PENGARUH KETERAMPILAN METAKOGNISI TERHADAP HASILBELAJAR DAN SIKAP SISWA MELALUI METODE PEMBELAJARAN DISCOVERY

(1)

(2)

ABSTRAK

PENGARUH KETERAMPILAN METAKOGNISI TERHADAP HASILBELAJAR DAN SIKAP SISWA MELALUI METODE

PEMBELAJARAN DISCOVERY

Oleh Khairul Anam

Pembelajaran yang berpusat pada guru cenderung kurang berhasil. Hasil belajar yang dicapai siswa rendah, serta sikap siswa selama pembelajaran cenderung monoton. Perlunya keterampilan metakognisi pada proses pembelajaran, yang dikemas dalam metode pembelajaran discovery. Penelitian ini bertujuan untuk (1) mengetahui pengaruh keterampilan metakognisi terhadap hasil belajar siswa melalui metode pembelajaran discovery, dan (2) mengetahui pengaruh

keterampilan metakognisi terhadap sikap siswa melalui metode pembelajaran discovery. Penelitian ini dilaksanakan di kelas XIIIE SMP Negeri 28 Bandar lampung yang berjumlah 36 siswa pada semester genap tahun pelajaran

2012/2013 dengan materi tekanan. Teknik pengambilan sampel pada penelitian ini yaitu Purposive Sampling, sementara desain penelitian yang digunakan adalah one-shot case study. Berdasarkan penelitian ini, diperoleh data keterampilan

metakognisi, hasil belajar, dan data lembar observasi sikap siswa yang kemudian dianalisis dengan menggunakan metode regresi linear dengan SPSS17.0. Hasil analisis menunjukkan bahwa kedua data berdistribusi normal dan linear.


(3)

Khairul Anam Selanjutnya untuk menguji pengaruh dilakukan dengan uji korelasi dan regresi linear sederhanadenganbantuanSPSS 17.0.

Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa: (1) ada pengaruh keterampilan

metakognisi terhadap hasil belajar melalui metode pembelajaran discovery sebesar 12% yang termasuk dalam kategori rendah. Persamaan regresinya Y = 39,26 + 0,4 X dimana konstanta a dan b merupakan koefisien yang signifikan. (2) ada

pengaruh keterampilan metakognisi terhadap sikap belajar siswa melalui metode pembelajaran discovery sebesar 33% yang termasuk dalam kategori sedang. Persamaan regresinya Y = 25,9 + 0,6 X dimana koefisien a dan b merupakan koefisien yang signifikan.

Kata kunci : keterampilan metakognisi, hasil belajar, sikap siswa, metode pembelajaran discovery.


(4)

(5)

(6)

(7)

DAFTAR ISI

Halaman

DAFTAR ISI ... i

DAFTAR TABEL ... iv

DAFTAR GAMBAR ... v

I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah ... 1

B. Rumusan Masalah ... 3

C. Tujuan Penelitian ... 4

D. Manfaat Penelitian ... 4

E. Ruang Lingkup Penelitian ... 4

II. TINJAUAN PUSTAKA A. Kerangka Teoretis 1. Keterampilan Metakognisi ... 6

2. Hasil Belajar ... 8

3. Sikap ... 10

4. Metode Pembelajaran Discovery... 13

5. Tekanan... 16

B. Kerangka Pemikiran ... 19

C. Hipotesis ... 21

III. METODE PENELITIAN A. Waktu dan Tempat Penelitian ... 22

B. Populai Penelitian ... 22

C. Sampel ... 22


(8)

ii

E. Variabel Penelitian ... 24

F. Instrumen Penelitian ... 24

G. Analisis Instrumen ... 24

H. Teknik Pengumpulan Data ... 26

1. Teknik tes ... 26

2. Soal metakognisi ... 26

3. Sikap siswa ... 26

I. Teknik Analisis Data dan Pengujian Hipotesis ... 27

1. Analisis Data ... 27

2. Pengujian Hipotesis ... 29

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. Hasil Penelitian ... ....33

1. Uji Validitas dan Reliabilitas ... 33

2. Hasil Pengumpulan data ... 36

3. Pengujian Hipotesis ... 38

B. Pembahasan ... 47

1. Pengaruh keterampilan metakognisi terhadap hasil belajar melalui metode pembelajaran discovery ... 47

2. Pengaruh keterampilan metakognisi terhadap sikap siswa melalui metode pembelajaran discovery ... 52

V. SIMPULAN DAN SARAN A. Simpulan ... 55

B. Saran ... 55


(9)

I. PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Pembelajaran adalah proses interaksi peserta didik dengan pendidik dan sumber belajar pada suatu lingkungan belajar yang meliputi guru dan siswa yang saling bertukar informasi. Pengertian pembelajaran merupakan bantuan yang diberikan pendidik agar dapat terjadi proses perolehan ilmu dan pengetahuan, penguasaan kemahiran dan tabiat, serta pembentukan sikap dan kepercayaan pada peserta didik. Dengan kata lain, pengertian pembelajaran adalah proses untuk membantu peserta didik agar dapat belajar dengan baik.

Pembelajaran IPA Fisika di sekolah dan atau madrasah saat ini masih didominasi oleh kegiatan guru. Guru aktif mengajar dan peserta didik pasif dalam belajar, guru aktif menjabarkan rumus-rumus fisika dengan bantuan media pembelajaran yang ada di sekolah, latihan soal-soal, dan penambahan jam pelajaran. Seharusnya siswa yang dilibatkan aktif serta siswa dapat menemukan konsep sendiri.

Perlunya keterampilan metakognisi pada proses pembelajaran, karena

keterampilan metakognisi merupakan ujung tombak pencapaian pengetahuan kognitif siswa dalam sebuah pembelajaran. Pembelajaran yang mengajarkan siswa keterampilan-keterampilan kognitif penting dengan menciptakan pengalaman


(10)

2 belajar melalui pemodelan perilaku atau konsep tertentu oleh guru dan kemudian membantu siswa mengembangkan keterampilan tersebut atas usaha mereka sendiri dengan pemberian semangat, dukungan dan sistem pembelajaran sehingga tujuan pembelajaran mandiri dapat meningkat. Pembelajaran terbalik ini lebih menekankan pada keterampilan membaca sumber belajar siswa. Sehingga ketrampilan kognitif sangat penting untuk proses pembelajaran siswa dan menciptakan suatu keberhasilan dalam belajar.

Kenyataan di SMP Negeri 28 Bandar Lampung menunjukkan bahwa dalam proses belajar mengajar siswa masih banyak mengalami kesulitan dalam memahami konsep-konsep fisika yang diajarkan. Hal ini diindikasikan dari hasil pengamatan langsung dan wawancara dengan beberapa guru di SMP Negeri 28 Bandar Lampung yang hanya menggunakan pendekatan ceramah dan tanya jawab, serta kurang memberikan pemahaman awal mengenai konsep IPA fisika tersebut. Berdasarkan wawancara tersebut, yang tentunya kurang memberikan pemahaman awal mengenai konsep IPA fisika, membuat hasil belajar yang dicapai siswa kurang memuaskan. Terbukti hasil belajar siswa SMP Negeri 28 Bandar Lampung hanya sekitar 40% siswa yang lulus KKM . Selain itu,

kekurangakurantan guru dalam memilih setrategi belajar yang jitu membuat sikap siswa dalam kelas cenderung monoton dan sering jenuh, serta masih kurangnya rasa bekerja sama, berinisiatif, penuh perhatian, serta bekerja sistematis.

Berdasarkan hal tersebut guru sebagai faktor penentu pencapaian pembelajaran, perlu memilih strategi pembelajaran yang efektif, efisien, dan menarik untuk meningkatkan sikap dan hasil belajar siswa. Sebuah pembelajaran yang


(11)

3 diharapkan mampu membuat menarik siswa untuk berpikir kritis dan menemukan sendiri masalah-masalah yang muncul, menyimpulkan, dan menerapkan dalam kehidupan sehari-hari. Oleh karena itu metode pembelajaran yang dikemas sedemikian rupa sehingga membuat siswa menemukan sendiri masalah yang terjadi dalam hal fenomena fisika yakni metode pembelajaran discovery.

