Uji Aktivitas Antioksidan Ekstrak Daun Rambutan (Nephelium lappaceum Linn) dengan Metode DPPH (2,2-Difenil-1-Pikrilhidrazil)

(1)

UJI AKTIVITAS ANTIOKSIDAN EKSTRAK DAUN

RAMBUTAN (

Nephelium lappaceum

Linn) DENGAN METODE

DPPH (2,2-DIFENIL-1-PIKRILHIDRAZIL)

SKRIPSI

SONIA ULFAH

1111102000116

FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN

PROGRAM STUDI FARMASI

JAKARTA

JANUARI 2016


(2)

UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA

UJI AKTIVITAS ANTIOKSIDAN EKSTRAK DAUN

RAMBUTAN (

Nephelium lappaceum

Linn) DENGAN METODE

DPPH (2,2-DIFENIL-1-PIKRILHIDRAZIL)

SKRIPSI

Diajukan sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Farmasi

SONIA ULFAH

1111102000116

FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN

PROGRAM STUDI FARMASI

JAKARTA

JANUARI 2016


(3)

(4)

(5)

(6)

ABSTRAK

Nama : Sonia Ulfah

Jurusan : Farmasi

Judul : Uji Aktivitas Antioksidan Ekstrak Daun Rambutan (Nephelium lappaceum Linn) dengan Metode DPPH (2,2-Difenil-1-Pikrilhidrazil)

Penelitian ini dilakukan untuk menguji aktivitas antioksidan ekstrak daun rambutan (Nephelium Lappaceum Linn) dengan metode DPPH. Ekstrak

daun rambutan diekstraksi secara maserasi langsung dengan etanol 70% sehingga diperoleh ekstrak etanol total (E1) daun rambutan dan dilanjutkan

dengan pemisahan secara partisi sehingga diperoleh ekstrak fraksi n-Heksana (NH), fraksi etil asetat (EA) dan fraksi etanol (E2). Pengujian aktivitas

antioksidan ekstrak daun rambutan ini dilakukan menggunakan metode DPPH (2,2-difenil-1-pikrilhidrazil) dengan vitamin C sebagai kontrol positif. Hasil uji aktivitas antioksidan yang dilakukan menunjukkan nilai AAI (Antioksidant Activity Index) ekstrak etanol total (E1), fraksi n-Heksana (NH), fraksi etil asetat (EA), fraksi etanol (E2), dan vitamin C berturut-turut 2,1488 (sangat kuat); 0,1401 (lemah); 0,8488 (sedang); 1,5767 (kuat); dan 10,6383 (sangat kuat).


(7)

ABSTRACT

Name : Sonia Ulfah

Departement : Pharmacy

Title : Antioxidant Activity Test of Rambutan Leave

(Nephelium lappaceum Linn) Extract Using the DPPH (2,2-Diphenyl-1-Picryhidrazyl) Method

This study aimed to find out antioxidant activity leave extract of rambutan (Nephelium lappaceum Linn). Leave extract of rambutan (Nephelium lappaceum Linn) extracted by maceration with ethanol 70% to obtain

the total ethanol leave extract (E1) of rambutan and continued with the separation partition thus obtained n-hexane fraction extract (NH), ethyl

acetate fraction (EA) and the ethanol fraction (E2). Antioxidant activity testing was tested by DPPH (2,2-diphenyl-1-picrylhydrazyl) method with vitamin C as a positive control. The results of antioxidant activity showed that AAI (Antioxidant Activity Index) value of total ethanol extract (E1), n-hexane fraction (NH), ethyl acetate fraction (EA), ethanol fraction (E2) and vitamin C were 2,1488 (very strong); 0,1401 (weak); 0,8488 (moderate); 1,5767 (strong); and 10,6383 (very strong).


(8)

KATA PENGANTAR

Bismillahirrahmanirrahim.

Alhamdulillahirabbil’alamin, puji syukur ke hadirat Allah SWT yang telah melimpahkan segala rahmat dan karunia-Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan penulisan skripsi dengan judul Uji Aktivitas Antioksidan Ekstrak Daun Rambutan dengan Metode DPPH (2,2-Difenil-1-Pikrilhidrazil)”. Shalawat serta salam semoga senantiasa tercurah limpahkan pada Nabi Muhammad SAW beserta para keluarga dan sahabatnya.

Skripsi ini disusun sebagai salah satu syarat kelulusan tingkat sarjana di Program Studi Farmasi Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta. Penelitian ini tidaklah dapat terselesaikan tanpa dukungna dan bantuan dari berbagai pihak. Dalam kesempatan ini, penulis ingin mengucapkan terima kasih terkhususkan kepada:

1. Prof. Dr. Atiek Soemiati, M.Si., Apt. dan Ibu Eka Putri, M.Si., Apt. selaku pembimbing yang telah meluangkan banyak waktu untuk memberikan bimbingan, motivasi, serta dorongan kepada penulis dari awal hingga skripsi ini dapat terselesaikan.

2. Bapak Dr. H. Arif Sumantri, SKM., M. Kes. selaku Dekan Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan, UIN Syarif Hidayatullah Jakarta. 3. Bapak Yardi, M.Si., Ph.D., Apt. selaku Ketua Program Studi Farmasi

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta dan Ibu Nelly Suryani, Ph.D., Apt. selaku sekretaris Program Studi Farmasi UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.

4. Seluruh dosen di Program Studi Farmasi Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesahatan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta atas ilmu pengetahuan selama penulis menempuh pendidikan.

5. Kepada orang tuaku tercinta, Ayahanda A. Syamsuryana dan Ibunda Nina Herlina yang tiada hentinya memberikan bantuan materil,


(9)

non materil, motivasi, dan juga kepada penulis untuk menyelesaikan skripsi ini.

6. Adik-adikku tersayang Dian Mayasanti, M. Regi Saputra dan M. Rachel Jabar Winara yang senantiasa memberikan semangat dan keceriaan kepada penulis.

7. Untuk orang spesial Al Kahfi yang selalu memberikan semangat dan bantuan kepada penulis.

8. Untuk kakak kelasku tersayang Ka Oni Maria Sari yang selalu memberikan bantuan, semangat kepada penulis.

9. Teman-teman seperjuangan Farmasi Angkatan 2011 khususnya Farmasi BD yang selalu memberikan semangat dan kekompakannya semasa kuliah.

10. Kak Lisna, Kak Tiwi, Kak Eris, Mba Rani, Kak Yaenap, Kak Rahmadi dan Kak Walid yang telah membantu keseharian penulis selama penelitian di laboratorium.

11. Serta semua pihak yang telah membantu penulis selama ini yang tidak dapat penulis sebutkan satu per satu.

Semoga Allah SWT memberikan balasan yang berlipat ganda atas segala bantuan dan dukungannya kepada penulis. Penulis menyadari bahwa dalam penulisan skripsi ini masih banyak kelemahan dan kekurangan. Maka dari itu, dengan segala kerendahan hati penulis sangat mengharapkan kritik dan saran pembaca agar lebih sempurnanya skripsi ini.

Jakarta, 14 Januari 2016


(10)

(11)

DAFTAR ISI

HALAMAN

HALAMAN JUDUL ... ii

HALAMAN PERNYATAAN ORISINILITAS ... iii

HALAMAN PERSETUJUAN PEMBIMBING ... iv

HALAMAN PENGESAHAN ... v

ABSTRAK ... vi

ABSTRACT ... vii

KATA PENGANTAR ... viii

HALAMAN PERNYATAAN PUBLIKASI ... x

DAFTAR ISI ... xi

DAFTAR GAMBAR ... xiv

DAFTAR TABEL ... xv

DAFTAR LAMPIRAN ... xvi

BAB 1 PENDAHULUAN ... 1

1.1 Latar Belakang ... 1

1.2 Rumusan Masalah ... 3

1.3 Tujuan Penelitian ... 3

1.4 Manfaat Penelitian ... 3

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA ... 4

2.1 Daun Rambutan ... 4

2.1.1Sistematika Daun Rambutan ... 4

2.1.2 Uraian Tanaman ... 5

2.1.2.1 Morfologi ... 5

2.1.2.2 Daerah Asal dan Penyebaran ... 5

2.1.2.3 Kandungan Kimia ... 5

2.1.2.4 Khasiat dan Kegunaan ... 6

2.2 Simplisia ... 6

2.3 Ekstraksi ... 6

2.4 Pemisahan secara Partisi ... 9

2.5 Penapisan Fitokimia ... 9

2.6 Kromatografi Lapis Tipis ... 10

2.7 Radikal Bebas... 12

2.8 Antioksidan ... 13

2.9 Uji Aktivitas Antioksidan dengan Metode DPPH ... 15


(12)

BAB 3 METODOLOGI PENELITIAN ... 18

3.1 Tempat dan Waktu ... 18

3.2 Alat dan Bahan ... 18

3.2.1 Alat ... 18

3.2.2 Bahan... 18

3.3 Prosedur Penelitian... 19

3.3.1 Peengambilan Bahan ... 19

3.3.2 Penyiapan Simplisia ... 19

3.3.3 Pembuatan Esktrak ... 19

3.3.4 Penapisan Fitokimia ... 19

3.3.5 Pemisahan secara Partisi Ekstrak Etanol Total (E1) Daun Rambutan (Nephelium lappaceum Linn) dengan Pelarut n-Heksan, Etil Asetat dan Etanol ... 21

3.3.6 Pengujian Antioksidan secara Kualitatif dengan Metode Kromatografi Lapis Tipis (KLT) ... 22

3.3.7 Pengujian Antioksidan secara Kuantitatif dengan Metode DPPH ... 22

3.3.7.1 Pembuatan Larutan DPPH 0,1 mM ... 22

3.3.7.2 Penentuan Panjang Gelombang Serapan Maksimum DPPH ... 22

3.3.7.3 Pembuatan Larutan Blanko ... 23

3.3.7.4 Pembuatan Larutan Pembanding Vitamin C ... 23

3.3.7.5 Pembuatan Larutan Uji Ekstrak Daun Rambutan .. 23

3.3.8 Analisa Data ... 24

BAB 4 Hasil dan Pembahasan ... 26

4.1 Determinasi Tanaman ... 26

4.2 Penyiapan Sampel ... 26

4.3 Ekstraksi ... 27

4.4 Penapisan Fitokimia Ekstrak Etanol Total (E1) Daun Rambutan . 28 4.5 Pemisahan secara Partisi Ekstrak Etanol Total (E1) Daun Rambutan ... 29

4.6 Uji Aktivitas Antioksidan secara Kualitatif ... 30

4.7 Uji Aktivitas Antioksidan secara Kantitatif ... 31

BAB 5 Kesimpulan dan Saran ... 39

5.1 Kesimpulan ... 39

5.2 Saran ... 39

DAFTAR PUSTAKA ... 40


(13)

DAFTAR GAMBAR

Gambar 2.1 Daun Rambutan (Nephelium lappaceum Linn)... 4 Gambar 2.2 Reduksi DPPH dari Senyawa Peredam Radikal Bebas... 15 Gambar 4.1 Kurva Hubungan Konsentrasi dan % Inhibisi Ekstrak Etanol Total

(E1) Daun Rambutan... 35 Gambar 4.2 Kurva Hubungan Konsentrasi dan % Inhibisi Ekstrak Fraksi

n-Heksana (NH) Daun Rambutan ... 35 Gambar 4.3 Kurva Hubungan Konsentrasi dan % Inhibisi Ekstrak Fraksi

Etil Asetat (EA) Daun Rambutan ... 36 Gambar 4.4 Kurva Hubungan Konsentrasi dan % Inhibisi Ekstrak Fraksi

Etanol (E2) Daun Rambutan ... 36 Gambar 4.5 Kurva Hubungan Konsentrasi dan % Inhibisi Vitamin C ... 36


(14)

DAFTAR TABEL

Tabel 4.1 Hasil Ekstraksi Daun Rambutan ... 27

Tabel 4.2 Hasil Penapisan Fitokimia Ekstrak Etanol Daun Rambutan ... 28

Tabel 4.3 Hasil Partisi Ekstrak Etanol Total (E1) Daun Rambutaan ... 29

Tabel 4.4 Hasil Uji Kualitatif Antioksidan Ekstrak Daun Rambutan ... 30

Tabel 4.5 Hasil Uji Aktivitas Antioksidan Ekstrak Etanol Total (E1) Daun Rambutan ... 32

