Analisis Komparasi Nilai Tambah Dalam Berbagai Produk Olahan Kedelai Pada Industri Rumah Tangga di Kota Medan

(1)

ANALISIS KOMPARASI NILAI TAMBAH DALAM BERBAGAI PRODUK OLAHAN KEDELAI PADA INDUSTRI

RUMAH TANGGA DI KOTA MEDAN

SKRIPSI

OLEH : SITRI SORGA

090304017 AGRIBISNIS

PROGRAM STUDI AGRIBISNIS FAKULTAS PERTANIAN UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN 2013


(2)

ANALISIS KOMPARASI NILAI TAMBAH DALAM BERBAGAI PRODUK OLAHAN KEDELAI PADA INDUSTRI

RUMAH TANGGA DI KOTA MEDAN

SKRIPSI

OLEH: SITRI SORGA

090304017 AGRIBISNIS

Skripsi Sebagai Salah Satu Syarat untuk Dapat Memperoleh Gelar Sarjana di Program Studi Agribisnis, Fakultas Pertanian,

Universitas Sumatera Utara, Medan

Disetujui Oleh: Komisi Pembimbing

Ketua Anggota

(HM. Mozart B. Darus, M.Sc)

NIP : 196210051987031005 NIP : 197008272008122001 (Sri Fajar Ayu, SP.MM, DBA)

PROGRAM STUDI AGRIBISNIS FAKULTAS PERTANIAN UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN 2013


(3)

ABSTRAK

SITRI SORGA (090304017) dengan judul skripsi Analisis Komparasi Nilai Tambah Dalam Berbagai Produk Olahan Kedelai Pada Industri

Rumah Tangga di Kota Medan yang dibimbing oleh Bapak

HM. Mozart B. Darus, M.Sc dan Ibu Sri Fajar Ayu, SP. MM, DBA.

Penelitian ini bertujuan untuk (1) mengetahui proses pengolahan kedelai menjadi tahu, pengolahan kedelai menjadi tempe, dan pengolahan kedelai menjadi susu kedelai di daerah penelitian, (2) untuk menganalisis besarnya nilai tambah yang diperoleh dari pengolahan kedelai menjadi tahu, pengolahan kedelai menjadi tempe, dan pengolahan kedelai menjadi susu kedelai di daerah penelitian, dan (3) untuk membandingkan nilai tambah yang diperoleh dari pengolahan kedelai menjadi tahu, pengolahan kedelai menjadi tempe, dan pengolahan kedelai menjadi susu kedelai di daerah penelitian.

Hasil penelitian diperoleh (1) proses pengolahan kedelai menjadi tahu, pengolahan kedelai menjadi tempe, dan pengolahan kedelai menjadi susu kedelai di daerah penelitian masih tergolong sederhana, (2) nilai tambah yang dihasilkan dari pengolahan kedelai menjadi tahu, pengolahan kedelai menjadi tempe, dan pengolahan kedelai menjadi susu kedelai adalah tinggi, dan (3) nilai tambah pada usaha pengolahan kedelai menjadi susu kedelai, lebih tinggi dari usaha pengolahan kedelai menjadi tahu dan pengolahan kedelai menjadi tempe.


(4)

RIWAYAT HIDUP

Penulis yang memiliki nama lengkap Sitri Sorga lahir pada tanggal 06 November 1991 di Kampung baru – Kabupaten Lima Puluh Kota, Sumatera Barat. Penulis merupakan anak keenam dari tujuh bersaudara dari pasangan Ayahanda Syamsir dan Ibunda Erminas.

Pendidikan formal yang pernah ditempuh penulis adalah:

1. Tahun 2003 lulus dari Sekolah Dasar Negeri 08 Kampung Baru.

2. Tahun 2006 lulus dari Sekolah Menengah Pertama Negeri 1 Kecamatan Bukik Barisan.

3. Tahun 2009 lulus dari Sekolah Menengah Atas Negeri 1 Kecamatan Guguak. 4. Tahun 2009 diterima di Program Studi Agribisnis, Fakultas Pertanian,

Universitas Sumatera Utara, Medan Melalui Jalur PMP. 5. Bulan Juni 2013 melakukan Penelitian skripsi di Kota Medan.

6. Bulan Juli – Agustus 2013 melaksanakan Praktek Kerja Lapangan (PKL) di Desa Paya Pinang Kecamatan Tebing Syahbandar Kabupaten Serdang Bedagai Provinsi Sumatera Utara.


(5)

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis ucapkan kehadirat Allah SWT yang telah memberikan nikmat dan karunia-Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini dengan baik sebagai salah satu syarat untuk dapat memperoleh gelar sarjana di Program Studi Agribisnis Fakultas Pertanian Universitas Sumatera Utara, Medan. Adapun judul skripsi ini adalah “Analisis Komparasi Nilai Tambah Dalam Berbagai Produk Olahan Kedelai Pada Industri Rumah Tangga di Kota Medan”. Pada kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih kepada orang tua tercinta ayahanda Syamsir dan Ibunda Erminas yang telah memberikan dukungan baik moril maupun materil. Penulis juga mengucapkan terima kasih kepada:

1. Bapak HM. Mozart B. Darus, M.Sc selaku Ketua Komisi Pembimbing dan Ibu Sri Fajar Ayu, SP. MM, DBA selaku Anggota Komisi Pembimbing yang telah membimbing dan memberikan masukan, sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini dengan baik dan benar.

2. Ibu Dr. Ir. Salmiah, M.Si selaku Ketua Program Studi Agribisnis dan Bapak Dr. Ir. Satia Negara Lubis, MEc selaku Sekretaris Program Studi Agribisnis Fakultas Pertanian Universitas Sumatera Utara.

3. Seluruh dosen Program Studi Agribisnis Fakultas Pertanian Universitas Sumatera Utara yang telah membekali ilmu pengetahuan kepada penulis selama masa perkuliahan.

4. Seluruh staff pegawai Program Studi Agribisnis yang telah membantu dalam proses administrasi.


(6)

5. Abang tersayang (Wizirlon,S.HI, Ilham, Dosi Wahyudi, Deki Saputra, dan Dezi Wandra, S.Kom) serta adik tersayang Ashabul Yamin yang telah memberikan dukungan baik doa, kasih sayang, dan semangat kepada penulis. 6. Penulis juga sangat berterima kasih kepada Susilo Sudarman yang selalu

memberikan kritikan yang bersifat membangun terhadap skripsi ini serta yang paling utama adalah Dia selalu menjadi penyemangat bagi penulis.

7. Seluruh instansi dan pengusaha tahu, tempe, dan susu kedelai yang terkait dengan penelitian penulis.

8. Sahabat penulis (Winda Ayu Wulandari, Aminah Nur ML, Mahda Sari Putri, Lailatun Najmi Dalimunthe, Imelda KS Pasaribu, dan Naila Husna Tagore) yang telah memberikan dukungan dan motivasi kepada penulis, serta rekan-rekan stambuk 2009 yang tidak dapat penulis sebutkan satu persatu.

Penulis menyadari skripsi ini masih jauh dari sempurna, sehingga penulis mengharapkan kritik dan saran yang membangun dari semua pihak demi kesempurnaan skripsi ini.

Akhir kata penulis mengucapkan terima kasih.

Medan, Oktober 2013


(7)

DAFTAR ISI

ABSTRAK i

RIWAYAT HIDUP ii

KATA PENGANTAR iii

DAFTAR ISI v

DAFTAR TABEL vii

DAFTAR GAMBAR viii

DAFTAR LAMPIRAN ix

PENDAHULUAN 1

Latar Belakang 1

Identifikasi Masalah 5

Tujuan Penelitian 5

Kegunaan Penelitian 6

TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI, KERANGKA

PEMIKIRAN, DAN HIPOTESIS PENELITIAN 7

Tinjauan Pustaka 7

Kacang Kedelai 7

Pengolahan Komoditas Pertanian 9

Agroindustri 10

Tahu 12

Tempe 12

Susu Kedelai 13

Landasan Teori 14

Nilai Tambah 14

Biaya dan Pendapatan 16

Kerangka Pemikiran 18

Hipotesis Penelitian 19

METODE PENELITIAN 21

Metode Penentuan Daerah Penelitian 21

Metode Pengambilan Sampel 22

Metode Pengumpulan Data 23

Metode Analisis Data 23

Defenisi dan Batasan Operasional 26

Defenisi 26


(8)

DESKRIPSI DAERAH PENELITIAN DAN

KARAKTERISTIK RESPONDEN 28

Deskripsi Daerah Penelitian 28

Letak Geografis dan Lingkup Wilayah Penelitian 28

Kepadatan Penduduk 29

Penduduk Menurut Kelompok Umur 30

Penduduk Menurut Tingkat Pendidikan 31

Sarana dan Prasarana 31

Pertumbuhan Ekonomi 34

Karakteristik Responden 35

HASIL DAN PEMBAHASAN 38

Sistem Produksi Usaha Pengolahan Kedelai 38 Penggunaan Bahan Baku dan Bahan Penunjang 38

Penggunaan Modal Investasi 39

Penggunaan Tenaga Kerja 41

Proses Pembuatan Tahu, Tempe, dan Susu Kedelai 41

Proses Pembuatan Tahu 41

Proses Pembuatan Tempe 45

Proses Pembuatan Susu Kedelai 50

Nilai Tambah Pengolahan Kedelai Menjadi Tahu 53

Input, Output, dan Harga 54

Penerimaan dan Keuntungan 55

Balas Jasa Pemilik Faktor Produksi 56 Nilai Tambah Pengolahan Kedelai Menjadi Tempe 56

Input, Output, dan Harga 57

Penerimaan dan Keuntungan 58

Balas Jasa Pemilik Faktor Produksi 59 Nilai Tambah Pengolahan Kedelai Menjadi Susu Kedelai 59

Input, Output, dan Harga 60

Penerimaan dan Keuntungan 61

Balas Jasa Pemilik Faktor Produksi 62 Komparasi Nilai Tambah Pengolahan Kedelai Menjadi Tahu,

Pengolahan Kedelai Menjadi Tempe, dan Pengolahan Kedelai

Menjadi Susu Kedelai 63

KESIMPULAN DAN SARAN 66

Kesimpulan 66

Saran 66

DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN


(9)

DAFTAR TABEL

Tabel Judul Hal

1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24

Tingkat Konsumsi Pangan (Kacang-Kacangan) di Kota Medan Tahun 2012

Kandungan Protein dari setiap 100 gram bahan makanan

Kandungan Gizi Tempe, Tahu, dan Susu Kedelai per 100 gram bahan

Sebaran Usaha Pengolahan Kedelai Menjadi Tahu dan Tempe Pada Industri Rumah Tangga di Kota Medan Tahun 2013

Sebaran Usaha Pengolahan Kedelai Menjadi Susu Kedelai Pada Industri Rumah Tangga di Kota Medan Tahun 2013

Kerangka Perhitungan Nilai Tambah Metode Hayami

Luas Wilayah, Penduduk, dan Kepadatan Penduduk Kota Medan pada Tahun 2011

Penduduk Menurut Kelompok Umur pada Tahun 2011 Penduduk Menurut Tingkat Pendidikan

Sarana dan Prasarana

PDRB Kecamatan Menurut Laju Pertumbuhan Ekonomi dan Sektor Ekonomi Industri Pengolahan di Kota Medan Atas Dasar Harga Berlaku Tahun 2009

Karakteristik Responden Pengolah Tahu Karakteristik Responden Pengolah Tempe Karakteristik Responden Pengolah Susu Kedelai

Rata-Rata Kebutuhan Modal Investasi dalam Pengolahan Kedelai Menjadi Tahu di Daerah Penelitian Tahun 2013

Rata-Rata Kebutuhan Modal Investasi dalam Pengolahan Kedelai Menjadi Tempe di Daerah Penelitian Tahun 2013

Rata-Rata Kebutuhan Modal Investasi dalam Pengolahan Kedelai Menjadi Susu Kedelai di Daerah Penelitian Tahun 2013 Nilai Tambah Pengolahan Kedelai Menjadi Tahu

Input Lain yang Digunakan Dalam Pengolahan Kedelai Menjadi Tahu

Nilai Tambah Pengolahan Kedelai Menjadi Tempe

Input Lain yang Digunakan Dalam Pengolahan Kedelai Menjadi Tempe

Nilai Tambah Pengolahan Kedelai Menjadi Susu Kedelai

Input Lain yang Digunakan Dalam Pengolahan Kedelai Menjadi Susu Kedelai

Komparasi Nilai Tambah Pada Pengolahan Kedelai Menjadi Tahu, Tempe, dan Susu Kedelai di Daerah Penelitian

2 8 9 21 22 24 29 30 31 32 34 35 36 36 39 40 40 54 55 57 58 60 61 63


(10)