Pembelajaran discovery (penemuan) kegiatan atau pembelajaran yang dirancang sedemikian rupa sehingga siswa dapat menemukan konsep-konsep dan prinsip-prinsip melalui proses mentalnya sendiri. Dalam menemukan konsep, siswa melakukan pengamatan, menggolongkan, membuat dugaan, menjelaskan, menarik kesimpulan dan sebagainya untuk menemukan beberapa konsep atau prinsip. Selain itu, melalui metode pembelajaran ini, diharapkan akan meningkatkan keterampilan metakognisi siswa.

Berdasarkan latar belakang di atas, telah dilakukan penelitian eksperimen dengan judul Pengaruh Keterampilan Metakognisi Terhadap Hasil Belajar dan Sikap Siswa Melalui Metode Pembelajaran discovery”.

B. Rumusan Masalah

Rumusan masalah pada penelitian ini sebagai berikut:

1. Apakah terdapat pengaruh keterampilan metakognisi terhadap hasil belajar melalui metode pembelajaran discovery ?

2. Apakah terdapat pengaruh keterampilan metakognisi terhadap sikap siswa melalui metode pembelajaran discovery ?


(12)

4 C. Tujuan Penelitian

Tujuan penelitian ini adalah:

1. Mengetahui pengaruh keterampilan metakognisi terhadap hasil belajar siswa melalui metode pembelajaran discovery.

2. Mengetahui pengaruh keterampilan metakognisi terhadap sikap siswa melalui metode pembelajaran discovery.

D. Manfaat Penelitian

Manfaat dari penelitian ini adalah: 1. Bagi siswa

Menyiapkan siswa agar memiliki keterampilan metakognisi, sehingga diharapkan hasil belajar siswa meningkat, serta sikap siswa dalam pembelajaran tidak hanya monoton.

2. Bagi guru

Guru di SMP memperoleh tambahan pengetahuan tentang keterampilan metakognisi dan metode pembelajaran discovery.

E. Ruang Lingkup Penelitian

Agar jelas arah penelitian yang dilaksanakan, maka batasan ruang lingkup penelitian ini adalah:

1. Keterampialan metakognisi adalah kesadaran berpikir tentang apa yang diketahui dan apa yang tidak diketahui. Dalam konteks pembelajaran, siswa mengetahui bagaimana untuk belajar, mengetahui kemampuan dan modalitas


(13)

5 belajar yang dimiliki, dan mengetahui strategi belajar terbaik untuk belajar efektif. Indikator keterampilan metakognisi yang dinilai dalam penelitian ini adalah kemampuan siswa dalam mengatur dan mengontrol aktivitas kognisinya dalam belajar dan berpikir.

2. Hasil belajar siswa pada hakikatnya adalah perubahan tingkah laku. Perubahan tingkah laku sebagai hasil belajar dalam pengertian mencakup bidang kognitif. 3. Sikap merupakan reaksi atau respon seseorang yang tertutup terhadap suatu

stimulus atau objek. Dalam penelitian ini, sikap siswa langsung bisa diketahui pada saat pembelajaran berlangsung dengan menggunakan lembar penilaian sikap.

4. Metode pembelajaran discovery (penemuan) adalah metode mengajar yang mengatur pengajaran sedemikian rupa sehingga anak memperoleh

pengetahuan yang sebelumnya belum diketahuinya itu tidak melalui pemberitahuan, sebagian atau seluruhnya ditemukan sendiri. Pembelajaran discovery mengajarkan keterampilan menyelidiki dan memecahkan masalah

sebagai alat bagi siswa untuk mencapai tujuan pendidikannya.

5. Objek penelitian ini adalah siswa kelas VIIIE SMP N 28 Bandar Lampung Semester Genap Tahun Ajaran 2012/2013.


(14)

II. KERANGKA TEORITIS

A. Tinjauan Pustaka

1. Keterampilan Metakognisi

Istilah metakognisi pertama kali diperkenalkan Flavell pada tahun 1976.

Metakognisi terdiri dari imbuhan “meta” dan “kognisi”. “Meta” merupakan

awalan untuk kognisi yang artinya “sesudah” kognisi. Penambahan awalan “meta”

pada kognisi untuk merefleksikan ide bahwa metakognisi di artikan sebagai kognisi tentang kognisi, pengetahuan tentang pengetahuan atau berpikir tentang berpikir.

Laurens mengemukakan fungsi dari kognisi adalah untuk memecahkan masalah sedangkan fungsi dari metakognisi adalah untuk mengarahkan pemikiran seseorang dalam memecahkan suatu masalah.

Matlin dalam Fauziana (2008: 18) menjelaskan bahwa:

Metakognisi adalah pengetahuan, kesadaran dan pengontrolan seseorang terhadap proses kognisinya dan metakognisi juga sangat penting karena pengetahuan tentang proses kognisi dapat membantu seseorang dalam menyeleksi strategi – strategi pemecahan masalah.


(15)

7 Berdasarkan kalimat di atas, dapat dikatakan bahwa metakognisi berhubungan erat dengan proses kognisi atau pengetahuan konsep sehingga dapat membantunya dalam menyelesaikan strategi-strategi pemecahan masalah .

Sedangkan menurut McDevitt dan Ormrod dalam Fauziana (2008: 18)

the term metacognition refers both to the knowledge that people have about their own cognitive processes and to the intentional use of certain cognitive processes to improve learning and memory”.

Berdasarkan pendapat di atas, metakognisi berarti pengetahuan seseorang tentang proses berpikirnya dan digunakan untuk meningkatkan pembelajaran serta

ingatan.

Wellman dalam Mulbar (2008: 4) menyatakan bahwa:

“metacognition is a form of cognition, a second or higher order thinking process which involves active control over cognitive processes. It can be simply defined as thinking about thinking or as a “person’s cognition

about cognition”.

Metakognisi sebagai suatu bentuk kognisi, atau proses berpikir dua tingkat atau lebih yang melibatkan pengendalian terhadap aktivitas kognitif. Karena itu metakognisi dapat dikatakan sebagai berpikir seseorang tentang berpikirnya sendiri. Ketika seseorang mengetahui apa saja faktor-faktor yang mempengaruhi proses kognitifnya sendiri, mengetahui tugas-tugas mana saja yang di anggap berat atau mudah dan mengetahui apa yang diketahui, berarti seseorang tersebut.


(16)

8 Vacca (1989: 223) mengemukakan bahwa:

“Pengetahuan metakognisi merupakan pengetahuan yang diperoleh siswa tentang proses-proses kognitif yaitu pengetahuan yang bisa digunakan untuk mengontrol proses-proses kognitif. Pengalaman metakognisi melibatkan strategi atau pengaturan metakognisi. Strategi metakognisi merupakan proses yang berurutan yang digunakan untuk mengontrol aktivitas kognitif dan memastikan bahwa tujuan kognitif telah dicapai. Proses ini terdiri dari: (1) perencanaan; (2) pemantauan; (3) evaluasi”.

Berdasarkan pendapat di atas, dapat diketahui bahwa metakognisi berupa suatu pengetahuan yang diperoleh siswa yang digunakan untuk mengontrol proses-proses kognitif. Tujuan kognitif bisa tercapai jika strategi metakognisi benar-benar digunakan untuk mengontrol aktivitas kognitif.

2. Hasil Belajar

Setiap proses belajar mengajar keberhasilannya diukur dari seberapa jauh hasil belajar yang dicapai siswa. Hasil belajar berasal dari dua kata dasar yaitu hasil dan belajar, istilah hasil dapat diartikan sebagai sebuah prestasi dari apa yang telah dilakukan. Menurut Hamalik (2004: 155) bahwa:

Hasil belajar tampak sebagai terjadinya perubahan tingkah laku pada diri siswa, yang dapat diamati dan diukur dalam perubahan pengetahuan, sikap dan keterampilan.

Menurut Hamalik (2004: 30) bahwa:

Hasil belajar adalah bila seseorang telah belajar akan terjadi perubahan tingkah laku pada orang tersebut, misalnya dari tidak tahu menjadi tahu, dan dari tidak mengerti menjadi mengerti.


