1
seksualitas. Hal-hal tersebut diatas merupakan gambaran besar perilaku anak jalanan dalam kehidupan sehari-hari.
18
Adapun bentuk-bentuk perilaku seksual yang dilakukan oleh anak jalanan adalah:
3. Bentuk-Bentuk Perilaku Seksual
19
1. Masturbsi
Masturbasi atau sering disebut onani berasal dari bahasa lain yaitu masturbatio. Mastur berarti tangan dan batio berarti menodai. Secara luas berarti
pemuas seksual dalam diri sendiri dengn menggunakan tangan. Atau pengertian lain adalah menodai diri sendiri dengan tangan nya sendiri. Kebiasaan onani
secara terus-menerus dan berlebihan akan mengakibatkan gejala-gejala fisik yang melelahkan karena menyerap banyak energi.
Umumnya pelaku masturbasi kekurangan zat besi sehingga kelelahan itu nampak manakala dia melakukan aktifitas seperti belajar dan bekerja. Untuk
menghentikan perbuatan ini perlu adanya antisipasi semenjak dini terutama pengenalan terhadap norma-norma agama. Dengan demikian para remaja bisa
membentengi diri dengan keimanan. Selain itu sedapat mungkin menghindari buku atau tontonan yang berbau pornografi. Jika telah mencapai dewasa
sebaiknya lekas menikah atau menghindari godaan dari perilaku ini.
20
2. Transeksualisme
18
Ibid.,
19
Nasrudin Toha, Gelombang Free Sex Di Era Modern, Bandung, Forum Remaja 21, 1997, halaman 16
20
Ibid.,
Universitas Sumatera utara
1
Transeksualisme adalah perilaku yang menunjukkan keenganan untuk menerima jenis kelamin yang dimiliki, mereka menginginkan sebaliknya. Hal ini
disebabkan karena menurut perasaannya dirinya cocok menjadi laki-laki atau wanita. Fenomena seperti ini sering dialami oleh laki-laki yang segi fisik secara
umum memang laki-laki tapi sebagian perilaku baik gaya bicara atau berjalan menyerupai wanita namun ada perilaku atau sebagian anggota badannya
menyerupai laki-laki. Bagi mereka yang tabah akan mempertahankan posisi apa adanya. Tapi bagi mereka yang kelebihan uang akan berusaha merubah dengan
operasi kelamin. Transeksual atau pemindahan jenis kelamin ini untuk masa sekarang tidak
terbatas kepada mereka yang menginginkan perubahan wujud. Yang menjadi permasalahan adalah manakala mereka melakukan hubungan kelamin. Hal in
tidak ada bedanya dengan kaum homoseksual atau biseksual sekalipun dengan format berbeda.
21
3. Samen leven
Perilaku samen leven adalah perilaku hidup bersama atau kelompok tanpa ada sedikitpun niat untuk melangsungkan pernikahan. Dasar pijakan mereka
adalah kepuasan seksual baik secara suka sama suka atau mungkin hanya sekedar memenuhi kebutuhan seks tanpa adanya dasar cinta sama sekali. Perilaku seperti
ini hamper mirip dengan kumpul kebo, bedanya samen leven biasanya terhadap temen dan tidak pada keluarga sendiri.
22
4. Exibiosinisme
21
Ibid.,
22
Ibid.,
Universitas Sumatera utara
1
Exibiosinisme adalah perilaku yang mendapat kepuasan seksual dengan cara menampakkan alat kelaminnya pada orang dikenal atau pada orang yang
tidak dikenalnya pada sejenis atau jenis berbeda tanpa ada kelanjutan hubungan seksual langsung. Perilaku seperti ini dimana mereka merasa bangga jika
kelaminnya diekspos di media massa. 5.
Voyeurisme Voyeurism adalah perilaku yang mendapat kepuasaan seksual hanya
dengan melihat aurat orang lain yang sedang terbuka atau tidak sengaja dibuka. Perilaku ini seperti mengintip orang mandi atau lewat film atau gambar porno atau
dengan membaca cerita porno. 6.
Fethisisme Fethisisme adalah perilaku menyimpang yang merasa mendapat kepuasan
seksual hanya memegang, memiliki atau melihat benda-benda atau pakaian yang sering dipakai perempuan. Perilaku seperti ini tidak lepas dari keinginan pemuas
seksual yang sesungguhnya.
23
7. Sadisme
Sadisme yaitu suatu penyimpangan yang merasa mendapat kepuasan dengan menyakiti pasangannya. Sekalipun ia tidak melakukan hubungan intim
namun ia mendapat kepuasan dengan melukai atau memukul pasangannya. Latar belakang munculnya perilaku sadism adalah mungkin dalam masa kanak-
kanaknya mendapat perlakuan yang bertentangan dengan nuraninya baik dari
23
Ibid.,
Universitas Sumatera utara
1
lingkungan keluarga ataupun masyarakat sehingga secara psikologis ia merasa tertindas dan ketertindasannya itu terbawa sampai dewasa.
24
8. Masokisme
Perilaku sebaliknya dari sadisme yaitu perilaku yang mendapatkan kepuasan seksual dengan cara melukai dirinya sendiri atau meminta dilukai.
Perilaku ini dimana ia memukuli dirinya sendiri di wilayah perut, tangan, dada, dan lain-lain, bahkan bisa menjurus pada bunuh diri.
25
9. Freeseks
Free seks lebih luas dan tidak terbatas. Kelompok free seks menghalalkan segala cara dalam melakukan seks dan tak terbatas pada kelompok orang.
Sewaktu-waktu mereka bisa melakukan seksual dengan orang lain dan dilain waktu mereka juga bisa menggauli keluarganya sendiri baik adik, kakak atau
keluarga terdekat bahkan mungkin orangtua dan anaknya sendiri. Dimana free seks ini sering dilakukan dengan adanya suatu perkumpulan kumpul kebo tanpa
adanya memiliki moral.
F. METODE PENELITIAN
Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut : 1.
Metode pendekatan Pendekatan masalah dalam penelitian ini menggunakan metode yuridis
normative dan yuridis empiris. Pendekatan yuridis normative dimaksudkan untuk melakukan pengkajian terhadap hukum pidana dan penerapan pidana badan
sebagai sarana kebijakan hukum pidana, dalam rangka pembangunan dan
24
Ibid.,
25
Ibid.,
Universitas Sumatera utara
1
pembaharuan hukum pidana di Indonesia, yaitu : pendekatan yang bertitik tolak dari ketentuan peraturan perundang-undang dan diteliti dilapangan untuk
memperoleh faktor pendukung dan hambatannya.
26
2. Jenis Penelitian
Pendekatan yuridis normative ini merupakan pendekatan dengan berdasarkan norma-norma atau peraturan
perundang-undangan yang mengikat serta mempunyai konsekuensi hukum yang jelas.
Melalui pendekatan yuridis normatif ini diharapkan dapat mengetahui tentang Undang-Undang No.22 tahun 2002 tentang perlindungan Anak yang
dapat diterapkan dalam mengkaji dan membahas permasalahan-permasalahan dalam penelitian ini. Pendekatan yuridis empiris dimaksudkan untuk melakukan
penelitian terhadap perilaku seks anak jalanan melalui wawancara pada lembaga perlindungan anak jalanan yakni PKPA Pusat Kajian Perlindungan Anak.
Jenis penilitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah penelitian hukum yang bersifat deskriptif. Jenis penelitian ini bertujuan mendiskripsikan
atau menggambarkan tentang suatu peristiwa yang lebih luas dan umum. Sehingga penelitian ini mencoba menggambarkan dan menjelaskan perilaku seks
bebas yang dilakukan oleh anak anak jalanan dalam perspektif kriminologi. 3.
Sumber data
Sumber data dalam penelitian ini adalah sumber data primer, sumber data sekunder, dan sumber data tersier. Sumber data primer adalah asal data yang
26
Soerjono soekanto dan Sri Mumujdi, Penelitian Hukum Normatif Suatu Tinjauan Singkat, Jakarta : rajawali, 1985, halaman 17
Universitas Sumatera utara
1
diperoleh langsung dari sumbernya, sumber data sekunder adalah asal data yang diperoleh tidak langsung dari sumbernya, dan sumber data tersier adalah data
yang memberikan informasi tentang bahan hukum primer dan dan bahan hukum sekunder. Dalam hal ini sumber data primernya adalah bang Iwan S.H, selaku
salah satu pegawai di PKPA pusat kajian perlindungan anak. Sedangkan sumber data sekundernya adalah berupa buku-buku literatur tentang seks bebas pada anak
jalanan, catatan-catatan yang relevan,Koran, majalah, serta hasil riset yang berhubungan dengan permasalahan yang dikemukakan, dan sumber data
tersiernya adalah seperti Kamus Besar Indonesia, serta kamus-kamus keilmuan lainnya.