DAFTAR GAMBAR

Gambar Judul Hal

1 2 3 4 5 6 7

Skema Kerangka Pemikiran

Kerangka Proses Pembuatan Tahu di Daerah Penelitian Dokumentasi Proses Pembuatan Tahu

Kerangka Proses Pembuatan Tempe di Daerah Penelitian Dokumentasi Proses Pembuatan Tempe

Kerangka Proses Pembuatan Susu Kedelai di Daerah Penelitian

Dokumentasi Proses Pembuatan Susu Kedelai

19 41 44 45 49 50 52


(11)

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran Judul

1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 26 27 28 29 30 31 32 33 34 35 36 37 38 39

Karakteristik Pengusaha Tahu Karakteristik Pengusaha Tempe Karakteristik Pengusaha Susu Kedelai Biaya Bahan Baku Pengolahan Tahu Biaya Bahan Baku Pengolahan Tempe Biaya Bahan Baku Pengolahan Susu Kedelai Penggunaan Peralatan Pengolahan Tahu

Penggunaan Peralatan Pengolahan Tahu (Lanjutan) Penggunaan Peralatan Pengolahan Tahu (Lanjutan) Penggunaan Peralatan Pengolahan Tahu (Lanjutan) Penggunaan Peralatan Pengolahan Tahu (Lanjutan) Penggunaan Peralatan Pengolahan Tahu (Lanjutan) Penggunaan Peralatan Pengolahan Tahu (Lanjutan) Penggunaan Peralatan Pengolahan Tahu (Lanjutan) Penggunaan Peralatan Pengolahan Tahu (Lanjutan) Penggunaan Peralatan Pengolahan Tempe

Penggunaan Peralatan Pengolahan Tempe (Lanjutan) Penggunaan Peralatan Pengolahan Tempe (Lanjutan) Penggunaan Peralatan Pengolahan Tempe (Lanjutan) Penggunaan Peralatan Pengolahan Tempe (Lanjutan) Penggunaan Peralatan Pengolahan Tempe (Lanjutan) Penggunaan Peralatan Pengolahan Tempe (Lanjutan) Penggunaan Peralatan Pengolahan Tempe (Lanjutan) Penggunaan Peralatan Pengolahan Susu Kedelai

Penggunaan Peralatan Pengolahan Susu Kedelai (Lanjutan) Penggunaan Peralatan Pengolahan Susu Kedelai (Lanjutan) Penggunaan Peralatan Pengolahan Susu Kedelai (Lanjutan) Penggunaan Peralatan Pengolahan Susu Kedelai (Lanjutan) Penggunaan Peralatan Pengolahan Susu Kedelai (Lanjutan) Penggunaan Peralatan Pengolahan Susu Kedelai (Lanjutan) Biaya Penggunaan Kayu Bakar pada Pengolahan Tahu Biaya Penggunaan Obat Tahu pada Pengolahan Tahu Biaya Penggunaan Solar pada Pengolahan Tahu

Biaya Penggunaan Bahan Bakar Gas pada Pengolahan Tempe Biaya Penggunaan Solar Pada Pengolahan Tempe

Biaya Penggunaan Ragi Pada Pengolahan Tempe Biaya Penggunaan Daun Pada Pengolahan Tempe Biaya Penggunaan Plastik Pada Pengolahan Tempe


(12)

40 41 42 43 44 45 46 47 48 49 50 51 52 53 54 55 56 57 58 59

Biaya Penggunaan Input Penunjang Lainnya (Minyak Lampu, Lilin) Pada Pengolahan Tempe

Biaya Penggunaan Bahan Bakar Gas pada Pengolahan Susu Kedelai Biaya Penggunaan Solar Pada Pengolahan Susu Kedelai

Biaya Penggunaan Gula pada Pengolahan Susu Kedelai Biaya Penggunaan Garam pada Pengolahan Susu Kedelai Biaya Penggunaan Plastik Pada Pengolahan Susu Kedelai

Biaya Penggunaan Listrik dan Air pada Pengolahan Susu Kedelai Biaya Penggunaan Input Penunjang Lainnya (Karet, Perasa Makanan) Pada Pengolahan SusuKedelai

Penggunaan Tenaga Kerja per Produksi (per Hari) pada Pengolahan Tahu

Penggunaan Tenaga Kerja per Produksi (per Hari) pada Pengolahan Tempe

Penggunaan Tenaga Kerja per Produksi (per Hari) pada Pengolahan Susu Kedelai

Perhitungan Upah Rata-Rata Tenaga Kerja (Rp/HKP) pada Pengolahan Tahu

Perhitungan Upah Rata-Rata Tenaga Kerja (Rp/HKP) pada Pengolahan Tempe

Perhitungan Upah Rata-Rata Tenaga Kerja (Rp/HKP) pada Pengolahan Susu Kedelai

Perhitungan Jumlah dan Harga Output pada Pengolahan Tahu Perhitungan Jumlah dan Harga Output pada Pengolahan Tempe

Perhitungan Jumlah dan Harga Output pada Pengolahan Susu Kedelai

Jumlah Bahan Baku dan Output pada Pengolahan Tahu Jumlah Bahan Baku dan Output pada Pengolahan Tempe Jumlah Bahan Baku dan Output pada Pengolahan Susu Kedelai


(13)

ABSTRAK

SITRI SORGA (090304017) dengan judul skripsi Analisis Komparasi Nilai Tambah Dalam Berbagai Produk Olahan Kedelai Pada Industri

Rumah Tangga di Kota Medan yang dibimbing oleh Bapak

HM. Mozart B. Darus, M.Sc dan Ibu Sri Fajar Ayu, SP. MM, DBA.

Penelitian ini bertujuan untuk (1) mengetahui proses pengolahan kedelai menjadi tahu, pengolahan kedelai menjadi tempe, dan pengolahan kedelai menjadi susu kedelai di daerah penelitian, (2) untuk menganalisis besarnya nilai tambah yang diperoleh dari pengolahan kedelai menjadi tahu, pengolahan kedelai menjadi tempe, dan pengolahan kedelai menjadi susu kedelai di daerah penelitian, dan (3) untuk membandingkan nilai tambah yang diperoleh dari pengolahan kedelai menjadi tahu, pengolahan kedelai menjadi tempe, dan pengolahan kedelai menjadi susu kedelai di daerah penelitian.

Hasil penelitian diperoleh (1) proses pengolahan kedelai menjadi tahu, pengolahan kedelai menjadi tempe, dan pengolahan kedelai menjadi susu kedelai di daerah penelitian masih tergolong sederhana, (2) nilai tambah yang dihasilkan dari pengolahan kedelai menjadi tahu, pengolahan kedelai menjadi tempe, dan pengolahan kedelai menjadi susu kedelai adalah tinggi, dan (3) nilai tambah pada usaha pengolahan kedelai menjadi susu kedelai, lebih tinggi dari usaha pengolahan kedelai menjadi tahu dan pengolahan kedelai menjadi tempe.


(14)

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Dalam perkembangan ekonomi suatu negara, seringkali sektor pertanian diusahakan menjadi sektor tangguh yang mampu mendukung sektor industri. Dukungan pertanian pada sektor industri antara lain berupa penyediaan bahan baku dari hasil-hasil pertanian. Pembangunan industri hasil-hasil pertanian akan meningkatkan nilai tambah dan menciptakan kesempatan kerja (Soekartawi, 1993).

Nilai tambah merupakan penambahan nilai suatu komoditi karena adanya input fungsional yang diperlukan pada komoditi yang bersangkutan. Besarnya dipengaruhi oleh dua faktor yaitu faktor teknis dan faktor pasar. Faktor teknis terdiri dari kapasitas produksi, penerapan teknologi, kualitas produk, kualitas bahan baku, dan input penyerta. Sedangkan faktor pasar meliputi harga jual produk, harga bahan baku, nilai input lain, dan upah tenaga kerja (Soekartawi, 1999).

Salah satu cara yang dapat dilakukan agar nilai tambah suatu komoditas pertanian meningkat adalah dengan mengaitkan pertanian dengan industri pengolahan. Jika pertanian hanya berhenti sebagai aktifitas budidaya (on-farm agribusiness), maka nilai tambah yang dihasilkan akan relatif sangat kecil. Akan tetapi, nilai tambah pertanian akan meningkat jika melalui proses pengolahan lebih lanjut atau kegiatan sampai kepada sektor hilir (off-farm agribusiness) yang menghasilkan bermacam-macam produk olahan (Triputra, 2011).


(15)

Di Indonesia, hampir seluruh komoditas pertanian dapat diolah, salah satunya adalah kedelai. Kedelai merupakan salah satu komoditas pangan utama disamping padi dan jagung. Kebutuhan terhadap industri olahan yang berbahan baku kedelai seperti tahu, tempe, tauco, kecap, susu kedelai dan bahan baku pakan ternak terus meningkat dari tahun ke tahun. Laju permintaan kedelai yang meningkat lebih cepat daripada kemampuan produksi dalam negeri menyebabkan defisit meningkat 968 ribu ton tahun 1998 menjadi 1,1 juta ton tahun 2001 dan 1,4 juta

ton pada tahun 2005 atau meningkat sebesar 8,73 % per tahun (Suprapto, 2001).

Di kota Medan, konsumsi terhadap kacang kedelai cukup besar dibandingkan dengan konsumsi terhadap jenis kacang-kacangan lainnya yang dapat dilihat pada tabel 1.

Tabel 1. Tingkat Konsumsi Pangan (Kacang-Kacangan) di Kota Medan Tahun 2012

Jenis Pangan Konsumsi Pangan (Gr/Kap/Hr)

Kacang Tanah 2,1

Kacang Kedelai 9,6

Kacang Hijau 4,9

Kacang Merah 0,1

Sumber: Badan Ketahanan Pangan Provinsi Sumatera Utara, 2013

Dari tabel 1 dapat dilihat bahwa konsumsi pangan terhadap jenis kacang-kacangan pada tahun 2012 di Kota Medan yang paling tinggi adalah kacang kedelai yaitu sebesar 9,6 gr/kap/hr, kemudian kacang hijau sebesar 4,9 gr/kap/hr, kacang tanah sebanyak 2,1 gr/kap/hr, dan yang paling rendah yaitu kacang merah sebanyak 0,1 gr/kap/hr.


(16)

Di Indonesia penggunaan kedelai masih terbatas sebagai bahan makanan manusia dan makanan ternak. Sehingga tidak mengherankan jika total penggunaan kebutuhan kedelai untuk pangan mencapai 95% dari total kebutuhan kedelai di Indonesia. Hasil olahan yang berbahan baku kedelai menjadi makanan antara lain: tahu, tempe, susu kedelai, tauco, dan kecap (Adisarwanto, 2005).

Menurut Dinas Perindustrian dan Perdagangan Kota Medan (2013), untuk tahu, tempe, dan susu kedelai umumnya diproduksi oleh industri kecil dan industri rumah tangga. Sedangkan tauco dan kecap diproduksi oleh industri kecil hingga industri sedang bahkan sudah ada dalam skala industri besar.

Tahu dan tempe merupakan makanan favorit rakyat Indonesia. Makanan yang berbahan dasar kedelai ini telah menjadi salah satu alternatif makanan untuk memenuhi protein selain daging, ikan, dan telur. Menurut Haliza (2007), tahu dan tempe merupakan sumber protein nabati yang cukup penting bagi masyarakat Indonesia. Studi pola konsumsi pangan tahun 1993 menunjukkan bahwa tahu dan tempe dikonsumsi minimal 3 kali atau lebih dalam satu minggu oleh masyarakat. Konsumsi per kapita meningkat dari 4,42 kg dan 4,63 kg pada tahun 1990 menjadi 7,70 kg dan 8,27 kg pada tahun 2002, berturut-turut untuk tempe dan tahu.

Selain tahu dan tempe, produk olahan lain dari kedelai adalah susu kedelai. Susu kedelai akhir-akhir ini telah banyak dikenal sebagai susu alternatif pengganti susu sapi. Hal ini dikarenakan susu kedelai memiliki kandungan protein yang cukup tinggi dengan harga relatif lebih murah jika dibandingkan dengan sumber protein lainnya. Sama seperti produk olahan kedelai lainnya, dalam proses pengolahan


(17)

kedelai menjadi susu kedelai pasti juga akan menciptakan nilai tambah dan juga meningkatkan nilai guna dari produk tersebut (Cahyadi, 2007).

Prospek pengolahan kedelai menjadi susu kedelai saat ini cukup menjanjikan. Kandungan gizi yang terdapat di dalamnya sangat dibutuhkan manusia serta mudah dalam pembuatannya. Hanya dengan teknologi dan peralatan yang sederhana, serta tidak diperlukannya keterampilan khusus siapapun dapat melakukan pengolahan kedelai menjadi susu kedelai (Cahyadi, 2007).

