Artinya: Sesungguhnya Kami akan menurunkan kapadamu perkataan yang berat. Q.S.
Al-Muzzamil: 5 Al-Qur’an sebagaimana ditegaskan dalam firman Allah merupakan sabda Allah
yang mempunyai keagungan dan keluhuran. Ia adalah sebuah kitab yang andaikata diturunkan kepada gunung niscaya gunung tersebut akan hancur dan
merata karena begitu hebat dan agungnya kitab tersebut.[5] Bagaimana dengan hati Nabi yang begitu lembut, mampukah beliau menerima Al-Qur’an secara
langsung tanpa merasakan kebingungan dan keberatan.
4. Mempermudah dalam menghafal Al-Qur’an dan memberi pemahaman bagi kaum muslimin
Al-Qur’an pertama kali turun ditengah-tengah masyarakat yang ummi yakni yang tidak memiliki pengetahuan tentang bacaan dan tulisan. Turunnya wahyu
secara berangsur-angsur memudahkan mereka untuk memahami dan menghapalkannya.[6]
Artinya: Dia-lah yang mengutus kepada kaum yang buta huruf seorang Rasul di antara
mereka, yang membacakan ayat-ayat-Nya kepada mereka, mensucikan mereka dan mengajarkan mereka Kitab dan Hikmah As Sunnah. Dan sesungguhnya
mereka sebelumnya benar-benar dalam kesesatan yang nyata Q.S.Al-Jumu’ah: 2
Umat yang ummi akan kesulitan menghafal jika Al-Qur’an diturukan sekaligus dan tidak mudah bagi mereka untuk memahami maknanya.
Jadi dengan diturunkannya Al-Qur’an secara berangsur-angsur itu merupakan bantuan yang terbaik bagi mereka untuk menghafal dan memahaminya. Setiap
turun satu atau beberapa ayat, para sahabat segera menghafalkannya, merenungkan maknanya dan mempelajari hukum-hukumnya.
5. Tadarruj selangkah demi selangkah dalam menetapkan hukum samawi
Hikmah yang selanjutnya adalah tadarruj berangsur-angsur dalam penetapan hukum. Hikmah Allah memutuskan demikian ini dengan tujuan mengalihkan dari
beberapa aqidah menjadi satu aqidah, mengeluarkan mereka dari berhala kepada agama, dari sangkaan dan dugaan kepada kebenaran serta dari tidak
iman menjadi keimanan.[7]
Setelah itu langkah pemantapan dan pelestarian iman diteruskan dengan ibadah. Ibadah yang mula-mula ditekankan adalah shalat, yaitu pada masa
sebelum hijrah, kemudian diikuti dengan puasa dan zakat, yaitu pada tahun yang kedua hijrah dan yang terakhir adalah ibadah haji yaitu pada tahun keenam
hijrah.[8]
Demikian pula halnya dengan kebiasaan yang sudah membudaya dikalangan mereka, Al-Qur’an pun menggunakan metode yang sama. Pertama-tama dititik
beratkan kepada masalah dosa-dosa besar, kemudian menyusul dosa-dosa kecil hal-hal yang disepelehkan. Selanjutnya selangkah demi selangkah,
mengharamkan perbuatan yang sudah mendarah daging bagi mereka seperti : khamar, judi, dan riba.
Sebagai contoh yaitu dalam penetapan dalam kasus pengharaman minuman keras,
a. Tahap pertama
Artinya: Dan dari buah korma dan anggur, kamu buat minimuman yang memabukkan
dan rezki yang baik. Sesunggguhnya pada yang demikian itu benar-benar terdapat tanda kebesaran Allah bagi orang yang memikirkan. An- Nahl 67
Dalam ayat ini, menyebutkan tentang nikmat atau karunia Allah. Allah menjelaskan bahwa Dia telah memberi kaunia dua jenis pohon kepada manusia,
yaitu anggur dan kurma. Dan dari keduanya dapat diperoleh minuman keras dan rezeki yang baik bagi manusia yaitu berupa makanan dan minuman. Para Ulama
sepakat bahwa pemberian predikat baik adalah pada rezeki bukan pada mabuknya. Dengan demikian, pujian Allah hanya ditujukan pada rezeki bukan
pada mabuknya. Dari perbandingan diatas, orang-orang yang befikir akan mengetahui perbedaannya dengan jelas.
b. Tahap kedua Turun firman Allah.
Artinya: Mereka bertanya kepadamu tentang khamar dan judi. Katakanlah: Pada
keduanya terdapat dosa yang besar dan beberapa manfaat bagi manusia, tetapi dosa keduanya lebih besar dari manfaatnya. Dan mereka bertanya kepadamu
apa yang mereka nafkahkan. Katakanlah: Yang lebih dari keperluan. Demikianlah Allah menerangkan ayat-ayat-Nya kepadamu supaya kamu berfikir,
Q.S. Al-Baqarah: 219
Dalam ayat ini, membadingkan antara manfaat khamr seperti kesenangan , kegairahan, atau keuntungan karena memperdagangkannya, dengan bahaya
yang berupa dosa, bahaya kesehatan tubuh, merusak akal, menghabiskan harta dan membangkitkan dorongan untuk berbuat dosa. Ayat ini merupakan cara
halus untuk menjauhkan khamr dengan menonjolkan bahayanya.
c. Tahap ketiga Dalam tahap ini terdapat larangan tegas berupa diharamkannya khamr terhadap
mereka dalam waktu shalat saja agar mereka sadar dari mabuknya.
Artinya: Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu shalat, sedang kamu dalam
keadaan mabuk, sehingga kamu mengerti apa yang kamu ucapkan, jangan pula hampiri mesjid sedang kamu dalam keadaan junub, terkecuali sekedar berlalu
saja, hingga kamu mandi. Dan jika kamu sakit atau sedang dalam musafir atau datang dari tempat buang air atau kamu telah menyentuh perempuan, kemudian
kamu tidak mendapat air, maka bertayamumlah kamu dengan tanah yang baik suci; sapulah mukamu dan tanganmu. Sesungguhnya Allah Maha Pemaaf lagi
Maha Pengampun. Q.S. An-Nisa: 43
d. Tahap terakhir Dalam tahap ini sudah ada larangan tegas dan pasti akan pengharaman khamr
dalam segala waktu.
Artinya: Hai orang-orang yang beriman, sesungguhnya meminum khamar, berjudi,
berkorban untuk berhala, mengundi nasib dengan panah adalah termasuk perbuatan syaitan. Maka jauhilah perbuatan-perbuatan itu agar kamu mendapat
keberuntungan. Sesungguhnya syaitan itu bermaksud hendak menimbulkan permusuhan dan kebencian di antara kamu lantaran meminum khamar dan
berjudi itu, dan menghalangi kamu dari mengingat Allah dan sembahyang; maka berhentilah kamu dari mengerjakan pekerjaan itu. Al-Maidah: 90-91
Dengan demikian sempurnalah pengharaman Khamr secara berangsur-angsur. Itulah langkah-langkah dalam penanggulangan penyelewengan masyarakat yang
ditempuh oleh Islam.
6. Sejalan dengan kisah-kisah yang terjadi dan mengingatkan atas kejadian-kejadian itu