Pengaruh Model Pembelajaran Problem Based Learning terhadap Hasil Belajar Biologi Siswa pada Konsep Fungi

(1)

(Kuasi Eksperimen di SMAN 87 Jakarta)

Skripsi

Diajukan kepada Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan untuk Memenuhi Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan

Oleh

ARFAN AMRULLAH NIM 1111016100045

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN BIOLOGI

JURUSAN PENDIDIKAN ILMU PENGETAHUAN ALAM FAKULTAS ILMU TARBIYAH DAN KEGURUAN UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH

JAKARTA 2016


(2)

(3)

(4)

(5)

iv

Biologi, Jurusan Pendidikan Ilmu Pengetahuan Alam, Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan, Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta, 2016.

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh model pembelajaran Problem Based Learning terhadap hasil belajar biologi siswa pada konsep fungi di kelas X SMAN 87 Jakarta tahun pelajaran 2015/2016. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode eksperimen semu (quasi experiment). Pengambilan sampel dilakukan dengan menggunakan teknik simple random sampling. Sampel penelitian ini adalah siswa kelas X MIPA 3 sebagai kelas eksperimen yang diberi perlakukan model pembelajaran Problem Based Learning dan siswa kelas X MIPA 4 yang diberi perlakuan pendekatan Saintific. Perolehan nilai rata-rata postes kelas eksperimen sebesar 83,29 dan kelas kontrol sebesar 77,43. Teknik analisis data yang dilakukan untuk uji normalitas adalah uji Lilliefors dan uji homogenitas menggunakan uji Fisher, dilanjutkan dengan uji hipotesis dengan menggunakan uji-t. Hasil uji-t diperoleh thitung sebesar 2,99 dan ttabel pada taraf signifikansi 5% sebesar 2,00, maka thitung > ttabel. Hal ini menunjukkan bahwa terdapat pengaruh model pembelajaran Problem Based Learning terhadap hasil belajar biologi siswa pada konsep Fungi.


(6)

v

Study, Department of Natural Science Education, Faculty of Tarbiya and Teaching Science, State Islamic University Syarif Hidayatullah Jakarta, 2016. This research aims to determine the influence of Problem Based Learning model

towards student’s achievement of Biology on Fungi concept in grade X SMAN 87

Jakarta academic year 2015/2016. The method used in this study was quasi experimental method. The samples were taken by simple random sampling technique. The samples were the students of class X MIPA 3 as the experimental class student treated Problem Based Learning model and the students of class X MIPA 4 as the control class student treated saintific approach. Obtaining the average value for post-test of experimental class was 83,29 and for post-tes of control class was 77,43. The technique of data analysis used in this research were the normality of the test through Lilliefors test and homogenity of the test through Fisher test, and continued by testing hypothesis of the test through t-test. The result of t-test show that the value of ttest was 2,99 and ttable at 5% significance

level was 2,00, then ttest > ttable. It means that there was influence of Problem

Based Learning model towards student’s achievement of Biology on Fungi concept.


(7)

vi

telah memberikan kenikmatan, hidayah, serta karunia-Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan penulisan skripsi yang berjudul “Pengaruh Model Pembelajaran

Problem Based Learning terhadap Hasil Belajar Biologi Siswa pada Konsep

Fungi”. Shalawat serta salam semoga tetap tercurah dan terlimpahkan kepada junjungan Nabi Muhammad SAW beserta keluarga, para sahabat dan para pengikutnya hingga akhir zaman.

Ucapan terimakasih penulis ucapkan kepada semua pihak yang telah memberikan dukungan dan bantuan dalam penyusunan skripsi ini. Dengan tulus ikhlas dan rendah hati penulis menyampaikan terima kasih kepada:

1. Prof. Dr. Ahmad Thib Raya M.A, Dekan Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan.

2. Baiq Hana Susanti M.Sc, Ketua Jurusan Pendidikan Ilmu Pengetahuan Alam. 3. Dr. Yanti Herlanti, M.Pd, Ketua Program Studi Biologi Jurusan Pendidikan

IPA Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta. 4. Dr. Ahmad Sofyan, M.Pd, Dosen Pembimbing I yang telah meluangkan

waktunya untuk memberikan bimbingan, motivasi dan semangat kepada penulis dalam menyelesaikan skripsi ini.

5. Ir. Mahmud Siregar, M.Si, Dosen Pembimbing II yang telah memberikan arahan dan saran-saran yang bermanfaat bagi penulis.

6. Seluruh Dosen Jurusan Pendidikan IPA UIN Syarif Hidayatullah Jakarta yang tulus ikhlas memberikan ilmu kepada penulis, semoga ilmu yang Bapak dan Ibu berikan bermanfaat serta menjadi shadaqah yang tak terputus.

7. Dra. Hj. Hasnati Ramli, M.Pd, Kepala Sekolah SMAN 87 Jakarta yang telah memberikan izin kepada penulis untuk melaksanakan penelitian di sekolah tersebut. Dan seluruh dewan guru SMAN 87 khususnya Dra. Hermastuti Muji Rahayu selaku guru mata pelajaran Biologi yang telah memberikan arahan kepada penulis selama penelitian.


(8)

vii

selalu termotivasi dalam menyelesaikan skripsi ini.

9. Gantina Raila S. Pd yang telah banyak membantu dan memberi semangat kepada penulis.

10. Teman-teman Pendidikan Biologi Angkatan 2011 yang telah memberikan kenyamanan, dukungan dan semangat dalam menjalani rangkaian proses perkuliahan selama ini.

11. Seluruh pihak yang telah membantu dalam penulisan skripsi ini yang tidak dapat penulis sebutkan satu-persatu.

Semoga Allah SWT membalas amal kebaikan dari pihak-pihak yang telah membantu di dalam pembuatan dan penyusunan skripsi ini. Semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi para pembaca. Aamiin.

Jakarta, Maret 2016


(9)

1 A.Latar Belakang

Pendidikan merupakan kebutuhan bagi setiap manusia. Pendidikan dapat dikatakan sebagai suatu media bagi seseorang untuk dapat memperoleh serta mengembangkan pengetahuannya, yang menyebabkan seseorang menjadi tahu apa yang sebelumnya tidak diketahui, menjadi mengerti apa yang sebelumnya tidak dimengerti dan menjadi memahami apa yang sebelumnya tidak dipahami. Pendidikan juga dapat dijadikan sebagai tolok ukur majunya suatu bangsa, yaitu dilihat dari mutu pendidikannya. Bangsa yang maju adalah bangsa yang memiliki mutu pendidikan yang tinggi, dimana bangsa tersebut dapat menghasilkan sumber daya manusia yang berkualitas. Pendidikan di sini tentu yang berkaitan dengan pendidikan yang bersifat formal, yang meliputi proses pembelajaran yang melibatkan guru dan siswa di dalamnya. Mutu pendidikan yang baik tentu akan menghasilkan prestasi belajar siswa yang baik pula.

Kenyataan saat ini, mutu pendidikan di Indonesia belum mencapai hasil yang diharapkan, sehingga mutu pendidikan masih harus terus ditingkatkan. Peningkatan mutu pendidikan penting untuk dilakukan, karena pendidikan dianggap sebagai investasi yang paling berharga dalam bentuk peningkatan kualitas sumber daya insani untuk pembangunan suatu bangsa.1

Pengetahuan yang dimiliki siswa merupakan hasil yang diperoleh melalui proses pembelajaran dan diukur dari hasil belajar. Hasil belajar digunakan oleh guru untuk dijadikan kriteria atau ukuran dalam mencapai suatu tujuan pendidikan sehingga diharapkan nantinya akan menghasilkan mutu pendidikan yang baik. Dikarenakan hasil belajar merupakan hasil yang dicapai siswa setelah proses pembelajaran dalam waktu tertentu yang diukur menggunakan alat evaluasi

1Nur Raina Novianti, “Kontribusi Pengelolaan Laboratorium dan Motivasi Belajar Siswa terhadap Efektivitas Proses Pembelajaran,” Jurnal ISSN 1412-565X Edisi Khusus, No. 1 (Agustus 2011), h. 158, tersedia melalui http://jurnal.upi.edu diunduh pada tanggal 04 Februari 2016


(10)

tertentu. Oleh karena itu, rendahnya hasil belajar di sekolah saat ini sangat perlu diperhatikan.

Permasalahan mengenai rendahnya hasil belajar ini juga ditemukan pada sekolah menengah atas di SMAN 87 Jakarta, khususnya mengenai hasil belajar siswa pada pembelajaran biologi. Berdasarkan wawancara penulis dengan guru mata pelajaran biologi di sekolah tersebut menunjukkan bahwa masih banyak siswa (lebih dari 50%) yang memiliki hasil belajar, yaitu nilai ulangan harian, masih di bawah nilai Kriteria Ketuntasan Minimal (KKM).

Banyak faktor yang mempengaruhi pencapaian hasil belajar, menurut Muhibbin Syah keberhasilan proses dan hasil belajar siswa dipengaruhi oleh tiga faktor, yaitu faktor internal, faktor eksternal dan pendekatan belajar. Faktor internal (faktor dari dalam siswa), yakni keadaan atau kondisi jasmani dan rohani siswa, faktor eksternal (faktor dari luar siswa), yakni kondisi lingkungan di sekitar siswa dan pendekatan belajar, yakni jenis upaya belajar siswa yang meliputi strategi yang digunakan siswa untuk melakukan kegiatan dalam mempelajari materi pelajaran.2

Rendahnya hasil belajar siswa salah satunya disebabkan oleh faktor pendekatan belajar. Keberhasilan sebuah proses kegiatan pembelajaran juga tidak terlepas dari peran seorang guru, sebagaimana tertuang dalam Undang-undang Republik Indonesia No. 20 Tahun 2003, tentang Sistem Pendidikan Nasional yang menyatakan:

Pendidik dan tenaga kependidikan berkewajiban: a) menciptakan suasana pendidikan yang bermakna, menyenangkan, kreatif, dinamis, dan dialogis; b) mempunyai komitmen yang profesional untuk meningkatkan mutu pendidikan; dan c) memberi teladan dan menjaga nama baik lembaga, profesi dan kedudukan sesuai dengan kepercayaan yang diberikan kepadanya.3

Undang-undang tersebut menjelaskan bahwa salah satu peran seorang guru adalah harus mampu menciptakan suasana pembelajaran yang bermakna, menyenangkan, kreatif, dinamis, dan dialogis sehingga siswa aktif dalam proses

2

Muhibbin Syah, Psikologi Pendidikan dengan Pendekatan Baru, (Bandung: PT Remaja Rosdakarya, 2010), Cet. 15, h. 129

3

Inherent Dikti,UU RI No. 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional, diakses melalui www.inherent-dikti.net/files/sisdiknas.pdf pada tanggal 20 Desember 2015


(11)

pembelajaran dan dapat menangkap serta memahami informasi yang diberikan guru dengan baik.

Pada sebagian pembelajaran masih menitikberatkan pada peran guru untuk mentransfer pengetahuannya kepada siswa tanpa melibatkan peran aktif siswa sehingga mengakibatkan siswa pasif dan berakibat pula pada hasil belajar yang kurang optimal. Hal ini disebabkan karena siswa hanya memperoleh pengetahuan secara teoretis dan bertindak pasif, sedangkan guru bertindak aktif dalam memberikan informasi. Dalam proses pembelajaran idealnya terjadi interaksi dua arah antara guru dan siswa, sehingga proses pembelajaran yang terjadi lebih interaktif. Dalam upaya menciptakan proses pembelajaran yang demikian, salah satu upaya yang dapat dilakukan yaitu memilih pendekatan belajar yang tepat. Di samping diperlukan pula media, sarana dan prasarana, serta berbagai pendukung proses pembelajaran lainnya.