Tabel 4.6 Hasil Uji Aktivitas Antioksidan Ekstrak Fraksi n-Heksan (NH) Daun Rambutan ... 33

Tabel 4.7 Hasil Uji Aktivitas Antioksidan Ekstrak Fraksi Etil Asetat (EA) Daun Rambutan ... 33

Tabel 4.8 Hasil Uji Aktivitas Antioksidan Ekstrak Fraksi Etanol (E2) Daun Rambutan ... 33


(15)

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1 Alur Penelitian ... 44

Lampiran 2 Hasil Determinasi Daun Rambutan ... 45

Lampiran 3 Penapisan Fitokimia Ekstrak Etanol Total (E1) Daun Rambutan (Nephelim lappaceum Linn) ... 46

Lampiran 4 Perhitungan Rendemen Ekstrak Daun Rambutan ... 47

Lampiran 5 Sertifikat Analisa DPPH ... 48

Lampiran 6 Panjang Gelombang Maksimum DPPH ... 49

Lampiran 7 Data Absorbansi Ekstrak Etanol Total (E1) Daun Rambutan ... 50

Lampiran 8 Data Absorbansi Ekstrak Fraksi n-Heksana (NH) Daun Rambutan ... 51

Lampiran 9 Data Absorbansi Ekstrak Fraksi Etil Asetat (EA) Daun Rambutan ... 52

Lampiran 10 Data Absorbansi Ekstrak Fraksi Etanol (E2) Daun Rambutan ... 53

Lampiran 11 Data Absorbansi Vitamin C ... 54

Lampiran 12 Perhitungan dalam Uji Antioksidan ... 55

Lampiran 13 Perhitungan Persen Inhibisi ... 58

Lampiran 14 Perhitungan IC50 ... 63

Lampiran 15 Perhitungan Nilai AAI ... 65


(16)

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

Penggunaan senyawa antioksidan semakin berkembang baik untuk makanan maupun pengobatan seiring dengan bertambahnya pengetahuan tentang radikal bebas (Boer, 2000). Radikal bebas merupakan salah satu bentuk senyawa yang mempunyai elektron tidak berpasangan (Winarsi, 2007). Adanya elektron tidak berpasangan menyebabkan senyawa tersebut sangat reaktif mencari pasangan. Radikal bebas ini akan merebut elektron dari molekul lain yang ada di sekitarnya untuk menstabilkan diri. Radikal bebas erat kaitannya dengan kerusakan sel, kerusakan jaringan, dan proses penuaan (Fessenden dan Fessenden, 1986).

Radikal bebas yang merusak tubuh ini dapat dinetralisir oleh senyawa antioksidan. Antioksidan merupakan senyawa yang dapat menghambat oksigen reaktif dan radikal bebas dalam tubuh. Senyawa antioksidan ini akan menyerahkan satu atau lebih elektron bebas sehingga menjadi bentuk molekul yang normal kembali dan menghentikan berbagai kerusakan yang ditimbulkan (Sashikumar, et al., 2009). Tubuh manusia tidak mempunyai cadangan antioksidan dalam jumlah berlebih, sehingga jika terjadi paparan radikal bebas berlebih maka tubuh membutuhkan antioksidan eksogen (Rohdiana, 2001).

Pemanfaatan bahan alam yang mempunyai aktivitas biologis menjadi motivasi dilakukannya penelitian lebih lanjut, setelah senyawa-senyawa sintetik yang mempunyai aktivitas biologis seperti senyawa antioksidan sintetik butylated hydroxytoluen (BHT), butylated huydroxyanisole (BHA) dan terbutylhydroxyquinone (TBHQ) dibatasi penggunannnya karena bersifat karsinogenik. Berbagai studi mengenai BHA dan BHT menunjukkan bahwa komponen ini dapat menimbulkan tumor pada hewan percobaan pada penggunaan dalam jangka panjang (Andarwulan, 1996). Adanya kekhawatiran akan kemungkinan efek samping dari antioksidan sintetik menyebabkan


(17)

antioksidan alami menjadi alternatif yang sangat dibutuhkan (Rohdiana, 2001).

Antioksidan alami mampu melindungi tubuh terhadap kerusakan yang disebabkan senyawa oksigen reaktif, yang mampu menghambat

terjadinya penyakit degeneratif seperti diabetes, kanker, inflamasi jaringan, kelainan imunitas, infark jantung dan penuaan dini (Middleton, et al., 2000).

Rambutan (Nephelium lappaceum Linn) merupakan salah satu tanaman yang banyak terdapat di Indonesia. Secara tradisional tanaman rambutan digunakan untuk pengobatan berbagai penyakit, antara lain kulit buahnya untuk mengatasi sariawan, daun untuk mengatasi diare dan menghitamkan rambut, akar untuk mengatasi demam dan serat bijinya untuk mengatasi diabetes mellitus (Tjandra, et al., 2011).

Kulit dan biji rambutan yang tumbuh di Thailand memiliki sifat antioksidan dan antibakteri (Thitilertdecha, et al., 2008). Kulit buah rambutan mengandung senyawa golongan tanin, polifenol, dan saponin (Tjandra, et al., 2011). Daun rambutan (Naphelium lappaceum Linn) mengandung senyawa saponin, tanin (Dalimarta, 2003).

Ekstrak etanol daun rambutan (Nephelium lappaceum Linn) efektif untuk membunuh larva Aedes aegypti instar III (Asiah, 2008). Menurut Maradona (2013) ekstrak etanol daun rambutan (Nephelium lappaceum Linn) yang tumbuh di taman Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan memiliki aktivitas antibaketri terhadap bakteri Staphylococcus aureus ATCC 25925 serta mengandung metabolit sekunder yaitu flavonoid, saponin, tanin dan hidrokuinon.

Berdasarkan laporan penelitian-penelitian tersebut, maka dilakukan pengujian aktivitas antioksidan ekstrak daun rambutan yang diekstraksi secara maserasi langsung dengan pelarut etanol 70% dan pemisahan secara partisi dengan pelarut n-Heksana, etil asetat, dan etanol menggunakan metode DPPH (2,2-difenil-1-pikrilhidrazil). Metode DPPH dipilih karena metode ini sederhana, mudah, cepat, peka, hanya


(18)

memerlukan sedikit sampel dan dapat mengukur aktivitas total antioksidan baik dalam pelarut polar maupun nonpolar (Prakash, 2001).

1.2 Rumusan Masalah

a. Apakah ekstrak daun rambutan (Nephelium lappaceum Linn) memiliki aktivitas antioksidan?

b. Berapakah nilai IC50 (Inhibitory Concentration) dan nilai AAI (Antioxidant Activity Index) dari masing masing ekstrak daun rambutan (Nephelium lappaceum Linn)?

1.3 Tujuan Penelitian

Untuk menguji aktivitas antioksidan dari ekstrak daun rambutan (Nephelium lappaceum Linn) dengan metode DPPH (2,2-difenil-1-pikrilhidrazil).

1.4 Manfaat Penelitian

Untuk memberikan informasi yang dapat dipertanggungjawabkan secara ilmiah kepada masyarakat mengenai aktivitas antioksidan dari ekstrak daun rambutan (Nephelium lappaceum Linn), sehingga daun ini dapat digunakan sebagai antioksidan alami.


(19)

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Daun Rambutan

2.1.1 Sistematika Daun Rambutan

Daun rambutan (Nephelium lappaceum Linn) memiliki sistematika tanaman sebagai berikut:

Kingdom : Plantae

Divisi : Spermatophyta Subdivisi : Angiospermae Kelas : Dicotyledonae Ordo : Sapindales Famili : Sapindaceae Genus : Nephelium

Spesies : Nephelium lappaceum Linn

(Rukmana, et al., 2002)

Gambar 2.1 Daun Rambutan (Nephelium lappaceum Linn) [sumber : koleksi pribadi]


(20)

2.1.2 Uraian Tanaman 2.1.2.1Morfologi

Rambutan merupakan tanaman tahunan. Secara alami, pohon rambutan dapat mencapai ketinggian 5m-9m. Batang rambutan berkayu keras, berbentuk gilig, tumbuh kokoh dan berwarna kecoklat-coklatan sampai putih kecoklatan. Percabangan tumbuh secara horizontal, namun kadang-kadang sedikit miring ke arah atas. Daun rambutan berbentuk bulat panjang dengan ujung tumpul atau meruncing, dan pada umumnya berwarna hijau tua sampai hijau muda, tergantung varietasnya (Rukmana, 2002).

2.1.2.2 Daerah Asal dan Penyebaran

Rambutan merupakan tanaman buah-buahan tropika basah yang berasal dari Asia Tenggara. Menurut seorang ahli botani Soviet, Nikolai Ivanovich Vavulov, sentrum utama asal tanaman rambutan adalah daerah Indo-Malaya, yang meliputi Indo-Cina, Malaysia, Indonesia dan Filipina. Di wilayah ini ditemukan sumber genetik rambutan. Para ahli botani kemudian memastikan bahwa daerah asal tanaman rambutan adalah Malaysia dan Indonesia. Di Indonesia, tanaman rambutan tersebar di berbagai wilayah, terutama di Jawa, Kalimantan, dan Sumatera (Rukmana, 2002).

2.1.2.3 Kandungan Kimia

Daun rambutan (Naphelium lappaceum Linn) mengandung senyawa saponin, tannin (Dalimarta, 2003). Kulit buah rambutan mengandung senyawa senyawa golongan tanin, polifenol, dan saponin (Tjandra, et al., 2011). Kulit batang rambutan mengandung tanin, saponin, flavonoid, dan zat besi. Buahnya mengandung karbohidrat, protein, lemak, fosfor, besi, kalsium dan vitamin C. Kulit buah rambutan mengandung tanin dan saponin. Ekstrak etanol daun rambutan (Nephelium lappaceum Linn) memiliki kandungan kimia flavonoid, saponin, tanin dan hidrokuinon (Maradona, 2013).


(21)

2.1.2.4 Khasiat dan Kegunaan

Tanaman rambutan digunakan untuk pengobatan berbagai penyakit, antara lain kulit buahnya untuk mengatasi sariawan, daun untuk mengatasi diare dan menghitamkan rambut, akar untuk mengatasi demam dan serat bijinya untuk mengatasi Diabetes mellitus (Tjandra, et al., 2011). Kulit dan biji rambutan yang tumbuh di Thailand memiliki sifat antioksidan dan antibakteri (Thitilertdecha, et al., 2008). Ekstrak etanol daun rambutan (Nephelium lappaceum Linn) efektif untuk membunuh larva Aedes aegypti instar III (Asiah, 2008) serta memiliki aktivitas antibaketri terhadap bakteri Staphylococcus aureus ATCC 25925 (Maradona, 2013).

2.2 Simplisia

Simplisia adalah bahan alamiah yang dipergunakan sebagai bahan obat yang belum mengalamai pengolahan apapun kecuali dinyatakan lain, berupa bahan yang telah dikeringkan. Simplisia dibedakan menjadi tiga, yaitu simplisia nabati, simplisia hewani, dan simplisia pelikan (mineral). Simplisia nabati adalah simplisia yang berupa tanaman utuh, bagian tanaman atau eksudat tanaman. Eksudat tumbuhan ialah isi sel yang secara spontan keluar dari tumbuhan atau isi sel yang dengan cara tertentu dipisahkan dari tumbuhannya dan belum berupa senyawa kimia murni (Anonim, 2000).

2.3 Ekstrak dan Ekstraksi

Ekstrak adalah sediaan kental yang diperoleh dengan mengekstraksi zat aktif dari simplisia nabati atau simplisia hewani menggunakan pelarut yang sesuai, kemudian semua atau hampir semua pelarut dan massa atau serbuk yang tersisa diperlakukan sehingga memenuhi baku yang telah ditetapkan (Soesilo, 1995). Ekstrak adalah sediaan kering, kental atau cair dibuat dengan menyari simplisia nabati atau hewani menurut cara yang sesuai, diluar pengaruh cahaya matahari langsung (Tiwari, et al., 2011).


(22)

Parameter yang mempengaruhi kualitas dari ekstrak adalah bagian dari tumbuhan yang digunakan, pelarut yang digunakan untuk ekstraksi, dan prosedur ekstraksi (Tiwari, et al., 2011).

