleh para ahli diperoleh bahwa meningkatnya frekuensi merokok akan meningkatkan keluhan otot yang dirasakan. Meningkatnya keluhan otot sangat erat hubungannya dengan lama dan tingkat kebiasaan merokok. Risiko meningkat 20 untuk tiap 10 batang rokok per hari. Mereka yang telah berhenti merokok selama setahun memiliki risiko low back pain sama dengan mereka yang tidak merokok. Kebiasaan merokok akan menurunkan kapasitas paru-paru, sehingga kemampuannya untuk mengkonsumsi oksigen akan menurun. Bila orang tersebut dituntut untuk melakukan tugas yang menuntut pengerahan tenaga, maka akan mudah lelah karena kandungan oksigen dalam darah rendah Croasmun, 2003. Bustan 2000, kebiasaan merokok dibagi menjadi 4 kategori yaitu, kebiasaan merokok berat 20 batang per hari, sedang 10-20 batang per hari, ringan 10 batang per hari dan tidak merokok. Berdasarkan studi yang dilakukan oleh Annuals of Rheumatic Diseases Croasmun, 2003 terhadap 13.000 perokok dan non perokok dengan rentang umur antara 16-64 tahun, dilaporkan bahwa perokok memiliki risiko 50 lebih besar untuk merasakan keluhan muskuloskeletal. Hal ini dikarenakan efek rokok akan menciptakan respon rasa sakit atau sebagai permulaan rasa sakit, mengganggu penyerapan kalsium pada tubuh sehingga meningkatkan risiko terkena osteoporosis, menghambat penyembuhan luka patah tulang serta menghambat degenerasi tulang. 5. Masa Kerja Masa kerja adalah lama seseorang bekerja dihitung dari pertama masuk hingga saat penelitian berlangsung. Masa kerja ini menunjukan lamanya seseorang terkena paparan di tempat kerja hingga saat penelitian. Semakain lama masa kerja seseorang, semakin lama terkena paparan di tempat kerja sehingga semakin tinggi risiko terjadinya penyakit akibat kerja Septiawan, 2013. Derajat peningkatan keluhan muskuloskeletal semakin bertambah ketika masa kerja seseorang semakin lama. Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Taufik 2010, didapatkan hasil p value sebesar 0.002 p value 0.05 sehingga dapat disimpulkan bahwa terdapat hubungan antara masa kerja dengan keluhan muskuloskeletal. Adapun pembagian masa kerja menurut Putri tahun 2012, adalah masa kerja baru ≤ 5 tahun, dan masa kerja lama 5 tahun 6. Indeks Masa Tubuh Indeks masa tubuh dapat digunakan sebagai indikator kondisi status gizi pekerja. Menurut WHO 2005 rumus indeks masa tubuh adalah BB 2 TB berat badan 2 per tinggi badan dan dikategorikan menjadi tiga yaitu kurus 18,5 normal 18,5-25 dan gemuk 25-30 serta obesitas 30. Kaitan IMT dengan keluhan muskuloskeletal adalah semakin gemuk seseorang maka bertambah besar risikonya untuk mengalami keluhan muskuloskeletal. Hal ini dikarenakan seseorang dengan kelebihan berat badan akan berusaha untuk menyangga berat badan dari depan dengan mengontraksikan otot punggung bawah. Kondisi ini akan meyebabkan penekanan pada bantalan saraf tulang belakang yang mengakibatkan hernia nucleus pulposus Tan HC dan Horn SE. 1998. Kegemukan dan obesitas mengarah pada konsekuensi kesehatan yang serius. Risiko semakin meningkat seiring dengan meningkatnya body mass index BMI. Indeks massa tubuh merupakan faktor risiko utama untuk penyakit kronis seperti muskuloskeletal disorders terutama osteoarthritis. Penelitian Heliovaara 1987, yang dikutip NIOSH 1997 menyebutkan bahwa tinggi seseorang berpengaruh terhadap timbulnya herniated lumbar disc pada jenis kelamin wanita dan pria, tapi berdasarkan IMT, hanya berpengaruh pada jenis kelamin pria. Selain itu IMT tidak berhubungan terhadap MSD karena pengukuran menggunakan Nordic hanya terkait pada tubuh bagian atas dan keluhan muskuloskeletal extrimitas atas. Sedangkan berdasarkan hasil penelitian Karuniasih 2009 terhadap 52 orang supir bus travel, 90,4 keluhan muskuloskeletal dialami oleh supir yang memiliki indeks masa tubuh 25.

2.1.5 Pengukuran Keluhan Muskuloskeletal

Dokumen yang terkait

HUBUNGAN RISIKO PATIENT HANDLING DENGAN KELUHAN MUSKULOSKELETAL PADA Hubungan Risiko Patient Handling Dengan Keluhan Muskuloskeletal Pada Perawat Bagian IGD RSUD Dr. Moewardi Di Surakarta.

0 5 15

HUBUNGAN RISIKO PATIENT HANDLING DENGAN KELUHAN MUSKULOSKELETAL PADA Hubungan Risiko Patient Handling Dengan Keluhan Muskuloskeletal Pada Perawat Bagian IGD RSUD Dr. Moewardi Di Surakarta.

0 5 16

PENDAHULUAN Hubungan Risiko Patient Handling Dengan Keluhan Muskuloskeletal Pada Perawat Bagian IGD RSUD Dr. Moewardi Di Surakarta.

1 6 7

DAFTAR PUSTAKA Hubungan Risiko Patient Handling Dengan Keluhan Muskuloskeletal Pada Perawat Bagian IGD RSUD Dr. Moewardi Di Surakarta.

0 8 4

HUBUNGAN POSTUR KERJA DENGAN KELUHAN MUSKULOSKELETAL DAN PRODUKTIVITAS KERJA PADA Hubungan Postur Kerja Dengan Keluhan Muskuloskeletal Dan Produktivitas Kerja Pada Pekerja Bagian Pengepakan Di PT. Djitoe Indonesia Tobako.

0 4 16

HUBUNGAN POSTUR KERJA DENGAN KELUHAN MUSKULOSKELETAL DAN PRODUKTIVITAS KERJA PADA Hubungan Postur Kerja Dengan Keluhan Muskuloskeletal Dan Produktivitas Kerja Pada Pekerja Bagian Pengepakan Di PT. Djitoe Indonesia Tobako.

2 10 17

FAKTOR – FAKTOR YANG BERPENGARUH TERHADAP KELUHAN MUSKULOSKELETAL PADA PERAWAT DI Faktor – Faktor Yang Berpengaruh Terhadap Keluhan Muskuloskeletal Pada Perawat Di Ruang Instalasi Gawat Darurat (IGD) RSUD Dr. Moewardi.

0 2 18

PENDAHULUAN Faktor – Faktor Yang Berpengaruh Terhadap Keluhan Muskuloskeletal Pada Perawat Di Ruang Instalasi Gawat Darurat (IGD) RSUD Dr. Moewardi.

0 3 6

DAFTAR PUSTAKA Faktor – Faktor Yang Berpengaruh Terhadap Keluhan Muskuloskeletal Pada Perawat Di Ruang Instalasi Gawat Darurat (IGD) RSUD Dr. Moewardi.

0 3 4

143448 ID hubungan posisi kerja dengan keluhan mus

0 1 10