BAB III METODOLOGI PERCOBAAN
3.1 BAHAN DAN PERALATAN ANALISIS
Bahan – bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah batang jagung
sebagai adsorben, diperoleh dari pertanian jagung di kota Medan, Indonesia. kadmium asetat CdCH
3
COO
2
.2H
2
O sebagai sumber kadmium Cd
2+
, tembaga II Sulfat CuSO
4
sebagai sumber tembaga Cu
2+
, asam klorida HCl dan natrium hidroksida NaOH sebagai pengatur pH, air H
2
O sebagai pelarut. Sedangkan peralatan utama yang digunakan dalam penelitian ini adalah Atomic
Absorption Spectroscopy AAS yang berfungsi untuk mengukur konsentrasi larutan.
3.2 PROSEDUR PERCOBAAN 3.2.1
Prosedur Pembuatan Larutan
Sebelum melakukan eksperimen penelitian, salah satu hal yang perlu dipersiapkan adalah persediaan larutan. Pelarut disediakan sebanyak 5 liter
dengan pH terkontrol pH = 4,5 yang digunakan untuk melarutkan logam Cd
2+
dan Cu
2+
yaitu 20:40 ppm, 30:30 ppm, dan 40:20 ppm membentuk larutan biner. Selain itu, larutan asam dan basa disediakan juga yang
berfungsi untuk mengatur keasaman pH larutan logam yaitu larutan 0,1 M HCl dan 0,1 M NaOH untuk digunakan pada pH 3; 6; 7,5; 9.
Universitas Sumatera Utara
3.2.2 Prosedur Preparasi Batang Jagung Pembuatan Bio-adsorben
Batang jagung yang telah selesai dipanen, dibersihkan dari pengotor dan komponen lainnya seperti daun ataupun akar yang menempel pada batang,
kemudian batang jagung dicuci dengan air bersih. Batang jagung kemudian dihaluskan menggunakan ball mill dengan ukuran seragam 70 mesh.
Kemudian dicuci dengan air deionisasi sebanyak 3-4 kali hingga pH air pencuci kembali normal dan dikeringkan dalam oven pada 55
o
C sampai berat konstan.
Gambar 3.1 Flowchart Pembuatan Larutan Logam biner
Disediakan pelarut sebanyak 5 L dengan pH terkontrol pH = 4,5
Diaduk rata hingga padatan melarut
Disimpan dalam botol reagen steril yang telah disediakan
Selesai Mulai
CdChH
3
COO
2
.2H
2
O dan CuSO
4
dilarutkan sesuaii konsentrasi yang diinginkan.
Ya
Tidak Apakah ada larutan
lainnya?
Universitas Sumatera Utara
3.2.3 Prosedur Batch Adsorpsi
a Pengaruh pH Larutan
Adsorpsi logam berat jika ditinjau berdasarkan pengaruh pH dilakukan dengan menyediakan larutan logam Cd
2+
dan Cu
2+
dengan konsentrasi 30:30 ppm sebanyak 100 mL pada variasi pH 3; 4,5; 6; 7,5; 9 pelarut diambil dari
persediaan larutan yang telah dikontrol pHnya. Untuk mengatur keasaman digunakan larutan 0,1 M HCl dan 0,1 M NaOH. Sebanyak 1 g bio-adsorben
70 mesh dikombinasikan dengan larutan. Sistem tersebut kemudian diaduk dengan kecepatan 220 rpm selama 120 menit pada suhu ruang 20
o
C. Setiap 15 menit sampel diambil sebanyak 2 mL untuk keperluan analisis. Pengaruh
perubahan volume pada sistem akibat pengambilan sampel diabaikan karena konsentrasi larutan yang sangat rendah dinilai tidak berpengaruh pada
perubahan volume.
Gambar 3.2 Flowchart Preparasi Batang Jagung Batang jagung dibersihkan dari pengotor dan dicuci
dengan air bersih
dicuci dengan air deionisasi sebanyak 3-4 kali
dikeringkan dalam oven pada 55
o
C sampai berat konstan Selesai
Mulai
Batang jagung dipotong-potong dengan ukuran seragam
Universitas Sumatera Utara
b Isotermal Kompetisi Adsorpsi Berdasarkan Perbedaan Konsentrasi
Isotermal kompetisi adsorpsi dilakukan dengan menyediakan larutan logam biner yaitu Cd
2+
dan Cu
2+
dengan variasi konsentrasi 20;40 ppm, 30;30 ppm, dan 40;20 ppm pada pH 4,5 pelarut diambil dari persediaan
larutan yang telah dikontrol pHnya. Untuk mengatur keasaman digunakan larutan 0,1 HCl dan 0,1 M NaOH. Sebanyak 1 g bio-adsorben 70 mesh
dikombinasikan dengan 100 mL larutan logam berat. Sistem tersebut kemudian diaduk dengan kecepatan 50 rpm selama 120 menit pada suhu
ruang 20
o
C. Setiap 15 menit sampel diambil sebanyak 2 mL untuk
Selesai Ya
Tidak
Gambar 3.3 Flowchart Analisis Pengaruh pH Apakah ada variasi
pH lainnya? Mulai
Diambil larutan sebanyak 100 mL dari persediaan larutan dan pH larutan 3; 4,5 ; 6; 7,5; 9 dikondisikan sesuai dengan variabel yang
telah ditentukan dengan konsentrasi logam 30:30 ppm.