4.
Prosedur pengumpulan dan pengolahan data
Prosedur pengumpulan data dalam penelitian ini adalah dengan menggunakan dua cara yaitu studi lapangan, dengan memperoleh data-data
tentang perilaku seks bebas pada anak jalanan di PKPA pusat kajian perlindungan anak, kemudian studi kepustakaan. Studi lapangan dilakukan untuk
memperoleh data primer atau data yang langsung dari sumbernya dengan mengadakan wawancara dan observasi. “wawancara adalah suatu bentuk
komunikasi verbal, jadi semacam percakapan yang bertujuan memperoleh informasi. Dalam wawancara ini pertanyaan dan jawaban diberikan secara verbal.
“wawancara saya lakukan dengan bang Iwan, SH selaku staf pegawai di PKPA pusat kajian dan perlindungan anak di Medan.
27
27
Bambang Waluyo, Penelitian Hukum Dalam Praktek, Jakarta, Sinar Grafika, 1996, halaman 72
Kemudian studi kepustakaan saya berusaha untuk mendapatkan data sekunder atau data yang tidak langsung
Universitas Sumatera utara
1
dari sumbernya dengan metode documenter, yaitu dengan cara membaca dan menelaah buku-buku litaratur, Undang-Undang Nomor 22 tahun 2002 tentang
perlindungan anak, serta hasil penelitian yang ada hubungannya dengan judul skripsi saya ini.
5. Analisis data
Analisis data adalah proses menafsirkan atau memaknai suatu data. Analisis data sebagai tindak lanjut proses pengolahan data merupakan pekerjaan seorang
peneliti yang memerlukan ketelitian, dan pencurahan daya pikir secara optimal, dan secara nyata kemampuan metodologis peneliti diuji.
28
Hasil analisis ini diharapkan dapat digunakan untuk menjawab permasalahan yang dikemukakan
dalam skripsi ini dan akhirnya dapat digunakan untuk menarik suatu kesimpulan serta memberikan saran seperlunya. Adapun analisis data yang saya lakukan
adalah menggunakan metode analisis deskriptif kualitatif, yaitu menggambarkan secara lengkap kualitas dan karakteristik dari data-data yang sudah terkumpul dan
sudah dilakukan pengolahan, kemudian dibuat kesimpulan.
28
Bambang Sunggono, Metode Penelitian Hukum, Jakarta, Raja Grafindo Persada, 2002, halaman 7
Universitas Sumatera utara
1
BAB II
PERILAKU SEKS BEBAS PADA ANAK JALANAN DAN DAMPAKNYA
A. Tingkat Kejahatan Perilaku Seks Bebas pada Anak Jalanan
Ketika kita membaca surat kabar ataupun saat mendengarkan berita di televisi selalu saja bisa ditemukan berita tentang seks bebas pada anak jalanan.
Kenyataan ini sungguh sangat menyedihkan. Lebih menyedihkan, semakian banyak saja anak-anak jalanan yang menjadi korban seks bebas. Sesungguhnya
tidak sedikit anak-anak jalanan yang terpaksa dan harus terlibat dalam perilaku seks bebas. Tetapi kasus dan permasalahan pada perilaku seks bebas pada anak
jalanan banyak dialami oleh anak-anak di bawah umur yang belum mendapat perhatian yang sungguh-sungguh dari berbagai pihak.
29
Banyak faktor yang membuat para korban seks bebas pada anak jalanan enggan atau telat melaporkan kejadian tersebut ke pihak kepolisian. Apalagi
korban nya adalah anak jalanan. Dikarenakan anak jalanan menganggap seks Kasus perilaku seks bebas pada anak jalanan, sering kali kurang mendapat
perhatian publik, karena selain data dan laporan mengenai perilaku seks bebas pada anak jalanan nyaris tidak ada. Dan biasanya kasus ini seringkali masih tidak
diperdulikan oleh kebiasaan masyarakat sekitar.
29
Widjanarko M, Seksualitas Remaja, Yogyakarta, Kerja sama Pusat Penelitian Kependudukan Universitas Gajah Mada dengan Ford Foundation
Universitas Sumatera utara
1
bebas adalah hal yang biasa.
30
1. Malu, takut, depresi, trauma, dan rasa tidak berdaya, membuat sebagian
besar anak jalanan enggan melaporkan perilaku seks bebas yang menimpa mereka.
Adanya non-reporting of crime dalam perilaku seks bebas pada anak jalanan merupakan suatu fenomena universal, yang sering
dijumpai di Negara-negara lain. Adanya non-reporting ini disebabkan oleh berbagai hal, antara lain :
2. Anak jalanan takut terhadap oknum kepolisian dan pihak-pihak yang lain
3. Belum lagi perasaan bahwa masalah mereka justru akan bertambah rumit
saat melapor. Anak jalanan merasa bahwa proses peradilan pidana terhadap anak jalanan belum tentu dapat diselesaikan.
4. Anak jalanan khawatir akan retaliasi atau pembalasan dari pelaku
terutama jika pelaku adalah orang yang dekat dengan dirinya 5.
Keyakinan bahwa perilaku seks bebas pada anak jalanan walaupun ia melapor ia tidak akan mendapat khusus dari penegak hukum. Belum lagi
kemungkinan bahwa anak jalana tersebut sering dihukum ringan atau dibebaskan dengan alasan kurangnya bukti.
Berdasarkan uraian diatas, maka dapat dibuat kerangka kerja penelitian mengenai karakteristik anak yang mengalami kekerasan seksual pada anak dipusat
kajian perlindungan anak PKPA di Kota Medan Priode Januari-Desember 2008
sebagai berikut : Hasil riset
30
Ibid.,
Universitas Sumatera utara
1
Tingginya tingkat perilaku seks bebas pada anak jalanan diketahui dari data di atas. Hal ini disebabkan penyelesaian terhadap seks bebas pada anak jalanan
dilakukan secara kekeluargaan dalam tingkat penyidikan. Sehingga perilaku seks bebas pada anak jalanan tidak direkam oleh aparat sebagai suatu tindak pidana.
Hal inilah yang menyebabkan tingginya perilaku seks bebas pada anak jalanan. Faktor lain yang menjadi salah satu penyebab tingginya tingkat perilaku seks
bebas pada anak jalanan adalah kurangnya pengawasan dan tidak adanya pengawasan dari orang tua dan pihak-pihak lain terhadap anak tersebut.
31
Indonesia perilaku seks bebas pada anak jalanan juga banyak dijumpai terutama dikota-kota besar di Indonesia, terutama didaerah tujuan wisata seperti di
Bali. Masalah seks bebas pada anak jalanan ini menjadi sangat penting dan mendesak untuk semua ditangani, karena aktivitas ini berdampak luas dan besar,
yakni menghancurkan masa depan anak tersebut, merusak moral dan melanggar hukum yang pada akhirnya bisa mempengaruhi kepada setiap anak-anak lainnya
yang bukan anak jalanan.
32
31
Wahid Abdul dan Irfan Muhammad, Perlindungan Terhadap Korban Kekerasan seksual, Bandung, PT Refika Aditama, 2001, halaman 31
32
Ibid.,
Fenomena ini perlu segera dijadikan wacana terbuka, agar masyarakat banyak tahu dampak yang ditimbulkan dari seks bebas tersebut
dan ikut berpartisipasi mencegah luasnya seks bebas pada anak jalanan tersebut. Dikhawatirkan jika hal ini tidak dilakukan, maka akan semakin banyak anak
jalanan yang akan melakukan seks bebas, dan akan banyak pula dampak yang akan ditimbulkan dari seks bebas anak jalanan, juga akan makin luasnya
penyebaran penyakit sosial seperti, pelacuran, kriminalitas, narkoba, judi dan
Universitas Sumatera utara
1
sebagainya yang kesemuanya adalah bagian dari kehidupan tersebut dan yang terakhir, bisa kemungkinan suatu saat muncul travel warning dari Negara-negara
pasar untuk tidak ke daerah yang membiarkan hal tersebut terjadi. Yang tidak kalah mengkhawatirkan juga adalah maraknya tingkat seks
bebas pada anak jalanan dapat melalui jalur internet. Dimana banyaknya penjualan-penjualan terhadap anak jalanan yang dijadikan sebagai pekerja seks
komersial PSK. Di negara-negara maju, pihak kepolisian bekerja keras untuk menjaring para anak-anak jalanan yang melakukan seks bebas melalui internet.
Ribuan situs mengenai seks yang banyak bermunculan di internet menjadi tantangan yang tidak kala serius yang harus segera dihadapi.