Ekstraksi adalah pemisahan bagian aktif sebagai obat dari jaringan tumbuhan ataupun hewan menggunakan pelarut yang sesuai melalui prosedur yang telah ditetapkan (Tiwari, et al., 2011). Selama proses ekstraksi, pelarut akan berdifusi sampai ke material padat dari tumbuhan dan akan melarutkan senyawa dengan polaritas yang sesuai dengan pelarutnya (Tiwari, et al., 2011).

Beberapa metode ekstraksi dengan menggunakan pelarut dibagi menjadi dua cara, yaitu cara panas dan cara dingin (Ditjen POM, 2000). Ekstraksi cara dingin dapat dibedakan sebagai berikut:

1. Maserasi

Maserasi adalah proses penyarian simplisia menggunakan pelarut dengan beberapa kali pengocokan atau pengadukan pada temperatur kamar (Ditjen POM, 2000). Keuntungan ekstraksi dengan cara maserasi adalah pengerjaan dan peralatan yang digunakan sederhana, sedangkan kerugiannya yakni cara pengerjaannya lama, membutuhkan pelarut yang banyak dan penyarian kurang sempurna. Dalam maserasi (untuk ekstrak cairan), serbuk halus atau kasar dari tumbuhan obat yang kontak dengan pelarut disimpan dalam wadah tertutup untuk periode tertentu dengan pengadukan yang sering, sampai zat tertentu dapat terlarut. Metode ini cocok digunakan untuk senyawa yang termolabil (Tiwari, et al., 2011).

2. Perkolasi

Perkolasi adalah ekstraksi dengan pelarut yang selalu baru sampai terjadi penyarian sempurna yang umumnya dilakukan pada temperatur kamar. Proses perkolasi terdiri dari tahap pengembangan bahan, tahap perendaman, tahap perkolasi antara, tahap perkolasi sebenarnya (penampungan ekstrak) secara terus menerus sampai diperoleh ekstrak (perkolat). Untuk menentukan akhir dari pada perkolasi dapat


(23)

akhir. Ini adalah prosedur yang paling sering digunakan untuk mengekstrak bahan aktif dalam penyusunan tincture dan ekstrak cairan (Tiwari, et al., 2011).

Ekstraksi cara panas dapat dibedakan sebagai berikut: 1. Sokletasi

Sokletasi adalah ekstraksi menggunakan pelarut yang selalu baru, dengan menggunakan alat soklet sehingga terjadi ekstraksi continue dengan jumlah pelarut relatif konstan dengan adanya pendingin balik (Ditjen POM, 2000).

2. Refluks

Refluks adalah ekstraksi dengan menggunakan pelarut pada temperatur titik didihnya, selama waktu tertentu dan jumlah pelarut terbatas yang relatif konstan dengan adanya pendingin balik (Ditjen POM, 2000).

3. Infus

Infus adalah ekstraksi dengan pelarut air pada temperatur 900C selama 15 menit. Infus adalah ekstraksi menggunakan pelarut air pada temperatur penangas air dimana bejana infus tercelup dalam penangas air mendidih, temperatur yang digunakan (96-980C) selama waktu tertentu (15-20 menit) (Ditjen POM, 2000). Cara ini menghasilkan larutan encer dari komponen yang mudah larut dari simplisia (Tiwari, et al., 2011).

4. Dekok

Dekok adalah infus pada waktu yang lebih lama (≥300C) dan temperatur sampai titik didih air (Ditjen POM, 2000). Dekok adalah ekstraksi dengan pelarut air pada temperatur 900C selama 30 menit. Metode ini digunakan untuk ekstraksi konstituen yang larut dalam air dan konstituen yang stabil terhadap panas (Tiwari, et al., 2011). 5. Digesti

Digesti adalah maserasi kinetik pada temperatur lebih tinggi dari temperatur suhu kamar, yaitu secara umum dilakukan pada temperatur 40-500C (Ditjen POM, 2000). Digesti adalah maserasi dengan


(24)

pengadukan continue pada temperatur lebih tinggi dari temperatur ruang (umumnya 25-300C). Ini adalah jenis ekstraksi maserasi di mana suhu sedang digunakan selama proses ekstraksi (Tiwari, et al., 2011).

2.4 Pemisahan secara Partisi (Pemisahan Cair-cair)

Pemisahan dengan cara partisi atau dikenal juga dengan pemisahan cair-cair pelarut merupakan metode pemisahan suatu senyawa berdasarkan tingkat kelarutannya di dalam campuran dua pelarut yang tidak bercampur. Dalam proses isolasi kandungan kimia dari bahan alam, penggunaan metode partisi dimaksudkan untuk memisahkan campuran komponen kimia yang terdapat dalam ekstrak dengan menggunakan dua pelarut yang tidak saling bercampur. Komponen kimia yang ada pada ekstrak tumbuhan akan larut ke dalam pelarut yang sesuai dengan tingkat kepolaran yang dimiliki oleh senyawa tersebut (Hostettmann, 2007).

Satu hal yang penting dalam proses memisahkan senyawa dengan menggunakan metode partisi ini adalah langkah dalam pemilihan pelarutnya. Dimana pelarut yang dipilih merupakan campuran dua pelarut yang tidak saling bercampur. Beberapa contoh campuran pelarut yang digunakan adalah air-diklorometana, air-eter, air-heksana (Hostettmann, 2007).

2.5 Penapisan Fitokimia

Penapisan fitokimia merupakan tahap pendahuluan dalam suatu penelitiain fitokimia yang bertujuan untuk memberikan gambaran tentang golongan senyawa yang terkandung dalam tanaman yang sedang diteliti. Metode skrining fitokimia dilakukan untuk melihat reaksi pengujian warna dengan menggunakan suatu pereaksi warna. Hal yang paling berperan penting dalam penapisan fitokimia adalah pemilihan pelarut dan metode ekstraksi (Kristianti et al., 2008).


(25)

2.6 Kromatografi Lapis Tipis (KLT)

Kromatografi lapis tipis (KLT) merupakan salah satu metode pilihan kromatografi secara fisikokimia (Gandjar dan Rohman, 2007). Kromatografi lapis tipis (KLT) merupakan bentuk kromatografi planar, selain kromatografi kertas dan elektroforesis. Pada KLT fase diamnya berupa lapisan yang seragam (uniform) pada permukaan bidang datar yang didukung oleh lempeng kaca, plat aluminium atau plat plastik. Meskipun demikian, kromatografi planar ini merupakan bentuk terbuka dari kromatografi kolom (Gritter, et al., 1991).

Kromatografi lapis tipis (KLT) dapat dipakai dengan dua tujuan. Pertama, dipakai untuk mencapai hasil kualitatif, kuantitatif atau preparatif. Kedua dipakai untuk menjajaki sistem pelarut dan sistem penyangga yang akan dipakai dalam kromatografi kolom (Gritter, et al., 1991).

Kromatografi lapis tipis (KLT) dapat digunakan untuk tujuan analitik dan preparatif. KLT analitik digunakan untuk menganalisa senyawa-senyawa organik dalam jumlah kecil misalnya, menentukan jumlah komponen dalam campuran dan menentukan pelarut yang tepat untuk pemisahan dengan KLT preparatif sedangkan KLT preparatif digunakan untuk memisahkan campuran senyawa dari sampel dalam jumlah besar berdasarkan fraksinya, yang selanjutnya fraksi-fraksi

tersebut dikumpulkan dan digunakan untuk analisa berikutnya (Townshend, 1995).

Kromatografi lapis tipis (KLT) merupakan teknik yang benar-benar menguntungkan karena tingkat sensitivitasnya sangat besar dan konsekuensinya jumlah sampel lebih sedikit. Fase gerak yang dikenal sebagai pelarut pengembang atau cairan pengelusi akan bergerak sepanjang fase diam karena pengaruh kapiler pada pengembangan secara mekanik (ascending), atau karena pengaruh gravitasi pada pengembangan menurun (descending) (Gritter, et al., 1991).

Jumlah volume fase gerak harus mampu mengelusi lempeng sampai ketinggian lempeng yang telah ditentukan. Setelah lempeng


(26)

terelusi, dilakukan deteksi bercak (Gandjar dan Rohman, 2007). Laju pergerakan fase gerak terhadap fase diam dihitung sebagai retardation farctor (Rf). Nilai Rf diperoleh dengan membandingkan jarak yang ditempuh oleh zat terlarut dengan jarak yang ditempuh oleh fase gerak (Gandjar dan Rohman, 2007).

Fase gerak harus memiliki kemurnian yang tinggi. Fase gerak yang digunakan adalah pelarut organik yang memiliki tingkat polaritas tersendiri, melarutkan senyawa contoh, dan tidak bereaksi dengan penjerap. Adsorben umumnya digunakan dalam KLT meliputi partikel silika gel ukuran 12 µm, alumina, mineral oksida, silika gel dengan ikatan kimia, selulosa, poliamida, polimer penukar ion, silika gel, dan fase kiral (Gritter, et al., 1991).

Ada beberapa cara untuk mendeteksi senyawa yang tidak berwarna pada kromatogram. Deteksi paling sederhana adalah jika senyawa

menunjukkan penyerapan di daerah UV gelombang pendek (radiasi utama kira-kira 254 nm) atau jika senyawa itu dapat dieksitasi

pada radiasi UV gelombang pendek dan gelombang panjang (365 nm). Pada senyawa yang mempunyai dua ikatan rangkap atau lebih dan senyawa aromatik seperti turunan benzena, mempunyai serapan kuat ± di daerah 230-300 nm (Stahl, 1985).

Identifikasi dari senyawa-senyawa yang terpisah dari lapisan tipis menggunakan nilai Rf. Polaritas fase gerak perlu diperhatikan pada analisa dengan KLT, sebaiknya digunakan campuran pelarut organik yang mempunyai polaritas serendah mungkin. Campuran pelarut yang baik memberikan fase gerak yang mempunyai kekuatan bergerak sedang. Secara umum dikatakan bahwa fase diam yang polar akan mengikat senyawa polar dengan kuat sehingga bahan yang kurang sifat kepolarannya akan bergerak lebih cepat dibandingkan bahan-bahan polar (Gritter, et al., 1991).


(27)

2.7 Radikal Bebas

Radikal bebas merupakan salah satu bentuk senyawa yang mempunyai elektron tidak berpasangan (Winarsi, 2007). Adanya elektron tidak berpasangan menyebabkan senyawa tersebut sangat reaktif mencari pasangan. Radikal bebas ini akan merebut elektron dari molekul lain yang ada di sekitarnya untuk menstabilkan diri. Radikal bebas erat kaitannya dengan kerusakan sel, kerusakan jaringan, dan proses penuaan (Fessenden dan Fessenden, 1986). Radikal bebas juga dapat mengubah suatu molekul menjadi suatu radikal (Winarsi, 2007).

Radikal bebas akan menyerang biomakromolekul penting dalam tubuh seperti komponen penyusun sel, yaitu protein, asam nukleat, lipid dan polisakarida. Target utama radikal bebas adalah protein, asam lemak tak jenuh dan lipoprotein serta DNA termasuk polisakaridanya. Asam lemak tak jenuh adalah yang paling rentan. Radikal bebas akan merusak lemak tak jenuh ganda pada membran sel sehingga dinding sel menjadi rapuh, merusak pembuluh darah dan menimbulkan aterosklerosis. Radikal bebas juga merusak basa DNA sehingga mengacaukan sistem informasi genetika dan membentuk sel kanker. Jaringan lipid juga akan dirusak oleh senyawa radikal bebas sehingga terbentuk peroksida dan menimbulkan penyakit degeneratif (Winarsi, 2007).

Serangan radikal bebas terhadap molekul sekelilingnya dapat menyebabkan reaksi berantai dan kemudian menghasilkan senyawa radikal baru. Hal ini akan menimbulkan kerusakan sel atau jaringan, penyakit degeneratif hingga kanker. Berbagai gangguan akibat kerja radikal bebas adalah gangguan fungsi sel, kerusakan struktur sel, molekul yang tidak teridentifikasi oleh sistem imun bahkan mutasi. Semua gangguan tersebut memicu timbulnya berbagai macam penyakit (Winarsi, 2007).