(17)

9 Berdasarkan pernyataan di atas, dapat dikatakan bahwa hasil belajar adalah hasil yang dicapai siswa setelah mengikuti pembelajaran, yang dapat diamati dan diukur dalam perubahan pengetahuan, sikap, dan keterampilan. Hasil belajar digunakan oleh guru untuk dijadikan ukuran atau kriteria dalam mencapai suatu tujuan pendidikan.

Dimyati (2002: 3) mengungkapkan pengertian hasil belajar sebagai berikut: Hasil belajar merupakan hasil dari suatu interaksi tindak belajar dan tindak mengajar. Dari sisi guru, tindak mengajar diakhiri dengan proses evaluasi belajar. Dari sisi siswa, hasil belajar merupakan berakhirnya penggal dan puncak proses belajar.

Sudjana (2005: 3) juga mengungkapkan bahwa:

Hasil belajar siswa pada hakikatnya adalah perubahan tingkah laku. Tingkah laku sebagai hasil belajar dalam pengertian luas mencakup bidang kognitif, afektif, dan psikomotoris.

Berdasarkan uraian tersebut, hasil belajar merupakan perubahan tingkah laku dari suatu interaksi belajar-mengajar yang juga digunakan untuk proses evaluasi oleh guru.

Menurut Dalyono (2005: 55) faktor-faktor yang menentukan pencapaian hasil belajar siswa, yaitu: (a)Faktor internal (yang berasal dari dalam diri) meliputi kesehatan intelegensi, bakat, minat, motivasi dan cara belajar; (b) Faktor eksternal (yang berasal dari luar diri) meliputi lingkungan keluarga, sekolah, masyarakat, dan lingkungan sekitar.

Berdasarkan pendapat di atas dapat dikatakan bahwa faktor yang mempengaruhi pencapaian hasil belajar siswa yaitu faktor internal yang meliputi kesehatan


(18)

10 intelegensi, bakat, minat, motivasi dan cara belajar, serta faktor eksternal yang meliputi lingkungan keluarga, sekolah, masyarakat, dan lingkungan sekitar. Menurut Bloom dalam Sardiman (2004: 23-24) bahwa ada tiga ranah hasil belajar, yaitu:

(1) Kognitif: Knowledge (pengetahuan, ingatan), comprehension (pemahaman, menjelaskan, meringkas), analysis (menguraikan,

menentukan hubungan), synthesis (mengorganisasikan, merencanakan, membentuk bangunan baru), evaluation (menilai), application

(menerapkan). (2) Affective: Receiving (sikap menerima), responding (member respon), Valuing (menilai), organization (organisasi), characterization (karakterisasi). (3) Psychomotor: initiatory level, pre-routine level, routinized level.

Berdasarkan pendapat di atas, dapat dikatakan bahwa terdapat tiga ranah hasil belajar yaitu Kognitif yang terdiri dari (pengetahuan, ingatan , menguraikan, menentukan hubungan, mengorganisasikan, merencanakan, membentuk bangunan baru, menilai, menerapkan), Affective yang terdiri dari (sikap menerima, memberi respon, menilai, organisasi, karakterisasi) serta Psychomotor.

3. Sikap

Sikap merupakan reaksi atau respon sesorang terhadap objek tertentu. Sikap menurut Notoatmojo (1997: 130) Sikap adalah merupakan reaksi atau respon seseorang yang tertutup terhadap suatu stimulus atau objek.

Sikap menurut Purwanto (1998: 62) Sikap adalah pandangan-pandangan atau perasaan yang disertai kecenderungan untuk bertindak sesuai objek tadi.


(19)

11 Berdasarkan kedua pernyataan diatas, dapat dikatakan bahwa sikap berkaitan dengan respon seseorang terhadap suatu objek serta pandangan yang disertai kecenderungan untuk bertindak.

Azwar dalam Elmubarok (2007: 45) menggolongkan definisi sikap dalam tiga kerangka pemikiran. Pertama, kerangka pemikiran yang diwakili oleh para ahli psikologi seperti Louis Thurstone, Rensis Likert dan Charles Osgood. Menurut mereka sikap adalah suatu bentuk evaluasi atau reaksi perasaan. Berarti sikap seseorang terhadap suatu objek adalah perasaan mendukung atau memihak

(favorable) maupun perasaan mendukung atau tidak memihak (unfavorable) pada

objek tersebut. Kedua, kerangka pemikiran ini diwakili oleh beberapa ahli, seperti Chief, Bogardus, LaPierre, Mead dan Gordon Allport.

Menurut kelompok pemikiran ini sikap merupakan semacam kesiapan untuk bereaksi terhadap suatu objek dengan cara-cara tertentu. Dapat dikatakan bahwa kesiapan yang dimaksudkan merupakan kecenderungan yang potensial untuk bereaksi dengan cara tertentu apabila individu dihadapkan pada suatu stimulus yang menghendaki adanya respon. Ketiga, kelompok pemikiran ini adalah kelompok yang berorientasi pada skema triadik (triadic schema). Menurut pemikiran ini suatu sikap merupakan konstelasi komponen kognitif, afektif dan konatif yang saling berinteraksi didalam memahami, merasakan dan berperilaku terhadap suatu objek.

Second and Bacman dalam Elmubarok (2008: 46) membagi sikap menjadi tiga komponen yang dijelaskan swebagai berikut: (a) Komponen kognitif, adalah komponen yang terdiri dari pengetahuan. Pengetahaun inilah yang akan


(20)

12 membentuk keyakinan dan pendapat tertentu tentang objeki sikap; (b) komponen afektif, adalah komponen yang berhubungannya dengan perasaan senang atau tidak senang, sehingga bersifat evaluatif. Komponen ini erat hubungannya dengan sistem nilai yang dianut pemilik sikap; (c) komponen konatif, adalah komponen sikap yang berupa kesiapan seseorang untuk berperilaku yang berhubungan dengan objek sikap.

Menurut Sudaryono (2012: 78) bahwa:

Sikap adalah suatu kecenderungan atau kesiapan seseorang memberikan respon dalam bentuk perilaku tertentu terhadap suatu stimulus atau rangsangan yang diberikan.

Gagne dalam Sudaryono (2012: 78) sikap adalah suatu keadaan internal seseorang yang mempengaruhi tingkah lakunya terhadap suatu objek, sesama, atau kejadian disekitarnya.

Berdasarkan pernyataan di atas, dapat dikatakan bahwa respon yang diberikan seseorang dalam bentuk perilaku, serta dapat mempengaruhi tingkah laku terhadap suatu objek disekitarnya.

Sumarna dalam Sudaryono (2012: 79)

Secara umum, objek sikap yang perlu dinilai dalam proses pembelajaran berbagai mata pelajaran adalah: (1) sikap terhadap materi pelajaran. Peserta didik perlu memiliki sikap positif terhadap materi pelajaran.

Dengan sikap “positif” dalam diri peserta didik akan tumbuh dan

berkembang minat belajar, akan lebih mudah diberi motivasi, dan akan mudah menyerap materi pelajaran yang diajarkan; (2) sikap terhadap guru/pengajar. Peserta didik perlu memiliki sikap positif terhadap guur. Peserta didik yang tidak memiliki sifat positif terhadap guru akan

cenderung mengabaikan hal-hal yang diajarkan. Dengan demikian, peserta didik yang memiliki sifat negatif terhadap guru/ pengajar akan sukar menyerap materi pelajaran yang diajarkan oleh guru tersebut;


(21)

13 (3) sikap terhadap proses pembelajaran. Pesrta didik juga perlu memiliki sikap positif terhadap proses pembelajaran yang berlangsung. Proses pembelajaran mencakup suasana pembelajaran, strategi, metodologi, dan teknik pembelajaran yang digunakan. Proses pembelajaran yang menarik, nyaman dan menyenangkan dapat menumbuhkan motivasi belajar peserta didik, sehingga dapat mencapai hasil belajar yang maksimal; (4) sikap berkaitan dengan nilai atau norma yang berhubungan dengan suatu materi pelajaran; (5) sikap berhubungan dengan kompetensi efektif lintas

kurikulum yang relevan dengan mata pelajaran; (6) sikap berhubungan dengan skala penilaian yang mencakup skala Likert, skala semantic diferensial, skala Thurstone, dan skala Guttman.