Berdasarkan hasil wawancara yang dilakukan oleh penulis kepada guru mata pelajaran biologi di SMAN 87 Jakarta, metode pembelajaran yang biasa dilakukan sekolah tersebut dirasa masih kurang tepat. Dikarenakan metode yang sering digunakan adalah diskusi kelompok, presentasi dan tanya jawab serta praktikum untuk konsep yang memang menuntut untuk dilakukannya praktikum.4 Berdasarkan hasil wawancara tersebut, dapat disimpulkan bahwa metode-metode yang biasa digunakan oleh guru dirasa belum membekali siswa dalam pemecahan masalah. Kurang dikaitkannya konsep pembelajaran dengan kehidupan nyata juga menyebabkan siswa kesulitan untuk menerapkan konsep yang mereka dapat di dalam kelas ke kehidupan mereka di luar kelas. Dimana dalam presentasi kebanyakan presentator hanya memperoleh pengetahuan dari sumber internet yang sebagian besar isi materinya sama dengan yang ada di buku paket biologi. Kemudian dalam diskusi kelompok biasanya guru membagikan Lembar Kerja Siwa (LKS) seminggu sebelum materi diajarkan. LKS yang diberikan pun hanya berbentuk pertanyaan-pertanyaan yang hampir seluruh jawabannya ada di buku paket biologi. Akibatnya, siswa kurang merasakan secara langsung manfaat dari proses pembelajaran yang dilakukan. Sehingga faktor-faktor tersebut dirasa

4


(12)

sedikit banyak berpengaruh terhadap minat dan motivasi siswa dalam belajar yang nantinya juga akan berpengaruh terhadap hasil belajar yang dicapai oleh mereka di sekolah.

Selain hasil belajar, masalah kepasifan dalam proses pembelajaran juga menjadi masalah yang perlu diperhatikan di SMAN 87 Jakarta. Karena tidak dapat dipungkiri permasalahan ini juga sedikit banyak berpengaruh terhadap hasil belajar yang dicapai oleh siswa-siswa tersebut. Oleh sebab itu, penggunaan metode yang tepat perlu diperhatikan dalam proses pembelajaran, terutama di sekolah SMAN 87 Jakarta ini. Selain untuk meningkatkan hasil belajar dan sikap keaktifan siswa, pemilihan metode pembelajaran yang tepat juga diharapkan mampu mempermudah proses pembelajaran bagi guru untuk mencapai tujuan pembelajaran secara optimal.

Terdapat berbagai macam metode pembelajaran yang dapat digunakan guru di kelas dalam upaya meningkatkan hasil belajar siswa. Pemilihan metode pembelajaran yang tepat selain dapat mengatur siswa di dalam kelas, juga dapat memberikan motivasi serta dapat mengembangkan kemampuan intelektual siswa secara optimal, dengan demikian siswa tidak hanya menyerap informasi dari guru, akan tetapi juga dapat memahami konsep materi secara utuh karena adanya interaksi antara siswa dengan guru maupun siswa dengan siswa lainnya.

Berbagai macam metode atau model pembelajaran dari tahun ke tahun telah dikembangkan untuk meningkatkan hasil belajar. Model pembelajaran Problem Based Learning merupakan salah satu model pembelajaran yang dianggap sesuai untuk diterapkan dalam kurikulum 2013 berdasarkan Permendikbud No. 103 tahun 2014 tentang Pembelajaran pada Pendidikan Dasar dan Pendidkan Menengah, yang menyebutkan bahwa pendekatan pembelajaran dapat menggunakan beberapa strategi seperti pembelajaran kontekstual salah satunya yaitu Problem Based Learning.5

Dengan model pembelajaran Problem Based Learning (PBL) akan terjadi pembelajaran bermakna. Seperti yang dijelaskan oleh Panen yang dikutip oleh

5

Kemendikbud, Permendikbud No. 103 Tahun 2014 tentang Pembelajaran pada Pendidikan Dasar dan Pendidikan Menengah, 2014, h. 4


(13)

Rusmono, menyatakan bahwa dalam pembelajaran Problem Based Learning siswa diharapkan untuk terlibat dalam proses pembelajaran yang mengharuskannya mengidentifikasi permasalahan, mengumpulkan data, dan menggunakan data tersebut untuk pemecahan masalah. Aktivitas siswa dalam pembelajaran Problem Based Learning ini dimulai dengan mengidentifikasi permasalahan kemudian melakukan diskusi kelompok dan mencari alternatif jawaban yang paling tepat sebagai jawaban dari permasalahan tersebut dari berbagai sumber serta menyampaikan hasil diskusi kelompok di bawah bimbingan guru.6

Siswa yang belajar memecahkan suatu masalah maka akan menerapkan pengetahuan yang dimilikinya atau berusaha mengetahui pengetahuan yang diperlukan. Artinya belajar tersebut ada pada konteks aplikasi konsep. Belajar dapat semakin bermakna dan dapat diperluas ketika siswa berhadapan dengan situasi dimana konsep diterapkan. Dalam situasi Problem Based Learning, siswa mengintegrasikan pengetahuan dan keterampilan serta mengaplikasikannya dalam konteks yang relevan. Artinya, apa yang mereka lakukan sesuai dengan keadaan nyata bukan lagi teoretis sehingga masalah-masalah dalam aplikasi suatu konsep atau teori akan mereka temukan sekaligus selama pembelajaran berlangsung. Model pembelajaran Problem Based Learning juga dapat meningkatkan kemampuan berpikir kritis, menumbuhkan inisiatif siswa dalam bekerja, memotivasi siswa untuk belajar serta dapat mengembangkan hubungan dalam bekerja kelompok.

Kemampuan pemecahan masalah perlu dilatih agar siswa menjadi terampil dalam memecahkan setiap masalah, baik untuk keperluan jangka pendek yang terkait langsung dengan bagaimana siswa belajar biologi maupun untuk jangka panjang sebagai bekal untuk kehidupannya di masyarakat kelak. Guru diharapkan berusaha memberikan kesempatan yang cukup kepada siswa untuk belajar melalui pemecahan masalah. Melalui pembelajaran yang dirancang dengan baik diharapkan kemampuan tersebut dapat dengan cepat dan lebih mudah dikuasai

6

Rusmono, Strategi Pembelajaran dengan Problem Based Learning Itu Perlu: Untuk Meningkatkan Profesionalisme Guru , (Bogor: Ghalia Indonesia, 2014), Cet. 2, h. 74-78


(14)

siswa, sehingga dapat menyelesaikan masalah-masalah yang diberikan dengan baik dan dapat menguasai konsep yang diajarkan.

Menurut Lynda Wee yang dikutip oleh Taufiq Amir, mengatakan bahwa PBL mampu menunjang kecakapan siswa dalam mengatur diri (self directed), bekerja sama, berpikir secara metakognitif, cakap menggali informasi, yang semuanya relatif perlu untuk kehidupan sehari-hari.7

Biologi merupakan salah satu pelajaran yang sangat penting kedudukannya karena menyangkut tentang kehidupan suatu makhluk hidup. Salah satu konsep yang terdapat dalam biologi adalah fungi (jamur). Fungi (jamur) merupakan salah satu bagian dari ilmu biologi yang dipelajari siswa di tingkat SMA umumnya kelas X (tingkat 1 SMA). Fungi perlu dipelajari karena berkaitan erat dengan kehidupan sehari-hari. Mulai dari yang bermanfaat karena dapat dikonsumsi, cotohnya Volvariela volvaceae (jamur merang), sampai yang berbahaya karena mengandung racun, contohnya Amanita muscaria (jamur beracun). Di era sekarang ini juga mulai bermunculan berbagai macam penyakit, yang salah satu penyebabnya adalah fungi (jamur). Selain itu juga terdapat banyak proses-proses dalam kehidupan sehari-hari yang melibatkan jamur di dalamnya, contohnya adalah proses pembuatan roti dan tapai. Oleh karena itu, konsep tersebut dirasa sesuai disampaikan dengan menggunakan model Problem Based Learning dimana peserta didik dituntut menggali dan mengembangkan pengetahuannya dalam memahami materi tersebut serta memecahkan berbagai permasalahan yang terkait dengan fungi (jamur) itu sendiri.

Berdasarkan uraian di atas, maka penulis berniat melakukan penelitian mengenai Pengaruh Model Pembelajaran Problem Based Learning terhadap Hasil Belajar Biologi Siswa pada Konsep Fungi”.

B.Identifikasi Masalah

1. Hasil belajar siswa pada mata pelajaran biologi masih rendah, yaitu lebih dari 50% siswa yang hasil belajarnya tidak mencapai KKM.

7

M. Taufik Amir, Inovasi Pendidikan melalui Problem Based Learning: Bagaimana Pendidik Memberdayakan Pemelajar di Era Pengetahuan, (Jakarta: Kencana Prenada Media Group, 2013), Cet. 3, h.13


(15)

2. Penggunaan metode atau model pembelajaran yang kurang tepat menyebabkan hasil belajar yang kurang optimal.

3. Sebagian besar siswa masih bersikap pasif dalam proses pembelajaran.

C.Pembatasan Masalah

Agar masalah ini dapat dikaji secara lebih mendalam, maka perlu adanya pembatasan masalah dari identifikasi masalah di atas. Adapun pembatasan masalah dalam penelitian ini adalah:

1. Model pembelajaran yang digunakan yaitu Problem Based Learning. 2. Hasil belajar dibatasi pada aspek kognitif siswa (C1 sampai C5). 3. Konsep yang disajikan dalam penelitian ini adalah konsep Fungi.

4. Subjek penelitian dibatasi pada siswa kelas X SMAN 87 Jakarta semester genap tahun pelajaran 2015/2016.

D.Perumusan Masalah

Berdasarkan pembatasan masalah tersebut, maka perumusan masalah dalam penelitian ini adalah “Apakah model pembelajaran Problem Based Learning berpengaruh terhadap hasil belajar biologi siswa pada konsep Fungi?”

E.Tujuan Penelitian

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh model pembelajaran Problem Based Learning terhadap hasil belajar biologi siswa pada konsep Fungi.

F. Manfaat Penelitian

1. Bagi guru, dapat digunakan sebagai salah satu alternatif dalam memilih variasi pendekatan pembelajaran dalam upaya meningkatkan hasil belajar dan keaktifan siswa dalam proses pembelajaran.

2. Bagi siswa, hasil penelitian ini diharapkan mampu mengembangkan kemampuan dalam berpikir dan memecahkan masalah, meningkatkan keaktifan dalam pembelajaran, serta melatih untuk bekerjasama.

3. Bagi peneliti, sebagai penambah wawasan dan pengalaman serta masukan untuk mempersiapkan diri menjadi guru yang mampu meningkatkan kualitas pembelajaran.