Secara umum, tahapan reaksi pembentukan reaksi radikal bebas melalui 3 tahapan reaksi yaitu inisiasi, propagasi dan terminasi. Tahap inisiasi merupakan awal pembentukan radikal bebas, tahap propagasi merupakan pemanjangan rantai dan tahap terminasi merupakan bereaksinya senyawa radikal dengan radikal lain atau dengan penangkap


(28)

radikal sehingga potensi propagasinya rendah. Reaktivitas radikal bebas dapat dihambat dengan cara (Winarsi, 2007):

a. Mencegah (prevention) atau menghambat (inhibition) pembentukan radikal bebas baru.

b. Menginaktivasi (inactivation) atau menangkap radikal bebas (free radical scavenger) dan memotong propagasi (pemutusan rantai).

c. Memperbaiki (repaire) kerusakan yang diakibatkan oleh radikal bebas.

2.8 Antioksidan

Antioksidan merupakan substansi penting yang mampu melindungi tubuh dari serangan radikal bebas dan meredamnya. Konsumsi antioksidan dalam jumlah memadai mampu menurunkan resiko terkena penyakit degeneratif seperti kardiovaskuler, kanker, aterosklerosis, osteoporosis dan lain-lain. Konsumsi makanan yang mengandung antioksidan dapat meningkatkan status imunologi dan menghambat timbulnya penyakit degeneratif akibat penuaan. Kecukupan antioksidan secara optimal dibutuhkan oleh semua kelompok umur (Winarsi, 2007).

Antioksidan merupakan substansi nutrisi maupun non-nutrisi yang terkandung dalam bahan pangan, yang mampu mencegah atau memperlambat terjadinya kerusakan oksidatif dalam tubuh. Antioksidan merupakan senyawa pemberi elektron (elektron donor) atau reduktan/reduktor. Antioksidan mampu menghambat reaksi oksidasi dengan cara mengikat radikal bebas dan molekul yang sangat reaktif sehingga kerusakan sel dapat dicegah. Senyawa ini mempunyai berat molekul kecil tapi mampu menginaktivasi reaksi oksidasi dengan mencegah terbentuknya radikal (Winarsi, 2007).

Tubuh manusia mempunyai sistem antioksidan yang diproduksi secara continue untuk menangkal atau meredam radikal bebas, seperti enzim superoksida dismutase (SOD), katalase dan glutation peroksidase. Bila jumlah senyawa radikal bebas melebihi jumlah antioksidan alami


(29)

dalam tubuh maka radikal bebas akan menyerang komponen lipid, protein dan DNA. Sehingga tubuh kita membutuhkan asupan antioksidan yang mampu melindungi tubuh dari serangan radikal bebas tersebut (Winarsi, 2007).

Antioksidan penting untuk kesehatan dan kecantikan serta mempertahankan mutu produk pangan. Di bidang kesehatan dan kecantikan, antioksidan berfungsi untuk mencegah penyakit kanker dan tumor, penyempitan pembuluh darah, penuaan dini, dan lain-lain (Tamat, et al. 2007). Antioksidan juga mampu menghambat reaksi oksidasi dengan cara mengikat radikal bebas dan molekul yang sangat reaktif sehingga kerusakan sel dapat dicegah. Reaksi oksidasi dengan radikal bebas sering terjadi pada molekul protein, asam nukleat, lipid dan polisakarida (Winarsi, 2007).

Konsumsi antioksidan dalam jumlah memadai mampu menurunkan resiko terkena penyakit degeneratif seperti kardiovaskuler, kanker, aterosklerosis, osteoporosis, dan lain-lain. Konsumsi makanan yang mengandung antioksidan dapat meningkatkan status imunologi dan menghambat timbulnya penyakit degeneratif akibat penuaan. Kecukupan antioksidan secara optimal dibutuhkan oleh semua kelompok umur (Winarsi, 2007).

Antioksidan dapat berupa enzim (misalnya superoksida dismutase atau SOD, katalase dan glutation peroksidase), vitamin (misalnya vitamin E, C, A dan beta-karoten), dan senyawa non enzim (misalnya flavanoid, albumin, bilirubin, seruloplasmin dan lain-lain) (Winarsi, 2007). Menurut Winarsi (2007) antioksidan berdasarkan fungsinya dibedakan menjadi tiga macam yaitu :

a. Antioksidan primer

Berfungsi untuk mencegah terbentuknya radikal bebas baru. yang ada dalam tubuh yang sangat terkenal adalah enzim superoksida dismutase (SOD) yang dapat melindungi hancurnya sel-sel dalam tubuh akibat serangan radikal bebas.


(30)

b. Antioksidan sekunder

Berfungsi untuk menangkal radikal bebas serta mencegah terjadinya reaksi berantai sehingga tidak terjadi kerusakan yang lebih besar, misalnya vitamin E, vitamin C, Cod Liver Oil, Virgin Coconut Oil dan betakaroten.

c. Antioksidan tersier

Berfungsi untuk memperbaiki sel-sel dan jaringan yang rusak karena serangan radikal bebas, yang termasuk dalam kelompok ini adalah jenis enzim, misalnya metionin sulfoksida reduktase yang dapat memperbaiki DNA pada penderita kanker.

2.9 Uji Aktivitas Antioksidan dengan Metode DPPH

Metode DPPH (2,2-difenil-1-pikrilhidrazil) digunakan secara luas untuk menguji kemampuan senyawa yang berperan sebagai pendonor elektron atau atom hidrogen. Metode DPPH merupakan metode yang dapat mengukur aktivitas total antioksidan baik dalam pelarut polar maupun nonpolar. Beberapa metode lain terbatas mengukur komponen yang larut dalam pelarut yang digunakan dalam analisa. Metode DPPH mengukur semua komponen antioksidan, baik yang larut dalam lemak maupun dalam air (Prakash, 2001).

DPPH DPPH-H

(2,2-difenil-1-pikrilhidrazil) (2,2-difenil-1-pikrilhidrazin) Gambar 2.2

Reduksi DPPH dari senyawa peredam radikal bebas (Praksah, et al., 2001)


(31)

Metode DPPH (2,2-diefnil-1-pikrilhidrazil) merupakan metode yang sederhana, mudah, cepat peka, serta hanya memerlukan sedikit sampel. DPPH adalah senyawa radikal bebas stabil kelompok nitrit oksida. Senyawa ini mempunyai ciri-ciri padatan berwarna ungu kehitaman, larut dalam pelarut DMF atau etanol/metanol 394,3 g/mol, rumus molekul C18H12N5O6 (Prakash, 2001).

Radikal bebas DPPH yang memiliki elektron tidak berpasangan memberikan warna ungu dan menghasilkan absorbansi maksimum pada panjang gelombang 517 nm. Warna akan berubah menjadi kuning saat elektronnya berpasangan. Pengurangan intensitas warna yang terjadi berhubungan dengan jumlah elektron DPPH yang menangkap atom hidrogen. Sehingga pengurangan intensitas warna mengindikasikan peningkatan kemampuan antioksidan untuk menangkap radikal bebas (Prakash, 2001).

Aktivitas antioksidan dapat dinyatakan dengan satuan % aktivitas. Nilai ini diperoleh dengan rumus sebagai berikut (Molyneux, 2004).

% Inhibisi =

x 100% Berdasarkan rumus tersebut, semakin tinggi tingkat diskolorisasi (absorbansi semakin kecil) maka semakin tinggi nilai aktivitas penangkapan radikal bebas (Molyneux, 2004).

Aktivitas antioksidan pada metode DPPH dinyatakan dengan IC50 (Inhibition Concentration). IC50 adalah bilangan yang menunjukkan konsentrasi ekstrak yang mampu menghambat aktivitas DPPH sebesar 50%. Semakin kecil nilai IC50 berarti semakin tinggi aktivitas antioksidan (Blois, 1958).

AAI (Antioxidant Activity Index) adalah nilai yang menunjukkan besarnya aktivitas antioksidan yang dimiliki suatu ekstrak atau bahan uji. Nilai AAI dapat ditentukan dengan cara menghitung konsentrasi DPPH yang digunakan dalam uji (ppm) dibagi dengan nilai IC50 yang diperoleh (ppm). Penggolongan nilai AAI ini dilakukan oleh Scherer dan Godoy (2009). Nilai AAI <0,5 menandakan antioksidan lemah, AAI >0,5-1 menandakan antioksidan sedang, AAI >1-2 menandakan


(32)

antioksidan kuat, dan AAI >2 menandakan antioksidan yang sangat kuat (Vasic, et al., 2011).

2.10 Spektrofotometer UV-Vis

Spektrum UV-Vis merupakan hasil interaksi antara radiasi elektromagnetik (REM) dengan molekul. Radiasi elektromagnetik merupakan bentuk energi radiasi yang mempunyai sifat gelombang dan partikel (foton). Karena bersifat sebagai gelombang, maka ada parameter-parameter yang perlu diketahui, antara lain panjang gelombang (λ), frekuensi (υ), bilangan gelombang (v), dan serapan (A). REM memiliki vektor listrik dan magnet yang bergetar dalam bidang yang tegak lurus satu sama lain dan masing-masing tegak lurus pada arah perambatan radiasi (Harmita, 2006).

Spektrofotometer dapat digunakan untuk mengukur besarnya energi yang diabsorpsi atau diteruskan. Jika radiasi monokromatik melewati larutan yang mengandung zat yang dapat menyerap, maka radiasi ini akan dipantulkan, diabsorpsi oleh zatnya, dan sisanya akan ditransmisikan. Lambert dan Beer telah menurunkan secara empiris hubungan antara intensitas cahaya yang ditransmisikan dengan tebalnya larutan dan hubungan antara intensitas dengan konsentrasi zat.

Hukum Lambert-Beer (Harmita, 2006): Keterangan : A = serapan

Io = intensitas sinar yang dating It = intensitas sinar yang diteruskan

= absorbtivitas molekuler (mol.cm.It-1) a = daya serap (g.cm. It-1)


(33)

BAB 3

METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Tempat dan Waktu

Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Penelitian I dan Laboratorium Farmakognosi dan Fitokimia Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan UIN Jakarta, Ciputat. Penelitian ini dilakukan pada bulan April 2015 sampai dengan Desember 2015.

3.2 Alat dan Bahan 3.2.1 Alat

Blender (Philips), vacuum rotary evaporator (Eyela), pipet volum (Iwaki Pyrex), mikropipet (Metler Toledo), batang pengaduk, gelas beker (Pyrex), corong pisah (Iwaki), cawan penguap, kapas, timbangan digital (GH-202), timbangan kasar (Wiggen Haser), vortex (Thermolyne), pipa kapiler, chamber, tabung reaksi, spatula, gelas ukur (Pyrex), labu ukur (Pyrex), Erlenmeyer, penangas air, lampu ultraviolet (Parkin Elmer), dan spektrofotometer UV-Vis (Hitachi U-2900).

3.2.3 Bahan

Daun rambutan (Nephelium lappaceum Linn) yang diambil dari taman Fakultas kedokteran dan Ilmu Kesehatan, UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, Etanol 70%, n-Heksana, etil asetat, aluminium foil, kertas saring, plat KLT, asam klorida, reagen Mayer, reagen Dragendorff, asam sulfat pekat, asam asetat anhidrat, NaOH, asam sulfat, asam klorida, ammonia 30%, eter, FeCl3, natrium klorida, metanol p.a (Merck), DPPH (2,2-diefnil-1-pikrilhidrazil) (Sigma Aldrich), kloroform, asam askorbat (Prolabo), dan aquadest.


(34)

3.3 Prosedur Penelitian 3.3.1 Pengambilan Bahan

Daun rambutan diambil dari taman Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta. Selanjutnya daun dideterminasi di Lembaga Ilmu Penelitian Indonesia (LIPI) Cibinong, Bogor.

3.3.2 Penyiapan Simplisia

Sampel daun rambutan (Nephelium lappaceum Linn) yang diperoleh disortasi basah kemudian ditimbang. Sampel daun rambutan selanjutnya dicuci bersih dengan air mengalir lalu dikeringkan pada suhu ruangan dengan cara dikering-anginkan. Sampel daun rambutan yang telah kering disortasi kering dan ditimbang kemudian dihaluskan menggunakan blender hingga diperoleh serbuk daun rambutan (Nephelium lappaceum Linn). Serbuk daun rambutan kemudian disimpan dalam wadah yang bersih untuk dilakukan langkah selanjutnya.

