PENGARUH KETERAMPILAN METAKOGNISI DAN MOTIVASI BELAJAR TERHADAP HASIL BELAJAR SISWA MELALUI METODE PEMBELAJARAN DISCOVERY

(1)

PENGARUH KETERAMPILAN METAKOGNISI DAN MOTIVASI BELAJAR TERHADAP HASIL BELAJAR SISWA MELALUI

METODE PEMBELAJARAN DISCOVERY

Oleh Ria Herpiana

Skripsi

Sebagai Salah Satu Syarat untuk Mencapai Gelar SARJANA PENDIDIKAN

Pada

Program Studi Pendidikan Fisika

Jurusan Pendidikan Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Lampung

FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS LAMPUNG

BANDAR LAMPUNG 2013


(2)

ABSTRAK

PENGARUH KETERAMPILAN METAKOGNISI DAN MOTIVASI BELAJAR TERHADAP HASIL BELAJAR SISWA MELALUI

METODE PEMBELAJARAN DISCOVERY

Oleh Ria Herpiana

IPA fisika merupakan salah satu pelajaran yang tidak bisa ditransfer begitu saja dari pikiran guru ke siswa. Oleh karena itu, sampai saat ini IPA fisika masih dianggap sulit, dari anggapan tersebut akan mempengaruhi keterampilan

metakognisi dan motivasi belajar dari dalam diri siswa dan akan berdampak pada rendahnya hasil belajar IPA fisika siswa. Tujuan penelitian ini untuk mengetahui: (1) Pengaruh keterampilan metakognisi terhadap hasil belajar IPA fisika siswa yang pembelajarannya menggunakan metode discovery. (2) Pengaruh motivasi belajar terhadap hasil belajar IPA fisika siswa yang pembelajarannya

menggunakan metode discovery. (3) Pengaruh keterampilan metakognisi dan motivasi belajar terhadap hasil belajar IPA fisika siswa yang pembelajarannya menggunakan metode discovery. Populasi penelitian ini adalah seluruh siswa kelas VIII di SMP Negeri 8 Bandar Lampung pada semester genap Tahun Ajaran 2012/2013, sedangkan sampel yang diambil yaitu kelas VIIIB. Pengambilan sampel dengan menggunakan purposive sampling. Penelitian ini menggunakan desain one-shot case study. Data keterampilan metakognisi, motivasi belajar, dan


(3)

Ria Herpiana hasil belajar siswa diperoleh dari nilai angket, dan hasil posttest. Pengaruh

keterampilan metakognisi dan motivasi belajar terhadap hasil belajar IPA fisika siswa yang pembelajarannya menggunakan metode discovery dianalisis dengan menggunakan regresi berganda. Hasil analisis data dalam bentuk persamaan regresinya: (1) pengaruh keterampilan metakognisi terhadap hasil belajar Y = 49,42 + 0,30 X1 dengan nilai sig sebesar 0,01; (2) pengaruh motivasi belajar terhadap hasil belajar Y = 1,29 + 0,95 X2 dengan nilai sig sebesar 0,00; (3) pengaruh keterampilan metakognisi dan motivasi belajar terhadap hasil belajar Y = 2,29 + 0,18X1 + 0,79X2 dengan nilai sig sebesar 0,00. Sehingga diperoleh kesimpulan: (1) Terdapat pengaruh keterampilan metakognisi terhadap hasil belajar IPA fisika siswa yang pembelajarannya menggunakan metode discovery sebesar 15%. (2) Terdapat pengaruh motivasi belajar terhadap hasil belajar IPA fisika siswa yang pembelajarannya menggunakan metode discovery sebesar 27%. (3) Terdapat pengaruh keterampilan metakognisi dan motivasi belajar terhadap hasil belajar IPA fisika siswa yang pembelajarannya menggunakan metode discovery sebesar 32%.

Kata kunci: keterampilan metakognisi, motivasi belajar, hasil belajar, metode pembelajaran discovery


(4)

(5)

(6)

(7)

DAFTAR ISI

Halaman

DAFTAR ISI ... x

DAFTAR TABEL ... xiv

DAFTAR GAMBAR ... xvi

I. PENDAHULUAN A.Latar Belakang Masalah ... 1

B.Rumusan Masalah ... 4

C.Tujuan Penelitian ... 4

D.Manfaat Penelitian ... 5

E. Ruang Lingkup Penelitian ... 5

II. TINJAUAN PUSTAKA A.Kerangka Teoretis ... 7

1. Keterampilan Metakognisi ... 7

2. Motivasi Belajar ... 11

3. Hasil Belajar ... 13

4. Metode Discovery ... 16

B.Kerangka Pikir ... 19

C.Hipotesis ... 22

III. METODE PENELITIAN A.Waktu dan Tempat Penelitian ... 23

B.Populasi dan Sampel Penelitian ... 23


(8)

xi

D.Variabel Penelitian ... 24

E. Data Penelitian ... 25

F. Instrumen Penelitian ... 25

G.Teknik Pengumpulan Data ... 26

1. Keterampilan Metakognisi ... 26

2. Motivasi Belajar ... 26

3. Hasil Belajar Siswa ... 27

H. Analisis Instrumen ... 27

1. Uji Validitas ... 27

2. Uji Reliabilitas ... 28

I. Teknis Analisis Data dan Pengujian Hipotesis ... 29

1. Analisis Data ... 29

2. Pengujian Hipotesis ... 31

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A.Hasil Penelitian ... 36

1. Tahap Pelaksanaan Penelitian ... 36

2. Hasil Uji Instrumen Penelitian ... 39

3. Data Hasil Penelitian ... 42

4. Hasil Uji Analisis Data ... 45

a. Hasil Uji Normalitas ... 45

b. Hasil Uji Linearitas ... 47

c. Hasil Uji Regresi Linear Sederhana ... 49

d. Hasil Uji Regresi Linear Berganda ... 52

e. Hasil Uji Korelasi Ganda ... 53

f. Hasil Uji Determinasi ... 54

g. Hasil Uji Hipotesis ... 55

B.Pembahasan ... 56

V. KESIMPULAN DAN SARAN A. Kesimpulan ... 67


(9)

xii

DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN 1 Pemetaan SK dan KD ... 73

2 Silabus ... 76

3 Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP) ... 82

4 Kisi-kisi Soal Keterampilan Metakognisi ... 96

5 Rubrikasi Penilaian Keterampilan Metakognisi ... 103

6 Soal Keterampilan Metakognisi ... 104

7 Kisi-kisi Angket Motivasi Belajar ... 114

8 Angket Motivasi Belajar ... 115

9 Kisi-kisi Soal Hasil Belajar ... 117

10 Lembar Kerja Kelompok (LKK 1) ... 127

11 Kunci Lembar Kerja Kelompok (LKK 1) ... 134

12 Lembar Kerja Kelompok (LKK 2) ... 139

13 Kunci Lembar Kerja Kelompok (LKK 2) ... 149

14 Lembar Kerja Kelompok (LKK 3) ... 155

15 Kunci Lembar Kerja Kelompok (LKK 3) ... 165

16 Data Nilai Keterampilan Metakognisi Siswa ... 172

17 Data Nilai Motivasi Belajar Siswa ... 175

18 Data Nilai Hasil Belajar Siswa ... 179

19 Data Nilai Uji Validitas dan Reliabilitas Keterampilan Metakognisi 181 20 Data Nilai Uji Validitas dan Reliabilitas Motivasi Belajar ... 183

21 Data Nilai Uji Validitas dan Reliabilitas Hasil Belajar ... 185

22 Uji Validitas dan Reliabilitas Instrumen ... 187

23 Uji Normalitas Data ... 197

24 Uji Linearitas Data ... 198

25 Uji Regresi Linear Sederhana ... 204

26 Uji Regresi Linear Berganda ... 208

27 Surat Izin Penelitian Pendahuluan ... 209

28 Surat Izin Penelitian ... 210


(10)

xiii

30 Daftar Hadir Seminar Proposal ... 212

31 Daftar Hadir Seminar Hasil ... 214


(11)

1

I. PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

IPA fisika memiliki peranan penting dalam meningkatkan mutu pendidikan yaitu untuk menghasilkan siswa yang berkualitas. Siswa yang berkualitas adalah siswa yang mampu berpikir, kreatif, logis dan berinisiatif. Salah satu pelajaran yang tidak bisa ditransfer begitu saja dari pikiran guru ke siswa adalah pelajaran IPA fisika. Oleh karena itu, sampai saat ini IPA fisika masih dianggap sulit oleh siswa. Dari anggapan tersebut membuat siswa memberi respon yang kurang positif terhadap pembelajaran IPA fisika dan yang nantinya akan mempengaruhi ketuntasan belajar siswa.

Berdasarkan hasil wawancara dengan guru bidang studi IPA terpadu SMP Negeri 8 Bandar Lampung, diperoleh informasi bahwa metode yang sering digunakan dalam pembelajaran adalah metode konvensional (ceramah, tanya jawab dan pemberian tugas). Guru menyampaikan materi pelajaran berupa informasi yang harus didengar, dicatat, disimpan dan diujikan. Penerapan metode pembelajaran tersebut cenderung membuat siswa pasif, bosan, malas belajar dan malas

mengerjakan tugas. Hal tersebut memberi dampak terhadap hasil belajar yang masih rendah jika dibandingkan dengan standar Kriteria Ketuntasan Minimal (KKM) mata pelajaran IPA fisika kelas VIII, yaitu 70.


