Pengaruh Model Pembelajaran Generatif (Generative Learning) Terhadap Hasil Belajar Fisika Siswa Pada Konsep Cahaya

PENGARUH MODEL PEMBELAJARAN GENERATIF
(GENERATIVE LEARNING)
TERHADAP HASIL BELAJAR FISIKA SISWA
PADA KONSEP CAHAYA

Disusun oleh:
Yuli Amaliah
(106016300671)

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN FISIKA
JURUSAN PENDIDIKAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
FAKULTAS ILMU TARBIYAH DAN KEGURUAN
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH
JAKARTA
2013 / 1434 H

ABSTRAK
Yuli Amaliah (106016300671) “Pengaruh Model Pembelajaran Generatif
(Generative Learning) Terhadap Hasil Belajar Fisika Siswa.” Skripsi, Program
Studi Pendidikan Fisika, Jurusan Pendidikan Ilmu Pengetahuan Alam, Fkultas
Ilmu Tarbiyah dan Keguruan, Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah

Jakarta, 2011.
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh penggunaan model
pembelajaran generatif (generative learning) terhadap hasil belajar fisika siswa.
Penelitian ini dilaksanakan di SMP Mathla’ul Anwar pada tahun ajaran
2010/2011. Metode penelitian yang digunakan adalah kuasi eksperimen dengan
desain Nonequivalent Control Group design. Pengambilan sampel dilakukan
menggunakan teknik purposive sample, siswa kelas VIII.A sebagai kelas
eksperimen yang menggunakan model pembelajaran generatif, dan siswa kelas
VIII.B sebagai kelas kontrol yang tidak menggunakan model pembelajaran
generatif (menggunakan model pembelajaran konvensional). Instrumen yang
digunakan penilitian yaitu instrumen tes untuk mengukur hasil belajar fisika siswa
berupa soal-soal uraian. Data instrumen tes dianalisis dengan menggunakan
analisis statistik yaitu uji-t. berdasarkan hasil perhitungan dengan menggunakan
uji-t pada taraf signifikansi (α) = 0,05, didapatkan thitung > ttabel yaitu 3,846 >
0,999, sehingga hipotesis nol (Ho) ditolak dan hipotesis alternatif (Ha) diterima,
maka dapat disimpulkan terdapat pengaruh penggunaan model pembelajaran
generatif (generative learning) terhadap hasil belajar fisika siswa.
Kata kunci

: Pembelajaran Generatif, Hasil Belajar


i

ABSTRACT
Yuli Amaliah (106016300671). “The Influence of Generative Learning Model
to Physics Product Study.” Skripsi, Program Study of Physics Education,
Departement of Natural Science Education, Faculty of Tarbiyah and Teaching
Sciences, State Islamic University of Syarif Hidayatullah Jakarta, 2011.
The aim of this research was to know of The Influence of Generative Learning
Model to Physics Product Study. This research was held Junior High School
Mathla’ul Anwar (SMP Mathla’ul Anwar)in academic period 2010/2011. The
research method was quasi experiment and used Nonequivalent Control Group
Design. The sample in this research was taken by purposive sample technique,
students of class VIII.A as a group of experiment used generative learning model,
and student of class VIII.B as a group of control were not used generative
learning model (used conventional model. Instrument were used in these research
is test instrument used essay. Data was got from test instrument was analyzed by
statistical analysis t-test. Based on result of statistical analysis t-test at the level of
significant (α) = 0,05, it is shown that tvalues greater than ttable were 3,846 > 0,999,
with the result then zero hypothesis (HO) was refused and alternative hypothesis

(Ha) was accepted, that can be concluded, generative learning model can
influense student product study of the physics.
Keywords

: Generative Learning, Product Study

ii

KATA PENGANTAR

Bismiillahirrahmaanirrahiim
Assalaamu’alaikum Wr. Wb
Puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT atas limpahan
rahmat dan karunia-Nyalah sehingga penulis bisa menyelesaikan pembuatan
skripsi ini. Shalawat serta salam selalu tercurah pada Rasulallah Muhammad
SAW.
Skripsi yang berjudul “Pengaruh Model Pembelajaran Generatif
(Generative Learning) Terhadap Hasil Belajar Fisika Siswa” salah satu syarat
untuk memperoleh gelar sarjana untuk Program Studi Pendidikan Fisika Jurusan
Pendidikan Ilmu Pengetahuan Alam Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan

Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta.
Banyak pihak yang telah membantu terlaksananya penulisan skripsi ini,
oleh karena itu ucapan terima kasih tidak lupa penulis sampaikan kepada:
1. Prof. Dr. Rif’at Syauqi Nawawi, M. A, Dekan Fakultas Ilmu Tarbiyah dan
Keguruan Universitas Syarif Hidayatullah Jakarta.
2. Baiq Hana Susanti, M.Sc, Ketua Jurusan Pendidikan IPA Fakultas Ilmu
Tarbiyah dan Keguruan Universitas Syarif Hidayatullah Jakarta.
3. Iwan Permana Suwarna, M.Pd, Ketua Program Studi Pendidikan Fisika
Jurusan Pendidikan IPA Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan Universitas
Syarif Hidayatullah Jakarta.
4. Nurlena Rifa’i, M. A. Ph,D, Dosen Pembimbing I yang telah dengan sabar,
tulus dan ikhlas yang telah memberikan waktu, tenaga dan pikiran dalam
mengarahkan dan membimbing penulis dalam penyusunan skripsi ini.
5. Diah Mulhayatiah, M.Pd Dosen Pembimbing II yang telah dengan sabar, tulus
dan ikhlas yang telah memberikan waktu, tenaga dan pikiran dalam
mengarahkan dan membimbing penulis dalam penyusunan skripsi ini.
6. Anwar Sanusi, SE. S.Pdi. MM Kepala Sekolah SMP Mathla’ul Anwar.
7. Ricko, S.Pd Guru Mata Pelajaran Fisika di SMP Mathla’ul Anwar.

iii


8. Kedua orang tuaku (ema dan abah) yang telah memberikan limpahan kasih
sayang, motivasi dan doa pada penulis serta seluruh keluarga yang telah
memberikan dukungan moril dan materil.
9. Aa Misbah yang telah memberikan dukungan sepenuh hati dan terus
mensuport penulis sehingga penulis bisa menyelesaikan skripsi ini.
10. Teman-temanku di Asri (Assulaeman Putri) terima kasih atas doa dan
motivasinya yang telah kalian curahkan kepada penulis
11. Semua pihak yang tidak dapat penulis sebutkan satu persatu, terima kasih atas
doa dan dukungannya.
Akhirnya penulis berharap semoga skripsi ini dapat bermanfaat
bagi semua pihak, khususnya penulis sendiri serta para pembaca sekalian.
Wassalamu’alaikum Wr. Wb
Ciputat, Februari 2013
Penulis

Yuli Amaliah

iv


DAFTAR ISI
Halaman
LEMBAR PENGESAHAN
...............................................................................................

i

ABSTRACT ...............................................................................................

ii

KATA PENGANTAR ................................................................................

iii

DAFTAR ISI ...............................................................................................

v

DAFTAR GAMBAR ..................................................................................


viii

DAFTAR TABEL ......................................................................................

ix

DAFTAR LAMPIRAN ..............................................................................

x

ABSTRAK

BAB I

BAB

II

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah .................................................

