Identifikasi Variabel Penelitian Alat dan Bahan Penelitian

P 1 = Kelompok perlakuan 1, terdiri dari 10 ekor mencit P 2 = Kelompok perlakuan 2, terdiri dari 10 ekor mencit X = Pemberian aquades 0,1 ml peroral dan aquades 0,056 ml peroral sehari selama 7 hari berturut-turut X 1 = Pemberian parasetamol dosis 5,07 mg yang ditambah aquades hingga menjadi 0,1 ml peroral dan aquades 0,056 ml peroral 1 kali sehari selama 3 hari berturut-turut. Selanjutnya hanya diberi aquades seperti pada kelompok kontrol sampai hari ke-7. X 2 = Pemberian parasetamol dosis 5,07 mg yang ditambah aquades hingga menjadi 0,1 ml peroral dan minyak jintan hitam dosis 0,056 ml20 g BB mencit peroral 1 kali sehari selama 3 hari berturut-turut. Selanjutnya diberi aquades 0,1 ml peroral dan minyak jintan hitam dosis 0,056 ml20 g BB mencit peroral 1 kali perhari sampai hari ke- 7. O = Pengamatan histologis ginjal pada kelompok kontrol. O 1 = Pengamatan histologis ginjal pada kelompok perlakuan 1. O 2 = Pengamatan histologis ginjal pada kelompok perlakuan 2.

F. Identifikasi Variabel Penelitian

1. Variabel bebas : status pemberian minyak jintan hitam. 2. Variabel terikat : derajat kerusakan histologis ginjal. 3. Variabel luar Variabel luar dari penelitian ini adalah sebagai berikut. a. Variabel luar yang dapat dikendalikan : variasi genetik, jenis kelamin, umur, suhu udara, berat badan, dan jenis makanan mencit semuanya diseragamkan. b. Variabel luar yang tidak dapat dikendalikan : kondisi psikologis dan keadaan awal ginjal mencit.

G. Definisi Operasional Variabel Penelitian

1. Variabel bebas : status pemberian minyak jintan hitam.

Minyak jintan hitam diberikan secara per oral dengan sonde lambung satu kali sehari selama 7 hari berturut-turut. Pemberian minyak jintan hitam dengan dosis sebesar 0,056 ml20 g BB mencit diberikan pada kelompok perlakuan 2. Minyak jintan hitam diberikan + 2 jam setelah pemberian parasetamol agar parasetamol terabsorbsi lebih dahulu Ringoringo, 1985. Minyak jintan hitam yang digunakan adalah minyak jintan hitam dengan nama dagang Black Seed Daily Supplement produksi M102. Skala pengukuran variabel bebas adalah skala nominal. 2. Variabel terikat : derajat kerusakan histologis ginjal. Yang dimaksud dengan derajat kerusakan histologis ginjal adalah besarnya skor kerusakan histologis sel epitel tubulus proksimal ginjal setelah ginjal diinduksi parasetamol dan mendapat perlakuan dengan minyak jintan hitam. Besarnya skor kerusakan histologis dinilai dengan cara menghitung skor kerusakan yang terjadi pada sel epitel tubulus proksimal pada suatu daerah tertentu di pars konvulata korteks ginjal. Dari tiap irisan jaringan ginjal, secara acak diambil 1 daerah di pars konvulata korteks ginjal. Kemudian dari tiap daerah tersebut dihitung jumlah sel epitel tubulus proksimal yang mengalami kerusakan dari tiap 100 sel epitel tubulus proksimal yang ada pada daerah tersebut. Jika inti piknosis diberi skor 1, karioreksis diberi skor 2, dan kariolisis diberi skor 3, maka rumus besarnya skor kerusakan histologis adalah: 1 x P + 2 x Kr + 3 x Kl Keterangan : P : Jumlah sel epitel tubulus proksimal dengan inti piknosis Kr : Jumlah sel epitel tubulus proksimal dengan inti karioreksis Kl : Jumlah sel epitel tubulus proksimal dengan inti kariolisis. Sehingga dari tiap irisan diperoleh 1 nilai skor, dan dari tiap kelompok mencit berarti terdapat 20 nilai skor jumlah mencit tiap kelompok 10 ekor, dari tiap ekor mencit dibuat 1 irisan jaringan ginjal kanan dan 1 irisan jaringan ginjal kiri. Skala ukuran variabel ini adalah skala rasio. 3. Variabel luar. a. Variabel luar yang dapat dikendalikan. 1 Variasi genetik Jenis hewan coba yang digunakan adalah mencit Mus musculus dengan galur Swiss webster. 2 Jenis kelamin Jenis kelamin mencit yang digunakan adalah jantan. 3 Umur Umur mencit pada penelitian ini adalah 6-8 minggu. 4 Suhu udara Hewan percobaan diletakkan dalam ruangan dengan suhu udara kamar yang berkisar antara 25-28 derajat celcius. 5 Berat badan Berat badan hewan percobaan + 20 g. 6 Jenis makanan Makanan yang diberikan berupa pellet dan minuman dari air PAM. b. Variabel luar yang tidak dapat dikendalikan : kondisi psikologis dan keadaan awal ginjal mencit. Kondisi psikologis mencit dipengaruhi oleh lingkungan sekitar. Lingkungan yang terlalu ramai, pemberian perlakuan yang berulang kali, dan perkelahian antar mencit dapat mempengaruhi kondisi psikologis mencit. Keadaan awal ginjal mencit tidak diperiksa pada penelitian ini sehingga mungkin saja ada mencit yang sebelum perlakuan ginjalnya sudah mengalami kelainan.