(12)

2 Keberhasilan proses belajar mengajar selain ditentukan oleh metode

pembelajaran, juga ditentukan oleh motivasi belajar siswa. Guru IPA fisika diharapkan dapat memberikan dorongan belajar pada siswa, sehingga siswa merasa tertarik dan mudah memahami materi yang diberikan. Adanya motivasi belajar yang kuat membuat siswa belajar dengan tekun yang pada akhirnya terwujud dalam hasil belajar siswa tersebut. Oleh karena itu motivasi belajar hendaknya ditanamkan pada diri siswa agar dengan demikian siswa akan semangat mengikuti materi pelajaran yang diajarkan oleh guru di sekolah. Ditinjau dari prinsip pembelajaran yang terletak pada keaktifan belajar siswa, maka tingkat motivasi belajar yang dimiliki siswa dapat membuatnya lebih aktif belajar dan metode pembelajaran tertentu yang diterapkan dapat pula mendukung keaktifan siswa yang diunggulkan oleh motivasinya.

Proses didalam pembelajaran sangat dibutuhkan suatu keterampilan untuk dapat berhasil. Salah satu keterampilan yang dibutuhkan adalah keterampilan

metakognisi. Keterampilan metakognisi merupakan suatu keterampilan untuk memahami dan mengendalikan aktivitas kognitif seseorang dalam proses belajarnya. Keterampilan metakognisi siswa dapat mengetahui bagaimana cara mereka belajar, mengetahui kemampuan dan modalitas belajar yang dimiliki dan mengetahui strategi belajar terbaik untuk belajar efektif, keterampilan metakognisi yang berkembang dengan baik membuat siswa mampu menyadari kekuatan dan kelemahannya dalam belajar sehingga dalam pembelajaran IPA fisika

keterampilan metakognisi sangat berperan penting dalam meningkatkan hasil belajar siswa.


(13)

3 Menyadari pentingnya suatu metode dan pendekatan pembelajaran dalam upaya peningkatan hasil belajar, maka diperlukan adanya pembelajaran yang lebih banyak melibatkan siswa secara aktif dalam proses pembelajaran itu sendiri. Banyak metode pembelajaran yang merangsang siswa untuk belajar mandiri, kreatif, dan lebih aktif lagi dalam mengikuti kegiatan pembelajaran. Diantaranya adalah dengan metode pembelajaran discovery (pembelajaran penemuan).

Proses pembelajaran dengan metode discovery siswa dilibatkansecara aktif dalam pembelajaran, dan mendorong pembelajaran mandiri yang berpusat pada siswa serta guru hanya sebagai fasilitator. Metode ini menuntut siswa untuk menemukan serta memecahkan masalah yang dihadapi secara aktif dengan metode discovery ini dalam menemukan konsep, siswa melakukan pengamatan, menggolongkan, membuat dugaan, menjelaskan, menarik kesimpulan dan sebagainya untuk menemukan beberapa konsep atau prinsip.

Keterampilan metakognisi siswa akan menentukan cara berpikir dalam memahami konsep-konsep dan memecahkan masalah dalam proses belajar, dengan

mengetahui kesadaran siswa akan pengetahuannya sendiri dan kemampuannya untuk memahami, mengontrol, serta mendorong untuk mempersiapkan diri dalam belajar, motivasi belajar pun ikut mempengaruhi hasil belajar yang dicapai saat kegiatan belajar mengajar berlangsung, sehingga diharapkan dapat membantu siswa dalam aktivitas belajarnya, maka peningkatan hasil belajar akan lebih mudah diupayakan oleh siswa dengan adanya keterampilan metakognisi dan motivasi belajar siswa.


(14)

4 Berdasarkan uraian latar belakang tersebut telah dilakukan penelitian yang

berjudul ” Pengaruh Keterampilan Metakognisi dan Motivasi Belajar Terhadap Hasil Belajar Siswa Melalui Metode Pembelajaran Discovery”.

B. Rumusan Masalah

Rumusan masalah dalam penelitian ini adalah:

1. Apakah terdapat pengaruh keterampilan metakognisi terhadap hasil belajar IPA fisika siswa yang pembelajarannya menggunakan metode discovery? 2. Apakah terdapat pengaruh motivasi belajar terhadap hasil belajar IPA fisika

siswa yang pembelajarannya menggunakan metode discovery?

3. Apakah terdapat pengaruh keterampilan metakognisi dan motivasi belajar terhadap hasil belajar IPA fisika siswa yang pembelajarannya menggunakan metode discovery?

C. Tujuan Penelitian

Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui:

1. Pengaruh keterampilan metakognisi terhadap hasil belajar IPA fisika siswa yang pembelajarannya menggunakan metode discovery.

2. Pengaruh motivasi belajar terhadap hasil belajar IPA fisika siswa yang pembelajarannya menggunakan metode discovery.

3. Pengaruh keterampilan metakognisi dan motivasi belajar terhadap hasil belajar IPA fisika siswa yang pembelajarannya menggunakan metode discovery.


(15)

5 D. Manfaat Penelitian

Manfaat hasil penelitian ini yaitu: 1. Manfaat Teoretis

Manfaat teoretis hasil penelitian ini bahwa metode pembelajaran discovery dapat digunakan oleh guru sebagai salah satu cara untuk memperoleh hasil belajar siswa yang lebih tinggi.

2. Manfaat Praktis

a. Sebagai bahan pertimbangan guru atau calon guru untuk memilih metode pembelajaran dalam mengajar fisika.

b. Dengan diterapkan metode yang sesuai dengan penyusunan materi, siswa dapat mengerti materi secara jelas.

E. Ruang Lingkup Penelitian Ruang lingkup penelitian ini adalah:

1. Keterampilan metakognisi merupakan keterampilan tentang strategi-strategi kognitif yang meliputi strategi-strategi belajar, mengintregrasikan

pengetahuan, memahami konsep sampai pemecahan permasalahan dalam pembelajaran. Pada penelitian ini keterampilan metakognisi yang digunakan adalah siswa mampu merencanakan, memantau, dan mengevaluasi

pembelajarannya sendiri.

2. Motivasi belajar adalah keadaan dalam diri siswa yang mendorong keinginan siswa untuk melakukan kegiatan tertentu terkait keterampilan metakognisi guna mencapai tujuan pembelajaran, yang ditandai dengan


(16)

6 adanya keinginan siswa untuk bertanya dan kemauan siswa untuk

menyelesaikan soal. Dalam penelitian ini motivasi siswa di teliti dengan menggunakan angket motivasi.

3. Hasil belajar yang dimaksud adalah hasil belajar berupa nilai yang dicapai oleh siswa setelah mengikuti kegiatan belajar mengajar selama jangka waktu tertentu. Dalam penelitian ini hasil belajar yang diteliti adalah hasil belajar aspek kognitif (pengetahuan).

4. Metode pembelajaran discovery adalah metode mengajar yang menitikberatkan pada aktivitas siswa dalam belajar, dalam proses

pembelajarannya guru bertindak sebagai pembimbing dan fasilitator yang mengarahkan siswa untuk menemukan konsep. Langkah-langkah metode pembelajaran discovery ini yaitu merumuskan masalah, membuat hipotesis, merencanakan kegiatan, melaksanakan kegiatan, mengumpulkan data dan merumuskan kesimpulan.

5. Materi pokok yang dibelajarkan dalam penelitian ini adalah materi cahaya yang meliputi perambatan cahaya, pemantulan cahaya, pembiasan cahaya dan pembentukan bayangan pada cermin dan lensa.


(17)

7

II. TINJAUAN PUSTAKA

A. Kerangka Teoretis

1. Keterampilan Metakognisi

Metakognisi merupakan suatu istilah yang dimunculkan oleh beberapa ahli psikologi sebagai hasil dari perenungan mereka terhadap kondisi mengapa ada orang yang belajar dan mengingat lebih dari yang lainnya. Secara etimologis, istilah metakognisi yang dalam bahasa Inggris dinyatakan dengan metacognition berasal dari dua kata yang dirangkai, yaitu meta dan kognisi (cognition).

Keterampilan kognitif dan metakognisi, sekalipun berhubungan tetapi berbeda, keterampilan kognitif dibutuhkan untuk melaksanakan tugas, sedangkan keterampilan metakognisi diperlukan untuk memahami bagaimana tugas itu dilaksanakan menurut Rivers dalam Corebima (2006:10).

Vacca (1989: 223) mengemukakan bahwa:

Pengetahuan metakognisi merupakan pengetahuan yang diperoleh siswa tentang proses-proses kognitif yaitu pengetahuan yang bisa digunakan untuk mengontrol proses-proses kognitif. Pengalaman metakognisi melibatkan strategi atau pengaturan metakognisi. Strategi metakognisi merupakan proses yang berurutan yang digunakan untuk mengontrol aktivitas kognitif dan memastikan bahwa tujuan kognitif telah dicapai. Proses ini terdiri dari: (1) Perencanaan; (2) Pemantauan; (3) Evaluasi.


(18)

8 Metakognisi pada dasarnya adalah kemampuan belajar bagaimana seharusnya belajar dilakukan yang didalamnya dipertimbangkan dan dilakukan aktivitas-aktivitas sebagai berikut menurut Project (2008:1):

(1) Mengembangkan suatu rencana kegiatan belajar; (2) Mengidentifikasi kelebihan dan kekurangannya berkenaan dengan kegiatan belajar; (3) Memanfaatkan teknologi modern sebagai sumber belajar; (4) Memimpin dan berperan serta dalam diskusi dan pemecahan masalah kelompok; (5) Belajar dari dan mengambil manfaatkan pengalaman orang-orang tertentu yang telah berhasil dalam bidang tertentu; (6) Memahami faktor-faktor pendukung keberhasilan belajarnya.

Pernyataan di atas dapat jelaskan bahwa keberhasilan seseorang dalam belajar dapat dipengaruhi oleh kemampuan metakognisinya. Jika setiap kegiatan belajar dilakukan dengan mengacu pada indikator dari learning how to learn

sebagaimana disebutkan di atas maka hasil optimal akan mudah dicapai.

Pengetahuan metakognisi didapat dari pengetahuan tentang kognisi secara umum dan kesadaran, serta pengetahuan tentang kognisi diri sendiri.

