Dari penjelasan tersebut di atas, dapat disimpulkan bahwa kehadiran pH H
+
pada larutan, mempengaruhi proses adsorpsi dan kompetisi yang terjadi. Jika konsentrasi H
+
meningkat, maka kapasitas adsorpsi akan semakin berkurang dan preferensi adsorpsi akan semakin bertambah. Hasil analisis ini mendukung
pendapat Haibin Liu 2013, yang menyatakan konsentrasi H
+
dan OH
-
pada larutan mempengaruhi kapasitas adsorpsi. Pengaruh yang diperoleh tergantung
pada jenis situs aktif yang dimiliki oleh adsorben.
4.2.2 Pengaruh Perubahan Konsentrasi Terhadap Kapasitas Adsorpsi pada pH Tetap
Untuk mengevaluasi pengaruh perbandingan konsentrasi ion Cd
2+
dan Cu
2+
pada kompetisi adsorpsi, dilakukan dengan perbandingan C Cd
2+
Cu
2+
yaitu 20:40 ppm; 30:30 ppm; dan 40:20 ppm. Studi tentang pengaruh perbandingan
konsentrasi larutan dibuat dalam kondisi yang sama pada pH 4,5, Tabel A.11 Lampiran A. Hubungan antara perbandingan konsentrasi Cd
2+
Cu
2+
terhadap kapasitas maksimum pada pH tetap 4,5 dapat diamati pada Gambar 4.3 dan
Tabel 4.5. Pada perbandingan konsentrasi Cd
2+
Cu
2+
20:40 ppm; 30:30 ppm; dan 40:20 ppm, diperoleh kapasitas maksimum masing-masing adalah 63,58 ;
60,69; dan 63,85 . Jika dilihat berdasarkan preferensi adsorpsi Separation factor , yang menggambarkan tingkat kompetisi adsorpsi pada kedua logam
Cd
2+
dan Cu
2+
, pada perbandingan konsentrasi Cd
2+
Cu
2+
20:40 ppm; 30:30 ppm; dan 40:20 ppm, diperoleh separation factor masing-masing sebesar
1,5100; 1,1993; dan 1,1844.
Universitas Sumatera Utara
Gambar 4.3 Nilai Kapasitas Adsorpsi Maksimum q
max
untuk Berbagai Perbandingan Konsentrasi Awal Cd
2+
Cu
2+
pada pH 4,5 Selama 2 Jam
Dari hasil analisis yang dilakukan, dapat dilihat bahwa kapasitas adsorpsi maksimum q
max
berbanding lurus dengan konsentrasi ion logam dalam larutan. Indikasi ini menunjukkan bahwa interaksi antara ion logam terhadap adsorben
akan meningkat seiring dengan bertambahnya konsentrasi. Hal ini mendukung penelitian yang dilakukan oleh Abid dkk. 2011 yang menyatakan kapasitas
adsorpsi akan semakin besar apabila konsentrasi adsorbat meningkat karena interaksi antara adsorben dan adsorbat semakin besar.
Jika ditinjau berdasarkan preferensi adsorpsi, faktor separasi terbesar terdapat pada konsentrasi 20:40 ppm; Cd
2+
Cu
2+
yaitu 1,5100. Hal ini menunjukkan bahwa meskipun Cd
2+
memiliki konsentrasi lebih rendah dibandingkan Cu
2+
dalam larutan, namun memiliki persentasi terserap yang dimiliki Cd
2+
lebih tinggi dibandingkan Cu
2+
. Untuk konsentrasi Cd
2+
yang semakin tinggi, yaitu pada C
Cd
2+
Cu
2+
40:20 ppm memiliki faktor separasi yang rendah yaitu 1,1844 sehingga tidak memberi dampak yang berarti.
Meskipun kenyataannya, perbedaan kapasitas adsorpsi yang paling besar terdapat pada perbandingan konsentrasi 40:20 ppm; Cd
2+
Cu
2+
namun persentasi penyerapan dari konsentrasi awal C
cukup rendah. Hal ini dapat dipengaruhi oleh sifat-sifat dasar dari masing-masing ion terkait dengan proses
10 20
30 40
50 60
70
20:40 30:30
40:20
q
max
Konsentrasi C Cd
2+
Cu
2+
ppm
Cd Cu
Total
Universitas Sumatera Utara
adsorpsi Tabel A.12, Lampiran A. Liuchun dkk. 2010 juga berpendapat bahwa atom Cd
2+
lebih mudah terserap pada senyawa organik atau jaringan hidup dibandingkan Cu
2+
. 4.3 PENENTUAN KINETIKA ADSORPSI
Dalam penelitian ini, data kinetika adsorsi diperoleh secara empiris dengan menggunakan model pseudo orde satu dan pseudo orde dua. Pemodelan ini
diperlukan untuk menggambarkan dan mengevaluasi mekanisme adsorpsi dan mengidentifikasi laju rata-rata adsorpsi pada adsorben batang jagung untuk larutan
biner [10]. Selain itu, pemodelan ini dapat juga digunakan untuk mengidentifikasi apakah selama proses adsorpsi terjadi reaksi kimia atau tidak pada adsorben. Adapun
persamaan pseudo orde satu dan orde dua tersebut berturut-turut dapat dilihat sebagai berikut :
�
=
� � �
+
�
4.4
� �
=
� �
+
� �
4.5 [10]
Data hasil eksperimental menunjukkan hasil yang lebih baik terhadap model pseudo orde dua dibandingkan pseudo orde satu berdasarkan pada nilai koefisien
korelasi r
2
seperti ditunjukkan pada Tabel 4.4. Koefisien korelasi tersebut, diperoleh dengan cara melakukan plot data kapasitas adsorpsi q
t
terhadap waktu dengan menggunakan persamaan di atas, sehingga diperoleh grafik seperti Gambar
4.4 dan Gambar 4.5.