3.3.3 Pembuatan Ekstrak Etanol

Serbuk simplisia daun rambutan (Nephelium lappaceum Linn) dimaserasi dengan etanol 70% selama 2 sampai 3 hari dengan beberapa kali pengadukan kemudian disaring. Maserasi dilakukan sampai filtrat terakhir mendekati jernih. Filtrat yang terkumpul kemudian dipekatkan dengan vacuum rotary evaporator pada suhu 45-500C hingga diperoleh ekstrak kental etanol.

Rendemen ekstrak =

x 100%

3.3.4 Penapisan Fitokimia a. Identifikasi alkaloid

Sebanyak satu gram serbuk simplisia dibasakan dalam 5 mL ammonia 30%. Dikocok kuat kemudian ditambahkan 20 mL kloroform dan dikocok kembali dengan kuat (larutan A). Setengah larutan A tersebut diekstraksi dengan 10 mL asam klorida (1:10) sehingga


(35)

diperoleh larutan B. Larutan B dibagi dalam dua tabung reaksi, ditambahkan masing masing pereaksi Dragendorff dan Mayer. Bila terbentuk endapan merah bata dengan pereaksi Dragendorff dan endapan putih dengan pereaksi Mayer menunjukkan adanya senyawa alkaloid (Farnsworth, 1996).

b. Identifikasi Flavonoid

Sebanyak 0,5 gram ekstrak dilarutkan dengan 2 mL etanol 70% dan ditambahkan 3 tetes larutan NaOH. Terjadinya perubahan intensitas warna pada penambahan asam sulfat mengindikasikan adanya senyawa flavonoid (Tiwari, et al., 2011).

c. Identifikasi Saponin

Sebanyak 0,5 gram ekstrak kental ditambahkan 2 mL aquadest, kemudian dikocok selama 10 detik. Hasil positif ditunjukkan dengan terbentuknya buih yang stabil selama tidak kurang dari 10 menit (Tiwari, et al., 2011).

d. Identifikasi Triterpenoid dan Steroid

Sebanyak satu gram ekstrak kental dimasukkan dengan 20 mL eter selama dua jam (dalam wadah tertutup rapat). Disaring dan diambil filtratnya. Kemudain 5 mL dari filtrat diuapkan dalam cawan penguap hingga diperoleh residu atau sisa. Ke dalam residu ditambahakan 2 tetes asam asetat anhidrat dan 2 tetes asam sulfat pekat. Terbentuknya warna hijau atau merah menunjukkan adanya senyawa golongan steroid dan triterpenoid (Farnsworth, 1996). e. Tanin

Sebanyak 0,5 gram ekstrak kental diekstraksi dengan etanol. Diuapkan sampai kering diatas penangas air. Selah kering dilarutkan dengan 20 mL air panas dan didinginkan. Ditambahkan 10 tetes natrium klorida 10% dan disaring. Larutan yang diperoleh merupakan larutan percobaan. Pada larutan percoban ditambahkan 3 tetes FeCl3 1%. Bila terjadi perubahan warna biru hitam atau hijau coklat menunjukkan adanya senyawa golongan tanin (Farnsworth, 1996).


(36)

3.3.5 Pemisahan secara Partisi Ekstrak Etanol Total (E1) Daun Rambutan (Nephelium lappaceum Linn) dengan Pelarut n-Heksana, Etil Asetat dan Etanol

Sebanyak 10 gram ekstrak etanol total (E1) daun rambutan (Nephelium lappaceum Linn) dilarutkan dengan 100 mL etanol kemudian dimasukkan ke dalam corong pisah. Ke dalam corong tersebut kemudian dimasukann pelarut n-Heksana sebanyak 100 mL untuk dilakukan proses pemisahan secara partisi. Corong pisah tersebut kemudian dikocok dengan kuat sehingga tercampur dan didiamkan hingga memisah menjadi dua fraksi, yaitu fraksi etanol dan fraksi n-Heksana. Fraksi n-Heksana kemudian dikeluarkan dari corong

pisah sedangkan fraksi etanol dipartisi kembali dengan pelarut n-Heksana. Partisi dengan pelarut n-Heksana dilakukan berulang kali

hingga fraksi n-Heksana mendekati berwarna bening. Fraksi etanol selanjutnya dipartisi kembali menggunakan pelarut etil asetat sebanyak 100 mL lalu dikocok dengan kuat sehingga tercampur dan didiamkan hingga memisah menjadi dua fraksi, yaitu fraksi etanol dan fraksi etil asetat. Fraksi etil asetat kemudian dikeluarkan dari corong pisah sedangkan fraksi etanol dipartisi kembali dengan etil asetat. Partisi dengan pelarut etil asetat dilakukan berulang kali hingga fraksi etil asetat mendekati berwarna bening. Dari proses partisi ini didapatkan tiga fraksi yaitu fraksi n-Heksana, fraksi etil asetat dan fraksi air. Ketiga fraksi ini masing-masing diuapkan dengan vacuum rotary evaporator sampai didapatkan ekstrak kental fraksi n-Heksana (NH), fraksi etil asetat (EA) dan fraksi etanol (E2). Masing-masing ekstrak kental yang diperoleh diuji aktivitas antioksidannya dengan metode DPPH (2,2-difenil-1-pikrihidrazil).


(37)

3.3.6 Pengujian Antioksidan secara Kualitatif dengan Metode KromatografiLapis Tipis (KLT)

Ekstrak daun rambutan [ekstrak etanol total (E1), ekstrak fraksi n-Heksana (NH), ekstrak fraksi etil asetat (EA), dan ekstrak fraksi etanol (E2)] masing-masing ditimbang 50 mg dilarutkan dengan etanol 50 mL (1000 ppm). Silika gel pada lempeng aluminium digunakan sebagai fase diam. Setelah itu chamber yang berisi eluen dijenuhkan (Ghasal dan Mandal, 2012).

Ekstrak daun rambutan (Nephelium lappaceum Linn) ditotolkan pada plat KLT menggunakan pipa kapiler. Proses elusi dilakukan dengan cara plat KLT dimasukkan ke dalam chamber yang berisi eluen dan telah dijenuhkan. Eluen dibiarkan terelusi hingga mencapai batas plat yang telah ditandai sebelumnya. Setelah selesai, plat KLT dikeluarkan dari chamber, plat KLT kemudian dikeringkan dan disemprot dengan larutan DPPH 0,1 mM (Ghasal dan Mandal, 2012). Bercak pada plat KLT yang memiliki aktivitas antioksidan akan berubah menjadi warna kuning dengan latar belakang ungu (Kuntorini dan Astuti, 2010).

3.3.7 Pengujian Antioksidan secara Kuantitatif dengan Metode DPPH 3.3.7.1Pembuatan Larutan DPPH 0,1 mM

Sebanyak 1,98 mg DPPH (BM 394,32) dilarutkan dengan metanol p.a dan dimasukkan kedalam labu ukur 50 mL. Volume dicukupkan dengan metanol p.a hingga tanda batas, kemudian ditempatkan dalam botol gelap (Molyneux, 2004)

3.3.7.2Penentuan Panjang Gelombang Serapan Maksimum DPPH

Sebanyak 2 mL larutan DPPH 0,1 mM dimasukkan ke dalam tabung reaksi lalu ditambahkan metanol p.a sebanyak 2 mL, tutup dengan aluminium foil, dihomogenkan dengan vortex lalu dituang ke dalam kuvet dan diukur pada panjang gelombang 400-700 nm menggunakan spektrofotometer UV-Vis (Musfiroh dan Syarief, 2009).


(38)

3.3.7.3Pembuatan Larutan Blanko

Dipipet 2 mL larutan DPPH (0,1 mM) ke dalam tabung reaksi dan ditambahkan metanol p.a sebanyak 2 mL. Tutup dengan aluminium foil. Kemudian dihomogenkan dengan vortex dan diinkubasi dalam ruangan gelap selama 30 menit (Molyneux, 2004). Serapan larutan blanko diukur dengan spektrofometer UV-Vis pada panjang gelombang maksimum.

3.3.7.4Pembuatan Larutan Pembanding Vitamin C a. Pembuatan larutan pembanding vitamin C

Sebanyak 50 mg serbuk vitamin C dilarutkan dengan metanol p.a dan dimasukkan ke dalam labu ukur 50 mL sehingga diperoleh larutan induk vitamin C dengan konsentrasi 1000 ppm. Kemudian dari larutan induk dibuat seri konsentrasi 2 ppm, 4 ppm, 6 ppm, 8 ppm, dan 10 ppm.

b. Pengukuran serapan dengan menggunakan spekrofotometer UV-Vis Masing-masing konsentrasi larutan pembanding vitamin C sebanyak 2 mL dimasukkan kedalam tabung reaksi. Ditambahkan larutan DPPH 0,1 mM sebanyak 2 mL, dihomogenkan dengan vortex. Selanjutnya diinkubasi dalam ruangan gelap selama 30 menit (Molyneux, 2004). Serapan diukur pada panjang gelombang maksimum.

3.3.7.5 Pembuatan Larutan Uji Ekstrak Daun Rambutan a. Pembuatan larutan uji ekstrak daun rambutan

Ekstrak etanol daun rambutan etanol total (E1), ekstrak fraksi n-Heksana (NH), ekstrak fraksi etil asetat (EA), dan ekstrak fraksi etanol (E2) masing-masing ditimbang 50 mg, kemudian dilarutkan dengan metanol p.a. Larutan dimasukkan ke dalam labu ukur 50 mL. Volume dicukupkan dengan metanol p.a sampai tanda batas (1000 ppm). Dari larutan induk dibuat seri konsentrasi 10 ppm, 20 ppm, 30 ppm, 40 ppm, dan 50 ppm.


(39)

b. Pengukuran serapan dengan menggunakan spekrofotometer UV-Vis

Masing-masing konsentrasi larutan uji sebanyak 2 mL dimasukkan ke dalam tabung reaksi. Ditambahkan larutan DPPH 0,1 mM sebanyak 2 mL, dihomogenkan dengan vortex. Selanjutnya diinkubasi dalam ruangan gelap selama 30 menit (Molyneux, 2004). Lalu diukur absorbansinya pada panjang gelombang maksimum (λ maks) DPPH 0,1 mM.

3.3.8 Analisis Data

a. Penentuan Nilai IC50 (Inhibitory Concentration)

Parameter yang biasa digunakan untuk menginterpretasikan hasil dari uji aktivitas antioksidan dengan metode DPPH adalah dengan nilai efficient concentration (EC50) atau sering disebut nilai IC50, yaitu konsentrasi yang menyebabkan hilangnya 50% aktivitas DPPH (Molyneux, 2004). Untuk menghitung nilai IC50 diperlukan data persen inhibisi dari pengujian yang dilakukan. Persen inhibisi dapat dihitung dengan menggunakan rumus sebagai berikut:

% inhibisi =

x 100% (Ghosal dan Mandal, 2012)

Konsentrasi sampel dan persen inhibisi yang diperoleh diplot masing-masing pada sumbu x dan y pada persamaan regresi linear. Persamaan tersebut digunakan untuk menentukan nilai IC50 dari masing-masing sampel dinyatakan dengan nilai y sebesar 50 dan nilai x yang akan diperoleh sebagai IC50 (Nurjanah, et al., 2011).

b. Penentuan nilai AAI (Antioxidant Activity Index)

Nilai AAI dapat ditentukan dengan cara konsentrasi DPPH yang digunakan dalam uji (ppm) dibagi dengan nilai IC50 yang diperoleh (ppm). Nilai AAI yang <0,5 menandakan


(40)

aktivitas antioksidan lemah, AAI >0,5-1 menandakan aktivitas antioksidan sedang, AAI >1-2 menandakan aktivitas antioksidan kuat, dan AAI >2 menandakan aktivitas antioksidan sangat kuat (Faustino, et al., 2010).


(41)

BAB 4

HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Determinasi Tanaman

Determinasi tanaman terlebih dahulu dilakukan untuk mengetahui identitas tanaman yang digunakan. Determinasi tanaman ini dilakukan di Herbarium Bogoriense, Pusat Penelitian Biologi LIPI (Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia) Cibinong, Bogor. Hasil determinasi menunjukkan bahwa sampel yang digunakan merupakan Nephelium lappaceum Linn dari famili Sapindaceae (lampiran 2).

4.2 Penyiapan Sampel

Sampel yang digunakan pada penelitian ini adalah daun rambutan (Nephelium lappaceum Linn) yang diambil dari taman Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta. Daun yang diambil merupakan daun muda dan daun tua. Pengambilan daun dilakukan pada bulan Januari 2015.