H. Alat dan Bahan Penelitian

1. Alat Alat yang digunakan adalah sebagai berikut : a. Kandang mencit b. Timbangan hewan c. Timbangan obat d. Alat bedah hewan percobaan scalpel, pinset, gunting, jarum, meja lilin e. Sonde lambung f. Alat untuk pembuatan preparat histologi g. Mikroskop cahaya media terang h. Gelas ukur, mikro pipet dan pengaduk 2. Bahan Bahan yang akan digunakan adalah sebagai berikut : a. Parasetamol b. Makanan hewan percobaan pellet c. Aquades d. Bahan untuk pembuatan preparat histologi dengan pengecatan HE e. Minyak jintan hitam

I. Cara Kerja

1. Dosis dan pengenceran parasetamol Dosis parasetamol yang diketahui dapat menyebabkan kematian pada 50 mencit dari satu kelompok mencit percobaan LD50 adalah 6,76 mg20 g BB mencit Genome dan Genome, 2006. Pada penelitian ini dipakai ¾ dosis di atas, yaitu 5,07 mg. Pemakaian ¾ dosis karena pada penelitian lain yang menggunakan mencit sebagai hewan coba, pemakaian dosis 5 mg parasetamol telah menyebabkan kerusakan hati tetapi tidak menyebabkan kematian mencit Normantara, 2008. Kerusakan pada hati akibat parasetamol sering diikuti dengan kerusakan pada ginjal sehingga dosis yang dipakai pada penelitian ini adalah ¾ dosis LD50. Cara pembuatannya yaitu parasetamol 500 mg dilarutkan dalam aquades hingga 9,86 ml. Dalam 0,1 ml larutan parasetamol mengandung 5,07 mg parasetamol. Dosis pemberian parasetamol peroral adalah 5,07 mg20 g BB mencit. Jumlah yang diberikan yaitu 0,1 ml = 5,07 mg20 g BB mencit setiap kali pemberian. Parasetamol ini diberikan pada kelompok perlakuan 1 dan 2. Preparat parasetamol yang telah dilarutkan dalam aquades ini diberikan satu kali sehari secara per oral, selama 3 hari pertama perlakuan. 2. Dosis minyak jintan hitam Dosis minyak jintan hitam yang digunakan untuk menimbulkan efek renoprotektif pada tikus yang diinduksi siklosporin adalah 2 mlkg BB peroral Uz et al., 2008. Maka, untuk tikus seberat 200 g didapatkan dosis 0,4 ml200 g BB. Perhitungan dosis untuk mencit dengan berat badan 20 g sesuai tabel konversi Ngatidjan, 1991 yaitu, 0,4 x 0,14 = 0,056 ml20 g BB. Minyak jintan hitam yang digunakan dalam penelitian ini diperoleh peneliti dengan membeli minyak jintan hitam dengan nama dagang Black Seed Daily Supplement produksi M102. Minyak jintan hitam 0,056 ml20 g BB diberikan pada kelompok perlakuan 2 secara peroral selama 7 hari berturut-turut. 3. Pemberian perlakuan Sampel 30 ekor mencit Kelompok kontrol Kelompok perlakuan 1 Kelompok perlakuan 2 Dipuasakan selama + 5 jam Aquades 0,1 ml 0,1 ml parasetamol dosis 5,07 mg20 g BB mencit selama 3 hari pertama. Selanjutnya dari hari ke-4 sampai hari ke-7 diberi aquades 0,1 ml. 4. Jalan Penelitian Sebelum diberi perlakuan, mencit diadaptasikan dahulu selama satu minggu di Laboratorium Histologi Fakultas Kedokteran Universitas Sebelas Maret Surakarta. Keesokkan hari setelah adaptasi selesai, dilakukan