(16)

8 A.Deskripsi Teoretik

1. Konstruktivisme

Pandangan klasik yang selama ini berkembang adalah bahwa pengetahuan secara utuh dipindahkan dari pikiran guru ke pikiran siswa. Namun penelitian pendidikan sains pada tahun-tahun terakhir telah mengungkapkan bahwa pengetahuan itu dibangun dalam pikiran seseorang. Pandangan ini yang dianut oleh konstruktivisme.1 Sejalan dengan itu, Nur seperti yang dikutip oleh Trianto menyatakan bahwa, “konstruktivisme merupakan suatu pandangan dimana siswa harus menemukan sendiri dan menstranformasikan informasi kompleks, mengecek informasi baru dengan aturan-aturan lama dan merevisinya apabila aturan-aturan itu tidak lagi sesuai agar mereka benar-benar memahami serta dapat menerapkan pengetahuan dengan bekerja memecahkan masalah.”2

Belajar menurut pandangan konstruktivistik berarti membangun. Siswa membangun pengetahuan dan pemahamannya dengan cara terlibat aktif dalam proses pembelajaran. Perolehan pengetahuan baru yang dibangun melalui informasi dalam struktur kognitif yang telah siswa miliki sebelumnya dan menekankan pada penemuan makna dalam proses pembelajaran. Teori belajar konstruktivisme ini dipelopori oleh J. Piaget dan Vygotsky.3

Piaget seperti dikutip Wina Sanjaya berpendapat bahwa pada dasarnya sejak kecil individu telah memiliki kemampuan untuk membangun pengetahuannya sendiri. Pengetahuan yang dibangun secara mandiri oleh

1

Yatim Riyanto, Paradigma Baru Pembelajaran, (Jakarta: Kencana Prenada Media Grup, 2009), Cet. 1, h. 144

2

Trianto, Mendesain Model Pembelajaran Inovatif-Progresif; Konsep, Landasan, dan Implementasinya pada Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan, (Jakarta: Kencana Prenada Media Group, 2011), Cet. 4, h. 28

3

Zulfiani, Tonih Feronika, Kinkin Suartini, Strategi Pembelajaran Sains, (Jakarta: Lembaga Penelitian UIN Jakarta, 2009), h. 119


(17)

individu tersebut akan lebih bermakna dibandingkan dengan pengetahuan yang diperoleh melalui proses pemberitahuan.4

Pembelajaran konstruktivistik menekankan pada pembelajaran yang mendorong siswa untuk membangun pemahaman dari pengetahuan-pengetahuan yang telah dimiliki sebelumnya melalui interaksi aktif dalam kegiatan pembelajaran. Dalam proses membangun pengetahuan tersebut dapat terjadi penyempurnaan terhadap pemahaman yang ada sebelumnya atau bahkan perubahan pemahaman dari yang sebelumnya akibat dari pembelajaran itu sendiri.

Prinsip penting dalam psikologi pendidikan menekankan bahwa guru seharusnya tidak hanya sekedar memberikan pengetahuan kepada siswa, melainkan guru harus mampu memfasilitasi dan memberi kesempatan siswa untuk berusaha membangun sendiri pengetahuannya. Pendekatan konstruktivis lebih menekankan pada pengajaran top down daripada bottom up dimana siswa memulai belajar dengan permasalahan kompleks untuk kemudian dipecahkan dan selanjutnya siswa menemukan keterampilan dasar yang diperlukan dengan dibantu oleh bimbingan guru. Guru dapat memberi siswa anak tangga yang memungkinkan untuk membawa mereka ke pemahaman yang lebih tinggi, dengan catatan siswa sendiri harus memanjat anak tangga tersebut.5

Proses belajar mengajar bukan lagi sekedar pemindahan pengetahuan atau informasi dari guru kepada siswa, melainkan suatu kegiatan yang membantu siswa dalam memperoleh dan membangun pengetahuannya secara mandiri. Orientasi pembelajaran dipusatkan pada siswa (learner oriented) dan guru berperan sebagai teman sharing sekaligus pembimbing siswa ketika mengalami kesulitan dalam belajar.

Pembelajaran yang menganut paham konstruktivistik akan melatih siswa lebih mandiri dalam proses mendapatkan pengetahuan. Kemudian secara perlahan dapat mengurangi ketergantungan berlebih kepada guru. Namun bukan berarti peran guru tidak lagi penting, guru tetap dibutuhkan dalam proses pembelajaran tetapi tidak menjadikannya sebagai satu-satunya sumber belajar yang serba tahu

4

Wina Sanjaya, Strategi Pembelajaran Berorientasi Standar Proses Pendidikan, (Jakarta: Kencana, 2011), Cet. 4, h. 165

5


(18)

dan selalu benar. Pemahaman yang didapat melalui proses konstruksi mandiri dapat membantu siswa untuk mengembangkan pengetahuan yang didapat, untuk kemudian diharapkan mampu mereka terapkan dalam berbagai situasi nantinya.

2. Model Pembelajaran

Sebelum membahas Problem Based Learning, perlu diketahui terlebih dahulu pengertian dari model pembelajaran itu sendiri. Menurut Zulfiani, Tonih Feronika dan Kinkin Suartini, “model merupakan rencana atau pola yang dapat dipakai untuk merancang mekanisme suatu pengajaran meliputi sumber belajar, subyek pembelajar, lingkungan belajar, dan kurikulum.”6

Joyce dan Weil dikutip oleh Rusman berpendapat bahwa, “model pembelajaran adalah suatu rencana atau pola yang dapat digunakan untuk membentuk kurikulum (rencana pembelajaran jangka panjang), merancang bahan-bahan pembelajaran, dan membimbing pembelajaran di kelas atau yang lain.”7

Arends seperti dikutip oleh Trianto menjelaskan bahwa, “model pembelajaran merupakan suatu perencanaan atau pola yang digunakan sebagai pedoman dalam merencanakan dan menyusun pembelajaran di kelas yang mengacu pada pendekatan pembelajaran yang akan digunakan, tujuan-tujuan pengajaran, tahap-tahap pembelajaran, lingkungan pembelajaran, dan pengelolaan kelas.”8

Fungsi model pembelajaran adalah sebagai pedoman bagi perancang pembelajaran dan para guru dalam merancang pengajaran, salah satunya dalam pemilihan model pembelajan yang sangat dipengaruhi oleh materi yang akan diajarkan, tujuan yang akan dicapai dalam pembelajaran tersebut, dan tingkat kemampuan peserta didik.9

Dari beberapa pendapat para ahli dapat disimpulkan bahwa model pembelajaran merupakan suatu rencana, pola atau kerangka yang dapat digunakan

6

Zulfiani, op.cit, h. 117

7

Rusman, Model-model Pembelajaran: Mengembangkan Profesionalisme Guru, (Jakarta: Rajagrafindo Persada, 2013), Cet. 5, h. 133

8

Trianto, Model Pembelajaran Terpadu: Konsep,Strategi, dan Implementasinya dalam Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan, (Jakarta: Bumi Aksara, 2010), Cet. 2, h. 51

9


(19)

untuk merancang mekanisme suatu pembelajaran dari awal sampai akhir secara sistematis dan memiliki tahapan-tahapan tertentu. Sebagaimana diketahui bahwa proses belajar akan mempengaruhi hasil akhir dari pembelajaran, yaitu berupa berhasil atau tidaknya tujuan pembelajaran tersebut tercapai. Oleh karena itu pengaturan proses belajar perlu dilakukan dengan seksama agar proses belajar itu sendiri berjalan dengan baik dan menghasilkan hasil akhir yang baik pula.

3. Model Pembelajaran Problem Based Learning a. Pengertian Problem Based Learning

Salah satu model pembelajaran yang termasuk ke dalam pembelajaran kontekstual adalah model pembelajaran berbasis masalah (Problem Based Learning). “Problem-based learning is a student-centered method of teaching that involves learning through solving unclear but genuine problems. It is a constructivist, student-focused approach that promotes reflection, skills in communication and collaboration, and it requires reflection from multiple perspectives.”10 Dapat diartikan bahwa model pembelajaran Problem Based Learning merupakan model pembelajaran konstruktivis yang berpusat pada siswa (student-centered) yang melibatkan permasalahan di kehidupan nyata. Dimana dalam model ini siswa dapat melatih dan meningkatkan kemampuan dalam pemecahan masalah, berkomunikasi dan berkolaborasi, serta memungkinkan berbagai pemecahan masalah dalam sudut pandang yang berbeda-beda.

Ridwan Abdullah Sani menyatakan bahwa Problem Based Learning merupakan pembelajaran yang penyampaiannya dilakukan dengan cara menyajikan suatu permasalahan, mengajukan pertanyaan-pertanyaan, memfasilitasi penyelidikan, dan membuka dialog. Permasalahan yang dikaji hendaknya merupakan permasalahan kontekstual yang ditemukan oleh siswa dalam kehidupan sehari-hari yang harus dipecahkan dengan menerapkan beberapa

10

Matthew B. Etherington, Investigative Primary Science: A Problem-based Learning Approach, Australian Journal of Teacher Education, Volume 36(9), 2011, h. 54


(20)

konsep dan prinsip yang secara simultan dipelajari dan tercakup dalam kurikulum mata pelajaran.11

Made Wena merumuskan definisi model pembelajaran Problem Based

Learning sebagai model pembelajaran yang menjadikan

permasalahan-permasalahan praktis sebagai pijakan dalam proses belajar mengajar atau dengan kata lain peserta didik belajar melalui permasalahan-permasalahan. Dalam hal ini, permasalahan menjadi stimulus sementara guru bertindak sebagai fasilitator. Untuk dapat memecahkan masalah, siswa dituntut untuk mencari informasi, memperkaya wawasan melalui upaya aktif dan mandiri.12

Menurut Ratumanan seperti yang dikutip oleh Trianto memberikan pengertian bahwa, “Model pembelajaran Problem Based Learning merupakan suatu pendekatan pembelajaran yang efektif untuk mengembangkan kemampuan berpikir tingkat tinggi siswa, membantu siswa untuk membangun pengetahuan mereka secara mandiri dengan memproses informasi-informasi yang telah ada dalam diri siswa.”13

Dapat dipahami bahwa Problem Based Learning (PBL) merupakan rangkaian aktivitas pembelajaran yang secara sengaja menghadapkan siswa terhadap suatu permasalahan konteksual dunia nyata dan melalui permasalahan tersebut siswa akan belajar untuk mendapat dan mengembangkan pengetahuan baru dengan memanfaatkan berbagai macam pengetahuan yang dimilikinya untuk memecahkan suatu permasalahan.

Menurut Dutch dikutip oleh Taufik Amir menjelaskan bahwa Problem Based Learning merupakan metode instruksional yang menantang siswa agar “belajar untuk belajar”, bekerjasama dalam kelompok untuk mencari solusi bagi masalah yang nyata. Masalah ini digunakan untuk mengaitkan rasa keingintahuan serta kemampuan analisis dan inisiatif atas materi pelajaran. Problem based

11

Ridwan Abdullah Sani, Pembelajaran Saintifik; Untuk Implementasi Kurikulum 2013, (Jakarta: Bumi Aksara, 2014), h. 127

12

Made Wena, Strategi Pembelajaran Inovatif Kontemporer: Suatu Tinjauan Konsep Operasional, (Jakarta: Bumi Aksara, 2009), Cet. 2, h. 91

13


(21)

learning mempersiapkan siswa untuk berpikir kritis dan analitis, dan untuk mencari serta menggunakan sumber pelajaran yang sesuai.14

Sejalan dengan pendapat di atas, Tan seperti yang dikutip oleh Rusman menjelaskan bahwa model pembelajaran berbasis masalah (PBM) merupakan inovasi dalam pembelajaran karena dalam PBM kemampuan berpikir siswa betul-betul dioptimalisasikan melalui proses kerja kelompok atau tim yang sistematis, sehingga dapat memberdayakan, mengasah, menguji, dan mengembangkan kemampuan berpikirnya secara berkesinambungan.15 Permasalahan menjadi

fokus, stimulus, dan pemandu proses belajar, sementara guru menjadi fasilitator dan pembimbing. Untuk dapat memecahkan masalah, siswa mencari informasi, memperkaya wawasan dan keterampilannya melalui berbagai upaya aktif dan mandiri. Dengan kata lain, penggunaan PBL dapat meningkatkan pemahaman siswa tentang apa yang mereka pelajari sehingga diharapkan mereka dapat menerapkannya dalam kondisi nyata pada kehidupan sehari-hari.16

Problem Based Learning has been defined as an instructional method in which students learn through facilitated problem solving that centers on a

complex problem that does not have a single correct answer.”17

Dapat diartikan bahwa PBL merupakan model pembelajaran instruksional yang menuntut siswa belajar melalui pemecahan masalah yang menempatkan permasalahan kompleks di dalamnya, yang memungkinkan lebih dari satu solusi pemecahan masalahnya.