Universitas Sumatera Utara
Tabel 4.2 Pemodelan Laju Rata-Rata Kinetika Adsorpsi Cd
2+
Cu
2+
pada Adsorben Batang Jagung dalam Larutan Biner
Logam pH
Perbandingan Konsentrasi
qe, percobaan
Pseudo Orde Satu Pseudo Orde Dua
q
e1
k
1
r
2
q
e2
k
2
r
2
Cd
2+
3 30:30
1.7919 1.7889
0.3327 0,7400 1.7986
0.9066 0,9987 4,5
2.0058 2.0161
0.2984 0,8510 2.0161
1.8089 1,0000 6
2.1735 2.1786
0.3747 0,8950 2.1834
0.8851 0,9999 7,5
2.0780 2.0243
0.0304 0,8400 2.0243
11.0925 0,9998 9
2.0244 2.0284
0.0304 0,8540 2.0284
11.5738 0,9992 4,5
20:40 1.5941
1.5949 0.0367
0,8560 1.5949 0.0118 0,9988
30:30 2.0058
2.0161 0.2984
0,8510 2.0161 1.8089 1,0000
40:20 2.7455
2.7473 0.0220
0,8410 2.7473 13.2496 0,9995
Cu
2+
3 30:30
1.2518 1.2706
1.9822 0,8540 1.2853
0.2863 0,9900 4,5
1.7048 1.7153
1.3070 0,8720 1.7331
0.2970 0,9990 6
1.8145 1.8382
1.3401 0,8450 1.8622
0.2591 0,9980 7,5
1.6458 1.6722
1.5268 0,8410 1.6892
0.2801 0,9985 9
1.7104 1.7182
1.4038 0,8640 1.7331
0.2991 0,9950 4,5
20:40 2.0375
2.0534 1.1170
0,8490 2.0619 0.3370 0,9909
30:30 1.7048
1.7153 1.3070
0,8720 1.7331 0.2970 0,9990
40:20 1.0969
1.1111 2.1722
0,8560 1.1223 3.1302 0,9935
Gambar 4.4 Pemodelan Orde Satu pada pH 4,5 dan Konsentrasi Logam
Cd
2+
Cu
2+
30:30 ppm
y = 0.148x + 0.4964 R² = 0.8513
y = 0.7623x + 0.5839 R² = 0.8728
0.0 0.2
0.4 0.6
0.8 1.0
0.00 0.02
0.04 0.06
1qt gmg
1t min
-1
pH 4,5; 30:30 ppm
Cd Cu
Linear Cd Linear Cu
Universitas Sumatera Utara
Gambar 4.5 Pemodelan Orde Dua pada pH 4,5 dan Konsentrasi Logam
Cd
2+
Cu
2+
30:30 ppm Dari hasil perhitungan teoritis, nilai koefisien korelasi r
2
orde dua lebih mendekati angka satu 1 dibandingkan dengan orde satu. Sebagai contoh pada pH
3,0 dan konsentrasi C Cd
2+
Cu
2+
30:30 ppm, persamaan orde satu memiliki nilai r
2
= 0,7400 dan persamaan orde dua memiliki nilai r
2
=0,9987. Ini menunjukkan bahwa pemodelan pseudo orde dua menjadikan data adsorpsi lebih presentatif. Jika
pemodelan ini sesuai dengan percobaan, maka mekanisme adsorpsi melibatkan reaksi kimia chemisorption antara adsorbat dan adsorben [10].
Menurut Langmuir, molekul teradsorpsi ditahan pada permukaan oleh gaya valensi yang tipenya sama dengan yang terjadi antara atom-atom dalam molekul.
Karena adanya ikatan kimia maka pada permukaan adsorben akan terbentuk suatu lapisan, di mana terbentuknya lapisan tersebut akan menghambat proses penyerapan
selanjutnya sehingga efektifitasnya berkurang [26]. Sifat nonlinier yang ditunjukkan oleh persamaan kinetika adsorpsi mengindikasikan bahwa kompetisi adsorpsi yang
terjadi diantara logam Cd
2+
dan Cu
2+
berhubungan dengan sisi aktif adsorben.
y = 0.4965x + 0.1366 R² = 1
y = 0.5779x + 1.1213 R² = 0.9999
20 40
60 80
100 120
20 40
60 80
100 120
140
tq g.minmg
t min
pH 4,5; 30:30 ppm
Cd Cu
Linear Cd Linear Cu
Universitas Sumatera Utara
Berdasarkan hasil analisis model kinetik, maka dapat digambarkan skema interaksi antara ion A Cd
2+
Cu
2+
terhadap adsorben dalam tiga kemungkinan, yaitu :
Bentuk 1,
C
6
H
10
O
5 n
+ A
2+
AC
6
H
8
O
4 n
+ H
2
O Bentuk pertama menunjukkan bahwa ion A
2+
membentuk ikatan rangkap terhadap C nomor 3 dan melepas molekul H
2
O. Bentuk 2,
C
6
H
10
O
5 n
+ A
2+
A.2C
6
H
8
O
4 n
+ H
2
O Bentuk ke dua menunjukkan gugus-gugus OH
-
pada permukaan atau pori-pori adsorben beriteraksi dengan A
2+
dan melepaskan molekul H
2
O. Namun, kemungkinan lain dapat juga terjadi peristiwa fisika yang membentuk
gaya Van Der Walls yaitu memiliki interaksi seperti bentuk ke 3. Bentuk 3
C
6
H
10
O
5 n
+ 3A
2+
Universitas Sumatera Utara
4.4 PENENTUAN KINETIKA DIFUSI