penimbangan pada semua mencit untuk penentuan rata-rata berat badan mencit pada penelitian ini, sehingga dosis pemberian parasetamol dan minyak jintan hitam dapat lebih tepat. Setelah dilakukan penimbangan, mencit dibagi dalam 3 kelompok secara random dan mendapat perlakuan sesuai dengan rancangan penelitian. Setiap sebelum pemberian parasetamol dan minyak jintan hitam, mencit dipuasakan dahulu + 5 jam untuk mengosongkan lambung. Pemberian minyak jintan hitam dilakukan + 2 jam setelah pemberian parasetamol agar parasetamol terabsorbsi lebih dahulu Ringoringo, 1985. Di luar jadwal perlakuan, mencit diberi makan pellet dan minum air PAM ad libitum. 5. Pengukuran Hasil Setelah diberi perlakuan selama 7 hari, semua hewan percobaan dikorbankan dengan cara neck dislocation. Hal ini dilakukan pada hari ke- 8 agar efek dari perlakuan masih tampak. Setiap mencit diambil ginjal kanan dan ginjal kiri, kemudian masing-masing ginjal kanan dan ginjal kiri, dibuat 1 irisan secara frontal pada daerah pertengahan ginjal untuk keseragaman dengan tebal tiap irisan + 7-10 µm. Pembuatan preparat ginjal dengan metode blok parafin dengan pengecatan Hematoksilin Eosin HE. Pengamatan preparat jaringan ginjal mula-mula dilakukan dengan perbesaran 100 kali untuk mengamati seluruh bagian dari irisan, kemudian ditentukan daerah yang akan diamati, yaitu tubulus proksimal yang terletak pada pars konvulata korteks ginjal. Selanjutnya pengamatan dilakukan dengan perbesaran 400 kali untuk mengamati inti sel epitel tubulus proksimal ginjal. Pengamatan dilakukan pada tubulus proksimal ginjal karena pada tubulus proksimal terjadi absorpsi dan sekresi aktif serta kadar sitokrom P 450 lebih tinggi untuk mendetoksifikasi atau mengaktifkan toksikan sehingga lebih mudah untuk mengalami kerusakan. Untuk mengetahui sel-sel epitel tubulus proksimal yang mengalami kerusakan maka dari tiap irisan ditentukan 1 daerah di pars konvulata korteks ginjal secara acak. Kemudian pada tiap daerah tersebut dihitung jumlah sel epitel tubulus proksimal yang mengalami kerusakan dari tiap 100 sel epitel tubulus proksimal yang ada di daerah tersebut. Sel dengan inti piknosis diberi skor 1, dengan inti karioreksis diberi skor 2, dan dengan inti kariolisis diberi skor 3. Jika pada suatu daerah di pars konvulata korteks ginjal terdapat 20 sel epitel tubulus proksimal dengan inti piknosis, 10 sel dengan inti karioreksis, dan 5 sel dengan inti kariolisis, maka skor kerusakan histologis pada daerah tersebut adalah: 1 x 20 + 2 x 10 + 3 x 5 = 55 Sehingga dari tiap irisan nantinya diperoleh 1 nilai skor. Jadi, untuk tiap kelompok mencit diperoleh 20 nilai skor tiap kelompok terdiri dari 10 ekor mencit, dari tiap ginjal mencit, ginjal kanan dan ginjal kiri, dibuat 1 irisan jaringan ginjal. Nilai skor kerusakan histologis ini kemudian dianalisis secara statistik.

J. Teknik Analisis Data Statistik