Tahu, tempe, dan susu kedelai umumnya diproduksi oleh industri kecil dan industri rumah tangga. Industri ini mampu menciptakan lapangan kerja, meningkatkan nilai tambah dan pendapatan melalui proses produksi yang dilakukan. Sekitar 88% kedelai dimanfaatkan untuk memenuhi kebutuhan usaha pengolahan tahu dan tempe, sedangkan sisanya digunakan oleh berbagai macam industri seperti susu kedelai, kecap, dan tauco. Akibat pentingnya sebuah proses pengolahan atau agroindustri dari kedelai ini, maka sektor ini perlu mendapat perhatian lebih untuk mengetahui proses pengolahan kedelai menjadi tahu, tempe, dan susu kedelai, berapa besar nilai tambah yang dihasilkan dan bagaimana perbandingan nilai tambah dari pengolahan tahu, tempe, dan susu kedelai.

Dari permasalahan-permasalahan yang telah dikemukakan, maka peneliti tertarik untuk melakukan penelitian lebih lanjut mengenai “Analisis Komparasi Nilai Tambah dalam Berbagai Produk Olahan Kedelai Pada Industri Rumah Tangga di Kota Medan”.


(18)

Identifikasi Masalah

Berdasarkan latar belakang yang telah dikemukakan di atas, maka dapat dirumuskan beberapa permasalahan sebagai berikut:

1. Bagaimana proses pengolahan kedelai menjadi tahu, pengolahan kedelai menjadi tempe, dan pengolahan kedelai menjadi susu kedelai di daerah penelitian?

2. Berapa besar nilai tambah yang dihasilkan dari pengolahan kedelai menjadi tahu, pengolahan kedelai menjadi tempe, dan pengolahan kedelai menjadi susu kedelai di daerah penelitian?

3. Bagaimana komparasi nilai tambah dari pengolahan kedelai menjadi tahu, pengolahan kedelai menjadi tempe, dan pengolahan kedelai menjadi susu kedelai di daerah penelitian?

Tujuan Penelitian

Berdasarkan identifikasi masalah, maka tujuan penelitian adalah sebagai berikut: 1. Untuk mengetahui proses pengolahan kedelai menjadi tahu, pengolahan

kedelai menjadi tempe, dan pengolahan kedelai menjadi susu kedelai di daerah penelitian.

2. Untuk menganalisis besarnya nilai tambah yang diperoleh dari pengolahan kedelai menjadi tahu, pengolahan kedelai menjadi tempe, dan pengolahan kedelai menjadi susu kedelai di daerah penelitian.

3. Untuk membandingkan nilai tambah yang diperoleh dari pengolahan kedelai menjadi tahu, pengolahan kedelai menjadi tempe, dan pengolahan kedelai menjadi susu kedelai di daerah penelitian.


(19)

Kegunaan Penelitian

Adapun kegunaan penelitian ini adalah:

1. Sebagai bahan masukan dan informasi bagi para pihak yang sedang dan akan melakukan usaha tahu, tempe, dan susu kedelai.

2. Sebagai bahan referensi dan informasi bagi pemerintah dalam hal pengambilan kebijakan.

3. Sebagai bahan referensi dan informasi bagi peneliti selanjutnya yang berhubungan dengan penelitian ini.


(20)

TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI, KERANGKA PEMIKIRAN, DAN HIPOTESIS PENELITIAN

Tinjauan Pustaka Kacang Kedelai

Kedelai merupakan bahan pangan sumber protein nabati yang paling murah sehingga tidak mengherankan bila total kebutuhan kedelai untuk pangan mencapai 95% dari total kebutuhan kedelai di Indonesia. Biji kedelai mempunyai nilai guna yang cukup tinggi karena bisa dimanfaatkan sebagai bahan pangan, pakan, dan bahan baku industri, baik skala kecil maupun besar. Produk pangan berbahan baku kedelai ini dapat dibagi menjadi dua kategori, yaitu dalam bentuk hasil nonfermentasi dan fermentasi. Hasil nonfermentasi berupa kedelai rebus, bubuk kedelai, susu kedelai dan tahu. Sedangkan hasil fermentasi berupa tempe, tauco, dan kecap (Adisarwanto, 2005).

Ditinjau dari segi ekonomi, kedelai yang sudah diolah akan meningkatkan nilai jualnya, jika hasil olahannya banyak dibutuhkan, permintaan akan kedelai pun meningkat. Hal ini sangat berpengaruh pada harga kedelai serta kesejahteraan petani dan penjual kedelai. Ditinjau dari segi kesehatan, hasil olahan kedelai dapat lebih mudah dicerna dan mengandung lebih banyak gizi. Hal ini berpengaruh pada kesehatan tubuh. Disamping itu, hasil olahan kedelai lebih disukai oleh banyak orang (Kurniati, 2008).


(21)

Menurut Suprapto (2001), kedelai mengandung protein 35% untuk setiap 100 gram. Bahkan pada varietas unggul, kandungan protein kedelai dapat mencapai 40 – 43 %. Dibandingkan dengan jenis bahan makanan lainnya, kedelai mengandung protein tertinggi setelah susu krim kering. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada tabel 2.

Tabel 2. Kandungan Protein dari setiap 100 gram bahan makanan

Bahan Protein (%)

Beras 6,8

Jagung 9,2

Tepung Ubi Kayu 1,1

Kedelai 35

Kacang Hijau 22

Daging 19

Ikan Segar 17

Telur Ayam 13

Susu Krim Kering 36

Sumber : Suprapto, 2001

Dari tabel 2 dapat dilihat bahwa kandungan protein tertinggi adalah susu krim kering yaitu mencapai 36%. Namun, kandungan protein kacang kedelai tidak jauh berbeda dengan susu krim kering yaitu 35%. Kemudian diikuti oleh kacang hijau 22%, daging 19%, ikan segar 17%, telur ayam 13%, jagung 9,2%, beras 6,8%, dan kandungan protein paling rendah adalah tepung ubi kayu yaitu 1,1%.

Kedelai dalam bentuk olahan, kandungan protein per 100 gram bahan menjadi lebih rendah, namun lebih mudah tercerna. Tempe merupakan olahan dari kedelai yang paling tinggi kandungan proteinnya dibandingkan bahan olahan lain. Hal ini dapat dilihat pada tabel 3.


(22)

Tabel 3. Kandungan Gizi Tempe, Tahu, dan Susu Kedelai per 100 gram bahan

Bahan

Kalori Protein

Lemak

Karbo- Kalsium Vit A

(gr) (gr) hidrat

(gr)

(mg) (unit)

Tempe 149 18,3 4 10,7 129 50

Tahu 68 7,8 4,6 16 124 0

Susu Kedelai 52,99 4,4 2,5 3,8 15 0,02

Sumber : Suprapto, 2001

Pengolahan Komoditas Pertanian

Salah satu sifat komoditas pertanian adalah mudah rusak, sehingga perlu langsung dikonsumsi atau diolah terlebih dahulu. Pengembangan industri pengolahan sangat diperlukan untuk mengaitkan sektor pertanian dengan sektor industri. Industri pengolahan akan berkembang dengan baik jika kedua sektor tersebut memiliki keterkaitan yang sangat erat.

Menurut Soekartawi (1999), ada banyak manfaat dari sebuah proses pengolahan komoditas pertanian, dan hal tersebut menjadi penting karena pertimbangan sebagai berikut:

1. Meningkatkan Nilai Tambah

Dari beberapa penelitian menunjukkan bahwa pengolahan yang baik oleh produsen dapat meningkatkan nilai tambah dari hasil pertanian yang diproses. Kegiatan petani hanya dilakukan oleh petani yang mempunyai fasilitas pengolahan (pengupasan, pengirisan, tempat penyimpanan, keterampilan mengolah hasil, mesin pengolah, dan lain-lain). Sedangkan bagi pengusaha ini menjadikan kegiatan utama, karena dengan pengolahan yang baik maka nilai tambah barang pertanian meningkat sehingga mampu menerobos pasar, baik domestik maupun pasar luar negeri.


(23)

2. Kualitas Hasil

Salah satu tujuan dari pertanian adalah meningkatkan kualitas. Dengan kualitas hasil yang lebih baik, maka nilai barang menjadi lebih tinggi dan keinginan konsumen menjadi terpenuhi. Perbedaan kualitas bukan saja menyebabkan adanya perbedaan segmentasi pasar tetapi juga mempengaruhi harga barang itu sendiri.

3. Penyerapan Tenaga Kerja

Bila pengolahan hasil dilakukan, maka banyak tenaga kerja yang diserap. Komoditi pertanian tertentu kadang-kadang justru menuntut jumlah tenaga kerja yang relatif besar pada kegiatan pengolahan.

4. Meningkatkan Keterampilan

Dengan keterampilan mengolah hasil, maka akan terjadi peningkatan keterampilan secara kumulatif sehingga pada akhirnya juga akan memperoleh hasil penerimaan usahatani yang lebih besar.

5. Peningkatan Pendapatan

Konsekuensi logis dari pengolahan yang lebih baik akan menyebabkan total penerimaan yang lebih tinggi. Bila keadaan memungkinkan, maka sebaiknya petani mengolah sendiri hasil pertaniannya ini untuk mendapatkan kualitas hasil penerimaan atau total keuntungan yang lebih besar.

Agroindustri

Agroindustri merupakan usaha untuk meningkatkan efisiensi sektor pertanian hingga menjadi kegiatan yang sangat produktif melalui proses modernisasi pertanian. Agroindustri dapat menjadi salah satu pilihan strategis dalam menghadapi masalah dalam upaya peningkatan perekonomian masyarakat serta


(24)

mampu menciptakan kesempatan kerja bagi masyarakat sekitar. Sektor industri pertanian merupakan suatu sistem pengelolaan secara terpadu antara sektor pertanian dengan sektor industri guna mendapatkan nilai tambah dari hasil pertanian (Saragih, 2004).

Menurut Soekartawi (2000), agroindustri memiliki peranan yang sangat penting dalam pembangunan pertanian. Hal ini dapat dilihat dari kontribusinya dalam hal meningkatkan pendapatan pelaku agribisnis, menyerap tenaga kerja, meningkatkan perolehan devisa, dan mendorong tumbuhnya industri lain. Namun, meskipun peranan agroindustri sangat penting, pembangunan agroindustri masih dihadapkan pada berbagai tantangan. Terdapat beberapa permasalahan yang dihadapi agroindustri dalam negeri antara lain: (1) Kurang tersedianya bahan baku yang cukup dan kontinu, (2) Kurang nyatanya peran agroindustri di pedesaan karena masih berkonsentrasinya industri di perkotaan, (3) Kurang konsistennya kebijakan pemerintah terhadap agroindustri, (4) Kurangnya fasilitas permodalan (perkreditan) dan kalaupun ada prosedurnya amat ketat, (5) Keterbatasan pasar, (6) Lemahnya infrastruktur, (7) Kurangnya perhatian terhadap penelitian dan pengembangan, (8) Lemahnya keterkaitan industri hulu dan hilir, (9) Kualitas produksi dan prosesing yang belum mampu bersaing, dan (10) Lemahnya entrepreneurship.

Menurut Badan Pusat Satistik (2007), penggolongan industri menurut banyaknya tenaga kerja adalah sebagai berikut:

1. Industri besar, dengan jumlah tenaga kerja 100 orang atau lebih;


(25)

3. Industri kecil, dengan jumlah tenaga kerja antara 5 sampai 19 orang; 4. Industri rumah tangga, dengan jumlah tenaga kerja 1 sampai 4 orang.

Tahu

Tahu merupakan bahan makanan yang cukup digemari karena enak dan bergizi. Oleh karena itu, kualitas dan kuantitasnya sangat dipengaruhi oleh varietas yang digunakan, proses pemeraman, tipe bahan koagulasi, serta tekanan dan suhu koagulasi (Adisarwanto, 2005). Tahu merupakan salah satu sumber protein yang sangat bermanfaat bagi kesehatan tubuh manusia. Tahu terbuat dari sari kedelai yang diolah sedemikian rupa sehingga menghasilkan tahu yang kita konsumsi sehari-hari (Panji, 2012).

Tahu merupakan makanan andalan untuk perbaikan gizi karena tahu mempunyai mutu protein nabati terbaik dan mempunyai komposisi asam amino yang paling lengkap dan diyakini memiliki daya cerna yang tinggi (sebesar 85 – 98 %). Pada tahu terdapat berbagai macam kandungan gizi seperti protein, lemak, karbohidrat, kalori dan mineral, fosfor, vitamin B kompleks, vitamin E, kalium, dan kalsium. Dengan kandungan sekitar 80% asam lemak tak jenuh, tahu tidak banyak mengandung kolesterol sehingga sangat aman bagi kesehatan jantung (Suprapto, 2006).

Tempe

Tempe merupakan makanan tradisional yang telah dikenal masyarakat Indonesia sejak dulu. Produk ini berbahan baku utama kedelai dan merupakan hasil dari proses fermentasi. Terdapat tiga faktor pendukung dalam proses pembuatan tempe yaitu bahan baku yang diurai, mikroorganisme, dan keadaan lingkungan tumbuh.


