BAB II TINJAUAN PUSTAKA
2.1 POLUTAN LOGAM BERAT
Pencemaran lingkungan dengan zat beracun telah meningkat dalam beberapa tahun terakhir sebagai akibat dari pesatnya pertumbuhan industri [
8
]. Aktivitas berbagai industri pada umumnya menghasilkan limbah cair yang sering menjadi
permasalahan bagi lingkungan karena mengandung berbagai macam kontaminan yang berbahaya. Pencemaran ini berdampak pada penurunan kualitas air dan
meningkatnya padatan tersuspensi pada air. Salah satu jenis pencemar pada air disebabkan oleh logam berat. Logam berat
tidak seperti polutan organik yang pada beberapa kasus pencemaran dapat didegradasi [
9
]. Akibatnya, logam-logam tersebut terakumulasi di lingkungan terutama membentuk senyawa kompleks dengan bahan organik dan anorganik
dalam ekosistem perairan. Logam berat tersebut memiliki potensi merusak sistem fisiologi dan biologis manusia, jika melewati batas toleransi yang menimbulkan
berbagai penyakit dan gangguan [
8
,10]. Logam berat masuk ke dalam jaringan tubuh makhluk hidup melalui beberapa jalan, yaitu saluran pernapasan,
pencernaan, dan penetrasi melalui kulit [
9
]. Menurut Darmayanti dkk., 2012, berdasarkan toksisitas dan dampak
pencemaran bagi lingkungan, maka logam berat dapat klasifikasikan dalam beberapa bagian, yaitu:
1. Sangat beracun, yaitu dapat mengakibatkan kematian atau gangguan
kesehatan dalam waktu singkat. Logam-logam tersebut antara lain: Hg, Cd, Pb, As, Sb, Ti, Co, Be, dan Cu.
2. Moderat, yaitu mengakibatkan gangguan kesehatan baik yang dapat pulih
maupun yang tidak dapat pulih dalam waktu yang relatif lama. Logam-logam tersebut antara lain: Ba, Au, Li, Mn, Se, Te, Va, dan Rb.
Universitas Sumatera Utara
3. Kurang beracun, dalam jumlah besar dapat menimbulkan gangguan
kesehatan. Logam-logam tersebut antara lain: Bi, Fe, Ca, Mg, Ni, K, Zn, dan Ag.
2.2 TEKNOLOGI PENYERAPAN LOGAM BERAT
Logam berat menimbulkan ancaman lingkungan yang besar karena dapat menimbulkan kandungan racun yang tinggi terhadap ekosistem dan manusia
[10,11]. Pada umumnya pencemaran tersebut berada pada sistem perairan dan tanah. Pemurnian air adalah salah satu cara terbaik untuk membantu mengatasi
masalah tersebut [
7
]. Dari beberapa proses pemurnian air dari logam berat, proses adsorpsi lebih efisien dan lebih murah dibandingkan teknologi penjerapan logam
berat lainnya [
5
] seperti, koagulasi dan presipitasi kimia, elektroflotasi [
4
], pertukaran ion, dan pemisahan membran [11]. Berikut adalah teknologi
pemisahan logam berat yang sering digunakan :
2.2.1 Elektroflotasi
Beberapa teknik tradisional yang dilakukan untuk pengolahan air limbah tidak menunjukkan kinerja yang memuaskan untuk larutan yang sangat encer
≤ 50 mg dm
-3
, terutama karena efisiensi operasionalnya rendah dan biaya ekstraksi yang tinggi. Metode elekroflotasi merupakan alternatif yang dapat
diterapkan dalam berbagai skala, baik skala kecil, menengah maupun besar. Elektroflotasi adalah proses sederhana yang mengapungkan ion atau partikel
padatan, yang terlarut dalam fasa cair. Pengapungan terjadi akibat adhesi pada gelembung kecil hidrogen dan oksigen pada katoda dan anoda pada sel
flotasi [
4
]. 2.2.2
Pemisahan Membran
Membran dapat didefinisikan sebagai hambatan selektif antara dua fasa dengan perpindahan massa berlangsung dari fasa donor ke fasa akseptor.
Salah satu jenis membran yang digunakan adalah Liquid Membranes LMs. Dalam kasus LMs, membran ini terdiri dari fasa cair memisahkan dua larutan
yang tidak saling bercampur. Penghilangan logam berat dapat juga dilakukan dengan menggunakan Membrane Bioreaktor MBR [11]. Dari penelitian
Universitas Sumatera Utara
yang dilakukan MBR, dinilai mampu memisahkan Fe, Cu, dan Cd yang cukup tinggi dari limbah perkotaan.