Eksperimen dilakukan sesaat setelah bio-adsorben berada di dalam campuran dan dilakukan pengadukan dengan kecepatan 50 rpm.
Sampel diambil sebanyak 2 ml setiap 15 menit selama 120 menit untuk dianalisis
Bio-adsorben ditimbang sebanyak 1 g dan dikombinasikan dengan larutan.
Universitas Sumatera Utara
keperluan analisis. Pengaruh perubahan volume pada sistem akibat pengambilan sampel diabaikan karena konsentrasi larutan yang sangat rendah
dinilai tidak berpengaruh pada perubahan volume.
3.3 PROSEDUR ANALISIS
Untuk menentukan dan melihat konsentrasi Cd
2+
dan Cu
2+
pada larutan biner, maka setiap sampel yang diuji, dianalisis menggunakan Atomic Adsorption
Spectrofotometri AAS. Perbedaan konsentrasi logam Cd
2+
dan Cu
2+
mula-mula atau sebelum dan sesudah perlakuan merupakan jumlah ion logam Cd
2+
dan Cu
2+
yang terserap adsorben. Kemudian dari data tersebut, akan dicari kinetika adsorpsi dan karakteristik difusi ion pada adsorben.
Selesai Ya
Tidak
Gambar 3.4 Flowchart Analisis Pengaruh Konsentrasi Apakah ada variasi
konsentrasi lainnya?
Mulai Larutan diambil sebanyak 100 mL, pH 4,5 dan dikombinasikan
dengan logam sesuai konsentrasi yang diinginkan.
Eksperimen dilakukan sesaat setelah bio-adsorben berada di dalam campuran dan dilakukan pengadukan dengan kecepatan 50 rpm.
Sampel diambil sebanyak 2 ml setiap 15 menit selama 120 menit untuk dianalisis
Bio-adsorben dengan ukuran partikel 70 mesh ditimbang sebanyak 1 g dan dikombinasikan dengan larutan.
Universitas Sumatera Utara
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1 PENGARUH WAKTU TERHADAP KAPASITAS ADSORPSI
Waktu adsorpsi adalah salah satu parameter proses terjadinya adsorpsi karena waktu merupakan faktor yang dapat merefleksikan kinetika suatu adsorben dalam
berinteraksi dengan adsorbat. Waktu juga dapat dijadikan sebagai indikator untuk menentukan tingkat keefisienan penggunaan adsorben. Oleh sebab itu, perlu
dilakukan analisis untuk menetukan waktu optimum yang dibutuhkan dalam proses adsorpsi.
Pengaruh waktu kontak terhadap kapasitas adsorpsi dalam kompetisi adsorpsi larutan biner Cd
2+
Cu
2+
untuk perbandingan konsentrasi dan variasi pH tertentu, dapat dilihat dalam Tabel A.9 dan Tabel A.10 pada lampiran, dan pada Gambar
4.1. Hubungan laju adsorpsi terhadap waktu t dapat direfleksikan oleh Persamaan berikut :
=
− �
4.1
�
=
− �
4.2 � =
− .
4.3 Keterangan:
q
e
= massa logam teradsorpsi pada kesetimbangan mgg
q
e
= massa logam teradsorpsi pada waktu t mgg
R = Persentasi penghapusan logam C
= konsentrasi logam awal mgL
C
t
= konsentrasi pada waktu t mgL
C
e
= konsentrasi kesetimbangan mgL
V = volume larutan
L m
ads
= massa adsorben g
Data dalam Gambar 4.1 menyatakan bahwa lama kontak mempengaruhi kedua logam Cd
2+
dan Cu
2+
teradsorpsi oleh batang jagung. Berdasarkan hasil analisis, secara umum dapat dilihat perubahan kapasitas konsentrasi terserap
Universitas Sumatera Utara
adsorpsi terbesar terjadi pada 20 menit pertama dalam proses adsorpsi. Setelah beberapa waktu, perubahan kapasitas adsorpsi cenderung konstan untuk seluruh
logam yang diadsorpsi dalam larutan. Peristiwa ini berlaku untuk semua kondisi, baik berdasarkan perubahan pH dan konsentrasi tetap, atau pada pH tetap dan
konsentrasi berubah.