(26)

Bahan baku yang dimaksud yaitu keping-keping biji kedelai yang telah direbus, mikroorganisme berupa kapang tempe Rhizopus oligosporus, Rhizopus oryzae,

Rhizopus stolonifer, dan keadaan lingkungan tumbuh seperti suhu 300C, pH awal

6,8 serta kelembapan nisbi 70 – 80 % (Sarwono, 1994).

Terdapat dua kelompok vitamin pada tempe, yaitu larut air (Vitamin B kompleks) dan larut lemak (Vitamin A, D, E, dan K). Selain itu, keistimewaan lain yang dimiliki tempe adalah mengandung vitamin B12 yang umumnya terdapat pada

produk-produk hewani tetapi tidak dijumpai pada makanan nabati (sayuran, buah, dan biji-bijian). Dibandingkan dengan kedelai mentah, nilai gizi tempe lebih baik karena pada kedelai mentah terdapat zat-zat antinutrisi seperti antitripsin dan

oligosakarida. Proses fermentasi yang dilakukan dapat menghilangkan kedua

senyawa tersebut sehingga meningkatkan daya cerna kedelai (Cahyadi, 2007).

Susu Kedelai

Susu kedelai merupakan minuman yang bergizi karena kandungan proteinnya yang tinggi. Selain itu, susu kedelai juga mengandung lemak, karbohidrat, kalsium, phosphor, zat besi, provitamin A, vitamin B kompleks (kecuali B12), dan

air (Radiyati, 1992).

Walaupun kandungan kalsiumnya tidak setinggi susu sapi, namun susu kedelai merupakan alternatif bagi mereka yang tidak suka atau alergi terhadap susu sapi. Susu kedelai mengandung banyak manfaat bagi kesehatan tubuh manusia seperti halnya pada susu sapi. Adapun manfaat dari susu kedelai adalah sebagai sumber protein, baik untuk jantung, tidak mengandung laktosa, tidak menyebabkan alergi karena bebas kasein, gluten, dan MSG, serta membantu dalam penurunan berat


(27)

badan karena mengandung sedikit kalori, asam lemak tak jenuh, dan membantu menjaga sistem pencernaan (Yodak, 2012).

Selain itu, susu kedelai sangat penting untuk bayi dan anak-anak karena pada pertumbuhanya mereka sangat memerlukan protein. Untuk bayi dan anak-anak yang alergi terhadap susu sapi, maka diganti dengan susu kedelai. Sebagai minuman, susu kedelai dapat menyegarkan dan menyehatkan tubuh karena pada umumnya minuman hanya menyegarkan tetapi tidak menyehatkan. Susu kedelai juga dikenal sebagai minuman kesehatan karena tidak mengandung kolesterol, tetapi mengandung phitokimia yaitu suatu senyawa dalam bahan pangan yang mempunyai khasiat menyehatkan (Cahyadi, 2007).

Landasan Teori Nilai Tambah

Sistem agribisnis terutama sub-sistem agroindustri bertujuan untuk menambah nilai komoditas pertanian melalui perlakuan-perlakuan yang dapat menambah kegunaan komoditas tersebut, baik kegunaan bentuk, tempat, waktu maupun pemilikan. Perlakuan serta jasa-jasa yang dapat menambah kegunaan komoditas tersebut disebut dengan input fungsional. Jadi pemberian input fungsional yang menyebabkan terjadinya nilai tambah dari suatu komoditas pertanian dapat dilihat dari adanya perubahan-perubahan pada komoditas tersebut, yaitu perubahan bentuk, waktu, dan tempat (Hardjanto, 1995).

Sumber-sumber nilai tambah berasal dari pemanfaatan faktor-faktor produksi seperti tenaga kerja, modal, sumberdaya alam, dan manajemen. Oleh karena itu, untuk menjamin agar proses produksi berjalan efektif dan efisien nilai tambah


(28)

yang diciptakan perlu didistribusikan secara adil. Analisis ini merupakan metode perkiraan sejauh mana bahan baku yang mendapat perlakuan mengalami perubahan nilai (Hardjanto, 1995).

Nilai tambah adalah pertambahan nilai suatu produk atau komoditas karena mengalami proses pengolahan, pengangkutan, ataupun penyimpanan dalam suatu produksi. Dalam proses pengolahan nilai tambah dapat didefinisikan sebagai selisih antara nilai produk dengan nilai bahan baku dan input lainnya, tidak termasuk tenaga kerja. Faktor-faktor yang mempengaruhi nilai tambah untuk pengolahan dapat dikelompokkan menjadi dua, yaitu faktor teknis dan faktor pasar. Faktor teknis terdiri dari kapasitas produksi, penerapan teknologi, kualitas produk, kualitas bahan baku, dan input penyerta. Sedangkan faktor pasar meliputi harga jual produk, harga bahan baku, nilai input lain, dan upah tenaga kerja (Hayami et all, 1987).

Besarnya nilai tambah erat kaitannya dengan kualitas tenaga kerja yang berupa keahlian dan keterampilan, teknologi yang digunakan dalam proses pengolahan serta kualitas bahan baku. Kualitas tenaga kerja akan mempengaruhi besarnya imbalan bagi tenaga kerja dan kinerja produksi perusahaan dilihat dari keterampilan dan keahliannya. Besar kecilnya imbalan bagi tenaga kerja juga dilihat dari teknologi yang digunakan. Apabila teknologi yang digunakan adalah padat karya, maka proporsi tenaga kerja akan lebih besar daripada proporsi keuntungan bagi perusahaan. Sedangkan apabila teknologi yang digunakan padat modal, maka proporsi tenaga kerja menjadi semakin kecil daripada proporsi keuntungan perusahaan. Kualitas bahan baku juga mempengaruhi besarnya nilai


(29)

tambah yang dilihat dari produk akhir yang dihasilkan. Produk dengan kualitas yang baik, harganya akan lebih tinggi dan akhirnya akan memperbesar nilai tambah yang diperoleh (Soeharjo, 1991).

Biaya dan Pendapatan

Pada umumnya faktor produksi yang digunakan untuk menghasilkan barang atau jasa oleh perusahaan tidak dapat diperoleh dengan cuma-cuma. Perusahaan memperolehnya dengan membeli. Faktor produksi yang digunakan dalam menghasilkan suatu barang atau jasa setelah diberi harga disebut biaya, ongkos (cost) (Reksoprayitno, 2000).

Soekartawi (2005), menyatakan bahwa pendapatan (Pd) adalah selisih antara penerimaan (TR) dan semua biaya (TC). Jadi, Pd = TR – TC. Penerimaan usahatani (TR) adalah perkalian antara produksi yang diperoleh (Y) dengan harga jual (Py). Biaya usahatani biasanya diklasifikasikan menjadi dua yaitu biaya tetap

(fixed cost) dan biaya tidak tetap (variable cost). Biaya tetap (FC) adalah biaya

yang relatif tetap jumlahnya dan terus dikeluarkan walaupun produksi yang diperoleh banyak atau sedikit. Biaya variabel (VC) adalah biaya yang besar kecilnya dipengaruhi oleh produksi yang diperoleh, contohnya biaya tenaga kerja. Total biaya (TC) adalah jumlah dari biaya tetap (FC) dan biaya variabel (VC), maka TC = FC + VC.

Penerimaan total (total revenue) adalah seluruh pendapatan yang diterima perusahaan atas penjualan barang hasil produksinya. Penerimaan rata-rata adalah


(30)

Penerimaan marjinal (marjinal revenue) adalah tambahan penerimaan dengan menjual satu unit lagi hasil produksinya (Bangun, 2007).

Penelitian Terdahulu

1. Penelitian yang dilakukan oleh Evan Triputra (2011), yang dilakukan di Kabupaten Deli Serdang, menyatakan bahwa nilai tambah pengolahan kedelai menjadi tempe lebih tinggi dibandingkan pengolahan kedelai menjadi tahu. Dimana nilai tambah pengolahan kedelai menjadi tempe yang diperoleh adalah Rp 8.103,1,- dengan rasio nilai tambahnya 53,79% sedangkan nilai tambah pengolahan kedelai menjadi tahu adalah Rp 7.833,71,- dengan rasio nilai tambah sebesar 50,56%.

2. Penelitian yang dilakukan oleh Roza Yulida (2011) di Kecamatan Dayun Kabupaten Siak, menyatakan bahwa nilai tambah yang diperoleh oleh industri tahu untuk setiap kilogram kedelai adalah Rp 3.120,- dan untuk tempe sebesar Rp 3.325,-.

3. Penelitian yang dilakukan oleh Sandra Siagian (2012) Tentang Masalah dan Prospek Pengolahan Kedelai, menyatakan bahwa nilai tambah yang dihasilkan pada industri pengolahan susu kedelai lebih tinggi dibandingkan dengan industri pengolahan tahu dan tempe.


(31)

Kerangka Pemikiran

Kedelai merupakan salah satu jenis tanaman kacang-kacangan yang telah banyak dimanfaatkan atau diolah sebagai pangan dan bahan industri lainnya. Beberapa olahan kedelai yang sangat lazim dan paling banyak digemari oleh masyarakat adalah tahu, tempe, dan susu kedelai. Ketiga produk ini merupakan sumber protein yang tinggi yang sangat dibutuhkan oleh tubuh manusia.

Proses pengolahan kedelai menjadi tahu, tempe, dan susu kedelai dalam hal ini adalah pada industri rumah tangga. Dari hasil olahan, kemudian dihitung besarnya nilai tambah dari masing-masing output dengan memperhatikan komponen yang penting dalam pengolahan, yaitu: Biaya Bahan Baku, dan Biaya Penunjang lainnya yang menjadi penentu besarnya nilai tambah yang dihasilkan. Hasil perhitungan nilai tambah yang diperoleh dari masing-masing output, dikomparasikan antara satu produk dengan produk yang lain, sehingga didapat produk akhir mana yang menyumbangkan nilai tambah lebih besar. Skema kerangka pemikiran dapat dilihat pada Gambar 1.


(32)

Gambar 1. Skema Kerangka Pemikiran Hipotesis Penelitian

Berdasarkan identifikasi masalah maka hipotesis penelitian adalah sebagai berikut:

1. Nilai tambah yang dihasilkan dari pengolahan kedelai menjadi tahu, pengolahan kedelai menjadi tempe, dan pengolahan kedelai menjadi susu kedelai di daerah penelitian adalah tinggi.

Kedelai

Pengolahan Kedelai

Tahu Tempe Susu Kedelai

Biaya Bahan Baku Biaya Penunjang

Nilai Tambah

Nilai Tambah Nilai Tambah

Keterangan:

: Menyatakan Proses


(33)

2. Nilai tambah pada usaha pengolahan kedelai menjadi susu kedelai, lebih tinggi dari usaha pengolahan kedelai menjadi tahu dan pengolahan kedelai menjadi tempe di daerah penelitian.


(34)

METODE PENELITIAN Metode Penentuan Daerah Penelitian

Daerah penelitian ditentukan secara purposive atau secara sengaja, yaitu di Kota Medan. Alasan memilih kota Medan adalah dengan pertimbangan bahwa kota Medan merupakan salah satu daerah industri pengolahan kedelai menjadi berbagai macam produk seperti tahu, tempe maupun susu kedelai pada industri rumah tangga yang tersebar di beberapa kecamatan di kota Medan. Untuk sebaran usaha pengolahan kedelai menjadi tahu dan tempe dapat dilihat pada tabel 4.

Tabel 4. Sebaran Usaha Pengolahan Kedelai Menjadi Tahu dan Tempe Pada Industri Rumah Tangga di Kota Medan Tahun 2013.

Kecamatan Usaha Pengolahan (Unit) Jumlah

Tahu Tempe

Medan Tuntungan - - -

Medan Johor - 2 2

Medan Amplas - - -

Medan Denai - - -

Medan Area - - -

Medan Kota - - -

Medan Maimun - - -

Medan Polonia 4 4 8

Medan Baru - - -

Medan Selayang 1 10 11

Medan Sunggal - - -

Medan Helvetia - - -

Medan Petisah - - -

Medan Barat - - -

Medan Timur - - -

Medan Perjuangan - - -

Medan Tembung - - -

Medan Deli 1 - 1

Medan Labuhan - - -

Medan Marelan - - -

Medan Belawan - - -

Jumlah 6 16 22


(35)

Sedangkan untuk susu kedelai berdasarkan hasil prasurvei dapat dilihat pada tabel 5.

Tabel 5. Sebaran Usaha Pengolahan Kedelai Menjadi Susu Kedelai Pada Industri Rumah Tangga di Kota Medan Tahun 2013.

