Tinjauan Yuridis Perilaku Seks Bebas pada Anak Jalanan dalam Perspektif Kriminologi

(1)

PERILAKU SEKS BEBAS PADA ANAK JALANAN DALAM

PERSPEKTIF KRIMINOLOGI

SKRIPSI

Diajukan untuk Memenuhi dan Melengkapi Syarat-syarat Untuk Memenuhi

Gelar Sarjana Hukum

DAUD RIANTO PURBA

NIM: 0802000360 Departeman Hukum Pidana

FAKULTAS HUKUM

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN


(2)

PERILAKU SEKS BEBAS PADA ANAK JALANAN DALAM

PERSPEKTIF KRIMINOLOGI

SKRIPSI

Diajukan Untuk Melengkapi Tugas-tugas dan Memenuhi Syarat-syarat Guna Memperoleh Gelar Sarjana Hukum

Oleh :

DAUD RIANTO PURBA

NIM : 0802000360

DEPARTEMEN HUKUM PIDANA

Diketahui/Disetujui Oleh :

Ketua Depatemen Hukum Pidana

Dr. M. HAMDAN, SH.MH NIP. 195703261986011001

Dosen Pembimbing I, Dosen Pembimbing II,

Prof. Dr. Ediwarman, SH, M.Hum

2012

Nurmalawaty, SH, M.HUM

NIP.195405251981031003 NIP.196209071988112001

FAKULTAS HUKUM


(3)

ABSTRAKSI

Prof. Dr. Ediwarman,SH,M.Hum* Nurmalawaty,SH,M.Hum**

Daud Rianto Purba***

Dasawarsa terakhir ini kesejahteraaan anak terus mendapat perhatian masyarakat. Mulai dari permasalahan buruh anak, pelecehan seksual pada anak dan anak jalanan. Perilaku seks bebas pada anak jalanan adlah sebagai salah satu bentuk problem sosial di masyarakat merupakan sebuah pernyataan yang harus di hadapi oleh setiap individu di dalam lapisan masyarakat. Demikian hal nya perilaku seks bebes pada anak jalanan ini diakibatkan karena dampak negative dari perubahan globalisasi yang meliputi ilmu pengetahuan dan teknologi, kemiskinan dan ekonomi. Akibatnya di dalam ruang lingkup yang terjadi dan faktanya perilaku seks bebas pada anak jalanan itu dampak nyata dan keberadaannya jelas dalam kehidupan anak jalanan.

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui bagaimanana dampak perilaku seks bebas pada anak jalanan, bagaimanan penyebab terjadinya seks bebas pada anak jalanan, dan bagaimana upaya dan kendala dalam penanggulangan seks bebas pada anak jalanan.

Untuk menjawab masalah tersebut maka metode penulis gunakan adalah metode gabungan antara penelitian hukum normative yaitu dengan melakukan penelitian kepustakaan yakni penelitian yang dilakukan dengan meneliti bahan-bahan kepustakaan, khususnya perundang-undangan dan kepustakaan hukum yang berkaitan dengan perilaku seks bebas pada anak jalanan dan penanggulangannya, dan penelitian hukum empiris dengan melakukan wawancara langsung dengan objek yang berhubungan langsung.

Hambatan dan upaya yang dilakukan anak jalanan dalam bentuk apapun mempunyai akibat yang negatif bagi masyarakat umum maupun bagi anak jalanan itu sendiri. Untuk itu dalam penanggulangan anak jalanan tersebut perlu adanya dorongan dari dalam diri anak itu sendiri untuk merubah dan dapat menjaga dirinya dan tidak terpengaruh oleh lingkungan dimana ia berada, serta peranan orangtua untuk lebih memperhatikan si anak dan memberikan arahan, bimbingan dan kasih sayang. Dengan cara demikian perilaku seks bebas pada anak jalanan itu tidak akan terjadi lagi.

* Dosen Pembimbing I, staf pengajar Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara ** Dosen Pembimbing II, staf pengajar Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara


(4)

KATA PENGANTAR

Segala puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Tuhan Yesus Kristus, atas atas segala berkat dan karunianya sehingga penulis dapat menyelesaikan penulisan skripsi ini untuk menyelesaikan studi di Fakultas Hukum Universitas di Sumatera Utara. Skripsi ini disusun untuk melengkapi dan memenuhi tugas dan syarat untuk meraih gelar Sarjana Hukum di Universitas Sumatera Utara yang merupakan kewajiban bagi setiap mahasiswa/i yang akan menyelesaikan perkuliahannya.

Adapun judul skripsi ini adalah “Tinjauan Yuridis Perilaku Seks Bebas pada Anak Jalanan dalam Perspektif Kriminologi”. Penulis telah berusaha semaksimal mungkin dan bekerja keras dalam menyususn skripsi ini. Namun, penulis menyadari masih banyak kekurangan dari segi isi maupun penulisan dari skripsi ini.

Melalui kesempatan ini penulis ingin menyampaikan terimakasih kepada semua pihak yang telah membantu dalam penyelesaian skripsi ini, yaitu:

1. Tuhan Yang Maha Esa, atas Berkat-Nya dan anugerah-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini sampai selesai.

2. Buat kedua orang tua tercinta, bapak R. PURBA dan ibunda tercinta Alm. R. br Simanjuntak (+) Terimakasih buat doa, dukungan, arahan, serta kasih sayang yang begitu besar, penulis dapat menyelesaikan skripsi ini.

3. Bapak Prof. Dr. Runtung, SH. M.Hum., selaku dekan Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara.


(5)

4. Bapak Prof. Dr. Budiman Ginting, SH., M.Hum., selaku Pembantu Dekan I Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara.

5. Bapak Syafruddin Hasibuan, SH., M.Hum, DFM, selaku Pembantu Dekan II Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara.

6. Bapak Muhammad Husni, SH., M.Hum., selaku Pembantu Dekan III Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara.

7. Bapak Dr. Muhammad Hamdan, SH., MH., selaku Ketua Departemen Hukum Pidana Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara.

8. Ibu Liza Erwina, SH., M.Hum., selaku Sekretaris Departemen Hukum Pidana Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara.

9. Bapak Prof. Dr. Ediwarman, SH, M.Hum, selaku Dosen Pembimbing I dalam penulisan skripsi ini yang telah meluangkan waktu untuk membimbing serta memberikan masukan-masukan bagi penulis sehingga dapat menyelesaikan skripsi ini.

10. Ibu Nurmalawaty, S.H, M.Hum, selaku Dosen Pembimbing II dalam penulisan skripsi ini yang telah meluangkan waktu untuk membimbing serta memberikan masukan-masukan bagi penulis sehingga dapat menyelesaikan skripsi ini.

11. Bapak Prof. Dr. Muhammad Yamin, S.H., M.Hum., selaku Dosen Pembimbing Akademik dalam penulisan skripsi ini yang telah memberikan motivasi dalam penulisan skripsi ini.


(6)

12. Bapak/Ibu Pegawai dan Dosen Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara yang telah memberikan semangat dan arahan bagi penulis sehingga dapat menyelesaikan skripsi ini.

13. Buat kedua kakak yang sangat saya sayangi kak lusi dan kak wiri terimakasih buat dukungan, arahan dan doa sehingga penulis dapat meyelesaikan skripsi ini.

14. Buat sahabat-sahabat tercinta di Fakultas Hukum USU rikson, yulia ade tarigan,dedy sihombing, Samuel.dan teman-teman lain stambuk 2008 dan terlebih anak pidana yang memberikan doa dan dukungan sehingga penulis dapat meyelesaikan skripsi ini.

15. Buat PKPA (pusat kajian perlindungan anak) yang memberikan masukan-masukan, data maupun informasi dan arahan sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini.

16. Buat semua teman-teman yang telah membantu dalam menyelesaikan skripsi ini yang tidak disebutkan satu persatu sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini. Semangat ya teman-teman dalam penulisan skripsi ini.

Medan, Oktober 2012


(7)

DAFTAR ISI

ABSTRAKSI ... i

KATAPENGANTAR ... ii

DAFTAR ISI ... v

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang... 1

B. Perumusan Masalah... 6

C. Tujuan dan Manfaat... 6

D. Keaslian Penulisan... 7

E. Tinjuan Kepustakaan 1. Teori Teori Kriminologi... 8

2. Gambaran Kenakalan Anak Jalanan... 15

3. Bentuk-Bentuk Perilaku Seksual... 18

F. Metode Penelitian... 21

BAB II PERILAKU SEKS BEBAS PADA ANAK JALANAN DAN DAMPAKNYA a. Tingkat Kejahatan Perilaku Seks Bebas Pada Anak Jalanan... 25

b. Jenis-Jenis Perilaku Seks Bebas Pada Anak Jalanan... 28

c. Para Pelaku Seks Bebas Pada Anak Jalanan... 34


(8)

BAB III FAKTOR PENDORONG TERJADINYA TINDAK PIDANA SEKS BEBAS PADA ANAK JALANAN

a. Etiologi Kriminal Secara Umum... 38 b. Faktor-Faktor Pendorong Terjadinya Seks Bebas

Pada Anak Jalanan... 42

BAB IV UPAYA DAN KENDALA DALAM PENANGGULANGAN SEKS BEBAS PADA ANAK JALANAN

a. Upaya Penanggulangannya... 50 b. Kendala Dalam Penanggulangan Seks Bebas Pada Anak Jalanan.. 60

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN

a. Kesimpulam... 65 b. Saran... 67

DAFTAR PUSTAKA... 70


(9)

ABSTRAKSI

Prof. Dr. Ediwarman,SH,M.Hum* Nurmalawaty,SH,M.Hum**

Daud Rianto Purba***

Dasawarsa terakhir ini kesejahteraaan anak terus mendapat perhatian masyarakat. Mulai dari permasalahan buruh anak, pelecehan seksual pada anak dan anak jalanan. Perilaku seks bebas pada anak jalanan adlah sebagai salah satu bentuk problem sosial di masyarakat merupakan sebuah pernyataan yang harus di hadapi oleh setiap individu di dalam lapisan masyarakat. Demikian hal nya perilaku seks bebes pada anak jalanan ini diakibatkan karena dampak negative dari perubahan globalisasi yang meliputi ilmu pengetahuan dan teknologi, kemiskinan dan ekonomi. Akibatnya di dalam ruang lingkup yang terjadi dan faktanya perilaku seks bebas pada anak jalanan itu dampak nyata dan keberadaannya jelas dalam kehidupan anak jalanan.

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui bagaimanana dampak perilaku seks bebas pada anak jalanan, bagaimanan penyebab terjadinya seks bebas pada anak jalanan, dan bagaimana upaya dan kendala dalam penanggulangan seks bebas pada anak jalanan.

Untuk menjawab masalah tersebut maka metode penulis gunakan adalah metode gabungan antara penelitian hukum normative yaitu dengan melakukan penelitian kepustakaan yakni penelitian yang dilakukan dengan meneliti bahan-bahan kepustakaan, khususnya perundang-undangan dan kepustakaan hukum yang berkaitan dengan perilaku seks bebas pada anak jalanan dan penanggulangannya, dan penelitian hukum empiris dengan melakukan wawancara langsung dengan objek yang berhubungan langsung.

Hambatan dan upaya yang dilakukan anak jalanan dalam bentuk apapun mempunyai akibat yang negatif bagi masyarakat umum maupun bagi anak jalanan itu sendiri. Untuk itu dalam penanggulangan anak jalanan tersebut perlu adanya dorongan dari dalam diri anak itu sendiri untuk merubah dan dapat menjaga dirinya dan tidak terpengaruh oleh lingkungan dimana ia berada, serta peranan orangtua untuk lebih memperhatikan si anak dan memberikan arahan, bimbingan dan kasih sayang. Dengan cara demikian perilaku seks bebas pada anak jalanan itu tidak akan terjadi lagi.

* Dosen Pembimbing I, staf pengajar Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara ** Dosen Pembimbing II, staf pengajar Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara


(10)

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Dasawarsa terakahir ini isu kesejahteraan anak terus mendapat perhatian masyarakat dunia, mulai dari permasalahan buruh anak, peradilan anak, pelecehan seksual pada anak dan anak jalanan. Hal tesebut juga dicerminkan dari banyaknya dokumen internasional yang berkaitan dengan perlindungan hak-hak anak. Sedikitnya terdapat 16 dokumen internasional yang terkait dengan permasalahan anak, beberapa diantaranya: united nations standard minimum rules for the

administration of juvenile justice (peraturan administrasi standar minimum

persatuan bangsa-bangsa untuk keadilan anak), resolusi MU PBB 1985: the use of

children in the illicit traffic in narcotic drugs (peran anak-anak dalam

perdagangan obat-obatan narkotika), resolusi komisi HAM PBB 1991: The special rapporteur on the sale of children, child prostitution and child

pornography (pelopor perdagangan anak, prostitusi anak dan pornografi anak.