B. Jenis-jenis perilaku seks bebas pada anak jalanan Jenis-jenis seks bebas hampir sama dengan yang dilakukan dengan orang-
orang yang bukan hidup dijalanan. Seperti ciuman, pelukan, termasuk juga berhubungan intim, berupa dari jenis kelamin melalui oral seks dari mulut,
sodomi yang dilakukan tidak jauh berbeda dengan jenis-jenis perilaku seks bebas pada anak jalanan dengan orang-orang yang pernah merasakan hubungan seks.
Paling tidak gerakannya yang berbeda-beda ataupun lokasi tempatnya juga berbeda-beda.
Sebagai informasi tempat melakukan hubungan seks tersebut biasanya dilakukan di hotel-hotel yang harganya terjangkau biayanya menengah ke
bawah, biasanya juga sering dilakukan di taman, di penginapan-penginapan, kost-kostan teman. Itu semua dilakukan oleh anak jalanan yang melakukan seks
bebas biasanya dilakukan pada malam hari.
Universitas Sumatera utara
1
Adapun jenis-jenis perilaku seks bebas yang pada umumnya dilakukan oleh anak jalanan adalah :
33
1. Biseksual
Biseksual adalah orang yang mempunyai karakter dari kedua jenis
kelamin. Menurut kamus psikologi Dali Gulo biseksual adalah : mempunyai cirri
keunikan seks atau tertarik dalam tingkat yang sama oleh anggota kedua seks. Dapat dipahami bahwa biseksual adalah suatu waktu yang berhubungan badan
dengan lawan jenis dan lain waktu berhubungan dengan sejenis. Kelompok ini praktis paling berbahaya karena mereka berpotensi menyebarkan penyakit
kelamin.
2. Heteroseksual
Istilah heteroseksual hamper identik dengan perzinahan, pelacuran dan promiscuity gonta-ganti pasangan. Kelompok heteroseksual melakukan
hubungan seksual normal yaitu terhadap lawan jenis namun prakteknya dilakukan diluar jalur pernikahan. Kelompok heteroseksual jika dilakukan terhadap banyak
pasangan jelas berbahaya dan rentan terhadap berbagai penyakit kelamin.
3. Homoseksual
Menurut kamus psikologi, homoseksuality adalah kecenderungan memiliki hasrat seksual atau mengadakan hubungan seksual dengan jenis kelamin
yang sama Dali gulo : 105.
33
Nasarudin Toha, Op Cit., halaman 16
Universitas Sumatera utara
1
Menurut insiklopedi Indonesia 1980 homoseksualitas adalah istilah
untuk menunjukan gejala-gejala adanya dorongan seksual dan tingkah laku terhadap orang lain dari kelamin sejenis. Kaum homoseksual paling berpotensi
menyebarkan penyakit AIDS .
4. Free seks
Free seks lebih luas dan tidak terbatas. Kelompok free seks menghalalkan segala cara dalam melakukan seks dan tak terbatas pada kelompok orang.
Sewaktu-waktu mereka bisa melakukan seksual dengan orang lain dan dilain waktu mereka juga bisa menggauli keluarganya sendiri baik adik, kakak atau
keluarga terdekat bahkan mungkin orangtua dan anaknya sendiri. Dimana free seks ini sering dilakukan dengan adanya suatu perkumpulan kumpul kebo tanpa
adanya memiliki moral.
5. Sodomi
Sodomi pada awalnya istilah yang digunakan untuk hewan. Namun kini perluasan penyimpangan sodomi telah membaur dan semakin banyak.
Perbuatannya bisa dilakukan terhadap pria ataupun wanita, anak kecil atau dewasa dan biasanya terhadap orang yang memegang bisa dikuasainya dari segi
psikologis. Mereka biasanya merayu korban dengan berbagai iming-iming seperti uang, atau akan mendapat ancaman. Pelaku sodomi biasanya memiliki latar
belakan yang sangat jauh dari norma agama dan masyarakat. Para pelakunya biasanya anak jalanan atau mereka yang kesehariannya hidup di wilayah terminal
atau teman-teman terdekat anak jalanan tersebut.
Universitas Sumatera utara
1
6. Samen leven
Perilaku samen leven adalah perilaku hidup bersama atau kelompok tanpa ada sedikitpun niat untuk melangsungkan pernikahan. Dasar pijakan mereka
adalah kepuasan seksual baik secara suka sama suka atau mungkin hanya sekedar memenuhi kebutuhan seks tanpa adanya dasar cinta sama sekali. Perilaku seperti
ini hamper mirip dengan kumpul kebo, bedanya samen leven biasanya terhadap temen dan tidak pada keluarga sendiri.
7. Perkosaan
Perkosaan adalah perilaku menyimpang dimana untuk merasakan kepuasaan seksual dengan cara memaksa orang lain atau istrinya untuk melakukan
hubungan seksual. Dimana perilaku ini tidak mempedulikan apakah pasangan mereka merasa kesakitan, menukmati atau tidak menikmati hubungan intim
tersebut. Faktor-faktor penyebab terjadinya perkosaan adalah:
34
1. Pengaruh perkembangan budaya yang semakin tidak menghargai etika
berpakian dimana hal tersebut dapat merangsang perilaku pihak lain untuk melakukan perbuatan tidak senonoh dan jahat. Gaya hidup dan mode
pergaulan yang semakin bebas. 2.
Rendahnya pengalaman dan penghayatan terhadap norma-norma keagamaan yang terjadi ditengah masyarakat. Tingkat kontrol masyarakat yang rendah
34
Wahid .A dan irfan Muhammad., Op Cit, halaman 40
Universitas Sumatera utara
1
dan yang kurangnya mendapat respon dan pengawasan dari unsur-unsur masyarakat.
3. Putusan hakim yang tidak adil, seperti putusan yang cukup ringan yang
dijatuhkan terhadap pelaku. Hal ini mendorong anggota masyarakat lainnya untuk melakukan perlakuan tersebut kembali.
4. Ketidakmampuan pelaku dalam mengendalikan emosi dan nafsu seksualnya.
5. Keinginann pelaku untuk melakukan balas dendam terhadap perilaku
korbannya yang dianggapnya menyakitkan dan merugikan. Perilaku menyimpang seperti ini sangat bertentangan dengan norma susila
dan tidak sejalan dengan norma-norma yang ada.
8. Aborsi
Aborsi atau pengguguran kandungan sebenarnya bukan bentuk penyimpangan seksual melainkan proses pembatalan kehidupan.aborsi sangat erat
kaitannya dengan free seks. Aborsi pada dasarnya erat kaitannya dengan menjamurnya free seks dikalangan anak jalanan, remaja, mahasiswa dan
masyarakat. Aborsi bisa juga berarti pelarian dari tanggung-jawab atas kehamilan dari hubungan seks bebas. Secara fisik aborsi bisa berdampak pada kanker rahim
jika darah sewaktu pengguguran tidak bersih.
9. Pelecehan seksual
Pelecehan seksual berarti penghinaan terhadap nilai seksual seseorang yang ada pada tubuhnya. Dimana sebagian besar tubuh wanita mengandung nilai
Universitas Sumatera utara
1
seks daya tarik seks. Pelecehan seksual bisa dalam tindakan, ucapan, tulisan, gambaran atau gerak tubuh yang dinilai oleh seorang wanita atau merendahkan
martabat kewanitaannya seperti, meraba, mencium, mendekap dan lain-lain. Sekalipun tidak melakukan seksual namun tindakan seperti in telah memberikan
kepuasan tersendiri bagi para pelaku. Pelecehan seksual juga merupakan dampak dari ketidak mampuan seseorang dalam mengendalikan hawa nafsu terhadap
lawan jenis sebagai objek pelampiasan.
10. Pacaran
Dalam pengertian luas pacaran berarti upaya mengenal karakter seseorang yang dicintai dengan cara mengadakan tatap muka. Bahkan lebih tegas lagi,
pacaran masa sekarang pada hakikatnya hanya ingin menjadi pelampiasan keinginan seksual yang tertunda. Pacaran diartikan pertemuan rutin dengan
kekasih untuk menumpahkan segala hasrat dengan berbagai bumbu tertentu seperti berpegangan tangan, saling pandang, bergandengan, berciuman, dan
berpelukan bahkan hingga hubungan seksual. Pacaran dengan gaya seperti ini bisa juga diartikan upaya pengkikisan nilai dan rasa cinta, ia mulai tidak mencintai
gadis itu dan hanya ingin melakukan hubungan seksual dengannya saja tanpa mengadakan hubungan pernikahan. Mereka yang terlanjur melakukannya akan
mendatangkan penderitaan dalam kehidupannya sehari-hari.