Gambar 4.1 Kapasitas Adsorpsi Logam Cd
2+
Cu
2+
pada pH 4,5 dan Konsentrasi Logam Cd
2+
Cu
2+
30:30 ppm Sebagai contoh dari Tabel A.9 berdasarkan variasi pH dan konsentrasi tetap
30:30 ppm dapat diamati untuk kapasitas total, pada pH 3 mengalami peningkatan yang cukup besar pada selang waktu t
= 0 menit hingga t
1
= 20 menit yaitu dari q
= 0 menjadi q
1
= 49,98. Setelah menit berikutnya, yaitu t
2
= 40 menit hanya memiliki sedikit perubahan yaitu diperoleh q
2
= 50,53 . Hingga dicapai kesetimbangan pada t
6
= 120 menit dengan nilai q
6
= 52,00. Pada pH 4,5, kapasitas total mengalami peningkatan yang cukup besar pada
selang waktu t = 0 menit hingga t
1
= 20 menit yaitu dari q = 0 menjadi q
1
= 58,92 . Setelah menit berikutnya, yaitu t
2
= 40 menit hanya memiliki sedikit perubahan yaitu diperoleh q
2
= 59,50 . Hingga dicapai kesetimbangan pada t
6
= 120 menit dengan nilai q
6
= 60,69. Pada pH 6,0, kapasitas total mengalami peningkatan yang cukup besar pada selang waktu t
= 0 menit hingga t
1
= 20 menit yaitu dari q
= 0 menjadi q
1
= 61,43 . Setelah menit berikutnya, yaitu t
2
= 40 menit hanya memiliki sedikit perubahan yaitu diperoleh q
2
= 61,99 . 10
20 30
40 50
60 70
20 40
60 80
100 120
140
R
Waktu Menit
Cd Cu
Total
Universitas Sumatera Utara
Hingga dicapai kesetimbangan pada t
6
= 120 menit dengan nilai q
6
= 63,36. Pada pH 7,5, kapasitas total mengalami peningkatan yang cukup besar pada
selang waktu t = 0 menit hingga t
1
= 20 menit yaitu dari q = 0 menjadi q
1
= 60,44 . Setelah menit berikutnya, yaitu t
2
= 40 menit hanya memiliki sedikit perubahan yaitu diperoleh q
2
= 60,88 . Hingga dicapai kesetimbangan pada t
6
= 120 menit dengan nilai q
6
= 62,07 . Pada pH 9,0, kapasitas total mengalami peningkatan yang cukup besar pada selang waktu t
= 0 menit hingga t
1
= 20 menit yaitu dari q
= 0 menjadi q
1
= 59,87 . Setelah menit berikutnya, yaitu t
2
= 40 menit hanya memiliki sedikit perubahan yaitu diperoleh q
2
= 60,31 . Hingga dicapai kesetimbangan pada t
6
= 120 menit dengan nilai q
6
= 61,35 . Jika ditinjau berdasarkan perbandingan konsentrasi logam Cd
2+
Cu
2+
pada pH tetap Tabel A.10, maka diperoleh pada konsentrasi logam Cd
2+
Cu
2+
20:40 ppm, kapasitas total mengalami peningkatan yang cukup besar pada selang waktu
t = 0 menit hingga t
1
= 20 menit yaitu dari q = 0 menjadi q
1
= 62,01 . Setelah menit berikutnya, yaitu t
2
= 40 menit hanya memiliki sedikit perubahan yaitu diperoleh q
2
= 62,45 . Hingga dicapai kesetimbangan pada t
6
= 120 menit dengan nilai q
6
= 63,58 . Pada konsentrasi logam Cd
2+
Cu
2+
30:30 ppm, kapasitas total mengalami peningkatan yang cukup besar pada selang waktu t
= 0 menit hingga t
1
= 20 menit yaitu dari q = 0 menjadi q
1
= 58,92 . Setelah menit berikutnya, yaitu t
2
= 40 menit hanya memiliki sedikit perubahan yaitu diperoleh q
2
= 59,50. Hingga dicapai kesetimbangan pada t
6
= 120 menit dengan nilai q
6
= 60,69 . Pada konsentrasi logam Cd
2+
Cu
2+
40:20 ppm, kapasitas total mengalami peningkatan yang cukup besar pada selang waktu t
= 0 menit hingga t
1
= 20 menit yaitu dari q = 0 menjadi q
1
= 62,40 . Setelah menit berikutnya, yaitu t
2
= 40 menit hanya memiliki sedikit perubahan yaitu diperoleh q
2
= 62,81 . Hingga dicapai kesetimbangan pada t
6
= 120 menit dengan nilai q
6
= 63,85 . Dari hasil analisis yang dilakukan, pengaruh kapasitas adsorpsi terhadap
waktu cenderung memiliki bentuk atau model yang sama, baik berdasarkan variasi pH, maupun perbandingan konsentrasi logam yang berbeda-beda. Salah
satu yang mempengaruhi laju adsorpsi perubahan kapasitas adsorpsi adalah permukaan adsorben. Pada waktu awal proses adsorpsi, permukaan adsorben
masih terbebas dari ikatan ion logam. Peluang ion logam untuk berinteraksi
Universitas Sumatera Utara
dengan permukaan adsorben masih sangat besar sehingga perubahan kapasitas adsorpsi pada waktu awal ditemukan cukup besar. Namun, seiring bertambahnya
waktu, perubahan kapasitas tersebut akan menurun. Hal ini diduga karena situs aktif pada adsorben batang jagung telah jenuh oleh ion logam dimana pada waktu
20 menit tersebut proses adsorpsi sudah mulai mencapai kesetimbangan sehingga peluang untuk terjadinya ikatan antara kedua logam Cd