Dapat dikatakan bahwa, objek sikap antara lain terhadap materi pelajaran, guru/pengajar, proses pembelajaran, nilai atau norma, kompetensi efektif lintas kurikulum yang relevan dengan mata pelajaran, skala penilaian yang mencakup skala Likert, skala semantic diferensial, skala Thurstone, dan skala Guttman.

4. Metode Pembelajaran Discovery

Menurut Encyclopedia of Educational Research, penemuan merupakan suatu strategi yang unik dapat diberi bentuk oleh guru dalam berbagai cara, termasuk mengajarkan keterampilan menyelidiki dan memecahkan masalah sebagai alat bagi siswa untuk mencapai tujuan pendidikannya.

Metode discovery menurut Suryosubroto (2002: 192) diartikan sebagai suatu prosedur mengajar yang mementingkan pengajaran perseorangan, manipulasi obyek dan lain-lain, sebelum sampai kepada generalisasi.

Jadi, discovery adalah pembelajaran yang melibatkan siswa, dimana siswa harus mampu menemukan sendiri konsep dan isi pelajaran yang telah disampaikan oleh guru.


(22)

14 Hamalik (2006: 187) menyatakan bahwa:

Metode discovery paling baik bila dilaksanakan dalam kelompok belajar yang kecil, namun dapat juga dilaksanakan dalam kelompok belajar yang lebih besar. Metode discovery dapat dilaksanakan dalam bentuk

komunikasi satu arah atau komunikasi dua arah. (1) Sistem satu arah (ceramah reflektif). Struktur penyajian sistem satu arah dalam bentuk usaha merangsang siswa melakukan proses discovery di depan kelas. Guru mengajukan suatu masalah, dan kemudian memecahkan masalah tersebut melalui langkah-langkah discovery; (2) sistem dua arah (Discovery terbimbing). Sistem dua arah melibatkan siswa dalam menjawab

pertanyaan-pertanyaan guru. Siswa melakukan discovery, sedangkan guru membimbing mereka ke arah yang tepat/benar.

Berdasarkan pendapat diatas, dapat dikatakan bahwa metode discovery dapat dilaksanakan dalam bentuk komunikasi satu arah atau komunikasi dua arah. Sistem satu arah menekankan suatu masalah yang diberikan oleh guru kepada siswa, dimana permasalahan tersebut harus dipecahkan oleh murid, sedangkan sistem dua arah menitikberatkan pada suatu pertanyaan yang dilontarkan oleh guru, dimana siswa harus menjawab pertanyaan tersebut , guru membimbing siswa ke arah yang tepat/benar.

Metode discovery adalah suatu prosedur mengajak yang menitikberatkan studi individual, manipulasi objek-objek, dan eksperimentasi oleh siswa sebelum membuat generalisasi sampai siswa menyadari suatu konsep. Metode discoveri adalah suatu komponen dari praktek pendidikan yang sering disebut sebagai heuristic teaching, yakni suatu tipe pengajaran yang meliputi metode-metode

yang didesain untuk memajukan rentang yang luas dari belajar aktif, berorientasi pada proses, membimbing diri sendiri (self-directed), inquiri, dan model belajar reflektif. Semua strategi yang merangsang siswa untuk menyelidiki sendiri lebih


(23)

15 lanjut tanpa bantuan guru digolongkan sebagai heuristic teaching, misalnya pendekatan laboratori dan studi yang independen.

Menurut Roestiyah (1998: 20) Penggunaan metode discovery ini bertujuan untuk meningkatkan aktivitas siswa dalam proses belajar mengajar.Metode ini memiliki keunggulan sebagai berikut:

(1) membantu siswa mengembangkan; memperbanyak kesiapan; serta penguasaan keterampilan dalam proses kognitif/pengenalan siswa; (2) siswa memperoleh pengetahuan yang bersifat sangat pribadi; (3) dapat membangkitkan kegairahan belajar siswa; (4) memberikan kesempatan kepada siswa untuk berkembang dan maju sesuai kemampuannya; (5) mampu mengarahkan cara siswa belajar; (6) membantu siswa untuk memperkuat dan menambah kepercayaan diri; (7) strategi itu berpusat pada siswa

Menurut Sagala (2003: 197 ) Ada lima tahapan yang ditempuh dalam melaksanakan pendekatan inquiry/discovery yakni:

(1) perumusan masalah untuk dipecahkan siswa; (2) menetapkan jawaban sementara atau lebih dikenal dengan istilah hipotesis; (3) siswa mencari informasi, data, fakta, yang diperlukan untuk menjawab permasalahan/ hipotesis; (4) menarik kesimpulan jawaban atau generalisasi; dan (5) mengaplikasikan kesimpulan /generalisasi dalam situasi baru.

Metode mengajar yang biasa digunakan guru dalam pendekatan ini antara lain metode diskusi dan pemberian tugas, diskusi untuk memecahkan permasalahan dilakukan oleh sekelompok kecil siswa antara tiga sampai lima orang dengan arahan dan bimbingan guru.


(24)

16 5. Tekanan

Tekanan berbanding lurus dengan gaya tekan dan berbanding terbalik dengan luas bidang tekan. Secara matematis, besaran tekanan dapat dituliskan dalam

persamaan sebagai berikut:

P =

……… ( 2.1 )

Keterangan: P = tekanan (N/m2) F= gaya tekan (N) A = luas bidang (m2) Tekanan Hidrostatik

Tekanan hidrostatisadalah tekanan dalam zat cair yang disebabkan oleh berat zat cair itu sendiri. Sifat tekanan hidrostatis adalah sebagai berikut.

a. Semakin dalam letak suatu titik dari permukaan zat cair, tekanannya semakin besar.

b. Pada kedalaman yang sama, tekanannya juga sama. c. Tekanan zat cair ke segala arah sama besar.

Besarnya tekanan hidrostatis zat cair dipengaruhi beberapa faktor, yaitu kedalaman, massa jenis zat cair, dan percepatan gravitasi.

(Karim dkk) Hukum pascal

Bunyi hukum pascal yaitu: “Tekanan yang diberikan pada zat cair dalam ruang tertutup diteruskan ke segala arah dengan sama besar”.


(25)

17 Aplikasi Hukum Pascal

Salah satu aplikasi hukum pascal adalah dongkrak hidrolik. Cara kerja dongkrak hidrolik tersebut adalah sebagai berikut. Ketika sebuah gaya F1 diberikan melalui tuas dongkrak untuk menekan penghisap kecil A1, tekanan ini akan diteruskan oleh minyak ke segala arah. Oleh karena dinding bejana terbuat dari bahan yang kuat, gaya ini tidak cukup untuk mengubah bentuk bejana. Satu-satunya jalan, tekanan ini diteruskan oleh minyak ke penghisap besar A2.

P1 = P2 , sehingga

=

, dengan demikian F2 = x F1……… ( 2.2 ) Keterangan:

F1 = gaya pada penghisap kecil (N) F2 = gaya pada penghisap besar (N) A1 = luas penampang pengisap kecil (m2) A2 = luas penampang pengisap besar (m2)

Hukum Archimedes

Seorang ahli Fisika yang bernama Archimedes mempelajari hal ini dengan cara memasukkan dirinya pada bak mandi. Ternyata, ia memperoleh hasil yang sama dengan hasil percobaanmu, yakni beratnya menjadi lebih ringan ketika di dalam air. Gaya ini disebut gaya apung atau gaya ke atas (FA). Apabila kamu lihat hasil percobaanmu, ternyata gaya apung sama dengan berat benda di udara dikurangi dengan berat benda di dalam air.

FA

= w

u –

w

a denga: FA = gaya apung atau gaya ke atas (N)

w

u = gaya berat benda di udara (N)

w

a = gaya berat benda di dalam air (N).