Arends menambahkan bahwa Problem Based Learning tidak didesain untuk membantu guru menyampaikan konsep atau informasi yang terlalu banyak kepada siswa, melainkan untuk membantu siswa mengembangkan kemampuan berpikirnya, kemampuan problem-solving, dan kemampuan intelektual, belajar

14

M. Taufik Amir, Inovasi Pendidikan melalui Problem Based Learning: Bagaimana Pendidik Memberdayakan Pemelajar di Era Pengetahuan, (Jakarta: Kencana Prenada Media Group, 2013), Cet. 3, h. 21

15

Rusman, op.cit., h. 229

16

Ngalimun, Strategi dan Model Pembelajaran, (Yogyakarta: Aswaja Pressindo, 2016), h. 118

17

Mary C. English & Anastasia Kisantas, Supporting Student Self-Regulated Learning in Problem- and Project-Based Learning, Interdisciplinary Journal of Problem-based Learning, Volume 7(2), Publised online 2013, h. 130


(22)

berperan seperti layaknya orang dewasa melalui situasi yang disimulasikan; melatih ketidaktergantungan dan belajar mandiri.18

Dapat dipahami bahwa permasalahan-permasalahan yang disajikan dalam PBL tidak hanya melatih kemampuan siswa dalam pemecahan masalah, melainkan juga melatih kemampuan bekerja sama dalam kelompok dan kemampuan metakognitif siswa. Dengan menempatkan permasalahan kompleks di dalam proses pembelajaran yang memungkinkan lebih dari satu solusi, secara tidak langsung turut membantu siswa untuk mencari tidak hanya satu solusi pemecahan masalah. Memberikan kesempatan kepada siswa untuk melihat suatu permasalahan dari berbagai macam aspek dan sudut pandang.

Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa model pembelajaran berbasis masalah (PBL) merupakan pembelajaran yang menghadapkan siswa pada suatu permasalahan yang memiliki konteks dengan dunia nyata. Dari masalah yang diberikan siswa bekerjasama dalam kelompok, mencoba memecahkannya dengan berbagai macam pengetahuan dan kemampuannya untuk memecahkan suatu permasalahan dan sekaligus mencari informasi-informasi baru yang relevan untuk solusinya. Sementara peranan guru adalah sebagai fasilitator yang dapat membantu siswa dalam belajar. Dengan demikian, siswa membangun sendiri pengetahuannya dan sekaligus memanfaatkan pengetahuannya untuk memecahkan permasalahan tersebut.

b. Karakteristik Problem Based Learning

Pembelajaran saat ini idealnya berorientasi pada siswa (learner oriented) bukan lagi berpusat pada guru atau dengan kata lain siswa bukanlah objek dari pembelajaran yang dilakukan, melainkan sebagai subjek dari pembelajaran itu sendiri.

Salah satu model pembelajaran yang banyak diadopsi untuk menunjang pembelajaran yang berorientasi pada siswa adalah model Problem Based

Learning (PBL). Menurut Tan yang dikutip oleh Taufik Amir menjelaskan bahwa

Problem Based Learning memiliki karakteristik seperti masalah digunakan

18

Richard I. Arends, Learning to Teach, (New York: McGraw Hill, 2007), Seventh edition, h. 381-382


(23)

sebagai awal pembelajaran. Biasanya masalah yang digunakan merupakan masalah dunia nyata yang disajikan secara mengambang (ill-structured), masalah biasanya menuntut perspektif majemuk (multiple perspective), masalah membuat siswa tertantang untuk mendapatkan pembelajaran di ranah pembelajaran yang baru, sangat mengutamakan belajar mandiri, memanfaatkan sumber pengetahuan yang bervariasi, pencarian evaluasi serta penggunaan pengetahuan menjadi kunci penting, pembelajaran kolaboratif, komunikatif dan kooperatif, serta siswa bekerja dalam kelompok, berinteraksi, saling mengajarkan (peer teaching) dan melakukan presentasi.19

Menurut Scott dan Laura yang dikutip oleh Paul Eggen mengatakan bahwa pembelajaran berbasis masalah memiliki karakteristik yang digambarkan sebagai berikut:

1) Pelajaran berfokus pada memecahkan masalah, yaitu pelajaran bermula dari satu masalah dan memecahkan masalah adalah tujuan dari pelajaran.

2) Siswa bertanggung jawab untuk menyusun strategi dan memecahkan masalah. Pelajaran pembelajaran berbasis masalah biasanya dilakukan secara berkelompok dimana semua siswa terlibat dalam proses itu.

3) Guru menuntun upaya siswa dengan mengajukan pertanyaan dan memberikan dukungan pengajaran lain saat siswa berusah memecahkan masalah.20

Permasalahan yang sesuai untuk dibahas dalam Problem Based Learning umumnya memiliki karakteristik yaitu terkait dengan dunia nyata, memotivasi siswa, membutuhkan pengambilan keputusan, multitahap, dirancang untuk kelompok, menyajikan pertanyaan terbuka yang memicu diskusi serta mencakup tujuan pembelajaran, berpikir tingkat tinggi (high order thinking), dan keterampilan lainnya.21

Taufiq Amir mengemukakan beberapa hal yang membedakan PBL dengan model pembelajaran konvensional, bahwa belajar bukan hanya sekedar menghafal, mencontoh dan meniru. Begitu pula masalah yang disajikan tidak

19

M. Taufik Amir, op.cit., h. 22

20

Paul Eggen dan Don Kauchak, Strategi dan Model Pembelajaran: Mengajarkan Konten dan Keterampilan Berpikir, Terj. Satrio Wahono, (Jakarta: PT Indeks, 2012), h. 307.

21


(24)

sekedar latihan yang diberikan setelah contoh-contoh soal. Pada beberapa pembelajaran konvensional, guru sering menerangkan dan memberikan contoh-contoh soal sekaligus langkah-langkah penyelesaiannya. Kemudian guru memberikan berbagai variasi latihan dimana siswa menjawab pertanyaan serupa.22

Sebagai model pembelajaran yang berpusat pada siswa, PBL memiliki karakteristik-karakteristik seperti yang diungkapkan oleh Savoie dan Hughes yang dikutip oleh Made Wena, yaitu belajar dimulai dengan suatu permasalahan; permasalahan yang diberikan harus berhubungan dengan dunia nyata siswa; pembelajaran diatur sedemikian rupa di seputar permasalahan, bukan di seputar disiplin ilmu; siswa dilatih bertanggung jawab dalam membentuk dan menjalankan secara langsung proses belajar mereka sendiri; pembelajaran menggunakan kelompok kecil; siswa dituntut untuk mendemonstrasikan yang telah dipelajarinya dalam bentuk produk dan kinerja.23

Tiga ciri utama model Problem Based Learning yaitu, Pertama, model pembelajaran Problem Based Learning merupakan rangkaian aktivitas pembelajaran. Problem Based Learning tidak mengharapkan siswa hanya sekedar mendengarkan, mencatat, kemudian menghafal materi pelajaran, akan tetapi melalui Problem Based Learning siswa aktif berfikir, berkomunikasi, mencari dan mengolah data, dan akhirnya menyimpulkan. Kedua, aktivitas pembelajaran diarahkan untuk menyelesaikan masalah. Problem Based Learning menempatkan masalah sebagai pijakan dalam proses pembelajaran. Masalah merupakan komponen penting dalam pelaksanaan Problem Based Learning, tanpa masalah tidak mungkin ada proses pembelajaran. Ketiga, pemecahan masalah dilakukan dengan menggunakan pendekatan berpikir secara ilmiah. Proses berpikir ini dilakukan secara sistematis dan empiris. Sistematis artinya berpikir ilmiah dilakukan melalui tahapan-tahapan tertentu, sedangkan empiris artinya proses penyelesaian masalah didasarkan pada data dan fakta yang jelas.24

Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa pada model PBL, permasalahan merupakan komponen yang sangat penting. Permasalahan tersebut tentunya harus

22

M. Taufik Amir, op.cit., h. 23

23

Made Wena, op.cit., h. 91-92

24


(25)

mempunyai konteks dengan dunia nyata dan dapat menarik perhatian siswa untuk mempelajari dan memecahkannya. PBL memiliki karakter kerjasama, siswa saling berkolaborasi dan berdiskusi dalam kelompok kecil, berperan aktif dalam proses belajar mengajar untuk bersama-sama merumuskan, memutuskan, serta menindaklanjuti pemecahan masalah dari permasalahan yang mereka dapat secara sistematis. Di samping itu, PBL melatih kemampuan siswa bagaimana mencari solusi dari masalah yang mereka hadapi, tidak hanya satu solusi melainkan berbagai macam solusi yang nantinya menjadikan cara berpikir mereka lebih terbuka.

c. Tujuan Pembelajaran Problem Based Learning

Tujuan belajar dengan menggunakan Problem Based Learning terkait dengan penguasaan materi pengetahuan, keterampilan menyelesaikan masalah, belajar multidisiplin, dan keterampilan hidup.25 Sedangkan berdasarkan karakternya pembelajaran Problem Based Learning meiliki tujuan sebagai berikut:

1) Membantu siswa mengembangkan keterampilan berpikir dan keterampilan pemecahan masalah

2) Belajar peranan orang dewasa yang autentik 3) Menjadi pembelajar yang mandiri.26

Jadi tujuan belajar dengan menggunakan Problem Based Learning adalah terkait dengan penguasaan materi pengetahuan, keterampilan menyelesaikan masalah, belajar multi disiplin, mendorong siswa penuh pemikiran, dan keterampilan hidup.

d. Tahapan Pembelajaran Problem Based Learning

Proses problem based learning akan dapat dijalankan bila pengajar siap dengan segala perangkat yang diperlukan, siswa pun sudah harus memahami prosesnya dan telah membentuk kelompok, selanjutnya kelompok menjalankan proses pembelajarannya. Menurut Ibrahim seperti yang dikutip oleh Trianto tahap

25

Ridwan Abdul Sani, op. cit., h. 129

26


(26)

Problem Based Learning dapat dijelaskan pada tabel 2.1.27 Tahapan ini lebih jelas strukturnya sehingga lebih mudah diterapkan oleh peneliti atau guru. Tahapan ini merupakan tahapan hasil adaptasi untuk pembelajaran di Indonesia.

Tabel 2.1 Tahapan Pembelajaran Problem Based Learning

Tahapan Tingkah laku Guru

Tahap-1

Orientasi siswa pada masalah

Guru menjelaskan tujuan pembelajaran, menjelaskan logistik yang dibutuhkan, mengajukan fenomena atau demonstrasi atau cerita untuk memunculkan masalah, memotivasi siswa untuk terlibat dalam pemecahan masalah yang dipilih.

Tahap-2

Mengorganisasi siswa untuk Belajar

Guru membantu siswa untuk mendefinisikan dan mengorganisasikan tugas belajar yang berhubungan dengan masalah tersebut.

Tahap-3

Membimbing penyelidikan individual maupun kelompok

Guru mendorong siswa untuk mengumpulkan informasi yang sesuai, melaksanakan eksperimen, untuk mendapatkan penjelasan dan pemecahan masalah.