C. Para pelaku seks bebas pada anak jalanan
Ketika kita membicarakan siapakah sebenarnya pelaku seks bebas pada anak jalanan, maka biasanya yang pertama sekali muncul adalah ketika
Universitas Sumatera utara
1
membayangkan si pelaku yang mampu melakukan perbuatan seksual terhadap anak jalanan antara lain orang yang kejam, mengidap kelainan masa kejiwaan,
hyperseks, samen leven ataupun psikopat, orang yang tidak mempunyai moral, yang keyakinan agamanya rendah dan sebagainya. Mitos ini masih dipercayai
banyak orang sampai saat ini, padahal fakta yang sesungguhnya kebanyakan pelaku ternyata tak jarang adalah orang-orang yang sehari-hari tampak normal,
bersikap baik, umumnya pelaku mengenal korban yang sebagian hidupnya di habiskan di jalanan. Ironisnya, pelaku seks bebas pada anak jalanan kebanyakan
adalah orang berdekatan langsung dengan korban anak jalanan, teman-teman sepermainannya dan anak-anak pada umumnya. Sebagain besar anak jalanan
tesebut mengenali sosok si pelaku seperti ayah tiri, saudara sepupu, tetangga, teman sebaya ataupun pacar, dan sebagainya . Itu semua merupakan teman
terdekat si korban. Biasanya pelaku tersebut merupakan orang-orang yang sering bersama dengan anak-anak jalanan misalnya, supir, kondektur bus, tukang becak,
pengguna jalan, penjaga galon minyak, satpam dan sebagainya. Dimana orang- orang tersebut mengenal anak jalanan itu minimal mengetahui nama-nama anak
jalanan yang kemudian mengenal pekerjaan nya. Tingkat kejahatan seksual berupa kekerasan fisik, kekerasan mental yang dilakukan oleh si pelaku yang
tadinya merupakan orang-orang yang berdekatan langsung dengan anak jalanan dan anak-anak pada umumnya.
35
35
Lubis Misran dkk , Kajian Ulang Situasi Anak Jalanan Kota Medan dan Pengembangan Program aksi, Jakarta, Yayasan Pusat Kajian dan Perlindungan Anak
Kindernothilfe-Germany, halaman 15
Universitas Sumatera utara
1
Kejahatan seks bebas ini terjadi pada semua level kehidupan, baik pada anak jalanan itu sendiri yang hidup di jalanan ataupun di daerah kumuh sampai
yang bergelimang harta, mulai dari yang tidak berpendidikan sampai orang terdidik.
D. Dampak Seks Bebas Terhadap Anak Jalanan
Anak jalanan merupakan sosok yang menarik untuk diperbincangkan. Karena hingga saat ini peningkatan populasi anak jalanan yang tersebar di kota-
kota besar di Indonesia terus bertambah dan menyebabkan persoalan yang dihadapi semakin kompleks. Masa pengangguran tidak terelakkan karena kondisi
ekonomi tidak stabil. Timbul masalah-masalah sosial, diantaranya kasus perceraian, kekerasan dalam rumah tangga, pemutusan hubungan kerja, dan
sebagainya. Kondisi ini semakin terpuruk seiring terjadinya konflik sosial yang semakin fatal yang semuanya berakibat buruk pada nasib anak. Banyak anak
menjadi yatim, yatim-piatu, korban pelantaran, korban kekerasan, korban eksploitasi anak di bidang ekonomi dan bahkan menjadi korban pelecehan
seksual. Kondisi ini akan membawa anak mengalami keterpurukan yang lebih sadis
lagi, anak tidak hanya mengalami masa krisis ekonomi saja akan tetapi lebih buruk lagi yakni mengalami krisis moral dan mental yang semakin terpuruk.
Keterbatasan bekal yang dimiliki menjadikan anak memang masih memerlukan perhatian dan pengarahan. Ketidakpekaan orangtua dan pendidik kondisi anak
tersebut menyebabkan anak sering terjatuh pada kegiatan tuna sosial. Dalam kondisi lain anak akan mengalami ketidakstabilan emosi dan pikiran sehingga
Universitas Sumatera utara
1
muda dipengaruhi oleh teman dan lingkungan yang mengutamakan solidaritas kelompok di jalanan. Di jalanan, anak-anak tersebut melakukan berbagai aktifitas
ekonomi untuk mendapatkan uang maupun imbalan materi lain nya seperti halnya, mengamen musik sampah, berdagang asongan, menjual Koran,
menyemir sepatu, tukang sapu angkotan kota dan bus, mengemis dan memulung. Anak jalanan tumbuh dan berkembang dengan latar belakang kehidupan jalanan
dan akrab dengan kemiskinan, kekerasan dan hilangnya kasih saying. Hal tersebut mempengaruhi jiwa anak dan membuatnya cenderung berperilaku”negatif” di
jalanan, seperti mencuri, free sex, pengguna narkoba dan tindak kriminal lainnya, yang menyebabkan anak jalanan sering berhadapn dengan hukum.
Adapun dampak dari tindakan perilaku seks bebas pada anak jalanan, antara lain :
36
1. Anak kehilangan sebagian hidupnya.
2. Anak mudah depresi, sulit mempercai orang lain, kesepian, sulit
membangun hubungan dengan orang lain dan tidak memiliki minat terhadap sesama.
3. Anak mengalami gangguan fisik dan mental.
Banyak penelitian menemukan bahwa perilaku seks bebas pada anak akan member konsekuensi pada masa dewasa, seperti ketidakmampuan untuk percaya,
rasa percaya diri yang rendah atau perasaan tidak berharga, depresi, gangguan
36
http:blog.tp.ac.idfaktor-faktor-penyebab-timbulnya-perilaku-menyimpang-pada- remajahttp:blog.tp.ac.idfaktor-faktor-penyebab-timbulnya-perilaku-menyimpang-pada-remaja
Universitas Sumatera utara
1
behubungan seksual, kesulitan belajar, gangguan makan, dan keterlibatan alkohol atau obat-obatan terlarang.
BAB III FAKTOR PENDORONG TERJADINYA TINDAK PIDANA
SEKS BEBAS PADA ANAK JALANAN
. A.
Etiologi Kriminal Secara Umum
Sebelum kita membahas faktor penyebab terjadinya perilaku seks bebas pada anak jalanan terlebih dahulu dapat kita lihat faktor-faktor penyebab
terjadinya kejahatan secara umum etiologi kriminal. Yaitu antara lain :
37
1. Pendapat Mazhab italia atau mazhab antropologi
Tokoh yang terkenal pada mazhab ini yaitu C.LAMBROSO 1835-1909, dengan buah pekerjaannya yang paling penting ialah “L. uomo delinqunte”
1876. Menurut Lambroso manusia yang pertama adalah penjahat dari semenjak lahirnya.
Adapun pendapat Lambroso dalam hal ini adalah:
38
1. Antropologi penjahat :
Penjahat umumnya dipandang dari segi antropologi merupakan suatu jenis manusia tersendiri genus home delinguenes, seperti halnya dengan negro.
37
Ridwan Hasibuan, Edi Warman, Azas-Azas Kriminologi, Medan, USU Press, 1994, halaman 65-68
38
Ibid.,
Universitas Sumatera utara
1
Mereka dilahirkan demikian il delinguente nato mereka tidak mempuyai predis posisi untuk kejahatan, tetapi suatu prodistinasi, dan tidak ada pengaruh
lingkungan yang dapat merubahnya. Sifat batin sejak lahirdapat dikenal dengan adanya stigmata-stigmate lahir, suatu tipe penjahat yang dapat dikenal.
Hypothese atavisme :
Disini menceritakan bagaimana caranya menerangkan terjadinya makhluk yang abnormal itu penjahat sejak lahir. Lambroso dalam memecahkan soal
tersebut, memajukan hypothase yang sangat cerdik, diterima bahwa orang masih sederhana peradaban sifatnya adalah amoral, kemudian dengan berjalannya waktu
dapat memperoleh sifat-sifat susila moral, maka orang penjahat merupakan suatu gejala atavistis yang artinya dengan sekonyong-konyong dapat kembali
menerima sifat-sifat yang sudah tidak dimiliki nenek moyangnya yang terdekat tapi dimiliki nenek moyangnya yang yang lebih jauh yang dinamakan pewarisan
sifat secara jauh kembali.
Hypothese pathologi :
Selama beberapa waktu Lambroso dengan penganut-penganutnya menytakan bahwa penjahat adalah seorang penderita penyakit epilepsi.