(26)

18 Peristiwa mengapung, melayang, dan tenggelam

1) Mengapung

Jika sebuah batang kayu dijatuhkan ke dalam air, apa yang terjadi? Mula-mula kayu tersebut akan masuk seluruhnya ke dalam air, selanjutnya kayu tersebut akan muncul ke permukaan air dan hanya sebagian kayu yang masuk ke dalam air. Dalam keadaan demikian, gaya ke atas pada kayu lebih besar dengan berat kayu (Fa > w).

2) Melayang

Masukkan sebutir telur ke dalam wadah berisi air, apa yang terjadi? Telur tersebut akan tenggelam. Kemudian, larutkan garam dapur ke dalam air. Setelah air

tenang, perlahan-lahan telur tersebut naik dan akhirnya melayang. Mengapa terjadi demikian? Ketika telur tenggelam, gaya apung tidak cukup kuat menahan telur untuk mengapung atau melayang. Setelah ditambahkan garam dapur, massa jenis air menjadi sama dengan massa jenis telur. Oleh karena itu, telur melayang. Gaya apung telur sama dengan beratnya (Fa = w).

3) Tenggelam

Kamu pasti dapat menyebutkan contoh benda-benda yang tenggelam dalam air. Misalnya, uang logam akan tenggelam jika dimasukkan ke dalam air. Pada logam, sebenarnya terdapat sebuah gaya apung, tetapi gaya ini tidak cukup kuat untuk menahan uang logam melayang atau mengapung. Jadi dalam keadaan tenggelam, gaya apung yang bekerja pada suatu benda lebih kecil daripada berat benda


(27)

19 B. Kerangka Pemikiran

Proses pembelajaran fisika di sekolah cenderung mengacu pada proses kognitif saja, moral yang ditanamkan guru kepada siswa cenderung kurang. Pembelajaran yang disampaikan oleh guru kepada siswa didominasi oleh metode ceramah dan penugasan. Hal ini kurang efektif karena siswa mudah putus asa dengan kesulitan pelajaran fisika, yang berimbas pada sikap siswa saat pembelajaran fisika di kelas. Diperlukan sebuah metode baru dalam pembelajaran yang nantinya akan membuat sebuah keberhasilah dalam pembelajaran. Salah satu diantaranya yaitu metode pembelajaran discovery. Metode pembelajaran discovery bertujuan agar siswa mampu menemukan sendiri konsep dan isi pelajaran yang telah disampaikan oleh guru. Sehingga siswa dituntut untuk berfikir kritis, serta menggunakan seluruh pengetahuannya demi tercapai sebuah keberhasilan yang dirasakan siswa itu sendiri. Langkah awal yang harus ditempuh dalam pembelajaran tersebut adalah memberikan pembelajaran menggunakan metode pembelajaran discovery, selanjutnya diakhir sesi pembelajaran diukur kemampuan metakognisi siswa dengan diberikannya soal essay.

Metakognisi sebagai suatu bentuk kognisi, atau proses berpikir dua tingkat atau lebih yang melibatkan pengendalian terhadap aktivitas kognitif. Karena itu metakognisi dapat dikatakan sebagai berpikir seseorang tentang berpikirnya sendiri. Ketika seseorang mengetahui apa saja faktor-faktor yang mempengaruhi proses kognitifnya sendiri, mengetahui tugas-tugas mana saja yang di anggap berat atau mudah dan mengetahui apa yang diketahui.


(28)

20 diajarkan di kelas. Selanjutnya keterampilan metakognisi yang nantinya akan diajarkan, dinilai menggunakan posttest dalam bentuk soal essay. Sehingga dari situlah muncul hasil belajar siswa baik itu tinggi maupun rendah. Selain itu, tujuan yang lain yaitu membangun sikap melalui pembelajaran discovery, dimana di dalamnya diintegrasikan sejumlah keterampilan metakognisi. Respon dalam bentuk sikap yang diungkapkan melalui pengamatan di akhir pembelajaran. Penelitian ini terdapat tiga bentuk variabel, yaitu variabel bebas, variabel terikat, dan variabel moderator. Variabel bebas dalam penelitian ini adalah keterampilan metakognisi (X), sedangkan variabel terikatnya adalah hasil belajar fisika (Y1), dan sikap siswa(Y2) dan variabel moderatornya adalah metode discovery (Z). Untuk mendapatkan gambaran yang jelas tentang pengaruh variabel moderator terhadap variabel bebas dan variabel terikat, maka dapat dijelaskan dengan paradigma pemikiran seperti berikut ini:

r

r

Gambar 2.1 Bagan Paradigma Pemikiran

Keterangan:

X = keterampilan metakognisi Y1 = hasil belajar

X

Y

1

Y

2


(29)

21 Y2 = sikap siswa

Z = metode discovery

r = pengaruh keterampilan metakognisi terhadap hasil belajar dan sikap siswa melalui metode pembelajaran discovery

C. Hipotesis

Hipotesis penelitian ini adalah sebagai berikut:

1. Hipotesis pertama: Terdapat pengaruh keterampilan metakognisi terhadap hasil belajar melalui metode pembelajaran discovery.

2. Hipotesis kedua: Terdapat pengaruh keterampilan metakognisi terhadap sikap siswa melalui metode pembelajaran discovery.


(30)

22

III. METODE PENELITIAN

A. Waktu dan Tempat Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan pada semester genap tahun ajaran 2012/2013 di SMP Negeri 28 Bandar Lampung.

B. Populasi Penelitian

Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh siswa kelas VIII semester genap SMPN 28 Bandar Lampung pada tahun pelajaran 2012/2013 yang terdiri dari tujuh kelas, yaitu VIII A sampai dengan VIII G.

C. Sampel

Teknik pengambilan sampel pada penelitian ini menggunakan teknik Purposive Sampling, yaitu metode pengambilan sampel yang didasarkan pada suatu

pertimbangan tertentu yang dibuat oleh peneliti sendiri berdasarkan ciri atau sifat-sifat populasi yang sudah diketahui sebelumnya.

Berdasarkan populasi yang terdiri dari 7 kelas, diambil 1 kelas berdasarkan pertimbangan peneliti sebagai sampel. Sampel yang diperoleh adalah kelas XIIE yang terdiri dari 36 siswa.


(31)

23 D. Desain Penelitian

Penelitian ini dilakukan secara langsung dalam kegiatan pembelajaran pada siswa kelas VIII E. Penelitian ini memiliki satu variabel bebas dan dua variabel terikat, serta variabel moderator. Variabel bebas dalam penelitian ini adalah keterampilan metakognisi berupa pemberian soal-soal metakognisi. Sedangkan variabel terikat dalam penelitian ini adalah hasil belajar dan sikap siswa satu variabel moderator, yaitu metode discovery.

Desain penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah one-shot case study. Pada desain ini, hanya dilakukan posttest setelah diberikan perlakuan karena pada anggapan dasar telah ditulis bahwa seluruh siswa yang menjadi objek penelitian memiliki kemampuan relatif sama.

Desain penelitian yang akan dilakukan dalam penelitian ini ditampilkan pada gambar 3.1 sebagai berikut :

Gambar 3.1 Desain eksperimen One-Shot Case Study

Keterangan: X = Perlakuan

O = nilai observasi hasil perlakuan (ujian akhir)

(Sugiyono, 2009: 110) X O


(32)

24 E. Variabel Penelitian

Variabel pada penelitian ini ada tiga, yaitu variabel bebas, variabel terikat dan veriabel moderator. Variabel bebas dalam penelitian ini adalah keterampilan metakognisi (X), sedangkan variabel terikatnya adalah hasil belajar (Y1), dan sikap siswa(Y2) dan pembelajaran dengan metode discovery dalam penelitian ini

bertindak sebagai variabel moderator (variabel antara).

F. Instrumen Penelitian

Instrumen penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah:

1. Lembar Kerja Kelompok (LKK) digunakan dalam proses pembelajaran (discovery).

2. Keterampilan metakognisi menggunakan instrumen observasi berbentuk lembar soal metakognisi. Soal ini diberikan diakhir sesi pembelajaran. 3. Sikap belajar siswa menggunakan instrumen berupa lembar observasi sikap.

lembar observasi sikap ini diberikan saat akhir pembelajaran.