Savage dan Amstrong dalam Yamin (2012: 71) mengemukakan bahwa “ ada dua strategi belajar metakognitif yaitu (1) berpikir dengan keras (thinking aloud) (2) berpikir dengan membayangkan (visualizing thinking)”. Penjelaskan tersebut bahwa dalam pendekatan berpikir dengan keras menghendaki siswa untuk menerangkan proses berpikir adalah untuk pendekatan suatu tugas atau suatu kegiatan. Berpikir dengan membayangkan adalah teknik untuk membantu siswa memonitor proses berpikirnya dengan memfokuskan siswa tersebut pada hal-hal yang perlu untuk suatu tugas.


(19)

9 Menurut Blakey dalam Ibrahim (2005:12), strategi untuk mengembangkan

keterampilan metakognisi adalah sebagai berikut: (1) Mengidentifikasi “apa yang kamu ketahui” dan “apa yang tidak kamu ketahui”; (2) Membahas tentang berpikir; (3) Membuat jurnal merencanakan dan pengaturan diri; (4) Menjelaskan tentang proses berpikir dan evaluasi.

Anderson dan Krathwohl(2001:1) mengemukakan bahwa:

Pengetahuan metakognisi adalah pengetahuan tentang kognisi secara umum, seperti kesadaran diri dan pengetahuan tentang kognisi diri sendiri.

Pengetahuan kognitif cenderung diterima sebagai pengetahuan tentang proses kognitif yang dapat digunakan untuk mengontrol proses kognitif.

Menurut pendapat tersebut bahwa pengetahuan tentang kognitif terdiri dari informasi dan pemahaman yang dimiliki seseorang siswa tentang proses berpikirnya itu dengan pengetahuan tentang strategi – strategi belajar yang digunakan dalam situasi pembelajaran tertentu. Metakognisi yaitu pengetahuan dan keterampilan dapat diajarkan, dilatihkan, atau dikembangkan, jadi

berdasarkan pengertian-pengertian yang dikemukakan beberapa pakar di atas, maka dapat ditarik kesimpulan bahwa secara sederhana metakognisi adalah pengetahuan seseorang tentang proses berpikirnya sendiri, atau pengetahuan seseorang tentang kognisinya serta kemampuan siswa dalam mengatur dan mengontrol aktivitas kognisinya dalam belajar dan berpikir.

Anderson dan Krathwohl(2001:1) mengemukakan tiga aspek dari pengetahuan metakognisi, yaitu: (a) Pengetahuan strategi (strategic knowledge), (b)

Pengetahuan tentang tugas-tugas kognitif, termasuk pengetahuan kontekstual dan kondisional, dan (c) Pengetahuan diri (self-knowledge).


(20)

10 Flavel (dalam Livingston:1997) membagi pengetahuan kognitif ke dalam tiga kategori, yaitu (a) Variabel pengetahuan diri (individu), (b) Variabel tugas, dan (c) Variabel strategi.

Pendekatan keterampilan metakognisi menurut Suzana (2003: 29) yaitu: Pendekatan keterampilan metakognisi sebagai pembelajaran yang menanamkan kesadaran bagaimana merancang, memonitor, serta

mengontrol tentang apa yang mereka ketahui; apa yang diperlukan untuk mengerjakan dan bagaimana melakukannya. Pembelajaran dengan pendekatan metakognitif menitikberatkan pada aktivitas belajar siswa; membantu dan membimbing siswa jika ada kesulitan; serta membantu siswa untuk mengembangkan konsep diri apa yang dilakukan saat belajar.

Pendekatan keterampilan metakognisi menurut Wahyuni (2008: 14) adalah sebagai berikut:

(1) Pertanyaan pemahaman yaitu pertanyaan yang didesain untuk

mendorong siswa menterjemahkan konsep dengan kata-kata sendiri setelah membaca soal dan memahami; (2) Pertanyaan strategi yaitu pertanyaan yang didesain untuk mendorong siswa mempertimbangkan strategi yang akan digunakan untuk memecahkan masalah besserta alasannya; (3)

Pertanyaan refleksi yaitu pertanyaan yang didesain untuk mendorong siswa melakukan evaluasi mengenai hasil pekerjaan.

Menurut pendapat tersebut bahwa metakognisi memainkan peran yang sangat penting dalam kesuksesan belajar siswa. Mengembangkan pengetahuan metakognisi penting sekali untuk mempelajari aktivitas dan belajar untuk membantu siswa menentukan bagaimana mereka dapat belajar lebih baik dalam memanfaatkan sumber daya kognitif mereka yaitu dengan cara meningkatkan keterampilan metakognisinya.


(21)

11 2. Motivasi Belajar

Motivasi dapat diartikan sebagai kekuatan (energi) seseorang yang dapat menimbulkan tingkat persistensi dan antusiasmenya dalam melaksanakan suatu kegiatan, baik yang bersumber dari dalam diri individu itu sendiri (motivasi intrinsik) maupun dari luar individu (motivasi ekstrinsik). Seberapa kuat motivasi yang dimiliki individu akan banyak menentukan terhadap kualitas perilaku yang ditampilkannya, baik dalam konteks belajar, bekerja maupun dalam kehidupan lainnya. Kajian tentang motivasi telah sejak lama memiliki daya tarik tersendiri bagi kalangan pendidik, manajer, dan peneliti, terutama dikaitkan dengan kepentingan upaya pencapaian kinerja (prestasi) seseorang.

Menurut Eysenck dalam Slameto (2003:170):

Motivasi dirumuskan sebagai suatu proses yang menentukan tingkatan kegiatan, intensitas, konsistensi, serta arah umum dari tingkah laku manusia, merupakan konsep yang rumit dan berkaitan dengan konsep–konsep lain seperti minat, konsep diri, sikap dan sebagainya.

Menurut Sukmadinata (2007 : 61) mengungkapkan:

Kekuatan yang menjadi pendorong kegiatan individu disebut motivasi, yang menunjukkan suatu kondisi dalam diri individu yang mendorong atau menggerakkan individu tersebut melakukan kegiatan mencapai suatu tujuan.

Pengertian motivasi diatas, dijelaskan bahwa manusia memiliki tujuan dan

harapan dari semua kegiatan yang dilakukan dalam hidupnya. Begitu pula dengan setiap siswa yang mengharapkan keberhasilan dalam proses belajarnya. Motivasi merupakan daya penggerak dalam diri siswa untuk melakukan aktivitas yang


(22)

12 mendukung keberhasilan belajar. Motivasi berasal dari kata “motive” atau

motion” yang berasal dari bahasa inggris yang berarti penggerak.

Motivasi merupakan faktor penting dalam kehidupan terutama dalam dunia pendidikan dan pengajaran. Hal ini dipertegas oleh Sukirman (2011: 29) beberapa peranan penting motivasi dalam proses pembelajaran, antara lain dalam (a)

menentukan hal-hal yang dapat dijadikan penguat belajar, (b) memperjelas tujuan belajar yang hendak dicapai, (c) menentukan ragam kendali terhadap rangsangan belajar, (d) menentukan ketekunan belajar.

Lebih lanjut Hamalik (2004: 161), mengemukakan tentang fungsi motivasi yaitu: (a) Mendorong timbulnya kelakuan atau suatu perbuatan, tanpa motivasi maka tidak akan timbul sesuatu perbuatan seperti belajar; (b) motivasi berfungsi sebagai pengarah, artinya mengarahkan perbuatan kepencapaian tujuan yang diinginkan; (c) motivasi berfungsi sebagai penggerak, besar kecilnya motivasi akan menentukan cepat atau lambatnya suatu pekerjaan.

Pernyataan diatas dapat dijelaskan bahwa siswa akan aktif yaitu dengan menumbuhkan motivasinya, diperkuat lagi dengan adanya cara untuk menumbuhkan motivasi siswa, hal ini membantu dalam proses kegiatan pembelajaran yaitu untuk mencapai hasil belajar yang baik. Proses didalam pembelajaran pelaksanaannya sangat memerlukan motivasi, sebab seseorang yang tidak mempunyai motivasi dalam belajar tidak akan mungkin melakukan aktivitas belajar. Jadi motivasi dapat berfungsi sebagai dorongan, pengarah dan penggerak siswa untuk mencapai hasil belajar yang baik pada diri siswa.


(23)

13 Hamalik (2004: 162 – 163), membagi motivasi menjadi 2 jenis yaitu:

(1). Motivasi intrinsik adalah motivasi yang sebenarnya yang timbul dalam diri siswa sendiri dan berguna dalam situasi belajar yang fungsional, seperti keinginan untuk mendapatkan keinginan tertentu; (2). Motivasi ekstrinsik adalah motivasi yang disebabkan oleh faktor – faktor dari luar situasi belajar, seperti penghargaan, persaingan dan hukuman.

Bahwa keinginan, tujuan, dan kebutuhan dalam diri seseorang akan berbeda dengan yang lain. Dorongan atau motivasi yang terdapat dalam diri seseorang dapat dilihat dari karakteristik individu atau orang itu sendiri.

3. Hasil Belajar

Setiap proses belajar mengajar keberhasilannya diukur dari seberapa besar hasil belajar yang dicapai oleh siswa tersebut. Hasil belajar berasal dari dua kata dasar yaitu hasil dan belajar, istilah hasil dapat diartikan sebagai sebuah prestasi dari apa yang telah dilakukan. Menurut Hamalik (2004: 155), hasil belajar tampak sebagai terjadinya perubahan tingkah laku pada diri siswa, yang dapat diamati dan diukur dalam perubahan pengetahuan, sikap dan keterampilan.

Menurut Dimyati dan Mudjiono (2002: 20), hasil belajar merupakan suatu puncak proses belajar. Hasil belajar tersebut terjadi terutama berkat evaluasi guru. Hasil belajar dapat berupa dampak pengajaran dan dampak pengiring. Kedua dampak tersebut bermanfaat bagi guru dan siswa. Dari sisi siswa, hasil belajar merupakan tingkat perkembangan mental yang lebih baik bila dibandingkan pada saat

sebelum belajar. Tingkat perkembangan mental tersebut terwujud pada jenis-jenis ranah kognitif, afektif, dan psikomotor. Sedangkan dari sisi guru, hasil belajar merupakan saat terselesikannya bahan pelajaran.