2+
dan Cu
2+
pada permukaan atau pori-pori adsorben menjadi kecil, karena setelah tercapainya
kesetimbangan adsorpsi, akan mengalami kestabilan persentasi penyerapan. Hal ini disebabkan sudah terpenuhinya gugus aktif permukaan adsorben. Hal ini
sependapat dengan penelitian yang dilakukan oleh S. Vafakhah 2014, dimana peningkatan kapasitas adsorpsi berlangsung cepat pada waktu awal proses
adsorpsi dan memiliki laju adsorpsi maksimum pada waktu 20 menit pertama. Adsorben batang jagung memiliki pori-pori yang cukup besar dan banyak
sehingga interaksi logam terhadap adsorben memiliki peluang yang cukup besar dan tidak memerlukan waktu yang lama dalam proses adsorpsi. Berdasarkan hasil
penelitian sebelumnya, porositas batang jagung mencapai 58,51 dan memiliki diameter pori sekitar ±50 µm [15]. Jika dibandingkan dengan karbon aktif, karbon
aktif memiliki diameter pori sekitar 0,6 µm [32]. Ini menunjukkan bahwa batang jagung memiliki diameter pori yang cukup besar jika dibandingkan dengan
adsorben lainnya. Sehingga proses adsorpsi dalam menuju kesetimbangan berlangsung cepat, karena semakin besar ukuran diameter pori suatu adsorben,
maka semakin cepat proses adsorpsi berlangsung. Ini mengindikasikan bahwa batang jagung sangat efektif untuk menyerap logam, karena tidak memerlukan
waktu kontak yang lama. Hasil analisis ini, mendukung penelitian yang dilakukan oleh Liuchun Zeng 2010, Suhong Chen 2011 dan S. Vafakhah 2014 dimana
mereka berpendapat bahwa proses adsorpsi selalu berlangsung cepat pada waktu awal adsorpsi dan seiring bertambahnya waktu perubahan konsentrasi terserap
kapasitas akan semakin lambat hingga mencapai kesetimbangan.
Universitas Sumatera Utara
4.2 PENGARUH pH DAN KONSENTRASI LARUTAN 4.2.1 Pengaruh Perubahan pH Terhadap Kapasitas Adsorpsi pada
Konsentrasi Tetap
Untuk mengevaluasi pengaruh pH pada kompetisi adsorpsi dari ion Cd
2+
dan Cu
2+
dari larutan biner, dilihat pada pH 3; 4,5; 6; 7,5 dan 9. Pemilihan pH tersebut dilakukan untuk menghindari pengendapan logam berdasarkan
konstanta kelarutan masing-masing logam [10]. Studi tentang pengaruh pH larutan dibuat dalam kondisi yang sama untuk konsentrasi Cd
2+
dan Cu
2+
yaitu 30:30 ppm. Hasil analisis pengaruh pH larutan, dapat dilihat pada Tabel A.11
Lampiran A dan Gambar 4.2.
Gambar 4.2 Nilai Kapasitas Adsorpsi Maksimum q
max
pada Berbagai Variasi pH dengan Perbandingan Konsentrasi Awal Cd
2+
Cu
2+
30:30 ppm Berdasarkan data pada Tabel A.10 pada lampiran A dan Gambar 4.2
diperoleh hubungan antara perubahan pH larutan terhadap kapasitas adsorpsi maksimum pada konsentrasi tetap. Pada pH 3,0; 4,5; 6,0; 7,5; dan 9,0 diperoleh
kapasitas adsorpsi maksimum masing-masing sebesar 52,00 ; 60,69 ; 63,36 ; 62,07 ; dan 61,35 . Jika dilihat berdasarkan preferensi adsorpsi
Separation factor , yang menggambarkan tingkat kompetisi adsorpsi pada kedua logam Cd
2+
dan Cu
2+
, pada pH 3,0; 4,5; 6,0; 7,5; dan 9,0 diperoleh 10
20 30
40 50
60 70
3.0 4.5
6.0 7.5
9.0
q max
pH
Cd Cu
Total
Universitas Sumatera Utara
separation factor masing-masing sebesar 1,4383; 1,1993; 1,2086; 1,2309; dan 1,1811.
Dari hasil analisis yang dilakukan, dapat dilihat bahwa kapasitas adsorpsi maksimum q
max
tertinggi terdapat pada pH 6 yaitu 63,36 dari total logam yang teradsorpsi. Sedangkan pada pH yang lebih rendah kapasitas adsorpsi
maksimum yang diperoleh cenderung lebih kecil, terdapat pada pH 3 yaitu 52,00.
Kondisi ini tentu dipengaruhi oleh konsentrasi H
+
pada larutan, yang akan semakin meningkat apabila pH semakin rendah pH 3
– 4,5. Kehadiran ion H
+
pada larutan akan berdampak terhadap kompetisi ion Cd
2+
dan Cu
2+
untuk mendapatkan sisi aktif adsorben. H
+
akan menutupi sisi aktif pada permukaan adsorben sehingga menghalangi ion Cd
2+
dan Cu
2+
terserap pada permukaan atau memasuki pori. Pada pH yang lebih tinggi 6
– 7,5 aktivitas H
+
akan menurun sehingga kecenderungan ion Cd
2+
dan Cu
2+
teradsorpsi lebih besar. Pendapat ini sesuai dengan penelitian yang dilakukan oleh Wen Liu 2013 yang menyatakan
pH larutan dapat menghambat atau mempercepat proses adsorpsi sesuai dengan gugus fungsi pada adsorben yang digunakan dan logam yang akan diadsorpsi.