1

B. Identifikasi Masalah .......................................................

4

C. Pembatasan Masalah ......................................................

4

D. Perumusan Masalah .......................................................

5

E. Tujuan Penelitian ...........................................................

5


F. Manfaat Penelitian .........................................................

5

KAJIAN TEORITIS, KERANGKA BERPIKIR DAN
PERUMUSAN HIPOTESIS
A. Deskripsi teoritis ............................................................

7

1. Hakikat Model Pembelajaran ...................................

7

2. Teori Belajar Konstruktivisme .................................

10

3. Pembelajaran Generatif (Generative Learning) .......


14

a. Pengertian Pembelajaran Generatif ...................

14

v

BAB

BAB

III

IV

b. Tahap-tahap Pembelajaran Generatif ................

17


c. Petunjuk Pelaksanaan Pembelajaran Generatif ..

25

d. Keunggulan Pembelajaran Generatif .................

26

4. Hasil Belajar .............................................................

26

5. Cahaya ......................................................................

34

a. Pengertian Cahaya .............................................

34

b. Sifat-sifat Cahaya ...............................................

35

c. Hukum Pemantulan Cahaya ...............................

35

d. Pembiasan Cahaya .............................................

37

e. Lensa ..................................................................

37

B. Hasil Penelitian yang Relevan .......................................

38

C. Kerangka Berpikir ..........................................................

39

D. Pengajuan Hipotesis .......................................................

41

METODOLOGI PENELITIAN
A. Tempat dan Waktu Penelitian ........................................

42

B. Metode Penelitian ..........................................................

42

C. Desain Penelitian ...........................................................

42

D. Prosedur Penelitian ........................................................

43

E. Populasi dan Sampel ......................................................

45

F. Teknik Pengumpulan Data .............................................

45

G. Instrumen Penelitian ......................................................

45

H. Teknik Analisis Data ......................................................

51

I. Hipotesis Statistik ..........................................................

54

HASIL DAN PEMBAHASAN
A. Hasil Penelitian ..............................................................

55

1. Hasil Pretest dan Posttest Kelompok Eksperimen
dan Kelompok Kontrol ............................................

vi

56

2. Hasil Uji Prasyarat Analisis Data Penggunaan

BAB

V

Konsep .....................................................................

59

3. Hasil Pengujian Hipotesis ........................................

61

B. Pembahasan ....................................................................

63

PENUTUP
A. Kesimpulan ....................................................................

66

B. Saran ..............................................................................

66

DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN

vii

DAFTAR GAMBAR
Gambar 2.1 Posisi Hirarki Pendekatan, Strategi, Metode, Teknik, Taktik
dan Model Pembelajaran dalam Kegiatan Belajar Mengajar
...............................................................................................

8

Gambar 2.2 Sifat Bayangan pada Cermin Datar ......................................

35

Gambar 2.3 Pembiasan Cahaya oleh Lensa Cembung ............................

38

Gambar 2.4 Kerangka Berpikir ...............................................................

41

Gambar 3. 1 Alur Prosedur Penelitian .....................................................

44

Gambar 4.1 Diagram Batang Nilai Rata-rata Tiap Aspek Penguasaan
Konsep

Hasil

Prettest

Kelompok

Eksperimen

dan

Kelompok Kontrol ..............................................................

57

Gambar 4.2 Diagram Batang Nilai Rata-rata Tiap Aspek Penguasaan
Konsep

Hasil

Posttest

Kelompok

Eksperimen

dan

Kelompok Kontrol ...............................................................

viii

58

DAFTAR TABEL

Tabel 2.1

Penerapan Pembelajaran Generatif di Kelas ........................

22

Tabel 3.1

Desain Penelitian .................................................................

43

Tabel 3.2

Kisi – kisi Instrumen Penelitian ...........................................

46

Tabel 3.3

Klasifikasi Interpretasi Reabilitas Soal .................................

49

Tabel 3.4

Klasifikasi Interpretasi Daya Pembeda ................................

51

Tabel 4.1

Rekapitulasi Ukuran Pemusatan dan Penyebaran Data Hasil
Pretest-Posttest Kelopmok Eksperimen dan Kelompok
Kontrol .................................................................................

Tabel 4.2

Nilai Rata-rata Tiap Aspek Penguasaan Konsep Hasil
Pretest-Posstest Kelas Eksperimen dan Kelas Kontrol .......

Tabel 4.3

56

Hasil

Uji

Normalitas

Data

Pretest-Posstest

59

Kelas

Eksperimen dan Kelas Kontrol ............................................

60

Tabel 4.4

Hasil Uji Homogenitas Data Pretest-Posstest .....................

61

Tabel 4.5

Hasil Uji Hipotesis Data Pretest-Posstest ............................

62

ix

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran

A. Perangkat Mengajar

Lampiran

A.1

RPP............................................................................

70

Lampiran

A.2

LKS ..........................................................................

85

Lampiran

B. Instrumen Penelitian

Lampiran

B.1

Kisi-kisi Instrumen Penelitian ..................................

93

Lampiran

B.2

Kunci Jawaban dan Pedoman Penelitian .................

99

Lampiran

B.3

Rekapitulasi Hasil Uji Coba Instrumen ....................

119

Lampiran

B.4

Validitas Instrumen ………………………………...

121

Lampiran

B.5

Reabilitas Instrumen ………………………………..

122

Lampiran

B.6

Uji Taraf Kesukaran Instrumen …………………….

123

Lampiran

B.7

Uji Daya Pembeda Instrumen ……………………...

124

Lampiran

B.8

Soal Pretest dan Posttest …………………………...

125

Lampiran

C. Data Hasil Penelitian

Lampiran

C.1

Perhitungan Data Statistik Pretest dan Posttest ……

127

Lampiran

C.2

Hasil Analisa Data Peraspek Penguasaan Konsep …

141

Lampiran

C.3

Uji Normalitas Pretest dan Posttest ………………..

145

Lampiran

C.4

Uji Homogenitas Pretest dan Posttest .…………….

150

Lampiran

C.5

Uji Hipotesis Pretest dan Posttest ………………….

152

Lampiran

D. Tabel Statistik

Lampiran

D.1

Tabel Uji Liliefors ………………………………….

154

Lampiran

D.2

Tabel Daftar F ………………………………….......

155

Lampiran

E. Surat-surat

x

BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah
Pelajaran fisika menjadi momok bagi para siswa karena pelajaran
fisika erat hubungannya dengan matematika. Belajar fisika bukan hanya
sekedar tahu matematika, lebih jauh siswa diharapkan mampu memahami
konsep yang terkandung didalamnya, menuliskannya ke dalam parameterparameter

atau

simbol-simbol

fisis,

memahami

permasalahan

serta

mengetahui bagaimana cara menyelesaikannya. Namun faktanya adalah
kebanyakan siswa belum mampu menyelesaikan masalah fisika yang
diberikan oleh guru dan belum mampu merespon apa yang disampaikan oleh
guru. Hal tersebut dapat tergambar ketika guru memberikan pertanyaan
kepada siswa mengenai suatu konsep, siswa cenderung diam dan belum
mampu

menjawab

pertanyaan

tersebut.