Tahap-4

Mengembangkan dan menyajikan hasil karya

Guru membantu siswa merencanakan dan menyiapkan karya yang sesuai seperti laporan, video, dan model serta membantu mereka untuk berbagi tugas dengan temannya.

Tahap-5 Menganalisis dan mengevaluasi proses pemecahan masalah

Guru membantu siswa untuk melakukan refleksi atau evaluasi terhadap penyelidikan mereka dan proses-proses yang mereka gunakan.

Dalam sumber lain Taufik Amir mendeskripsikan tujuh tahapan problem based learning yaitu Pertama, mengklarifikasi istilah dan konsep yang belum

27


(27)

jelas, memastikan setiap anggota memahami berbagai istilah dan konsep yang ada dalam masalah. Kedua, merumuskan masalah, fenomena yang ada dalam masalah menuntut penjelasan hubungan-hubungan apa yang terjadi diantara fenomena itu. Ketiga, menganalisis masalah, anggota kelompok mengeluarkan pengetahuan terkait apa yang sudah dimiliki tentang masalah, terjadi diskusi yang membahas informasi yang ada dalam pikiran anggota. Keempat, menata gagasan dan menganalisis, pada tahap ini bagian yang sudah di analisis dilihat keterkaitanya satu sama lain, dikelompokkan mana yang saling menunjang, mana yang bertentangan dan sebagainya. Kelima, memformulasikan tujuan pembelajaran, pada tahap ini kelompok dapat merumuskan pembelajaran karena kelompok sudah tahu pengetahuan mana yang masih kurang, dan mana yang masih belum jelas. Keenam, mencari informasi tambahan dari sumber lain, keaktifan setiap anggota harus terbukti dengan laporan yang harus disampaikan oleh setiap individu yang bertanggung jawab atas setiap tujuan pembelajaran.

Ketujuh, mensitesa dan menguji informasi baru dan membuat laporan.

Keterampilan yang dibutuhkan adalah bagaimana meringkas, mendiskusikan, dan meninjau ulang hasil diskusi untuk nantinya disajikan dalam bentuk makalah.28

e. Keunggulan dan Kelemahan Problem Based Learning

Setiap model ataupun strategi pembelajaran memiliki kelebihan dan kekurangan masing-masing. Hal penting yang harus diperhatikan dalam penerapan model itu sendiri harus menyesuaikan dengan konsep atau materi yang akan disampaikan dan tujuan pembelajaran.

Seperti layaknya model pembelajaran lain, Problem Based Learning (PBL) pun memiliki keunggulan dan kelemahannya. Adapun keunggulan PBL menurut Trianto, yakni sebagai berikut: Realistik dengan kehidupan nyata, Konsep sesuai dengan kebutuhan siswa, Memupuk sifat inquiry siswa, Retensi konsep menjadi kuat, dan Memupuk kemampuan problem solving (pemecahan masalah).29

Wina menambahkan, beberapa kelebihan dari PBL, diantaranya: Teknik yang bagus untuk lebih memahami isi pelajaran melalui pemecahan masalah,

28

M. Taufik Amir, op.cit., h. 24-25

29


(28)

Menantang kemampuan siswa serta memberikan kepuasan untuk menemukan pengetahuan baru bagi siswa, Meningkatkan aktivitas pembelajaran siswa, Membantu siswa mentransfer pengetahuan mereka untuk memahami masalah dalam kehidupan nyata, Membantu untuk mengembangkan pengetahuan baru siswa dan mendorong mereka untuk melakukan evaluasi sendiri terhadap hasil maupun proses belajarnya, Memperlihatkan kepada siswa bahwa setiap mata pelajaran (matematika, IPA, sejarah, dan lain sebagainya), pada dasarnya merupakan cara berfikir, dan sesuatu yang harus dimengerti oleh siswa, bukan hanya sekedar belajar dari guru atau dari buku-buku saja, Dianggap lebih menyenangkan belajar melalui pemecahan masalah, Mengembangkan kemampuan berpikir kritis dan kemampuan mereka untuk menyesuaikan dengan pengetahuan baru, Memberikan kesempatan kepada siswa untuk mengaplikasikan pengetahuan yang mereka miliki dalam dunia nyata, Mengembangkan minat siswa untuk secara terus-menerus belajar sekalipun belajar pada pendidikan formal telah berakhir.30

Menurut Edward de Bono yang dikutip oleh Taufiq Amir, mengatakan bahwa Problem Based Learning memberikan peluang untuk membangun kecakapan hidup (life skills) pemelajar, pemelajar terbiasa mengatur dirinya sendiri (self directed), berpikir metakognitif (reflektif dengan pikiran dan tindakannya), berkomunikasi dan cakap menggali informasi.31

Jadi, sebagai suatu model pembelajaran yang berorientasi pada siswa, pembelajaran berbasis masalah tidak hanya menjadikan siswa cakap secara kognitif dan meningkatkan aktivitas pembelajaran siswa di dalam kelas. Lebih dari itu pembelajaran berbasis masalah mampu mengembangkan berbagai keterampilan lain siswa seperti keterampilan dalam pemecahan masalah, keterampilan dalam berkomunikasi, kemampuan berpikir ilmiah, serta melatih siswa untuk belajar melihat sesuatu secara komperhensif dan mendalam. Selain itu, dengan menghadirkan permasalahan-permasalahan kontekstual di dalam pembelajaran dapat membantu siswa untuk mentransfer pengetahuan yang mereka

30

Wina Sanjaya, op.cit., h. 220-221

31


(29)

dapatkan ke dalam kehidupan sehari-hari sehingga siswa dapat merasakan manfaat dari pembelajaran yang mereka lakukan di kelas secara nyata, baik untuk masa sekarang maupun di masa yang akan datang dalam menghadapi permasalahan di lingkungan masyarakat.

Selain kelebihan, pembelajaran problem based learning (PBL) memiliki beberapa keterbatasan. Kelemahan atau keterbatasan yang dimaksud antara lain: 1) Persiapan pembelajaran (alat, problem, konsep) yang kompleks.

2) Sulitnya mencari problem yang relevan. 3) Sering terjadi miskonsepsi.

4) Konsumsi waktu, dimana model ini memerlukan waktu yang cukup lama dalam proses penyelidikan. Sehingga terkadang banyak waktu yang tersita untuk proses pembelajaran tersebut.32

Dengan demikian, segala kelemahan dapat diminimalisir dengan menjadikan model ini harus lebih memperhatikan komponen belajarnya. Seperti penggunaan masalah yang nyata dalam kehidupan siswa dan mudah dipahami dalam proses pembelajaran. Karena jika komponen yang ada tidak mengakomodir semua pelaksanaan pembelajaran maka hasil yang diperoleh siswa pun kurang memuaskan bahkan pembelajaran menjadi sia-sia. Semua komponen tersebut disesuaikan dengan minat siswa dalam meracik kegiatan pembelajaran agar menghindari adanya miskonsepsi di akhir pembelajaran.

4. Belajar dan Hasil Belajar a. Pengertian Belajar

Dalam proses pembelajaran, proses belajar memegang peranan yang vital. Berhasil atau gagalnya pencapaian tujuan pendidikan bergantung pada proses belajar yang dialami siswa, baik ketika berada di sekolah, lingkungan rumah maupun keluarganya sendiri. Winkel seperti dikutip Yatim Riyanto mendefinisikan, “belajar sebagai suatu kegiatan psikis yang berlangsung dalam interaksi aktif antara individu dengan lingkungan, yang dengannya menjadikan

32


(30)

individu tersebut mengalami perubahan-perubahan dalam pemahaman, keterampilan dan sikap. Perubahan yang terjadi bersifat tetap.”33

Sedangkan Cronbach seperti yang dikutip Syaiful Bahri, berpendapat bahwa “learning is shown by change in behavior as a result of experience”. Belajar sebagai suatu kegiatan yang menghasilkan perubahan dalam tingkah laku sebagai hasil dari pengalaman.34

Sejalan dengan dua pandangan para ahli di atas, Slameto memberikan definisi, “belajar ialah suatu proses usaha yang dilakukan seseorang untuk memperoleh suatu perubahan tingkah laku yang baru secara keseluruhan, sebagai hasil pengalamannya sendiri dalam interaksi dengan lingkungannya”.35

Apabila karena interaksi ini seseorang mengalami perubahan tingkah laku, baik dalam aspek pengetahuan, keterampilan, maupun sikap, maka dapat dikatakan bahwa dia telah mengalami suatu proses belajar.

Menurut Ernes ER. Hilgard dikutip oleh Riyanto definisi belajar adalah “Learning is the process by which an activity originates or is changed throughttraining procedures (whether in the laboratory or in the natural environment) asdistinguished from changes by factor not attributable to training”. Pernyataan ini memiliki maksud bahwa seseorang dapat dikatakan belajar jika dapat melakukan segala sesuatu dengan melakukan latihan-latihan sehingga dapat berubah. Perubahan yang dimaksud dapat berupa penambahan pengetahuan, keterampilan ataupun sikap.36

Sementara itu, Biggs dikutip oleh Muhibbin Syah mendefinisikan belajar dalam 3 rumusan, yaitu rumusan kuantitatif, institusional, dan kualitatif. Pertama, secara kuantitatif (ditinjau dari sudut jumlah), belajar berarti kegiatan pengisian atau pengembangan kemampuan kognitif dengan fakta sebanyak-banyaknya. Jadi, belajar dipandang dari sudut berapa banyak materi yang dikuasai siswa. Kedua, secara institusional (tinjauan kelembagaan), belajar dipandang sebagai proses

33

Yatim Riyanto, op.cit., h. 5

34

Syaiful Bahri Djamarah, Psikologi Belajar, (Jakarta: PT Rineka Cipta, 2011), Cet. 3, h. 13

35

Slameto, Belajar dan Faktor-faktor yang Mempengaruhinya, (Jakarta: Rineka Cipta, 2010), Cet. 5, h. 2

36


(31)

“validasi” atau pengabsahan terhadap penguasaan siswa atas materi yang telah ia pelajari. Ketiga, secara kualitatif (tinjauan mutu), belajar adalah proses memperoleh arti-arti dan pemahaman-pemahaman serta menafsirkan dunia di sekeliling siswa. Belajar difokuskan pada tercapainya daya pikir dan tindakan yang berkualitas untuk memecahkan masalah yang kini dan nanti dihadapi siswa.37

Berdasarkan pendapat para ahli tentang definisi belajar, dapat disimpulkan bahwa belajar merupakan suatu proses aktifitas yang berlangsung dalam diri individu sehingga mengalami perubahan-perubahan perilaku sebagai hasil dari pembelajaran, pengalaman, ataupun interaksi dengan lingkungannya. Perubahan yang dimaksud adalah perubahan yang terjadi secara sadar dan tertuju untuk memperoleh sesuatu yang lebih baik dari sebelumnya. Perubahan yang terjadi di dalam proses belajar ditampakkan dalam bentuk peningkatan kualitas dan kuantitas tingkah laku, seperti peningkatan kecakapan tingkah laku, pengetahuan, sikap, kebiasaan, pemahaman, ketrampilan, dan daya pikirnya.

b. Pengertian Hasil Belajar

Hasil belajar merupakan produk evaluasi yang dilaksanakan untuk melihat apakah terdapat perubahan atau tidak pada diri siswa, atau berhasil atau tidaknya pembelajaran yang telah dilaksanakan. Evaluasi adalah kegiatan atau proses untuk menilai sesuatu yang mencakup dua kegiatan, yaitu pengukuran dan penilaian.38 Evaluasi bukan hanya dapat memberikan informasi mengenai tingkat keberhasilan belajar siswa, tetapi juga dapat memberikan informasi mengenai komponen-komponen kurikulum lainnya.39