Persentasi penyerapan ion Cd
2+
selalu lebih unggul dibandingkan Cu
2+
pada berbagai kondisi pH. Dapat diamati bahwa
∝
+
d
+
lebih besar dari satu. Ini mengindikasikan bahwa batang jagung memiliki preferensi adsorpsi yang tinggi
untuk salah satu logam pada larutan biner. Preferensi adsorpsi merupakan kecenderungan suatu adsorben untuk menyerap salah satu logam dari logam
lainnya pada suatu larutan multi komponen. Kondisi ini diinterpretasikan dengan suatu nilai yang disebut dengan faktor separasi separation factor. Jika faktor
separasi lebih besar atau lebih kecil dari satu, maka preferensi adsorpsinya akan semakin baik. Adapun faktor separasi pada pH berubah dan konsentrasi tetap
dapat dilihat pada Tabel 4.3. Berdasarkan pengaruh perubahan pH terhadap konsentrasi tetap, faktor
separasi terbesar terjadi pada pH 3 yaitu 1,4383. Hal ini juga tentu dipengaruhi oleh tingginya konsentrasi H
+
pada larutan. Adapun pengaruh H
+
pada larutan tidak hanya mempengaruhi kapasitas adsorpsi saja, tetapi juga kompetisi
Universitas Sumatera Utara
adsorpsi yang terjadi. Hal ini didukung oleh penelitian yang telah dilakukan oleh Haibin Liu 2013. Ia memperoleh preferensi adsorpsi yang lebih tinggi pada pH
rendah daripada pH tinggi. Faktor separasi terkecil terjadi pada pH 9 yaitu 1,1811. Pada kondisi ini,
larutan bersifat basa dan didominasi oleh OH
-
sehingga persaingan Cd
2+
dan Cu
2+
terhadap H
+
berkurang. Namun, kondisi ini juga menimbulkan masalah dimana akan timbul interaksi baru antara Cd
2+
dan Cu
2+
terhadap OH
-
yang dapat mengurangi interaksi dengan permukaan adsorben terutama pada ion
yang lebih dominan, Cd
2+
. Bahkan, kadar OH
-
yang makin tinggi akan mengakibatkan pengendapan sehingga penurunan konsentrasi larutan tidak
diakibatkan oleh proses adsorpsi. Hal ini sesuai dengan pendapat Wen Liu 2013 dan Haibin Liu 2013. Mereka berpendapat bahwa proses adsorpsi
berlangsung buruk
pada pH
tinggi karena
akan mengalami
pengendapanpresipitasi. Dari data yang diperoleh, batang jagung lebih mudah menyerap Cd
2+
dibandingkan dengan Cu
2+
pada semua kondisi pH. Peristiwa ini lebih mudah dipahami secara teoritis jika ditinjau berdasarkan sifat-sifat ion Cd
2+
dan Cu
2+
yang ditunjukkan pada Tabel 4.1. Dari tabel dapat dilihat bahwa jari-jari atom Cd Cu. Hal ini menunjukkan bahwa atom Cd lebih mudah melepaskan
elektron terluarnya dibandingkan dengan Cu, sehingga lebih mudah bereaksi dengan permukaan adsorben. Selain itu, ditinjau dari nilai elektronegatifitas
kecenderungan bersifat negatif, keelektronegatifan Cd Cu, maka Cu lebih bersifat negatif dibandingkan Cd. Sehingga Cd lebih mudah berinteraksi dengan
permukaan adsorben karena bermuatan negatif gugus OH
-
. Sifat tersebut membuktikan bahwa kadmium lebih mudah diserap oleh batang jagung.
Tabel 4.1 Sifat Kimia-Fisika Kadmium dan Tembaga
Propertis Kadmium
Tembaga
Jari- jari Atom μm
0,151 0,128
Konfigurasi Elektron [Kr] 5s
2
4d
10
2, 8, 18, 18, 2 [Ar]3d
10
4s
1
2, 8, 18, 1 Elektronegativitas
Skala Pauling 1,69
1,90
Universitas Sumatera Utara
Dari penjelasan tersebut di atas, dapat disimpulkan bahwa kehadiran pH H
+
pada larutan, mempengaruhi proses adsorpsi dan kompetisi yang terjadi. Jika konsentrasi H
+
meningkat, maka kapasitas adsorpsi akan semakin berkurang dan preferensi adsorpsi akan semakin bertambah. Hasil analisis ini mendukung
pendapat Haibin Liu 2013, yang menyatakan konsentrasi H
+
dan OH
-
pada larutan mempengaruhi kapasitas adsorpsi. Pengaruh yang diperoleh tergantung
pada jenis situs aktif yang dimiliki oleh adsorben.