Salah satu isu kesejahteraan anak yang terus berkembang dan menjadi perhatian dunia adalah masalah anak jalanan.1

Anak jalanan merupakan sebagian dari anak-anak yang hidup dan tumbuh di Indonesia dan menjadi harapan bangsa di masa yang akan datang. Sebagai generasi penerus, kondisi anak jalanan di Indonesia sangat memprihatinkan,

1

Berita Kompas, Kisah Inspratif, realita kehidupan jalanan, Tanggal 23 Febuari 2012, halaman 6


(11)

hilangnya perlindungan dari keluarga, penganiayaan di rumah dan di jalanan.2 Menurut laporan yayasan kesejahteraan anak Indonesia (2005) memberitakan bahwa fenomena anak jalanan semakin meningkat dari segi kualitas maupun kuantitas. Penelitian tersebut menemukan kenyataan bahwa sebagian besar anak jalanan berasal dari keluarga tidak mampu. Dari 226 juta keluarga tidak mampu, sekitar 35,29 % tak tamat SD, sekitar 34,22% tamat SD, dan sekitar 13,57% tamat SMP. 3

Hingga saat ini penanganan masalah anak jalanan masih terbatas. Penelitian Alvedino (2001) menunjukkan bahwa hilangnya perlindungan dan kekerasan pada anak jalanan memberi dampak terhadap keprihatinan mereka. Sedangkan jumlah anak jalanan terus mengalami peningkatan dari tahun ke tahun dengan berbagai alasan terutama pada saat krisis, sebagian waktu dari anak jalanan digunakan untuk mencari nafkah atau berkeliaran di jalanan ataupun di tempat-tempat umum. Sedangkan data yang penulis dapatkan dari hasil penelitian di PKPA Medan banyaknya anak jalanan ± 460 anak, dimana anak laki-laki sebesar 70%, sedangkan anak perempuan 30%.4

Pelecehan seksual dan kejahatan kesusilaan yang melibatkan berbagai golongan dalam masyarakat di beberapa negara maju sudah sering menjadi pemberitaan di media masa yang di kenal sangat terbuka. Perhatian kepada anak yang dinyatakan secara jelas pada undang-undang 1945 yaitu dalam Pasal 34 ayat

2

Ibid

3

http

4


(12)

1, yang berarti bahwa tidak boleh ada anak yang diterlantarkan, tidak mendapatkan bimbingan, pembinaan, pengembangan dan perlindungan dengan kata lain, setiap anak indonesia berhak atas kehidupan sebagai anak, berhak mendapat bimbingan dan pertumbuhan nya, berhak atas pengembangan atas seluruh potensi yang dimiliki dan berhak atas perlindungan terhadap segala macam ancaman, hambatan dan gangguan. Hak-hak asasi anak terlantar dan anak jalanan, pada hakikatnya sama dengan hak-hak asasi manusia pada umumnya, yang juga telah dinyatakan dalam UU No.39 tahun 1999 tentang hak asasi manusia serta keputusan presiden R.I No.36 tahun 1990 tentang pengesahan

Convention on the right of the child (konvensi tentang hak-hak anak). Mereka

perlu mendapatkan hak-haknya secara normal bagaimanan layaknya anak, yaitu hak sipil dan kemerdekaan (civil righ and freedoms), lingkungan keluarga dan pilihan pemeliharaan ( family environment and alternative care), kesehatan dasar dan kesejahteraan ( basic health and welfare), pendidikan, rekreasi, budaya dan perlindungan khusus (special protection).5

Anak harus dilindungi dari segala bentuk ketelantaran, kekerasan, pengisapan. Tidak boleh dijadikan subyek perdagangan. Anak tidak boleh bekerja sebelum usia tertentu dan tidak boleh dilibatkan dalam pekerjaan yang merugikan kesehatan ataupun pendidikannya, yang dapat mempengaruhi perkembangan tubuh, jiwa ataupun hakikatnya.

6

5

Berdasarkan alinea diatas, maka terhadap anak yang menjadi korban kekerasan harus mendapatkan perlindungan atas kesehatan,

6


(13)

pendidikan serta perkembangan tubuh dan jiwanya. Kekerasan yang terjadi seperti penodongan, perampokan, pembunuhan, pemerkosaan dan sebagainya. Kekerasan itu biasa dilakukan oleh orang-orang dan setiap tindak pendidikan, ekonomi, budaya, agama maupun suku bangsa. Tanpa disadari pembenaran terhadap kekerasan menjadi bagian pemikiran bawah sadar masyarakat dan terjadi proses imitasi kekerasan dalam kehidupan sehari-hari. Fenomena kekerasan yang terjadi makin beragam bentuknya, seperti kekerasan psikis, kekerasan ekonomi dan kekerasan seksual pada anak jalanan. Kekerasan seksual ini merupakan salah satu bentuk kejahatan yang melecehkan dan menodai harkat kemanusiaan, serta patut dikatagorikan sebagai jenis kejahatan melawan kemanusiaan (Crime againts

humanity).7

7

Ibid

Sejak dahulu tema seksualitas merupakan tema yang selalu menarik dan menjadi kontroversi dalam masyarakat karena seksualitas merupakan sesuatu yang ditabukan. Seksualitas selalu hadir dalam sisi kehidupan manusia dan kehadirannya pun tidak luput dari makin banyaknya dan mudahnya mendapatkan pengetahuan tentang seks. Kasus-kasu seks bebas seperti casting iklan sabun mandi, peredaran VCD porno oleh sepasang remaja atau mahasiswa mengindikasikan bahwa perilaku seksual yang tidak sesuai dengan budaya dan norma-norma di masyarakat, telah menempati level menghawatirkan dan menjadi pemicu rusaknya moralitas generasi muda.


(14)

Maraknya remaja yang melakukan seks bebas saat ini dapat melihat dua faktor penyebab, yaitu faktor internal dan faktor eksternal.8 Faktor internal berasal dari dalam diri remaja itu sendiri dimana seorang remaja sedang mengalami peningkatan hasrat seksual dikarenakan perubahan fisik dan biologis yang terjadinya padanya. Faktor eksternal adalah faktor yang berasal dari luar diri remaja, diantaranya adalah teman sepermainan yang biasanya memiliki pengaruh yang cukup besar dalam kehidupan remaja.9

Dikalangan anak jalanan sendiri akan lebih mudah melakukan seks bebas karena lingkungan yang begitu bebas dan sangat minimnya pengawasan dari keluarga atau orangtua dan juga banyak faktor lain yang mendukung. Dan juga pengetahuan sistem reproduksi tidak terjangkau dikarenakan dipengaruhi oleh banyak faktor seperti pendidikan anak jalanan yang rendah, pengaruh lingkungan sekitar. Anak jalanan yang melakukan aktifitasnya di kota Medan antara lain sebagai pengemis, pembersih kaca mobil, pemulung, pengamen, penjualkoran serta PSK, dimana merupakan komunitas yang memepunyai resiko tinggi terhadap gangguan kesehatan diantaranya adalah pengetahuan mereka tentang kesehatan system reproduksi dan dampaknya bagi mereka yang tidak melakukan perawatan dan pencegahan diri.10

8

WWW. Googel.Com, Perdagangan Perempuan dan Anak di Indonesia, Ruth Rosenberg, 2008

9

Ibid.,

10

Wawancara dengan PKPA (Pusat Kajian dan Perlindungan Anak) di Kampung Susuk Ujung pada tanggal 7 Juni 2012

Dengan dasar pengetahuan dan sikap tentang kesehatan system reproduksi pada anak jalanan diharapkan dapat membatasi


(15)

pergaulan sesama teman terutama dalam membatasi perilaku seksual bebas pada mereka yang dimungkinkan akan terhindar dari gangguan kesehatan akibat hubungan dari seks bebas yang dilakukan.

B. PERUMUSAN MASALAH

Berdasarkan uraian diatas, ada beberapa permasalahan yang harus dibahas mengenai perilaku seks bebas pada anak jalanan . Adapun yang menjadi permasalahan yang nantinya akan dibahas penulis dalam penulisan skripsi ini adalah:

1. Bagaimana dampak perilaku seks bebas pada anak jalanan? 2. Bagaimana penyebab terjadinya seks bebas pada anak jalanan?

3. Bagaimana upaya dan kendala dalam penanggulangan seks bebas pada anak jalanan ?

Dimana permasalahan-permasalahan tersebut diatas merupakan kerangka acuan bagi penulis dalam melakukan pembahasan agar tersktuktur dan tidak keluar dari apa yang penulis angkat sebagai judul dalam penulisan skripsi ini.

C. TUJUAN DAN MANFAAT PENELITIAN

Adapun yang menjadi tujuan dari penulisan skripsi ini adalah: 1. Untuk mengetahui dampak perilaku seks bebas pada anak jalanan

2. Untuk mengetahui bagaimana penyebab terjadinya seks bebas pada anak jalanan.

3. Untuk mengetahui upaya dan kendala dalam penanggulangan seks bebas pada anak jalanan.


(16)

Adapun yang menjadi manfaat dari penulisan skripsi ini adalah : a. Manfaat teoritis

1. Dengan adanya penelitian ini diharapkan dapat menambah, menyumbangkan konsep-konsep pemikirian bagi pengembangan hukum pidana, khususnya yang berkaitan dengan perilaku seks bebas pada anak jalanan.

2. Dapat memberikan masukan dan menciptakan asumsi serta pengertian kepada masyarakat, pemerintah dan aparat penegak hukum tentang tinjauan yuridis perilaku seks bebas pada anak jalanan ditinjau dari aspek kriminologi

b. Manfaat praktis

Dengan adanya penelitian ini diharapkan pada setiap masyarakat serta pemerintah dan aparat penegak hukum harus waspada terhadap perilaku seks bebas pada anak jalanan.

D. KEASLIAN PENULISAN

Penulisan skripsi ini berjudul: “Tinjauan Yuridis Perilaku Seks Bebas Pada Anak Jalanan Dalam Perspektif Kriminologi” , merupakan hasil pemikiran penulis sendiri, isi dari skripsi ini penulis ambil dari beberapa buku, Undang-Undang, media cetak maupun media elektronik dan melakukan penelitian ke PKPA (Pusat Kajian Perlindungan Anak). Setelah itu penulis memeriksa judul-judul skripsi yang ada di Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara Medan, maka judul skripsi ini belum ada yang membuatnya, walapun ada sudut pandang dan pembahasannya berbeda. Dengan demikian keaslian penulisan skripsi ini


(17)

dapat dipertanggungjawabkan oleh penulis, terutama secara ilmiah atau secara akademik.

E. TINJAUAN KEPUSTAKAAN

1. Teori-Teori Kriminologi

Bonger mengemukakan teori-teori kriminlogi tentang kejahatan, sebagai berikut: 11

1. Teori klasik

Teori ini muncul di Inggris pada pertengahan abad ke-19 dan tersebar di Eropa dan Amerika.Teori ini berdasarkan psikologi hedonistic.Menurut psikologi hedonistic setiap perbuatan manusia berdasarkan pertimbangan rasa senang dan rasa tidak senang (sakit). Setiap manusia berhak memilih mana yang baik dan mana yang buruk, perbuatan mana yang mendatangkan kesenangan dan mana yang tidak. 12

Berdasarkan pendapat Beccaria tersebut setiap hukuman yang dijatuhkan sekalipun pidana yang berat sudah diperhitungkan sebagai kesenangan yang diperolehnya, sehingga maksud pendapat Beccaria adalah untuk mengurangi kesewenangan dan kekuasaan hukuman. Konsep keadilan menurut teori ini adalah suatu hukuman yang pasti untuk perbuatan-perbuatan yang sama tanpa memperhatikan sifat dari sifat si pembuat dan tanpa memperhatiukan pula kemungkinan adanya peristiwa-peristiwa tertentu yang memaksa terjadinya perbuatan tersebut.