(24)

14 Menurut Hamalik (2004: 30), hasil belajar adalah bila seseorang telah belajar akan terjadi perubahan tingkah laku pada orang tersebut, misalnya dari tidak tahu menjadi tahu, dan dari tidak mengerti menjadi mengerti.

Pendapat di atas mengartikan bahwa hasil belajar adalah kemampuan-kemampuan yang dimiliki siswa setelah ia menerima pengalaman belajarnya. Hasil belajar digunakan oleh guru untuk dijadikan ukuran atau kriteria dalam mencapai suatu tujuan pendidikan. Hal ini dapat tercapai apabila siswa sudah memahami pembelajaran dengan diiringi oleh perubahan tingkah laku yang lebih baik lagi.

Menurut Dalyono (2005: 55) faktor-faktor yang menentukan pencapaian hasil belajar siswa, yaitu: (a) Faktor internal (yang berasal dari dalam diri) meliputi kesehatan intelegensi, bakat, minat, motivasi dan cara belajar; (b) Faktor eksternal (yang berasal dari luar diri) meliputi lingkungan keluarga, sekolah, masyarakat, dan lingkungan sekitar.

Pendapat tersebut dapat dijelaskan bahwa keberhasilan dari proses belajar mengajar dipengaruhi oleh banyak faktor, baik yang bersal dari dalam diri siswa (faktor internal). Untuk mendapatkan hasil belajar yang memuaskan, maka seorang siswa harus bisa mengelola faktor-faktor ini dengan baik terutama faktor yang berasal dari dalam dirinya. Belajar merupakan tindakan dan perilaku siswa yang kompleks. Sebagai tindakan maka belajar hanya dialami oleh siswa sendiri. Siswa adalah penentu terjadi atau tidaknya proses belajar. Proses belajar terjadi berkat siswa memperoleh sesuatu yang ada di lingkungan sekitar. Keberhasilan proses belajar yang dilakukan dapat diukur dengan tolak ukur hasil belajar yang diperoleh oleh siswa.


(25)

15 Kirkpatrick dalam Harun dan Mansur (2007: 3) menyarankan tiga komponen yang harus dievaluasi dalam pembelajaran yaitu pengetahuan yang dipelajari, keterampilan apa yang dikembangkan, dan sikap apa yang perlu diubah. Untuk mengevaluasi komponen pengetahuan dan atau perubahan sikap, dapat digunakan paper-and-pencil test (tes tertulis) sebagai alat ukurnya. Evaluasi hasil belajar untuk meningkatkan keterampilan siswa dapat digunakan tes kinerja sebagai alat ukurnya.

Hasil belajar dapat dilihat dari nilai yang diperoleh setelah tes dilakukan. Menurut Bloom, dalam Dimyati dan Mudjiono (2002: 26):

Ada tiga taksonomi yang dipakai untuk mempelajari jenis perilaku dan kemampuan internal akibat belajar yaitu: (a) Ranah Kognitif yang terdiri dari enam jenis perilaku, yaitu: ingatan, pemahaman, penerapan, analisis, sintesis, dan evaluasi;(b) Ranah afektif terdiri dari lima perilaku, yaitu penerimaan, partisipasi, penilaian dan penentuan sikap, organisasi, dan pembentukan pola hidup;(c) Ranah psikomotor terdiri dari tujuh jenis perilaku, yaitu persepsi, kesiapan, gerakan terbimbing, gerakan yang terbiasa, gerakan kompleks, penyesuaian gerakan, dan kreativitas.

Pendapat di atas, dikatakan bahwa hasil belajar merupakan hasil yang telah diperoleh setelah siswa menerima pengetahuan, dimana hasil belajar yang dimaksud mencakup tiga ranah, yaitu kognitif, afektif, dan psikomotor.

Menurut Arikunto (2007: 95), hasil belajar untuk ranah psikomotor dibagi menjadi beberapa aspek keterampilan pokok, yaitu melakukan percobaan, menganalisis hasil percobaan, menghubungkan percobaan dengan teori, mempresentasikan hasil, dan memecahkan prediksi pertanyaan. Berhasil atau tidaknya seseorang dalam belajar disebabkan beberapa faktor yang mempengaruhi pencapaian hasil belajar, yaitu berasal dari dalam diri orang yang belajar maupun


(26)

16 dari luar dirinya. Berdasarkan pendapat Slameto (2003: 54) faktor-faktor yang mempengaruhi keberhasilan belajar itu dapat dibagi menjadi 2 bagian besar yaitu faktor intern dan faktor ekstern yaitu:

(1) Faktor intern: faktor jasmaniah,keadaan jasmani yang perlu diperhatikan, pertama kondisi fisik yang normal atau tidak memiliki cacat sejak dalam kandungan sampai sesudah lahir. Kedua, kondisi fisik yang sehat dan segar sangat mempengaruhi keberhasilan belajar dan faktor psikologis,ada tujuh faktor yang tergolong dalam faktor

psikologis. Faktor- faktor itu meliputi inteligensi, perhatian, minat, bakat, motif, kematangan dan kelelahan; (2) Faktor ekstern yang berpengaruh terhadap belajar antara lain: faktor lingkungan keluarga, faktor

lingkungan sekolah, faktor lingkungan masyarakat.

Memperhatikan faktor-faktor tersebut diharapkan dapat meningkatkan hasil belajar seseorang dan dapat mencegah siswa dari penyebab-penyebab terhambatnya pembelajaran.

4. Metode Discovery

Metode discovery atau pembelajaran penemuan merupakan metode mengajar yang mengatur pengajaran sehingga siswa tersebut memperoleh pengetahuan yang sebelumnya belum diketahuinya itu tidak melalui pemberitahuan, sebagian atau seluruhnya ditemukan sendiri. Dalam pembelajaran discovery, pembelajarannya dirancang sedemikian rupa sehingga siswa dapat menemukan konsep-konsep dan prinsip-prinsip melalui proses mentalnya sendiri. Dalam menemukan konsep, siswa melakukan pengamatan, menggolongkan, membuat dugaan, menjelaskan, menarik kesimpulan dan sebagainya. Dalam proses pembelajaran guru hanya berperan sebagai fasilitator dan memberikan bimbingan serta arahan kepada siswa. Metode discovery menurut Suryosubroto (2002: 192) diartikan sebagai


(27)

17 suatu prosedur mengajar yang mementingkan pengajaran perseorangan,

manipulasi obyek dan lain-lain, sebelum sampai kepada generalisasi.

Menurut Gilstrap dalam Suryosubroto (2002: 197) langkah-langkah pelaksanaan metode discovery adalah sebagai berikut:

(1) Menilai kebutuhan dan minat siswa, dan menggunakannya sebagai dasar untuk menentukan tujuan yang berguna dan realistis untuk mengajar dengan penemuan; (2) Seleksi pendahuluan atas dasar kebutuhan dan minat siswa, prinsip-prinsip, generalisasi, pengertian dalam hubungannya dengan apa yang akan dipelajari; (3) Mengatur susunan kelas sedemikian rupa sehingga memudahkan terlibatnya arus bebas pikiran siswa dalam belajar dengan penemuan; (4) Berkomunikasi dengan siswa akan membantu menjelaskan peranan penemuan;(5) Mengecek pengertian siswa tentang masalah yang digunakan untuk merangsang belajar dengan penemuan.

Sedangkan langkah-langkah pembelajaran yang berorientasi discovery menurut Hamalik (2006: 220) adalah:

(1) Mengidentifikasi dan merumuskan topic; (2) Mengajukan suatu pertanyaan tentang fakta; (3) Memformulasikan hipotesis atau beberapa hipotesis untuk menjawab pertanyaan pada langkah 2; (4) Mengumpulkan informasi yang relevan dengan hipotesis dan menguji setiap hipotesis dengan data yang terkumpul; (5) Merumuskan jawaban atas pertanyaan sesungguhnya dan menyatakan jawaban sebagai preposisi tentang fakta.

Langkah-langkah pelaksanaan pada metode discovery ini dapat menentukan berhasil atau tidaknya proses belajar discovery tersebut. Didalam langkah-langkah pelaksanaanya dapat membimbing siswa aktif melakukan metode pembelajaran discovery, guru berperan membimbing siswa-siswa nya dalam melaksanakan metode discovery tersebut.

Hamalik (2006: 187) menyatakan bahwa metode discovery paling baik bila dilaksanakan dalam kelompok belajar yang kecil, namun dapat juga dilaksanakan


(28)

18 dalam kelompok belajar yang lebih besar. Metode discovery dapat dilaksanakan dalam bentuk komunikasi satu arah atau komunikasi dua arah yaitu:

(1) Sistem satu arah (ceramah reflektif)struktur penyajian sistem satu arah dalam bentuk usaha merangsang siswa melakukan proses discovery di depan kelas. Guru mengajukan suatu masalah, dan kemudian memecahkan

masalah tersebut melalui langkah-langkah discovery; (2) Sistem dua arah (Discovery terbimbing) sistem dua arah melibatkan siswa dalam menjawab pertanyaan-pertanyaan guru. Siswa melakukan discovery, sedangkan guru membimbing mereka ke arah yang tepat/benar. Gaya pengajaran demikian, oleh Cagne disebut sebagai guidd discovery. Dalam sistem ini, guru perlu memiliki keterampilan memberikan bimbingan.

Pendapat di atas dapat dijelaskan bahwa merode discovery dapat dilaksanakan dalam komunikasi satu arah dan dua arah. Pada komunikasi satu arah, guru memberikan masalah kepada siswa, selanjutnya guru memecahkan masalah itu dengan menggunakan langkah-langkah discovery, sedangkan pada komunikasi dua arah guru memberikan masalah dan siswa dapat memecahkan masalah dengan menggunakan langkah-langkah discovery, serta guru membimbing siswa tersebut.