Sebanyak 2 kg daun rambutan yang telah di sortasi basah dicuci dengan air bersih. Sortasi basah dilakukan untuk memisahkan pengotor dan bagian tanaman yang tidak digunakan dalam penelitian dan terbawa pada saat proses pengambilan daun rambutan. Pencucian daun rambutan menggunkan air mengalir untuk membersihkan kotoran yang menempel pada daun. Daun yang telah dicuci kemudian dikeringkan selama 6 hari sehingga didapatkan sampel kering daun rambutan (Nephelium lappaceum Linn) dengan bobot 618 gram. Pengeringan dilakukan dengan cara dikering-anginkan pada suhu ruangan. Pengeringan dilakukan untuk menghentikan reaksi enzimatik yang dapat menyebabkan penguraian atau perubahan kandungan kimia yang terdapat pada daun. Selain itu, pengeringan dilakukan di tempat yang terlindung dari cahaya matahari langsung. Hal ini dilakukan untuk menghindari kemungkinan terjadinya kerusakan pada kandungan kimia daun akibat pemanasan. Daun yang telah kering selanjutnya disortasi kering untuk dipisahkan dari


(42)

pengotor-pengotor yang masih terbawa pada saat proses pengeringan. Daun yang telah disortasi kering kemudian dihaluskan dengan blender hingga diperoleh serbuk simplisia kering dengan bobot 600 gram.

4.3 Ekstraksi

Proses ekstraksi daun rambutan dilakukan dengan metode maserasi. Maserasi langsung dilakukan dengan mengekstraksi langsung simplisia daun rambutan dengan etanol 70%. Maserasi dipilih karena proses pengerjaan yang mudah dan peralatan yang cukup sederhana. Pada maserasi ini, digunakan simplisia sebanyak 600 gram. Proses maserasi dilakukan selama 2 sampai 3 hari. Prosedur diulangi hingga 15 kali proses maserasi. Total pelarut etanol yang digunakan sebanyak 12 L yang sebelumnya telah didestilasi terlebih dahulu. Filtrat hasil maserasi disaring dengan kapas dan kertas saring yang kemudian dipekatkan dengan vacuum rotary evaporator pada suhu 45-500C hingga diperoleh ekstrak kental sebanyak 110 gram dengan rendemen 18,33%.

Tabel 4.1 Hasil ekstraksi daun rambutan Bobot

Serbuk

Bobot

Ekstrak Rendemen

Karakteristik Bentuk Warna Bau

600 gram 110 gram 18.33% Kental Coklat Khas

Prinsip maserasi adalah pelarut yang digunakan dalam proses maserasi akan masuk ke dalam sel tanaman melewati dinding sel, isi sel akan larut karena adanya perbedaan konsentrasi antara larutan didalam dengan di luar sel melalui proses difusi hingga terjadi keseimbangan antara larutan di dalam sel dan larutan di luar sel (Ansel, 1989). Maserasi merupakan metode ekstraksi dingin yang banyak digunakan dan paling sederhana diantara metode lain, yaitu hanya dengan merendam sampel dalam pelarut yang sesuai. Sampel dibuat dalam serbuk dengan tujuan memperluas permukaan bidang sentuh antara etanol dan serbuk simplisia, dengan demikian penyarian dapat lebih efektif. Pada saat maserasi, konsentrasi lingkungan luar sel lebih tinggi daripada konsentrasi dalam


(43)

sel, sehingga isi sel termasuk zat aktifnya akan keluar dan terlarut dalam pelarut (Anonim, 1993 dalam Yulianty, 2011).

4.4 Penapisan Fitokimia Ekstrak Etanol Total (E1) Daun Rambutan Penapisan fitokimia dilakukan untuk mengidentifikasi kandungan metabolit sekunder yang tersari di dalam ekstrak etanol daun rambutan sehingga dapat diketahui metabolit sekunder yang berpotensi memiliki aktivitas antioksidan. Hasil penapisan fitokimia yang dilakukan dapat dilihat pada tabel berikut ini.

Tabel 4.2 Hasil penapisan fitokimia ekstrak etanol total (E1) daun rambutan (Nephelium lappaceum Linn)

Pengujian Ekstrak Ekstrak Etanol

Alkaloid -

Flavonoid +

Saponin +

Triterpenoid dan Steroid -

Tanin +

Hasil penapisan fitokimia yang dilakukan pada ekstrak etanol daun rambutan (Nephelium lappaceum Linn) menunjukkan adanya kandungan senyawa metabolit sekunder diantaranya flavonoid, saponin, dan tanin. (Lampiran 3).


(44)

4.5 Pemisahan secara Partisi Ekstrak Etanol Total (E1) Daun Rambutan Tabel 4.3 Hasil partisi ekstrak etanol total (E1) daun rambutan

(Nephelium lappaceum Linn) Bobot Ekstrak Etanol Total (E1) Fraksi Ekstrak Bobot Ekstrak (gram) Rendemen Ekstrak (%) Karakteristik Ekstrak Bentuk Warna Bau

10 gram

n-Heksana 1,306 13,06 Kental dan berminyak

Hijau

kecoklatan Khas Etil Asetat 1,101 11,01 Kental Hijau

kecoklatan Khas

Etanol 1,692 16,92 Kental Coklat Khas

Sebanyak 10 gram ekstrak etanol total (E1) yang diperoleh dipisahkan secara partisi menggunakan corong pisah. Proses pemisahan

secara partisi ekstrak etanol total (E1) ini menggunkaan pelarut n-Heksana, etil asetat dan etanol. Metode partisi dimaksudkan untuk

memisahkan campuran komponen kimia yang terdapat dalam ekstrak dengan menggunakan dua pelarut yang tidak saling bercampur. Komponen kimia yang ada pada ekstrak tumbuhan akan larut ke dalam pelarut yang sesuai dengan tingkat kepolaran yang dimiliki oleh senyawa tersebut (Hostettmann, 2007).

Satu hal yang penting dalam proses memisahkan senyawa dengan menggunakan metode partisi ini adalah langkah dalam pemilihan pelarutnya. Dimana pelarut yang dipilih merupakan campuran dua pelarut yang tidak saling bercampur (Hostettmann, 2007). Pelarut yang digunakan dalam proses partisi ini yaitu etanol sebagai pelarut polar, n-heksan sebagai pelarut semipolar dan etil asetat sebagai pelarut nonpolar. Adapun campuran pelarut yang digunakan dalam proses partisi ini yaitu (etanol:n-Heksana) dan (etanol:etil asetat). Jumlah pelarut etanol yang digunakan pada proses partisi ini yaitu etanol 100 mL, n-Heksana 800 mL dan etil asetat 600 mL.


(45)

4.4 Uji Aktivitas Antioksidan secara Kualitatif

Tabel 4.4 Hasil uji aktivitas antioksidan secara kualitatif Eluen n-Heksana : Etil Asetat (3:7)

Sinar Biasa Sinar UV366 Sinar UV254 Sebelum disemprot DPPH

Sinar Biasa Sinar UV366 Sinar UV254 Setelah disemprot DPPH

Pengujian kualitatif antioksidan ekstrak daun rambutan dilakukan dengan metode kromatografi lapis tipis (KLT). Uji antiksidan secara kualitatif ini dilakukan untuk mengetahui ada atau tidaknya aktivitas antioksidan dari ekstrak daun rambutan (Nephelium lappaceum Linn). Ekstrak daun rambutan [Ekstrak etanol total (E1), fraksi n-Heksana (NH), fraksi etil asetat (EA), dan fraksi etanol (E2) dengan konsentrasi 1000 ppm ditotolkan pada plat KLT kemudian dielusi dengan eluen n-Heksana:etil asetat (3:7) dan disemprot dengan larutan DPPH kemudian diiamkan selama 30 menit. Berdasarkan hasil uji antioksidan secara kualitatif dapat diketahui bahwa ekstrak ekstrak etanol (E1), fraksi n-Heksana (NH), ekstrak fraksi etil asetat (EA), dan ekstrak fraksi etanol (E2) memiliki aktivitas antioksidan karena pada keempat ekstrak ini terlihat bercak berwarna kuning dengan latar belakang ungu.

E1 NH EA E2

E1 NH EA E2

E1 NH EA E2

E1 NH EA E2

E1 NH EA E2


(46)

4.7 Uji Aktivitas Antioksidan secara Kuantitatif

Uji aktivitas antioksidan ekstrak daun rambutan (Nephelium lappaceum Linn) dilakukan dengan menggunakan metode penangkapan radikal bebas DPPH (2,2-difenil-1-pikrilhidrazil). Metode DPPH dipilih karena merupakan metode sederhana, mudah, cepat dan peka serta hanya memerlukan sedikit sampel untuk mengevaluasi aktivitas antioksidan dari senyawa bahan alam (Molyneux, 2004).

Prinsip pengukuran aktivitas antioksidan secara kuantitatif menggunakan metode DPPH ini adalah adanya perubahan intensitas warna ungu DPPH yang sebanding dengan konsentrasi larutan DPPH tersebut. Radikal bebas DPPH yang memiliki elektron tidak berpasangan akan memberikan warna ungu. Warna akan berubah menjadi kuning saat elektronnya berpasangan. Perubahan intensitas warna ungu ini terjadi karena adanya peredaman radikal bebas yang dihasilkan oleh bereaksinya molekul DPPH dengan atom hidrogen yang dilepaskan oleh molekul senyawa sampel sehingga terbentuk senyawa difenil pikrilhidrazin dan menyebabkan terjadinya peluruhan warna DPPH dari ungu menjadi

kuning. Perubahan warna ini akan memberikan perubahan absorbansi pada panjang gelombang maksimum DPPH menggunakan spektrofotometer UV-Vis sehingga akan diketahui nilai aktivitas peredaman radikal bebas yang dinyatakan dengan nilai IC50 (Inhibitory Concentration) (Molyneux, 2004).

Nilai IC50 didefinisikan sebagai besarnya konsentrasi senyawa uji yang dapat meredam radikal bebas sebanyak 50%. Semakin kecil nilai IC50 maka aktivitas peredaman radikal bebas semakin tinggi (Molyneux, 2004). AAI (Antioxidant Activity Index) adalah nilai yang menunjukkan besarnya aktivitas antioksidan yang dimiliki suatu ekstrak atau bahan uji. Nilai AAI (Antioxidant Activity Index) ditentukan untuk menggolongkan sifat antioksidan ekstrak sebagaimana yang dilakukan oleh Scherer dan Godoy (2009). Nilai AAI diperoleh dengan membandingkan konsentrasi DPPH yang digunakan dalam uji dengan nilai IC50 yang diperoleh.


(47)

Pengujian aktivitas antioksidan secara kuantitatif ekstrak ekstrak etanol total (E1), ekstrak fraksi n-Heksana (NH), ekstrak fraksi etil asetat (EA), ekstrak fraksi etanol (E2), beserta kontrol positif vitamin C dilakukan dengan berbagai seri konsentrasi menggunakan metode DPPH yang selanjutnya absorbansinya diukur menggunakan spektrofotometer UV-Vis.

Pengukuran absorbansi ekstrak dengan DPPH menggunakan spektrofotometer UV-Vis sebelumnya dilakukan penentuan panjang gelombang maksimum DPPH. Panjang gelombang maksimum DPPH yang digunakan berada pada panjang gelombang 516 nm (Lampiran 9). Panjang gelombang maksimum ini memberikan serapan paling maksimal dari larutan uji dan memberikan kepekaan paling besar. Selanjutnya, besarnya aktivitas antioksidan dari ekstrak dan kontrol positif yang digunakan diukur pada panjang gelombang maksimum.