Siswa

mengalami

kesulitan

merangsang ingatan untuk mengingat pengetahuan yang didapat sebelumnya.
Ketika siswa mengemukakan gagasan, belum menunjukkan kelancaran
menanggapi masalah dan materi. Keluwesan siswa membuat suatu tanggapan
belum tampak dan siswa belum dapat mengidentifikasi suatu konsep.
Hal

ini

dikarenakan

siswa

belum

mampu

mengkonstruk

pengetahuannya sendiri. Siswa cenderung mengandalkan guru sebagai sumber
pengetahuannya. Akibatnya seringkali terjadi kesalahpahaman siswa terhadap
konsep yang sedang diajarkan oleh guru. Siswa cenderung panik ketika tidak
dapat menyelesaikan soal yang diberikan oleh guru. Kepanikan tersebut
karena mental siswa untuk mencoba menyelesaikan masalah fisika masih
sangat rendah, sehingga siswa belum dapat berpikir kreatif. Siswa cenderung
menghafalkan satu jawaban yang benar dan kemampuan siswa dalam mencari
alternatif jawaban dari masalah masih kurang, sehingga belum tampak
keberanian siswa memikirkan alternatif jawaban yang bervariasi. Siswa belum
1

2

mampu berpikir secara menyeluruh dan hanya terpaku pada materi yang
sedang dipelajari akibatnnya siswa belum mampu mengintegrasikan
keterkaitan antar konsep yang satu dengan konsep yang lainnya.
Permasalahan yang terjadi di atas berawal dari aspek kognitif siswa.
Aspek kognitif siswa merupakan aspek yang memberikan pengaruh besar
dalam keberhasilan proses pembelajaran. Aspek kognitif merupakan aspek
kompetensi yang mengarah kepada kecakapan hidup siswa (life skill).
Menurut Slameto permasalahan-permasalah di atas dapat diatasi dengan
memberikan pengajaran yang efektif dengan cara belajar secara aktif,
pelajaran di sekolah dihubungkan dengan kehidupan yang nyata di
masyarakat, dalam interaksi belajar mengajar, guru harus banyak memberikan
kebebasan pada siswa untuk dapat menyelidiki sendiri, mengamati sendiri,
belajar sendiri, mencari pemecahan masalah sendiri, dan guru harus
mempergunakan banyak metode pada waktu mengajar.1 Pendekatan serta
metode belajar termasuk faktor-faktor yang turut menentukan tingkat efisiensi
dan keberhasilan belajar siswa.2
Solusi untuk menyelesaikan masalah di atas adalah dengan cara
memberikan

model

pembelajaran

yang

kiranya

dapat

memberikan

pembelajaran yang efektif. Salah satu pembelajaran yang sesuai adalah
pembelajaran konstruktivisme. Pembelajaran konstruktivis berprinsip bahwa
siswa mengkonstruk pemikiran mereka sendiri dalam belajarannya. Artinya
pembelajaran konstruktivis ini mengarahkan siswa agar mampu membangun
pemikiran mereka sendiri, yakni ketika belajar siswa diharapkan mampu
mengaitkan suatu konsep yang diajarkan dengan kenyataan yang berkaitan
dengan pengalaman hidup siswa. Hal tersebut dimaksudkan agar siswa lebih
mudah memahami konsep yang diajarkan oleh guru. Jean Piaget seorang
pioner filsafat konstruktivisme menyatakan bahwa dalam proses belajar, anak
akan membangun sendiri skemanya serta membangun konsep-konsep melalui
pengalaman-pengalamannya. Model kontruktivisme berpandangan bahwa
1
2

Slameto. Belajar dan Faktor-Faktor yang Mempengaruhi. (Jakarta: Rienka Cipta. 2010), h. 92
Muhibbin Syah. Psikologi Belajar. (PT Logos Wacana Ilmu. 1999), h. 119

3

proses belajar diawali dengan terjadinya konflik kognitif. Konflik kognitif
tersebut terjadi saat interaksi antara konsepsi awal siswa dengan dengan
fenomena baru yang dapat di integrasi sehingga diperlukan perubahan struktur
kognitif untuk mencapai keseimbangan. Salah satu model pembelajaran dalam
naungan konstruktivisme yang dapat digunakan adalah model pembelajaran
generatif (generative learning).
Model pembelajaran generatif (Generative Learning) adalah suatu
proses yang mendapatkan pengetahuan. Dalam pembelajaran dengan
menggunakan model Generative Learning siswa dituntut mengkonstruksi
pengetahuannya sendiri berdasarkan pengalaman baru atau peristiwa yang
dikaitkan dengan pengetahuan yang sudah dimilikinya. Dalam hal ini berarti
peranan guru sebagai pelayan pengetahuan yang harus ditransfer kepada siswa
berubah menjadi fasilitator belajar dengan menyediakan kondisi belajar yang
memberikan kesempatan kepada siswa untuk mengkonstruksi pengetahuan
fisikanya sendiri. Implementasi strategi pembelajaran generative learning
dapat membangkitkan rasa ingin tahu siswa tentang dunia fisika dan
persoalan-persoalan fisika yang terkadang membuka peluang bagi siswa
memberikan pemikiran yang di luar dugaan guru.
Berdasarkan karakteristik model generative learning di atas, maka
salah satu konsep yang dapat diterapkan dengan menggunakan model
generative learning adalah konsep cahaya. Konsep cahaya dirasa cocok
dengan model pembelajaran generatif karena memiliki bahasan cukup luas
dan siswa dapat menikmati pelajaran fisika tanpa ada rasa takut serta lebih
bisa mengkonstruk pengetahuan awal siswa. Konsep cahaya dapat mengikis
ketidakberminatan dan kejenuhan siswa untuk belajar fisika. Jika sejak awal
fisika sudah diperkenalkan dengan menyenangkan maka pelajaran fisika tidak
akan menjadi momok yang menakutkan untuk siswa, dengan begitu hasil
belajar fisika siswa akan meningkat. Dengan demikian model pembelajaran
generatif sesuai untuk menyelesaikan permasalahan di atas.

4

Berdasarkan fenomena yang terjadi seperti yang telah diungkapkan di
atas, penulis mencoba melakukan pengkajian ilmiah yang berdasarkan
penelitian terhadap efektivitas model pembelajaran generative learning dan
peranannya dalam meningkatkan hasil belajar fisika siswa. Sehingga dengan
demikian penulis memilih judul: “Pengaruh Model Pembelajaran Generatif
(Generative Learning) Terhadap Hasil Belajar Fisika Siswa Pada Konsep
Cahaya”.