Beberapa keunggulan metode penemuan juga diungkapkan oleh Herdy (2010: 179) sebagai berikut:

(1) Siswa aktif dalam kegiatan belajar, sebab ia berpikir dan menggunakan kemampuan untuk menemukan hasil akhir; (2) Siswa memahami benar bahan pelajaran, sebab mengalami sendiri proses menemukannya. Sesuatu yang diperoleh dengan cara ini lebih lama diingat; (3) Menemukan sendiri menimbulkan rasa puas. Kepuasan batin ini mendorong ingin melakukan penemuan lagi sehingga minat belajarnya meningkat; (4) Siswa yang memperoleh pengetahuan dengan metode penemuan akan lebih mampu mentransfer pengetahuannya ke berbagai konteks; (5) Metode ini melatih siswa untuk lebih banyak belajar sendiri.

Keunggulan metode discovery tersebut dapatdikatakan bahwa siswa yang aktif dalam belajar sehingga hasil belajar tersebut dapat bertahan lama dan mudah diingat, hasil belajar dengan metode discovery ini mempunyai efek transfer yang


(29)

19 lebih baik dari pada hasil lainnya dan dapat meningkatkan penalaran siswa dan kemampuan untuk berpikir. Metode discovery ini melatih

keterampilan-keterampilan kognitif siswa untuk menemukan dan memecahkan masalah tanpa pertolongan orang lain karena metode ini melatih siswa lebih banyak belajar secara sendiri. Tetapi metode ini juga memiliki beberapa kelemahan, diantaranya membutuhkan waktu belajar yang lebih lama dibandingkan dengan belajar menerima. Untuk mengurangi kelemahan metode ini maka diperlukan bantuan guru. Bantuan guru dapat dengan dimulai dengan mengajukan beberapa

pertanyaan dan memberikan informasi secara singkat kepada siswa.

B. Kerangka Pikir

Proses pembelajaran saat ini lebih menekankan pada kemampuan kognitif siswa, sedangkan kemampuan afektif siswa diabaikan. Terlebih lagi dengan cara-cara guru mengajar yang hanya mentransfer pengetahuan begitu saja tanpa

memberikan kesempatan kepada siswa untuk mencerna terlebih dahulu

pengalaman belajarnya dan oleh karena itu diperlukan penerapan suatu metode pembelajaran. Metode pembelajaran tersebut tentu saja harus ada interaksi timbal balik antara siswa dengan guru dan siswa dengan siswa sehingga tercapai tujuan dari pembelajaran tersebut. Salah satu alternatif metode yang digunakan yaitu metode discovery (pembelajaran penemuan). Metode discovery dalam proses pembelajarannya guru berperan sebagai fasilitator, dan guru memberikan bimbingan dan arahan kepada siswa.


(30)

20 Setiap siswa yang melakukan kegiatan belajar secara aktif mempunyai

kesempatan untuk memperoleh hasil belajar yang baik. Keberhasilan siswa dalam belajar ditentukan banyak faktor, salah satunya adalah keterampilan metakognisi siswa tersebut. Pembelajaran melalui keterampilan metakognisi dapat

mengembangkan siswa dalam kemampuan berpikir. Siswa yang menggunakan keterampilan metakognisi dengan baik memiliki kepercayaan bahwa mereka bisa menyelesaikan masalah didalam pelajaran dengan baik, dapat menentukan tujuan belajar, memperkirakan keberhasilan pencapaian tujuan belajar tersebut, dan memilih alternatif untuk mencapai tujuan belajar tersebut. Oleh karena itu, keterampilan metakognisi sangat diperlukan disini untuk mempengaruhi hasil belajar siswa.

Faktor lain diduga ikut berpengaruh terhadap hasil belajar adalah motivasi belajar. Motivasi belajar adalah segala sesuatu yang mendorong siswa untuk giat belajar yang timbul dari diri siswa. Motivasi yang tinggi akan mendorong siswa untuk belajar secara aktif dan penuh rasa tanggung jawab, sehingga akan mendapatkan hasil belajar yang baik. Dengan demikian, jika siswa memiliki keterampilan metakognisi yang baik, maka siswa akan memiliki motivasi yang tinggi untuk belajar dengan sungguh-sungguh sehingga proses belajar mengajar dapat berjalan dengan lancar, teratur, efektif dan efisien dan dapat menghasilkan hasil belajar yang sesuai dengan tujuan yang diharapkan.

Penggunaan metode pembelajaran discovery dilakukan dengan terlebih dahulu melakukan penilaian awal motivasi siswa berupa angket yang bertujuan


(31)

21 mengetahui nilai motivasi dari masing-masing siswa. Dalam hal ini dimaksudkan sebagai perbandingan dengan penilaian akhir motivasi pada akhir pembelajaran. Kemudian memberikan perlakuan yaitu pembelajaran dengan metode discovery pada kelas VIIIB sebagai kelas ekperimen.

Pembelajaran ini menuntut siswa berinteraksi secara aktif terhadap konteks dan konten pembelajaran. Setelah dijalankan penggunaan metode pembelajaran tersebut, maka dilakukan kembali penilaian motivasi berupa angket yang dibagikan kepada masing-masing siswa. Motivasi ini nantinya sebagai acuan terhadap penilaian motivasi sebelumnya sehingga dapat terlihat seberapa besar pengaruhnya terhadap hasil belajar. Selanjutnya kelas ekperimen diberi posttest untuk mengetahui keterampilan metakognisi dan hasil belajar siswa IPA fisika. Dalam hal ini keterampilan metakognisi dan hasil belajar dimaksudkan sebagai penilaian pada akhir pembelajaran.

Penelitian ini terdapat tiga bentuk variabel yaitu variabel bebas, variabel terikat, dan variabel moderator. Variabel bebas dalam penelitian ini adalah Keterampilan metakognisi (X1) dan Motivasi belajar (X2), sedangkan variabel terikatnya adalah Hasil belajar fisika (Y1), dan variabel moderatornya adalah Metode discovery (Z). Untuk mendapatkan gambaran yang jelas mengenai hubungan variabel bebas dan variabel terikatnya, maka dapat dijelaskan dalam paradigma pemikiran pada Gambar 2.1.


(32)

22

Gambar 2.1 Hubungan antara variabel bebas dan variabel terikat

Keterangan :

X1 : Keterampilan metakognisi X2 : Motivasi belajar

Y : Hasi belajar

R1 : Keterampilan metakognisi (X1) terhadap hasil belajar (Y) R2 : Motivasi belajar (X2) terhadap hasil belajar (Y)

R12 : Keterampilan metakognisi (X1) dan Motivasi belajar (X2) terhadap hasil belajar (Y)

C. Hipotesis Penelitian

Hipotesis dalam penelitian ini adalah : Terdapat pengaruh keterampilan metakognisi dan motivasi siswa terhadap hasil belajar IPA fisika siswa yang pembelajarannya menggunakan metode discovery.

X1

X2

Y R1

R12


(33)

23

III. METODE PENELITIAN

A. Waktu dan Tempat Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan di SMP Negeri 8 Bandar Lampung pada semester genap tahun pelajaran 2012/ 2013.

B. Populasi dan Sampel Penelitian

Populasi pada penelitian ini adalah seluruh siswa kelas VIII SMP Negeri 8 Bandar Lampung pada semester genap Tahun Pelajaran 2012/2013 yang terdiri atas sembilan kelas berjumlah 339 siswa. Teknik pengambilan sampel pada penelitian ini menggunakan teknik purposive sampling yaitu teknik penentuan sampel dengan pertimbangan tertentu (Sugiyono 2010: 124). Pertimbangan tertentu yang dilakukan dalam pemilihan sampel adalah berdasarkan hasil nilai ujian

pertengahan semester tahun 2012/2013 yang kurang memenuhi Kriteria Ketuntasan Minimal (KKM) secara keseluruhan dan keterangan dari hasil

wawancara dengan guru kelas sehingga dipilih sampel dalam penelitian ini adalah siswa kelas VIIIB.


(34)

24 C. Desain Penelitian

Penelitian ini merupakan studi kuasi eksperimen dengan menggunakan satu kelas sebagai sampel. Penelitian dilakukan secara langsung dalam kegiatan

pembelajaran pada siswa kelas VIIIB . Penelitian ini terdiri dari dua variabel bebas yaitu keterampilan metakognisi dan motivasi belajar, satu variabel terikat yaitu hasil belajar dan satu variabel moderator yaitu metode discovery. Desain penelitian ini menggunakan One-Shot Case Study. Secara prosedur rancangan desain penelitian disajikan pada Gambar 3.1.

Gambar 3.1 Desain Eksperimen One-Shot Case Study Keterangan:

X = Metode discovery O = Observasi (keterampilan metakognisi, motivasi dan hasil belajar)

(Sugiyono, 2010: 110)

D. Variabel Penelitian

Variabel pada penelitian ini terdiri dari variabel bebas, variabel terikat dan veriabel moderator. Variabel bebas dalam penelitian ini adalah keterampilan metakognisi (X1) dan motivasi belajar (X2), sedangkan variabel terikatnya adalah hasil belajar (Y ), dan pembelajaran dengan metode discovery dalam penelitian ini bertindak sebagai variabel moderator (variabel antara).


(35)

25 E. Data Penelitian

Data penelitian berupa data kuantitatif yang diperoleh dari: 1. Data keterampilan metakognisi

2. Data motivasi belajar 3. Data hasil belajar siswa

F. Instrumen Penelitian

Instrumen penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah:

1. Lembar kerja kelompok (LKK)

Lembar kerja kelompok digunakan untuk mengarahkan siswa dalam kerja kelompok yang berupa kegiatan eksperimen.