11

W. A. Bonger., Pengantar Tentang Kriminologi, (Terjemahan R.A.Koesnoen) PT. Pembangunan Graha Indonesia, Jakarta, 1981, halaman 21


(18)

2. Teori Neo Klasik

Teori ini merupakan teori revisi dari teori klasik. Adapun ciri khas dari Neon Klasik menurut Made Darma Weda, 1996:30) adalah sebagai berikut: 13 A. Adanya perlunakan/perubahan pada doktrin kehendak bebas. Kebebasan

kehendak untuk memilih dapat dipengaruhi oleh:

1. Patologi, ketidakmampuan untuk bertindak, sakit jiwa, atau lain-lain keadaan yang mencegah seseorang untuk memperlakukan kehendak bebasnya.

2. Premiditasi niat, yang dijadikan ukuran deari kebebasan kehendak, tetapi hal ini menyangkutterhadap hal-hal yang aneh, sebab jika benar, maka pelaku pidana untuk pertama kali harus dianggap lebih bebas untuk memilih daripada resedivis yang terkait dengan kebiasaan-kebiasaannya, dan oleh karenanya harus dihukum dengan berat.

B. Pengakuan dari pada sahnya keadaan yang merubah ini dapat berupa fisik (cuaca, mekanis, dan sebagainya) keadaan-keadaan lingkungannya atau keadaan mental dari individu.

C. Perubahan doktrin tanggung jawab sempurna untuk memungkinkan perubahan hukuman menjadi tanggung jawab sebagaian saja. Sebab-sebab utama untuk me mpertanggung jawabkan seseorang untuk sebagian saja adsalah kegilaan, kedunguan, usia dan lain-lain yang dapat mempengaruhi pengetahuan dan niat seseorang pada waktu melakukan kejahatan.

13


(19)

D. Dimasukkan persaksian/keterangan ahli didalam acara pengadilan untuk menentukan besarnya tanggung jawab, untuk menentukan apakah si terdakwa mampu memilih antara yang benar dan yang salah.

Berdasarkan cirri khas teori neo-klasik tampak bahwa teori neo klasik menggambarkan dittinggalkannya kekuata yang supra-natural, yang ajaib (gaib), sebagai prinsip untuk menjelaskan dan membimbing terbentuknya pelaksanaan hukum pidana. Dengan demikian teori neo-klasik menunjukkan permulaan pendekatan yang naturalistic terhadap perilaku/tingkah laku manusia. Gambaran mengenai manusia sebagai boneka yang dikuasi oleh kekuatan gaib digantinya de gan gambaran manusia sebagai makhluk yang berkehendak sendiri, yang bertindak atas dasar rasio dan intelegensia dank arena itu bertanggung jawab atas kelakuanya. 14

3. Teori kartografi/Geografi

Teori ini berkembang di Prancis, Inggris, Jerman. Teori ini mulai berkembang pada tahun 1830-1880 M. teori ini sering pula disebut sebagai ajaran ekologis.Yang dipentingkan oleh ajaran ini adalah distribusi kejahatan dalam daerah-daerah tertentu, baik secara geografis maupun secara social.

Menurut teori ini, kejahatan merupakan perwujudan kondisi-kondisi social yang ada. Dengan kata lain bahwa kejahatan itu muncul disebabkan karena factor dari luar manusia itu sendiri.

14


(20)

4. Teori Sosialis

Teori sosialis mulai berkembang pada tahun 1850 M. para tokoh aliran ini banyak dipengaruhi oleh tulisan dari marx dan engels, yang lebih menekankan pada determinasi ekonomi. Menurut para tokoh ajaran ini, kejahatan timbul disebabkan oleh adanya tekanan ekonomi yang tidak seimbang dalam masyarkat. Sajipto Rahardjo (A.S Alam, 2010) berpendapat bahwa, kejahatan itu merupakan bayang-bayang manusia maka dari itu makin tinggi peradaban manusia makin tinggi pula cara melakukan kejahatan.

Berdasarkan kedua pendapat di atas, maka untuk melawan kejahatan itu haruslah diadakan peningkatan di bidang ekonomi.

5. Teori Tipilogis

Di dalam kriminologi telah berkembang empat teori yang disebut dengan teori topilogis atau bio-typologis.Keempat aliran tersebut mempunyai kesamaan pemikiran dan metodologi.Mereka mepunyai asumsi bahwa terdapat perbedaan antara orang jahat dengan orang tidak jahat. Keempat teori tipilogis tersebut adalah sebagai berikut:

a. Teori lambroso/mazhab antropologis

Teori ini dipelopori oleh Casare Lambroso. Menurut Lambroso, kejahatan merupakan bakat manusia yang dibawa sejak lahir (criminal is born). Selanjutnya ia mengatakan bahwa cirri khas seorang penjahat dapat dilihat dari keadaan fisiknya yang mana sangat berbeda dengan manusia lainnya. Adapun beberapa proporsi yang dikemukakan oleh Lambroso (Made Darma Weda, 1996:16) yaitu: (a) Penjahata dilahirkan dan mempunyai tipe-tipe yang berbeda;


(21)

(b) Tipe ini biasa dikenal dari beberapa cirri tertentu seperti tengkorak yang asimetris, rahang bawah yang panjang, hidung yang pesek, rambut janggut yang jarang, dan tahan terhadap rasa sakit;

(c) Tanda-tanda lahiriah ini bukan merupakan penyebab kejahatan tetapi merupakan tanda pengenal kepribadian yang cenderung mempunyai perilaku criminal;

(d) Karena adanya kepribadian ini, mereka tidak dapat terhindar dari melakukan kejehatan kecuali bila lingkungan dan kesempatan tidak memungkinkan;

(e) Pengenut aliran ini mengemukakan bahwa penjahat seperti pencuri, pembunuh, pelanggar seks dapat dibedakan oleh cirri-ciri tertentu.

Aliran Lambroso ini bertujuan untuk membantah aliran klasik dalam persoalan determinasi melawan kebebasan kemauan dan kemudian membantah teori Tarde tentang theoru of imitation (Le lois de’I imitation). Teori Lambroso ini, dibantah oleh Goring dengan membuat penelitian perbandingan.Hasil penelitiannya tersebut, Goring meanrik kesimpulan bahwa tidak ada tanda-tanda jasmaniah untuk disebut sebagai tipe penajat, demikian pula tidak ada tanda-tanda rohaniah untuk menyatakan penjahat itu memiliki suatu tipe. Menurut Goring (Made Darma Weda, 1996:18) menyatakan bahwa: “kuasa kejahatan timbul karena setiap manusia mempunyai kelemahan/cacat yang dibawa sejak lahir, kelemahan/cacat inilah yang menyebabkan orang tersebut melakukan kejahatan”. Dengan demikian Goring dalam mencari kausa kejahatan kembali pada factor psikologis, sedangkan factor lingkungan sangat kecil pengaruhnya terhadap kejahatan.


(22)

b. Teori Mental

Teori mental Tester ini muncul setelah runtuhnya teori Lambroso.Teori ini dalam metodolonginya menggunakan tes mental untuk membedakan penjahat dan bukan penjahat. Menurut Goddard (Made Darma Weda, 1996:18) bahwa:

Setiap penjahat adalah orang yang otaknya lemah, karena orang yang otaknya lemah tidak dapat menilai perbuatannya, dan dengan demikian tidak dapat pula menilai akibat dari perbuatannya tersebut atau menangkap serta menilai arti hukum.

c. Teori Psikiatrik

Teori psikiatrik merupakan lanjutan Lombroso dengan melihat tanpa adanya perubahan pada cirri-ciri morfologi (yang berdasarkan struktur).Teori ini lebih menekankan pada unsure psikologi, epilepsy dan moral instanity sebagai sebab-sebab kejahatan.

Teori psikiatrik ini, memberikan arti penting kepada kekacauan emosional, yang dianggap timbul dalam interaksi social dan bukan pewarisan. Pokok teori ini adalah organisasi tertentu dari pada kepribadian orang, yang berkembang jauh terpisah dari pengaruh jahat, tetapi tetap akan menghasilkan kelakuan jahat tampa mengingat situasi-situasi social.

d. Teori Sosiologis

Teori Sosiologis merupakan aliran yang sangat bervariasi Analisi sebab-sebab kejahatan secara sosiologis banyak dipengaruhi oleh teori kartografik dan sosialis.Teori ini menafsirkan kejahatn sebagai fungsi lingkungan social (crine as


(23)

kelakuan jahat dihasilkan oleh proses=proses yang sama seperti kelakuan social. Dengan demikian proses terjadinya tingkah laku kejahatan tidak berbeda dengan tingkah laku lainnya temasuk tingkah laku yang baik. Orang melakukan kejahatan disebabkan karena orang tersebut meniru keadaan sekelilingnya.

6. Teori Lingkungan

Teori ini biasanya juga disebut sebgai mazhab Perancis. Menurut teori ini, seseorang melakukan kejahatan karena dipengaruhi oleg factor di sekitarnya/lingkungan, baik lingkungan keluarga, ekonomi, social, budaya, pertahanan keamanan termasuk dengan pertahanan dengan dunia luar, serta penemuan teknologi. Masuknya barang-barang dari luar negeri seperti televise, buku-buku serta film dengan berbagai macam reklame sebagai promosinya ikut pula menentukan tinggi rendahnya tingkat kejahatan. Menurut Tarde (Made Darma Weda, 1996:20) bahwa “orang menjadi jahat disebabkan karena pengaruh imitation, berdasarkan pendapat Tarde tersebut, seseorang melakukan kejahatan karena orang tersebut meniru keadaan sekelilingnya.

7. Teori Biososiologis

Tokoh dari aliran ini adalah A. D. Prins, van Humel, D. Simons dan lain-lain. Aliran biososiologis ini sebenarnya merupakan perpaduan dari aliran antropologi dan aliran sosiologis, oleh karena ajarannya didasarkan bahwa tiap-tiap kejahatan itu timbul karena faktor individu seperti keadaan psikis dan fisik dari si penjahat dan juga karena faktor lingkungan.

Faktor lingkungan itu dapat meliputi sifat individu yang diperoleh sebagai warisan dari orang tuanya, keadaan badaniah, kelamin, umur, intelek,


(24)

temperamen, dan kesehatan.Keadaan lingkungan yang mendorong seseorang melakukan kejahatan itu meliputi keadaan alam (geografis dan klimatologis), keadaan ekonomi, tingkat peradaban dan keadaan polotik suatu Negara misalnya meningkatnya kejahatan menjelang pemilihan umum dan mengahadapi siding MPR.

2.Gambaran Kenakalan Anak Jalanan

Kenakalan dalam diri seorang anak merupakan perkara yang lazim terjadi. Tidak seorangpun yang tidak melewati tahap/fase negative, atau sama sekali tidak melakukan perbuatan kenakalan. Masalah ini tidak hanya menimpa beberapa golongan anak jalanan di suatu daerah tertentu saja. Keadaan ini terjadi di setiap tempat, lapisan dan kawasan masyarakat. Bentuk kenakalan anak jalanan terbagi mengikuti 3 kriteria, yaitu : 15

Adapun macam dan bentuk-bentuk kenakalan yang dilakukan oleh anak dibedakan menjadi beberapa macam :

“kebetulan, kadang-kadang dan sebagai kebiasaan, yang menampilkan tingkat penyesuaian dengan tingkat titik patah yang tinggi, medium dan rendah. Klasifikasi ilmiah lainnya menggunakan penggolongan Tripartite, yaitu : historis, instinctual, dan mental. Semua itu dapat saling berkombinasi. Misalnya berkenaan dengan sebab-sebab terjadinya kenakalan instiktual bisa dilihat dari aspek keserakahan, agresivitas, seksualitas, perpecahan keluarga dan anomali-anomali dalam dorongan berkelompok”.

16

1. Kenakalan biasa

2. Kenakalan yang menjurus pada tindak kriminal

15

Harkisnowo, Kenakalan-kenakalan Anak, http::// www. situskespro.info/gendervaw. Com ( diakses 25 April 2008)

16

Akirom Syamsudin Meliala dan E. Sumarsono, cetakan pertama, Kenakalan Anak Suatu Tinjauan dari Psikologi dan Humum, Liberti, Yogyakarta, 1985


(25)

3. Kenakalan khusus.

Ad. 1 Kenakalan biasa

Kenakalan biasa adalah bentuk kejahatan yang berupa berbohong, pergi keluar rumah tanpa pamit kepada kedua orangtuanya, keluyuran, berkelahi dengan teman, suka bolos, suka menipu, suka terlambat ke sekolah, dan lain sebagainya.