4. Hasil belajar siswa menggunakan instrumen berupa soal posttest. Soal posttest ini diberikan saat akhir pembelajaran.

G. Analisis Instrumen

Peneliti menggunakan software program anates untuk menguji soal uraian. Kemudian data soal akan langsung diolah otomatis sehingga kita bisa langsung mengetahui:

1. Reliabilitas Butir soal 2. Kelompok Unggul dan Asor


(33)

25 3. Daya Beda

4. Tingkat Kesukaran

5. Korelasi skor tiap butir dengan skor total 6. Rekap hasil Analisis Butir

7. Kualitas pengecoh (khusus untuk pilihan jamak)

Perbedaan pada data soal hasil uji anates antara soal pilihan jamak dan soal uraian terletak pada kualitas pengecohnya, dimana pada soal berbentuk uraian tidak terdapat hasil data analisis kualitas pengecoh.

Data berdasarkan kriteria pengujian dari ketujuh data di atas pada anates soal, dapat diketahui dengan melihat Tabel 3.1.

Tabel 3.1 Kriteria Kualitas Soal untuk Kepentingan Pemilihan Butir Soal

Kriteria Indeks Klasifikasi Penafsiran

Tingkat Kesukaran (p)

0,00 – 0,09 Sangat Sukar Diulang / perlu revisi total 0,10 – 0,29 Sukar Perlu revisi 0,30 – 0,70 Sedang Baik 0,71 – 0,90 Mudah Perlu revisi 0,90 – 1,00 Sangat Mudah Diulang / perlu

revisi total Daya Beda (D)

D ≤ 0,19 Sangat Rendah Diulang / perlu revisi total 0,20 – 0,29 Rendah Perlu revisi 0,30 – 0,39 Sedang Sedikit atau

tanpa revisi

D ≥ 0,40 Tinggi Bagus sekali

Kriteria Indeks Klasifikasi Penafsiran

Proporsi Jawaban

0,00 – 0,01 Kurang Diulang / perlu revisi total 0,01 – 0,05 Cukup Baik 0,06 – 1,00 Baik Baik sekali Realibilitas Soal

0,00 – 0,40 Rendah Kurang baik 0,41 – 0,70 Sedang Cukup 0,71 – 1,00 Tinggi Baik


(34)

26 Dengan klasifikasi validitas sebagai berikut:

Tabel 3.2 Klasifikasi validitas butir soal

(Arikunto, 2007: 72)

H.Teknik Pengumpulan Data

Teknik pengumpulan data yang dilakukan dalam penelitian ini adalah: 1. Teknik tes

Tes adalah suatu percobaan yang diadakan untuk mengetahui ada atau tidaknya hasil-hasil pelajaran tertentu pada seorang murid atau kelompok murid. Tes tertulis yang digunakan dalam bentuk soal uraian beralasan untuk mengetahui hasil belajar siswa. Pada penelitian ini akan dilakukan satu kali test yaitu di akhir pertemuan.

2. Soal metakognisi

Soal metakognisi dalam penelitian ini dimaksudkan untuk mengukur tingkat keterampilan metakognisi siswa salama proses pembelajaran. Jenis soal yang akan diujikan berupa soal uraian, berjumlah 10 soal, dengan materi tekanan. 3. Sikap siswa

Sikap siswa diukur dengan menggunakan lembar penilaian sikap.

Koefisien validitas Interpretasi 0,00-,019 Sangat rendah

0,20-0,39 Rendah

0,40-0,59 Sedang

0,60-0,79 Tinggi


(35)

27 a.kolom perilaku (sikap) diisi dengan angka yang sesuai dengan kriteria berikut. 1 = sangat kurang

2 = kurang 3 = sedang 4 = baik 5 = amat baik

b. Nilai merupakan jumlah dari skor-skor tiap indikator perilaku c. Keterangan diisi dengan kriteria berikut

1) Nilai 18-20 berarti amat baik 2) Nilai 14-17 berarti baik 3) Nilai 10-13 berarti sedang 4) Nilai 6 -9 berarti kurang 5) Nilai 0-5 berarti sangat kurang

(Depdiknas, 2013: 13)

I. Teknik Analisis Data dan Pengujian Hipotesis

1. Analisis Data

Data yang diperoleh adalah data yang berbentuk skala interval. Untuk

menganalisis data, sebelumnya data keterampilan metakognisi dan hasil belajar fisika siswa diterjemahkan ke dalam skor gain, kemudian dilakukan uji prasyarat analisis, yaitu uji normalitas pada data keterampilan metakognisi, data sikap siswa dan data hasil belajar. Setelah uji prasyarat dilakukan, maka tahap berikutnya adalah uji Korelasi Sederhana dan uji Regresi Sederhana untuk menguji hipotesis yang telah dirumuskan. Keputusan hasil pengujian dilakukan dengan


(36)

28 membandingkan hasil analisis dengan kriteria uji dari masing-masing jenis

pengujian.

Proses analisis untuk hasil belajar siswa adalah sebagai berikut :

a) Skor yang diperoleh dari masing – masing siswa adalah jumlah skor dari setiap soal.

b) Persentase pencapaian hasil belajar siswa diperoleh dengan rumus : % Pencapaian hasil Belajar

c) Nilai hasil belajar siswa adalah:

Nilai hasil belajar siswa = % prestasi belajar siswa (dihilangkan % nya). d) Nilai rata – rata hasil belajar siswa diperoleh dengan rumus : Rata –

rata hasil belajar siswa

e) Ketuntasan tergantung tempat penelitian.

Untuk kategori nilai rata – rata hasil belajar menggunakan Arikunto (2008: 245) yaitu:

Bila nilai siswa > 66, maka dikategorikan baik.

Bila 55 < nilai siswa > 66, maka dikategorikan cukup baik. Bila nilai siswa < 55, maka dikategorikan kurang baik.


(37)

29 2. Pengujian Hipotesis

Pengujian hipotesis dilakukan menggunakan empat metode analisis dalam SPSS 17.0 yaitu:

1. Uji Normalitas

Untuk menguji apakah sampel penelitian merupakan jenis distribusi normal, dilakukan dengan uji statistik non-parametrik Kolmogrov-Smirnov. Dasar dari pengambilan keputusan uji normalitas, dihitung menggunakan program komputer dengan metode kolmogorov smirnov berdasarkan pada besaran probabilitas atau nilai signifikasi. Data dikatakan memenuhi asumsi normalitas atau terdistribusi normal jika pada Kolmogorov-Smirnov nilai sig > 0.05 sebaliknya data yang tidak terdistribusi normal memiliki nilai sig< 0.05. Data yang diuji kenormalitasannya adalah data kemampuan berpikir kritis dan penguasaan konsep siswa SMP. 2. Uji Linearitas

Uji linearitas bertujuan untuk mengetahui apakah dua variabel mempunyai hubungan yang linear atau tidak secara signifikan. Uji ini biasanya digunakan sebagai prasyarat dalam analisis korelasi atau regresi linear.

Pengujian dilakukan dengan menggunakan program SPSS 17.0 dengan metode Test for Linearity pada taraf signifikan 0,05. Dua variabel dikatakan

mempunyai hubungan yang linear bila signifikansi (Linearity) kurang dari 0,05.


(38)

30 3. Uji Korelasi

Jika data berdistibusi normal, maka untuk menguji hipotesis dapat digunakan uji Korelasi Product-Moment, dengan menggunakan persamaan berikut ini.

(Sugiyono, 2009: 255)

Ketentuannya bila rhitung lebih kecil dari rtabel, maka Ho diterima, dan ditolak. Tetapi sebaliknya bila rhitung lebih besar dari rtabel (rh > rt) maka diterima (Sugiyono, 2009: 261). Pada penelitian ini, untuk memudahkan dalam menguji hubungan antara variabel dilakukan dengan menggunakan program SPSS 17.0 dengan uji Korelasi

Bivariate jika data berdistribusi normal. Namun jika tidak berdistribusi normal,

dapat menggunakan Korelasi Rho Spearman.