Tipe penjahat :
Ciri-ciri dikemukakan oleh Lambroso terlihat pada penjahat, sedemikian sifatnya, sehingga dapat dikatakan tipe penjahat. Para penjahat dipandang dari
sudut antropologi mempunyai tanda-tanda tertentu, umpamanya isi tengkoraknya
Universitas Sumatera utara
1
pencuri kurang bila dibandingkan dengan orang lain, dan terdapat kelainan- kelainan pada tengkoraknya. Dalam otaknya terdapat keganjilan yang seakan-akan
mengingatkan kepada otak-otak hewan, biarpun tidak dapat ditunjukkan adanya kelainan-kelainan penjahat yang khusus. Roman mukanya juga lain daripada
orang biasa, tulang rahang lebar, muka menceng, tulang dahi melengkung ke belakang apa yang disebut front fuyant. Juga kurang perasaannya dan suka akan
tatouage. Seperti halnya pada orang yang masih sederhana peradabannya
2. Pendapat Mazhab perancis atau Lingkungan
Pada mazhab ini mengatakan : mazhab ini menentang mazhab italia. “ die welt ist mehr schuld an mir, als ish “, yakni dunia adalah lebih bertanggung jawab
terhadap bagaimana jadinya saya, daripada diri saya sendiri. Antara lain tokoh-tokohnya :
A. lacassagne 1834-1924
Ia merumuskan mazhab lingkungan sebagai berikut : “L‘ important eas le melieu social. Permettez-, oi une comparaison empruntee a’ la theorie modern. Ie
milieu social est lebouillon de culture de la criminalite : le microbe, c’ est le criminel, un element qui n’a d’ importance que le jour on iltrouve le bouillon le
fait fermenter “. Artinya : “ yang terpenting adalah keadaan sosial di sekeliling kita. Izinkanlah saya mengemukakan suatu perbandingan yang diambil dari teori
modern. Keadaan social di sekeliling kita adalah suatu pembenihan untuk kejahatan, kuman adalah si penjahat, suatu unsur baru mempunyai arti apabila
menemukan pembenihan yang membuatnya berkembang”.
39
B. G. Tardo 1843-1904
39
Ibid.,
Universitas Sumatera utara
1
Menurut pendapatnya kejahatan bukan suatu gejala yang antropologis tapi sosiologis, yang seperti kejahatan-kejahatan masyarakat lainnya dikuasai oleh
peniruan. “Tous les actes importants de la vie sociale sent executes sous L’ empire de L’ exemple”, yakni semua perbuatan penting dalam kehidupan sosial
dilakukan di bawah kekuasaan.
40
3. Pendapat mazhab bio-sosiologi
Sudah dijelaskan bahwa synthese dari aliran anthropologi dan keadaan lingkungan berpendapat bahwa sebab kejahatan, sama dengan atau berasal dari
rumus Ferri. Ferri memberikan suatu rumus tentang timbulnya tiap-tiap kejahatan adalah resultante dari keadaan individu. Fisik dan social. Pada suatu waktu unsur
individu yang paling penting. Keadaan sosial pemberi bentuk pada kejahatan, tapi ini berasal dari bakatnya yang biologis yang anti sosial organis dan psychis.
Di antara semua penganut dari Lambroso, Ferri yang paling berjasa dalam menyebarkan ajarannya. Sebagai seorang ahli ilmu pengetahuan, ia sudah
mengetahui bahwa ajaran Lambroso dalam bentuk aslinya tidak dapat dipertahankan. Dengan tidak mengubah intinya Ferri mengubah bentuknya,
sehingga tidak lagi begitu berat sebelah, jangan mengakui pengaruh lingkungan. Dari uraian di atas aliran bio-sosiologi ini bersynthese kepada aliran
antropologi yaitu keadaan lingkungan yang menjadi sebab kejahatan, dan ini berasal dari Ferri. Rumusannya berbunyi : “ tiap kejahatan adalah hasil dari unsur-
unsur yang terdapat dalam individu yaitu seperti unsur-unsur yang diterangkan oleh lambroso. Lama kelamaan banyak ahli kriminologi menganut aliran tersebut
antara lain prins 1845-1919 di brussel mendirikan Union Internasionale de Droit Penal.
40
Ibid.,
Universitas Sumatera utara
1
B. FAKTOR-FAKTOR PENDORONG TERJADINYA SEKS BEBAS
PADA ANAK JALANAN
Setelah kita ketahui etiologi kriminal secara umum, selanjutnya penulis akan menguraikan faktor-faktor pendorong terjadinya seks bebas pada anak
jalanan, yaitu :
41
1. FAKTOR INTERN
a. Faktor Keluarga
b. Faktor Ekonomi dan Status Sosial
c. Faktor Religi
d. Faktor Psikis
2. FAKTOR EKSTERN
a. Faktor Lingkungan
b. Faktor Pendidikan
c. Faktor Minuman dan Obat-Obatan terlarang
d. Faktor Media Massa
1. FAKTOR INTERN
41
Herman Elia, Psikologi http:www.kompas.comkompas- cetak030712swara150.htm
Universitas Sumatera utara
1
A. Keluarga
Dalam kehidupan, keluarga merupakan organisasi yang terkecil dan mempunyai peranan yang sangat penting bagi kehidupan. Keluarga menjadi tolak
ukur menilai kepribadian dan keberadaan anak di luar lingkungan keluarga. Keluarga adalah satu-satunya tempat pendidikan awal sebelum berlangsung ke
instansi lain di luar keluarga ataupun di masyarakat. Kurangnya bimbingan dan pengawasan orang tua sudah pasti akan membuat anak menjadi liar dan turun ke
jalan, orang tua yang terlalu percaya kepada anak tanpa mengetahui aktivitas yang dilakukan oleh anak-anaknya merupakan tindakan yang salah yang berakibat fatal
bagi si anak sendiri. Seseorang dalam masa pertumbuhannya ataupun dalam masa
perkembangan hidupnya akan selalu terbawa sifat jahatnya yang dianggap sebagai suatu kebiasaan dalam hidupnya sehingga mendorong seseorang itu menjadi
pemarah, cepat emosi dan pendendam ataupun dapat mengarah kepada penyimpangankelainan perkembangan psikoseksual
Menurut Ruth Shonle Cavan “ Family Background of Crime”, seseorang dapat saja berpeluang menjadi pelaku kejahatan misalnya :
42
1 Broken homes perpecahan dalam rumah tangga .
42
Ibid.,
Universitas Sumatera utara
1
2 The Emosionally Unedeuquate Family kurangnya rasa kekeluargaan
perasaan kekeluargaan yang tidak mencukupi 3
Family Failure in Training keluarga yang gagal kurang mendidik 4
Family Failure in Supervision keluarga yang kurang dalam pengawasan a
Hubungan keluarga yang kurang baik dalam masyarakat b
Keluarga yang ekonominya tertekan, menganggur, penghasilannya keil, dan ibu bekerja di luar atau sering meninggalkan rumah.
B. Faktor Ekonomi dan Status Sosial
Salah satu teori yang tertua diketahui orang ialah bahwa kejahatan timbul karena kemiskinan “divergent theories”.
43
Keluarga yang ekonominya tertekan, menganggur, penghasilan kecil dapat mempengaruhi orang untuk berbuat jahat. Misalnya seseorang melampiaskan
nafsu birahinya kepada anak-anak dijalanan dengan bujukan iming-iming permen uang , tipuan maupun ancaman paksaan kekuatan fisik. Sebaliknya
dengan adanya berbagai fasilitas yang dimiliki seseorang akan menyebabkan seseorang untuk melakukan kejahatan, karena seseorang itu mendapatkan apa
yang mereka inginkan dan apabila seseorang ingin melampiaskan nafsunya Bila seseorang hidup serba kekurangan
maka akan menyebabkan mereka ingin melakukan apa saja yang mereka inginkan. Dan apabila ini terjadi pada diri seorang maka akan menyebabkan mereka untuk
melakukan perbuatan jahat yang melanggar hukum dengan tujuan untuk memenuhi kekurangannya dan juga untuk meringankan penderitaannya yang
dialaminya.
43
Ibid.,
Universitas Sumatera utara
1
terhadap orang lain maka seseorang itu akan mempergunakan fasilitas yang ada pada dirinya untuk melakukan hal-hal yang diinginkan termasuk salah satunya
dengan cara melakukan aktivitas seksual terhadap anak-anak jalanan. Yang mana seseorang itu berani melakukan hal tersebut karena status sosial yang dimilikinya
lebih terhormat daripada oranglain, sehingga pada akhirnya mereka melakukan kejahatan.
C. Faktor Religi
Bila seseorang mempunyai keimanan dan ketaqwaan yang tipis kemungkinan akan mudah melakukan kejahatan kekerasan seksual yang sangat
merugikan oranglain karena tidak dibentengi oleh ajaran agama. Oleh karena itu pengisian jiwa dengan ajaran agaman sangat diperlukan dan hendaknya dimulai
sejak dini. Jika petunjuk agama dapat dilaksanakan dengan baik dalam setiap mengambil keputusan maka semua perbuatan yang akan dilakukan selalu
mendapat pahala dari Tuhan Yang Maha Esa. Sebaliknya bila nilai-nilai keagamaan tidak ada dalam jiwa manusia maka mereka akan mudah tergoda
untuk melakukan hal-hal yang bersifat merugikan orang lain.