Ad.2 kenakalan yang menjurus pada tindak kriminal

Adalah suatu bentuk kenakalan anak jalanan yang merupakan perbuatan pidana, berupa kenakalan yang meliputi : mencuri, menganiaya, menodong, mencopet, menggugurkan kandungan, membunuh, memperkosa, berjudi, menonton, dan mengedarkan film porna, atau menggandakan serta mengedarkan obat-obat terlarang, dan lain sebagainya.

Ad.3 Kenakalan khusus

Kenakalan khusus adalah kenakalan yang diatur dalam undang-undang pidana khusus, seperti kenakalan di internet (Cyber Crime), kenakalan terhadap HAM. Bentuk lain dari kenakalan anak jalanan berdasarkan ciri kepribadian, yang mendorong mereka menjadi tidak terkontrol. Anak-anak muda ini umumnya bersifat labil, sangat emosional, agresif, tidak mampu mengenal nilai-nilai etis, dan cenderung suka menceburkan diri dalam perbuatan yang berbahaya.

Seiring dengan berkembangnya zaman, tidak dapat kita pungkiri kenakalan anak jalanan pun semakin berkembang. Masa sekarang ini remaja lebih cenderung berani mengutarakan keinginan hatinya dan berani mengemukakan pendapatnya, bahkan akan mempertahankan pendapatnya sekuat mungkin.


(26)

Kenakalan anak jalanan yang sedang popular di zaman ini adalah kenakalan perilaku ngelem, mencopet, menonton film-film porno di internet, dan melakukan seks bebas. Ini merupakan perilaku menyimpang yang sering sekali dilakukan oleh anak-anak jalanan. Ada beberapafaktor mengapa anak-anak jalanan melakukan perilaku seperti yang di atas yakni dapat memberikan rasa tenang dengan melakukan ngelem, terpengaruh oleh teman sebaya, keingintahuan, dan ingin mencoba.

Anak jalanan berbeda dengan anak-anak yang tinggal yang hidup bersama dengan orangtua yang memberikan perhatian dan kasih saying. Anak jalanan merupakan anak-anak yang termarginalisasi karena tidak menerima perlakuan yang baik dari keluarga, lingkungan, sekolah, dan lingkungan masyarakat. Kehidupan tanpa aturan sering kali menjadi perlakuan yang mereka perlihatkan akibatnya kurangnya pendidikan yang mereka terima. Gaya hidup anak jalanan mendidik mereka untuk menjual rasa iba, melahirkan mental-mental yang rusak yang semakin kental ketika kita dewasa nantinya.17

Menelusuri lebih jauh lagi apa sebabnya yang mendasari anak khususnya anak jalnan hingga memiliki kebiasaan dan menjadi ketergantungan terhadap seks, ada beberapa faktor. Pertama, melakukan seks merupakan sebagai pelarian terhadap adanya gangguan karakter pada diri si anak. Kedua, dengan melakukan seks membuktikan bahwa anak tersebut dapat diterima dalam pergaulan ataupun komunitas. Ketiga, karena rasa keingintahuan terhadap hubungan badan

17


(27)

(seksualitas). Hal-hal tersebut diatas merupakan gambaran besar perilaku anak jalanan dalam kehidupan sehari-hari.18

Adapun bentuk-bentuk perilaku seksual yang dilakukan oleh anak jalanan adalah:

3. Bentuk-Bentuk Perilaku Seksual

19

1. Masturbsi

Masturbasi atau sering disebut onani berasal dari bahasa lain yaitu masturbatio. Mastur berarti tangan dan batio berarti menodai. Secara luas berarti pemuas seksual dalam diri sendiri dengn menggunakan tangan. Atau pengertian lain adalah menodai diri sendiri dengan tangan nya sendiri. Kebiasaan onani secara terus-menerus dan berlebihan akan mengakibatkan gejala-gejala fisik yang melelahkan karena menyerap banyak energi.

Umumnya pelaku masturbasi kekurangan zat besi sehingga kelelahan itu nampak manakala dia melakukan aktifitas seperti belajar dan bekerja. Untuk menghentikan perbuatan ini perlu adanya antisipasi semenjak dini terutama pengenalan terhadap norma-norma agama. Dengan demikian para remaja bisa membentengi diri dengan keimanan. Selain itu sedapat mungkin menghindari buku atau tontonan yang berbau pornografi. Jika telah mencapai dewasa sebaiknya lekas menikah atau menghindari godaan dari perilaku ini.20

2. Transeksualisme

18

Ibid.,

19

Nasrudin Toha, Gelombang Free Sex Di Era Modern, Bandung, Forum Remaja 21, 1997, halaman 16

20


(28)

Transeksualisme adalah perilaku yang menunjukkan keenganan untuk menerima jenis kelamin yang dimiliki, mereka menginginkan sebaliknya. Hal ini disebabkan karena menurut perasaannya dirinya cocok menjadi laki-laki atau wanita. Fenomena seperti ini sering dialami oleh laki-laki yang segi fisik secara umum memang laki-laki tapi sebagian perilaku baik gaya bicara atau berjalan menyerupai wanita namun ada perilaku atau sebagian anggota badannya menyerupai laki-laki. Bagi mereka yang tabah akan mempertahankan posisi apa adanya. Tapi bagi mereka yang kelebihan uang akan berusaha merubah dengan operasi kelamin.

Transeksual atau pemindahan jenis kelamin ini untuk masa sekarang tidak terbatas kepada mereka yang menginginkan perubahan wujud. Yang menjadi permasalahan adalah manakala mereka melakukan hubungan kelamin. Hal in tidak ada bedanya dengan kaum homoseksual atau biseksual sekalipun dengan format berbeda.21

3. Samen leven

Perilaku samen leven adalah perilaku hidup bersama atau kelompok tanpa ada sedikitpun niat untuk melangsungkan pernikahan. Dasar pijakan mereka adalah kepuasan seksual baik secara suka sama suka atau mungkin hanya sekedar memenuhi kebutuhan seks tanpa adanya dasar cinta sama sekali. Perilaku seperti ini hamper mirip dengan kumpul kebo, bedanya samen leven biasanya terhadap temen dan tidak pada keluarga sendiri.22

4. Exibiosinisme

21

Ibid.,

22


(29)

Exibiosinisme adalah perilaku yang mendapat kepuasan seksual dengan cara menampakkan alat kelaminnya pada orang dikenal atau pada orang yang tidak dikenalnya pada sejenis atau jenis berbeda tanpa ada kelanjutan hubungan seksual langsung. Perilaku seperti ini dimana mereka merasa bangga jika kelaminnya diekspos di media massa.

5. Voyeurisme

Voyeurism adalah perilaku yang mendapat kepuasaan seksual hanya dengan melihat aurat orang lain yang sedang terbuka atau tidak sengaja dibuka. Perilaku ini seperti mengintip orang mandi atau lewat film atau gambar porno atau dengan membaca cerita porno.

6. Fethisisme

Fethisisme adalah perilaku menyimpang yang merasa mendapat kepuasan seksual hanya memegang, memiliki atau melihat benda-benda atau pakaian yang sering dipakai perempuan. Perilaku seperti ini tidak lepas dari keinginan pemuas seksual yang sesungguhnya.23

7. Sadisme

Sadisme yaitu suatu penyimpangan yang merasa mendapat kepuasan dengan menyakiti pasangannya. Sekalipun ia tidak melakukan hubungan intim namun ia mendapat kepuasan dengan melukai atau memukul pasangannya. Latar belakang munculnya perilaku sadism adalah mungkin dalam masa kanak-kanaknya mendapat perlakuan yang bertentangan dengan nuraninya baik dari


(30)

lingkungan keluarga ataupun masyarakat sehingga secara psikologis ia merasa tertindas dan ketertindasannya itu terbawa sampai dewasa.24

8. Masokisme

Perilaku sebaliknya dari sadisme yaitu perilaku yang mendapatkan kepuasan seksual dengan cara melukai dirinya sendiri atau meminta dilukai. Perilaku ini dimana ia memukuli dirinya sendiri di wilayah perut, tangan, dada, dan lain-lain, bahkan bisa menjurus pada bunuh diri.25

9. Freeseks

Free seks lebih luas dan tidak terbatas. Kelompok free seks menghalalkan segala cara dalam melakukan seks dan tak terbatas pada kelompok orang. Sewaktu-waktu mereka bisa melakukan seksual dengan orang lain dan dilain waktu mereka juga bisa menggauli keluarganya sendiri baik adik, kakak atau keluarga terdekat bahkan mungkin orangtua dan anaknya sendiri. Dimana free seks ini sering dilakukan dengan adanya suatu perkumpulan (kumpul kebo) tanpa adanya memiliki moral.

F. METODE PENELITIAN

Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut : 1. Metode pendekatan

Pendekatan masalah dalam penelitian ini menggunakan metode yuridis normative dan yuridis empiris. Pendekatan yuridis normative dimaksudkan untuk melakukan pengkajian terhadap hukum pidana dan penerapan pidana badan sebagai sarana kebijakan hukum pidana, dalam rangka pembangunan dan

24

Ibid.,

25


(31)

pembaharuan hukum pidana di Indonesia, yaitu : pendekatan yang bertitik tolak dari ketentuan peraturan perundang-undang dan diteliti dilapangan untuk memperoleh faktor pendukung dan hambatannya.26

2. Jenis Penelitian

Pendekatan yuridis normative ini merupakan pendekatan dengan berdasarkan norma-norma atau peraturan perundang-undangan yang mengikat serta mempunyai konsekuensi hukum yang jelas.

Melalui pendekatan yuridis normatif ini diharapkan dapat mengetahui tentang Undang-Undang No.22 tahun 2002 tentang perlindungan Anak yang dapat diterapkan dalam mengkaji dan membahas permasalahan-permasalahan dalam penelitian ini. Pendekatan yuridis empiris dimaksudkan untuk melakukan penelitian terhadap perilaku seks anak jalanan melalui wawancara pada lembaga perlindungan anak jalanan yakni PKPA ( Pusat Kajian Perlindungan Anak.

Jenis penilitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah penelitian hukum yang bersifat deskriptif. Jenis penelitian ini bertujuan mendiskripsikan atau menggambarkan tentang suatu peristiwa yang lebih luas dan umum. Sehingga penelitian ini mencoba menggambarkan dan menjelaskan perilaku seks bebas yang dilakukan oleh anak anak jalanan dalam perspektif kriminologi.

3. Sumber data

Sumber data dalam penelitian ini adalah sumber data primer, sumber data sekunder, dan sumber data tersier. Sumber data primer adalah asal data yang

26

Soerjono soekanto dan Sri Mumujdi, Penelitian Hukum Normatif Suatu Tinjauan Singkat, Jakarta : rajawali, 1985, halaman 17


(32)

diperoleh langsung dari sumbernya, sumber data sekunder adalah asal data yang diperoleh tidak langsung dari sumbernya, dan sumber data tersier adalah data yang memberikan informasi tentang bahan hukum primer dan dan bahan hukum sekunder. Dalam hal ini sumber data primernya adalah bang Iwan S.H, selaku salah satu pegawai di PKPA (pusat kajian perlindungan anak). Sedangkan sumber data sekundernya adalah berupa buku-buku literatur tentang seks bebas pada anak jalanan, catatan-catatan yang relevan,Koran, majalah, serta hasil riset yang berhubungan dengan permasalahan yang dikemukakan, dan sumber data tersiernya adalah seperti Kamus Besar Indonesia, serta kamus-kamus keilmuan lainnya.

4. Prosedur pengumpulan dan pengolahan data

Prosedur pengumpulan data dalam penelitian ini adalah dengan menggunakan dua cara yaitu studi lapangan, dengan memperoleh data-data tentang perilaku seks bebas pada anak jalanan di PKPA (pusat kajian perlindungan anak), kemudian studi kepustakaan. Studi lapangan dilakukan untuk memperoleh data primer atau data yang langsung dari sumbernya dengan mengadakan wawancara dan observasi. “wawancara adalah suatu bentuk komunikasi verbal, jadi semacam percakapan yang bertujuan memperoleh informasi. Dalam wawancara ini pertanyaan dan jawaban diberikan secara verbal. “wawancara saya lakukan dengan bang Iwan, SH selaku staf pegawai di PKPA (pusat kajian dan perlindungan anak) di Medan. 27

27

Bambang Waluyo, Penelitian Hukum Dalam Praktek, Jakarta, Sinar Grafika, 1996, halaman 72

Kemudian studi kepustakaan saya berusaha untuk mendapatkan data sekunder atau data yang tidak langsung


(33)

dari sumbernya dengan metode documenter, yaitu dengan cara membaca dan menelaah buku-buku litaratur, Undang-Undang Nomor 22 tahun 2002 tentang perlindungan anak, serta hasil penelitian yang ada hubungannya dengan judul skripsi saya ini.