Kecamatan Usaha Pengolahan (Unit)

Medan Johor 3

Medan Amplas 2

Medan Tembung 1

Medan Sunggal 1

Medan Polonia 2

Jumlah 9

Sumber: Prasurvei, 2013

Metode Pengambilan Sampel

Populasi dalam penelitian ini adalah pemilik usaha pengolahan tahu, tempe, dan susu kedelai yang ada di Kota Medan. Metode pengambilan sampel dilakukan secara berbeda. Untuk tahu dan tempe pengambilan sampel dilakukan dengan menggunakan metode sensus (keseluruhan), yaitu dengan mengambil seluruh populasi sebagai sampel (6 pengusaha tahu dan 16 pengusaha tempe). Khusus untuk susu kedelai, pengambilan sampel dilakukan dengan menggunakan metode Bola Salju (Snowball Sampling), yaitu dengan menemui satu orang pengusaha susu kedelai yang diminta untuk menunjuk responden atau sampel berikutnya yang sesuai dengan karakteristik yang dibutuhkan di dalam penelitian ini.


(36)

Metode Pengumpulan Data

Data yang dikumpulkan dalam penelitian ini terdiri atas data perimer dan data sekunder. Data primer diperoleh dari wawancara langsung kepada responden, yaitu pemilik usaha pengolahan tahu atau tempe atau susu kedelai dengan mempergunakan kuisioner yang dibuat terlebih dahulu. Sedangkan data sekunder diperoleh dari instansi terkait seperti Badan Pusat Statistik, Dinas Perindustrian dan Perdagangan, Badan Ketahanan Pangan, serta literatur yang terkait dengan penelitian ini.

Metode Analisis Data

Data yang diperoleh dalam penelitian ini terlebih dahulu ditabulasi kemudian diolah secara manual, lalu dijabarkan dan dianalisis dengan metode analisis yang sesuai.

Untuk Identifikasi masalah (1) dianalisis dengan metode deskriptif, yaitu dengan menjelaskan proses pengolahan kedelai sampai menjadi tahu, tempe, dan susu kedelai.

Untuk menguji hipotesis (1) dianalisis dengan menggunakan metode Hayami. Adapun prosedur perhitungan nilai tambah dengan menggunakan metode Hayami dapat dilihat pada tabel 6.


(37)

Tabel 6. Kerangka Perhitungan Nilai Tambah Metode Hayami

Variabel Nilai

I. Output, Input dan Harga

1. Output (kg) (1)

2. Input (kg) (2)

3. Tenaga Kerja (HOK) (3)

4. Faktor Konversi (4) = (1)/(2)

5. Koefisien Tenaga Kerja (HOK/kg) (5) = (3)/(2)

6. Harga Output (Rp) (6)

7. Upah Tenaga Kerja (Rp/HOK) (7)

II. Penerimaan dan Keuntungan 8. Harga Bahan Baku (Rp/Kg) (8) 9. Sumbangan Input Lain (Rp/Kg) (9)

10.Nilai Output (Rp/Kg) (10) = (4) x (6)

11.a. Nilai Tambah (Rp/Kg) (11a) = (10) – (9) – (8) b. Rasio Nilai Tambah (%) (11b) = (11a/10) x 100% 12.a. Pendapatan Tenaga Kerja (Rp/Kg) (12a) = (5) x (7)

b. Pangsa Tenaga Kerja (%) (12b) = (12a/11a) x 100% 13.a. Keuntungan (Rp/Kg) (13a) = 11a – 12a

b. Tingkat Keuntungan (%) (13b) = (13a/11a) x 100%

III. Balas Jasa Pemilik Faktor Produksi

14.Marjin (Rp/Kg) (14) = (10) – (8)

a. Pendapatan Tenaga Kerja Langsung (%) (14a) = (12a/14) x 100% b. Sumbangan Input Lain (%) (14b) = (9/14) x 100% c. Keuntungan Pemilik Perusahaan (%) (14c) = (13a/14) x 100% Sumber: Hayami, et all, 1987

Kriteria ujinya yaitu:

Jika rasio nilai tambah > 50%, maka nilai tambah tergolong tinggi Jika rasio nilai tambah ≤ 50% maka nilai tambah tergolong rendah.

Dalam metode Hayami, ada beberapa hal yang harus dipahami antara lain: Faktor konversi, koefisien tenaga kerja, dan nilai produk. Faktor konversi dalam analisis Hayami menunjukkan banyaknya produk olahan yang dihasilkan dari satu kilogram bahan baku.


(38)

Koefisien tenaga kerja menunjukkan banyaknya tenaga kerja yang diperlukan untuk mengolah satu satuan input. Nilai produk menunjukkan nilai output yang dihasilkan dari satu satuan input. Nilai input lain mencakup nilai dari semua korbanan selain bahan baku dan tenaga kerja langsung yang digunakan selama produksi berlangsung.

Menurut Suprapto (2006), kelebihan dari analisis nilai tambah dengan menggunakan metode Hayami adalah:

1. Dapat diketahui besarnya nilai tambah, nilai output, dan produktivitas.

2. Dapat diketahui besarnya balas jasa terhadap pemilik-pemilik faktor produksi. 3. Prinsip nilai tambah menurut Hayami dapat diterapkan pula untuk subsistem

lain di luar pengolahan, misalnya untuk kegiatan pemasaran.

Untuk menguji hipotesis (2) digunakan uji statistik nonparametrik yaitu uji Friedman dengan menggunakan alat bantu SPSS. Adapun rumus uji friedman adalah sebagai berikut:

2

r

=

12

�� (�+1)

(

��

)

2 �

�=1

– 3

(

+ 1)

Dimana:

n : Jumlah baris k : Jumlah kolom

Rj : Jumlah keseluruhan jenjang Kriteria pengambilan keputusan: H0 diterima jika nilai signifikansi ≥α


(39)

Defenisi dan Batasan Operasional

Untuk memperjelas dan menghindari kesalahpahaman mengenai pengertian tentang istilah-istilah dalam penelitian, maka dibuat defenisi dan batasan operasional sebagai berikut:

Defenisi

1. Nilai tambah adalah selisih antara nilai output dengan harga bahan baku dan sumbangan input lain dengan satuan Rp/Kg.

2. Pengolahan kedelai adalah proses pengolahan kacang kedelai sampai menjadi tahu, tempe, dan susu kedelai.

3. Industri rumah tangga adalah industri yang mempunyai tenaga kerja antara 1 sampai 4 orang.

4. Biaya bahan baku merupakan seluruh biaya yang dikeluarkan untuk bahan baku yang dihitung dalam satuan Rp/kg.

5. Biaya penunjang merupakan seluruh biaya yang dikeluarkan untuk bahan penunjang yang dihitung dalam satuan Rp/kg.

6. Faktor konversi, menunjukkan banyaknya output yang dapat dihasilkan dari satu satuan input.

7. Output adalah jumlah produk (tahu, tempe, dan susu kedelai) yang dihasilkan selama satu periode yang dihitung dalam satuan kg.

8. Harga output adalah didasarkan pada harga jual rata-rata, dimana harga jual rata-rata merupakan pembagian antara total nilai penjualan dengan output yang dijual dan dihitung dalam satuan rupiah per kg produk olahan.

9. Input adalah jumlah bahan baku yang telah digunakan selama satu periode untuk memproses bahan baku sampai menjadi tahu, tempe, dan susu kedelai.


(40)

Batasan Operasional

1. Daerah penelitian adalah Kecamatan Medan Selayang, Kecamatan Medan Johor, Kecamatan Medan Polonia, Kecamatan Medan Deli, Kecamatan Medan Amplas, Kecamatan Medan Tembung, dan Kecamatan Medan Sunggal.

2. Sampel dalam penelitian ini adalah pemilik usaha pengolahan tahu, tempe, dan susu kedelai.

3. Skala usaha dalam penelitian ini adalah skala industri rumah tangga. 4. Waktu penelitian ini dilaksanakan pada tahun 2013.


(41)

DESKRIPSI DAERAH PENELITIAN DAN KARAKTERISTIK RESPONDEN Deskripsi Daerah Penelitian

Letak Geografis dan Lingkup Wilayah Penelitian

Penelitian dilakukan di Kota Medan yang merupakan Ibu Kota dari Provinsi Sumatera Utara. Letak geografis Kota Medan berada pada kisaran 2o27’-2o47’ LU – 98o35’- 98o44’ BT. Kota Medan berada pada ketinggian 2,5 m – 37,5 m di atas permukaan laut.

Kota Medan merupakan salah satu dari 30 Daerah Tingkat II di Sumatera Utara dengan luas daerah sekitar 265,10 km2. Kota ini merupakan pusat pemerintahan Daerah Tingkat I Sumatera Utara yang berbatasan langsung dengan Kabupaten Deli Serdang di sebelah utara, selatan, barat, dan timur. Sebagian besar wilayah Kota Medan merupakan dataran rendah yang merupakan tempat pertemuan dua sungai penting yaitu Sungai Barbura dan Sungai Deli.

Kota Medan mempunyai iklim tropis dengan suhu minimum menurut Stasiun Polonia berkisar antara 23,04oC – 24,08oC dan suhu maksimum berkisar antara 32,73oC – 34,47oC. Sedangkan menurut Stasiun Sampali suhu minimumnya berkisar antara 22,6oC – 24,4oC dan suhu maksimum berkisar antara 32,3oC – 33,9oC. Rata-rata curahhujan menurut Stasiun Sampali per bulannya 133,75 mm dan pada Stasiun Polonia per bulannya 161,67 mm.


(42)

Kepadatan Penduduk

Jumlah penduduk Kota Medan Tahun 2011 sebanyak 2.117.224 jiwa. Jika dibandingkan dengan lahan seluas 265,1 Km2 dapat digambarkan kepadatan penduduk Kota Medan adalah sebanyak 7.287 jiwa/Km2. Angka ini menggambarkan bahwa setiap 1 Km2 terdapat 7.287 jiwa. Secara rinci kepadatan penduduk Kota Medan pada tahun 2011 dapat dilihat pada tabel 7.

Tabel 7. Luas Wilayah, Penduduk, dan Kepadatan Penduduk Kota Medan pada Tahun 2011.

Kecamatan Luas Wilayah Penduduk Kepadatan

(Km2) Penduduk

(Jiwa/Km2)

Medan Tuntungan 20,68 81.798 3.955

Medan Johor 14,58 125.456 8.605

Medan Amplas 11,19 115.543 10.326

Medan Denai 9,05 141.866 15.676

Medan Area 5,52 96.647 17.509

Medan Kota 5,27 72.633 13.788

Medan Maimun 2,98 39.646 13.304

Medan Polonia 9,01 53.384 5.925

Medan Baru 5,84 39.564 6.775

Medan Selayang 12,81 99.982 7.805

Medan Sunggal 15,44 112.918 7.313

Medan Helvetia 13,16 145.239 11.036

Medan Petisah 6,82 61.832 9.066

Medan Barat 5,33 70.881 13.298

Medan Timur 7,76 108.758 14.015

Medan Perjuangan 4,09 93.483 22.856

Medan Tembung 7,99 133.784 16.744

Medan Deli 20,84 170.013 8.158

Medan Labuhan 36,67 112.316 3.063

Medan Marelan 23,82 145.788 6.130

Medan Belawan 26,25 95.663 3.644

Jumlah 265,1 2.117.224 7.987


(43)

Dari Tabel 7 dapat dilihat tingkat kepadatan penduduk yang tinggi adalah Kecamatan Medan Perjuangan yaitu 22.856 jiwa/Km2 dengan luas wilayah 4,09 Km2. Sedangkan kepadatan penduduk yang paling rendah adalah Medan Labuhan dengan jumlah 3.063 jiwa/Km2 yang luas wilayahnya 36,67 Km2.

Penduduk Menurut Kelompok Umur

Penduduk Kota Medan yang berjumlah 2.117.224 jiwa yang tersebar disetiap kecamatan dan Kelurahan di Kota Medan. Adapun jumlah penduduk Kota Medan menurut kelompok umur dapat dilihat pada tabel 8.

Tabel 8. Penduduk Menurut Kelompok Umur pada Tahun 2011

Kelompok Umur (Tahun) Jumlah (Jiwa) Jumlah (%)

0 - 14 569.534 26,90

15 – 54 1.351.737 63,84

> 55 195.953 9,26

Jumlah 2.117.224 100

Sumber: BPS, Medan Dalam Angka 2011

Dari Tabel 8 dapat diketahui bahwa penduduk Kota Medan pada tahun 2011 yang berjumlah 2.117.224 jiwa. Jumlah usia non produktif bayi, balita, anak-anak, dan remaja (0 – 14) tahun adalah sebanyak 569.534 jiwa (26,90%). Jumlah usia produktif yaitu 15 – 54 tahun adalah sebanyak 1.351.737 orang (63,84%). Sedangkan usia manula > 55 adalah 195.953 orang (9,26%). Usia produktif adalah usia dimana orang memiliki nilai ekonomi yang tinggi sehingga dapat menghasilkan barang dan jasa dengan efektif. Dari data dalam tabel 8 menunjukkan bahwa ketersediaan tenaga kerja di Kota Medan cukup besar.