Menurut Bloom yang dikutip oleh Rusmono mengatakan bahwa hasil belajar merupakan perubahan perilaku yang meliputi tiga ranah, yaitu ranah kognitif, afektif dan psikomotorik. Ranah kognitif berhubungan dengan pengetahuan dan pengembangan kemampuan intelektual. Ranah afektif meliputi

37

Muhibbin Syah, Psikologi Pendidikan dengan Pendekatan Baru, (Bandung: PT Remaja Rosdakarya, 2010), Cet. 15, h. 90

38

Anas Sudijono, Pengantar Evaluasi Pendidikan, (Jakarta: Rajagafindo Persada, 2012), Cet. 12, h. 5

39


(32)

perubahan sikap, minat, nilai-nilai dan pengembangan apresiasi serta penyesuaian. Ranah psikomotorik mencakup perubahan perilaku yang menunjukan bahwa siswa telah mempelajari keterampilan tertentu.40

Hasil belajar tampak sebagai terjadinya perubahan tingkah laku pada diri siswa, yang dapat diamati dan diukur dalam bentuk perubahan pengetahuan sikap dan keterampilan. Perubahan tersebut dapat diartikan terjadinya peningkatan dan pengembangan yang lebih baik dibandingkan dengan sebelumnya, misalnya dari tidak tahu menjadi tahu, sikap kurang sopan menjadi sopan, dan sebagainya.41

Menurut Rusman penilaian hasil belajar dilakukan secara konsisten, sistematis dan terprogram dengan menggunakan tes dan nontes dalam bentuk tertulis atau lisan, pengamatan kinerja, pengukuran sikap, penilaian hasil karya berupa tugas proyek atau produk, portofolio, serta penilaian diri.42

Dari pengertian hasil belajar yang telah dikemukakan oleh para ahli maka intinya adalah perubahan. Oleh karena itu seseorang yang melakukan aktivitas belajar dan memperoleh perubahan dalam dirinya dengan memperoleh pengalaman baru, maka individu itu dikatakan telah belajar. Selain itu dapat disimpulkan juga bahwa hasil belajar merupakan kemampuan-kemampuan siswa setelah menerima atau menyelesaikan pengalaman belajarnya. Hasil belajar mempunyai peranan penting dalam proses pembelajaran. Proses penilaian terhadap hasil belajar dapat memberikan informasi kepada guru tentang kemajuan siswa dalam upaya mencapai tujuan-tujuan belajarnya melalui kegiatan belajar. Selanjutnya dari informasi tersebut guru dapat menyusun dan membina kegiatan-kegiatan siswa lebih lanjut, baik untuk keseluruhan kelas maupun individu.

c. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Hasil Belajar

Dalam belajar terdapat faktor-faktor yang mempengaruhinya, perbedaan hasil belajar di kalangan para siswa disebabkan oleh beberapa faktor, faktor tersebut akan terlihat dalam gejala kognitif, motorik, dan afektif dalam proses

40

Rusmono, Strategi Pembelajaran dengan Problem Based Learning Itu Perlu: Untuk Meningkatkan Profesionalisme Guru , (Bogor: Ghalia Indonesia, 2014), Cet. 2, h. 8

41

Oemar Hamalik, Perencanaan Pengajaran Berdasarkan Pendekatan Sistem, (Jakarta: Bumi Aksara, 2005), Cet. 4, h. 155

42


(33)

maupun hasil belajar. Menurut Nana Syaodih faktor-faktor tersebut dapat bersumber dari dalam dir siswa atau di luar siswa atau lingkungan. Faktor-faktor yang berasal dari dalam diri siswa tersebut menyangkut aspek jasmaniah yang mencakup kondisi dan kesehatan jasmani siswa, maupun rohaniah yang mencakup kondisi kesehatan psikis, kemampuan intelektual, sosial, psikomotor serta afektif siswa. Sedangkan faktor-faktor yang berasal dari luar siswa atau lingkungan yaitu faktor keluarga, sekolah dan masyarakat.43

Menurut Suyono, hasil belajar dipengaruhi oleh pengalaman siswa sebagai hasil interaksi dengan dunia fisik dan lingkungannya. Hasil belajar seseorang tergantung kepada apa yang telah diketahui siswa seperti konsep-konsep, tujuan dan motivasi yang mempengaruhi interaksi dengan bahan yang dipelajari.44

Menurut Zainal Arifin, faktor-faktor yang dapat mempengaruhi hasil belajar siswa yaitu faktor kesiapan guru, kesiapan peserta didik, sarana dan prasarana, dan sebagainya. Proses belajar dapat dikatakan efektif apabila peserta didik aktif mengikuti kegiatan belajar, berani mengemukakan pendapat, bersemangat, kritism dan kooperatif. Begitu juga dengan hasil belajar yang optimal dapat dilihat dari ketuntasan belajar peserta didik.45

Jadi, dapat disimpulkan bahwa faktor yang mempengaruhi proses atau hasil belajar yaitu faktor-faktor yang berkaitan dengan siswa tersebut sebagai objek belajar. Terdapat banyak sekali faktor yang mempengaruhi proses dan hasil belajar siswa. Selain faktor yang berasal dari dalam diri siswa (internal) baik secara jasmani dan kejiwaan, faktor keluarga dan lingkungan masyarakat juga sedikit banyak berpengaruh pada proses dan hasil belajar siswa sebagai pengaruh yang berasal dari luar (eksternal).

43

Nana Syaodih Sukmadinata, Landasan Psikologi Proses Pendidikan, (Bandung: Remaja Rosdakarya, 2011), Cet. 6, h. 162-163

44

Suyono dan Haryanto, Belajar Dan Pembelajaran; Teori Dan Konsep Dasar, (Bandung: Remaja Rosdakarya, 2011), h. 127

45

Zainal Arifin, Evaluasi Pembelajaran: Prinsip, Teknik, Prosedur, (Bandung: PT Remaja Rosdakarya, 2013), Cet. 5, h. 303


(34)

d. Penilaian Hasil Belajar

Penilaian merupakan salah satu kegiatan yang sangat penting dilakukan oleh guru. Melalui kegiatan penilaian, guru akan mengetahui perkembangan peserta didik dalam berbagai hal seperti, intelegensi, bakat khusus, hubungan sosial, sikap dan kepribadian siswa.46

Menurut Ahmad Sofyan, Tonih Feronika dan Burhanudin Milama, dalam bukunya menjelaskan bahwa, “tujuan dilakukannya penilaian antara lain: (1) mengetahui tingkat pencapaian kompetensi siswa; (2) mengukur pertumbuhan dan perkembangan siswa; (3) mendiagnosis kesulitan belajar siswa; (4) untuk memperoleh masukan atau umpan balik bagi guru dan siswa dalam rangka perbaikan”.47

Dalam melakukan penilaian terdapat beberapa prinsip penting yang harus diperhatikan sebelum melakukan kegiatan penilaian, antara lain: Pertama, penilaian hendaknya dirancang sedemikian rupa sehingga jelas kemampuan yang harus dinilai, materi penilaian, alat penelitian, dan intrepertasi hasil penilaian sesuai dengan yang diinginkan kurikulum yang berlaku. Kedua, penialaian hasil belajar seharusnya menjadi bagian penting yang tidak terpisahkan dari proses belajar-mengajar itu sendiri. Artinya, tiada proses belajar-mengajar tanpa penilaian. Ketiga, penilaian yang dilakukan sifatnya harus komprehensif mencakup ketiga aspek penilaian, yakni: aspek kognitif, aspek afektif, dan aspek psikomotorik. Begitupun dalam menilai aspek kognitif sebaiknya mencakup semua aspek kognitif yaitu pengetahuan, pemahaman, aplikasi, analisis, sintesis, dan evaluasi. Keempat, penilaian hasil belajar seharusnya diikuti dengan tindak lanjut. Data hasil belajar siswa sangat dibutuhkan baik oleh guru maupun siswa. Hasil penilaian dapat dijadikan acuan dalam membenahi kekurangan-kekurangan yang terjadi dari kegiatan pembelajaran yang dilakukan.48

46

Ahmad Sofyan, Tonih Feronika, dan Burhanudin Milama, Evaluasi Pembelajaran IPA Berbasis Kompetensi, (Jakarta: Lembaga Penelitian UIN Jakarta, 2006), Cet. 1, h. 4

47 Ibid.

48

Nana Sudjana, Penilaian Hasil Proses Belajar Mengajar, (Bandung: PT Remaja Rosdakarya, 2010), Cet. 15, h. 10


(35)

Untuk melakukan kegiatan penilaian maka dibutuhkan yang namanya alat-alat penilaian, baik tes maupun nontes yang dapat digunakan untuk melihat sejauh mana tujuan pembelajaran tercapai. Dalam kaitannya dengan penyusunan alat-alat penilaian tersebut, perlu memperhatikan beberapa langkah yang harus ditempuh, yakni: (1) menelaah kurikulum dan buku pelajaran agar dapat ditentukan lingkup pertanyaannya; (2) merumuskan tujuan instruksional khusus, sehingga jelas kemampuan yang harus dinilai; (3) membuat kisi-kisi alat penilaian, yang menggambarkan lingkup materi, tingkat kesulitan soal, dan perkiraan waktu yang dibutuhkan untuk mengerjakan soal tersebut; (4) menyusun soal berdasarkan kisi-kisi yang telah dibuat; dan (5) menentukan kunci jawaban.49

Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa evaluasi atau penilaian hasil belajar mempunyai peran yang tidak kalah penting dengan penetapan tujuan dan proses pembelajaran itu sendiri. Salah satu tujuan dilakukannya penilaian adalah untuk mengetahui tingkat pencapaian proses dan hasil dari pembelajaran, untuk selanjutnya dijadikan sebagai bahan koreksi untuk pembelajaran yang akan datang. Mengingat begitu pentingnya penilaian dalam suatu pembelajaran maka dalam pelaksanaan penilaian perlu memperhatikan hal-hal penting yang telah menjadi prinsip dari penilaian itu sendiri.

B.Hasil Penelitian yang Relevan

Beberapa penelitian telah dilakukan berkaitan dengan penerapan model pembelajaran Problem Based Learning. Penelitian-penelitian tersebut menunjukkan hasil positif bagi kemungkinan penggunaan model pembelajaran berbasis masalah (Problem Based Learning).