5. Analisis data

Analisis data adalah proses menafsirkan atau memaknai suatu data. Analisis data sebagai tindak lanjut proses pengolahan data merupakan pekerjaan seorang peneliti yang memerlukan ketelitian, dan pencurahan daya pikir secara optimal, dan secara nyata kemampuan metodologis peneliti diuji.28 Hasil analisis ini diharapkan dapat digunakan untuk menjawab permasalahan yang dikemukakan dalam skripsi ini dan akhirnya dapat digunakan untuk menarik suatu kesimpulan serta memberikan saran seperlunya. Adapun analisis data yang saya lakukan adalah menggunakan metode analisis deskriptif kualitatif, yaitu menggambarkan secara lengkap kualitas dan karakteristik dari data-data yang sudah terkumpul dan sudah dilakukan pengolahan, kemudian dibuat kesimpulan.

28


(34)

BAB II

PERILAKU SEKS BEBAS PADA ANAK JALANAN DAN

DAMPAKNYA

A. Tingkat Kejahatan Perilaku Seks Bebas pada Anak Jalanan

Ketika kita membaca surat kabar ataupun saat mendengarkan berita di televisi selalu saja bisa ditemukan berita tentang seks bebas pada anak jalanan. Kenyataan ini sungguh sangat menyedihkan. Lebih menyedihkan, semakian banyak saja anak-anak jalanan yang menjadi korban seks bebas. Sesungguhnya tidak sedikit anak-anak jalanan yang terpaksa dan harus terlibat dalam perilaku seks bebas. Tetapi kasus dan permasalahan pada perilaku seks bebas pada anak jalanan banyak dialami oleh anak-anak di bawah umur yang belum mendapat perhatian yang sungguh-sungguh dari berbagai pihak. 29

Banyak faktor yang membuat para korban seks bebas pada anak jalanan enggan atau telat melaporkan kejadian tersebut ke pihak kepolisian. Apalagi korban nya adalah anak jalanan. Dikarenakan anak jalanan menganggap seks

Kasus perilaku seks bebas pada anak jalanan, sering kali kurang mendapat perhatian publik, karena selain data dan laporan mengenai perilaku seks bebas pada anak jalanan nyaris tidak ada. Dan biasanya kasus ini seringkali masih tidak diperdulikan oleh kebiasaan masyarakat sekitar.

29

Widjanarko M, Seksualitas Remaja, Yogyakarta, Kerja sama Pusat Penelitian Kependudukan Universitas Gajah Mada dengan Ford Foundation


(35)

bebas adalah hal yang biasa.30

1. Malu, takut, depresi, trauma, dan rasa tidak berdaya, membuat sebagian besar anak jalanan enggan melaporkan perilaku seks bebas yang menimpa mereka.

Adanya non-reporting of crime dalam perilaku seks bebas pada anak jalanan merupakan suatu fenomena universal, yang sering dijumpai di Negara-negara lain.

Adanya non-reporting ini disebabkan oleh berbagai hal, antara lain :

2. Anak jalanan takut terhadap oknum kepolisian dan pihak-pihak yang lain 3. Belum lagi perasaan bahwa masalah mereka justru akan bertambah rumit

saat melapor. Anak jalanan merasa bahwa proses peradilan pidana terhadap anak jalanan belum tentu dapat diselesaikan.

4. Anak jalanan khawatir akan retaliasi atau pembalasan dari pelaku (terutama jika pelaku adalah orang yang dekat dengan dirinya )

5. Keyakinan bahwa perilaku seks bebas pada anak jalanan walaupun ia melapor ia tidak akan mendapat khusus dari penegak hukum. Belum lagi kemungkinan bahwa anak jalana tersebut sering dihukum ringan atau dibebaskan dengan alasan kurangnya bukti.

Berdasarkan uraian diatas, maka dapat dibuat kerangka kerja penelitian mengenai karakteristik anak yang mengalami kekerasan seksual pada anak dipusat kajian perlindungan anak (PKPA) di Kota Medan Priode Januari-Desember 2008 sebagai berikut : Hasil riset

30


(36)

Tingginya tingkat perilaku seks bebas pada anak jalanan diketahui dari data di atas. Hal ini disebabkan penyelesaian terhadap seks bebas pada anak jalanan dilakukan secara kekeluargaan dalam tingkat penyidikan. Sehingga perilaku seks bebas pada anak jalanan tidak direkam oleh aparat sebagai suatu tindak pidana. Hal inilah yang menyebabkan tingginya perilaku seks bebas pada anak jalanan. Faktor lain yang menjadi salah satu penyebab tingginya tingkat perilaku seks bebas pada anak jalanan adalah kurangnya pengawasan dan tidak adanya pengawasan dari orang tua dan pihak-pihak lain terhadap anak tersebut.31

Indonesia perilaku seks bebas pada anak jalanan juga banyak dijumpai terutama dikota-kota besar di Indonesia, terutama didaerah tujuan wisata seperti di Bali. Masalah seks bebas pada anak jalanan ini menjadi sangat penting dan mendesak untuk semua ditangani, karena aktivitas ini berdampak luas dan besar, yakni menghancurkan masa depan anak tersebut, merusak moral dan melanggar hukum yang pada akhirnya bisa mempengaruhi kepada setiap anak-anak lainnya yang bukan anak jalanan.

32

31

Wahid Abdul dan Irfan Muhammad, Perlindungan Terhadap Korban Kekerasan seksual, Bandung, PT Refika Aditama, 2001, halaman 31

32

Ibid.,

Fenomena ini perlu segera dijadikan wacana terbuka, agar masyarakat banyak tahu dampak yang ditimbulkan dari seks bebas tersebut dan ikut berpartisipasi mencegah luasnya seks bebas pada anak jalanan tersebut. Dikhawatirkan jika hal ini tidak dilakukan, maka akan semakin banyak anak jalanan yang akan melakukan seks bebas, dan akan banyak pula dampak yang akan ditimbulkan dari seks bebas anak jalanan, juga akan makin luasnya penyebaran penyakit sosial seperti, pelacuran, kriminalitas, narkoba, judi dan


(37)

sebagainya yang kesemuanya adalah bagian dari kehidupan tersebut dan yang terakhir, bisa kemungkinan suatu saat muncul travel warning dari Negara-negara pasar untuk tidak ke daerah yang membiarkan hal tersebut terjadi.

Yang tidak kalah mengkhawatirkan juga adalah maraknya tingkat seks bebas pada anak jalanan dapat melalui jalur internet. Dimana banyaknya penjualan-penjualan terhadap anak jalanan yang dijadikan sebagai pekerja seks komersial (PSK). Di negara-negara maju, pihak kepolisian bekerja keras untuk menjaring para anak-anak jalanan yang melakukan seks bebas melalui internet. Ribuan situs mengenai seks yang banyak bermunculan di internet menjadi tantangan yang tidak kala serius yang harus segera dihadapi.

B. Jenis-jenis perilaku seks bebas pada anak jalanan

Jenis-jenis seks bebas hampir sama dengan yang dilakukan dengan orang-orang yang bukan hidup dijalanan. Seperti ciuman, pelukan, termasuk juga berhubungan intim, berupa dari jenis kelamin melalui oral seks dari mulut, sodomi yang dilakukan tidak jauh berbeda dengan jenis-jenis perilaku seks bebas pada anak jalanan dengan orang-orang yang pernah merasakan hubungan seks. Paling tidak gerakannya yang berbeda-beda ataupun lokasi/ tempatnya juga berbeda-beda.

Sebagai informasi tempat melakukan hubungan seks tersebut biasanya dilakukan di hotel-hotel yang harganya terjangkau biayanya (menengah ke bawah), biasanya juga sering dilakukan di taman, di penginapan-penginapan, kost-kostan teman. Itu semua dilakukan oleh anak jalanan yang melakukan seks bebas biasanya dilakukan pada malam hari.


(38)

Adapun jenis-jenis perilaku seks bebas yang pada umumnya dilakukan oleh anak jalanan adalah :33

1. Biseksual

Biseksual adalah orang yang mempunyai karakter dari kedua jenis kelamin. Menurut kamus psikologi Dali Gulo biseksual adalah : mempunyai cirri

keunikan seks atau tertarik dalam tingkat yang sama oleh anggota kedua seks.

Dapat dipahami bahwa biseksual adalah suatu waktu yang berhubungan badan dengan lawan jenis dan lain waktu berhubungan dengan sejenis. Kelompok ini praktis paling berbahaya karena mereka berpotensi menyebarkan penyakit kelamin.

2. Heteroseksual

Istilah heteroseksual hamper identik dengan perzinahan, pelacuran dan promiscuity (gonta-ganti pasangan). Kelompok heteroseksual melakukan hubungan seksual normal yaitu terhadap lawan jenis namun prakteknya dilakukan diluar jalur pernikahan. Kelompok heteroseksual jika dilakukan terhadap banyak pasangan jelas berbahaya dan rentan terhadap berbagai penyakit kelamin.

3. Homoseksual

Menurut kamus psikologi, homoseksuality adalah kecenderungan memiliki hasrat seksual atau mengadakan hubungan seksual dengan jenis kelamin yang sama ( Dali gulo : 105).

33


(39)

Menurut insiklopedi Indonesia (1980) homoseksualitas adalah istilah untuk menunjukan gejala-gejala adanya dorongan seksual dan tingkah laku

terhadap orang lain dari kelamin sejenis. Kaum homoseksual paling berpotensi

menyebarkan penyakit AIDS .

4. Free seks

Free seks lebih luas dan tidak terbatas. Kelompok free seks menghalalkan segala cara dalam melakukan seks dan tak terbatas pada kelompok orang. Sewaktu-waktu mereka bisa melakukan seksual dengan orang lain dan dilain waktu mereka juga bisa menggauli keluarganya sendiri baik adik, kakak atau keluarga terdekat bahkan mungkin orangtua dan anaknya sendiri. Dimana free seks ini sering dilakukan dengan adanya suatu perkumpulan (kumpul kebo) tanpa adanya memiliki moral.

5. Sodomi

Sodomi pada awalnya istilah yang digunakan untuk hewan. Namun kini perluasan penyimpangan sodomi telah membaur dan semakin banyak. Perbuatannya bisa dilakukan terhadap pria ataupun wanita, anak kecil atau dewasa dan biasanya terhadap orang yang memegang bisa dikuasainya dari segi psikologis. Mereka biasanya merayu korban dengan berbagai iming-iming seperti uang, atau akan mendapat ancaman. Pelaku sodomi biasanya memiliki latar belakan yang sangat jauh dari norma agama dan masyarakat. Para pelakunya biasanya anak jalanan atau mereka yang kesehariannya hidup di wilayah terminal atau teman-teman terdekat anak jalanan tersebut.


(40)

6. Samen leven

Perilaku samen leven adalah perilaku hidup bersama atau kelompok tanpa ada sedikitpun niat untuk melangsungkan pernikahan. Dasar pijakan mereka adalah kepuasan seksual baik secara suka sama suka atau mungkin hanya sekedar memenuhi kebutuhan seks tanpa adanya dasar cinta sama sekali. Perilaku seperti ini hamper mirip dengan kumpul kebo, bedanya samen leven biasanya terhadap temen dan tidak pada keluarga sendiri.

7. Perkosaan

Perkosaan adalah perilaku menyimpang dimana untuk merasakan kepuasaan seksual dengan cara memaksa orang lain atau istrinya untuk melakukan hubungan seksual. Dimana perilaku ini tidak mempedulikan apakah pasangan mereka merasa kesakitan, menukmati atau tidak menikmati hubungan intim tersebut.

Faktor-faktor penyebab terjadinya perkosaan adalah: 34

1. Pengaruh perkembangan budaya yang semakin tidak menghargai etika berpakian dimana hal tersebut dapat merangsang perilaku pihak lain untuk melakukan perbuatan tidak senonoh dan jahat. Gaya hidup dan mode pergaulan yang semakin bebas.