B. Identifikasi Masalah
Berdasarkan latar belakang masalah di atas, ada beberapa masalah
yang dapat diidentifikasikan sabagai berikut:
1. Penerapan model dan sistem pembelajaran masih terpusat pada aktivitas
guru.
2. Guru masih banyak menanamkan konsep-konsep melalui transfer
informasi dan pemberian contoh-contoh yang cenderung dihapal siswa.
3. Penggunaan pola pembelajaran yang kurang tepat dapat menimbulkan
kejenuhan dan ketidaktertarikan siswa terhadap pelajaran fisika.
4. Siswa pasif selama proses pembelajaran.
5. Siswa belum mampu menyelesaikan masalah fisika.

C. Pembatasan Masalah
Agar tidak menimbulkan penafsiran yang berbeda-beda maka
diberikan batasan masalah dari penelitian ini yaitu:
1. Konsep fisika yang diteliti adalah cahaya.
2. Masalah difokuskan pada model pembelajaran Generative Learning
terhadap hasil belajar fisika siswa. Model pembelajaran Generative
Learning yang digunakan dalam penelitian ini adalah model pembelajaran
Generative Learning menurut Osborne dan Cosgrove melalui 4 tahapan
yaitu: eksplorasi, pemfokusan, tantangan dan penerapan.

5

3. Hasil belajar yang di teliti adalah aspek kognitif dari jenjang C1
(mengingat),

C2

(memahami),

C3

(mengaplikasikan)

dan

C4

(menganalisis).
4. Perlakuan untuk kelas kontrol menggunakan metode konvensional.

D. Perumusan Masalah
Berdasarkan pembatasan masalah di atas, maka penulis merumuskan
masalah sebagai berikut: “Apakah terdapat pengaruh model pembelajaran
generative learning terhadap hasil belajar fisika siswa pada konsep cahaya?”.

E. Tujuan Penelitian
Berdasarkan perumusan masalah yang diuraikan sebelumnya maka
yang jadi tujuan dalam penelitian ini adalah untuk mengetahui pengaruh
model pembelajaran generatif (generative learning) terhadap hasil belajar
fisika siswa pada konsep cahaya.

F. Manfaat Penelitian
Hasil penelitian Pengaruh Model Pembelajran Generatif (Generative
Learning) pada pokok bahasan ini, dapat diharapkan memberikan sejumlah
manfaat antara lain:
1. Secara teoritis, hasil penelitian ini dapat memperkaya khasanah
kepustakaan

pendidikan,

khususnya

mengenai

pengaruh

model

pembelajaran Generative Learning terhadap hasil belajar fisika siswa,
serta dapat menjadi bahan referensi bagi peneliti yang berminat untuk
menindaklanjuti hasil penelitian ini.
2. Secara praktis, bagi guru hasil penelian ini dapat memberikan masukan
untuk menerapkan model pembelajaran Generative Learning sebagai salah
satu alternatif baru dalam pembelajaran pembelajaran fisika. Selain itu,
bagi siswa penelitian ini dapat memberi pengaruh positif terdapat hasil
belajar fisikanya dan bagi peneliti hasil penelitian ini akan memperluas

6

wawasan dan pengetahuan peneliti serta pengalaman yang berharga untuk
mempersiapkan diri sebagai pengajar yang professional.

7

BAB II
DESKRIPSI TEORITIK, KERANGKA BERPIKIR DAN PENGAJUAN
HIPOTESIS

A. Deskripsi Teoritik
1. Hakikat Model Pembelajaran
Model pembelajaran adalah suatu rangkaian atau satu kesatuan yang
utuh antara pendekatan, strategi, metode, teknik, taktik, dan bahan
pembelajaran.

Menurut

trianto

“model

pembelajaran

adalah

suatu

perencanaan atau suatu pola yang digunakan sebagai pedoman dalam
merencanakan pembelajaran di kelas atau pembelajaran dalam tutorial”.1
Maksud dari kutipan tersebut adalah model pembelajaran merupakan suatu
pola yang digunakan sebagai pedoman dalam menyusun perencanaan
pembelajaran.
Model pembelajaran adalah kerangka konseptual yang melukiskan
prosedur yang sistematis dalam mengorganisasikan pengalaman belajar untuk
mencapai tujuan belajar tertentu dan berfungsi sebagai pedoman bagi para
perancang pembelajaran dan para pengajar dalam merencanakan aktivitas
belajar mengajar.2
Kutipan di atas menjelaskan bahwa model pembelajaran merupakan
pedoman bagi guru untuk menyusun rancangan aktivitas pembelajaran.
Proses pembelajaran menjadi lebih terarah dan sistematis sehingga tujuan
pembelajaran dapat tercapai.
Model mengajar dapat diartikan sebagai suatu rencana atau pola
yang digunakan dalam menyusun kurikulum, mengatur materi pengajaran dan
memberi petunjuk kepada pengajar di kelas dalam setting pengajaran atau
lainnya.3
1

Trianto, Model Pembelajaran Terpadu Dalam Teori dan Praktek, (Jakarta: Prestasi Pustaka
Publisher, 2007), h. 1
2
Junaedi, dkk, Strategi Pembelajaran, (Surabaya: LAPIS-PGMI, 2008), h. 4-19.
3
Dr. M. Dahlan, Model-Model Mengajar, (Bandung: CV. Diponegoro. 1984), h. 21

7

8

Menurut Akhmad Sudrajat model pembelajaran pada dasarnya
merupakan bentuk pembelajaran yang tergambar dari awal sampai akhir yang
disajikan secara khas oleh guru. Dengan kata lain, model pembelajaran
merupakan bungkus atau bingkai dari penerapan suatu pendekatan, metode,
dan teknik pembelajaran. Secara singkat dapat dilihat dalam bagan sebagai
berikut:

Model pembelajaran

Strategi pembelajaran
(exposition-discvery learning or
group-indivivual learning)
Metode pembelajaran
(ceramah, diskusi, simulasi, dsg)

Model
pembelajaran

Model
pembelajaran
Pendekatan pembelajaran
(student or teacher centered)

Teknik dan taktik pembelajaran
(spesifik, individual, unik)
Model
pembelajaran

Gambar 2.1 Posisi Hirarki Pendekatan, Strategi, Metode, Teknik, Taktik,
dan Model Pembelajaran dalam Kegiatan Belajar Mengajar4
Berdasarkan dari beberapa definisi di atas mengenai model
pembelajaran yang telah dikemukakan, maka dapat disimpulkan bahwa
model

pembelajaran

adalah

sebuah

kerangka

konseptual

yang

menggambarkan prosedur yang sistematis dalam mengorganisasikan kegiatan
belajar mengajar untuk mencapai tujuan belajar tertentu. Model pembelajaran
juga berfungsi sebagai pedoman bagi perancang pembelajaran bagi para guru
dalam merancang dan melaksanakan kegiatan belajar mengajar. Model
4

Akhmad Sudrajat, Pengertian Pendekatan, Strategi, Metode, Teknik, Taktik, dan Model
Pembelajaran, (http://akhmadsudrajat.wordpress.com)), h.2.