2. Lembar angket motivasi belajar

Lembar angket motivasi belajar dapat berupa seluruh kegiatan dan aktualisasi yang dilakukan oleh siswa selama pembelajaran berlangsung. 3. Keterampilan metakognisi dan hasil belajar menggunakan instrumen

berbentuk soal uraian. untuk mendapatkan data keterampilan metakognisi yang dimiliki siswa digunakan soal yang berisi pertanyaan yang sesuai dengan indikator keterampilan metakognisi. Tes ini digunakan pada saat ujian setelah siswa diberi perlakuan.


(36)

26 G. Teknik Pengumpulan Data

1. Data Keterampilan Metakognisi Siswa

Untuk memperoleh data keterampilan metakognisi siswa, tes diberikan kepada siswa dalam bentuk soal uraian yang telah disesuaikan dengan indikator

metakognisi untuk mendapatkan data mengenai keterampilan metakognisi yang dimiliki siswa. Sebelum diberikan kepada siswa, soal terlebih dahulu diuji cobakan kemudian dilakukan pengujian validitas dan reliabilitas. Setelah diuji validitas dan reliabilitasnya, kemudian soal diberikan kepada siswa yang diambil sebagai sampel.

Adapun hasil pengumpulan datanya dapat dilihat pada Lampiran 16.

2. Data Motivasi Belajar Siswa

Untuk memperoleh data motivasi siswa disediakan angket dalam bentuk skala Likert yang didalamnya terdapat pilihan jjawaban sangat setuju, setuju, ragu-ragu, tidak setuju, dan sangat tidak setuju. Dalam angket terdapat kisi-kisi yang terdiri dari empat indikator, yaitu :

1) Perhatian (Attention) 2) Relevansi (Relevance) 3) Percaya Diri (Confidence) 4) Kepuasan (Satisfaction)

Pernyataan digolongkan menjadi dua kriteria yaitu pernyataan negatif dan positif. Penentuan skor dilakukan dengan memberikan interval.


(37)

27 a) Untuk pernyataan dengan kriteria positif:

1 = sangat tidak setuju 2 = tidak setuju

3 = ragu-ragu/netral 4 = setuju

5 = sangat setuju

b) Untuk pernyataan dengan kriteria negatif: 1 = sangat setuju

2 = setuju

3 = raguragu/netral 4 = tidak setuju

5 = sangat tidak setuju

(Suhadi, 2008) Adapun hasil pengumpulan datanya dapat dilihat pada Lampiran 17.

3. Data Hasil Belajar Siswa

Data hasil belajar siswa diperoleh dengan memberikan tes akhir yang berupa soal uraian siswa kelas VIIIB IPA fisika pada materi pembelajaran cahaya. Adapun hasil pengumpulan datanya dapat dilihat pada Lampiran 18.

H. Analisis Instrumen 1. Uji Validitas

Agar dapat diperoleh data yang valid, instrumen atau alat untuk mengevaluasinya harus valid. Instrumen yang valid berarti alat ukur yang digunakan untuk

mendapatkan data (mengukur) itu valid. Valid berarti instrumen tersebut dapat digunakan untuk mengukur apa yang seharusnya diukur (ketepatan). Sebuah tes dikatakan memiliki validitas jika hasilnya sesuai dengan kriterium, dalam arti memiliki kesejajaran antara hasil tes tersebut dengan kriterium.


(38)

28 Untuk menguji validitas instrumen digunakan rumus korelasi product moment yaitu:

= � −

� 2 − 2 � 2− 2

(Arikunto, 2008: 72) Dengan kriteria pengujian jika korelasi antar butir dengan skor total lebih dari 0,3 maka instrumen tersebut dinyatakan valid, atau sebaliknya jika korelasi antar butir dengan skor total kurang dari 0,3 maka instrumen tersebut dinyatakan tidak valid. Dan jika rhitung > rtabel dengan α = 0,05 maka koefisien korelasi tersebut signifikan. Item yang mempunyai kerelasi positif dengan kriterium (skor total) serta korelasi yang tinggi, menunjukkan bahwa item tersebut mempunyai validitas yang tinggi pula. Biasanya syarat minimum untuk dianggap memenuhi syarat jika r = 0,3. (Masrun dalam Sugiyono, 2010: 188)

Uji validitas dalam penelitian ini dilakukan dengan menggunakan program SPSS 17.0 dengan kriterium uji bila correlated itemtotal correlation lebih besar dibandingkan dengan 0,3 maka data merupakan construck yang kuat (valid).

2. Uji Reliabilitas

Instrumen yang reliabel adalah instrumen yang bila digunakan beberapa kali untuk mengukur objek yang sama, akan menghasilkan data yang sama.

Perhitungan untuk mencari harga reliabilitas instrumen didasarkan pada pendapat Arikunto (2008: 109) yang menyatakan bahwa untuk menghitung reliabilitas dapat digunakan rumus alpha, yaitu:


(39)

29 11 = −1 1−

�12

�2

Di mana:

r11 = reliabilitas yang dicari

Σσi2 = jumlah varians skor tiap-tiap item σt2 = varians total

(Arikunto, 2008: 109)

Menurut Sayuti dalam Saputri (2010:30), kuesioner dinyatakan reliabel jika mempunyai nilai koefisien alpha, maka digunakan ukuran kemantapan alpha yang dilihat pada Tabel 3.1.

Tabel 3.1 Nilai Kisaran Alpha Chronbach‘s

Nilai Alpha Cronbach‘s Keterangan

0,00 – 0,20 Kurang Reliabel

0,21 – 0,40 Agak Reliabel

0,41 – 0,60 Cukup Reliabel

0,61 – 0,80 Reliabel

0,81 – 1,00 Sangat Reliabel

Setelah instrumen valid dan reliabel, kemudian disebarkan pada sampel yang sesungguhnya. Skor total setiap siswa diperoleh dengan menjumlahkan skor setiap nomor soal.

I. Teknik Analisis Data dan Pengujian Hipotesis 1. Analisis Data

Data yang diperoleh adalah data yang berbentuk skala interval. Untuk menganalisis data, sebelumnya data motivasi belajar IPA fisika siswa


(40)

30 yaitu Uji Normalitas pada data motivasi IPA fisika siswa. Setelah uji prasyarat dilakukan, maka tahap berikutnya adalah uji analisisRegresi Linier Berganda untuk menguji hipotesis yang telah dirumuskan. Keputusan hasil pengujian dilakukan dengan membandingkan hasil analisis dengan kriteria uji dari masing-masing jenis pengujian.

Menganalisis data keterampilan metakognisi dan hasil belajar siswa diambil dengan menggunakan lembar pengumpulan berupa soal tes keterampilan

metakognisi dan kemampuan hasil belajar IPA fisika siswa yang berbentuk soal uraian pada aspek kognitif yang diperoleh dari skor ujian akhir. Proses analisis untuk hasil belajar siswa adalah sebagai berikut:

a) Skor yang diperoleh dari masing – masing siswa adalah jumlah skor dari setiap soal.

b) Persentase pencapaian hasil belajar siswa diperoleh dengan rumus:

% Pencapaian hasil Belajar =Skor yang diperoleh

skor maksimum × 100% c) Nilai hasil belajar siswa adalah:

Nilai hasil belajar siswa = % prestasi belajar siswa (dihilangkan % nya). d) Nilai rata – rata hasil belajar siswa diperoleh dengan rumus : Rata – rata

hasil belajar siswa = nilai hasil belajar setiap siswa Jumlah siswa

e) Ketuntasan tergantung tempat penelitian.

Untuk kategori nilai rata – rata hasil belajar menggunakan Arikunto (2008: 245) yaitu:


(41)

31 Bila nilai siswa > 66, maka dikategorikan baik.

Bila 55 < nilai siswa > 66, maka dikategorikan cukup baik. Bila nilai siswa < 55, maka dikategorikan kurang baik.

2. Pengujian Hipotesis a. Uji Normalitas

Untuk menguji apakah sampel penelitian merupakan jenis distribusi normal, dapat dilakukan dengan uji statistik non-parametrik kolmogrov smirnov. Caranya adalah menentukan terlebih dahulu hipotesis pengujiannya yaitu:

Ho : data tidak terdistribusi secara normal.

H1 : data terdistribusi secara normal.

Dasar dari pengambilan keputusan uji normalitas, dihitung menggunakan program pada komputer yaitu menggunakan program SPSS 17,0 dengan metode kolmogrov smirnov berdasarkan pada besaran probabilitas atau nilai �. �� 2− � , nilai � yang digunakan adalah 0,05 dengan pedoman pengambilan keputusan sebagai berikut:

1) Nilai Sig. atau signifikansi atau nilai probabilitas < 0,05 maka H0 diterima dengan artian bahwa data tidak terdistribusi secara normal.

2) Nilai Sig. atau signifikansi atau nilai probabilitas > 0,05 maka H1 diterima dengan artian bahwa data terdistribusi normal.


(42)

32 b. Uji Linearitas

Uji linieritas bertujuan untuk mengetahui apakah dua variabel mempunyai hubungan yang linear atau tidak secara signifikan. Uji ini biasanya digunakan sebagai prasyarat dalam analisis korelasi atau regresi linear. Pengujian dilakukan dengan menggunakan program SPSS 17.0 dengan metode Test for Linearity pada taraf signifikan 0, 05. Dua variabel dikatakan mempunyai hubungan yang linear bila signifikansi (Linearity) kurang dari 0, 05.

c. Uji Korelasi

Pada penelitian ini, untuk memudahkan dalam menguji hubungan antara variabel dilakukan dengan menggunakan program SPSS 17.0 dengan uji Korelasi

Bivariate. Untuk dapat memberi interpretasi terhadap kuatnya hubungan itu, maka dapat digunakan pedoman seperti pada Tabel 3.2.