D. Faktor Pisikis
Faktor psikis atau jiwa seseorang juga merupakan faktor penyebab terjadinya perilaku seks bebas pada anak jalanan. Adapun hal yang mendorong
anak jalanan untuk melakukan seks bebas, yaitu : 1.
Kualitas dari remaja itu sendiri seperti, perkembangan emosional yang tidak sehat, mengalami hambatan dalam pergaulan sehat, kurang mendalami norma
agama, ketidakmampuan mempergunakan waktu luang, tidak mampu dalam
Universitas Sumatera utara
1
mengatasi masalah sendiri, berada dalam kelompok yang tidak baik, dan memiliki kebiasaan negatif terutama dirumah atau kurang disiplin dalam
menjalani kehidupan di rumah. 2.
Kualitas lingkungan keluarga yang tidak mendukung anak untuk berlaku baik seperti, anak kurang bahkan tidak mendapat kasih saying dikarenakan
kesibukan kedua orangtu diluar rumah, dan pergeseran norma keluarga dalam mengembangkan norma positif seperti tidak adanya pendidikan dan keluarga
tidak memberikan arahan tentang seks yang sehat. 3.
Kualitas lingkungan yang kurang sehat seperti lingkungan yang tidak ada pengajaran agama dan lingkungan masyarakat yang telah mengalami
kesenjangan komunikasi antar tetangga. 4.
Minimnya kualitas informasi yang masuk pada remaja sebagai akibat dari globalisasi. Akibatnya anak sangat sulit atau jarang mendapatkan informasi
yang sehat dalam hal seksualitas.
2. FAKTOR EKSTREN A. Faktor Lingkungan
Lingkungan merupakan faktor yang dapat mempengaruhi pola tingkah laku seseorang. Dari lingkungan seseorang belajar apa yang baik dan apa yang
buruk. Pola tingkah laku yang buruk akhirnya mendorong pelaku untuk melakukan kejahatan terhadap anak jalanan. Lingkungan keluarga merupakan
basis pembentukan watak seseorang sejak lahir hingga dewasa. Dasar hidup diperoleh dari keluarga adalah tempat berlindung yang kuat membendung
pengaruh yang buruk. Keluarga yang harmonis melahirkan generasi yang
Universitas Sumatera utara
1
bertanggung jawab, jujur, disiplin dan penuh persaudaraan. Sedangkan keluarga yang selalu diwarnai dengan pertentangan, pertikaian akan menghasilkan generasi
yang tidak dapat di atur, nakal, keras kepala, tidak memiliki rasa aman dan egois. Pada tahap selanjutnya keadaan demikian juga akan dipratekkan di rumah dan
tidak akan segan-segan melakukan tindakan kekerasan terhadap orang lain jika melakukan keinginannya yang tidak tercapai.
Menurut Soedjono D dan B S Simanjuntak mengatakan proses dimana orang bertindak adalah :
44
1 Tingkah laku itu dipelajari secara negatif dikatakan bahwa tingkah laku
kriminal itu tidak diwarisi sehingga atas dasar itu tidak ada seorang menjadi jahat secara mekanis.
2 Bagian yang pokok dari tingkah laku kriminal itu dipelajari dari pokok
pergaulan intim. 3
Tingkah laku kriminal dipelajari dalam hubungan komunikasi dan dapat dilakukan dengan lisan atau dengan gerakan-gerakan badan yang mengandung
suatu sikap tertentu.
B. Faktor pendidikan
Baik buruknya jiwa seseorang tergantung dari salah satu faktor yaitu faktor pendidikan yang diberikan kepadanya. Baik pendidikan disekolah atau
pendidikan di rumah sendiri maupun diluar sekolah. Apalagi kalau seseorang itu sama sekali tidak pernah mendapat pendidikan yang teratur baik dari sekolah
maupun orangtuanya dapat mempengaruhi pola pikir anak tersebut. Selain
44
A Qiram S. Meliala, Op Cit., halaman 34
Universitas Sumatera utara
1
daripada itu, kesalahan-kesalahan pendidikan dan pengajaran yang diberikan dapat merangsang seseorang untuk berbuat jahat.
Keburukan-keburukan dan ketidakteraturan maupun kekacauan dalam pendidikan dan pengajaran yang dialami sseorang dalam perkembangannya dapat
merangsang dan mempengaruhi tingkah laku seseorang untuk melakukan perbuatan-perbuatan diluar dari pemikirannya. Dengan adanya kegiatan yang
bersifat positif akan dapat memotivasi seseorang anak untuk selalu berbuat baik dalam kehidupannya dn tidak akan terjebak kepada perbuatan-perbuatan yang
akan merugikan masa depannya sendiri.
C. Faktor minuman dan obat-obatan terlarang
Pengaruh minuman keras mempunyai akibat yang sangat buruk terhadap kesehatan tubuh dan jiwa akal pikiran. Pengaruh alkohol yang terkandung dalam
minuman tersebut dapat mengakibatkan seseorang menjadi pecandu minuman keras dan kehilangan penguasaan diri serta mulai melakukan hal-hal yang buruk
akibat dari minuman tersebut, dan mendorong untuk melakukan seks bebas. Dalam keadaan mabuk, tanpa disadarinya mereka akan mencari kepuasan diri
untuk menyalurkan keinginannya dengan melakukan kekerasan seksual terhadap anak dibawah umur atau terhadap teman-temannya sendiri.
Obat-obatan terlarang juga dapat mengakibatkan dampak yang sama, mereka yang menjadi pemakai akhirnya ketagihan dan dapat melakukan apa saja
yang dianggapnya dapat memberikan kepuasaan terhadap dirinya termasuk mengenai seks.
D. Faktor Media Massa
Universitas Sumatera utara
1
Surat kabar, majalah-majalah, brosur-brosur, buku-buku cerita, foto, radio, televise, dan film dapat mempengaruhi terhadap tingkah laku seseorang dalam
pola pikir sehari-hari. Banyak yang sengaja diekspose mengenai unsur-unsur kejahatan, seks, zinah, kekerasan seksual atau cabul agar laris dan dapat
keuntungan yang banyak. Media massa tujuannya buan untuk memperdalam rasa tanggung jawab
mereka, bukan untuk menanamkan kesetiaan dan kasih sayang melainkan untuk memindahkan mereka dari suatu kenyataan kedalam suatu khayalan, impian,
keinginan nafsu birahi erotis, seks. Herbert.S Blummer bersama rekannya Philip M Herbes berpendapat :
“dorongan atau ide kejahatan muncul dengan melihat kejahatan, tetapi tidak segera terlibat dalam perbuatan. Hal ini disampaikan pada batin dan pikiran
yang dikekang sampai batas waktu tertentu. Hal ini bisa saja mendapat kesulitan dalam kehidupan mereka mungkin akan member pengaruh yang nyata dalam
dorongan pelaku untuk melakukan kejahatan dalam benak mereka.”
45
Faktor-faktor tersebut diatas merupakan faktor-faktor yang mempengaruhi
terjadinya tindak pidana seks bebas pada anak jalanan.
45
Soedjono D, Doktrin-Doktrin Kriminologi, Bandung, Armiko, 1973, halaman 119
Universitas Sumatera utara
1
BAB IV UPAYA DAN KENDALA DALAM PENANGGULANGAN SEKS
BEBAS PADA ANAK JALANAN
A. UPAYA PENANGGULANGANNYA
Suatu kebijakan yang rasional untuk menanggulangi seks bebas dengan tindakan kriminal. Kebijakan kriminal sangatlah luas ruang lingkupnya dan tinggi
kompleksitasnya. Hakikatnya seks bebas merupakan masalah kemanusiaan dan sekaligus masalah norma sosial yang sangat dinamis, selalu tumbuh dan terkait
dengan gejala struktur di masyarakat ataupun lingkungan yang sangat kompleks, yang merupakan suatu social political problem.
46
Korban perilaku seks bebas berusia muda seyogianya menjadi perhatian kita, mereka memerlukan penanganan yang segera dan manusiawi. Penanganan
yang kuat dapat mencegah problem menjadi semakin serius, juga menghentikan jatuhnya lebih banyak korban. Kita perlu mengurangi penderitaan korban, antara
lain tidak mengeksploitasi pengalaman getir yang mereka alami di media massa. Stigmatisasi terhadap korban juga perlu dihindarkan dan hal ini juga perlu
dipahami termasuk oleh para aparat penegak hukum. Dalam hal ini kita harus berperan aktif, dengan prinsip “mencegah lebih baik daripada mengobati”
sehingga dengan demikian pencegahan terhadap perilaku seks bebas dapat dilakukan sejak dini.