9

pembelajaran secara mendasar bukan semata-mata menyangkut kegiatan guru
mengajar akan tetapi lebih menitikberatkan pada aktivitas belajar siswa. Hasil
akhir dari proses pembelajaran bertujuann untuk menciptakan kemampuan
siswa yang tinggi agar dapat belajar lebih bermakna dan lebih efektif dimasa
yang akan datang.
Istilah model pembelajaran mempunyai makna yang lebih luas
dibandingkan dengan strategi, metode dan pendekatan. Model pembelajaran
memiliki ciri-ciri khusus yang tidak dimiliki oleh metode, strategi, atau
pendekatan. Ciri-ciri tersebut adalah :
a. Rasional teoritik logis yang disusun oleh para pencipta atau
pengembangannya
b. Landasan pemikiran tentang apa dan bagaimana peserta didik belajar
(tujuan pembelajaran yang akan dicapai)
c. Tingkah laku pembelajaran yang diperlukan agar model pembelajaran
tersebut dapat dilaksanakan dengan berhasil
d. Lingkungan belajar yang diperlukan agar tujuan pembelajaran itu dapat
tercapai.5
Model pembelajaran yang digunakan sebagai upaya pendekatan
dalam pendidikan yang umum dikenal saat ini terdiri atas empat bagian yaitu:
a. Model-model pembelajaran yang berfokus kepada individu dan
pengembangan pribadi yang unik yang dimiliki setiap orang
b. Model pembelajaran yang berfokus kepada kelompok dan menghadirkan
cara-cara mengajar yang memberi penekanan kepada energi kelompok,
keterampilan antar pribadi dan komitmen sosial.
c. Model-model pembelajaran yang menghadirkan pembelajaran konsep,
model inkuiri yang diambil dari disiplin ilmu dan metode yang bertujuan
untuk meningkatkan kapasitas intelektual seseorang.

5

Trianto, Model-model Pembelajaran Inovatif Berorientasi Konstruktivistik, (Jakarta: Presrtasi
Pustaka Publisher, 2007), h. 6

10

d. Model-model pembelajaran yang diangkat dari dunia ilmu psikologi
sebagai penerapannya dalam proses pembelajaran atau kegiatan belajar
mengajar.6
Pada umumnya model-model pembelajaran yang baik memiliki
sifat-sifat atau ciri-ciri yang dapat dikenali secara umum sebagai berikut: 7
a. Berdasarkan teori pendidikan dan teori belajar dari para ahli tertentu.
b. Mempunyai misi atau tujuan tertentu.
c. Dapat dijadikan pedoman untuk perbaikan kegiatan belajar mengajar di
kelas.
d. Memiliki dampak sebagai akibat terapan model pembelajaran.
e. Membuat persiapan mengajar (desain intruksional) dengan pedoman
model pembelajaran yang dipilihnya.

2. Teori Belajar Konstruktivitisme
Menurut

Widodo

konstruktivisme

merupakan

sebuah

teori

pembelajaran yang relatif baru dan masih berkembang.8 Teori konstruktivitis
menyatakan bahwa siswa harus menemukan sendiri dan mentransformasikan
informasi kompleks, mengecek informasi baru dengan aturan-aturan lama dan
merevisinya apabila aturan-aturan itu tidak sesuai. Konstruktivisme adalah
suatu teori tentang bagaimana terjadinya belajar yang prinsip utamanya
adalah bahwa belajar berarti membangun, menciptakan, menemukan dan
mengembangkan pengetahuan kita sendiri.9 Pengetahuan bukanlah hal-hal
yang terlepas dari siswa, tetapi ciptaan siswa itu sendiri yang dikonstruksikan
dari pengalaman.
Menurut Brooks & Brooks konstruktivisme adalah lebih merupakan
suatu filosofi dan bukan suatu strategi pembelajaran. “Constructivism is not
6

Yusri Panggabean, Strategi, Model dan Evaluasi Pembelajaran Kurikulum 2006, (Bandung: Bina
Media Informasi, 2007), h. 71-72
7
Junaedi, dkk, Strategi Pembelajaran, (Surabaya: LAPIS-PGMI, 2008), h. 4-19
8
Ari Widodo, konstruktivisme dalam pembelajaran sains, (Jurnal Pendidikan dan Kebudayaan
No. 064. Tahun ke-13, Januari: 2007), h. 102
9
Elisna, Pendekatan Konstruktivisme Sebagai Suatu Inovasi dalam Proses Pembelajaran, (Skolar,
Vol. 8 No. 1, Juni 2007), h. 1

11

an instructional strategy to be deployed under appropriate conditions.
Rather, constructivism is an underlying philosophy or way of seeing the
world”. Bahkan menurut Glasersfeld konstruktivisme sebagai "teori
pengetahuan dengan akar dalam filosofi, psikologi dan cybernetics". Von
Glasersfeld mendefinisikan konstruktivisme apapun namanya secara aktif dan
kreatif akan selalu membentuk konsepsi pengetahuan. Ia melihat pengetahuan
sebagai sesuatu hal yang dengan aktif menerima apapun melalui pikiran sehat
atau melalui komunikasi dan interaksinya. Hal itu secara aktif dan kreatif
terutama dengan membangun pengetahuan itu. 10
Kontruksi berarti bersifat membangun, dalam konteks filsafat
pendidikan, Konstruktivisme adalah suatu upaya membangun tata susunan
hidup yang berbudaya modern. Konstruktivisme merupakan landasan berpikir
(filosofi) pembelajaran konstektual yaitu bahwa pengetahuan dibangun oleh
manusia sedikit demi sedikit, yang hasilnya diperluas melalui konteks yang
terbatas dan tidak sekonyong-konyong. Pengetahuan bukanlah seperangkat
fakta-fakta, konsep, atau kaidah yang siap untuk diambil dan diingat.
Manusia harus mengkontruksi pengetahuan itu dan memberi makna melalui
pengalaman nyata.11
Sedangkan menurut Tran Vui Konstruktivisme adalah suatu filsafat
belajar yang dibangun atas anggapan bahwa dengan mengkontruksi
pengalaman-pengalaman sendiri. sedangkan teori Konstruktivisme adalah
sebuah teori yang memberikan kebebasan terhadap manusia yang ingin
belajar atau mencari kebutuhannya dengan kemampuan untuk menemukan
keinginan atau kebutuhannya tersebut dengan bantuan fasilitasi orang lain 12
Salah satu teori atau pandangan yang sangat terkenal berkaitan
dengan teori belajar konstruktivisme adalah teori perkembangan mental
Piaget. Teori ini biasa juga disebut teori perkembangan intelektual atau teori
perkembangan kognitif. Teori belajar tersebut berkenaan dengan kesiapan
10

11
12

Nur Aedi, Pendekatan Konstruktivisme dalam Pembelajaran Sosiologi-Antropologi
di Sekolah/Madrasah,(www.google .com), h.1
Surianto, Teori Pembelajaran Konstruktivisme, (www. Wordpress.com)
Ibid