4.2.2 Pengaruh Perubahan Konsentrasi Terhadap Kapasitas Adsorpsi pada pH Tetap
Untuk mengevaluasi pengaruh perbandingan konsentrasi ion Cd
2+
dan Cu
2+
pada kompetisi adsorpsi, dilakukan dengan perbandingan C Cd
2+
Cu
2+
yaitu 20:40 ppm; 30:30 ppm; dan 40:20 ppm. Studi tentang pengaruh perbandingan
konsentrasi larutan dibuat dalam kondisi yang sama pada pH 4,5, Tabel A.11 Lampiran A. Hubungan antara perbandingan konsentrasi Cd
2+
Cu
2+
terhadap kapasitas maksimum pada pH tetap 4,5 dapat diamati pada Gambar 4.3 dan
Tabel 4.5. Pada perbandingan konsentrasi Cd
2+
Cu
2+
20:40 ppm; 30:30 ppm; dan 40:20 ppm, diperoleh kapasitas maksimum masing-masing adalah 63,58 ;
60,69; dan 63,85 . Jika dilihat berdasarkan preferensi adsorpsi Separation factor , yang menggambarkan tingkat kompetisi adsorpsi pada kedua logam
Cd
2+
dan Cu
2+
, pada perbandingan konsentrasi Cd
2+
Cu
2+
20:40 ppm; 30:30 ppm; dan 40:20 ppm, diperoleh separation factor masing-masing sebesar
1,5100; 1,1993; dan 1,1844.
Universitas Sumatera Utara
Gambar 4.3 Nilai Kapasitas Adsorpsi Maksimum q
max
untuk Berbagai Perbandingan Konsentrasi Awal Cd
2+
Cu
2+
pada pH 4,5 Selama 2 Jam
Dari hasil analisis yang dilakukan, dapat dilihat bahwa kapasitas adsorpsi maksimum q
max
berbanding lurus dengan konsentrasi ion logam dalam larutan. Indikasi ini menunjukkan bahwa interaksi antara ion logam terhadap adsorben
akan meningkat seiring dengan bertambahnya konsentrasi. Hal ini mendukung penelitian yang dilakukan oleh Abid dkk. 2011 yang menyatakan kapasitas
adsorpsi akan semakin besar apabila konsentrasi adsorbat meningkat karena interaksi antara adsorben dan adsorbat semakin besar.
Jika ditinjau berdasarkan preferensi adsorpsi, faktor separasi terbesar terdapat pada konsentrasi 20:40 ppm; Cd
2+
Cu
2+
yaitu 1,5100. Hal ini menunjukkan bahwa meskipun Cd
2+
memiliki konsentrasi lebih rendah dibandingkan Cu
2+
dalam larutan, namun memiliki persentasi terserap yang dimiliki Cd
2+
lebih tinggi dibandingkan Cu
2+
. Untuk konsentrasi Cd
2+
yang semakin tinggi, yaitu pada C
Cd
2+
Cu
2+
40:20 ppm memiliki faktor separasi yang rendah yaitu 1,1844 sehingga tidak memberi dampak yang berarti.
Meskipun kenyataannya, perbedaan kapasitas adsorpsi yang paling besar terdapat pada perbandingan konsentrasi 40:20 ppm; Cd
2+
Cu
2+
namun persentasi penyerapan dari konsentrasi awal C
cukup rendah. Hal ini dapat dipengaruhi oleh sifat-sifat dasar dari masing-masing ion terkait dengan proses
10 20
30 40
50 60
70
20:40 30:30
40:20
q
max
Konsentrasi C Cd
2+
Cu
2+
ppm
Cd Cu
Total
Universitas Sumatera Utara
adsorpsi Tabel A.12, Lampiran A. Liuchun dkk. 2010 juga berpendapat bahwa atom Cd
2+
lebih mudah terserap pada senyawa organik atau jaringan hidup dibandingkan Cu
2+
. 4.3 PENENTUAN KINETIKA ADSORPSI
Dalam penelitian ini, data kinetika adsorsi diperoleh secara empiris dengan menggunakan model pseudo orde satu dan pseudo orde dua. Pemodelan ini
diperlukan untuk menggambarkan dan mengevaluasi mekanisme adsorpsi dan mengidentifikasi laju rata-rata adsorpsi pada adsorben batang jagung untuk larutan
biner [10]. Selain itu, pemodelan ini dapat juga digunakan untuk mengidentifikasi apakah selama proses adsorpsi terjadi reaksi kimia atau tidak pada adsorben. Adapun
persamaan pseudo orde satu dan orde dua tersebut berturut-turut dapat dilihat sebagai berikut :
�
=
� � �
+
�
4.4
� �
=
� �
+
� �
4.5 [10]
Data hasil eksperimental menunjukkan hasil yang lebih baik terhadap model pseudo orde dua dibandingkan pseudo orde satu berdasarkan pada nilai koefisien
korelasi r
2
seperti ditunjukkan pada Tabel 4.4. Koefisien korelasi tersebut, diperoleh dengan cara melakukan plot data kapasitas adsorpsi q
t
terhadap waktu dengan menggunakan persamaan di atas, sehingga diperoleh grafik seperti Gambar
4.4 dan Gambar 4.5.
