Pengeraman dan Penetasan Tempat dan wadah pemeliharaan 1.

21

7. Pengeraman dan Penetasan

Induk yang sedang mengerami telur, mengipaskan kaki renangnya secara teratur , sehingga telur-telur itu memperoleh air segar yang banyak mengandung oksigen. Pada masa pengeraman tsb. induk berenang-renang dengan kaki renangnya yang terus=menerus bergerak dan sering berdiri pada kaki jalan. Sehingga telur-telur terus menerus memperoleh air segar dan banyak oksigen . Hal ini penting untuk perkembangan embrio. Masa telur yang semakin tua, warnanya berubah warna menjadi kelabu kemudian coklat kehitaman. Masa pengeraman banyak dipengaruhi oleh kondisi lingkungan. Pada lingkungan dengan kadar garam 30-33 ppt dan suhu berkisar antara 26-30 o C pengeraman dapat berlangsung baik dan perkembangan telur normal. Induk yang di ablasi proses pematangan telur berlangsung sedikit lebih cepat dan didapatkan jumlah induk matang telur lebih banyak . Mardjono dkk.,1994. Bak untuk pengeraman dapat digunakan bak berukuran 2 x 2 x 0,5 m , terbuat dari semen atau fiber glass. Sebagai media pemeliharaan digunakan air laut dengan kadar garam minimal 28 ppt suhu 28 o C. Untuk mengurangi kecerahan cahaya matahari, bak perlu ditutup dengan anyaman bambu gedeg atau plastic yang tidak terlalu gelap. Kepadatan kepiting dalam bak pengeraman 1 ekorm2 . Selama proses pengeraman induk tidak diberi pakan. Penggantian air dilakukan setiap hari sebanyak 75. Aerasi dipasang 1 batu aerasim2 dengan tekanan aerator diatur agar tidak terlalu kuat dan tidak terlalu lemah. Gambar : 6- Mengeram telur pada umbai-umbai E. Penetasan Telur Setelah telur-telur berwarna kehitaman, proses penetasan akan segera berlangsung. Penetasan biasanya berlangsung pada pagi hari. Larva yang baru menetas disebut pre-zoea yang sekitar 30 menit kemudian akan bermetamorfosa menjadi Zoea-1. 22 Pada masa penetasan ini pre-zoea disebarkan kedalam air secara terus menrus selama 3 – 5 jam. Seekor induk kepiting dengan berat 100 gram lebar karapas 11 cm dapat menghasilkan telur sebanyak 1 – 1,5 juta butir. Pada proses penetasan itu, kaki dayungnya dikipas-kipaskan dan kaki-kaki jalan induk di garuk- garukkan kepada umbai-umbai segingga telur lepas secara bertahap. Disinilah fungsi kai-kaki jalan sehingga kelengkapan anggota badan induk sangat berperan dalam kesempurnaan proses reproduksi sajak perkawinan sampai penetasan telurnya. Akhirnya hanya sebagian kecil dari telur yang akhirnya rontok gagal menetas. Induk kepiting yang telah melepaskan larva yang baru menetas itu, segera dipindahkan kedalam bak pemeliharaan induk dan dirawat guna memulihkan kondisi induk . Masa pemulihan ini akan berlangsung selama 4 – 7 hari . setelah itu induk dikembalikan kedalam bak perkawinan bersama kepiting jantan. F. Pemeliharaan Larva 1. Bak Pemeliharaan Larva Bak untuk pemeliharaan larva kepiting dapat berbentuk bulat, oval ataupun segi empat. Ataupun bentuk-bentuk lain. Pada dasarnya bak yang biasa untuk memlihara larva udang dapat juga untuk memelihara larva kepiting. Yang terpenting ialah bahwa bak tidak boleh mempunyai sudut tajam sehingga merupakan “sudut mati “dimana akan terkumpul kotoran disitu. Bahkan larva itu sendiri akan terjebak pada sudut itu. Dasr bak harus di disain agar cukup miring supaaya dapat dengan tuntas dikeringkan. Pembuangan air berupa “pipa goyang “ atau “system sifon” agar pembuangan air mudah dan tuntas. Volume bak sebaiknya tidak terlalu besar, cukup 5 – 10 m3 dengan kedalaman bak 1 m.Sehingga diisi air dengan kedalaman maksimum 80 cm. Ukuran ini akan memudahkan dalam pengelolaan , seperti penggantian air; sedangkan larva yang dipelihara sebaiknya dapat terdiri dari larva yang seumur hari menetasnya bersamaan walaupun dari induk yang berbeda. Hal ini penting untuk mengurangi kemungkinan perbedaan laju pertumbuhan sehingga akan cenderung kanibal. 2. Media Pemeliharaan Media pemeliharaan larva digunakan air yang diambil langsung dari laut yang jernih, yang disaring dengan saringan pasir, disusul dengan penyinaran sinar ultra violet atau perlakuan dengan klorine 50 ppm untuk sterilisasi dari bacteria dan lain lain organisme renik yang mungkindapat menimbulkan pengakit pada larva kepiting. Salinitas 30-33 ppt, pH 7,5 – 8,5. Kadar oksigen terlarut harus diupayakan stabil antara 6-7 ppm, dengan memasang aerasi. Jumlah batu aerasi 1 per-m2 23 dengan jarah antar batu aerasi 0,5 m, yang digantung dengan bantuan tali membentuk segi empat dimana setiap sudutnya digantungkan batu aerasi, sebagaimana lazimnya pada bak pemeliharaan larva udang. Kekuatan aerasi diatur agar tidak terlalu kuat dan tidak terlalu lemah. Fungsi dari aerasi itu selain untuk menambah kelarutan oksigen dalam air, juga untuk menggerakkan pakan larva agar selalu dalam kondisi melayang diair agar tidak mudah tenggelam didasar. 3. Penebaran Larva yang baru menetas , diperoleh dari bak penetasan dinama induk yang mengeram di pelihara secara terpisah. Setelah pre-zoea berubah menjadi zoea -1 , saatnya untuk dipindahkan ke bak pemeliharaan larva. Pemindahan larva dilakukan pada pagi atau sore hari. Lrva dikumpulkan dengan menggunakan gayung atau “cimplung” agar larva terambil bersama massa airnya. Selanjutnya ditampung di dalam ember sambil diaerasi lambat. Bila sudah terkumpul dalam jumlah cukup banyak, larva di pindah dalam waskom , lalu diapungkan dipermukaan air bak larva untuk 30 menit lamanya , sambil sedikit demi sedikit air dari bak yang akan ditebari itu dimasukkan sedikit demi sedikit kedalam waskom agar teraklimatisasi. Akhirnya waskom dimiringkan sehingga larva dapat keluar sendiri menyebar kedalam air bak pemeliharaan larva itu. Kepadatan larva didalam bak pemeliharaan 75-100 ekor liter. Jadi satu bak larva yang volume airnya 4000 liter 4 m 3 dapat ditebari 400 000 ekor Zoea-1 Larva sejumlah itu berasal dari seekor induk kepiting saja. Bahkan dari seekor induk , larvanya dapat ditebar kedalam bak yang volume airnya 8 m 3 . Larva kepiting sangat bersifat kanibal. Karena itu kepadatan sangat mempengaruhi tingkat sintasannya, apalagi kalau pakan nya tidak mencukupi. Pakan yang kurang menyebabkan perkembangan larva tidak sehat, sehingga banyak mati , selain kanibalisme. Sewbvaliknya bila pakan berlebihan, akan menyebabkan mutu air memburuk, menyebabkan banyak kematian juga pada larva.

4. Pengelolaan Pakan