Tabel 3.2 Tingkat hubungan berdasarkan interval korelasi Interval Koefisien Tingkat Hubungan

0,00 – 0,19 0,20 – 0,39 0,40 – 0,59 0,60 – 0,79 0,80 – 1,00

Sangat Rendah Rendah

Sedang Kuat

Sangat Kuat

(Sugiyono, 2010: 257)

Analisis korelasi dapat dilanjutkan dengan menghitung koefisien determinasi, dengan cara mengkuadratkan koefisien yang ditemukan, untuk melihat pengaruh dalam bentuk persentase.


(43)

33 d. Uji Regresi Linear Sederhana

Uji regresi linear sederhana dilakukan untuk menghitung persamaan regresinya. Dengan

menghitung persamaan regresinya maka dapat diprediksi seberapa tinggi nilai variabel terikat jika nilai variabel bebas diubah-ubah serta untuk mengetahui arah hubungan antara variabel bebas dengan variabel terikat apakah positif atau negatif.

= +

Dengan:

=

2 2 − 2 = −

22

Priyatno (2010: 55)

Untuk memudahkan dalam menguji hubungan antara variabel dilakukan dengan menggunakan program SPSS 17.0 dengan uji Reggression Linear.

e. Uji Regresi Linier Berganda

Untuk mengetahui efisiensi perhitungan analisis data Uji Regresi Linier Berganda digunakan Aplikasi Program SPSS 17.0 For Windows. Kriteria uji yang

digunakan adalah jika Fhitung > dari Ftabel maka terima H1. Selanjutnya dengan adanya pertimbangan efesien perhitungan analisis data uji analisis regresi linear sederhana digunakan aplikasi program SPSS 17.0.

Persamaan yang harus diselesaikan dalam regresi linear berganda, yaitu:


(44)

34 Keterangan :

Y’ = Variabel dependen (nilai yang diprediksikan) X1, X2, Xn = Variabel independen

= Konstanta (nilai ′ apabila X1, X2,….,Xn = 0)

b1, b2, bn = Koefisien regresi (nilai peningkatan ataupun penurunan)

Adapun hipotesis yang telah diuji adalah:

1) Hipotesis pertama

Ho : Tidak terdapat pengaruh keterampilan metakognisi terhadaphasil belajar IPA fisika siswa yang pembelajarannya menggunakan metode discovery.

H₁ : Terdapat pengaruh keterampilan metakognisi terhadaphasil belajar IPA fisika siswa yang pembelajarannya menggunakan metode discovery.

2) Hipotesis kedua

Ho : Tidak terdapat pengaruh motivasi belajar terhadaphasil belajar IPA fisika siswa yang pembelajarannya menggunakan metode discovery.

H₁ : Terdapat pengaruh motivasi belajar terhadaphasil belajar IPA fisika siswa yang pembelajarannya menggunakan metode discovery.

3) Hipotesis ketiga

Ho : Tidak terdapat pengaruh keterampilan metakognisi dan motivasi belajar terhadaphasil belajar IPA fisika siswa yang pembelajarannya menggunakan metode discovery.


(45)

35 H₁ : Terdapat pengaruh keterampilan metakognisi dan motivasi belajar terhadap

hasil belajar IPA fisika siswa yang pembelajarannya menggunakan metode discovery.

Pengambilan keputusan berdasarkan nilai signifikansi atau nilai probabilitas:

a. Jika nilai signifikansi atau nilai probabilitas > 0,05 maka Ho diterima. b. Jika nilai signifikansi atau nilai probabilitas < 0,05 maka Ho ditolak.


(46)

V. SIMPULAN DAN SARAN

A. Simpulan

Berdasarkan hasil data dan pembahasan, dapat disimpulkan bahwa:

1. Terdapat pengaruh keterampilan metakognisi terhadap hasil belajar IPA fisika siswa yang pembelajarannya menggunakan metode discovery sebesar 15%. 2. Terdapat pengaruh motivasi belajar terhadap hasil belajar IPA fisika siswa

yang pembelajarannya menggunakan metode discovery sebesar 27%. 3. Terdapat pengaruh keterampilan metakognisi dan motivasi belajar terhadap

hasil belajar IPA fisika siswa yang pembelajarannya menggunakan metode discovery sebesar 32%.

B. Saran

Berdasarkan hasil pengamatan selama proses pembelajaran berlangsung dan juga analisis terhadap hasil belajar siswa, maka penulis memberikan saran sebagai berikut:

1. Pembelajaran menggunakan keterampilan metakognisi dengan metode discovery dapat dijadikan salah satu alternatif bagi guru di sekolah sebagai salah satu upaya untuk meningkatkan hasil belajar IPA fisika siswa sehingga siswa dapat benar-benar aktif dan termotivasi dalam proses pembelajaran.


(47)

68 2. Agar pembelajaran menggunakan keterampilan metakognisi dengan metode

discovery dapat berjalan dengan baik, guru harus mempersiapkan diri dan perlengkapan secara matang. Dari mulai mempersiapkan perangkat pembelajaran, alat yang akan digunakan saat eksperimen, mental guru dan pengetahuan, alokasi waktu yang sesuai, serta siswa yang harus berada dalam kondisi yang kondusif, sehingga secara teknis seluruh proses pembelajaran akan berlangsung dengan lancar dan baik.


(48)

DAFTAR PUSTAKA

Anderson dan Krathwoh. 2001. Metakognisi dalam Pembelajaran. Artikel Pendidikan. Diunduh pada tanggal 23 Oktober 2012 dari

http://lenterakecil.com/metakognisi-dalam-pembelajaran/Metacog.html. Arikunto, Suharsimi. 2008. Dasar-dasar Evaluasi Pendidikan. Jakarta: Bumi

Aksara.

_________ 2007. Penilaian Program Pendidikan. Jakarta: Bumi Aksara. Corebima, A. D. dan Idrus, A. A. 2006. Pemberdayaan dan Pengukuran

Kemampuan Berpikir pada Pembelajaran Biologi. Makalah. disajikan dalam International Conference on Measurement and Evaluation in Education, School of Educational Studies University Sains. Malaysia Penang: Malaysia.

Dimyati dan Mudjiono. 2002. Belajar dan Pembelajaran. Jakarta: Rineka Cipta. Dalyono, M. 2005. Psikologi Pendidikan. Jakarta: Rineka Cipta.

Hamalik, Umar . 2006. Perancangan Pengajaran Berdasarkan Pendekatan Sistem. Jakarta: Bumi Aksara.

_________ 2004. Proses Belajar Mengajar. Jakarta: Bumi Aksara.

Harun, R dan Mansur. 2007. Penilaian Hasil Belajar. Bandung: CV Wacana Prima.

Herdy. 2010. Common TexBook Strategi Pembelajaran Matematika

Kontemporer. Artikel Pendidikan. Diunduh pada tanggal 23 Oktober 2012 dari http://herdy07.wordpress.com/2010/05/27/metode-pembelajaran-discovery-penemuan.

Ibrahim, M. 2005. Strategi Pembelajaran Inovatif untuk Pembelajaran Fisika. Makalah. Disampaikan pada Symposium Fisika Regional Kalimantan. Surabaya: University Press.


(49)

Limonu, Ramlan. 2012. Pengaruh Motivasi Belajar terhadap Hasil Belajar di SMK Manado. Jurnal Pendidikan. Diunduh pada tanggal 11 Februari 2013 dari http:// unima.ac.id.jurnal43-pengaruh-motivasi-belajar-terhadap-hasil-belajar-di-smk-negeri-2-manado.html.

Livingstone, Jennifer A. 1997. Metacognition: An Overview. Artikel Pendidikan. Diunduh pada tanggal 23 Oktober 2012 dari

http://www.gse.buffalo.edu/fas/shuell/CEP564/Metacog.html.

Miranda, Yula. 2010. Pembelajaran Metakognitif Strategi Kooperatif Think Pair Share danThink Pair Share Metakognitif terhadap Kemampuan

Metakognitif Siswa pada Biologi di SMA Negeri Palangkaraya. Jurnal Pendidikan. Diunduh pada tanggal 14 Februari 2013 dari

http://www.vilila.com/2010/09/pembelajaran-metakognitif.html.

Nuryana, Eka dan Bambang Sugiarto. 2012. Hubungan Keterampilan Metakognisi dengan Hasil Belajar Siswa pada Materi Reaksi Reduksi Oksidasi Kelas X1 SMA Negeri 3 Sidoarjo. UNESAJournal Of Chemical Education. Diunduh pada tanggal 14 Februari 2013. dari http://ejournal.unesa.ac.id. Priyatno, Duwi. 2010. Paham Analisa Statistik Data dengan SPSS. Jakarta: PT. Buku Seru.

Project, Taccasu. 2008. Metacognition. Artikel Pendidikan. Diunduh pada tanggal 23 September 2012dari

http://www.hku.hk/cepc/taccasu/ref/metacognition.html.

Saputri, Lisa. 2012. Pengaruh Penggunaan Metode Discovery pada Pelajaran IPA Pokok Bahasan Bunyi terhadap Hasil Belajar Siswa. Jurnal Pendidikan. Diunduh pada tanggal 18 Februari 2013 dari

http://repository.library.uksw.edu.

Saputri, Novika. 2010. Pengaruh Fasilitas di Rumah dan Motivasi Belajar pada Pembelajaran Fisika melalui Metode Pemberian Tugas terhadap Hasil Belajar Fisika Siswa Kelas X Semester Genap SMA Negeri 1 Trimurjo Tahun Pelajaran 2009/2010. Skripsi. Bandarlampung: Universitas Lampung. Sardiman, A.M. 2004. Interaksi dan Motivasi Belajar Mengajar. Jakarta: Raja

Grafindo Persada.

Slameto. 2003. Proses Belajar Mengajar dalam Sistem Kredit Semester (SKS). Jakarta: Bumi Aksara.

Sugiyono. 2010. Metode Penelitian Pendidikan. Bandung: Alfabeta.

Suhadi. 2008. Angket Motivasi Terhadap Pelajaran. Diunduh pada tanggal 10 Juni 2011 dari http://suhadinet.files.wordpress.com.