2.2.3 Adsorpsi
Adsorpsi merupakan suatu proses yang terjadi ketika suatu fluidasubstansi-terlarut yang ada dalam larutan, terikat pada suatu padatan
adsorben yang ditimbulkan oleh gaya kimia-fisika antara sustansi dan penyerapnya. Adsorpsi logam berat mengunakan adsorben umumnya
dipelajari dengan menggunakan sistem batch [12,13,14,15]. Beberapa faktor yang mempengaruhi proses adsorpsi adalah pH, suhu, konsentrasi dan waktu
kontak [10,13,15,16,17,18]. Pada umumnya, pecobaan dilakukan dengan menyediakan larutan logam dengan konsentrasi yang sama untuk sejumlah
adsorben dalam wadah yang ditempatkan pada alat pengaduk shaker [
3
,12,17,18]. Jenis larutan disediakan dalam bentuk larutan satu sistem atau larutan biner. Perbedaan ini didasarkan pada karakteristik adsorpsi yang ingin
dilihat.
2.3 ADSORBEN
Adsorben adalah zat padat yang dapat menyerap partikel fluida dalam suatu proses adsorpsi. Perilaku adsorben pada berbagai jenis larutan mono, biner,
tertier, telah dikonfirmasi oleh peneliti sebelumnya, khususnya mengenai adsorpsi logam berat tertentu seperti adsorben pasir [12], nanotube dan nanofiber
[
3
,
5
], zeolit [19], turmalin [10], dan bio-adsorben seperti arang hayati [
9
,14], batang jagung [20,21], abu jerami [17], dan berbagai jenis adsorben lainnya.
Sehingga adsorben dapat dibagi dua yaitu material anorganik silika, alumina, zeolit dan organik karbon, polimer, biomassa.
Menurut Darmayanti dkk. [
9
], ada beberapa syarat yang harus dipenuhi sebagai acuan dalam memilih dan memperoleh adsorben yang baik, yaitu :
1. Mempunyai daya serap yang tinggi.
2. Berupa zat padat yang mempunyai luas permukaan yang besar.
3. Tidak boleh larut pada larutan zat yang akan diadsorpsi.
4. Tidak ada reaksi kimia dengan campuran yang akan dimurnikan.
5. Dapat diregenerasi kembali dengan mudah.
Universitas Sumatera Utara
6. Tidak beracun.
7. Tidak meninggalkan residu berupa gas berbau.
8. Mudah didapat dan harganya murah.
Proses adsorpsi pada umumnya memiliki biaya operasional yang rendah dan sangat efisien terutama untuk adsorpsi logam berat konsentrasi rendah [22].
Namun, penggunaan bio-adsorben lebih menguntungkan dibandingkan dengan jenis adsorben lain yang digunakan. Karena selain biaya yang murah dan mudah
didapatkan, bio-adsorben juga tidak kalah efektif dalam menyerap logam dibandingkan jenis adsorben lainnya sehingga sangat cocok digunakan untuk
pengolahan limbah industri [
7
]. 2.4 ADSORBEN BATANG JAGUNG
Jagung adalah salah satu produk komoditas tertinggi di Indonesia bahkan di dunia. Tongkol, kulit, daun serta batang jagung adalah residulimbah pertanian
jagung yang sering dibakar tanpa dimanfaatkan [30]. Namun, baru-baru ini limbah jagung telah diteliti untuk proses adsorpsi [25].
Struktur morfologi batang jagung telah diselidiki pada penelitian terdahulu dengan menggunakan Scanning Electron Microscope SEM yang ditampilkan
pada Gambar 2.1. Perbesaran yang dilakukan sekitar 500 kali menunjukkan sifat dasar permukaan batang jagung sebagai sebuah struktur poros yang berguna
dalam mengadsorpsi logam [15]. Sedangkan struktur kimia batang jagung ditunjukkan pada Gambar 2.2.
Gambar 2.1 Permukaan Batang Jagung pada Perbesaran 500 Kali.
[15]
Universitas Sumatera Utara
Gambar 2.2 Struktur Kimia Batang Jagung
[23] Berdasarkan analisis yang dilakukan, permukaan tongkol jagung memiliki
porositas lebih tinggi jika dibandingkan batang jagung. Porositas rata-rata batang jagung adalah 58,51 sedangkan tongkol jagung mencapai 67,93 [31]. Jika
dilihat berdasarkan diameter pori, batang jagung memiliki diameter pori ± 50 μm, 10 kali lebih besar dibandingkan karbon aktif dan zeolit yaitu hanya sekitar 3
– 6 μm [19]. Berikut data diameter pori dari berbagai jenis adsorben dan adsorbat
molekul yang sering diserap sebagai bentuk perbandingan. Dari Gambar tersebut, dapat dilihat bahwa ukuran pori batang jagung, lebih besar dibandingkan
beberapa jenis adsorben lainnya.
Gambar 2.3 Ukuran Pori dan Ukuran Berbagai Molekul pada Umumnya [32]
2.5 KARAKTERISTIK PROSES ADSORPSI