(44)

Penduduk Menurut Tingkat Pendidikan

Penduduk Kota Medan menurut tingkat pendidikan terdiridari tamat SD, SLTP, SLTA, dan Perguruan Tinggi. Untuk melihat lebih jelas mengenai tingkat pendidikan Kota Medan dapat dilihat pada Tabel 9.

Tabel 9. Penduduk Menurut Tingkat Pendidikan Tingkat Pendidikan Jumlah

Persentase (%)

SD 266.756 31,7

SLTP 116.076 13,8

SLTA 125.639 15,0

Perguruan Tinggi 331.567 39,5

Jumlah 840.038 100

Sumber: BPS, Medan Dalam Angka 2011

Tabel 9 menunjukkan tingkat pendidikan paling besar jumlahnya adalah pada Perguruan Tinggi yaitu sebanyak 331.567 orang (39,5%). Kemudian diikuti oleh SD sebanyak 266.756 orang (31,7%), SLTA sebanyak 125.639 orang (15,0%). Sedangkan tingkat pendidikan yang paling sedikit jumlahnya adalah SLTP yaitu sebanyak 116.076 orang (13,8%).

Sarana dan Prasarana

Sarana dan prasarana di Kota Medan terdiri dari sekolah, kesehatan, tempat peribadatan, transportasi, dan pasar. Kelima jenis sarana dan prasarana ini tersedia sangat baik. Secara rinci dapat dilihat pada Tabel 10.


(45)

Tabel 10. Sarana dan Prasarana

Sarana dan Prasarana Jumlah

(Unit)

1. Sekolah

a. SD 805

b. SMP 353

c. SMA 205

d. SMK 134

e. Perguruan Tinggi 33

2. Kesehatan

a. Puskesmas 39

b. Pustu 41

c. BPU 349

d. Rumah Bersalin 117

e. Rumah Sakit 76

3. Tempat Peribadatan

a. Mesjid/Musholla 1.706

b. Gereja 634

c. Kuil 26

d. Wihara 21

e. Klenteng 5

4. Transportasi

a. Jalan Baik 3.254,3 km

b. Jalan Sedang 15,8 km

c. Jalan Rusak 20,1 km

d. Jalan Rusak Berat 1,3 km

5. Pasar

a. Pasar Tradisional 56

b. Pasar Modern 239

Sumber: BPS, Medan Dalam Angka 2011

Tabel 10 menunjukkan sarana dan prasarana di Kota Medan, dimana untuk sarana dan prasarana untuk sekolah terdiri dari SD sebanyak 805 unit, SMP sebanyak 353 unit, SMA 205 unit, SMK 134 unit, dan Perguruan Tinggi berjumlah 33 unit dengan berbagai strata. Status sekolah pun beragam mulai dari negeri, swasta, maupun sekolah luar negeri yang tersebar di setiap sudut dan pelosok Kota Medan dengan kualitas yang beragam.


(46)

Sarana kesehatan sangat diperlukan oleh penduduk terutama Kota Medan. Sarana kesehatan yang ada yaitu Puskesmas sebanyak 39 unit, Pustu 41 unit, BPU sebanyak 39 unit, Rumah Bersalin 117 unit, dan Rumah Sakit sebanyak 76 unit yang tersebar di seluruh Kecamatan. Selain itu, sarana peribadatan sangat diperlukan oleh penduduk kota besar seperti Kota Medan. Sarana peribadatan yang ada adalah mesjid/musholla berjumlah 1.706 unit, gereja sebanyak 634 unit, kuil 26 unit, wihara 21 unit, dan klenteng 5 unit.

Sarana transportasi sangat lengkap di Kota Medan. Angkutan kota sangat banyak kesegala penjuru Kota Medan. Panjang jalan di Kota Medan yang tergolong baik yaitu 3.254,3 km. Jalan sedang 15,8 km, jalan rusak yaitu 20,1 km, dan jalan rusak berat yaitu 1,3 km.

Pasar tradisional maupun pasar modern banyak sekali terdapat di Kota Medan. Masyarakat dapat dengan mudah memilih untuk berbelanja di pasar tradisional maupun pasar modern. Pasar tradisional ada 56 unit dan pasar modern ada 239 unit yang tersebar di seluruh Kecamatan di Kota Medan.


(47)

Pertumbuhan Ekonomi

Secara umum pertumbuhan ekonomi dan lapangan usaha industri pengolahan yang berkembang di Kota Medan dijelaskan pada Tabel 11.

Tabel 11. PDRB Kecamatan Menurut Laju Pertumbuhan Ekonomi dan Sektor Ekonomi Industri Pengolahan di Kota Medan Atas Dasar Harga Berlaku Tahun 2009

ADH Konstan 2000 Sektor Ekonomi Kecamatan Pertumbuhan Ekonomi Industri Pengolahan

(%) (Milyar Rupiah)

Medan Tuntungan 6,99 3,80

Medan Johor 7,79 146,72

Medan Amplas 7,68 236,50

Medan Denai 7,15 72,15

Medan Area 6,65 58,01

Medan Kota 7,52 119,33

Medan Maimun 6,16 21,48

Medan Polonia 7,79 6,20

Medan Baru 5,87 513,13

Medan Selayang 6,66 13,99

Medan Sunggal 4,83 17,13

Medan Helvetia 6,72 13,95

Medan Petisah 8,14 32,26

Medan Barat 3,42 6.934,07

Medan Timur 8,10 43,75

Medan Perjuangan 8,25 11,57

Medan Tembung 8,11 63,54

Medan Deli 8,72 1.875,26

Medan Labuhan 7,12 143,27

Medan Marelan 5,80 145,89

Medan Belawan 5,92 388,50

Kota Medan 6,56 10.860,50

Sumber: PDRB Kota Medan Per Kecamatan Tahun 2009

Dari Tabel 11 dapat diketahui bahwa pertumbuhan ekonomi di Kota Medan pada Tahun 2009 sebesar 6,56%. Pertumbuhan ekonomi tertinggi adalah di Kecamatan Medan Deli, Medan Perjuangan, Medan Petisah, Medan Tembung, dan Medan


(48)

Timur yang tumbuh berkisar 8 persen. Sektor industri pengolahan sumbangan sebesar 10.850,50 Milyar Rupiah terhadap total PDRB Kota Medan. Pada sektor industri, Kecamatan yang menyumbang terbesar adalah Kecamatan Medan Barat yaitu sebesar Rp. 6.934,07 Milyar terhadap total PDRB.

Karakteristik Responden

Karakteristik responden dalam penelitian ini meliputi umur, tingkat pendidikan, jumlah tanggungan, dan lama berusaha. Adapun karakteristik responden dibagi menjadi 3 bagian, yaitu: karakteristik responden pengolah tahu, karakteristik responden pengolah tempe, dan karakteristik responden pengolah susu kedelai. Secara rinci, masing-masing karakteristik responden akan dijelaskan satu persatu. Untuk karakteristik responden pengolah tahu dapat dilihat pada Tabel 12.

Tabel 12. Karakteristik Responden Pengolah Tahu

Karakteristik Sampel Satuan Rataan Range

Umur Tahun 52,5 40 – 61

Tingkat Pendidikan Tahun 6,5 6 – 9

Jumlah Tanggungan Jiwa 2,17 1 – 3

Lama Berusaha Tahun 16,17 4 – 29

Sumber: Analisis Data Primer (Lampiran 1) 2013

Dari Tabel 12 dapat diketahui bahwa rata-rata umur responden pengolah tahu adalah 52,5 tahun dengan rentang antara 40 – 61 tahun. Dilihat dari tingkat pendidikan yang dijalani oleh responden pengolah tahu rata-ratanya adalah 6,5 tahun, ini menunjukkan bahwa tingkat pendidikan yang dominan pada responden pengolah tahu adalah tingkat SD. Jumlah rata-rata tanggungan yang dimiliki oleh responden pengolah tahu adalah 2,17 dengan rentang 1 – 3 orang. Sedangkan lamanya berusaha tahu yaitu rata-rata 16,17 tahun dengan rentang 4 – 29 tahun.


(49)

Tabel 13. Karakteristik Responden Pengolah Tempe

Karakteristik Sampel Satuan Rataan Range

Umur Tahun 50,5 30 – 69

Tingkat Pendidikan Tahun 7,88 6 – 12

Jumlah Tanggungan Jiwa 2 0 – 4

Lama Berusaha Tahun 22,06 6 – 47

Sumber: Analisis Data Primer (Lampiran 2) 2013

Berdasarkan Tabel 13 dapat diketahui bahwa rata-rata umur responden pengolah tempe adalah 50,5 tahun dengan rentang antara 30 – 69 tahun. Dilihat dari tingkat pendidikan yang dicapai oleh responden pengolah tempe mempunyai rata-rata 7,88 tahun dengan rentang antara 6 – 12 tahun. Ini berarti bahwa tingkat pendidikan yang dominan dari responden pengolah tempe adalah tingkat SMP. Jumlah tanggungan yang dimiliki oleh responden pengolah tempe rata-rata 2 dengan rentang 0 – 4 orang. Sedangkan lamanya berusaha tempe rata-ratanya adalah 22,06 yang berada pada rentang 6 – 47.

Tabel 14. Karakteristik Responden Pengolah Susu Kedelai

Karakteristik Sampel Satuan Rataan Range

Umur Tahun 41,9 29 – 63

Tingkat Pendidikan Tahun 10,7 6 – 15

Jumlah Tanggungan Jiwa 1,9 0 – 3

Lama Berusaha Tahun 5,7 3 – 8

Sumber: Analisis Data Primer (Lampiran 3) 2013

Tabel 14 menunjukkan rata-rata umur responden pengolah susu kedelai adalah 41,9 tahun dengan rentang antara 29 – 63 tahun. Dilihat dari tingkat pendidikan yang dijalani oleh responden pengolah susu kedelai rata-rata 10,7 tahun. Ini menunjukkan bahwa tingkat pendidikan yang dominan dari responden pengolah susu kedelai adalah tingkat SMA. Jumlah tanggungan yang dimiliki oleh


(50)

responden pengolah susu kedelai rata-rata 1,9 orang. Sedangkan lamanya berusaha rata-rata 5,7 tahun dengan rentang 3 – 8 tahun.


(51)

HASIL DAN PEMBAHASAN Sistem Produksi Usaha Pengolahan Kedelai

Dalam melakukan sistem produksi usaha pengolahan kedelai, ada beberapa hal yang perlu diketahui diantaranya penggunaan bahan baku dan bahan penunjang, penggunaan modal investasi, dan penggunaan tenaga kerja.

Penggunaan Bahan Baku dan Bahan Penunjang

Berdasarkan hasil pengamatan dan wawancara dengan responden di daerah penelitian, diketahui bahwa bahan baku untuk membuat tahu, tempe, maupun susu kedelai yaitu kacang kedelai cukup tersedia sesuai dengan kebutuhan. Namun, kacang kedelai yang dijadikan untuk membuat tahu, tempe, maupun susu kedelai berasal dari kedelai impor. Hal ini disebabkan karena kedelai impor lebih bermutu dan juga selalu tersedia dibandingkan dengan kedelai lokal. Para pengusaha tahu, tempe, dan susu kedelai memiliki pemasok tetap yang sudah menjalin kerja sama sehingga bahan baku dapat tersedia untuk diproduksi.

Selain bahan baku kedelai, diperlukan juga bahan penunjang yang menunjang produksi. Untuk tahu bahan penunjangnya terdiri dari kayu bakar, obat tahu, solar, listrik, dan air. Bahan penunjang dalam pembuatan tempe di daerah penelitian terdiri dari bahan bakar gas, solar, ragi, daun, plastik, minyak lampu, dan lilin, serta listrik dan air. Sedangkan dalam pembuatan susu kedelai diperlukan bahan penunjang seperti bahan bakar gas, solar, gula, garam, plastik, karet, dan perasa makanan seperti pandan, serta listrik dan air.


(52)

Penggunaan Modal Investasi

Setiap kegiatan dalam proses produksi pertanian, sudah pasti membutuhkan modal. Ketersediaan modal yang mencukupi sangat diperlukan untuk keberlangsungan suatu usaha. Besar kecilnya modal tergantung kepada skala usahanya. Dalam usaha pengolahan kedelai menjadi tahu untuk industri rumah tangga, rata-rata modal investasi yang dibutuhkan adalah Rp. 14.250.500. Investasi tersebut digunakan untuk membeli peralatan dalam memproduksi tahu. Secara rinci, modal investasi untuk pengolahan kedelai menjadi tahu dapat dilihat pada Tabel 15.