(50)

Sukirman. 2011. Peranan Bimbingan Guru dan Motivasi Belajar dalam Rangka Mengingkatkan Prestasi Belajar Peserta Didik. Jurnal Pendidikan. Diunduh pada tanggal 04 November 2012 dari

http://www.ummetro.ac.id/file_jurnal/Sukirman.pdf .

Sukmadinata, Nana Syaodih. 2007. Landasan Psikologi Proses Pendidikan. Bandung: Remaja Rosdakarya.

Suryosubroto, B. 2002. Proses Belajar Mengajar di Sekolah. Jakarta: Rineka Cipta.

Suzana, Y. 2003. Meningkatkan Kemampuan Pemahaman dan Penalaran Matematik Siswa Menengah Umum Melalui Pembelajaran dengan

Pendekatan Metakognitif. Tesis. Jurusan Pendidikan Matematika FPMIPA UPI Bandung : Tidak diterbitkan.

Vacca, Richard T. dan Jo Anne L. 1989. Content Area Reading. London: Scott Foresman and Company.

Wahyuni, E. 2008 . Pengaruh Pembelajaran Metakognitif terhadap Kemampuan Koneksi Matematika Siswa SMA. Skripsi. Jurusan Pendidikan Matematika FPMIPA UPI Bandung : Tidak diterbitkan.

Yamin, Martinis. 2012. Desain Baru Pembelajaran Konstruktivistik. Jakarta: Referensi.


(1)

35 H₁ : Terdapat pengaruh keterampilan metakognisi dan motivasi belajar terhadap

hasil belajar IPA fisika siswa yang pembelajarannya menggunakan metode discovery.

Pengambilan keputusan berdasarkan nilai signifikansi atau nilai probabilitas:

a. Jika nilai signifikansi atau nilai probabilitas > 0,05 maka Ho diterima. b. Jika nilai signifikansi atau nilai probabilitas < 0,05 maka Ho ditolak.


(2)

V. SIMPULAN DAN SARAN

A. Simpulan

Berdasarkan hasil data dan pembahasan, dapat disimpulkan bahwa:

1. Terdapat pengaruh keterampilan metakognisi terhadap hasil belajar IPA fisika siswa yang pembelajarannya menggunakan metode discovery sebesar 15%. 2. Terdapat pengaruh motivasi belajar terhadap hasil belajar IPA fisika siswa

yang pembelajarannya menggunakan metode discovery sebesar 27%. 3. Terdapat pengaruh keterampilan metakognisi dan motivasi belajar terhadap

hasil belajar IPA fisika siswa yang pembelajarannya menggunakan metode discovery sebesar 32%.

B. Saran

Berdasarkan hasil pengamatan selama proses pembelajaran berlangsung dan juga analisis terhadap hasil belajar siswa, maka penulis memberikan saran sebagai berikut:

1. Pembelajaran menggunakan keterampilan metakognisi dengan metode discovery dapat dijadikan salah satu alternatif bagi guru di sekolah sebagai salah satu upaya untuk meningkatkan hasil belajar IPA fisika siswa sehingga siswa dapat benar-benar aktif dan termotivasi dalam proses pembelajaran.


(3)

68 2. Agar pembelajaran menggunakan keterampilan metakognisi dengan metode

discovery dapat berjalan dengan baik, guru harus mempersiapkan diri dan perlengkapan secara matang. Dari mulai mempersiapkan perangkat pembelajaran, alat yang akan digunakan saat eksperimen, mental guru dan pengetahuan, alokasi waktu yang sesuai, serta siswa yang harus berada dalam kondisi yang kondusif, sehingga secara teknis seluruh proses pembelajaran akan berlangsung dengan lancar dan baik.


(4)

DAFTAR PUSTAKA

Anderson dan Krathwoh. 2001. Metakognisi dalam Pembelajaran. Artikel Pendidikan. Diunduh pada tanggal 23 Oktober 2012 dari

http://lenterakecil.com/metakognisi-dalam-pembelajaran/Metacog.html. Arikunto, Suharsimi. 2008. Dasar-dasar Evaluasi Pendidikan. Jakarta: Bumi

Aksara.

_________ 2007. Penilaian Program Pendidikan. Jakarta: Bumi Aksara. Corebima, A. D. dan Idrus, A. A. 2006. Pemberdayaan dan Pengukuran

Kemampuan Berpikir pada Pembelajaran Biologi. Makalah. disajikan dalam International Conference on Measurement and Evaluation in Education, School of Educational Studies University Sains. Malaysia Penang: Malaysia.

Dimyati dan Mudjiono. 2002. Belajar dan Pembelajaran. Jakarta: Rineka Cipta. Dalyono, M. 2005. Psikologi Pendidikan. Jakarta: Rineka Cipta.

Hamalik, Umar . 2006. Perancangan Pengajaran Berdasarkan Pendekatan Sistem. Jakarta: Bumi Aksara.

_________ 2004. Proses Belajar Mengajar. Jakarta: Bumi Aksara.

Harun, R dan Mansur. 2007. Penilaian Hasil Belajar. Bandung: CV Wacana Prima.

Herdy. 2010. Common TexBook Strategi Pembelajaran Matematika

Kontemporer. Artikel Pendidikan. Diunduh pada tanggal 23 Oktober 2012 dari http://herdy07.wordpress.com/2010/05/27/metode-pembelajaran-discovery-penemuan.

Ibrahim, M. 2005. Strategi Pembelajaran Inovatif untuk Pembelajaran Fisika. Makalah. Disampaikan pada Symposium Fisika Regional Kalimantan. Surabaya: University Press.


(5)

Limonu, Ramlan. 2012. Pengaruh Motivasi Belajar terhadap Hasil Belajar di SMK Manado. Jurnal Pendidikan. Diunduh pada tanggal 11 Februari 2013 dari http:// unima.ac.id.jurnal43-pengaruh-motivasi-belajar-terhadap-hasil-belajar-di-smk-negeri-2-manado.html.

Livingstone, Jennifer A. 1997. Metacognition: An Overview. Artikel Pendidikan. Diunduh pada tanggal 23 Oktober 2012 dari

http://www.gse.buffalo.edu/fas/shuell/CEP564/Metacog.html.

Miranda, Yula. 2010. Pembelajaran Metakognitif Strategi Kooperatif Think Pair Share danThink Pair Share Metakognitif terhadap Kemampuan

Metakognitif Siswa pada Biologi di SMA Negeri Palangkaraya. Jurnal Pendidikan. Diunduh pada tanggal 14 Februari 2013 dari

http://www.vilila.com/2010/09/pembelajaran-metakognitif.html.

Nuryana, Eka dan Bambang Sugiarto. 2012. Hubungan Keterampilan Metakognisi dengan Hasil Belajar Siswa pada Materi Reaksi Reduksi Oksidasi Kelas X1 SMA Negeri 3 Sidoarjo. UNESA Journal Of Chemical Education. Diunduh pada tanggal 14 Februari 2013. dari http://ejournal.unesa.ac.id. Priyatno, Duwi. 2010. Paham Analisa Statistik Data dengan SPSS. Jakarta: PT. Buku Seru.

Project, Taccasu. 2008. Metacognition. Artikel Pendidikan. Diunduh pada tanggal 23 September 2012dari

http://www.hku.hk/cepc/taccasu/ref/metacognition.html.

Saputri, Lisa. 2012. Pengaruh Penggunaan Metode Discovery pada Pelajaran IPA Pokok Bahasan Bunyi terhadap Hasil Belajar Siswa. Jurnal Pendidikan. Diunduh pada tanggal 18 Februari 2013 dari

http://repository.library.uksw.edu.

Saputri, Novika. 2010. Pengaruh Fasilitas di Rumah dan Motivasi Belajar pada Pembelajaran Fisika melalui Metode Pemberian Tugas terhadap Hasil Belajar Fisika Siswa Kelas X Semester Genap SMA Negeri 1 Trimurjo Tahun Pelajaran 2009/2010. Skripsi. Bandarlampung: Universitas Lampung. Sardiman, A.M. 2004. Interaksi dan Motivasi Belajar Mengajar. Jakarta: Raja

Grafindo Persada.

Slameto. 2003. Proses Belajar Mengajar dalam Sistem Kredit Semester (SKS). Jakarta: Bumi Aksara.

Sugiyono. 2010. Metode Penelitian Pendidikan. Bandung: Alfabeta.

Suhadi. 2008. Angket Motivasi Terhadap Pelajaran. Diunduh pada tanggal 10 Juni 2011 dari http://suhadinet.files.wordpress.com.


(6)

Sukirman. 2011. Peranan Bimbingan Guru dan Motivasi Belajar dalam Rangka Mengingkatkan Prestasi Belajar Peserta Didik. Jurnal Pendidikan. Diunduh pada tanggal 04 November 2012 dari

http://www.ummetro.ac.id/file_jurnal/Sukirman.pdf .

Sukmadinata, Nana Syaodih. 2007. Landasan Psikologi Proses Pendidikan. Bandung: Remaja Rosdakarya.

Suryosubroto, B. 2002. Proses Belajar Mengajar di Sekolah. Jakarta: Rineka Cipta.

Suzana, Y. 2003. Meningkatkan Kemampuan Pemahaman dan Penalaran Matematik Siswa Menengah Umum Melalui Pembelajaran dengan

Pendekatan Metakognitif. Tesis. Jurusan Pendidikan Matematika FPMIPA UPI Bandung : Tidak diterbitkan.

Vacca, Richard T. dan Jo Anne L. 1989. Content Area Reading. London: Scott Foresman and Company.

Wahyuni, E. 2008 . Pengaruh Pembelajaran Metakognitif terhadap Kemampuan Koneksi Matematika Siswa SMA. Skripsi. Jurusan Pendidikan Matematika FPMIPA UPI Bandung : Tidak diterbitkan.

Yamin, Martinis. 2012. Desain Baru Pembelajaran Konstruktivistik. Jakarta: Referensi.