Untuk dapat memberi interpretasi terhadap kuatnya hubungan itu, maka dapat digunakan pedoman seperti pada Tabel 3.4

Tabel 3.4 Tingkat hubungan berdasarkan interval korelasi Interval Koefisien Tingkat Hubungan 0,00 – 0,199

0,20 – 0,399 0,40 – 0,599 0,60 – 0,799 0,80 – 1,00

Sangat Rendah Rendah

Sedang Kuat

Sangat Kuat

(Sugiyono, 2009: 257)

Melalui analisis korelasi kita dapat mengetahui koefisien determinasi, dengan cara mengkuadratkan koefisien yang ditemukan, untuk melihat pengaruh dalam bentuk persentase.


(39)

31 4. Uji Regresi Linear Sederhana

Untuk mengetahui apakah ada pengaruh kemampuan berpikir kritis terhadap penguasaan konsep siswa digunakan uji Regresi Linear Sederhana. Kegunaan regresi dalam penelitian salah satunya adalah untuk meramalkan atau

memprediksi variabel terikat (Y) apabila variabel bebas (X) diketahui. Regresi sederhana dapat dianalisis karena didasari oleh hubungan fungsional atau hubungan sebab akibat kausal variabel bebas (X) terhadap variabel terikat (Y). Persamaan umumnya adalah:

Y = a + b X

Dengan Y adalah variabel terikat dan X adalah variabel bebas. Koefisien a adalah konstanta intercept yang merupakan titik potong antara garis regresi dengan sumbu Y pada koordinat kartesius. Adapun hipotesis yang telah diuji adalah: Hipotesis pertama

O

H : Tidak ada pengaruh keterampilan metakognisi terhadap hasil belajar siswa melalui metode pembelajaran discovery

1

H : Ada pengaruh keterampilan metakognisi terhadap hasil belajar melalui metode pembelajaran discovery

Hipotesis kedua

O

H : Tidak ada pengaruh keterampilan metakognisi terhadap sikap siswa melalui metode pembelajaran discovery

1

H : Ada pengaruh keterampilan metakognisi terhadap sikap siswa melalui metode pembelajaran discovery


(40)

32 Kriteria pengujian:

a. HO diterima jika - ttabel thitung ttabel

b. HO ditolak jika - thitung < - ttabel atau thitung > ttabel

Berdasarkan nilai signifikansi atau nilai probabilitas:

c. Jika nilai signifikansi atau nilai probabilitas > 0,05 maka HO diterima.


(41)

V. SIMPULAN DAN SARAN

A.Simpulan

Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan, dapat disimpulkan bahwa: 1. Terdapat pengaruh keterampilan metakognisi terhadap hasil belajar siswa

dengan menggunakan metode pembelajaran discovery

2. Terdapat pengaruh keterampilan metakognisi terhadap sikap belajar siswa dengan menggunakan metode pembelajaran discovery

B.Saran

Berdasarkan kesimpulan di atas, disarankan sebagai berikut:

1. Bagi guru fisika, khususnya guru fisika kelas XII di SMPN 28 Bandar lampung agar dapat menjadikan keterampilan metakognisi sebagai solusi untuk

meningkatkan hasil belajar dan sikap siswa.

2. Bagi guru atau calon peneliti yang tertarik untuk menerapkan penelitian dengan menggunakan metode pembelajaran discovery harus dengan cermat pada saat proses pembelajaran berlangsung, dengan cara memberikan siswa tugas dan mencari tahu mengenai materi yang akan dipelajari di pertemuan selanjutnya, sehingga siswa sudah memiliki persiapan dan akan lebih mudah untuk


(42)

DAFTAR PUSTAKA

Arikunto, S. 2008. Dasar-Dasar Evaluasi Pendidikan (Edisi Revisi). Jakarta: PT. Bumi Aksara.

Dalyono, M. 2005. Psikologi Pendidikan. Jakarta: Rineka Cipta.

Dimyati dan Mudjiono. 2002. Belajar dan Pembelajaran. Jakarta: Rineka Cipta.

Elmubarok, Zaim. 2008. Membumikan pendidikan Nilai Bandung: Alfa Beta.

Fatimah. 2011. Upaya Meningkatkan Minat dan Hasil Belajar Fisika Siswa Melalui Pembelajaran dengan Metode Penemuan (Discovery Learning). Skripsi. Bandar Lampung: Unila.

Fauziana, Anis. 2008. Identifikasi karakteristik metakognisi siswa dalam memecahkan masalah matematika dikelas. [online] tersedia: http://digilib.sunan-ampel.ac.id/files/disk1/198/jiptiain--sitikhoiri-9888-5-bab2.pdf.

Hamalik, Oemar. 2004. Proses Belajar Mengajar. Jakarta: Bumi Aksara. . . 2006. Perancangan Pengajaran Berdasarkan Pendekatan

Sistem. Jakarta: Bumi Aksara.

Mulbar, Usman. 2008. Metakognisi siswa dalam menyelesaikan masalah pada pembelajaran matematika. [online] tersedia:

http://digilib.sunan-ampel.ac.id/files/disk1/198/jiptiain--sitikhoiri-9888-5-bab2.pdf.

Notoatmojo, Soekidjo. 1997. Sikap. [online] tersedia:

creasoft.files.wordpress.com/2008/04/sikap.pdf. Diunduh pada tanggal 20 Juni 2011.

Nuryana, dkk. 2009. Hubungan Keterampilan Metakognisi dengan Hasil Belajar Siswa. Jurnal pada Pendidikan Kimia. Surabaya: UNESA Priyatno, Duwi. 2010. Paham Analisis Statistik Dengan Data SPSS.


(43)

Purwanto, Heri. 1998. Ciri-ciri Sikap. [online] tersedia:

creasoft.files.wordpress.com/2008/04/sikap.pdf. Diunduh pada tanggal 20 Juni 2011.

Roestiyah, NK. 1998. Strategi Belajar Mengajar. Jakarta: Bumi Aksara. Rosidin, Undang. 2010. Dasar-Dasar dan Perancangan Evaluasi

Pembelajaran Pedoman Praktikum bagi Mahasiswa Calon Pendidik. Universitas Lampung: Bandar Lampung

Sagala, Syaiful. 2003. konsep dan makna pembelajaran. Bandung: Alfa Beta.

Sardiman, A.M. 2004. Interaksi dan Motivasi Belajar-Mengajar. Jakarta: Raja Grafindo Persada.

Sudaryono, 2012. Dasar-dasar Evaluasi Pembelajaran. Tangerang: Graha Ilmu.

Sudjana, Nana. 2005. Metode Statistika. Bandung: PT Tarsito. Suryosubroto, B. 2002. Proses Belajar Mengajar di Sekolah. Jakarta:

Rineka Cipta.

Suzan, Devi. 2006. Model Penilaian Kelas Depdiknas.http: ://www.slideshare.net/ diakses tanggal 05 Februari 2013

Vacca, Richard T. dan Jo Anne L. 1989. Content Area Reading. London: Scott Foresman and Company.

Wahyudi, Eko. 2013. Korelasi Kemampuan Metakognitif dan Sikap Belajar dengan Hasil Belajar. Skripsi. Jambi: Universitas Muaro Jambi. http://fkipunjaok.com/versi_2a/extensi/artikel_ilmiah/artikel/A1A10 7008_482.pdf diakses tanggal 18 Juli 2013.

Yuniasari, Astira. 2009. Meningkatkan Aktivitas, Sikap, dan Hasil Belajar Fisika Siswa Menggunakan Model Pembelajaran Kooperatif dengan Metode Inkuiri. Skripsi Tidak Diterbitkan. Bandar Lampung: FKIP Unila.


(1)

30 3. Uji Korelasi

Jika data berdistibusi normal, maka untuk menguji hipotesis dapat digunakan uji

Korelasi Product-Moment, dengan menggunakan persamaan berikut ini.