Pengukuran absorbansi sampel uji maupun kontrol postif dilakukan dengan 3 kali pengulangan (triplo). Dari hasil pengulangan triplo diambil nilai rata-rata absorbansinya. Hasil uji aktivitas antioksidan yang diperoleh dapat dilihat pada tabel berikut:

Tabel 4.5 Hasil uji aktivitas antioksidan ekstrak etanol total (E1) daun rambutan (Nephelium lappaceum Linn)

Konsentrasi (ppm) Absorbansi Rata rata Standar Deviasi Aktivitas Peredaman (%) IC50

(ppm) AAI

10 0.2660 0.0015 36.0576

184.285 2.1488 (AAI>2.0 atau sangat kuat)

20 0.1966 0.0015 52.7404

30 0.1306 0.0015 68.6058

40 0.0696 0.0015 83.2692

50 0.0260 0.0010 93.75


(48)

Tabel 4.6 Hasil uji aktivitas antioksidan ekstrak fraksi n-Heksana (NH) daun rambutan (Nephelium lappaceum Linn)

Konsentrasi (ppm) Absorbansi Rata rata Standar Deviasi Aktivitas Peredaman (%) IC50

(ppm) AAI

10 0.4150 0 0.883

282.712 0.1401 (AAI< 0.5 atau lemah)

20 0.4093 0.0068 2.315

30 0.4010 0.0035 4.2959

40 0.3930 0.0035 6.2052

50 0.3856 0.0029 7.9717

Blanko 0.4190

Tabel 4.7 . Hasil uji aktivitas antioksidan ekstrak fraksi etil asetat (EA) daun rambutan (Nephelium lappaceum Linn)

Konsentrasi (ppm) Absorbansi Rata rata Standar Deviasi Aktivitas Peredaman (%) IC50

(ppm) AAI

10 0.3634 0.0020 15.8796

466.539 0.8488 (0.5 <AAI< 0.1 atau sedang)

20 0.3253 0.0015 24.6991

30 0.2956 0.0015 31.5741

40 0.2423 0.0023 43.912

50 0.1980 0 54.1666

Blanko 0.4320

Tabel 4.8 Hasil uji aktivitas antioksidan ekstrak fraksi etanol (E2) daun rambutan (Nephelium lappaceum Linn)

Konsentrasi (ppm) Absorbansi Rata-rata Standar Deviasi Aktivitas Peredaman (%) IC50

(ppm) AAI

10 0.3146 0.0006 23.0776

25.1148 1.5767 (1.0<A A1<2.0 atau kuat)

20 0.2383 0.0015 41.5215

30 0.1636 0.0015 60

40 0.0933 0.0015 77.1883

50 0.0440 0.0010 89.2420


(49)

Tabel 4.9 Hasil Uji Aktivitas Antioksidan Vitamin C Konsentrasi (ppm) Absorbansi Rata-rata Standar Deviasi Aktivitas Peredaman (%) IC50

(ppm) AAI

2 0.2896 0.0025 33.8813

37.224 10.6383 (AAI>2.0 atau sangat kuat)

4 0.2023 0.0071 53.8128

6 0.1353 0.0045 69.1096

8 0.0550 0.0043 87.4429

10 0.0053 0.0006 98.7899

Blanko 0.4380

Pengujian aktivitas antioksidan yang dilakukan terhadap ekstrak etanol total (E1) diperoleh nilai IC50 18,4285 ppm dengan nilai AAI 2,1488. Ekstrak fraksi n-heksan (NH) memiliki nilai IC50 282,7122 ppm dengan nilai AAI 0,1401. Ekstrak fraksi etil asetat (EA) memiliki nilai IC50 46,6539 ppm dengan nilai AAI 0,8488. Ekstrak fraksi etanol (E2) memiliki nilai IC50 25.1148 ppm dengan nilai AAI 1,5767. Vitamin C sebagai kontrol positif memiliki nilai IC50 3,7224 ppm dengan nilai AAI 10,6383.

Nilai AAI (Antioxidant Activity Index) menggambarkan aktivitas antioksidan. Nilai AAI yang kurang dari 0,5 menandakan antioksidan lemah, nilai AAI diantara 0,5 sampai 1 menandakan antioksidan sedang, nilai AAI diantara 1 sampai 2 menandakan antioksidan kuat, dan nilai AAI lebih dari 2 menandakan antioksidan yang sangat kuat (Vasic et al., 2012). Berdasarkan penggolongan tersebut, ekstrak etanol total (E1)

memiliki aktivitas antioksidan yang sangat kuat, ekstrak fraksi n-Heksana (NH) memiliki aktivitas antioksidan yang lemah, ekstrak fraksi

etil asetat (EA) memiliki aktivitas antioksidan yang sedang, dan ekstrak fraksi etanol (E2) memiliki aktivitas antioksidan yang kuat. Sedangkan vitamin C sebagai kontrol positif memiliki aktivitas antioksidan yang sangat kuat.

Vitamin C merupakan antikosidan yang bekerja sebagai oxygen scavengers, yaitu mengikat oksigen sehingga tidak mendukung reaksi oksidasi. Dalam hal ini, vitamin C akan mengadakan reaksi dengan


(50)

oksigen yang berada dalam sistem sehingga jumlah oksigen akan berkurang. Selain vitamin C, senyawa yang bekerja sebagai oxygen scavengers diantaranya askorbil palminat, asam eritorbat, dan

sulfit (Gordon, 1990).

Peningkatan konsentrasi senyawa mempengaruhi aktivitas antioksidannya. Kurva hubungan konsentrasi ekstrak terhadap persen inhibisi sebagai persen penghambatan radikal bebas DPPH dari ekstrak etanol total (E1), ekstrak fraksi n-Heksana (NH), ekstrak fraksi etil asetat (EA), ekstrak fraksi etanol (E2), dan kontrol positif vitamin C dapat dilihat pada gambar berikut:

Gambar 4.1. Kurva hubungan konsentrasi dan % inhibisi ekstrak etanol total (E1) daun rambutan (Nephelium lappaceum Linn)

Gambar 4.2. Kurva hubungan konsentrasi dan % inhibisi ekstrak fraksi n-Heksana (NH) daun rambutan (Nephelium lappaceum Linn)

y = 1.4591x + 23.111 R² = 0.9933

0 50 100 150

0 5 10 15

%

Inh

ibi

si

Konsentrasi (ppm) Hubungan Konsentrasi dan % Inhibisi Ekstrak Etanol Total (E1)

y = 0.1807x - 1.0861 R² = 0.9976

0 50 100 150

0 5 10 15

%

Inh

ibi

si

Konsentrasi (ppm) Hubungan Konsentrasi dan %


(51)

Gambar 4.1. Kurva hubungan konsentrasi dan % inhibisi ekstrak fraksi etil asetat (EA) daun rambutan (Nephelium lappaceum Linn)

Gambar 4.1. Kurva hubungan konsentrasi dan % inhibisi

ekstrak fraksi etanol (E2) daun rambutan (Nephelium lappaceum Linn)

Gambar 4.5. Kurva hubungan konsentrasi dan % inhibisi vitamin C y = 0.9579x + 5.3102

R² = 0.9912

0 50 100 150

0 5 10 15

%

Inh

ibi

si

Konsentrasi (ppm) Hubungan Konsentrasi dan %

Inhibisi Fraksi Etil Asetat

y = 1.68x + 7.8072 R² = 0.994

0 50 100 150

0 5 10 15

%

Inh

ibi

si

Konsentrasi (ppm) Hubungan Konsentrasi dan %

Inhibisi Fraksi Etanol (E1)

y = 8.2724x + 18.373 R² = 0.9913

0 50 100 150

0 5 10 15

%

Inh

ibi

si

Konsentrasi (ppm) Hubungan Konsentrasi dan %


(52)

Kurva di atas diperoleh dengan menggunakan regresi linier pada aplikasi pengolah data microsoft excel 2010. Koefisien y pada persamaan linier bernilai 50 merupakan koefisien IC50, sedangkan koefisien x pada persamaan linier ini merupakan konsentrasi ekstrak yang akan dicari nilainya, dimana x yang diperoleh merupakan besarnya konsentrasi yang diperlukan untuk dapat meredam 50% aktivitas radikal DPPH. Nilai R2 menggambarkan linieritas konsentrasi terhadap % inhibisi. Nilai R2yang mendekati +1 (bernilai positif) menandakan bahwa dengan semakin meningkatnya konsentrasi ekstrak, semakin meningkat pula aktivitas antioksidannya. Hal ini berkaitan dengan jumlah senyawa metabolit sekunder yang terlarut di dalam ekstrak dan memiliki aktivitas antioksidan.

Perbedaan nilai IC50 dan AAI antara senyawa pembanding vitamin C dengan ekstrak daun rambutan (Nephelium lappaceum Linn) dapat diakibatkan oleh kemampuan masing-masing senyawa dalam memberikan elektron kepada DPPH, semakin banyak elektron yang diberikan kepada DPPH akan mengakibatkan penurunan nilai absorbansinya yang berarti meningkatnya persen inihibsi dan menurunnya nilai IC50 (Syukur, et al., 2011).

Ekstrak etanol total daun rambutan (E1) yaitu ekstrak yang diperoleh dari hasil maserasi langsung dengan pelarut etanol 70%, memiliki nilai IC50 yang lebih rendah dibandingkan dengan ekstrak fraksi

n-Heksana (NH), etil asetat (EA) dan etanol (E2), yaitu ekstrak yang diperoleh dari proses pemisahan secara partisi ekstrak etanol total (E1). Hal ini diduga karena adanya pengaruh dari senyawa-senyawa yang terkandung dalam ekstrak etanol total (E1). Senyawa-senyawa yang terkandung dalam ekstrak etanol 70% merupakan akumulasi dari senyawa polar, semipolar dan nonpolar. Ketika ekstrak dipisahkan secara partisi, maka pengaruh dari senyawa-senyawanya akan berkurang karena komponen-komponen yang terdapat pada ekstrak telah dipisahkan, yaitu komponen kimia yang bersifat nonpolar akan tersari dalam pelarut


(53)

n-Heksana, komponen kimia semipolar akan tersari dalam pelarut etil asetat dan komponen polar akan tersari dalam pelarut etanol.

Aktivitas antioksidan dari ekstrak etanol (E1) yang tergolong sangat kuat berhubungan dengan kandungan metabolit sekunder yang dikandungnya. Flavonoid merupakan antioksidan eksogen yang mengandung gugus fenolik dan telah dibuktikan bermanfaat dalam mencegah kerusakan sel akibat stress oksidatif. Mekanisme kerja dari flavonoid sebagai antioksidan dapat secara langsung maupun secara tidak langsung. Flavonoid sebagai antioksidan secara langsung adalah dengan mendonorkan ion hidrogen sehingga dapat menstabilkan radikal bebas yang reaktif (Arora, et al.,1998) dan bertindak sebagai scavenger/penangkal radikal bebas secara langsung (Arora, et al., 1998). Flavonoid sebagai antioksidan secara tidak langsung bekerja di dalam tubuh dengan meningkatkan ekspresi gen antioksidan endogen melalui beberapa mekanisme seperti peningkatan ekspresi gen antioksidan melalui aktivasi nuclear factor eryhtrid 2 related factor 2 (Nrf2) sehingga terjadi peningkatan gen yang berperan dalam sintesis enzim antioksidan endogen seperti SOD (superoxide dismutase) (Sumardika, Jawi, 2012).


(54)

BAB 5

KESIMPULAN DAN SARAN 5.1 Kesimpulan

Berdasarkan hasil yang diperoleh pada penelitian ini, dapat disimpulkan beberapa hal sebagai berikut :

Berdasarkan hasil yang diperoleh pada penelitian ini, dapat disimpulkan beberapa hal sebagai berikut :

1. Ekstrak daun rambutan (Nephelium lappaceum Linn) memiliki aktivitas antioksidan. Ekstrak etanol total (E1) memiliki aktivitas antioksidan sangat kuat (AAI = 2,1449), ekstrak fraksi n-heksan (NH) memiliki aktivitas antioksidan yang lemah (AAI = 0,1415), ekstrak fraksi etil asetat (EA) memiliki aktivitas antioksidan sedang (AAI = 0,8483), ekstrak fraksi etanol (E2) memiliki aktivitas antioksidan kuat (AAI = 1,5789) sedangkan vitamin C sebagai pembanding memiliki aktivitas antioksidan yang sangat kuat (AAI = 10,6383).

2. Ekstrak daun rambutan (Nephelium lappaceum Linn) yang memiliki aktivitas antioksidan paling kuat yaitu ekstrak etanol total (E1) sedangkan yang memiliki aktivitas antioksidan lemah yaitu ekstrak fraksi n-Heksana (NH).

5.2 Saran

Disarankan supaya penelitian ini dilanjutkan untuk mengisolasi senyawa bioaktif dari fraksi yang memiliki aktivitas sebagai antioksidan paling kuat.