Seperti penelitian yang dilakukan oleh Tomi Utomo, Dwi Wahyuni dan Slamet Hariyadi yang menunjukkan bahwa terdapat pengaruh model pembelajaran Problem Based Learningterhadap pemahaman konsep siswa pada pokok bahasan Sistem Gerak Manusia yang ditunjukan oleh peningkatan rerata pretes dan postes sebesar 21.36 dari rerata pretes 52.45 menjadi rerata postes

49


(36)

73.81. Dalam penelitian ini juga menunjukan adanya pengaruh model problem based learning terhadap kemampuan berpikir kreatif siswa. 50

Penelitian yang dilakukan oleh Bayu Asfadi, Upik Yelianti dan Retni S. Budiarti. Hasil penelitian menunjukan bahwa terdapat pengaruh positif penggunaan model pembelajaran berbasis masalah (Problem Based Learning) terhadap hasil belajar biologi siswa SMA Negeri 3 Kota Jambi baik pada ranah kognitif, afektif, maupun psikomotorik.51

Penilitian lain juga menunjukkan hasil yang positif, seperti yang dilakukan oleh Musriadi, Djufri dan Muhibuddin yang menunjukkan bahwa: (1) Kemampuan hasil belajar materi jamur (fungi) menggunakan model pembelajaran berbasis masalah lebih baik dibandingkan dengan kemampuan hasil belajar materi jamur (fungi) menggunakan model pembelajaran konvensional. Dengan menggunakan pembelajaran berbasis masalah dapat menjadikan siswa lebih kreatif, berpikir tingkat tinggi dan aktif, (2) Motivasi belajar siswa pada belajar materi jamur (fungi) menggunakan model pembelajaran berbasis masalah lebih baik dibandingkan dengan kemampuan hasil belajar materi jamur (fungi) menggunakan model pembelajaran konvensional. Siswa lebih menyukai pembelajaran berbasis masalah karena interaksi-interaksi yang muncul membuat mereka lebih mudah dan cepat dalam memperoleh tujuan belajar. Sikap tertarik yang ditampilkan siswa memberikan motivasi yang tinggi pada proses pembelajaran.52

Penelitian yang dilakukan oleh Orhan and Ruhan tentang pengaruh Problem Based Learning terhadap penguasaan konsep dan sikap siswa. Hasil penelitian ini menyatakan, dari data yang didapatkan dan evaluasi yang dilakukan menunjukkan

50

Tomi Utomo, Dwi Wahyuni, dan Slamet Hariyadi, “Pengaruh Model Pembelajaran Berbasis Masalah (Problem Based Learning) terhadap Pemahaman Konsep dan Kemampuan Berpikir Kreatif Siswa (Siswa Kelas VIII Semester Gasal SMPN 1 Sumbermalang Kabupaten Situbondo Tahun Ajaran 2012/2013”, Jurnal Edukasi Unej, Vol. 1(1), Tahun 2014

51

Bayu Asfadi, Upik Yelianti, dan Retni S. Budiarti, “Pengaruh Model Pembelajaran Berbasis Masalah (Problem Based Learning) terhadap Hasil Belajar Biologi Siswa Kelas X SMA N 3 Kota Jambi”, Jurnal Program Studi Pendidikan Biologi, FKIP Universitas Jambi, tidak dipublikasikan

52

Musriadi, Djufri, dan Muhibuddin, “Penerapan Pembelajaran Berbasis Masalah terhadap Peningkatan Hasil Belajar Biologi Siswa SMA Inshafuddin Banda Aceh”, Jurnal EduBio Tropika, Vol. 2, No. 1, April 2014


(37)

bahwa penerapan model pembelajaran Problem Based Learning memberikan pengaruh positif terhadap pencapaian akademik dan sikap ilmiah siswa. Dalam penelitian ini juga menemukan bahwa penerapan pembelajaran berbasis masalah berpengaruh baik terhadap perkembangan konseptual siswa.53

C.Kerangka Berpikir

Berdasarkan kajian teori yang menghubungkan antara model pembelajaran Problem Based Learning dapat meningkatkan hasil belajar siswa. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada gambar 2.1.

Gambar 2.1. Kerangka Berpikir

53

Orhan Akinoglu and Ruhan O. Tandogan, “The Effects of Problem-Based Active Learning in Science Education on Student’s Academic Achievement, Attitude and Concept”,

Eurasia Journal of Mathematics, Science & Technology Education, Vol. 3(1), 2007 Rendahnya hasil belajar

siswa

Penggunaan model/metode pembelajaran yang kurang tepat yang meyebabkan siswa pasif di kelas

Model Problem Based Learning

Hasil belajar meningkat Siswa aktif dalam pembelajaran, berinteraksi dan bekerjasama dalam

memecahkan masalah Orientasi siswa

pada masalah

Menganalisis dan mengevaluasi proses pemecahan

masalah Mengembangkan

dan mempresentasika

n hasil Membimbing

penyelidikan (individu/kelompok) Mengorganisasika

n siswa dalam belajar


(38)

Permasalahan yang cukup sering ditemukan di beberapa sekolah adalah rendahnya hasil belajar dan tingkat partisipasi atau keaktifan siswa dalam proses pembelajaran. Dalam proses pembelajaran ilmu sains khususnya IPA, guru dituntut tidak hanya sekedar menyampaikan materi, melainkan sebagai fasilitator dan mediator yang kreatif. Sedangkan siswa dituntut berperan aktif dan berusaha menemukan konsep sendiri untuk kemudian dikembangkan dalam proses pembelajaran.

Guru harus mampu menemukan metode dan teknik yang dapat mendukung perannya tersebut, sehingga kegiatan belajar mengajar dapat dilaksanakan dengan efektif. Dengan kata lain guru dituntut untuk dapat menggunakan model pembelajaran yang sesuai dengan materi yang akan disampaikan agar siswa dapat memahami konsep yang sedang dipelajari.

Pembelajaran berbasis masalah adalah pembelajaran yang didasari oleh dorongan penyelesaian masalah. Sebagai model pembelajaran, Problem Based

Learning menggunakan masalah sebagai langkah awal dalam mengumpulkan dan

mengintegrasikan pengetahuan baru. Dimana siswa bekerja dalam kelompok mendiskusikan pemecahan masalah pada topik yang diangkat dan kemudian dipresentasikan di depan kelas.

Model pembelajaran berbasis masalah merupakan salah satu model pembelajaran yang efektif untuk siswa, karena model ini mendorong siswa untuk memiliki kepekaan terhadap lingkungan belajarnya dan kemudian akan mendorong usaha siswa untuk berinteraksi dan bekerjasama dalam kelompok untuk memecahkan masalah. Siswa juga dilatih untuk mengorganisasikan pengetahuan dan kemampuan mereka.

Oleh karena itu, penerapan model Problem Based Learning (pembelajaran berbasis masalah) diharapkan memiliki pengaruh yang positif terhadap hasil belajar siswa dalam mata pelajaran biologi pada konsep fungi.


(39)

D.Hipotesis Penelitian

Berdasarkan teori dan kerangka berpikir yang telah dikemukakan sebelumnya, maka hipotesis yang dapat dirumuskan adalah terdapat pengaruh penggunaan model pembelajaran Problem Based Learning terhadap hasil belajar biologi siswa pada konsep fungi.


(40)

32 A.Waktu dan Tempat Penelitian

Penelitian dilaksanakan pada semester genap tahun pelajaran 2015/2016, yaitu pada tanggal 07-22 Januari 2016. Adapun tempat penelitian dilaksanakan di SMA Negeri 87 Jakarta yang beralamatkan di Jalan Mawar II, Bintaro Pesanggrahan, Jakarta Selatan.

B.Metode dan Desain Penelitian

Metode penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode quasi experimental design, yaitu metode penelitian eksperimen semu dengan desain mempunyai kelompok kontrol, tetapi tidak dapat berfungsi sepenuhnya untuk mengontrol variabel-variabel luar yang mempengaruhi pelaksanaan eksperimen.1

Pemilihan metode penelitian ini dikarenakan kelas yang akan dijadikan objek dalam penelitian tidak memungkinkan untuk dilakukan pengontrolan secara ketat. Oleh karena itu, penelitian dilakukan secara kondisional namun tetap memperhatikan faktor-faktor yang dapat mempengaruhi validitas hasil penelitian.

Sedangkan desain penelitian yang digunakan adalah Nonequivalent Control Group Design.2 Desain ini menggunakan dua kelompok, yaitu kelompok

eksperimen yang menggunakan pembelajaran dengan model Problem Based Learning dan kelompok kontrol yang menggunakan pendekatan pembelajaran Saintific. Sebelum diberikan perlakuan, kedua kelompok diberikan tes awal berupa pretes untuk mengetahui pengetahuan awal siswa terhadap konsep yang akan diajarkan. Setelah diberikan perlakuan yang berbeda, kemudian masing-masing kelompok diberikan tes akhir berupa postes dengan menggunakan soal yang sama seperti pretes untuk mengetahui hasil belajar mereka. Desain penelitian ini dapat digambarkan sebagai berikut:

1

Sugiyono, Metode Penelitian Pendidikan Pendekatan Kuantitatif, Kualitatif dan R&D

(Bandung: Alfabeta, 2011), Cet. 13, h. 77

2


(41)

Tabel 3.1 Desain Penelitian

Kelompok Pretes Perlakuan Postes

Eksperimen O1 X1 O2

Kontrol O3 X2 O4

Keterangan:

O1 dan O3 : Hasil pretes O2 dan O4 : Hasil postes

X1 : Perlakuan yang diberikan pada kelas eksperimen X2 : Perlakuan yang diberikan pada kelas kontrol

C.Populasi dan Sampel

Populasi adalah keseluruhan subjek penelitian.3

Populasi target dalam penelitian ini adalah seluruh siswa di SMA Negeri 87 Jakarta tahun pelajaran 2015/2016. Sedangkan populasi terjangkau adalah siswa kelas X SMA Negeri 87 Jakarta tahun pelajaran 2015/2016.

Sampel adalah sebagian atau wakil populasi yang diteliti.4 Teknik pengambilan sampel dilakukan dengan simple random sampling. Teknik ini merupakan teknik penentuan sampel secara acak.5 Sampel yang digunakan dalam

penelitian ini adalah kelas X MIPA 3 sebagai kelas eksperimen, yaitu kelas yang dalam pembelajarannya diterapkan model pembelajaran Problem Based Learning dan kelas X MIPA 4 sebagai kelas kontrol, yaitu kelas yang dalam pembelajarannya menggunakan pembelajaran dengan pendekatan Saintific.

D.Variabel Penelitian

Variabel dalam penelitian ini terdiri atas dua variabel yaitu variabel bebas (X) dan variabel terikat (Y). Variabel bebas (X) dalam penelitian ini adalah model pembelajaran Problem Based Learning. Sedangkan variabel terikat (Y) adalah hasil belajar biologi siswa.

3

Suharsimi Arikunto, Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktik, (Jakarta: PT. Rineka Cipta, 2013), Cet. 15, h. 173

4

Ibid., h. 174

5


(42)

E.Prosedur Penelitian

Prosedur yang dilaksanakan dalam penilitian ini terdiri dari tiga tahap, yaitu: tahap persiapan penelitian, tahap pelaksanaan penilitian, dan tahap akhir penelitian.

1. Tahap Persiapan Penelitian

Langkah awal yang dilakukan sebelum melakukan penelitian ini adalah pengurusan surat observasi dan surat izin penelitian dari UIN Syarif Hidayatullah Jakarta. Selanjutnya melakukan observasi ke sekolah yang akan dijadikan tempat untuk melaksanakan penelitian, membuat kisi-kisi intrumen penelitian berdasarkan indikator dan ranah kognitif yang digunakan, serta membuat instrumen penelitian. Langkah selanjutnya adalah melakukan koordinasi dengan wakil kepala sekolah bidang kurikulum dan guru bidang studi di sekolah yang bersangkutan untuk melakukan ujicoba instrumen, kemudian melakukan analisis data hasil ujicoba instrumen.