12

anak untuk belajar, yang dikemas dalam tahap perkembangan intelektual dari
lahir hingga dewasa. Setiap tahap perkembangan intelektual yang dimaksud
dilengkapi dengan ciri-ciri tertentu dalam mengkonstruksi ilmu pengetahuan.
Misalnya, pada tahap sensori motor anak berpikir melalui gerakan atau
perbuatan.
Piaget yang dikenal sebagai konstruktivis pertama menegaskan
bahwa pengetahuan tersebut dibangun dalam pikiran anak melalui asimilasi
dan akomodasi.13 Asimilasi adalah proses penyempurnaan skema yang telah
terbentuk. Sedangkan, akomodasi adalah proses perubahan skema.14 Proses
akomodasi menyusun kembali struktur pikiran karena adanya informasi baru,
sehingga informasi tersebut mempunyai tempat. Pengertian tentang
akomodasi yang lain adalah proses mental yang meliputi pembentukan skema
baru yang cocok dengan ransangan baru atau memodifikasi skema yang
sudah ada sehingga cocok dengan rangsangan itu
Piaget berpendapat bahwa pada dasarnya individu sejak kecil sudah
memiliki kemampuan untuk mengkonstruk penetahuannya sendiri. Strategi
pembelajaran berbasis konstruktivisme dari Piaget, dengan ide utamanya
sebagai berikut:
1. Pengetahuan tidak diberikan dalam bentuk jadi, tetapi siswa membentuk
pengetahuannya sendiri melalui interaksi dengan lingkungannya, melalui
proses asimilasi dan akomodasi.
2. Agar

pengetahuan

diperoleh,

siswa

harus

beradaptasi

dengan

lingkungannya
3. Andaikan dengan proses asimilasi seseorang tidak dapat mengadakan
adaptasi

terhadap

lingkungannya,

terjadilah

ketidakseimbangan

(disequilibrium). Akibatnya terjadilah akomodasi, dan struktur yang ada
mengalami perubahan atau struktur baru timbul.
4. Pertumbuhan intelektual merupakan proses terus menerus tentang keadaan
ketidakseimbangan dan keadaan seimbang (disequilibrium-equilibrium).
13
14

Ratna wilis dahar. Teori-Teori Belajar. (Jakarta: Erlangga, 1989). h.159
Wina Sanjaya, Strategi Pembelajaran berorientas Standar Proses Pendidikan, (Jakarta:
Kencana Pernada Media Group. 2008), h.124

13

Tetapi, bila terjadi kembali keseimbangan, maka individu itu terjadi
kembali keseimbangan, maka individu itu berada pada tingkat intelektual
yang lebih tinggi dari pada sebelumnya.
Dari keterangan diatas dapatlah ditarik kesimpulan bahwa teori ini
memberikan keaktifan terhadap manusia untuk belajar menemukan sendiri
kompetensi, pengetahuan atau teknologi, dan hal lain yang diperlukan guna
mengembangkan dirinya sendiri
Adapun tujuan dari teori ini adalah sebagai berikut:
a. Adanya motivasi untuk siswa bahwa belajar adalah tanggung jawab siswa
itu sendiri.
b. Mengembangkan kemampuan siswa untuk mengejukan pertanyaan dan
mencari sendiri pertanyaannya
c. Membantu siswa untuk mengembangkan pengertian dan pemahaman
konsep secara lengkap.
d. Mengembangkan kemampuan siswa untuk menjadi pemikir yang mandiri.
e. Lebih menekankan pada proses belajar bagaimana belajar itu.
Dari pengertian di atas, dapat dipahami bahwa belajar adalah suatu
aktivitas yang berlangsung secara interaktif antara faktor intern pada diri
siswa dengan faktor ekstern atau lingkungan, sehingga melahirkan perubahan
tingkah laku.
Berikut adalah tiga dalil pokok Piaget dalam kaitannya dengan tahap
perkembangan intelektual atau tahap perkembangan kognitif atau biasa juga
disebut tahap perkembangan mental. Ruseffendi mengemukakan:
a. Perkembangan intelektual terjadi melalui tahap-tahap beruntun yang selalu
terjadi dengan urutan yang sama. Maksudnya, setiap manusia akan
mengalami urutan-urutan tersebut dan dengan urutan yang sama
b. Tahap-tahap tersebut didefinisikan sebagai suatu cluster dari operasi
mental (pengurutan, pengekalan, pengelompokan, pembuatan hipotesis
dan penarikan kesimpulan) yang menunjukkan adanya tingkah laku
intelektual

14

c. Gerak melalui tahap-tahap tersebut dilengkapi oleh keseimbangan
(equilibration), proses pengembangan yang menguraikan tentang interaksi
antara pengalaman (asimilasi) dan struktur kognitif yang timbul
(akomodasi).
Berdasarkan uraian diatas, maka dapat diartikan bahwa dalam
pembelajaran

menurut

pandangan

konstruktivisme

guru

perlu

mengidentifikasi secara dini pengetahuan awal siswa. Hal ini bertujuan agar
bentuk kegiatan yang akan dilakukan oleh guru dapat disesuaikan dengan
karakteristik siswa.

3. Pembelajaran Generatif (Generative Learning)
a. Pengertian Pembelajaran Generatif
Pembelajaran generatif merupakan pendekatan pembelajaran sains
yang bertolak dari filosofi. Konstruktifisme yang artinya

bahwa siswa

mengkonstruksi sainsnya sendiri dalam lingkungan belajar. Pembelajaran
generatif merupakan suatu model pembelajaran yang menekankan pada
pengintegrasian secara afektik pengetahuan baru dengan menggunakan
pengetahuan yang sudah dimiliki siswa sebelumnya.
Pembelajaran generatif terdiri dari dua kata yaitu generative dan
learning. Generative adalah dapat menghasilkan, sedangkan learning adalah
pengetahuan. Jadi generative learning adalah suatu proses pembelajaran yang
dapat menghasilkan pengetahuan. Artinya pengetahuan itu tidak didapat
dengan sendirinya melainkan melalui usaha seseorang dengan menggunakan
potensi yang dimilikinya dan usaha kognitifnya karena pengetahuan bukanlah
suatu fakta yang tinggal ditemukan.
Dengan demikian pengetahuan mutlak diperoleh dengan belajar yaitu
hasil konstruksi kognitif dalam diri seseorang melalui pengalaman yang
diterima lewat panca indera. Singkatnya, generative learning menolak adanya
transfer pengetahuan yang dilakukan dari seseorang kepada orang lain, dengan
alasan pengetahuan bukan barang yang bisa dipindahkan, sebaliknya kondisi