(55)

DAFTAR PUSTAKA

Andarwulan, N., H. Wijaya, dan D.T. Cahyono. 1996. Aktivitas Antioksidan dari Daun Sirih (Piper betle L ). Teknologi dan Industri Pangan VII.

Anonim. 2000. Parameter Standar Umum Ekstrak Tumbuhan Obat. Jakarta: Departeman Kesehatan RI.

Ansel, H.C. 1989. Pengantar Bentuk Sediaan Farmasi. Edisi keempat. Jakarta: UI Press.

Arora, A., M.G. Nair, and G.M. Strasburg. 1998. Structure-Activity Relationshipsfor Antioxidant Activities of A Series of Flavonoids In A Liposomal System. Free Radic. Biol.& Med. 24(9): 1355-1363.

Asiah, Siti . 2008. Efektivitas Ekstrak Etanol Daun Rambutan (Nephelium Lappaceum Linn) Terhadap Kematian Larva Nyamuk Aedes

aegypti Instar III. Skripsi thesis, Universitas Muhammadiyah Surakarta. Blois, M.S. 1958. Antioxidant Determinations by The Use of A Stable Free

Radical. Journal nature. 181 (4617) : 1199-1200.

Boer, Y. 2000.Uji Aktivitas Antioksidan Ekstrak Kulit Buah Kandis (Garcinia parvifolia Miq),Jurnal Matematika dan IPA 1, (1) hal 26-33.

Dalimarta, S. 2003. Atlas Tumbuhan Obat Indonesia. Jilid 3. Jakarta.

Ditjem POM. 2000. Parameter Standar Umum Ekstrak Tumbuhan Obat. Jakarta: Departemen Kesehatan RI.

Droge, Wulf. 2002. Free Radicals in The Physiological Control of Cell function. PhysiolRev.82,47-95.

Faustino, Helio, Nuno Gil, Cecília Baptista and Ana Paula Duarte. 2010. Antioxidant Activity of Lignin Phenolic Compounds Extracted from Kraft and Sulphite Black Liquors. Molecules ISSN 1420-3049 ,9308-9322. Fessenden, R. J. dan J. S. Fessenden. 1986. Kimia Organik. Jakarta: Erlangga. Farnworth, N. R. 1966. Biological and Phytochemical Screening of Plants.

Journal of Pharmaceutical Sciences.

Gandjar, Rohman. 2007. Kimia Farmasi Analisis. Yogyakarta: Pustaka Pelajar Ghosal, M. Mandal;, P. 2012. Phytochemical Screening and Antioxcidant


(1)

Lampiran 14. Perhitungan IC50

1. Perhitungan IC50 ekstrak etanol (E1)

Sebelumnya konsentrasi (x) dan % inhibisi (y) dari ekstrak etanol (E1) dibuat persamaan regresi linearnya menggunakan aplikasi pengolah data microsoft excel 2007 hingga diperoleh persamaan y = 1.4591x + 23.111. Dari persamaan inilah dihitung nilai IC50 nya.

Y = 1.4591x + 23.111 50 = 1.4591x + 23.111 X =

X = 18.4285 ppm

2. Perhitungan IC50 ekstrak fraksi n-Heksana (NH)

Sebelumnya konsentrasi (x) dan % inhibisi (y) dari ekstrak fraksi n-Heksana (NH) dibuat persamaan regresi linearnya menggunakan aplikasi pengolah data microsoft excel 2007 hingga diperoleh persamaan y = 0.1807x - 1.0861. Dari persamaan inilah dihitung nilai IC50 nya.

Y = 0.1807x - 1.0861 50 = 0.1807x - 1.0861 X =

X = 282.7122 ppm

3. Perhitungan IC50 ekstrak fraksi etil asetat (EA)

Sebelumnya konsentrasi (x) dan % inhibisi (y) dari ekstrak fraksi etil asetat (EA) dibuat persamaan regresi linearnya menggunakan aplikasi pengolah data microsoft excel 2007 hingga diperoleh persamaan y = 0.9579x + 5.3102. Dari persamaan inilah dihitung nilai IC50 nya.

Y = 0.9579x + 5.3102 50 = 0.9579x + 5.3102


(2)

4. Perhitungan IC50 ekstrak fraksi etanol (E2)

Sebelumnya konsentrasi (x) dan % inhibisi (y) dari ekstrak fraksi etanol (E2) dibuat persamaan regresi linearnya menggunakan aplikasi pengolah data microsoft excel 2007 hingga diperoleh persamaan y = 1.68x + 7.8072. Dari persamaan inilah dihitung nilai IC50 nya.

Y = 1.68x + 7.8072 50 = 1.68x + 7.8072 X =

X = 25.1148 ppm

5. Perhitungan IC50 vitamin C

Sebelumnya konsentrasi (x) dan % inhibisi (y) dari vitamin C dibuat persamaan regresi linearnya menggunakan aplikasi pengolah data microsoft excel 2007 hingga diperoleh persamaan y = 8.2724x + 18.373. Dari persamaan inilah dihitung nilai IC50 nya.

Y = 8.2724x + 18.373 50 = 8.2724x + 18.373 X =

X = 3.4109 ppm


(3)

Lampiran 15. Perhitungan Nilai AAI (Antioxidant Activity Index) 1. Perhitungan nilai AAI dari ekstrak etanol (E1)

Konsentrasi DPPH yang digunakan adalah 1.98 mg/50 ml = 39.6 ppm serta nilai IC50 ekstrak etanol (E1) yang diperoleh sebesar 18.4285 ppm.

AAI =

AAI = AAI = 2.1488

Jadi nilai AAI dari ekstrak etanol adalah 2,1488 dan tergolong sangat kuat.

2. Perhitungan nilai AAI dari ekstrak fraksi n-Heksana (NH)

Konsentrasi DPPH yang digunakan adalah 1.98 mg/50 ml = 39.6 ppm serta nilai IC50 ekstrak fraksi n-heksan (NH) yang diperoleh sebesar 282.7122 ppm.

AAI =

AAI = AAI = 0.1401

Jadi nilai AAI dari ekstrak fraksi n-Heksana (NH) adalah 0.1401 dan tergolong lemah.

3. Perhitungan nilai AAI dari ekstrak fraksi etil asetat (EA)

Konsentrasi DPPH yang digunakan adalah 1.98 mg/50 ml = 39.6 ppm serta nilai IC50 ekstrak fraksi etil asetat (EA) yang diperoleh sebesar 46,6539 ppm.

AAI =

AAI = AAI = 0.8488


(4)

4. Perhitungan nilai AAI dari ekstrak fraksi etanol (E2)

Konsentrasi DPPH yang digunakan adalah 1.98 mg/50 ml = 39.6 ppm serta nilai IC50 ekstrak fraksi etanol (E2) yang diperoleh sebesar 46.6774 ppm.

AAI =

AAI = AAI = 1.5767

Jadi nilai AAI dari ekstrak fraksi etanol (E2) adalah 1.5767 dan tergolong kuat.

5. Perhitungan nilai AAI dari vitamin C

Konsentrasi DPPH yang digunakan adalah 1.98 mg/50 ml = 39.6 ppm serta nilai IC50 vitamin C yang diperoleh sebesar 3.4109 ppm.

AAI =

AAI = AAI = 11.6098

Jadi nilai AAI dari ekstrak fraksi etanol (E2) adalah 11.6098 dan tergolong sangat kuat.


(5)

Lampiran 16. Data Absorbansi Uji Aktivitas Antioksidan

- Data absorbansi antioksidan ekstrak etanol total (E1)

Konsentrasi (ppm)

Absorbansi pada Pengulangan ke- Absorbansi Rata-rata

% Inhibisi

1 2 3

10 0.265 0.264 0.267 0.2660 36.0576

20 0.198 0.197 0.195 0.1966 52.7404

30 0.129 0.131 0.132 0.1306 68.6058

40 0.071 0.070 0.068 0.0696 83.2692

50 0.026 0.027 0.025 0.0260 93.7500

- Data absorbansi antioksidan ekstrak fraksi n-Heksana (NH)

Konsentrasi (ppm)

Absorbansi pada Pengulangan ke- Absorbansi Rata-rata

% Inhibisi

1 2 3

10 0.415 0.415 0.415 0.4150 0.8830

20 0.404 0.407 0.417 0.4093 2.3150

30 0.399 0.405 0.399 0.4010 4.2959

40 0.391 0.391 0.397 0.3930 6.2052

50 0.384 0.388 0.385 0.3856 7.9717

- Data absorbansi antioksidan ekstrak etil asetat (EA)

Konsentrasi (ppm)

Absorbansi pada Pengulangan ke- Absorbansi Rata-rata

% Inhibisi

1 2 3

10 0.366 0.364 0.362 0.3634 15.8796

20 0.325 0.327 0.324 0.3253 24.6991

30 0.297 0.294 0.296 0.2956 31.5741

40 0.241 0.245 0.241 0.2423 43.9120


(6)

- Data absorbansi antioksidan ekstrak fraksi etanol (E2)

Konsentrasi (ppm)

Absorbansi pada Pengulangan ke- Absorbansi Rata-rata

% Inhibisi

1 2 3

10 0.315 0.314 0.315 0.3146 23.0776

20 0.237 0.238 0.240 0.2383 41.5215

30 0.164 0.162 0.165 0.1636 60

40 0.095 0.093 0.092 0.0933 77.1883

50 0.044 0.045 0.043 0.0440 89.2420

- Data absorbansi antioksidan vitamin C

Konsentrasi (ppm)

Absorbansi pada Pengulangan ke- Absorbansi Rata-rata

% Inhibisi

1 2 3

2 0.292 0.287 0.290 0.2896 33.8813

4 0.210 0.201 0.196 0.2023 53.8128

6 0.140 0.135 0.131 0.1353 69.1096

8 0.060 0.053 0.052 0.0550 87.4429


Dokumen yang terkait

AKTIVITAS ANTIOKSIDAN DARI EKSTRAK KULIT BUAH KIWI (Actinidia deliciosa) DENGAN METODE 1,1-DIFENIL-2-PIKRILHIDRAZIL (DPPH)

4 28 24

Potensi antioksidan filtrat dan biomassa hasil fermentasi kapang endofit colletotrichum spp. dari tanaman kina (cinchona calisaya wedd.)

2 23 82

Uji Aktivitas Antioksidan Ekstrak Herba Kemangi (Ocimum americanum Linn) dengan Metode DPPH (2,2- Difenil-1-Pikrilhidrazil).

11 52 78

Isolasi dan Skrining Fitokimia Bakteri Endofit Dari Daun Rambutan (Nephelium lappaceum L.) Yang Berpotensi Sebagai Antibakteri

18 134 81

Uji Aktivitas Antioksidan Ekstrak Daun Rambutan (Nephelium Lappaceum Linn) Dengan Metode Dpph (2,2-Difenil-1-Pikrilhidrazil)

6 22 83

PENENTUAN AKTIVITAS ANTIOKSIDAN ASAM LINOLEAT TERKONJUGASI HASIL SITESIS DARI RISINOLEATMINYAK JARAK DENGAN METODE DPPH (2,2-DIFENIL-1-PIKRILHIDRAZIL).

2 6 18

AKTIVITAS PENANGKAP RADIKAL 2,2-DIFENIL-1-PIKRILHIDRAZIL (DPPH) OLEH KURKUMIN DAN TURUNAN 4-FENILKURKUMIN AKTIVITAS PENANGKAP RADIKAL 2,2-DIFENIL-1-PIKRILHIDRAZIL (DPPH) OLEH KURKUMIN DAN TURUNAN 4-FENILKURKUMIN.

0 2 9

UJI AKTIVITAS ANTIOKSIDAN EKSTRAK ETANOL DAN EKSTRAK AIR BUAH PALA (Myristica Fragan Houtt) DENGAN METODE DPPH (1,1-difenil-2-pikrilhidrazil).

0 11 89

UJI AKTIVITAS ANTIOKSIDAN EKSTRAK DAUN CEPLIKAN (Ruellia tuberosa L.) DENGAN METODE DPPH (2,2-diphenyl-1-picrylhydrazyl).

0 1 2

UJI AKTIVITAS ANTIOKSIDAN EKSTRAK ETANOL DAUN DEWA (Gynura procumbens) DENGAN METODE DPPH (1,1-difenil-2-pikrilhidrazil) - Repository Universitas Ahmad Dahlan

0 0 8