2. Rendahnya pengalaman dan penghayatan terhadap norma-norma keagamaan yang terjadi ditengah masyarakat. Tingkat kontrol masyarakat yang rendah

34


(41)

dan yang kurangnya mendapat respon dan pengawasan dari unsur-unsur masyarakat.

3. Putusan hakim yang tidak adil, seperti putusan yang cukup ringan yang dijatuhkan terhadap pelaku. Hal ini mendorong anggota masyarakat lainnya untuk melakukan perlakuan tersebut kembali.

4. Ketidakmampuan pelaku dalam mengendalikan emosi dan nafsu seksualnya. 5. Keinginann pelaku untuk melakukan balas dendam terhadap perilaku

korbannya yang dianggapnya menyakitkan dan merugikan.

Perilaku menyimpang seperti ini sangat bertentangan dengan norma susila dan tidak sejalan dengan norma-norma yang ada.

8. Aborsi

Aborsi atau pengguguran kandungan sebenarnya bukan bentuk penyimpangan seksual melainkan proses pembatalan kehidupan.aborsi sangat erat kaitannya dengan free seks. Aborsi pada dasarnya erat kaitannya dengan menjamurnya free seks dikalangan anak jalanan, remaja, mahasiswa dan masyarakat. Aborsi bisa juga berarti pelarian dari tanggung-jawab atas kehamilan dari hubungan seks bebas. Secara fisik aborsi bisa berdampak pada kanker rahim jika darah sewaktu pengguguran tidak bersih.

9. Pelecehan seksual

Pelecehan seksual berarti penghinaan terhadap nilai seksual seseorang yang ada pada tubuhnya. Dimana sebagian besar tubuh wanita mengandung nilai


(42)

seks (daya tarik seks). Pelecehan seksual bisa dalam tindakan, ucapan, tulisan, gambaran atau gerak tubuh yang dinilai oleh seorang wanita atau merendahkan martabat kewanitaannya seperti, meraba, mencium, mendekap dan lain-lain. Sekalipun tidak melakukan seksual namun tindakan seperti in telah memberikan kepuasan tersendiri bagi para pelaku. Pelecehan seksual juga merupakan dampak dari ketidak mampuan seseorang dalam mengendalikan hawa nafsu terhadap lawan jenis sebagai objek pelampiasan.

10.Pacaran

Dalam pengertian luas pacaran berarti upaya mengenal karakter seseorang yang dicintai dengan cara mengadakan tatap muka. Bahkan lebih tegas lagi, pacaran masa sekarang pada hakikatnya hanya ingin menjadi pelampiasan keinginan seksual yang tertunda. Pacaran diartikan pertemuan rutin dengan kekasih untuk menumpahkan segala hasrat dengan berbagai bumbu tertentu seperti berpegangan tangan, saling pandang, bergandengan, berciuman, dan berpelukan bahkan hingga hubungan seksual. Pacaran dengan gaya seperti ini bisa juga diartikan upaya pengkikisan nilai dan rasa cinta, ia mulai tidak mencintai gadis itu dan hanya ingin melakukan hubungan seksual dengannya saja tanpa mengadakan hubungan pernikahan. Mereka yang terlanjur melakukannya akan mendatangkan penderitaan dalam kehidupannya sehari-hari.

C. Para pelaku seks bebas pada anak jalanan

Ketika kita membicarakan siapakah sebenarnya pelaku seks bebas pada anak jalanan, maka biasanya yang pertama sekali muncul adalah ketika


(43)

membayangkan si pelaku yang mampu melakukan perbuatan seksual terhadap anak jalanan antara lain orang yang kejam, mengidap kelainan masa kejiwaan, hyperseks, samen leven ataupun psikopat, orang yang tidak mempunyai moral, yang keyakinan agamanya rendah dan sebagainya. Mitos ini masih dipercayai banyak orang sampai saat ini, padahal fakta yang sesungguhnya kebanyakan pelaku ternyata tak jarang adalah orang-orang yang sehari-hari tampak normal, bersikap baik, umumnya pelaku mengenal korban yang sebagian hidupnya di habiskan di jalanan. Ironisnya, pelaku seks bebas pada anak jalanan kebanyakan adalah orang berdekatan langsung dengan korban (anak jalanan), teman-teman sepermainannya dan anak-anak pada umumnya. Sebagain besar anak jalanan tesebut mengenali sosok si pelaku (seperti ayah tiri, saudara sepupu, tetangga, teman sebaya ataupun pacar, dan sebagainya ). Itu semua merupakan teman terdekat si korban. Biasanya pelaku tersebut merupakan orang-orang yang sering bersama dengan anak-anak jalanan misalnya, supir, kondektur bus, tukang becak, pengguna jalan, penjaga galon minyak, satpam dan sebagainya. Dimana orang-orang tersebut mengenal anak jalanan itu minimal mengetahui nama-nama anak jalanan yang kemudian mengenal pekerjaan nya. Tingkat kejahatan seksual berupa kekerasan fisik, kekerasan mental yang dilakukan oleh si pelaku yang tadinya merupakan orang-orang yang berdekatan langsung dengan anak jalanan dan anak-anak pada umumnya.35

35

Lubis Misran dkk , Kajian Ulang Situasi Anak Jalanan Kota Medan dan Pengembangan Program aksi, Jakarta, Yayasan Pusat Kajian dan Perlindungan Anak Kindernothilfe-Germany, halaman 15


(44)

Kejahatan seks bebas ini terjadi pada semua level kehidupan, baik pada anak jalanan itu sendiri yang hidup di jalanan ataupun di daerah kumuh sampai yang bergelimang harta, mulai dari yang tidak berpendidikan sampai orang terdidik.

D. Dampak Seks Bebas Terhadap Anak Jalanan

Anak jalanan merupakan sosok yang menarik untuk diperbincangkan. Karena hingga saat ini peningkatan populasi anak jalanan yang tersebar di kota-kota besar di Indonesia terus bertambah dan menyebabkan persoalan yang dihadapi semakin kompleks. Masa pengangguran tidak terelakkan karena kondisi ekonomi tidak stabil. Timbul masalah-masalah sosial, diantaranya kasus perceraian, kekerasan dalam rumah tangga, pemutusan hubungan kerja, dan sebagainya. Kondisi ini semakin terpuruk seiring terjadinya konflik sosial yang semakin fatal yang semuanya berakibat buruk pada nasib anak. Banyak anak menjadi yatim, yatim-piatu, korban pelantaran, korban kekerasan, korban eksploitasi anak di bidang ekonomi dan bahkan menjadi korban pelecehan seksual.

Kondisi ini akan membawa anak mengalami keterpurukan yang lebih sadis lagi, anak tidak hanya mengalami masa krisis ekonomi saja akan tetapi lebih buruk lagi yakni mengalami krisis moral dan mental yang semakin terpuruk. Keterbatasan bekal yang dimiliki menjadikan anak memang masih memerlukan perhatian dan pengarahan. Ketidakpekaan orangtua dan pendidik kondisi anak tersebut menyebabkan anak sering terjatuh pada kegiatan tuna sosial. Dalam kondisi lain anak akan mengalami ketidakstabilan emosi dan pikiran sehingga


(45)

muda dipengaruhi oleh teman dan lingkungan yang mengutamakan solidaritas kelompok di jalanan. Di jalanan, anak-anak tersebut melakukan berbagai aktifitas ekonomi untuk mendapatkan uang maupun imbalan materi lain nya seperti halnya, mengamen (musik sampah), berdagang asongan, menjual Koran, menyemir sepatu, tukang sapu angkotan kota dan bus, mengemis dan memulung. Anak jalanan tumbuh dan berkembang dengan latar belakang kehidupan jalanan dan akrab dengan kemiskinan, kekerasan dan hilangnya kasih saying. Hal tersebut mempengaruhi jiwa anak dan membuatnya cenderung berperilaku”negatif” di jalanan, seperti mencuri, free sex, pengguna narkoba dan tindak kriminal lainnya, yang menyebabkan anak jalanan sering berhadapn dengan hukum.

Adapun dampak dari tindakan perilaku seks bebas pada anak jalanan, antara lain :36

1. Anak kehilangan sebagian hidupnya.

2. Anak mudah depresi, sulit mempercai orang lain, kesepian, sulit membangun hubungan dengan orang lain dan tidak memiliki minat terhadap sesama.

3. Anak mengalami gangguan fisik dan mental.

Banyak penelitian menemukan bahwa perilaku seks bebas pada anak akan member konsekuensi pada masa dewasa, seperti ketidakmampuan untuk percaya, rasa percaya diri yang rendah (atau perasaan tidak berharga), depresi, gangguan

36

http://blog.tp.ac.id/faktor-faktor-penyebab-timbulnya-perilaku-menyimpang-pada-remajahttp://blog.tp.ac.id/faktor-faktor-penyebab-timbulnya-perilaku-menyimpang-pada-remaja


(46)

behubungan seksual, kesulitan belajar, gangguan makan, dan keterlibatan alkohol atau obat-obatan terlarang.

BAB III

FAKTOR PENDORONG TERJADINYA TINDAK PIDANA

SEKS BEBAS PADA ANAK JALANAN

.

A. Etiologi Kriminal Secara Umum

Sebelum kita membahas faktor penyebab terjadinya perilaku seks bebas pada anak jalanan terlebih dahulu dapat kita lihat faktor-faktor penyebab terjadinya kejahatan secara umum (etiologi kriminal). Yaitu antara lain :37

1. Pendapat Mazhab italia atau mazhab antropologi

Tokoh yang terkenal pada mazhab ini yaitu C.LAMBROSO (1835-1909),

dengan buah pekerjaannya yang paling penting ialah “L. uomo delinqunte”

(1876). Menurut Lambroso manusia yang pertama adalah penjahat dari semenjak lahirnya.

Adapun pendapat Lambroso dalam hal ini adalah:38 1. Antropologi penjahat :

Penjahat umumnya dipandang dari segi antropologi merupakan suatu jenis manusia tersendiri (genus home delinguenes), seperti halnya dengan negro.

37

Ridwan Hasibuan, Edi Warman, Azas-Azas Kriminologi, Medan, USU Press, 1994, halaman 65-68

38


(47)

Mereka dilahirkan demikian (il delinguente nato) mereka tidak mempuyai predis posisi untuk kejahatan, tetapi suatu prodistinasi, dan tidak ada pengaruh lingkungan yang dapat merubahnya. Sifat batin sejak lahirdapat dikenal dengan adanya stigmata-stigmate lahir, suatu tipe penjahat yang dapat dikenal.

Hypothese atavisme :

Disini menceritakan bagaimana caranya menerangkan terjadinya makhluk yang abnormal itu (penjahat sejak lahir). Lambroso dalam memecahkan soal tersebut, memajukan hypothase yang sangat cerdik, diterima bahwa orang masih sederhana peradaban sifatnya adalah amoral, kemudian dengan berjalannya waktu dapat memperoleh sifat-sifat susila (moral), maka orang penjahat merupakan suatu gejala atavistis yang artinya dengan sekonyong-konyong dapat kembali menerima sifat-sifat yang sudah tidak dimiliki nenek moyangnya yang terdekat tapi dimiliki nenek moyangnya yang yang lebih jauh (yang dinamakan pewarisan sifat secara jauh kembali).

Hypothese pathologi :

Selama beberapa waktu Lambroso dengan penganut-penganutnya menytakan bahwa penjahat adalah seorang penderita penyakit epilepsi.

Tipe penjahat :

Ciri-ciri dikemukakan oleh Lambroso terlihat pada penjahat, sedemikian sifatnya, sehingga dapat dikatakan tipe penjahat. Para penjahat dipandang dari sudut antropologi mempunyai tanda-tanda tertentu, umpamanya isi tengkoraknya


(48)

(pencuri) kurang bila dibandingkan dengan orang lain, dan terdapat kelainan-kelainan pada tengkoraknya. Dalam otaknya terdapat keganjilan yang seakan-akan mengingatkan kepada otak-otak hewan, biarpun tidak dapat ditunjukkan adanya kelainan-kelainan penjahat yang khusus. Roman mukanya juga lain daripada orang biasa, tulang rahang lebar, muka menceng, tulang dahi melengkung ke belakang (apa yang disebut front fuyant). Juga kurang perasaannya dan suka akan tatouage. Seperti halnya pada orang yang masih sederhana peradabannya

2. Pendapat Mazhab perancis atau Lingkungan

Pada mazhab ini mengatakan : (mazhab ini menentang mazhab italia. “ die welt ist mehr schuld an mir, als ish “, yakni dunia adalah lebih bertanggung jawab terhadap bagaimana jadinya saya, daripada diri saya sendiri.

