70 dilayani oleh Kementerian Agama. Pemerintah dengan alasan menjalankan
peraturan perundang-undangan kerap melakukan tindakan yang membatasi, bahkan merampas hak-hak dasar penganut kepercayaan.
Penganut kepercayaan juga mendapatkan perlakuan intoleran dari masyarakat dan tokoh agama enam agama yang diakui negara. Para tokoh agama
kerap menstigma miring dengan memberikan label sesat terhadap penganut kepercayaan. Akibat pelabelan sesat itu, penganut kepercayaan terancam
keselamatannya dengan bayang-bayang penyerangan. Pelabelan sesat tak lepas dari peraturan perundang-undangan yang mengatur agama dan kepercayaan di
Indonesia. Pengaturan mengenai agama dan kepercayaan memberi celah kepada warga mayoritas untuk bertindak intoleran dan diskriminatif terhadap penganut
kepercayaan.
1. Pengaturan tentang Penyalahgunaan danatau Penodaan Agama
Pengaturan tentang pencegahan penyalahgunaan danatau penodaan agama berdampak buruk terhadap penganut kepercayaan. Muatan materi dalam UU No.
1PNPS Tahun 1965 mengancam hakkebebasan menganut kepercayaan dan menjalankan ibadah sesuai dengan kepercayaan. Pengaturan tersebut membuat
penganut kepercayaan berada dibawah bayang-bayang ancaman penodaan agama. Pasal 1 UU a qua
menyatakan “setiap orang dilarang dengan sengaja di muka umum menceritakan, menganjurkan atau mengusahakan dukungan umum,
untuk melakukan penafsiran tentang sesuatu agama yang dianut di Indonesia atau melakukan kegiatan-kegiatan keagamaan yang menyerupai kegiatan-kegiatan
71 keagamaan dari agama itu, penafsiran dan kegiatan mana menyimpang dari pokok-
pokok ajaran agama itu”.
1
Pasal 2 ayat 1 “barang siapa melanggar ketentuan pasal 1, diberi perintah dan peringatan keras untuk menghentikan perbuatannya melalui keputusan
bersama Menteri Agama, MenteriJaksa Agung dan Menteri Dalam Negeri”. Ayat 2 menyatakan “apabila pelanggaran dalam ayat 1 dilakukan oleh organisasi atau
sesuatu aliran kepercayaan, maka Presiden dapat membubarkan organisasi itu dan menyatakan aliran tersebut sebagai organisasialiran terlarang, setelah Presiden
mendapat pertimbangan dari Menteri Agama, MenteriJaksa Agung dan Menteri Dalam Negeri”.
2
Pasal 3 menyatakan “apabila telah dilakukan tindakan oleh Menag bersama Jaksa Agung, dan MendagriPresiden, terhadap orangorganisasi aliran
kepercayaan, mereka masih terus melanggar ketentuan pasal 1, maka orangpenganut, pengurus organisasi dari aliran itu dipidana dengan pidana penjara
1
Penjelasan: dengan kata dimuka umum dimaksudkan apa yang diartikan dalam KUHPidana. Agama-agama yang dipeluk di Indonesia ialah Islam, Kristen, Katolik, Hindu, Budha
dan khong Cu Confusius. Kecuali enam agama itu, mendapat jaminan seperti dalam pasal 29 ayat 2 UUD 1945. Terhadap badanaliran kebatinan, pemerintah berusaha menyalurkannya kearah
pandangan yang sehat dan kearah Ke-Tuhanan Yang Maha Esa. Hal ini sesuai dengan ketetapan MPRS No. IIMPRS1960, lampiran A. Bidang I, angka 6. Kata kegiatan keagamaan
dimaksudkan segala macam kegiatan yang bersifat keagamaan, misalnya menamakan suatu aliran sebagai Agama, mempergunakan istilah dalam mengamalkan ajaran kepercayaannya. Lihat, UU
Nomor 1PNPS Tahun 1965 tentang Pencegahan Penyalahgunaan danatau Penodaan Agama.
2
Penjelasan: sesuai dengan kepribadian Indonesia, maka terhadap penganut kepercayaan maupun Pengurus Organisasi yang melanggar larangan dalam pasal 1, untuk permulaannya cukup
diberi nasehat seperlunya. Apabila penyelewengan dilakukan oleh organisasi atau penganut kepercayaan dan mempunyai effek yang cukup serius bagi masyarakat yang beragama, maka
Presiden berwenang untuk membubarkan organisasi itu dan untuk menyatakan organisasi aliran terlarang dengan akibat-akibatnya jo pasal 169 KUHP.
72 selama-lamanya lima tah
un.”
3
Pasal 4 meny atakan ”pada KUHPidana diadakan
pasal baru yang berbunyi; pasal 156a ”dipidana dengan pidana penjara selama- lamanya lima tahun barangsiapa dengan sengaja di muka umum mengeluarkan
perasaan atau melakukan perbuatan: a.
Pada pokoknya bersifat permusuhan, penyalah-gunaan atau penodaan terhadap suatu agama yang dianut di Indonesia;
b. dengan maksud supaya orang tidak menganut agama apapun juga, selain
yang bersendikan ke- Tuhanan Yang Maha Esa.”
4
UU di atas menimbulkan diskriminasi karena seseorangkelompok penganut kepercayaan bisa divonis melakukan penyalahgunaan atau penodaan
terhadap „agama resmi‟ negara. Peraturan ini tidak berpihak bagi penganut agama „diluar agama resmi‟ yang dikelompokan kedalam penganut kepercayaan.
Pengaturan di atas hanya melindungi penganut „agama resmi‟ negara, sementara penganut kepercayaan tidak terlindungi bahkan terancam pidana.
2. Pengaturan tentang Administrasi Kependudukan