Tabel 15. Rata-Rata Kebutuhan Modal Investasi dalam Pengolahan Kedelai Menjadi Tahu di Daerah Penelitian Tahun 2013

Investasi Harga (Rp)

Kettle/Boiler/Tangki Uap 9.550.000

Cetakan Tahu 440.000

Mesin Giling 3.216.666.67

Kotak Tahu 105.000

Ember 525.833.33

Tong 165.000

Mesin Air 220.833.33

Pisau 2.166.67

Kain Saring 25.000

Jumlah 14.250.500

Sumber: Analisis Data Primer (Lampiran 7, 8, 9, 10, 11, 12, 13, 14, 15) 2013

Pada usaha pengolahan kedelai menjadi tempe, rata-rata modal awal/investasi yang dibutuhkan pada industri rumah tangga adalah Rp. 3.577.437,5. Investasi ini digunakan untuk membeli peralatan yang diperlukan dalam mengolah kacang kedelai menjadi tempe. Secara rinci, modal investasi pengolahan tempe dapat dilihat pada Tabel 16.


(53)

Tabel 16. Rata-Rata Kebutuhan Modal Investasi dalam Pengolahan Kedelai Menjadi Tempe di Daerah Penelitian Tahun 2013

Investasi Harga (Rp)

Tong Rebusan 386.250

Mesin Pemecah Kacang 2.031.250

Ember 122.187,5

Tong Rendaman 306.562,5

Mesin Air 262.500

Keranjang 50.250

Meja 331.250

Timbangan 87.187,5

Jumlah 3.577.437,5

Sumber: Analisis Data Primer, (Lampiran 16, 17, 18, 19, 20, 21, 22, 23) 2013

Sedangkan dalam pengolahan kedelai menjadi susu kedelai pada industri rumah tangga, rata-rata modal investasi yang dibutuhkan adalah Rp. 1.835.610,68. Investasi ini digunakan untuk membeli peralatan yang dibutuhkan dalam pengolahan kedelai menjadi susu kedelai. Secara rinci, modal investasi pengolahan susu kedelai dapat dilihat pada Tabel 17.

Tabel 17. Rata-Rata Kebutuhan Modal Investasi dalam Pengolahan Kedelai Menjadi Susu Kedelai di Daerah Penelitian Tahun 2013

Investasi Harga (Rp)

Panci/Dandang Rebusan 247.777,78

Mesin Penggiling 1.135.555,56

Ember 142.777,78

Saringan Santan/Kain Saringan 10.111,11

Sendok Panjang/Sudit 12.166,67

Mesin Air 194.444

Timbangan 92.777,78

Jumlah 1.835.610,68


(54)

Penggunaan Tenaga Kerja

Tenaga kerja yang digunakan dalam pengolahan kedelai menjadi tahu, tempe, dan susu kedelai pada umumnya adalah tenaga kerja dalam keluarga. Jumlah tenaga kerja yang dibutuhkan untuk memproduksi tahu, tempe, dan susu kedelai berturut-turut adalah 1,378 HKP/hari, 0,83 HKP/hari, dan 0,79 HKP/hari. Tenaga kerja ini digunakan untuk mengolah kedelai menjadi tahu, tempe, dan susu kedelai di setiap tahapan produksi.

Proses Pembuatan Tahu, Tempe, dan Susu Kedelai Proses Pembuatan Tahu

Proses pembuatan tahu di daerah penelitian dapat dilihat pada Gambar 2.

Gambar 2. Kerangka Proses Pembuatan Tahu di Daerah Penelitian

Perendaman

Penggilingan

Perebusan

Penyaringan

Penambahan Koagulan

Pencetakan

Pemotongan

Ampas

Air Tahu


(55)

Berikut adalah penjelasan dari Kerangka Pembuatan Tahu di daerah penelitian, yaitu:

1. Perendaman

Kacang kedelai direndam dengan air sampai air meresap ke dalam kacang. Hal ini bertujuan agar mudah dalam proses penggilingan. Perendaman ini dilakukan selama 2 – 4 jam.

2. Penggilingan

Setelah direndam, kacang kedelai digiling sampai hancur hingga tampak seperti bubur dengan menggunakan mesin penggiling. Mesin penggiling yang digunakan menggunakan bahan bakar solar sehingga terjadi penambahan biaya pada proses penggilingan yaitu biaya solar dan tenaga kerja.

3. Perebusan

Kacang kedelai yang sudah digiling dan menjadi bubur kedelai, langsung dimasak/direbus sampai mendidih. Alat yang digunakan untuk memasak/merebus kacang kedelai di daerah penelitian adalah uap yang berasal dari tangki uap atau kettle uap. Proses perebusan ini berlangsung sampai bubur kedelai mendidih yaitu berkisar antara 10 – 15 menit.

4. Penyaringan

Bubur kacang kedelai yang telah mendidih langsung diangkat dari tempat pemanasan untuk disaring. Tujuannya adalah untuk memisahkan ampas kedelai dengan sari pati kedelai. Alat yang digunakan untuk penyaringan adalah kain saring.


(56)

5. Pemberian Obat Tahu

Setelah disaring, proses selanjutnya adalah penambahan koagulan ke dalam hasil saringan yaitu ke dalam sari pati kedelai. Koagulan yang ditambahkan adalah berupa obat tahu. Tetapi di daerah penelitian, obat tahu yang digunakan oleh semua responden adalah air tahu yang dihasilkan dari proses sebelumnya yang disebut dengan “cuka”. Jadi, obat tahu yang digunakan untuk proses pembuatan tahu hari ini adalah air tahu yang diperoleh dari proses pembuatan kemarin. Setiap ± 20 kg kacang kedelai ditambahkan obat tahu/cuka sebanyak 1 – 2 liter.

6. Pencetakan

Setelah penambahan koagulan akan terlihat gumpalan-gumpalan kecil tahu yang terpisah dengan air. Kemudian gumpalan-gumpalan kecil tersebut langsung dimasukkan ke dalam cetakan berbentuk balok yang telah dilapisi kain penyaring untuk dicetak. Setelah dimasukkan ke dalam cetakan, maka dilakukan pengepresan (Penekanan) dengan batu untuk mengeluarkan air dari gumpalan tahu tersebut sampai menyatu sehingga sesuai dengan cetakan tahu. Kemudian dibiarkan selama 15 – 20 menit.

7. Pemotongan

Tahu yang telah tercetak langsung dipindahkan ke dalam kotak tahu. Kemudian dipotong sesuai permintaan.


(57)

Untuk lebih mengetahui proses pembuatan tahu, berikut disajikan dokumentasi dari proses pembuatan tahu.

Perendaman Kacang Kedelai Penggilingan Kacang Kedelai

Perebusan Bubur Kedelai Penyaringan Santan Kedelai

Pemberian Obat Tahu Pencetakan Tahu

Pemotongan Tahu


(58)

Proses Pembuatan Tempe

Proses pembuatan tempe di daerah penelitian ada sedikit perbedaan diantara responden. Adapun proses pembuatan tempe di daerah penelitian dapat dilihat pada Gambar 4.

Gambar 4. Kerangka Proses Pembuatan Tempe di Daerah Penelitian

Pencucian I

Perebusan I

Pengasaman/Perendaman

Pemecahan

Pencucian II

Pengeringan/Pendinginan

Peragian

Pembungkusan Perebusan II

Buang Kulit Tidak Buang Kulit


(59)

Berikut adalah penjelasan dari Gambar 4. Tentang pembuatan tempe di daerah penelitian sebagai berikut:

1. Pencucian I

Langkah pertama yang dilakukan dalam pengolahan kedelai menjadi tempe adalah pencucian kacang kedelai. Kacang kedelai dicuci sampai bersih untuk mengeluarkan kotoran-kotoran yang ada melekat pada kacang kedelai. Kacang kedelai dicuci dengan menggunakan air yang bersih tanpa ada penambahan bahan-bahan lainnya.

2. Perebusan I

Setelah dicuci, kemudian kacang kedelai direbus sampai setengah matang. Lamanya perebusan ini berkisar antara 1 – 2 jam. Alat yang digunakan dalam proses perebusan I di daerah penelitian adalah dandang/tong rebusan. Adapun bahannya cukup dengan menggunakan air tanpa bahan tambahan lainnya.

3. Pengasaman/Perendaman

Proses pengasaman pada pengolahan tempe dilakukan dengan cara merendam kacang kedelai yang telah direbus. Proses ini berlangsung selama satu malam (berkisar 12 – 14 jam). Proses pengasaman ini bertujuan untuk mengeluarkan zat asam yang ada di dalam kacang kedelai. Zat asam yang keluar dari kacang kedelai berbentuk lendir yang jika tidak dibuang akan menghasilkan tempe yang mudah rusak dan rasanya menjadi asam.

4. Pemecahan Kacang Kedelai

Setelah kacang kedelai direndam selama satu malam (12 – 14 jam), maka proses selanjutnya adalah pemecahan kacang kedelai. Pemecahan kacang


(60)

kedelai di daerah penelitian adalah memecahkan kacang kedelai sampai menjadi 2 bagian. Proses ini bertujuan untuk memperluas daerah tumbuhnya jamur tempe dalam proses fermentasi. Selain itu juga bertujuan agar kulit ari yang masih menempel terkelupas. Di daerah penelitian proses pemecahan kacang kedelai dilakukan dengan menggunakan mesin pemecah kacang. Lamanya proses pemecahan ini tergantung kepada banyaknya kacang kedelai. Namun, di daerah penelitian umumnya proses pemecahan berlangsung selama 20 – 45 menit.

5. Pencucian II

Setelah dipecah, kemudian kacang kedelai dicuci kembali (pencucian II). Proses pencucian II ini merupakan penentu baik atau tidaknya tempe yang dihasilkan, karena selain menggunakan bahan baku yang bagus kebersihan dalam pencucian juga menjadi penentu dalam menghasilkan tempe yang berkualitas. Pada pencucian II ini dipastikan tempe sudah terbebas dari lendir-lendir agar mengurangi resiko kerusakan tempe berupa bau asam pada tempe. Oleh karena itu pencucian dilakukan berulang-ulang untuk menjamin kebersihannya.

Di daerah penelitian pencucian II dilakukan dengan 2 cara, yaitu buang kulit dan tidak buang kulit. Sebagian responden membuang kulit ari yang sudah lepas dari biji akibat pemecahan kacang kedelai. Hal ini bertujuan agar tempe yang dihasilkan tidak mudah rusak sehingga lebih tahan lama, tampilannya jauh lebih bersih dibandingkan dengan tempe yang tidak dibuang kulit arinya. Waktu yang dibutuhkan untuk memisahkan kulit ari dengan biji kedelainya


(61)

juga lebih lama (berkisar 2 – 3 jam) karena dilakukan secara tradisional. Sedangkan jika kulit arinya tidak dipisahkan/dibuang, maka cukup memakan waktu 20 – 30 menit.

6. Perebusan II

Setelah kacang kedelai dipecah dan dicuci, proses selanjutnya adalah kacang kedelai direbus kembali. Perebusan II ini dilakukan selama 2 jam.

7. Pengeringan/Pendinginan

Setelah perebusan II selesai, kacang kedelai diangkat dan ditiriskan untuk dikeringkan. Kemudian didinginkan dengan meletakkan di atas terpal ataupun meja yang beralaskan terpal. Biarkan sampai kering udara dan dingin. Proses pendinginan bisa dibantu dengan menggunakan kipas angin.

8. Peragian

Setelah proses pendinginan, kemudian dilanjutkan dengan peragian. Kacang kedelai yang telah dingin ditaburi ragi sesuai dengan jumlah kacang kedelai.

9. Pembungkusan

Proses yang terakhir adalah pembungkusan tempe. Di daerah penelitian tempe dibungkus dengan menggunakan plastik maupun daun pisang. Pembungkusan dilakukan dengan berbagai jenis ukuran. Ada ukuran kecil, sedang, dan besar. Ukuran kecil rata-rata bobotnya 1,2 ons, ukuran sedang 2,5 ons, dan ukuran besar bobotya antara 4 – 5 ons. Kemudian digantung untuk proses fermentasi.


(62)

Untuk lebih mengetahui proses pembuatan tempe, berikut disajikan dokumentasi dari proses pembuatan tempe.

Pencucian I Perebusan I

Perendaman Kedelai Pemecahan Kedelai

Pencucian II Perebusan II

Pendinginan/Pengeringan dan Peragian Pembungkusan

Proses Fermentasi Tempe


(63)

Proses Pembuatan Susu Kedelai

Proses pembuatan susu kedelai di daerah penelitian dapat dilihat pada Gambar 6.

Gambar 6. Kerangka Proses Pembuatan Susu Kedelai di Daerah Penelitian

Berikut adalah penjelasan dari Gambar 6. Tentang pembuatan susu kedelai di daerah penelitian, yaitu:

1. Perendaman

Proses pertama dari pengolahan susu kedelai adalah perendaman kacang kedelai. Tujuannya adalah agar mudah dalam proses penggilingan. Perendaman kacang kedelai cukup dengan menggunakan air yang bersih. Kacang kedelai direndam selama 1 malam (berkisar antara 8 – 12 jam).