46
Muladi, Kapita Selekta Sistem Peradilan Pidana, Bandung, Refika Aditama, Bandung, 2008, halaman 58
Universitas Sumatera utara
1
Sesuai dengan azas Crime Prevention asas penanggulangan kejahatan yang dikemukakan oleh Mr.bonger menyatakan : “ kebanyakan penjahat-penjahat
yang sudah menjadi tua atau dewasa kesusilaannya menjadi merosot sejak kecil, siapa yang menyelidiki sebab-sebab kejahatan anak dapat mencari tindakan-
tindaakan pencegahan kejahatan yang kemudian berpengaruh pula terhadap kejahatan orang dewasa “
Berdasarkan hal tersebut dapatlah kita ketahui bahwa upaya dalam
menanggulangi perilaku seksual adalah sebagai berikut:
47
1. Upaya yang bersifat preventif
2. Upaya yang bersifat represif
1. Upaya yang Bersifat Preventif
Upaya preventif adalah suatu usaha untuk mencegah terjadinya kejahatan, jauh sebelum kejahatan itu terjadi. Karena mencegah terjadinya kejahatan jauh
lebih baik daripada mendidik. Usaha melenyapkan seluruh kejahatan agaknya tidak mungkin dilakukan, namun bukan berarti kita mendiamkan kejahatan itu
terjadi, kita dirtuntut untuk berupaya mengurangi kejahatan, baik dari kuantitas maupun kualitas. Upaya preventif dalam arti luas adalah pencegahan yang
mungkin timbul jauh dari sebelum kejahatan itu terjadi. Pusat Kajian dan Perlindungan Anak dalam perannya menanggulangi seks
bebas pada anak jalanan melakukan upaya pencegahan preventif adapun usaha preventif yang penulis peroleh dalam melakukan penelitian adalah sebagai berikut
adalah :
48
47
http;beb7n.wordpress.com20110813menanggulangi kenakalan anak jalanan07 mei 2011, halaman 1
48
Hasil Wawancara dengan pusat kajian dan perlindungan anak di kampong susuk ujung pada tanggal 08 agustus 2012
Universitas Sumatera utara
1
1. Meningkatkan pemenuhan hak-hak sipil dan kebebasan sebagai manifest
pertama haknya sebagai manusia. 2.
Melakukan kajian tentang seberapa besar anak-anak turun ke jalan kemudian kita melihat bahwa kebutuhan-kebutuhan anak jalanan ini harus bersekolah
ataupun tidak. 3.
Memberikan dukungan pendidikan sementara bagi mereka berupa beasiswa untuk dapat kembali bersekolah sehingga mereka tidak turun kejalanan.
4. Dipenuhinya fasilitas-fasilitas yang mendukung dalam proses belajar-
mengajar 5.
Melakukan diskusi dengan orangtua si anak dan bertemu dengan masyarakat agar anak tersebut tidak dikucilkan dalam lingkungan masyarakat dan
meminta anak tersebut bersekolah kembali 6.
Meningkatkan pemenuhan kesehatan dasar dan kesejahteraan untuk menunjang kelangsungan hidup dan tumbuh kembang secara wajar.
Berikut beberapa cara guna mengetahui kemungkinan terjadi perilaku seksual pada anak jalanan :
49
1. Peran orangtua
Orangtua diharapkan memperhatikan keharmonisan rumah tangga mereka. Penelitian menunjukan anak yang dididik dengan baik dalam keluarga
harmonisme memungkinkan mereka memperoleh kepercayaan tinggi dan berdaya tahan lebih tangguh sehingga mereka tidak menjadi korban seksual
berkepanjangan. Keterbukaan dan penerimaan orangtua terhadap anak akan
49
Ibid.,
Universitas Sumatera utara
1
memampukan anak mengomunikasikan secara bebas apa saja yanag mereka alami. Dengan demikian, anak punya keberanian untuk segera melaporkan tindak
pelecehan seksual bila mereka atau teman mereka mengalaminya. Eratnya relasi orangtua anak membantu orangtua memantau pergaulan
anaknya dan mencegah lebih banyak problem yang terkait dengan relasi sosial anaknya. Selain itu, teladan kehidupan seksualitas orangtua yang bersih adalah
unsur positif yang memberi bagi anak sehingga anak mampu mengembangkan kehidupan seks yang sehat pula. Orangtua juga diberi informasi dan pendidikan
seks yang sehat. Mereka perlu memperoleh bekal untuk menghindarkan anaknya menjadi korban seks teman atau orang dewasa.
Beberapa upaya yang banyak dilakukan di Negara maju adalah : a.
Dengan mengajarkan kepada orangtua bagaimana membuat anak mampu membedakan sentuhan yang pantas sebagai pertanda kasih sayang dengan
yang tidak pantas yang diarahkan pada daerah organ tubuh. Bila ada sentuhan yang tidak pantas mereka terima, orangtua perlu memberi rasa aman
kepada anak agar ia dapat bercerita lebih detail. Kebanyakan anak yang mengalami pelecehan seksual dapat memberi gambaran detail tentang aktifitas
seks yang seharusnya belum dipahami oleh anak seusiA mereka. Bagi umat muslim akan sangat membantu bila sejak dini anak dibiasakan memakai baju
yang menutup auratnya. Langkah ini penting sebab seringkali calon pelaku seksual terangsang ketika ia melihat aurat.
b. Mengajari anak untuk berani berkata ‘tidak’ bila ada orang yang menyentuh
organ vitalnya jangan bosan untuk selalu mengingatkan anak agar tidak
Universitas Sumatera utara
1
memperbolehkan siapapun kecuali ibunya menyentuh organ vitalnya. Hal ini penting karena biasanya justru orang-orang yang disekitar korban yang
melakukan perilaku seks bebas, ataupun ayahnya, kakanya, paman, tetangga, dan sebagainya. Dan sebaliknya, dia pun dilarang menyentuh organ vital milik
orang atau anak lain. Sebab selain berupa penetrasi pada alat vital maupun daerah analnya, kekerasan seksual pada anak juga dapat memperlihatkan alat
vital kepada si anak, rabaan pada daerah vital, atau perintah untuk melayani oral seks. Langkah ini juga mengantisipasi perilaku yang biasa digunakan oleh
pelaku seks bebas terhadap anak jalanan dengan bujukan member iming- iming dengan permenuang, tipuan pura-pura diajak main, ancaman maupun
paksaan kekuatan fisik. c.
Orang dewasa orangtua membuka peluang kepada anak untuk berani berpendapat. Selama ini sering kali anak hanya boleh ‘mendengar’ tapi ia
tidak boleh ‘berbicara’. Kondisi ini sangat berguna, karena akan membuat anak berani memberitahukan kepada orangtuaorang yang dipercayai ada
orang yang melakukan hal-hal yang tidak wajar pada tubuhnya. d.
Orang dewasa tua juga semakin bersedia menggunakan telinganya. Sebab dengan terbatasnya pemahaman mereka biasanya anak-anak yang mengalami
perilaku seks berupaya mengungkapkannya dengan menggunakannya bahasa mereka sendiri, misalnya saja dengan mengatakan dirinya diajak main kuda-
kudaan atau dokter-dokteran. Namun seringkali cerita ini seringkali ditepis oleh orang dewasa atau tua dengan mengatakan bahwa mereka berbohong. Hal
ini akan membuat anak jalanan kian takut berbicara. Apa lagi biasanya anak
Universitas Sumatera utara
1
juga diancam oleh para pelaku untuk tutup mulut, yang membuat perilaku seks bebas pada anak jalanan ini bisa dialaminya hingga berulang-ulang.
e. Orang dewasa seyogyanya sensitif terhadap anak apabila ia menunjukkan
perilaku atau sikap yang tidak biasa, misalnya berubah menjadi pendiam atau justru sebaliknya. Mengingat umumnya perilaku seks bebas pada anak jalanan
belum memiliki kontrol atas tubuh mereka sendiri. f.
Di samping cara-cara diatas, yang berskala mikro, secara makro harus segera dituntaskan masalah seputar pengangguran, kemiskinan, merebaknya tontonan
dan bacaan porno, memperkokoh norma susila dan agama di masyarakat, memperberat sanksi hukum bagi perilaku seks bebas pada anak jalanan.