(Sugiyono, 2009: 255)

Ketentuannya bila rhitung lebih kecil dari rtabel, maka Ho diterima, dan ditolak. Tetapi sebaliknya bila rhitung lebih besar dari rtabel (rh > rt) maka diterima (Sugiyono, 2009: 261). Pada penelitian ini, untuk memudahkan dalam menguji hubungan antara variabel dilakukan dengan menggunakan program SPSS 17.0 dengan uji Korelasi

Bivariate jika data berdistribusi normal. Namun jika tidak berdistribusi normal, dapat menggunakan Korelasi Rho Spearman.

Untuk dapat memberi interpretasi terhadap kuatnya hubungan itu, maka dapat digunakan pedoman seperti pada Tabel 3.4

Tabel 3.4 Tingkat hubungan berdasarkan interval korelasi

Interval Koefisien Tingkat Hubungan

0,00 – 0,199 0,20 – 0,399 0,40 – 0,599 0,60 – 0,799 0,80 – 1,00

Sangat Rendah Rendah

Sedang Kuat

Sangat Kuat

(Sugiyono, 2009: 257)

Melalui analisis korelasi kita dapat mengetahui koefisien determinasi, dengan cara mengkuadratkan koefisien yang ditemukan, untuk melihat pengaruh dalam bentuk persentase.


(2)

31 4. Uji Regresi Linear Sederhana

Untuk mengetahui apakah ada pengaruh kemampuan berpikir kritis terhadap penguasaan konsep siswa digunakan uji Regresi Linear Sederhana. Kegunaan regresi dalam penelitian salah satunya adalah untuk meramalkan atau

memprediksi variabel terikat (Y) apabila variabel bebas (X) diketahui. Regresi sederhana dapat dianalisis karena didasari oleh hubungan fungsional atau hubungan sebab akibat kausal variabel bebas (X) terhadap variabel terikat (Y). Persamaan umumnya adalah:

Y = a + b X

Dengan Y adalah variabel terikat dan X adalah variabel bebas. Koefisien a adalah konstanta intercept yang merupakan titik potong antara garis regresi dengan sumbu Y pada koordinat kartesius. Adapun hipotesis yang telah diuji adalah:

Hipotesis pertama

O

H : Tidak ada pengaruh keterampilan metakognisi terhadap hasil belajar siswa melalui metode pembelajaran discovery

1

H : Ada pengaruh keterampilan metakognisi terhadap hasil belajar melalui metode pembelajaran discovery

Hipotesis kedua

O

H : Tidak ada pengaruh keterampilan metakognisi terhadap sikap siswa melalui metode pembelajaran discovery

1

H : Ada pengaruh keterampilan metakognisi terhadap sikap siswa melalui metode pembelajaran discovery


(3)

32 Kriteria pengujian:

a. HO diterima jika - ttabel thitung ttabel

b. HO ditolak jika - thitung < - ttabel atauthitung > ttabel

Berdasarkan nilai signifikansi atau nilai probabilitas:

c. Jika nilai signifikansi atau nilai probabilitas > 0,05 maka HO diterima.


(4)

V. SIMPULAN DAN SARAN

A.Simpulan

Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan, dapat disimpulkan bahwa:

1. Terdapat pengaruh keterampilan metakognisi terhadap hasil belajar siswa dengan menggunakan metode pembelajaran discovery

2. Terdapat pengaruh keterampilan metakognisi terhadap sikap belajar siswa dengan menggunakan metode pembelajaran discovery

B.Saran

Berdasarkan kesimpulan di atas, disarankan sebagai berikut:

1. Bagi guru fisika, khususnya guru fisika kelas XII di SMPN 28 Bandar lampung agar dapat menjadikan keterampilan metakognisi sebagai solusi untuk

meningkatkan hasil belajar dan sikap siswa.

2. Bagi guru atau calon peneliti yang tertarik untuk menerapkan penelitian dengan menggunakan metode pembelajaran discovery harus dengan cermat pada saat proses pembelajaran berlangsung, dengan cara memberikan siswa tugas dan mencari tahu mengenai materi yang akan dipelajari di pertemuan selanjutnya, sehingga siswa sudah memiliki persiapan dan akan lebih mudah untuk


(5)

DAFTAR PUSTAKA

Arikunto, S. 2008. Dasar-Dasar Evaluasi Pendidikan (Edisi Revisi). Jakarta: PT. Bumi Aksara.

Dalyono, M. 2005. Psikologi Pendidikan. Jakarta: Rineka Cipta.

Dimyati dan Mudjiono. 2002. Belajar dan Pembelajaran. Jakarta: Rineka Cipta.

Elmubarok, Zaim. 2008. Membumikan pendidikan Nilai Bandung: Alfa Beta.

Fatimah. 2011. Upaya Meningkatkan Minat dan Hasil Belajar Fisika Siswa Melalui Pembelajaran dengan Metode Penemuan (Discovery Learning). Skripsi. Bandar Lampung: Unila.

Fauziana, Anis. 2008. Identifikasi karakteristik metakognisi siswa dalam memecahkan masalah matematika dikelas. [online] tersedia: http://digilib.sunan-ampel.ac.id/files/disk1/198/jiptiain--sitikhoiri-9888-5-bab2.pdf.

Hamalik, Oemar. 2004. Proses Belajar Mengajar. Jakarta: Bumi Aksara. . . 2006. Perancangan Pengajaran Berdasarkan Pendekatan

Sistem. Jakarta:Bumi Aksara.

Mulbar, Usman. 2008. Metakognisi siswa dalam menyelesaikan masalah pada pembelajaran matematika. [online] tersedia:

http://digilib.sunan-ampel.ac.id/files/disk1/198/jiptiain--sitikhoiri-9888-5-bab2.pdf.

Notoatmojo, Soekidjo. 1997. Sikap. [online] tersedia:

creasoft.files.wordpress.com/2008/04/sikap.pdf. Diunduh pada tanggal 20 Juni 2011.

Nuryana, dkk. 2009. Hubungan Keterampilan Metakognisi dengan Hasil Belajar Siswa. Jurnal pada Pendidikan Kimia. Surabaya: UNESA Priyatno, Duwi. 2010. Paham Analisis Statistik Dengan Data SPSS.


(6)

Purwanto, Heri. 1998. Ciri-ciri Sikap. [online] tersedia:

creasoft.files.wordpress.com/2008/04/sikap.pdf. Diunduh pada tanggal 20 Juni 2011.

Roestiyah, NK. 1998. Strategi Belajar Mengajar. Jakarta: Bumi Aksara. Rosidin, Undang. 2010. Dasar-Dasar dan Perancangan Evaluasi

Pembelajaran Pedoman Praktikum bagi Mahasiswa Calon Pendidik.

Universitas Lampung: Bandar Lampung

Sagala, Syaiful. 2003. konsep dan makna pembelajaran. Bandung: Alfa Beta.

Sardiman, A.M. 2004. Interaksidan Motivasi Belajar-Mengajar. Jakarta: RajaGrafindo Persada.

Sudaryono, 2012. Dasar-dasar Evaluasi Pembelajaran. Tangerang: Graha Ilmu.

Sudjana, Nana. 2005. Metode Statistika. Bandung: PT Tarsito.

Suryosubroto, B. 2002. Proses Belajar Mengajar di Sekolah. Jakarta: Rineka Cipta.

Suzan, Devi. 2006. Model Penilaian Kelas Depdiknas.http: ://www.slideshare.net/ diakses tanggal 05 Februari 2013

Vacca, Richard T. dan Jo Anne L. 1989. Content Area Reading. London: Scott Foresman and Company.

Wahyudi, Eko. 2013. Korelasi Kemampuan Metakognitif dan Sikap Belajar dengan Hasil Belajar. Skripsi. Jambi: Universitas Muaro Jambi. http://fkipunjaok.com/versi_2a/extensi/artikel_ilmiah/artikel/A1A10 7008_482.pdf diakses tanggal 18 Juli 2013.

Yuniasari, Astira. 2009. Meningkatkan Aktivitas, Sikap, dan Hasil Belajar Fisika Siswa Menggunakan Model Pembelajaran Kooperatif dengan Metode Inkuiri. Skripsi Tidak Diterbitkan.Bandar Lampung: FKIP Unila.