Perendaman

Penggilingan

Penyaringan

Pembungkusan Perebusan

Penambahan Koagulan Kacang Kedelai


(64)

2. Penggilingan

Setelah kacang kedelai direndam selama 1 malam, kemudian digiling sampai hancur hingga tampak seperti bubur. Dalam proses penggilingan, ditambahkan air secukupnya agar kedelai mudah hancur. Sebagian responden menggunakan mesin penggiling dan sebagian masih menggunakan blender. Mesin penggiling yang digunakan menggunakan bahan bakar solar sehingga terjadi biaya tambahan pada proses penggilingan yaitu biaya solar dan biaya tenaga kerja. Lamanya penggilingan tergantung jumlah kacang kedelai yang digiling.

3. Penyaringan

Kacang kedelai yang telah digiling, kemudian disaring dengan menggunakan kain yang halus ataupun dengan saringan. Tujuannya agar ampas dari kacang kedelai tidak terikut dengan airnya saat disaring karena yang akan dikonsumsi adalah airnya.

4. Perebusan

Setelah disaring, langsung dimasak/direbus sampai mendidih. Selama proses perebusan, hasil saringan kacang kedelai tersebut diaduk terus hingga mendidih agar hasilnya bagus dan tidak pecah. Adapun alat yang digunakan dalam proses perebusan ini adalah panci ataupun dandang/tong rebusan dan sendok untuk pengaduknya. Biasanya dinamakan sudit/sendok panjang yang terbuat dari kayu, atau boleh juga menggunakan sendok biasa jika produksi dalam jumlah yang sedikit.


(65)

5. Penambahan Koagulan

Setelah mendidih, proses selanjutnya adalah penambahan koagulan. Koagulan yang ditambahkan berupa gula, garam, dan perasa makanan seperti pandan. Di daerah penelitian responden menambahkan gula, garam, dan pandan. Gula, garam, dan pandan ditambahkan secukupnya hingga rasanya enak.

6. Pembungkusan

Setelah penambahan koagulan, kemudian dilanjutkan dengan pembungkusan. Susu kedelai yang sudah siap langsung dibungkus ke dalam plastik. Di daerah penelitian susu kedelai dibungkus dengan plastik ¼ kg dan diikat dengan karet.

Untuk lebih mengetahui proses pembuatan susu kedelai, berikut disajikan dokumentasi dari proses pembuatan susu kedelai.

Perendaman Kacang Kedelai Penggilingan Kacang Kedelai


(66)

Penambahan Gula dan Garam Pembungkusan Susu Kedelai

Gambar 7. Dokumentasi Proses Pembuatan Susu Kedelai Nilai Tambah Pengolahan Kedelai Menjadi Tahu

Nilai tambah yang diperoleh berasal dari proses pengolahan kacang kedelai sampai menjadi produk olahan. Output (produk olahan) yang dihasilkan pada proses ini adalah tahu. Tahu yang dihasilkan di daerah penelitian adalah tahu sumedang dalam bentuk mentah (tidak diolah menjadi tahu goreng).

Tahu yang dihasilkan berbentuk segiempat dengan berbagai ukuran tergantung kepada bentuk dan ukuran cetakan pada proses pencetakan. Namun dalam penelitian ini, peneliti mengkonversikan output yang dihasilkan ke dalam satuan Kg, untuk memudahkan dalam proses perhitungan akhir nilai tambah yang dihasilkan.

Untuk mengetahui berapa besar nilai tambah yang dihasilkan dari proses pengolahan kedelai menjadi tahu dapat dilihat pada Tabel 18.


(67)

Tabel 18. Nilai Tambah Pengolahan Kedelai Menjadi Tahu

Variabel Nilai

I. Output, Input dan Harga

1. Output (kg) 721,67

2. Input (kg) 95

3. Tenaga Kerja (HKP) 1,38

4. Faktor Konversi 7,6

5. Koefisien Tenaga Kerja (HKP/kg) 0,015

6. Harga Output (Rp) 2.166,67

7. Upah Tenaga Kerja (Rp/HKP) 47.825,17

II. Penerimaan dan Keuntungan

8. Harga Bahan Baku (Rp/Kg) 7.350

9. Sumbangan Input Lain (Rp/Kg) 776,32

10.Nilai Output (Rp/Kg) 16.466,69

11.a. Nilai Tambah (Rp/Kg) 8.340,37

b. Rasio Nilai Tambah (%) 50,64

12.a. Pendapatan Tenaga Kerja (Rp/Kg) 717,38

b. Pangsa Tenaga Kerja (%) 8,6

13.a. Keuntungan (Rp/Kg) 7.622,99

b. Tingkat Keuntungan (%) 91,4

III. Balas Jasa Pemilik Faktor Produksi

14.Marjin (Rp/Kg) 9.116,69

a. Pendapatan Tenaga Kerja Langsung (%) 7,87

b. Sumbangan Input Lain (%) 8,52

c. Keuntungan Pemilik Perusahaan (%) 83,62

Sumber: Analisis Data Primer, 2013

Penjelasan mengenai perhitungan yang terdapat pada tabel 18 adalah sebagai berikut:

Input, Output, dan Harga

Dari tabel 18 dapat dilihat bahwa dalam pengolahan kedelai menjadi tahu didapat rata-rata jumlah output adalah sebesar 721,67 Kg dari rata-rata input (jumlah bahan baku) yang digunakan sebanyak 95 Kg. Faktor konversi yang diperoleh adalah sebesar 7,6. Nilai konversi ini menunjukkan bahwa setiap pengolahan 1 Kg kacang kedelai akan menghasilkan 7,6 Kg tahu. Dimana dalam proses


(1)

Lampiran 54. Perhitungan Jumlah dan Harga Output pada Pengolahan Tahu

Output

Jumlah Pemakaian Jumlah Kotak Jumlah Tahu Jumlah Bobot Tahu Jumlah Harga per Harga

Sampel Kacang Kedelai (Kotak) per Kotak Tahu per Kg Bobot Tahu Buah Output

(Kg) Buah/Kotak (Buah) (Buah/Kg) (Kg) (Rp/Buah) (Rp/Kg)

1 75 50 144 7.200 14 514,29 150 2.100

2 150 140 144 20.160 14 1.440 150 2.100

3 70 90 144 12.960 14 925,71 150 2.100

4 100 65 144 9.360 14 668,57 150 2.100

5 75 37 100 3.700 10 370 250 2.500

6 100 40 144 5.760 14 411,43 150 2.100

Total 570 422 820 59.140 80 4.330 1.000 13.000


(2)

Lampiran 55. Perhitungan Jumlah dan Harga Output pada Pengolahan Tempe

Output

Jumlah Pemakaian Jumlah Total Bobot

Jumlah Output

Sampel Kacang Kedelai

Bobot

Output Output Output per Kg

Harga Output

Harga per Kg

(Kg) (Ons/Batang) (Batang) (Kg) (Batang/Kg) (Rp/Batang) (Rp/Kg)

1 40 1 820 82 10 800 8.000

2 40 1 840 84 10 800 8.000

3 45 1,2 675 81 8 1.000 8.000

4 50 2 425 85 5 1.700 8.500

5 100 1,7 1.500 255 6 1.500 9.000

6 50 1 850 85 10 800 8.000

7 60 1,5 900 135 7 1.300 9.100

8 40 1 840 84 10 800 8.000

9 50 1,2 900 108 8 1.000 8.000

10 45 1,7 450 76,5 6 1.500 9.000

11 30 1,7 585 99,45 6 1.500 9.000

12 50 1,2 900 108 8 1.000 8.000

13 45 1 810 81 10 800 8.000

14 30 1,5 340 51 7 1.300 9.100

15 60 1 1.020 102 10 1.000 10.000

16 50 1,2 708 84,96 8 1.200 9.600

Total 785 20,9 12.563 1.601,91 129 4.014 137.300


(3)

Lampiran 56. Perhitungan Jumlah dan Harga Output pada Pengolahan Susu Kedelai

Output

Jumlah Pemakaian Jumlah Total Bobot Jumlah Output

Sampel

Kacang Kedelai

(Kg) Bobot Output Output Output per Kg Harga Output Harga per Kg

(Ons/Bungkus) (Bungkus) (Kg) (Bungkus/Kg) (Rp/Bungkus) (Rp/Kg)

1 1 1,5 50 7,5 6 2.000 12.000

2 1 2 40 8 5 2.000 10.000

3 3 2 100 20 5 2.000 10.000

4 5 1,5 250 37,5 6 1.500 9.000

5 4 2 200 40 5 1.500 7.500

6 10 1,5 500 75 6 1.500 9.000

7 6 2 240 48 5 2.000 10.000

8 12 1,5 300 45 6 1.500 9.000

9 5 1,5 250 37,5 6 1.500 9.000

Total 47 15,5 1930 318,5 50 15.500 85.500


(4)

Lampiran 57. Jumlah Bahan Baku dan Output pada Pengolahan Tahu

Frekuensi Pembuatan Tahu Input (I) Output (O)

Sampel (Hari) (Kg) (Kg)

Minggu Bulan Tahun Hari Minggu Bulan Tahun Hari Minggu Bulan Tahun

1 7 30 360 75 525 2.250 27.000 514,29 3.600,03 15.428,7 185.144

2 7 30 360 150 1.050 4.500 54.000 1.440 10.080 43.200 518.400

3 7 30 360 70 490 2.100 25.200 925,71 6.479,97 27.771,3 333.256

4 7 30 360 100 700 3.000 36.000 668,57 4.679,99 20.057,1 240.685

5 7 30 360 75 525 2.250 27.000 370 2.590 11.100 133.200

6 7 30 360 100 700 3.000 36.000 411,43 2.880,01 12.342,9 148.115

Total 42 180 2.160 570 3.990 17.100 205.200 4.330 30.310 129.900 1.558.800


(5)

Lampiran 58. Jumlah Bahan Baku dan Output pada Pengolahan Tempe

Frekuensi Pembuatan

Tempe Input (I) Output (O)

Sampel (Hari) (Kg) (Kg)

Minggu Bulan Tahun Hari Minggu Bulan Tahun Hari Minggu Bulan Tahun

1 7 30 360 40 280 1.200 14.400 82 574 2.460 29.520

2 7 30 360 40 280 1.200 14.400 84 588 2.520 30.240

3 7 30 360 45 315 1.350 16.200 81 567 2.430 29.160

4 7 30 360 50 350 1.500 18.000 85 595 2.550 30.600

5 7 30 360 100 700 3.000 36.000 255 1.785 7.650 91.800

6 7 30 360 50 350 1.500 18.000 85 595 2.550 30.600

7 7 30 360 60 420 1.800 21.600 135 945 4.050 48.600

8 7 30 360 40 280 1.200 14.400 84 588 2.490 29.880

9 7 30 360 50 350 1.500 18.000 108 756 3.240 38.880

10 7 30 360 45 315 1.350 16.200 76,5 535,5 2.295 27.540

11 7 30 360 30 210 900 10.800 99,45 696,5 2.983,5 35.802

12 7 30 360 50 350 1.500 18.000 108 756 3.240 38.880

13 7 30 360 45 315 1.350 16.200 81 567 2.295 27.540

14 7 30 360 30 210 900 10.800 51 357 1.530 18.360

15 7 30 360 60 420 1.800 21.600 102 714 3.060 36.720

16 7 30 360 50 350 1.500 18.000 84,96 594,72 2.548,8 30.585,6

Total 112 480 5.760 785 5.495 1.821.750 282.600 1.601,91 11.174,87 47.892,3 574.707,6

Rata-Rata 7 30 360 49,06 343,44 113.859,375 17.662,5 100,12 698,43 2.993,27 35.919,23


(6)

Lampiran 59. Jumlah Bahan Baku dan Output pada Pengolahan Susu Kedelai

Frekuensi Pembuatan Susu

Kedelai Input (I) Output (O)

Sampel (Hari) (Kg) (Kg)

Minggu Bulan Tahun Hari Minggu Bulan Tahun Hari Minggu Bulan Tahun

1 7 30 360 1 7 30 360 7,5 52,5 225 2.700

2 7 30 360 1 7 30 360 8 56 240 2.880

3 7 30 360 3 21 90 1.080 20 140 600 7.200

4 7 30 360 5 35 150 1.800 37,5 262,5 1.125 13.500

5 7 30 360 4 28 120 1.440 40 280 1.200 14.400

6 7 30 360 10 70 300 3.600 75 525 2.250 27.000

7 7 30 360 6 42 180 2.160 48 336 1.440 17.280

8 7 30 360 12 84 360 4.320 45 315 1.350 16.200

9 7 30 360 5 35 150 1.800 37,5 262,5 1.125 13.500

Total 63 270 3.240 47 329 1.410 16.920 318,5 2.229,5 9.555 114.660