2. Pendidikan seks bagi anak jalanan
Seks bagi sebagian orang kata tersebut terdengar ‘menyeramkan’, membicarakannya merupakan suatu hal yang tabu, apalagi mengkaitkannya
dengan anak-anak jalanan. Sehingga menyebabkan banyak orang tidak tahu- menahu tentang pendidikan seks, berbeda dengan di Negara-negara barat, seks
sudah diajarkan pada saat anak-anak masih berusia remaja dan mereka tidak malu untuk bertanya pada orangtuanya. Seks adalah sesuatu yang alamiah, merupakan
suatu proses biologis yang terjadi pada setiap makhluk hidup. Apakah seks itu buruk pada hakikatnya? Tentu saja tidak. Sebagian masyarakat percaya bahwa
pendidikan seks harus diberikan di rumah. Adalah sangat baik jika pengetahuan ini diajarkan oleh orangtua sebagai pribadi yang terdekat dengan anak-anak, dan
jangan menunggu sampai anak sudah menjelang remaja atau ABG. Akhir-akhir ini tayangan berita kriminal di televise-televisi swasta banyak sekali
Universitas Sumatera utara
1
mengungkapkan kasus-kasus seks bebas anak jalanan yang dilakukan oleh orang- orang terdekatnya. Bahkan sering kali para pelaku bukanlah dari kalangan orang
berpendidikan, malah sebagian besar kasus-kasus yang diberita itu adalah dari kalangan masyarakat bawah. Penting sekali bagi orangtua untuk memberikan
proteksi dan pengawasan kepada anak-anaknya Nafsu seks timbul dalam diri manusia mulai pada usia puber balig. Oleh
sebab itu, seseorang sejak usia kanak-kanak harus diberi pendidikan seks agar ia tidak merasa bingung dan tersesat ketika menghadapi perubahan-perubahan yang
terjadi dalam dirinya, baik perubahan fisik maupun kejiwaan. Tentu saja , pendidikan seks yang diberikan harus sesuai dengan tingkatan umur dan
intelegensi si anak, dan terus ditingkatkan seiring berjalannya waktu menuju kedewasaannya. Penting bahwa seorang anak perlu megetahui organ organ
tertentu dari tubuhnya yang tidak boleh di sentuh sembarangan oleh orang lain.ancaman pelecehan seksual menjadi alasan mengapa persiapan menghadapi
masa remaja menjadi tanggungg jawab orangtua dan keluarga. Tujuan pendidikan seksual adalah untuk membentuk sikap emosional yang
sehat terhadap masalah seksual dan membimbing anak dari remaja kea rah hidup dewasa yang sehat dan bertanggung jawab terhadap kehidupan seksualnya. Hal ini
dimaksudkan agar mereka tidak mengangap seks itu sesuatu yang menjijikkan dan kotor.
Ketika orang tua dan masyarakat mencurigai anak telah menjadi korban perilaku seks bebas, maka respon paling baik adalah mendengarkan secara hati-
hati, apa yang mereka katakana dan memeperhatikan perubahan perilaku mereka.
Universitas Sumatera utara
1
Tunjukkan kepada mereka bahwa kita peduli, bertanyalah kepada mereka dengan tanpa memaksa mereka untyuk menjawab biarkan anak tau bahwa kita siap
mendengarkan apa saja. Langkah awal yang tepat adalah memberi dukungan, selanjutnya ada
beberapa tahap yang dapat dilakukan : 1.
Bicara dengan anak ditempat yang terjaga privasinya. Ketika anak bercerita tentang perilaku seks bebas, bawalah ketempat yang tenang. Biarkan anak
bercerita tentang apa yang terjadi dengan menggunakan bahasa mereka sendiri tanpa memaksa untuk menjelaskan secara detail.
2. Dengarkan apa yang anak katakan. Terimalah apa yang anak ceritakan
sekalipun sulit untuk mempercayainya. 3.
Bersikap tenang dan jangan bereaksi berlebihan, seperti marah. Kalau tidak bisa menahan, pastikan kita tidak marah didepan anak. Katakana kepada anak
kejadian ini bukan salahnya dan pelakulah yang bersalah. 4.
Tenangkan anak, biarkan anak tau bahwa kita akan menolong mereka dan jelaskan bahwa kita mungkin akan berbicara pada orang lain yang akan
membantunya. 5.
Mencari pertolongan sesegera mungkin, segera pergi ke dokter atau rumah sakit untuk mendapat pertolongan medis. Pastikan dokter merekam selengkap-
lengkapnya atau pergi ke lembaga sosial lain yang memberi pelayanan terhadap anak yang menjadi korban perilaku seks bebas.
Universitas Sumatera utara
1
2. Upaya yang Bersifat Represif
Upaya represif merupakan tindakan yang dilakukan dalam menangulanggi kejahatan terhadap anak korban seks bebas. Karena anak merupakan generasi
muda dan penerus cita-cita bangsa serta merupakan pengemban hak dan kewajiban yang harus dilindungi. Perwujudan pelaksanaan pelayanan anak korban
seks bebs pada anak jalnan adalah mengusahakan pencegahan terjadinya korban yang lebih banyak lagi terhadap anak jalanan tersebut.
Dimana dengan memberikan bantuan, pendampingan kepada korban dalam penyelesaian permasalahan, dengan usaha sebagai berikut :
50
1. Memberikan bantuan dan mendampingi pihak korban dalam mengatasi
permasalahan bersama-samam dengan lembaga-lembaga sosial dan instansi yang berkaitan.
2. Memberikan bantuan material sesuai dengan kemampuan pusat pelayanan.
3. Memberikan informasi dan bimbingan kepada anggota masyarakat untuk
memberikan motifasi beradaptasi terhadap anak korban seks bebas. 4.
Memantau tindakan-tindakan, membuat laporan dan menganalisis hasil dari pelayanan terhadap anak-anak jalanan sebagai korban seks bebas.
Upaya menanggulangi seks bebas pada anak jalanan yang dilakukan oleh Pusat Kajian Perlindungan Anak PKPA Iwan,S.H memaparkan bahwa :
50
Soedjono Dirdjosisworo, Penanggulangan Kenakalan, Bandung, Alumni, 1983, halaman 21
Universitas Sumatera utara
1
Kendala yang dihadapi dalam menanggulangi seks bebas pada anak jalanan yakni banyak dalam hal penanganan belum terealisasi secara tuntas, selain itu juga
kurang saksi karena kasus-kasus ini ditutupi oleh keluarga yang tidak mengadu serta anak jalanan sebagai korban seks bebas tidak mengadukan kasus tersebut
kepad pihak yang berwajib.
Upaya Represif adalah suatu kebijaksanaan yang diambil sesudah atau pada saat terjadinya kejahatan. Usaha ini dilakukan dengan tujuan agar kejahatan
tidak terulang lagi atau paling tidak dapat memperkecil angka kejahatan tersebut. Usaha menindak pelanggaran norma-norma sosial dan moral dapat dilakukan
dengan mengadakan hukuman terhadap setiap perbuatan pelanggarannya. Kejahatan akan selalu ada selama manusia itu ada. Kejahatan merupakan bayang-
bayang dari peradapan “The Shadow of Civilation”, semakin tinggi peradapan manusia, semakin tinggi pula tingkat kejahatan yang terjadi. Akan tetapi,
walaupun demikian kita harus berusaha untuk mencegah terjadinya tindak pidana tersebut dan menanggulanginya.
51
Adapun upaya represif ini dapat dilakukan antara lain sebagai berikut :
52
1. Para pelaku kejahatan sedapat mungkin dijatuhkan hukuman optimal atau
maksimal sesuai dengan ancaman dalam rumusan delik, hakim harus kreatif dalam menjaring pelaku dengan menerapkan perangkap hukum yang akurat.
2. Perlu terapi psikologi kepada pelaku seks bebas agar penyakitnya dapat
disembuhkan. Jika pelaku hanya dipenjara tanpa mendapatkan penyuluhan
51
http;beb7n. wordpress.com. Op Cit, halaman 2
52
Kartini, Patologi Sosial 2 Kenakalan Anak, Jakarta, Grafindo Persada, 2010, halaman 49
Universitas Sumatera utara
1
dan diisolasi di tempat penampungan khusus sampai dapat diminimalkan perilaku menyimpangnya.
3. Anak-anak korban perilaku seks bebas disosialisasikan di crisis centre,
sosialisasi ini dilakukan oleh pemerintah, swasta, LSM, atau lembaga pemerhati anak.
B. KENDALA DALAM PENANGGULANGAN SEKS BEBAS PADA ANAK JALANAN
Dalam menanggulangi setiap permasalahan, timbul kendala-kendala yang akan dihadapi dalam proses penanggulangan masalah tersebut. Dalam hal ini
penulis akan memaparkan beberapa kendala-kendala yang dihadapi dalam menanggulangi seks bebas pada anak jalanan, dimana secara garis besar ada dua
hambatan yang dihadapi yaitu :
53
1. Hambatan Internal
Hambatan internal adalah hambatan yang berasal dari pribadi dari anak itu sendiri maupun dari keluarga anak itu sendiri. Adapaun lingkungan tersebut
adalah :
54
a. Dari dalam diri pribadi anak