15

ini akan berbeda jika pembelajaran itu ditunjukkan untuk menggali
pengetahuan dari pengelaman seseorang.
Teori generative learning dikemukakan oleh Wittrock dalam bukunya
Paulina Panen, berasumsi bahwa siswa bukan menerima informasi yang pasif,
melainkan siswa aktif berpatisipasi dalam proses belajar dan dalam
mengkonstruksikan makna informasi yang ada disekitarnya. Sangat penting
bagi guru untuk meminta siswa to generate “menghasilkan” sendiri makna
dari informasi yang diperolehya. Siswa akan belajar dengan baik apabila
mereka terlibat secara aktif dalam segala kegiatan di kelas dan berkesempatan
untuk menemukan sendiri konsep yang akan dipelajari.
Dalam generative learning siswa lebih diberi tempat ketimbang guru.
Artinya, dalam proses pembelajaran siswa merupakan pusat pembelajaran
(student center). Generative learning mendorong siswa berperan aktif dalam
pembelajaran di dalam kelas yang pengajarannya berpusat pada siswa. Peran
guru membantu siswa menemukan fakta, konsep/prinsip baik diri mereka
sendiri, bukan memberikan ceramah atau pengendalian seluruh kegiatan di
kelas.
Menurut George Masun, strategi generative learning dibagi menjadi
empat unsur, yaitu:
a. Ingatan; siswa menggali informasi dari pengetahuan yang sudah ada
dengan cara pengulangan latihan, meninjau ulang dengan alat bantu
mengingat.
b. Penggabungan;

siswa

menggabungkan

pengetahuan

baru

dengan

pengetahuan sebelumnya dengan cara penguraian (uraian dalam bentuk
cerita), ringkasan (menjelaskan dengan singkat), memecahkan persoalan,
mengajukan pertanyaan, mengajukan persamaan dan kiasan.
c. Pengorganisasian; siswa mengaitkan pengetahuan yang sudah ada
sebalumnya berupa ide dan konsep-konsep baru ke dalam metode yang
berarti

dengan

cara

menganalisis

ide-ide

mengkategorikan, pengelompokkan dan peta konsep.

pokok,

penguraian,

16

d. Perluasan; siswa mengembangkan materi baru kepada informasi yang
telah ada dalam ingatan siswa, dengan cara menggenalisir gambaran
jiwa/fisik, prosa, perluasan kalimat, mempertajam penglihatan, film dan
papan buletin.
Menurut George Mason, secara pikiran mencari makna konteks sesuai
dengan situasi nyata lingkungan seseorang, dan itu dapat terjadi melalui
pencarian hubungan yang masuk akal dan bermanfaat. Pemaduan materi
pembelajaran dengan konteks keseharian siswa didalam pembelajaran akan
menghasilkan dasar-dasar mengetahuan yang mendalam dimana siswa kaya
akan pemahaman masalah dan cara untuk menyelesaikannya.
Grouws berpandangan bahwa dalam pembelajaran siswa berpatisipasi
aktif dalam membangun konsep-konsep dengan kemampuannya sendiri
melalui proses pembentukan mental sehingga konsep itu terbangun menjadi
konsep baru.
Menurut Grouws, ada dua jenis aktivitas generatif, yaitu:
a. Aktivitas itu menghasilakan hubungan yang dinamis (judul, publik,
pertanyaan,tujuan, ringkasan, grafik, tabel dan ide pokok).
b. Aktivitas itu menghasilkan penggabungan hubungan antara apa yang siswa
lihat, dengar, baca, dan ingatan (demonstrasi, kiasan, persamaan contoh
gambar, aplikasi, penapsiran penguraian dan kesimpilan).
Siswa pada semua usia memiliki konsep tentang berbagai fenomena
yang dibawanya ke dalam kelas. Konsep ini dapat bersumber antara lain dari
latar belakang kebudayaan, keluarga dan media maupun hal-hal yang lain
dimana siswa secara langsung mendengar, melihat, mengalami dan sekaligus
menggunakannya. Konsep ini sangat membentu bernilai dalam konteks
keseharian siswa. Sementara itu, konsep baru yang dipelajari siswa di dalam
kelas akan lebih mudah diterima jika dikaitkan dengan skema pengetahuan
yang telah dimiliki sebelumnya, sehingga terjadi proses asimilasi atau
asosiasi.
Pada prinsipnya guru tidak boleh hanya sekedar memberikan
pengetahuan kepada siswa tetapi siswa sendirilah yang harus membangun

17

pengetahuan di dalam benaknya sendiri. Guru berperan dalam membantu
proses pembelajaran dengan cara-cara mengajar yang membuat informasi
menjadi lebih bermakna bagi siswa. Tugas guru memberikan kesempatan
kepada siswa untuk menemukan atau menerapkan sendiri ide-ide dan
mengajak siswa agar menyadari dan menggunakan strategti-strategi mereka
sendiri dalam belajar.
Model pembelajaran generatif merupakan pendekatan pembelajaran
sains yang bertolak dari filosofi belajar konstruktivisme yang intinya bahwa
siswa mengkonstruksi pengetahuan sainsnya sendiri dalam lingkungan
belajar.

b. Tahap-Tahap Pembelajaran Generative Learning
Menurut Lingbiao, ada 4 tahapan pokok dalam pembelajaran generatif
yang secara fungsional mekiliki fungsi yang berbeda:
1) Tahapan orientasi dan elisitasi, dimana guru meberikan orientasi umum
dan rasionalisasi konsep yang akan ditanamkan.
2) Tahapan aktivitas dan interaksi, dimana guru mengarahkan perhatian
siswa kepada konsep-konsep yang penting.
3) Tahap assessment (penilaian) dan umpan balik, merupakan tahapan
evaluasi belajar siswa untuk melihat tingkat penguasaan siswa.
4) Tahapan sistematisasi dan extension, yaitu guru membantu siswa
membangun jalinan konsep dari konsep-konsep yang sudah dipelajari
sehingga hubungan antara konsep yang satu dengan konsep yang lain
menjadi jelas.15
Dalam generative learning, siswa diharapkan dapat membangun
pemahaman sendiri dari pengalaman suatu pengetahuan terdahulu (asimilasi).
Pemahaman yang mendalam dikembangkan melalui pengalaman-pengalaman
belajar

yang

bermakna

(akomodasi).

Siswa

diharapkan

mampu

mempraktekan pengalaman atau pengetahuan yang diperolehnya dalam
15

IB. Putu Mardana, Peningkatan Kualitas Pembelajaran Fisika di SMU 3 Singaraja Melalui
Implementasi Model Pembelajaran Generatif, (Aneka Widya IKIP Negeri Singaraja, No.2 Th.
XXXIV, April 2001), hal.51

18

konteks kehidupan nyata. Siswa juga diharapakan melakukan refleksi
terhadap pengembangan pengetahuan tersebut. Dengan demikian siswa dapat
memiliki

pengalaman

yang

berbeda

terhadap

pengetahuan

yang

dipelajarinya.
Dalam pandangan generative learning, kebebasan berinisiatif
dipandang sebagai penentu keberhasilan karena kontrol belajar dipegang oleh
siswa itu sendiri. Tujuan generative learning menekankan pada penciptaan
pemahaman yang menuntut aktivitas yang kreatif dan produktif dalam
konteks-konteks nyata.
Secara umum, strategi pembelajaran generatif memiliki empat
komponen: (1) proses motivasi; ditentukan oleh minat (interest) dan atribut
(atribution), (2) proses belajar; dapat dipengaruhi oleh rangsangan (arousal)
dan niat (itentionn), (3) proses penciptaan pengetahuan; dilandasi oleh
beberapa komponen ingatan yaitu pengetahuan awal, kepercayaan/sistem
nilai, konsep, keterampilan strategi kognitif dan pengalaman, (4) proses
generasi; menggenerasikan hubungan antara berbagai bagian informasi yang
mereka peroleh dari pengalaman.16
Pembelajaran generatif (generative learning model) pertama kali
diperkenalkan oleh Osborne dan Cosgrove (dalam Sutarma dan Swasono,
2003). Pembelajaran generatif terdiri dari empat tahap, yaitu: 17
a. Ekplorasi
b. Pemokusan
c. Tantangan
d. Penerapan