Universitas Sumatera Utara
Tabel 4.2 Pemodelan Laju Rata-Rata Kinetika Adsorpsi Cd
2+
Cu
2+
pada Adsorben Batang Jagung dalam Larutan Biner
Logam pH
Perbandingan Konsentrasi
qe, percobaan
Pseudo Orde Satu Pseudo Orde Dua
q
e1
k
1
r
2
q
e2
k
2
r
2
Cd
2+
3 30:30
1.7919 1.7889
0.3327 0,7400 1.7986
0.9066 0,9987 4,5
2.0058 2.0161
0.2984 0,8510 2.0161
1.8089 1,0000 6
2.1735 2.1786
0.3747 0,8950 2.1834
0.8851 0,9999 7,5
2.0780 2.0243
0.0304 0,8400 2.0243
11.0925 0,9998 9
2.0244 2.0284
0.0304 0,8540 2.0284
11.5738 0,9992 4,5
20:40 1.5941
1.5949 0.0367
0,8560 1.5949 0.0118 0,9988
30:30 2.0058
2.0161 0.2984
0,8510 2.0161 1.8089 1,0000
40:20 2.7455
2.7473 0.0220
0,8410 2.7473 13.2496 0,9995
Cu
2+
3 30:30
1.2518 1.2706
1.9822 0,8540 1.2853
0.2863 0,9900 4,5
1.7048 1.7153
1.3070 0,8720 1.7331
0.2970 0,9990 6
1.8145 1.8382
1.3401 0,8450 1.8622
0.2591 0,9980 7,5
1.6458 1.6722
1.5268 0,8410 1.6892
0.2801 0,9985 9
1.7104 1.7182
1.4038 0,8640 1.7331
0.2991 0,9950 4,5
20:40 2.0375
2.0534 1.1170
0,8490 2.0619 0.3370 0,9909
30:30 1.7048
1.7153 1.3070
0,8720 1.7331 0.2970 0,9990
40:20 1.0969
1.1111 2.1722
0,8560 1.1223 3.1302 0,9935
Gambar 4.4 Pemodelan Orde Satu pada pH 4,5 dan Konsentrasi Logam
Cd
2+
Cu
2+
30:30 ppm
y = 0.148x + 0.4964 R² = 0.8513
y = 0.7623x + 0.5839 R² = 0.8728
0.0 0.2
0.4 0.6
0.8 1.0
0.00 0.02
0.04 0.06
1qt gmg
1t min
-1
pH 4,5; 30:30 ppm
Cd Cu
Linear Cd Linear Cu
Universitas Sumatera Utara
Gambar 4.5 Pemodelan Orde Dua pada pH 4,5 dan Konsentrasi Logam
Cd
2+
Cu
2+
30:30 ppm Dari hasil perhitungan teoritis, nilai koefisien korelasi r
2
orde dua lebih mendekati angka satu 1 dibandingkan dengan orde satu. Sebagai contoh pada pH
3,0 dan konsentrasi C Cd
2+
Cu
2+
30:30 ppm, persamaan orde satu memiliki nilai r
2
= 0,7400 dan persamaan orde dua memiliki nilai r
2
=0,9987. Ini menunjukkan bahwa pemodelan pseudo orde dua menjadikan data adsorpsi lebih presentatif. Jika
pemodelan ini sesuai dengan percobaan, maka mekanisme adsorpsi melibatkan reaksi kimia chemisorption antara adsorbat dan adsorben [10].
Menurut Langmuir, molekul teradsorpsi ditahan pada permukaan oleh gaya valensi yang tipenya sama dengan yang terjadi antara atom-atom dalam molekul.
Karena adanya ikatan kimia maka pada permukaan adsorben akan terbentuk suatu lapisan, di mana terbentuknya lapisan tersebut akan menghambat proses penyerapan
selanjutnya sehingga efektifitasnya berkurang [26]. Sifat nonlinier yang ditunjukkan oleh persamaan kinetika adsorpsi mengindikasikan bahwa kompetisi adsorpsi yang
terjadi diantara logam Cd
2+
dan Cu
2+
berhubungan dengan sisi aktif adsorben.
y = 0.4965x + 0.1366 R² = 1
y = 0.5779x + 1.1213 R² = 0.9999
20 40
60 80
100 120
20 40
60 80
100 120
140
tq g.minmg
t min
pH 4,5; 30:30 ppm
Cd Cu
Linear Cd Linear Cu
Universitas Sumatera Utara
Berdasarkan hasil analisis model kinetik, maka dapat digambarkan skema interaksi antara ion A Cd
2+
Cu
2+
terhadap adsorben dalam tiga kemungkinan, yaitu :
Bentuk 1,
C
6
H
10
O
5 n
+ A
2+
AC
6
H
8
O
4 n
+ H
2
O Bentuk pertama menunjukkan bahwa ion A
2+
membentuk ikatan rangkap terhadap C nomor 3 dan melepas molekul H
2
O. Bentuk 2,
C
6
H
10
O
5 n
+ A
2+
A.2C
6
H
8
O
4 n
+ H
2
O Bentuk ke dua menunjukkan gugus-gugus OH
-
pada permukaan atau pori-pori adsorben beriteraksi dengan A
2+
dan melepaskan molekul H
2
O. Namun, kemungkinan lain dapat juga terjadi peristiwa fisika yang membentuk
gaya Van Der Walls yaitu memiliki interaksi seperti bentuk ke 3. Bentuk 3
C
6
H
10
O
5 n
+ 3A
2+
Universitas Sumatera Utara
4.4 PENENTUAN KINETIKA DIFUSI
Pada larutan tunggal, perilaku dinamika adsorpsi pada umumnya dievaluasi menggunakan model difusi. Meskipun kompetisi adsorpsi memiliki proses yang
lebih kompleks, pada eksperimen ini dicoba untuk mengaplikasikan model difusi untuk mengevaluasi kompetisi adsorpsi pada komponen biner. Bisa saja
kemungkinan proses adsorpsi Cd
2+
Cu
2+
terjadi hanya pada permukaan luareksternal adsorben. Oleh karena itu, proses adsorpsi harus dideskripsikan menggunakan
pemodelan difusi eksternal. Namun jika difusi kemungkinan terjadi pada permukaan dalam dan pori-pori adsorben, maka proses adsorpsi dapat dideskripsikan
menggunakan pemodelan difusi internal. Pemodelan difusi ekstenal dan internal diaplikasikan dan disesuaikan secara teoritis terhadap data kinetika adsorpsi
eksperimental, sehingga diperoleh kesimpulan tentang peristiwa difusi yang terjadi. Adapun persamaan yang digunakan dalam mendeskripsikan pemodelan difusi
eksternal dan difusi internal berturut-turut yaitu Persamaan 4.6 dan Persamaan 4.8. = −�. � + �
4.6 Dengan z :
� =
� �
4.7
�
=
�
√� + � 4.8
Kedua persamaan di atas akan diaplikasikan untuk data kinetik adsorpsi Cd
2+
dan Cu
2+
. Parameter dari model difusi eksternal dan internal dapat dilihat pada Tabel 4.5 dan diplot seperti Gambar 4.6 dan Gambar 4.7.