Antara lain tokoh-tokohnya :

A. lacassagne (1834-1924)

Ia merumuskan mazhab lingkungan sebagai berikut : “L‘ important eas le melieu social. Permettez-, oi une comparaison empruntee a’ la theorie modern. Ie milieu social est lebouillon de culture de la criminalite : le microbe, c’ est le criminel, un element qui n’a d’ importance que le jour on iltrouve le bouillon le

fait fermenter “. Artinya : “ yang terpenting adalah keadaan sosial di sekeliling

kita. Izinkanlah saya mengemukakan suatu perbandingan yang diambil dari teori modern. Keadaan social di sekeliling kita adalah suatu pembenihan untuk kejahatan, kuman adalah si penjahat, suatu unsur baru mempunyai arti apabila menemukan pembenihan yang membuatnya berkembang”.39

B. G. Tardo (1843-1904)

39


(49)

Menurut pendapatnya kejahatan bukan suatu gejala yang antropologis tapi sosiologis, yang seperti kejahatan-kejahatan masyarakat lainnya dikuasai oleh peniruan. “Tous les actes importants de la vie sociale sent executes sous L’

empire de L’ exemple”, yakni semua perbuatan penting dalam kehidupan sosial

dilakukan di bawah kekuasaan.40

3. Pendapat mazhab bio-sosiologi

Sudah dijelaskan bahwa synthese dari aliran anthropologi dan keadaan lingkungan berpendapat bahwa sebab kejahatan, sama dengan atau berasal dari rumus Ferri. Ferri memberikan suatu rumus tentang timbulnya tiap-tiap kejahatan adalah resultante dari keadaan individu. Fisik dan social. Pada suatu waktu unsur individu yang paling penting. Keadaan sosial pemberi bentuk pada kejahatan, tapi ini berasal dari bakatnya yang biologis yang anti sosial (organis dan psychis).

Di antara semua penganut dari Lambroso, Ferri yang paling berjasa dalam menyebarkan ajarannya. Sebagai seorang ahli ilmu pengetahuan, ia sudah mengetahui bahwa ajaran Lambroso dalam bentuk aslinya tidak dapat dipertahankan. Dengan tidak mengubah intinya Ferri mengubah bentuknya, sehingga tidak lagi begitu berat sebelah, jangan mengakui pengaruh lingkungan.

Dari uraian di atas aliran bio-sosiologi ini bersynthese kepada aliran antropologi yaitu keadaan lingkungan yang menjadi sebab kejahatan, dan ini berasal dari Ferri. Rumusannya berbunyi : “ tiap kejahatan adalah hasil dari unsur-unsur yang terdapat dalam individu yaitu seperti unsur-unsur-unsur-unsur yang diterangkan oleh lambroso. Lama kelamaan banyak ahli kriminologi menganut aliran tersebut antara lain prins (1845-1919) di brussel mendirikan Union Internasionale de Droit Penal.

40


(50)

B. FAKTOR-FAKTOR PENDORONG TERJADINYA SEKS BEBAS PADA ANAK JALANAN

Setelah kita ketahui etiologi kriminal secara umum, selanjutnya penulis akan menguraikan faktor-faktor pendorong terjadinya seks bebas pada anak jalanan, yaitu :41

1. FAKTOR INTERN

a. Faktor Keluarga

b. Faktor Ekonomi dan Status Sosial c. Faktor Religi

d. Faktor Psikis

2. FAKTOR EKSTERN

a. Faktor Lingkungan b. Faktor Pendidikan

c. Faktor Minuman dan Obat-Obatan terlarang d. Faktor Media Massa

1. FAKTOR INTERN

41

Herman Elia, Psikologi <http://www.kompas.com/kompas-cetak/030712/swara/150.htm>


(51)

A. Keluarga

Dalam kehidupan, keluarga merupakan organisasi yang terkecil dan mempunyai peranan yang sangat penting bagi kehidupan. Keluarga menjadi tolak ukur menilai kepribadian dan keberadaan anak di luar lingkungan keluarga. Keluarga adalah satu-satunya tempat pendidikan awal sebelum berlangsung ke instansi lain di luar keluarga ataupun di masyarakat. Kurangnya bimbingan dan pengawasan orang tua sudah pasti akan membuat anak menjadi liar dan turun ke jalan, orang tua yang terlalu percaya kepada anak tanpa mengetahui aktivitas yang dilakukan oleh anak-anaknya merupakan tindakan yang salah yang berakibat fatal bagi si anak sendiri.

Seseorang dalam masa pertumbuhannya ataupun dalam masa perkembangan hidupnya akan selalu terbawa sifat jahatnya yang dianggap sebagai suatu kebiasaan dalam hidupnya sehingga mendorong seseorang itu menjadi pemarah, cepat emosi dan pendendam ataupun dapat mengarah kepada penyimpangan/kelainan perkembangan psikoseksual

Menurut Ruth Shonle Cavan “ Family Background of Crime”, seseorang dapat saja berpeluang menjadi pelaku kejahatan misalnya :42

1) Broken homes ( perpecahan dalam rumah tangga ).

42


(52)

2) The Emosionally Unedeuquate Family ( kurangnya rasa kekeluargaan/ perasaan kekeluargaan yang tidak mencukupi )

3) Family Failure in Training ( keluarga yang gagal/ kurang mendidik )

4) Family Failure in Supervision (keluarga yang kurang dalam pengawasan)

a) Hubungan keluarga yang kurang baik dalam masyarakat

b) Keluarga yang ekonominya tertekan, menganggur, penghasilannya keil, dan ibu bekerja di luar atau sering meninggalkan rumah.

B. Faktor Ekonomi dan Status Sosial

Salah satu teori yang tertua diketahui orang ialah bahwa kejahatan timbul karena kemiskinan “divergent theories”.43

Keluarga yang ekonominya tertekan, menganggur, penghasilan kecil dapat mempengaruhi orang untuk berbuat jahat. Misalnya seseorang melampiaskan nafsu birahinya kepada anak-anak dijalanan dengan bujukan ( iming-iming permen/ uang ) , tipuan maupun ancaman paksaan kekuatan fisik. Sebaliknya dengan adanya berbagai fasilitas yang dimiliki seseorang akan menyebabkan seseorang untuk melakukan kejahatan, karena seseorang itu mendapatkan apa yang mereka inginkan dan apabila seseorang ingin melampiaskan nafsunya Bila seseorang hidup serba kekurangan maka akan menyebabkan mereka ingin melakukan apa saja yang mereka inginkan. Dan apabila ini terjadi pada diri seorang maka akan menyebabkan mereka untuk melakukan perbuatan jahat yang melanggar hukum dengan tujuan untuk memenuhi kekurangannya dan juga untuk meringankan penderitaannya yang dialaminya.

43


(53)

terhadap orang lain maka seseorang itu akan mempergunakan fasilitas yang ada pada dirinya untuk melakukan hal-hal yang diinginkan termasuk salah satunya dengan cara melakukan aktivitas seksual terhadap anak-anak jalanan. Yang mana seseorang itu berani melakukan hal tersebut karena status sosial yang dimilikinya lebih terhormat daripada oranglain, sehingga pada akhirnya mereka melakukan kejahatan.

C. Faktor Religi

Bila seseorang mempunyai keimanan dan ketaqwaan yang tipis kemungkinan akan mudah melakukan kejahatan kekerasan seksual yang sangat merugikan oranglain karena tidak dibentengi oleh ajaran agama. Oleh karena itu pengisian jiwa dengan ajaran agaman sangat diperlukan dan hendaknya dimulai sejak dini. Jika petunjuk agama dapat dilaksanakan dengan baik dalam setiap mengambil keputusan maka semua perbuatan yang akan dilakukan selalu mendapat pahala dari Tuhan Yang Maha Esa. Sebaliknya bila nilai-nilai keagamaan tidak ada dalam jiwa manusia maka mereka akan mudah tergoda untuk melakukan hal-hal yang bersifat merugikan orang lain.

D. Faktor Pisikis

Faktor psikis atau jiwa seseorang juga merupakan faktor penyebab terjadinya perilaku seks bebas pada anak jalanan. Adapun hal yang mendorong anak jalanan untuk melakukan seks bebas, yaitu :

1. Kualitas dari remaja itu sendiri seperti, perkembangan emosional yang tidak sehat, mengalami hambatan dalam pergaulan sehat, kurang mendalami norma agama, ketidakmampuan mempergunakan waktu luang, tidak mampu dalam


(54)

mengatasi masalah sendiri, berada dalam kelompok yang tidak baik, dan memiliki kebiasaan negatif terutama dirumah atau kurang disiplin dalam menjalani kehidupan di rumah.

2. Kualitas lingkungan keluarga yang tidak mendukung anak untuk berlaku baik seperti, anak kurang bahkan tidak mendapat kasih saying dikarenakan kesibukan kedua orangtu diluar rumah, dan pergeseran norma keluarga dalam mengembangkan norma positif seperti tidak adanya pendidikan dan keluarga tidak memberikan arahan tentang seks yang sehat.

3. Kualitas lingkungan yang kurang sehat seperti lingkungan yang tidak ada pengajaran agama dan lingkungan masyarakat yang telah mengalami kesenjangan komunikasi antar tetangga.

4. Minimnya kualitas informasi yang masuk pada remaja sebagai akibat dari globalisasi. Akibatnya anak sangat sulit atau jarang mendapatkan informasi yang sehat dalam hal seksualitas.

2. FAKTOR EKSTREN

A. Faktor Lingkungan

Lingkungan merupakan faktor yang dapat mempengaruhi pola tingkah laku seseorang. Dari lingkungan seseorang belajar apa yang baik dan apa yang buruk. Pola tingkah laku yang buruk akhirnya mendorong pelaku untuk melakukan kejahatan terhadap anak jalanan. Lingkungan keluarga merupakan basis pembentukan watak seseorang sejak lahir hingga dewasa. Dasar hidup diperoleh dari keluarga adalah tempat berlindung yang kuat membendung pengaruh yang buruk. Keluarga yang harmonis melahirkan generasi yang


(55)

bertanggung jawab, jujur, disiplin dan penuh persaudaraan. Sedangkan keluarga yang selalu diwarnai dengan pertentangan, pertikaian akan menghasilkan generasi yang tidak dapat di atur, nakal, keras kepala, tidak memiliki rasa aman dan egois. Pada tahap selanjutnya keadaan demikian juga akan dipratekkan di rumah dan tidak akan segan-segan melakukan tindakan kekerasan terhadap orang lain jika melakukan keinginannya yang tidak tercapai.

Menurut Soedjono D dan B S Simanjuntak mengatakan proses dimana orang bertindak adalah :44

1) Tingkah laku itu dipelajari secara negatif dikatakan bahwa tingkah laku kriminal itu tidak diwarisi sehingga atas dasar itu tidak ada seorang menjadi jahat secara mekanis.

2) Bagian yang pokok dari tingkah laku kriminal itu dipelajari dari pokok pergaulan intim.

3) Tingkah laku kriminal dipelajari dalam hubungan komunikasi dan dapat dilakukan dengan lisan atau dengan gerakan-gerakan badan yang mengandung suatu sikap tertentu.

B. Faktor pendidikan

Baik buruknya jiwa seseorang tergantung dari salah satu faktor yaitu faktor pendidikan yang diberikan kepadanya. Baik pendidikan disekolah atau pendidikan di rumah sendiri maupun diluar sekolah. Apalagi kalau seseorang itu sama sekali tidak pernah mendapat pendidikan yang teratur baik dari sekolah maupun orangtuanya dapat mempengaruhi pola pikir anak tersebut. Selain

44


(56)

daripada itu, kesalahan-kesalahan pendidikan dan pengajaran yang diberikan dapat merangsang seseorang untuk berbuat jahat.

Keburukan-keburukan dan ketidakteraturan maupun kekacauan dalam pendidikan dan pengajaran yang dialami sseorang dalam perkembangannya dapat merangsang dan mempengaruhi tingkah laku seseorang untuk melakukan perbuatan-perbuatan diluar dari pemikirannya. Dengan adanya kegiatan yang bersifat positif akan dapat memotivasi seseorang anak untuk selalu berbuat baik dalam kehidupannya dn tidak akan terjebak kepada perbuatan-perbuatan yang akan merugikan masa depannya sendiri.