16

Bayyati,”Pengaruh Model Pembelajaran Konstrutivisme dengan Strategi Generative Learning
Terhadap Hasil Belajar pada Konsep Perubahan Materi” Skripsi (Jakarta: Perpustakaan Utama
UIN Jakarta, 2007) , hal 20
17
Made Wena, Strategi Pembelajaran Inovatif Kontemporer (Jakarta: PT Bumi Akrasa) hal. 177

19

1) Tahap Pembelajaran
a) Ekplorasi
Tahap pertama yaitu tahap ekplorasi yang disebut juga tahap
pendahuluan. Pada tahap ekplorasi guru membimbing siswa untuk
melakukan ekplorasi terhadap pengetahuan, ide, atau konsepsi awal yang
diperoleh dari pengalaman sehari-hari atau diperoleh dari pembelajaran
pada tingkat sebelumnya. Untuk mendorong siswa agar mampu
melakukam ekplorasi, guru dapat memberikan stimulus berupa beberapa
aktifitas atau tugas-tugas seperti melalui demonstrasi atau penelusuran
tarhadap suatu permasalahan yang dapat menunjukan data dan fakta yang
terkait dengan konsepsi yang akan dipelajari.
Dalam aktifitas ini, gejala, data dan fakta yang didemonstrasikan
sebaiknya dapat merangsang siswa berpikir kritis, mengkaji, data, fakta,
gejala serta memusatkan pikiran terhadap permasalahan yang akan
dipecahkan. Dengan demikian, pada akhirya dapat menumbuhkan rasa
ingin tahu pada diri siswa. Melalui aktifitas demonstrasi/penelusuran,
siswa didorong untuk mengamati gejala atau fakta. Dengan kondisi yang
demikian, pada akhirnya diharapkan muncul pertanyaan pada diri siswa,
mengapa hal itu terjadi. Pada langkah berikutnya guru mengajak dan
mendorong siswa untuk berdiskusi tentang fakta atau gejala baru diselidiki
atau

diamati.

Guru

harus

mengarahkan

proses

diskusi

guna

mengidentifikasi konsepsi siswa yang selanjutnya dapat dikembangkan
menjadi rimusan, dugaan atau hipotesis.
Pada proses pembelajaran ini guru berperan memberikan dorongan,
bimbingan, motifasi dan memberi arahan agar siswa mau dan dapat
mengemukakan pendapat, ide dan hipotesis. Pendapat, ide dan hipotesis
sebaiknya disajikan secara tertulis. Pendapat atau ide siswa yang berhasil
teridentifikasi mungkin ada yang benar atau mungkin juga ada yang salah.
Apabila konsepsi siswa ini ada yang salah maka dikatakan terjadi salah
konsep (misconception). Namun demikian, guru pada saat itu sebaiknya
tidak memberikan makna, menyalahkan atau membenarkan terhadap

20

konsepsi siswa. Pengujian konsepsi siswa akan dilakukan pada kegiatan
eksperimen oleh siswa sendiri (Sutarman dan Swasono,2003). Pendapat di
atas berdasarkan asas pembelajaran kuantum alami sebelum memberi
nama, yang artinya biarkan siswa melakukan proses eksperimen terlebih
dahulu, kemudian baru menyimpulkan.
b) Pemfokusan
Tahap kedua yaitu tahap pemfokusan atau pengenalan konsep.
Pada tahap pemfokusan siswa melakukan pengujian hipotesis melalui
kegiatan labolatorium atau dalam model pembelajaran yang lain. Pada
tahap ini bertugas sebagai fasilitator yang menyangkut kebutuhan sumber,
memberi bimbingan dan arahan, dengan demikian para siswa dapat
melakukan proses sains.
Tugas-tugas pembelajaran yang diberikan hendaknya dibuat
sedemikian rupa sehingga memberi peluang dan merangsang untuk
menguji hipotesisnya dengan caranya sendiri. Tugas-tugas pembelajaran
yang disusun atau yang dibuat oleh guru hendaknya tidak seratus persen
merupakan petunjuk atau langkah-langkah kerja, tetapi tugas-tugas
haruslah memberikan kemungkinan siswa beraktivitas sesuai dengan
caranya sendiri atau cara yang diinginkannya. Penyelesaian tugas-tugas
dilakukan secara kelompok yang terdiri atas 2 sampai dengan 4 siswa
sehingga siswa dapat berlatih untuk meningkatkan sikap seperti seorang
ilmuan. Misalnya, pada aspek kerja sama dengan sesama teman sejawat,
membentu dalam kerja kelompok, menghargai pendapat teman, tukar
pengalaman dan keberanian bertanya.
Dalam kegiatan praktikum siswa dapat berlatih lebih banyak
tentang keterampilan labolatorium, berlatih semua komponen proses sains
yaitu mulai dari mengamati, mengukur, mengendalikan variabel,
menggolongkan membuat grafik, menyimpulkan memprediksi, dan
mengkomunikasikan (Sutarman dan Swarsono, 2003).

21

c) Tantangan
Tahap ketiga yaitu tahap tantangan disebut juga pengenalan
konsep. Setelah siswa memperoleh data selanjutnya menyimpulkan data
dan menulis dalam lembar kerja. Para siswa diminta mempersentasikan
temuannya melalui diskusi kelas. Melalui diskusi kelas akan terjadi proses
tukar pengalaman di antara siswa.
Dalam tahap ini siswa berlatih untuk berani mengeluarkan ide,
kritik, berdebat, menghargai pendapat teman. Pada saat diskusi guru
berperan sebagi moderator dan fasilitator agar jalannya diskusi dapat
terarah. Diharapkan pada akhir diskusi siswa memperoleh kesimpulan dan
pemantapan konsep yang benar. Pada tahap ini terjadi proses kognitif,
yaitu terjadinya proses mental yang disebut asimilasi dan akomodasi.
Terjadi asimilasi apabila konsepsi siswa sesuai dengan konsep benar
menurut data eksperimen, terjadi proses akomodasi apabila konsepsi siswa
cocok dengan data empiris.
Pada tahap ini sebaiknya guru memberikan pemantapan konsep
dan latihan soal. Latihan soal dimaksudkan agar siswa memahami sacara
mantap konsep tersebut. Pemberian soal latihan dimulai dari yang paling
mudah kemudian menjadi sukar (Sutarman dan Swasono,2003). Dengan
soal-soal yang tingkat kesukarannya rendah, sebagian siswa akan mampu
menyelesaikan dengan benar, hal ini akhirnya akan menumbuhkan
motivasi belajar siswa. Sebaiknya, jika langsung diberikan soal yang
tingkat kesukarannya tinggi mak sebagian besar siswa tidak akan mampu
menyelesaikan dengan benar, karena tidak mampu menyelesaikan dengan
benar maka akan dapat menurunkan motovasi belajar siswa.
d) Penerapan
Tahap keempat adalah tahap penerapan. Pada tahap ini siswa
diajak untuk dapat m