2. Tahap Pelaksanaan Penelitian

Penelitian dilaksanakan dengan dua kelompok, yaitu kelompok eksperimen yang menggunakan model pembelajaran Problem Based Learning dan kelompok kontrol yang menggunakan pembelajaran dengan pendekatan Saintific. Pada awal penelitian, guru memberikan pretes kepada siswa, baik pada kelompok eksperimen maupun pada kelompok kontrol untuk mengetahui pengetahuan awal siswa mengenai materi yang akan dipelajari. Selanjutnya pada akhir penelitian guru memberikan postes dengan menggunakan soal yang sama dengan pretes untuk mengetahui hasil belajar siswa setelah proses pembelajaran. Adapun jadwal pelaksanaan penelitian dapat dilihat pada tabel 3.2 berikut ini:

Tabel 3.2 Jadwal Penelitian di SMAN 87 Jakarta

No Hari, Tanggal Kegiatan

1 Senin, 14 Desember 2015 Pretes konsep Fungi di kelas kontrol dan kelas eksperimen

2 Kamis, 07 Januari 2016

Pertemuan 1 di kelas eksperimen tentang materi ciri umum, struktur tubuh, cara hidup, reproduksi, dan klasifikasi jamur


(43)

No Hari, Tanggal Kegiatan 3 Jum’at, 08 Januari 2016

Pertemuan 1 di kelas kontrol tentang materi ciri umum, struktur tubuh, cara hidup, reproduksi, dan klasifikasi jamur

4 Rabu, 13 Januari 2016

Pertemuan 2 di kelas eksperimen tentang materi simbiosis jamur dengan organisme lain dan peranan jamur bagi kehidupan

5 Jum’at, 15 Januari 2016

Pertemuan 2 di kelas kontrol tentang materi simbiosis jamur dengan organisme lain dan peranan jamur bagi kehidupan 6 Rabu, 20 Januari 2016 Postes konsep Fungi di kelas eksperimen 7 Jum’at, 22 Januari 2016 Postes konsep Fungi di kelas kontrol 3. Tahap Akhir Penelitian

Pada tahap akhir penelitian dilakukan analisis data hasil pretes dan postes untuk mengetahui hasil belajar kelompok eksperimen dan kelompok kontrol. Analisis dilakukan dengan menggunakan uji statistik. Setelah itu dilakukan penarikan kesimpulan yang merupakan langkah akhir pada tahap ini.

F. Teknik Pengumpulan Data

Teknik pengumpulan data adalah teknik atau cara-cara yang dapat digunakan oleh peneliti untuk mengumpulkan data. Data yang digunakan untuk penelitian diperoleh dari:

1. Tes

Amir Daien seperti dikutip oleh Arikunto mendefiniskikan tes sebagai suatu alat atau prosedur yang sistematis dan objektif untuk memperoleh data yang diinginkan dengan cara yang tepat.6 Tes dalam peneltian ini meliputi pretes dan

postes dalam bentuk pilihan ganda. Pretes adalah tes yang digunakan untuk mengetahui seberapa besar pengetahuan awal siswa sebelum penerapan model pembelajaran berbasis masalah. Sedangkan postes adalah tes yang dilakukan setekah penerapan model pembelajaran berbasis masalah untuk melihat hasil belajar siswa akibat adanya perlakuan.

6

Suharsimi Arikunto, Dasar-dasar Evaluasi Pendidikan, (Jakarta: Bumi Aksara, 2012), h. 29


(44)

2. Observasi

Obeservasi adalah suatu proses pengamatan dan pencatatan secara sistematis, logis, objektif dan rasional mengenai berbagai fenomena. Observasi dapat digunakan untuk menilai proses dan hasil belajar peserta didik, seperti tingkah laku peserta didik pada waktu belajar, berdiskusi, mengerjakan tugas, dan lain-lain. Observasi juga dapat digunakan untuk menilai penampilan guru dalam mengajar, suasana kelas, hubungan sosial sesama peserta didik, hubungan sosial antara guru dengan peserta didik dan hubungan sosial lainnya.7

G.Instrumen Penelitian

Instrumen pada suatu penelitian adalah suatu alat yang digunakan untuk mengukur fenomena alam maupun sosial yang diamati.8 Dalam penelitian ini digunakan instrumen tes hasil belajar dan lembar observasi proses belajar.

1. Tes Tertulis

Tes tertulis digunakan untuk penilaian kognitif siswa dengan melakukan pretes dan postes hasil belajar individu pada konsep fungi (jamur). Adapun tes tertulis yang digunakan berupa tes objektif dalam bentuk pilihan ganda yang berjumlah 20 soal dengan 5 pilihan jawaban. Tes ini dilakukan sebanyak dua kali, yaitu sebelum perlakuan (pretes) dan sesudah perlakuan (postes) yang keduanya dibuat sama untuk dua kelompok penelitian. Sebelum instrumen digunakan, terlebih dahulu diuji-cobakan di kelas XI MIA. Hali ini bertujuan untuk menguji apakah tes tersebut telah memenuhi syarat untuk digunakan dalam penelitian dengan dilakukan uji validitas, reliabilitas, tingkat kesukaran dan daya pembeda pada setiap soal. Untuk lebih memahami instrumen tes pada penelitian ini, kisi-kisi instrumen dapat dilihat pada tabel 3.3 berikut ini:

7

Zainal Arifin, Evaluasi Pembelajaran: Prinsip, Teknik, Prosedur, (Bandung: PT Remaja Rosdakarya, 2013), Cet. 5, h. 153

8


(45)

Tabel 3.3 Kisi-kisi Instrumen Penelitian9

Indikator Aspek Kognitif

Soal

C1 C2 C3 C4 C5

3.6.1

Mengidentifikasi ciri umum dan struktur tubuh jamur

4 1, 2 3

3.6.2

Menjelaskan cara hidup dan reproduksi jamur

8, 9, 10 12 4

3.6.3

Mengklasifikasi kan jamur berdasarkan divisinya

17, 25, 28, 29

18, 19, 22, 24

14 21 10

3.6.4

Menjelaskan simbiosis jamur dengan

organisme lain dan peranan jamur bagi kehidupan sehari-hari

39, 40 32 35 37 6

Total 6 8 5 2 1 22

2. Lembar Observasi

Lembar observasi merupakan metode pengumpulan data secara sistematis melalui pengamatan dan pencatatan terhadap gejala yang tampak pada objek penelitian. Lembar observasi ini berupa daftar cek (check list) yaitu penataan data dilakukan dengan menggunakan sebuah daftar yang memuat nama observer disertai jenis gejala yang diamati.10

Lembar observasi digunakan ketika proses belajar mengajar berkaitan dengan aktivitas guru selama pembelajaran. Selain itu, lembar observasi ini

9

Lampiran 11, h. 137

10


(46)

digunakan untuk mengetahui tercapai atau tidaknya tahapan kegiatan pembelajaran pada model Problem Based Learning.11

H.Kalibrasi Instrumen

Sebelum tes digunakan sebagai instrumen, terlebih dahulu diuji-cobakan kepada responden, dalam hal ini di luar sampel yang telah ditetapkan. Setelah itu instrumen diukur tingkat validitas, reliabilitas, tingkat kesukaran, dan daya beda, sehingga dapat dipertimbangkan instrumen tersebut dapat dipakai atau tidak.

Untuk menghitung kalibrasi intrumen dalam penelitian ini penulis menggunakan alat bantu perhitungan analisis data yang dikembangkan oleh Drs. Karno To, M. Pd dan Yudi Wibisono ST, yaitu program Anates.12 Adapun langkah-langkah penggunaan program Anates yaitu: Pertama, buka program anates versi 4.0.9. Kedua, pilih jalankan anates Pilihan Ganda. Ketiga, pilih buat file baru kemudian mengisi jumlah subyek/siswa, jumlah butir soal dan jumlah pilihan jawaban. Keempat, mengisi nama siswa, kunci jawaban soal dan jawaban siswa pada kolom yang telah disediakan kemudian kembali ke menu utama. Kelima, pilih olah semua otomatis pada kolom penyekoran. Keenam, melihat hasil penyekoran kemudian pilih cetak ke file untuk disimpan dan dicetak.

1. Uji Validitas

Karakteristik intrumen yang baik sebagai alat evaluasi hendaknya memenuhi persyaratan tes, yaitu memiliki validitas yang baik. Menurut Scarvia B. Anderson yang dikutip oleh Suharsimi Arikunto menyebutkan bahwa sebuah tes disebut valid apabila tes tersebut dapat mengukur apa yang hendak diukur.13 Untuk mengukur validitas tes, dapat ditentukan dengan menggunakan korelasi Product Moment sebagai berikut:14

RXY =

11

Lampiran 5, h. 109

12

Karno To dan Yudi Wibisono, Anates versi 4.0.9, tersedia di www.anates.com

13

Suharsimi Arikunto, op. cit., h. 65

14


(47)

Keterangan:

RXY : koefisien korelasi N : banyaknya sampel

X : jumlah skor untuk tiap butir soal Y : jumlah skor total

X2 : jumlah kuadrat tiap butir soal Y2 : jumlah kuadrat skor total

XY : jumlah perkalian antara X dan Y

Perhitungan validitas dalam penelitian ini dilakukan dengan menggunakan program Anates.15 Berdasarkan hasil uji validitas yang dilakukan dari total soal pilihan ganda sebanyak 40 soal, didapatkan 22 soal yang valid yaitu nomor 1, 2, 4, 8, 9, 10, 12, 14, 17, 19, 21, 22, 24, 25, 28, 29, 32, 35, 36, 37, 39, 40. Sedangkan soal yang tidak valid sebanyak 18 soal. Dari jumah soal yang valid yaitu 22 butir soal, peneliti hanya menggunakan soal sebanyak 20 butir soal dikarenakan terdapat beberapa soal yang dapat mewakili soal lainnya dan untuk memudahkan dalam pemberian nilai siswa.

2. Uji Reliabilitas

Suatu tes dapat dikatakan memiliki taraf kepercayaan yang tinggi jika tes tersebut dapat memberikan hasil yang tetap.16 Reliabilitas dapat diartikan sejauh mana hasil suatu pengukuran dapat dipercaya, stabil dan konsisten.

Untuk mengetahui reliabilitas instrumen menggunakan rumus yang dikemukakan oleh Kuder Richardson KR-20 sebagai berikut:17

=

Keterangan:

: reliabilitas tes secara keseluruhan

n : banyaknya item

p : proporsi subjek yang menjawab item yang benar q : proporsi subjek yang menjawab item yang salah : jumlah perkalian antara p dan q

S : standar deviasi

15

Lampiran 7, h. 129

16

Suharsimi Arikunto, op. cit., h. 86

17


(48)

Perhitungan reliabilitas dalam penelitian ini dilakukan dengan menggunakan program Anates.18 Berdasarkan hasil data yang diperoleh dari 40 soal yang telah diuji cobakan dengan n=35 menunjukan nilai reliabilitas sebesar 0.79 dan tergolong dalam kategori korelasi tinggi. Kriteria indeks reliabilitas dapat dilihat pada tabel 3.4 berikut ini:

Tabel 3.4 Kriteria Indeks Reliabilitas Koefisien Korelasi Kriteria

< 0.20 Sangat Rendah

0.20 – 0.40 Rendah

0.40 – 0.60 Cukup

0.60 – 0.80 Tinggi

0.80 – 1.00 Sangat Tinggi 3. Tingkat Kesukaran

Untuk mengetahui tingkat kesukaran soal apakah soal itu tergolong sukar, sedang, atau mudah maka soal-soal tersebut terlebih dahulu diujikan taraf kesukarannya dengan menggunakan rumus sebagai berikut:19

P

=

Keterangan:

P : proporsi (tingkat kesukaran)

B : jumlah siswa yang menjawab benar N : jumlah peserta tes

Perhitungan tingkat kesukaran dalam penelitian ini dilakukan dengan menggunakan program Anates.20 Berdasarkan hasil data yang diperoleh dari 40 soal yang diuji cobakan, diperoleh 5 soal dengan kriteria sangat mudah, 4 soal dengan kriteria mudah, 26 soal dengan kriteria sedang, 2 soal dengan kriteria

18

Lampiran 8, h. 131

19

Ahmad Sofyan, Tonih Feronika dan Burhanudin Milama, Evaluasi Pembelajaran IPA Berbasis Kompetensi, (Jakarta: UIN Jakarta Press, 2006), Cet. 1, h. 103

20


(1)

(2)

(3)

(4)

162


(5)

(6)