C. Faktor minuman dan obat-obatan terlarang

Pengaruh minuman keras mempunyai akibat yang sangat buruk terhadap kesehatan tubuh dan jiwa (akal pikiran). Pengaruh alkohol yang terkandung dalam minuman tersebut dapat mengakibatkan seseorang menjadi pecandu minuman keras dan kehilangan penguasaan diri serta mulai melakukan hal-hal yang buruk akibat dari minuman tersebut, dan mendorong untuk melakukan seks bebas. Dalam keadaan mabuk, tanpa disadarinya mereka akan mencari kepuasan diri untuk menyalurkan keinginannya dengan melakukan kekerasan seksual terhadap anak dibawah umur atau terhadap teman-temannya sendiri.

Obat-obatan terlarang juga dapat mengakibatkan dampak yang sama, mereka yang menjadi pemakai akhirnya ketagihan dan dapat melakukan apa saja yang dianggapnya dapat memberikan kepuasaan terhadap dirinya termasuk mengenai seks.


(57)

Surat kabar, majalah-majalah, brosur-brosur, buku-buku cerita, foto, radio, televise, dan film dapat mempengaruhi terhadap tingkah laku seseorang dalam pola pikir sehari-hari. Banyak yang sengaja diekspose mengenai unsur-unsur kejahatan, seks, zinah, kekerasan seksual atau cabul agar laris dan dapat keuntungan yang banyak.

Media massa tujuannya buan untuk memperdalam rasa tanggung jawab mereka, bukan untuk menanamkan kesetiaan dan kasih sayang melainkan untuk memindahkan mereka dari suatu kenyataan kedalam suatu khayalan, impian, keinginan nafsu birahi (erotis, seks).

Herbert.S Blummer bersama rekannya Philip M Herbes berpendapat :

“dorongan atau ide kejahatan muncul dengan melihat kejahatan, tetapi tidak segera terlibat dalam perbuatan. Hal ini disampaikan pada batin dan pikiran yang dikekang sampai batas waktu tertentu. Hal ini bisa saja mendapat kesulitan dalam kehidupan mereka mungkin akan member pengaruh yang nyata dalam

dorongan pelaku untuk melakukan kejahatan dalam benak mereka.”45

Faktor-faktor tersebut diatas merupakan faktor-faktor yang mempengaruhi terjadinya tindak pidana seks bebas pada anak jalanan.

45


(58)

BAB IV

UPAYA DAN KENDALA DALAM PENANGGULANGAN SEKS

BEBAS PADA ANAK JALANAN

A. UPAYA PENANGGULANGANNYA

Suatu kebijakan yang rasional untuk menanggulangi seks bebas dengan tindakan kriminal. Kebijakan kriminal sangatlah luas ruang lingkupnya dan tinggi kompleksitasnya. Hakikatnya seks bebas merupakan masalah kemanusiaan dan sekaligus masalah norma sosial yang sangat dinamis, selalu tumbuh dan terkait dengan gejala struktur di masyarakat ataupun lingkungan yang sangat kompleks, yang merupakan suatu social political problem.46

Korban perilaku seks bebas berusia muda seyogianya menjadi perhatian kita, mereka memerlukan penanganan yang segera dan manusiawi. Penanganan yang kuat dapat mencegah problem menjadi semakin serius, juga menghentikan jatuhnya lebih banyak korban. Kita perlu mengurangi penderitaan korban, antara lain tidak mengeksploitasi pengalaman getir yang mereka alami di media massa. Stigmatisasi terhadap korban juga perlu dihindarkan dan hal ini juga perlu dipahami termasuk oleh para aparat penegak hukum. Dalam hal ini kita harus berperan aktif, dengan prinsip “mencegah lebih baik daripada mengobati” sehingga dengan demikian pencegahan terhadap perilaku seks bebas dapat dilakukan sejak dini.

46

Muladi, Kapita Selekta Sistem Peradilan Pidana, Bandung, Refika Aditama, Bandung, 2008, halaman 58


(59)

Sesuai dengan azas Crime Prevention (asas penanggulangan kejahatan) yang dikemukakan oleh Mr.bonger menyatakan : “ kebanyakan penjahat-penjahat yang sudah menjadi tua atau dewasa kesusilaannya menjadi merosot sejak kecil, siapa yang menyelidiki sebab-sebab kejahatan anak dapat mencari tindakan-tindaakan pencegahan kejahatan yang kemudian berpengaruh pula terhadap kejahatan orang dewasa “

Berdasarkan hal tersebut dapatlah kita ketahui bahwa upaya dalam menanggulangi perilaku seksual adalah sebagai berikut:47

1. Upaya yang bersifat preventif 2. Upaya yang bersifat represif

1. Upaya yang Bersifat Preventif

Upaya preventif adalah suatu usaha untuk mencegah terjadinya kejahatan, jauh sebelum kejahatan itu terjadi. Karena mencegah terjadinya kejahatan jauh lebih baik daripada mendidik. Usaha melenyapkan seluruh kejahatan agaknya tidak mungkin dilakukan, namun bukan berarti kita mendiamkan kejahatan itu terjadi, kita dirtuntut untuk berupaya mengurangi kejahatan, baik dari kuantitas maupun kualitas. Upaya preventif dalam arti luas adalah pencegahan yang mungkin timbul jauh dari sebelum kejahatan itu terjadi.

Pusat Kajian dan Perlindungan Anak dalam perannya menanggulangi seks bebas pada anak jalanan melakukan upaya pencegahan (preventif) adapun usaha preventif yang penulis peroleh dalam melakukan penelitian adalah sebagai berikut adalah :48

47

http;//beb7n.wordpress.com/2011/08/13/menanggulangi kenakalan anak jalanan/07 mei 2011, halaman 1

48


(1)

sebagai keluarga. Sehingga anak merasa bahwa keluarga tidak mempengaruhi kepribadian anak.

2) Hambatan Eksternal, hambatan yang memegang peranan besar terhadap diri anak tersebut. Dimana anak tersebut banyak menghabiskan waktunya berada diluar rumah. Dimana pembentukan terhadap kepribadian dan perlilaku seseorang banyak dipengaruhi oleh keadaan lingkungan dimana tempat ia beraktivitas sehari-hari.

B. SARAN

1. Perlu adanya pengaturan kembali tentang perilaku seks bebas terhadap anak jalanan dalam ketentuan perUndang-Undangan, sehingga lebih dapat mencakup banyak perilaku yang sampai kini belum di cakup dalam peraturan perUndang-Undangan. Misalnya, untuk memberantas perilaku seks bebas terhadap anak jalanan sebaiknya polisi dan hakim menggunakan Undang perlindungan anak bukan kitab Undang hukum pidana (KUHP). Alasannya, ancaman hukuman Undang-Undang Perlindungan Anak jauh lebih berat dibandingkan dengan KUHP. 2. Mengingat dampak dari anak jalanan terhadap kesehatan terutama

terhadap perilaku seksual yang berdampak terhadap penularan PMS termasuk HIV/AIDS dan dampak kesehatan reproduksi lainnya (Kehamilan yang tidak diinginkan, aborsi, dll) diharapkan pada dinas kesehatan untuk membuat program-program penyuluhan kesehatan, dan pemeriksaan gratis terhadap kesehatan anak jalanan termasuk kesehatan


(2)

reproduksi (memberikan akses kepada anak jalanan untuk mendapatkan pelayanan kesehatan).

3. Dengan mengingat bahwa faktor kemiskinan merupakan faktor utama munculnya anak jalanan di Indonesia, disarankan pada pemerintah melalui dinas sosial dapat membuat suatu program yang memberdayakan keluarga dari anak jalanan tersebut sehingga dengan diangkatnya ekonomi keluarga maka anak-anak tidak diperlukan lagi berada dijalanan untuk bekerja. 4. Disarankan kepada dinas sosial dapat membuat sebuah model penanganan

anak jalanan yang efektif seperti model panti, Community base, usaha mandiri yang dapat bekerja sama dengan swasta dan dapat diawasi pengelolaannya sehingga arah dan tujuan dari pelayanan tersebut dapat dirasakan dan dinikmati sehingga angka dari anak jalanan dapat berkurang dengan sendirinya.

5. Mengingat bahwa anak jalanan tersebut berada pada usia sekolah, sehingga disarankan pada dinas pendidikan membuat model pendidikan bagi anak jalanan. Bukan formal karena cara tersebut kurang efektif bagi anak jalanan yang sudah lama beada dijalanan. Namun pendidikan berbasis keterampilan yang dapat digunakan anak-anak tersebut ketika sudah tidak berada lagi dijalanan, sehingga mereka dapat memberdayakan diri mereka sendiri.

6. Dibentuknya lembaga yang berskala nasional untuk menampung kaum yang menjadi korban atau sebagai pelaku dalam perilaku seks bebas dari anak jalanan. Lembaga penyantunan korban semacam ini sudah sangat


(3)

mendesak mengingat fiktimisasi yang terjadi di Indonesia pada beberapa tahun terakhir ini sangat memprihatinkan. Kordinasi dengan pihak kepolisian harus dilakukan, agar kepolisian segera meminta bantuan lembaga ini ketika mendapat laporan apabila terjadinya perilaku seks bebas pada anak jalanan. Dalam hal ini perlu didukung setidaknya oleh pekerja sosial, psikolog, ahli hukum, dan dokter. Disamping itu juga, perlu adanya kerja sama oleh aparat penegak hukum seperti LSM, Aparat Kepolisian, PKPA, Dinas Sosial, Orangtua, Lingkungan serta Instansi-Instansi yang terkait lainnya dalam penganggulangan perilaku seks bebas pada anak jalanan.


(4)

DAFTAR PUSTAKA

1. Buku-Buku

Akirom Syamsudin Meliala, dkk, Cetakan Pertama Kenakalan

Anak Suatu Tinjauan dari Psikologi dan Hukum, Liberty, Yogyakarta,

1985

Bambang Sugono, Metode Penelitian Hukum, Jakarta :

Rajagrafindo Persada, 2002, Hal 7.

Bambang Waluyo, Penelitian Hukum dalam Praktek, Jakarta :

Sinar Grafika, 1996

Gunarasa Singgih, dkk, Psikologi Praktis : Anak Remaja dan

Keluarga, P.T.BPK Gunung Mulia, Jakarta, 2000, Hal 20

Lubis Misran, dkk, Kajian Ulang Situasi Anak Jalanan di Kota

Medan dan Pengembangan Program Aksi, Yayasan Pusat PKPA

Kindernothlife-Germany

Muladi, Kapita Selekta Sistem Peradilan Pidana, Grafita

Aditama, Bandung, 2000 Hal 58

Mulandar Surya Ed, “Dehumanisasi Anak Marjinal : Berbagai

Pengalaman Pemberdayaan”, Bandung, Aka Tiga, 1990


(5)

Nasruddin Toha, Gelombang Free Seks di Era Modern,

Bandung Forum Remaja, 1997, Hal 16

Ridwan Hasibuan, dkk, Azas-Azas Kriminologi, Medan, Usu

Pers, 1994, Hal 68

Soedjono D, Doktrin-Doktrin Kriminolgi, Bandung, Amiko,

1973, Hal 119

Soedjono Dirdjosisworo, Penanggulangan Kenakalan, Alumni

Bandung, 1983

Wahid Abdul, dkk, Perlindungan Terhadap Korban Kekerasan

Seksual, Bandung, P.T Refika Aditama, 2001, Hal 31

W.A. Bonger, Pengantar Tentang Kriminologi, Terjemahan

R.A Koesnoen/PT Pembangunan Graha Indonesia, Jakarta, 1981, Hal

21

Widjanarko, M, Seksualitas Remaja, Yogyakarta, Kerjasama

Pusat Penelitian Kependudukan UGM

2. Undang-Undang

Susilo R,

Kitab Undang-Undang Hukum Pidana, Bogor,

Politea, 1994

Subekti R, Tjitrosudibio R, Kitab Undang-Undang Hukum

Perdata, Jakarta, PT. Pradyna, Paramitha, 2004


(6)

3.

Internet

Indonesia, Ruth Rosenborg.

http :// Repository.Usu.ac.id/ Register, Diakses pada Tanggal 27

April 2012

http:// Word Press.com/2009/08/13/m:

4. Majalah dan Koran

Koran, Kompas, Kisah Inspiratif, Realita Kehidupan anak Jalanan, Tanggal 23/02/2012