Hasil observasi yang dilakukan dari Tabel 4.5 menunjukkan bahwa model difusi eksternal dan internal dapat digunakan untuk mengevaluasi kompetisi
adsorpsi dari logam berat. Hasil plot diagram pada Gambar 4.6 dan 4.7 salah satu contoh yang menunjukkan bahwa model difusi internal memiliki koefisien
korelasi r
2
yang lebih tinggi dibandingkan model difusi eksternal. Rendahnya koefisien korelasi model difusi eksternal dibandingkan model difusi internal,
terjadi karena kompetisi pada permukaan dalam dari difusi ion pada larutan biner lebih nyata dari pada difusi ion jika hanya pada permukaan saja.
Universitas Sumatera Utara
Tabel 4.3 Pemodelan Laju Rata-Rata Kinetika Difusi Cd
2+
Cu
2+
pada Adsorben Batang Jagung dalam Larutan Biner Selama 2 Jam.
Larutan Biner Logam
pH Perbandingan
Konsentrasi, C
ppm Eksternal Internal
r
2
r
2
Cd
2+
Cu
2+
Cd
2+
3
30:30 0,3970
0,6720 4,5
0,3920 0,6690
6 0,4010
0,6720 7,5
0,3770 0,6600
9 0,3770
0,6610
4,5 20:40
0,3780 0,6600
30:30 0,3920
0,6690 40:20
0,3760 0,6590
Cu
2+
3
30:30 0,4690
0,7270 4,5
0,4490 0,7060
6 0,4550
0,7080 7,5
0,4590 0,7130
9 0,4530
0,7080
4,5 20:40
0,4340 0,6980
30:30 0,4490
0,7060 40:20
0,4890 0,7310
Ketika diplot antara q
t
mgg dan √t menunjukkan bahwa garis plot tidak
sesuai dengan garis aslinyagaris operasi. Hal ini mengindikasikan bahwa difusi film dan difusi intra-partikel terjadi secara simultan [28]. Hal ini juga didukung
oleh hasil analisi pemodelan kinetika adsorpsi. Kinetika adsorpsi orde dua menunjukkan bahwa proses difusi yang terjadi adalah difusi internal. Ini berarti
bahwa ketika campuran ion logam diadsorpsi secara simultanbersamaan, ion logam tersebut akan bersaing pada permukaan dalam adsorben sitepori.
Sehingga, proses kompetisi ini mempengaruhi proses difusi dari logam berat dan kapasitas adsorpsi akan semakin lebih kecil.
Universitas Sumatera Utara
Gambar 4.6 Pemodelan Kinetika Difusi Eksternal pada pH 4,5 dan
Konsentrasi Logam Cd
2+
Cu
2+
30:30 ppm Selama 2 Jam
Gambar 4.7 Pemodelan Kinetika Difusi Internal pada pH 4,5 dan Konsentrasi
Logam Cd
2+
Cu
2+
30:30 ppm
y = -0.0118x + 0.0937 R² = 0.3925
y = -0.0089x + 0.0984 R² = 0.4492
0.00 0.02
0.04 0.06
0.08 0.10
0.12 0.14
0.16
0.0 0.2 0.4 0.6 0.8 1.0 1.2 1.4 1.6 1.8 2.0
ln C
t C
o
t Jam
pH 4,5; 30:30 ppm
Cd Cu
Linear Cd Linear Cu
y = 0.1647x + 0.5765 R² = 0.6691
y = 0.1412x + 0.4533 R² = 0.7062
0.0 0.4
0.8 1.2
1.6 2.0
2.4 2.8
3.2
2 4
6 8
10 12
qt mgg
√t min
12
pH 4,5; 30:30 ppm
Cd Cu
Linear Cd Linear Cu
Universitas Sumatera Utara
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN