Pengaruh Pemberian Ekstrak Minyak Jintan Hitam (Nigella sativa) Sediaan Komersial Terhadap Organ Reproduksi Mencit (Mus musculus) Betina

(1)

ABSTRAK

NOVA FEBRINA. Pengaruh Pemberian Ekstrak Minyak Jintan Hitam (Nigella sativa) Sediaan Komersial Terhadap Organ Reproduksi Mencit (Mus musculus) Betina. Dibimbing oleh SRI ESTUNINGSIH dan VETNIZAH JUNIANTITO. Jintan hitam (Nigella sativa) secara tradisional digunakan sebagai obat herbal yang sedang popular. Tujuan penelitian kali ini adalah untuk mengetahui efek jintan hitam terhadap histopatologi organ reproduksi betina mencit. Mencit betina umur empat minggu sebanyak 36 ekor dibagi menjadi empat kelompok, yaitu kelompok I diberikan aquades 0,1 ml, kelompok II diberikan 0,1 ml ekstrak minyak jintan hitam, kelompok III diberikan 0,2 ml ekstrak minyak jintan hitam, dan kelompok IV diberikan kombinasi ekstrak minyak jintan hitam dengan madu sebanyak 0,3 ml. Mencit diberikan perlakuan satu kali sehari selama dua bulan. Setelah dua bulan perlakuan, dilakukan nekropsi untuk mendapatkan ovarium dan uterus. Selanjutnya organ diproses untuk histopatologi dengan pewarnaan Hematoksilin-Eosin dan Periodic Acid Schiff. Paramater yang diamati terdiri dari luas ovarium dan folikel tersier; jumlah folikel ovarium, kelenjar uterus, dan sel Goblet; dan regenerasi epitel permukaan uterus. Hasil yang didapatkan menunjukkan bahwa jintan hitam meningkatkan kinerja ovarium dan perbaikan homeostasis uterus. Kesimpulan dari penelitian ini yaitu jintan hitam memberikan efek terhadap sistem reproduksi betina mencit.


(2)

MENCIT (

Mus musculus

) BETINA

NOVA FEBRINA

FAKULTAS KEDOKTERAN HEWAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

BOGOR

2012


(3)

Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi dengan judul Pengaruh Pemberian Ekstrak Minyak Jintan Hitam (Nigella sativa) Sediaan Komersial Terhadap Organ Reproduksi Mencit (Mus musculus) Betina adalah karya saya dengan arahan dari pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apapun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini.

Bogor, Maret 2012

Nova Febrina B04070049


(4)

ABSTRACT

NOVA FEBRINA. The Effect of Extract Black Cummin (Nigella sativa) Oil Commercial Product on The Female Reproduction Organ of Mice (Mus musculus). Under direction of SRI ESTUNINGSIH and VETNIZAH JUNIANTITO.

Black seed (Nigella sativa) has been traditionally used as healing herbs worldwide. The aim of this study was to investigate the histopathological changes of female reproductive organs mice after treated by N. sativa oil extract. Thirty six adult female mice average four weeks age were divided into four groups, namely: Group I, per-orally (p.o) treated daily with 0.1 ml of aquadest; Group II, p.o treated daily with 0.1 ml of N. sativa extract; Group III, p.o treated daily with 0.2 ml of N. sativa extract; Group IV, p.o treated daily with combination of N. sativa extract and honey. After two months of treatment, necropsy was performed to collect ovaries and uterus of mice. Samples were routinely processed for histopathology, and stained with Hematoxylin-Eosin and Periodic-Acid Schiff. The histopathological parameters observed in this study were the size of ovary and its tertiary follicles, the number of developing follicles in ovary, the number of glands and goblet cells in uterus, and percentage of uterine re-epithelialization. As compared with the negative controls, N. sativa treatment increased the number of secondary follicles in ovary, initiated re-epithelialization in uterus. It is, therefore, considered that N. sativa may improve ovary performance and uterus homeostatic repair. This result would provide a baseline data for N. sativa effect in female reproduction system of mice.


(5)

ABSTRAK

NOVA FEBRINA. Pengaruh Pemberian Ekstrak Minyak Jintan Hitam (Nigella sativa) Sediaan Komersial Terhadap Organ Reproduksi Mencit (Mus musculus) Betina. Dibimbing oleh SRI ESTUNINGSIH dan VETNIZAH JUNIANTITO. Jintan hitam (Nigella sativa) secara tradisional digunakan sebagai obat herbal yang sedang popular. Tujuan penelitian kali ini adalah untuk mengetahui efek jintan hitam terhadap histopatologi organ reproduksi betina mencit. Mencit betina umur empat minggu sebanyak 36 ekor dibagi menjadi empat kelompok, yaitu kelompok I diberikan aquades 0,1 ml, kelompok II diberikan 0,1 ml ekstrak minyak jintan hitam, kelompok III diberikan 0,2 ml ekstrak minyak jintan hitam, dan kelompok IV diberikan kombinasi ekstrak minyak jintan hitam dengan madu sebanyak 0,3 ml. Mencit diberikan perlakuan satu kali sehari selama dua bulan. Setelah dua bulan perlakuan, dilakukan nekropsi untuk mendapatkan ovarium dan uterus. Selanjutnya organ diproses untuk histopatologi dengan pewarnaan Hematoksilin-Eosin dan Periodic Acid Schiff. Paramater yang diamati terdiri dari luas ovarium dan folikel tersier; jumlah folikel ovarium, kelenjar uterus, dan sel Goblet; dan regenerasi epitel permukaan uterus. Hasil yang didapatkan menunjukkan bahwa jintan hitam meningkatkan kinerja ovarium dan perbaikan homeostasis uterus. Kesimpulan dari penelitian ini yaitu jintan hitam memberikan efek terhadap sistem reproduksi betina mencit.


(6)

© Hak Cipta milik IPB, tahun 2012

Hak Cipta dilindungi Undang-Undang

Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan atau menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan, penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik, atau tinjauan suatu masalah; dan pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan yang wajar IPB.

Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh karya tulis dalam bentuk apa pun tanpa izin IPB.


(7)

PENGARUH PEMBERIAN EKSTRAK MINYAK

JINTAN HITAM (

Nigella sativa

) SEDIAAN KOMERSIAL

TERHADAP ORGAN REPRODUKSI

MENCIT (

Mus musculus

) BETINA

NOVA FEBRINA

Skripsi

Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Kedokteran Hewan pada

Fakultas Kedokteran Hewan

FAKULTAS KEDOKTERAN HEWAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

BOGOR

2012


(8)

LEMBAR PENGESAHAN

Judul Penelitian : Pengaruh Pemberian Ekstrak Minyak Jintan Hitam (Nigella sativa) Sediaan Komersial Terhadap Organ Reproduksi Mencit (Mus musculus) Betina

Nama Mahasiswa : Nova Febrina

NRP : B 04070049

Program Studi : Kedokteran Hewan

Fakultas Kedokteran Hewan Institut Pertanian Bogor

Mengetahui, Komisi Pembimbing

Dr. drh. Sri Estuningsih, M.Si, APVet. drh. Vetnizah Juniantito, Ph.D. Pembimbing I Pembimbing II

Menyetujui,

drh. Agus Setiyono, MS, Ph.D, APvet. Wakil Dekan


(9)

PRAKATA

Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT atas segala karunia-Nya sehingga skripsi yang berjudul “Pengaruh Pemberian Ekstrak Minyak Jintan Hitam (Nigella sativa) Sediaan Komersial Terhadap Organ Reproduksi Mencit (Mus musculus) Betina” telah diselesaikan. Skripsi ini disusun sebagai salah satu syarat memperoleh gelar Sarjana Kedokteran Hewan Institut Pertanian Bogor.

Penghargaan dan ucapan terima kasih yang sebesar-besarnya penulis ucapkan kepada:

1. Keluarga tercinta, Mama, Papa, Abang, Elda atas kasih sayang, segala dukungan baik moril maupun materil, kesabaran, dan doanya kepada penulis.

2. Keluarga besar, Omah-omah, Opah-opah, om, tante, sepupu-sepupu atas segalan dukungan dan doanya kepada penulis.

3. Dr. drh. Sri Estuningsih, M.Si, APVet dan drh. Vetnizah Juniantito, Ph.D selaku dosen pembimbing tugas akhir yang telah memberikan ilmu, waktu, dan selalu bersabar dalam membimbing penulis.

4. drh. Supratikno, M.Si selaku dosen pembimbing akademik yang selama 4 tahun selalu memberikan nasihat selama penulis mengenyam pendidikan. 5. Dr. drh. Wiwin Winarsih, M.Si, APVet dan Bayu Febram Prasetyo, S.Si,

Apt, M.Si atas segala masukan dalam seminar hasil penelitian.

6. Dr. drh. H. Idwan Sudirman dan drh. Mokh. Fahrudin, Ph.D atas segala masukan serta nasihat dalam ujian akhir sarjana.

7. Dosen-dosen dan Staf Laboratorium Patologi (Mba Kiki, Pak Kasnadi, Pak Sholeh, dan Pak Endang) yang selalu bersedia membantu penulis. 8. Muhammad Ridwan yang selalu memberikan senyum serta semangat

kepada penulis.

9. Teman-teman tim Habbatussauda: Niken, Inez, Dian, Dara, Nisa, Agung dan teman-teman seperjuangan di Laboratorium Patologi: Kenyo, Endah, Gita, Astri, ka Ayas, Abas, dan bang Arie yang selalu memberikan semangat dan sama-sama berjuang dalam menempuh tugas akhir ini. 10. Teman-teman Pondok Aisyah: Windy, Stefany, Dita, Siska, Ira, Risna,

Dissa, Lilis, dan Tyas yang selalu memberikan keceriaan, semangat, dan ilmunya.

11. Gianuzzi 44 dan teman-teman pondok Suzuran: Rio, Olil, Binturong, Antok, Rissar, Kiky, dan Daud yang selalu menampung suka, duka serta memberi semangat.

Semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi pembaca.

Bogor, Maret 2012


(10)

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Bekasi pada tanggal 28 Februari 1989 dari ayah Nasarudin dan ibu Siti Mawar Hutabarat. Penulis merupakan anak kedua dari tiga bersaudara.

Penulis dibesarkan di Cikarang dan menempuh sekolah taman kanak-kanak di TK Nuri Cikarang, lalu melanjutkan di SDN Karang Baru 02 Cikarang Utara. Penulis melanjutkan pendidikan di SMPN 1 Cikarang utara dan lulus pada tahun 2004. Setelah itu, penulis melanjutkan pendidikan di SMAN 1 Cikarang Utara dan pernah menjadi juara 3 Olimpiade Kimia se-kabupaten Bekasi pada tahun 2006. Penulis diterima di IPB melalui jalur USMI pada tahun 2007 dan memilih program studi Kedokteran Hewan.

Selama mengenyam pendidikan di FKH-IPB, penulis aktif di berbagai organisasi kemahasiswaan seperti menjadi pengurus divisi hewan kecil (2008-2009) (2008-(2008-2009), ketua divisi pendidikan (2009-2010) di Himpunan Minat dan Profesi Hewan Kesayangan dan Satwa Akuatik Eksotik (HIMPRO HKSA). Selain itu penulis juga aktif sebagai bendahara 2 (2008-2009), anggota divisi seni dan tari tradisional (2009-2010) di Komunitas Seni Steril. Penulis juga aktif dalam kepanitiaan acara seperti Introvet, Seminar nasional HIMPRO HKSA, Afternoon Full Colour (AFC), dan Veterinary Unity in Harmony (VUH).


(11)

DAFTAR ISI

Halaman

DAFTAR ISI ... x

DAFTAR TABEL ... xii

DAFTAR GAMBAR ... xiii

BAB 1 PENDAHULUAN ... 1

1.1 Latar Belakang ... 1

1.2 Tujuan ... 2

1.3 Manfaat ... 2

1.4 Hipotesis ... 2

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA ... 3

2.1 Jintan Hitam ... 3

2.1.1 Deskipsi Jintan Hitam ... 3

2.1.2 Kegunaan Jintan Hitam ... 6

2.1.3 Kandungan Kimia Jintan Hitam ... 8

2.2 Madu ... 11

2.3 Mencit (Mus musculus) ... 13

2.4 Organ Reproduksi... 15

2.4.1 Ovarium ... 15

2.4.2 Uterus ... 20

BAB 3 METODOLOGI ... 23

3.1 Waktu dan Tempat Penelitian ... 23

3.2 Bahan dan Alat ... 23

3.3 Metode Penelitian ... 24

a. Persiapan Hewan Percobaan ... 24

b. Pemberian Jintan Hitam ... 25

c. Nekropsi ... 26

d. Pembuatan dan Pewarnaan Preparat Histopatologi ... 26

e. Pengamatan Preparat Histopatologi ... 28

f. Analisis Data ... 29


(12)

4.1 Luas Ovarium ... 30

4.2 Jumlah Folikel-folikel Ovari ... 32

4.3 Endometrium ... 35

4.4 Jumlah Sel Goblet ... 39

BAB 5 SIMPULAN DAN SARAN... 42

5.1 Simpulan ... 42

5.2 Saran ... 42

DAFTAR PUSTAKA ... 43


(13)

DAFTAR TABEL

Halaman

Tabel 1 Komposisi biji jintan hitam ... 9

Tabel 2 Kandungan logam dalam biji jintan hitam ... 9

Tabel 3 Komposisi asam lemak pada biji jintan hitam ... 9

Tabel 4 Komposisi sterol pada biji jintan hitam ... 10

Tabel 5 Kandungan tokoferol dan polifenol dari minyak biji jintan hitam... 10

Tabel 6 Komposisi vitamin dari biji jintan hitam ... 11

Tabel 7 Komposisi asam amino biji jintan hitam ... 11

Tabel 8 Rata-rata luas ovarium dan folikel tersier... 30

Tabel 9 Rata-rata jumlah dan jenis folikel ovari dan korpus luteum ... 32

Tabel 10 Persentase rata-rata epitel permukaan uterus yang mengalami re-epitelisasi... 36

Tabel 11 Rata-rata jumlah kelenjar uterus ... 38


(14)

DAFTAR GAMBAR

Halaman

Gambar 1 Daun jintan hitam ... 4

Gambar 2 Bunga jintan hitam... 5

Gambar 3 Biji jintan hitam ... 5

Gambar 4 Mencit sebagai hewan model ... 13

Gambar 5 Skema berbagai tahap perkembangan folikel ovarium mamalia ... 17

Gambar 6 Skema folikel de Graaf ... 18

Gambar 7 Gambaran histologis ovarium mamalia ... 20

Gambar 8 Gambaran histologis uterus mamalia... 22

Gambar 9 Kandang mencit untuk pemeliharaan ... 24

Gambar 10 Cara mencekok mencit dengan menggunakan sonde lambung. ... 26

Gambar 11 Permukaan ovarium dengan pewarnaan HE ... 31

Gambar 12 Folikel-folikel ovarium dengan pewarnaan HE ... 33

Gambar 13 Gambaran epitel permukaan uterus dengan pewarnaan HE ... 36


(15)

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

Lingkungan merupakan tempat yang paling banyak mengandung agen penyebab penyakit, seperti virus, bakteri, kapang, khamir, protozoa, dan cacing. Selain itu, zat kimia dari dalam polusi seperti polusi udara (asap kendaraan bermotor dan limbah pabrik), polusi air (limbah industri dan limbah rumah tangga), dan polusi tanah (limbah industri dan pertanian) menyebabkan berbagai macam penyakit degeneratif. Selain itu agen-agen penyebab penyakit, perubahan cuaca juga merupakan faktor predisposisi penyakit pada hewan dan manusia karena menyebabkan penurunan fungsi tubuh. Oleh karena itu diperlukan daya tahan tubuh yang baik agar tidak mudah terserang penyakit.

Penyakit dapat mempengaruhi kualitas dan kuantitas produksi hewan dan manusia. Hubungan antara kehidupan hewan dan manusia yaitu melalui rantai makanan dan hubungan sosial untuk mencapai kesejahteraan. Adanya kedekatan antara penyakit dengan inangnya baik hewan maupun manusia, maka diperlukan daya tahan tubuh yang baik agar tidak mudah terserang penyakit.

Salah satu organ tubuh yang mudah terserang penyakit adalah organ reproduksi. Penyakit yang menyerang organ reproduksi dapat berasal dari kelainan kongenital, genetik, maupun dapatan (dari lingkungan). Kelainan salah satu komponen pada organ reproduksi mampu menyebabkan aktifitas reproduksi terganggu dan kelangsungan generasi terganggu. Pada manusia, memelihara kesehatan organ reproduksi sangatlah penting karena akan meningkatkan kualitas manusia itu sendiri. Banyak cara yang dapat dilakukan manusia agar tubuh tidak mudah terserang penyakit, mulai dari berolahraga, mengkonsumsi makanan yang sehat, sampai mengkonsumsi suplemen yang mampu meningkatkan daya tahan tubuh baik lokal maupun sistemik.

Terdapat berbagai macam bahan baku pembuat suplemen, salah satunya adalah ramuan tradisional, yang dapat dikemas sedemikian rupa dalam bentuk tablet, pil, maupun sirup. Menurut redaksi AgroMedia (2008) ramuan tradisional


(16)

adalah media terapi pengobatan yang menggunakan tanaman dengan kandungan bahan-bahan alamiah sebagai bahan bakunya seperti dari tanaman atau herbal. Metode ini sangat erat kaitannya dengan tradisi nenek moyang di Indonesia pada zaman dahulu, ketika proses pengobatan masih dilakukan secara primitif dengan menggunakan berbagai jenis tanaman yang diyakini mempunyai khasiat obat. Karena itu, ramuan ini juga disebut dengan “ramuan tradisional” atau “obat tradisional”. Beberapa contoh obat-obatan tradisional yang digunakan untuk meningkatkan daya tahan tubuh diantaranya buah merah, kunyit, temulawak, serta jintan hitam (Nigella sativa) yang di pasaran dikenal dengan nama habbatussauda. Habbatussauda telah lama digunakan oleh masyarakat sebagai ramuan tradisional yang digunakan untuk meningkatkan daya tahan tubuh. Penelitian ini dilaksanakan untuk menganalisis khasiat pemberian jintan hitam (Nigella sativa) terhadap organ reproduksi betina melalui analisis jaringan (histopatologi).

1.2 Tujuan

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh pemberian ekstrak minyak jintan hitam (Nigella sativa) dan jintan hitam kombinasi madu sediaan komersial terhadap organ reproduksi mencit betina yang diamati secara histopatologi.

1.3 Manfaat

Manfaat dari penelitian ini adalah dapat memberikan informasi kepada masyarakat mengenai pembuktian ilmiah pengaruh jintan hitam pada organ reproduksi betina. Hasil penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat untuk pengembangan jintan hitam sebagai obat herbal yang terstandar.

1.4 Hipotesis

H0 : Tidak terdapat perbedaan gambaran histopatologis pada organ reproduksi

mencit betina kontrol (tidak diberi ekstrak minyak jintan hitam) dengan mencit yang diberi perlakuan (diberi ekstrak minyak jintan hitam).

H1 : Terdapat perbedaan gambaran histopatologis pada organ reproduksi mencit

betina kontrol (tidak diberi ekstrak minyak jintan hitam) dengan mencit yang diberi perlakuan (diberi ekstrak minyak jintan hitam).


(17)

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Jintan Hitam

2.1.1 Deskipsi Jintan Hitam

Jintan hitam merupakan tanaman herbal berbunga tahunan (Achyad dan Rasyidah 2000). Tanaman jintan hitam merupakan tanaman semak dengan ketinggian lebih kurang 30 cm. Ekologi dan penyebaran tanaman ini tumbuh mulai dari daerah Levant, kawasan Mediterania timur sampai ke arah timur Samudera Indonesia, dan dikenal sebagai gulma semusim dengan keanekaragaman yang kecil. Budidaya perbanyakan tanaman dilakukan dengan biji (Hutapea 1994).

Klasifikasi jintan hitam menurut Hutapea (1994) adalah: Divisi : Spermatophyta

Subdivisi : Angiospermae Kelas : Dicotyledoneae Ordo : Ranunculales Famili : Ranunculaceae Genus : Nigella

Spesies : NigellasativaL.

Deskripsi tanaman jintan hitam menurut Hutapea (1994) adalah sebagai berikut :

Batang : Warna batang hijau kemerahan, tegak, lunak, beralur, berusuk dan berbulu kasar, rapat atau jarang dan disertai dengan adanya bulu-bulu yang berkelenjar.

Daun : Bentuk daun lanset garis (lonjong), panjang 1,5 sampai 2 cm. Merupakan daun tunggal yang ujung dan pangkalnya runcing, tepi berigi dan berwarna hijau. Pertulangan menyirip dengan tiga tulang daun yang berbulu seperti pada Gambar 1.


(18)

Gambar 1 Daun jintan hitam (Sumber: Muharam 2010).

Bunga : Daun pembalut bunga (kelopak bunga) kecil, berjumlah lima, berbentuk bundar telur, ujungnya agak meruncing sampai agak tumpul, pangkal mengecil membentuk sudut yang pendek dan besar. Merupakan bunga majemuk dan berbentuk karang. Mahkota bunga pada umumnya berjumlah delapan, berwarna putih kekuningan, agak memanjang, lebih kecil dari kelopak bunga, berbulu jarang dan pendek. Bibir bunga ada dua, bibir bunga bagian atas pendek, berbentuk lanset dengan ujung memanjang berbentuk benang (Gambar 2). Ujung bibir bagian bawah tumpul, benang sari banyak, dan gundul. Kepala sari jorong, sedikit tajam, dan berwarna kuning. Tangkai sari berwarna kuning.


(19)

Gambar 2 Bunga jintan hitam (Sumber: Fatoni 2011). Akar : Tunggang, cokelat

Buah : Polong, bulat panjang, dan cokelat kehitaman.

Biji : Kecil, bulat, hitam, berkeriput tidak beraturan dan sedikit berbentuk kerucut, panjang 3 mm, berkelenjar (Gambar 3).


(20)

2.1.2 Kegunaan Jintan Hitam

Biji jintan hitam kerap digunakan sebagai salah satu bahan bumbu dapur berbau khas. Biasanya, masakan-masakan daerah seperti dari Jawa dan Sumatera sering menambahkan bahan ini ke dalam masakannya. Jenis jintan, terbagi dalam dua rupa, yaitu jintan putih dan jintan hitam. Jintan putih lebih sering digunakan sebagai bumbu masak dibanding jintan hitam. Khusus jintan hitam ternyata banyak mengandung khasiat untuk mengatasi berbagai penyakit. Di beberapa daerah, biji yang juga disebut jintan hitam pahit di Malaysia ini juga digunakan sebagai peluruh keringat, peluruh kentut, obat perangsang, peluruh haid, serta memperlancar air susu ibu (Anonim 2009).

Jintan hitam memiliki banyak kegunaan berdasarkan berbagai penelitian yang telah dilakukan. Beberapa kegunaan jintan hitam adalah sebagai berikut : a. Memperkuat sistem kekebalan tubuh

Jintan hitam meningkatkan rasio antara sel-T helper dengan sel-T penekan (supressor) sebesar 55-72%, yang mengindikasikan peningkatan aktivitas fungsional sel pembunuh alami dan efek jintan hitam sebagai imunomodulator (El-Kadi et al. 1989; Haq et al. 1999). Kandungan timokuinon pada jintan hitam menstimulasi sumsum tulang dan sel imun, produksi interferon, melindungi kerusakan sel oleh infeksi virus, menghancurkan sel tumor dan meningkatkan jumlah antibodi yang diproduksi sel-B (Gali-Muhtasib et al. 2007).

b. Memiliki aktivitas anti-histamin

Histamin adalah zat yang diproduksi oleh jaringan tubuh yang dapat menyebabkan reaksi alergi dan berhubungan dengan suatu kondisi seperti asma bronchial. Salah satu zat aktif yang diisolasi dari minyak atsiri jintan hitam adalah nigellone (bentuk dimer dari ditimokuinon) yang memiliki aktivitas anti-histamin, sehingga dapat digunakan untuk terapi asma bronkhial dan penyakit alergi lainnya; mekanisme kerja nigellone sebagai anti-histamin adalah dengan menghambat aktivitas protein kinase C dan menurunkan pengambilan kalsium dari sel yang berguna menghambat aktivitas fungsional enzim fosfolipase A2 pada metabolisme prostaglandin (Chakhravarthy 1993).


(21)

c. Aktivitas anti-tumor

Salomi et al. (1992) mengemukakan bahwa asam lemak berantai panjang yang berasal dari jintan hitam dapat mencegah pembentukan Ehrlich Ascites Carcinoma (EAC) dan sel Dalton’s Lymphoma Ascites (DLA) yang merupakan jenis sel kanker yang umum ditemukan pada manusia. Kandungan timokuinon pada jintan hitam dapat menyebabkan apoptosis pada sel kanker osteosarkoma dengan mempengaruhi aktivitas gen p53 (Roepke et al. 2007). Pada kanker esophagus, kandungan timokuinon juga menginduksi terjadinya apoptosis pada sel kanker (Hoque et al. 2005). Kemampuan aktivitas anti kanker pada jintan hitam juga didukung oleh efek sitotoksisitas secara in vivo dan in vitro ekstrak biji jintan hitam (Salomi et al. 1992).

d. Anti Mikrobial

Ekstrak air jintan hitam memiliki aktivitas anti jamur pada pengujian in vivo (Khan et al. 2003). Selain itu, zat aktif pada minyak atsiri jintan hitam efektif melawan bakteri seperti Staphylococcus aureus (Hannan et al. 2008).

e. Anti peradangan

Kandungan timokuinon dan nigellone dalam minyak jintan hitam berguna untuk mengurangi reaksi radang melalui aktivitas antioksidan (El Dakhakhny et al. 2000; El Dakhakhny et al. 2002). Mekanisme anti radang lainnya dari timokuinon adalah dengan menghambat pembentukan mediator peradangan seperti leukotriene pada leukosit (Mansour and Tornhamre 2004; Hoque et al. 2005).

f. Meningkatkan laktasi

Penggunaan minyak jintan hitam dapat meningkatkan pengeluaran susu ibu (Agrawala et al. 1971). Kombinasi dari bagian lipid dan struktur hormon dalam jintan hitam berperan meningkatkan aliran susu (Gerritsma 1989).

Secara umum jintan hitam berguna untuk meningkatkan kesehatan tubuh, menyediakan energi dengan cepat, meningkatkan metabolisme, melancarkan


(22)

pencernaan, memperlancar peredaran darah, menurunkan tekanan darah, menurunkan tingkat gula darah, menstimulasi periode menstruasi, meningkatkan aliran susu ibu, meningkatkan jumlah sperma, anthelmintik, meredakan bronkhitis dan batuk, menurunkan demam, meredakan bronkhitis, menurunkan demam, dan iritasi kulit (El-Tahir dan Ashour 1993).

Jintan hitam juga baik dikonsumsi oleh orang yang sehat karena jintan hitam mengikat radikal bebas dan menghilangkannya. Selain itu, jintan hitam mengandung beta karoten yang dikenal dapat menghancurkan sel karsinogenik. Biji jintan hitam kaya akan sterol khususnya beta sterol yang dikenal mempunyai aktivitas antikarsinogenik.

g. Memiliki aktivitas estrogenik

Parhizkar et al. (2011) menyatakan bahwa pemberian jintan hitam memiliki aktivitas estrogenik yang mampu membantu menanggulangi tanda-tanda menopause sehingga mampu digunakan sebagai terapi alternatif pengganti hormon.

2.1.3 Kandungan Kimia Jintan Hitam

Biji dan daun jintan hitam mengandung saponin dan polifenol (Hutapea, 1994). Kandungan kimia jintan hitam adalah minyak atsiri, minyak lemak, melantin (saponin), nigelin (zat pahit), zat samak, nigelon, timokuinon (Hargono 2009, diacu dalam Astawan). Sedangkan menurut Al-Jabre et al. (2003), kandungan biji jintan hitam antara lain: timokuin, timohidrokuinon, ditimokuinon, thymol, carvacrol, nigellicine, nigellidine, nigellimine-N-oxide dan alpha-hedrin. Beberapa senyawa kimia yang terkandung dalam jintan hitam merupakan senyawa yang berperan sebagai antioksidan dan mampu menangkal radikal bebas. Komposisi biji jintan hitam disajikan pada Tabel 1.


(23)

Tabel 1 Komposisi biji jintan hitam

Komposisi Jumlah (gr/100 gr)

Air Lemak Serat Kasar Protein Abu Karbohidrat

6,4 ± 0,15 32,0 ± 0,54

6,6 ± 0,69 20,2 ± 0,82

4,0 ± 0,29 37,4 ± 0,87 Sumber: Nergiz dan Ötles (1993).

Biji jintan hitam juga mengandung senyawa logam jumlahnya 1510,8 mg per 100 gr biji. Kandungan logam biji jintan hitam tersaji pada Tabel 2.

Tabel 2 Kandungan logam dalam biji jintan hitam

Komposisi Jumlah (mg/100 gr biji jintan hitam) Kalsium

Besi Natrium Kalium

188,0 ± 1,50 57,5 ± 0,50 85,3 ± 16,07 1180,0 ± 10,00 Sumber: Nergiz dan Ötles (1993).

Biji jintan hitam mengandung asam lemak tak jenuh dalam jumlah yang cukup berarti. Secara lengkap komposisi asam lemak dan sterol yang terkandung pada biji jintan hitam tersaji pada Tabel 3 dan 4.

Tabel 3 Komposisi asam lemak pada biji jintan hitam

Asam lemak Jumlah (gr/100 gr biji jintan hitam) Miristat (C14:0) Palmitat (C16:0) Stearat (C18:0) Oleat (C18:1) Linoleat (C18:2) Arakhidonat (C20:0) Eicosanoid

1,2 ± 0,04 11,4 ± 1,00

2,9 ± 0,24 21,9 ± 1,00 60,8 ± 2,67

Sedikit 1,7 ± 0,11 Sumber : Nergiz dan Ötles (1993).


(24)

Tabel 4 Komposisi sterol pada biji jintan hitam

Sterol Jumlah (% per 100 gr biji jintan hitam) Campesterol

Stigmasterol -sitosterol

11,9 ± 0,99 18,6 ± 1,52 69,4 ± 2,78 Sumber: Nergiz dan Ötles (1993).

Kandungan tokoferol dan polifenol dalam biji jintan hitam menunjukkan adanya senyawa fenolik yang merupakan faktor utama yang berkhasiat sebagai obat dan zat pembentuk rasa. Selain itu, tokoferol juga merupakan senyawa yang berperan sebagai antioksidan dan mampu menangkal radikal bebas. Kandungan tokoferol dan polifenol dari minyak biji jintan hitam tersaji pada tabel 5.

Tabel 5 Kandungan tokoferol dan polifenol dari minyak biji jintan hitam

Komposisi Jumlah (µg/gr)

Total tokoferol α-tokoferol

-tokoferol -tokoferol Total polifenol

340 ± 8,66 40 ± 10,00 50 ± 15,00 250 ± 13,00 1744 ± 10,60 Sumber: Nergiz dan Ötles (1993).

Biji jintan hitam dapat dijadikan rekomendasi sebagai bahan makanan tambahan yang cukup bergizi karena jintan hitam mengandung berbagai vitamin. Kandungan vitamin biji jintan hitam tersaji pada tabel 6.


(25)

Tabel 6 Komposisi vitamin dari biji jintan hitam

Vitamin (µg per 100 gr) ARDA(%)

B1(Thamin) B2(Riboflavin) B6(Pyridoxin) PP(Niasin) Asam Folat

831 ± 11,36 63 ± 3,32 789 ± 8,89 6311 ± 16,52

42 ± 4,58

55,30 3,50 35,90 33,20 10,00 Sumber: Nergiz dan Ötles (1993).

Selain menerangkan jumlah vitamin yang terkandung dalam 100 gram biji jintan hitam, tabel di atas juga menerangkan tentang Recommended Daily Allowance (RDA) yaitu asupan vitamin yang disarankan setiap harinya.

Jintan hitam juga mengandung 8 jenis dari 10 asam amino essensial dan 7 jenis dari 10 asam amino non-essensial. Komposisi asam amino biji jintan hitam tersaji pada tabel 7.

Tabel 7 Komposisi asam amino biji jintan hitam

Asam amino Persentase Asam amino Persentase

Alanin Valin Glisin Isoleusin Leusin Prolin Treonin 3,77 3,06 4,17 4,03 10,88 5,34 1,23 Serin Asam aspartat Metionin Fenilalanin Asam glutamat Tirosin Lisin Arganin 1,98 5,02 6,16 7,93 13,21 6.08 7,62 19,52 Sumber: Babayan etal. (1978).

2.2 Madu

Madu adalah pemanis tertua yang pertama kali dikenal dan digunakan oleh manusia sebelum mengenal gula karena dapat langsung dikonsumsi tanpa diolah (Suranto 2004). Madu merupakan zat kental manis yang dihasilkan oleh lebah madu dari persediaan tanaman yang berbeda (Pohl dan Sergiel 2009). Madu


(26)

umumnya dikonsumsi dalam keadaan mentah, seperti kristal cair yang digunakan sebagai obat, dimakan sebagai makanan atau dimasukkan sebagai bahan dalam resep berbagai makanan. Madu juga dianggap sebagai indikator pencemaran lingkungan (Bagci et al. 2007).

Secara umum madu berkhasiat untuk menghasilkan energi, meningkatkan daya tahan tubuh, dan meningkatkan stamina. Selain itu, dalam madu terdapat zat asetil kolin yang dapat melancarkan metabolisme seperti memperlancar peredaran darah dan menurunkan tekanan darah. Madu mengandung zat antibakteri sehingga baik untuk mengobati luka bakar dan infeksi. Salah satu sifat madu adalah preservatif atau bersifat mengawetkan. Madu murni mempunyai sifat osmolalitas yang tinggi sehingga bakteri sulit untuk hidup, sehingga madu sering dipakai sebagai bahan pengawet dan dapat disimpan baik selama ratusan tahun (Suranto 2004).

Komposisi kimia dari lebah madu tergantung pada aktivitas biologi tanaman yang dikumpulkan dan kondisi iklim makro dan mikro. Banyak senyawa dalam madu yang berfungsi sebagai antioksidan. Salah satunya adalah asam L-askorbat. Asam L-askorbat adalah antioksidan fase cair yang paling efektif dalam plasma darah manusia yang berfungsi sebagai antioksidan fisiologis penting untuk perlindungan terhadap penyakit dan proses degeneratif yang disebabkan oleh stres oksidatif (Kesic et al. 2009).

Fruktosa, glukosa, dan sukrosa adalah komponen utama madu, selain zat-zat gula lainnya dalam konsentrasi yang lebih sedikit. Terdapat juga zat-zat lain dalam jumlah sedikit yaitu asam amino, resin, protein, garam, dan mineral dan juga asam organik, lakton, asam amino, mineral, vitamin B1, vitamin B2, vitamin B6, vitamin C, vitamin K, niasin, asam pantotenat, asam folat, dan pigmen. Madu mengandung banyak mineral seperti kalsium, besi, seng, kalium, fosfor, magnesium, selenium, kromium dan mangan, natrium, kalium, dan alumunium (Suranto 2004; Mohammed dan Babiker 2009). Kandungan mineral magnesium dalam madu ternyata sama dengan kandungan magnesium yang ada dalam serum darah manusia. Selain itu, kandungan mineral besi dalam madu dapat meningkatkan kadar haemoglobin, sedangkan enzim yang penting dalam madu


(27)

adalah enzim diastase, glukosa oksidase, peroksidase, dan lipase. (Suranto 2004). Madu biasanya juga dikonsumsi dengan cara dicampur dengan ekstrak jintan hitam dan minyak zaitun. Dalam sediaan komersial juga banyak dijumpai campuran madu dan jinten hitam atau madu, jintan hitam, dan minyak zaitun. 2.3 Mencit (Mus musculus)

Mencit (Mus musculus) adalah hewan pengerat (rodensia) yang cepat berkembang biak dan mudah dipelihara dalam jumlah banyak. Pemeliharaannya ekonomis dan efisien dalam hal tempat dan biaya. Variasi genetiknya cukup besar dan memiliki karakteristik yang baik. Hewan ini paling kecil diantara jenisnya dan memiliki galur mencit yang berwarna putih. Mencit hidup dalam daerah yang cukup luas penyebarannya mulai dari iklim dingin, sedang, maupun panas dan dapat terus-menerus di dalam kandang atau secara bebas sebagai hewan liar (Malole dan Pramono 1989).

Menurut Hafez (2000), mencit merupakan salah satu hewan pengerat yang biasanya digunakan sebagai hewan laboratorium. Hewan laboratorium ini sering digunakan untuk penelitian dasar pada obat, toksikologi, medikasi, kultur jaringan dan organ, mikologi, uji sensitifitas kulit, immunologi, opthalmologi, onkologi, dan biologi reproduksi pada makhluk hidup.


(28)

Menurut Besselsen (2004) taksonomi mencit adalah: Kingdom : Animalia

Filum : Chordata Subfilum : Vertebrata Kelas : Mamalia Subkelas : Theria Ordo : Rodensia Subordo : Sciurognathi

Famili : Muridae

Subfamili : Murinae Genus : Mus

Spesies : Mus musculus

Manusia telah mengembangkan mencit selama 4000 tahun di Mesir, Yunani, dan China. Mencit laboratorium mempunyai berat badan kira-kira sama dengan mencit liar yang banyak ditemukan di dalam gedung dan rumah yang dihuni oleh manusia, dengan berat badan bervariasi 18 sampai 20 gram pada umur empat minggu. Mencit merupakan hewan poliestrus dengan siklus estrusnya 4 sampai 5 hari dan lama estrusnya 12 sampai 14 jam. Lama kebuntingan mencit adalah 19-21 hari dengan jumlah anak rata-rata enam ekor (Smith dan Mangkoewidjojo 1988).

Mencit telah banyak digunakan dalam berbagai bidang penelitian medis dan biomedis serta obat-obatan herbal. Mencit juga telah menjadi subyek dari berbagai macam seleksi inbreeding karena memiliki karakter yang lebih untuk pembelajaran. Oleh karena itu mencit memiliki nilai yang tinggi pada penelitian genetik (Hafez 2000). Di beberapa negara seperti Jerman, mencit juga digunakan untuk lebih menggali manfaat aplikasi terapeutik transplantasi stem cell sebagai alternatif pengobatan diabetes tipe 1 karena beberapa penelitian sebelumnya telah menunjukkan hasil positif pada mencit. Inggris dan Amerika melakukan penelitian mengenai efek yang ditimbulkan akibat mengonsumsi produk transgenik yang dijual di pasaran secara bebas dengan menggunakan mencit sebagai hewan percobaannya (Prasetyo 2011). Menurut Akoso (2007) Amerika Serikat juga menggunakan mencit pada penelitian yang bertujuan untuk mencegah


(29)

dan mengendalikan rabies karena setiap galur mencit putih dianggap sesuai untuk inokulasi virus rabies.

2.4 Organ Reproduksi

Reproduksi adalah proses menghasilkan keturunan baru dengan tujuan mempertahankan kelangsungan jenisnya agar tidak punah (Yatim 1982). Keberlangsungan reproduksi ditentukan oleh organ reproduksi yang berperan penting dalam proses kehidupan. Baik organ reproduksi jantan maupun betina diperlukan dalam keadaan normal untuk mendukung keberhasilan reproduksi hingga menghasilkan keturunan yang normal pula.

Fungsi reproduksi betina dapat dibagi menjadi dua tahapan utama, yaitu tahap persiapan tubuh betina untuk menerima konsepsi dan kehamilan, serta masa kehamilan itu sendiri. Reproduksi dimulai dengan perkembangan ova di dalam ovarium (Guyton dan Hall 2008). Sistem reproduksi betina terdiri atas sepasang ovarium dan sepasang tuba uterina (oviduktus) yang merupakan saluran penghubung ovarium ke uterus. Di dekat uterus dan dipisahkan oleh serviks, terdapat vagina (Eroschenko dan Victor 2003).

2.4.1 Ovarium

Ovarium merupakan organ reproduksi primer pada hewan betina yang terdapat sepasang, berada di dalam rongga perut serta berfungsi menghasilkan ovum (sel telur) dan hormon-hormon kelamin betina (Toelihere 1981). Susunan histologinya terdiri atas korteks (zona parenkimatosa) dan medulla (zona vaskulosa). Bagian korteks mengandung berbagai tingkatan perkembangan folikel, sedangkan bagian medulla mengandung pembuluh darah, pembuluh limfatik, saraf, dan beberapa sisa jaringan embrionik (Banks 1986).

Menurut Eroschenko dan Victor (2003), folikel ovarium dalam berbagai tahap perkembangan, yang menempati daerah korteks biasanya dipenuhi oleh folikel besar, matang, sampai ke bagian dalam daerah medulla. Berikut ini adalah pengertian berbagai macam tahapan perkembangan folikel ovarium menurut Constantinescu (2007):


(30)

 Folikel primordial terdiri dari sel telur kecil yang belum matang dan dilapisi oleh sel folikular berbentuk pipih selapis. Folikel ini juga biasa disebut folikel ovaria unilaminar.

 Folikel primer merupakan perkembangan dari folikel primordial yang terdiri dari sebuah sel telur dan dilapisi dengan sel folikular berbentuk kubus sebaris. Folikel ini juga dikelilingi selapis stroma dan sel-sel teka.

 Folikel sekunder adalah folikel yang tumbuh dari folikel primer dan dikelilingi sel folikular berbentuk kubus berlapis serta pada folikel ini mulai terjadi perkembangan sel-sel teka.

 Folikel tersier (de Graaf) merupakan folikel yang luas, memiliki sel telur berukuran penuh dengan sebuah rongga pada daerah pusat yang disebut antrum serta berisi cairan folikular, epitel folikular, sel teka yang sangat berkembang, dan dilapisi oleh zona pelusida.

Berbagai bentuk folikel ovarium disajikan pada gambar 5.

Menurut Eroschenko dan Victor (2003), selain terdapat berbagai macam tahapan perkembangan folikel ovarium, pada korteks mungkin terdapat korpus luteum (CL) besar yang berasal dari folikel yang telah ovulasi dan folikel atresia yang berdegenerasi dalam berbagai tahap perkembangan. Korpus luteum adalah sebuah badan endokrin berwarna kuning yang terbentuk pada bagian folikel ovarium yang mengalami ruptur dan berkembang dari sel granul dan teka interna setelah ovulasi. Sedangkan folikel atresia merupakan sebuah folikel abnormal dimana folikel tersebut matang namun tidak menjadi dominan (sebuah folikel yang menjadi dominan akan matang sempurna dan membentuk korpus luteum). Folikel ini berdegenerasi sebelum menjadi matang. Selama folikel primordial berkembang menjadi folikel de Graaf banyak mengalami kematian. Kasus atresia pada stadium muda lebih mudah lenyap dari pada stadium lanjut yang biasa memakan waktu agak lama (Constantinescu 2007). Pada manusia, proses atresia penting karena biasanya peristiwa tersebut normalnya hanya membuat satu folikel tumbuh sampai cukup besar untuk berovulasi (Guyton dan Hall 2008).


(31)

a. b. c.

d. e.

Gambar 5 Skema berbagai tahap perkembangan folikel ovarium mamalia: a. Folikel primordial, b. Folikel primer, c. Folikel sekunder, d. Korpus luteum, e. Folikel atresia

(Sumber: Halfian 2010).

Ovulasi adalah peristiwa pecahnya folikel de Graaf dan terlemparnya ovum dari ovarium. Oosit sekunder yang terlempar keluar selanjutnya ditangkap oleh fimbriae dari tuba falopii, kemudian menuju uterus. Pada rodensia, ovulasi terjadi setiap 4 sampai 5 hari sepanjang tahun (Freeman 1988). Menurut Hafez (2000) pada rodensia, dalam satu kali ovulasi dapat mengeluarkan 4 sampai 14 ova. Sel telur dikelilingi dengan cumulus oophorus yang menonjol sampai antrum yang berisi cairan dalam folikel de Graaf. Cumulus oophorus berada pada sisi yang berlawanan dari dinding folikular yang akan ruptur saat ovulasi. Ketika teka eksterna ruptur saat ovulasi terjadi, lapisan dalam folikel menonjol melalui celah untuk membentuk stigma atau papilla. Menurut Guyton dan Hall (2008) dalam waktu 30 menit, cairan mulai mengalir dari folikel melalui stigma, dan sekitar 2 menit kemudian, stigma akan robek cukup besar. Akibat kerobekan tersebut, cairan kental yang berada pada bagian tengah folikel akan keluar dengan membawa ovum bersamanya. Ovulasi ditandai dengan rupturnya dinding folikular dan pelepasan oosit. Oosit yang telah diovulasi dikelilingi oleh zona pelusida, corona radiata, dan cumulus oophorus. Folikel de Graaf dapat dilihat pada gambar 6.


(32)

Gambar 6 Skema Folikel de Graaf (Sumber: Halfian 2010).

Peningkatan tekanan cairan intrafolikular tidak berhubungan dengan proses terjadinya ovulasi, melainkan karena terjadinya hidrolisis enzimatik dari dinding folikular oleh pengaruh luteinizing hormone (LH) yang menghasilkan enzim kolagenase, protease atau plasmin (Banks 1986). Hafez (2000) juga menerangkan bahwa tikus dan mencit merupakan hewan yang melakukan perkawinan pada malam hari (nocturnal breeders). Sebanyak 75% mencit mulai mengalami birahi antara pada sore hari. Normalnya betina dapat menerima pejantan selama tiga jam pertama dan biasanya ovulasi terjadi 8 sampai 11 jam setelah birahi.

Menurut Guyton dan Hall (2008) luteinizing hormone (LH) dalam jumlah yang besar diperlukan untuk pertumbuhan akhir folikel dan permulaan ovulasi. Tanpa hormon ini, folliclestimulatinghormone (FSH) yang tersedia dalam jumlah besar pun tidak akan membuat folikel berkembang ke tahap ovulasi. Sekitar dua hari sebelum ovulasi, laju kecepatan sekresi LH oleh kelenjar hipofise anterior meningkat dengan pesat, menjadi 6 sampai 10 kali lipat. FSH juga meningkat kira-kira 2 sampai 3 kali lipat pada saat bersamaan. FSH dan LH akan bekerja secara sinergik untuk mengakibatkan pembengkakan folikel yang berlangsung cepat selama beberapa hari sebelum ovulasi. LH juga mempunyai efek khusus terhadap sel granulosa dan sel teka, yang mengubah kedua jenis sel tersebut menjadi sel yang menyekresikan progesteron. Oleh karena itu, kecepatan sekresi estrogen mulai menurun kira-kira satu hari sebelum ovulasi, sementara sejumlah peningkatan progesteron mulai disekresikan.

Antrum

Zona pelusida corona radiata


(33)

Selain melalui mekanisme hormonal, menurut Hardjopranjoto (1995), ovulasi juga dapat terjadi melalui mekanisme neural dan periodisitas cahaya. Mekanisme neural terjadi akibat adanya rangsangan dari luar pada serviks, baik pada waktu kopulasi maupun secara buatan oleh batang gelas yang digesek-gesekkan pada saluran serviks, akan diteruskan oleh saraf ke susunan saraf pusat. Dalam hal ini diterima oleh hipotalamus sebagai pusat integrasi semua rangsangan yang masuk dan releasing hormone (LH-RH) akan disekresikan dan melalui sistem portal sampai pada kelenjar hipofisa anterior. Hormon LH meningkat dalam darah mengakibatkan terjadinya ovulasi. Sedangkan mekanisme periodisitas cahaya biasanya dikenal pada golongan burung. Cahaya yang diterima oleh mata melalui saraf optika dibawa ke hipotalamus, releasing hormone dikeluarkan menyebabkan peningkatan kadar LH dalam darah, mendorong terjadinya ovulasi.

Kopulasi dapat dilaporkan untuk menstandarisasi waktu terjadinya ovulasi. Empat jam setelah ovulasi terjadi, dinding folikel dibuat kembali, terutama sel teka interna. Aktifitas ini tidak menunjukkan adanya granulosa sampai kira-kira dua jam setelah ovulasi. Stigma akan tertutup dua belas jam setelah ovulasi terjadi. Fibroblast kemudian menggantikan cairan dengan mengisi rongga di tengah. Dua puluh empat jam setelah ovulasi sel-sel lutein telah terbentuk dan cukup mengalami perkembangan untuk mengelilingi sebuah inti kecil di tengah. Korpus luteum akan berkembang penuh dan mencapai ukuran maksimal tiga hari setelah terjadi ovulasi. Apabila perkawinan tidak terjadi pada mencit betina, maka akan terjadi pengaturan regresi dengan seketika (Hafez 2000).


(34)

Gambar 7 Gambaran histologis ovarium mamalia (Sumber: Eroschenko dan Victor 2003). 2.4.2 Uterus

Uterus adalah organ reproduksi betina yang utama pada kebanyakan mamalia dan termasuk dalam salah satu organ reproduksi sekunder pada betina (Toelihere 1981). Secara anatomi makroskopis, uterus terdiri dari tanduk (cornua), badan (corpus), dan serviks uterus. Uterus memiliki fungsi untuk menerima spermatozoa, mengantarkan spermatozoa ke oviduk, dan menciptakan lingkungan optimal untuk implantasi (Ownby 2002). Selain itu, uterus berfungsi sebagai tempat tertanamnya ovum yang telah dibuahi secara normal serta tempat pemeliharaan embrio dan fetus yang sedang tumbuh (Hafez 2000). Uterus mencit termasuk ke dalam tipe duplex, dimana terdapat dua tanduk uterus dengan satu


(35)

serviks pada masing-masing cornua. Tipe uterus tersebut merupakan penyesuaian untuk reproduksi anak dalam jumlah banyak (Smith dan Mangkoewidjojo, 1988).

Menurut Dellmann dan Brown (1992) secara histologis, uterus terdiri dari endometrium (tunika mukosa), miometrium (tunika muskularis), dan perimetrium (tunika serosa). Endometrium tersusun atas mukosa berupa epitel silindris sebaris dengan lamina propia, submukosa, dan kelenjar uterus. Menurut Rosenfeld dan Schatten (2007) estrogen menstimulasi perkembangan kelenjar uterus, sedangkan progesteron memberikan perintah untuk mengeluarkan sekresi kelenjar uterus. Miometrium terdiri dari otot polos yang tersusun pada lapis sirkuler dalam dan longitudinal luar. Selama kebuntingan sel-sel otot ini dapat meningkat jumlahnya. Sedangkan menurut Dellmann dan Brown (1992) perimetrium tersusun atas lapis serosa. Gambaran histologis uterus beserta lapisan-lapisan penyusunnya tersaji pada gambar 8.

Selama kebuntingan, uterus menyediakan tempat untuk implantasi, pembentukan plasenta, dan merupakan lingkungan yang cocok untuk perkembangan fetus. Endometrium memperlihatkan perubahan siklik baik struktural maupun fungsional sebagai respons atas hormon estrogen dan progesteron ovarium. Perubahan ini menyiapkan uterus untuk implantasi serta tempat makan embrio dan fetus. Apabila implantasi tidak terjadi, pembuluh darah di dalam endometrium akan melemah (Eroschenko dan Victor 2003). Perubahan yang terjadi pada uterus memiliki kaitan yang erat dengan perubahan yang terjadi pada embrio dan ovarium.

Menurut Hafez (2000) kelenjar uterus memiliki tiga macam tipe : (1) tipe lurus; (2) tipe bercabang; dan (3) tipe menggulung atau berbelit khusus di dekat alveoli. Banyak variasi bentuk kelenjar uterus antara spesies, jenis (breed), keseimbangan hormonal, dan fase-fase dari siklus estrus. Mencit merupakan salah satu hewan yang memiliki kelenjar uterus yang berbentuk lurus. Kelenjar uterus menghasilkan beberapa produk diantaranya mukus, lipid, glikogen, dan protein. Produk sekresi dari kelenjar uterus dan plasma darah merupakan campuran cairan yang mengisi lumen uterus.


(36)


(37)

BAB 3 METODOLOGI 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Juni 2010 sampai dengan Februari 2011 bertempat di Kandang Hewan Percobaan dan Laboratorium Histopatologi, Bagian Patologi, Departemen Klinik, Reproduksi, dan Patologi, Fakultas Kedokteran Hewan, Institut Pertanian Bogor.

3.2 Bahan dan Alat

Bahan yang digunakan dalam penelitian ini yaitu mencit (Mus musculus) sebanyak 36 ekor mencit betina umur 4 minggu, pakan mencit (pellet), air mineral, obat cacing (Albendazole 5%) 10 mg/kg BB, antibiotik (Clavamox®) yang mengandung amoxicillin 25 mg/kg BB, anti protozoa (Flagyl®) yang mengandung metronidazole 30 mg/kg BB, jintan hitam dan kombinasi jintan hitam dengan madu komersial siap pakai. Sedangkan bahan-bahan lainnya yang digunakan untuk pemeliharaan mencit diantaranya detergen dan desinfektan. Bahan-bahan yang digunakan ketika nekropsi adalah larutan BNF (Buffer Neutral Formaline) 10% dan bahan-bahan yang digunakan dalam pembuatan preparat histopatologi adalah parafin, xylol, alkohol absolut, alkohol 90%, alkohol 80%, alkohol 70%, Mayer’s Haematoxylin, lithium karbonat, dan Eosin, larutan albumin, air hangat dengan suhu 45º C, asam asetat 1%, aquadest, periodic acid, Schiff reagent, air sulfit, dan air kran mengalir.

Alat-alat yang digunakan dalam penelitian ini yaitu kandang mencit berupa box plastik beserta penutupnya (kawat yang tepi-tepinya diberi list kayu) hasil modifikasi sebanyak 8 buah, kain perca yang digunakan sebagai alas mencit di dalam kandangnya (Gambar 9), sonde lambung beserta spoit yang digunakan untuk memasukkan obat ke dalam tubuh mencit, dispenser, botol minuman, sikat yang digunakan untuk membersihkan kain perca dan kandang setiap harinya, sikat botol, penjepit pakaian bayi, tisu, sarung tangan, gunting, pinset, syringe, styrofoam, alummunium foil, pot plastik, tissue cassete, tissue basket, automatic tissue processor, gelas objek, gelas penutup, mikroskop, jarum pentul, inkubator, mikrotom, parafin embedding consale, pulpen, spidol, label, dan buku.


(38)

3.3 Metode Penelitian

Penelitian ini akan dilaksanakan melalui beberapa tahap yaitu : a. Persiapan Hewan Percobaan

Mencit yang digunakan sebagai hewan percobaan adalah mencit yang berumur 4 minggu sebanyak 36 ekor mencit betina yang dikelompokkan menjadi empat kelompok masing-masing terdiri dari 9 ekor. Kelompok I adalah kelompok mencit sebagai kontrol, kelompok II adalah mencit yang akan diberikan perlakuan habbatussauda preventif, kelompok III adalah mencit yang akan diberikan perlakuan habbatussauda kuratif, dan kelompok IV adalah mencit yang akan diberikan perlakuan kombinasi habbatussauda dengan madu siap pakai yang dijual secara komersial. Masing-masing kelompok terdiri dari 9 ekor mencit betina yang dibagi menjadi 2 kandang. Mencit tersebut dimasukkan ke dalam kandang dengan ukuran panjang 34,5 cm, lebar 28 cm, tinggi 12 cm dengan menggunakan alas kain perca dan tutup kandang terbuat dari kawat yang tepi-tepinya diberi list kayu lalu dibentuk menjadi persegi panjang sesuai dengan ukuran kandang mencit (Gambar 9). Mencit diadaptasikan terlebih dahulu dengan lingkungan laboratorium dan kandang yang baru selama dua hari.

Gambar 9 Kandang mencit untuk pemeliharaan.

Setelah dua hari diadaptasikan di dalam kandang, mencit diberi pretreatment yaitu: obat cacing (Albendazole 5%) sebanyak 0,1 ml/ekor dosis tunggal yang diulang tiap 2 minggu dan tiga hari berikutnya mencit tidak diberikan perlakuan apapun kecuali makan dan minum. Perlakuan selanjutnya adalah pemberian


(39)

antibiotik (Clavamox®) dengan dosis 25 mg/kg BB sebanyak 0,1 ml/ekor. Antibiotik diberikan pada mencit selama lima hari, dan setelah hari ke-5 mencit mendapatkan perlakuan selanjutnya yaitu pemberian anti protozoa (Flagyl®) dengan dosis 10 mg/kg BB sebanyak 0,1 ml/ekor. Sama seperti antibiotik, penggunaan anti protozoa pun diberikan selama lima hari. Pemberian obat tersebut adalah per-oral (PO). Setelah pemberian anti protozoa selesai, mencit dipelihara seperti biasa sampai mencit diberi perlakuan jintan hitam. Selama pemeliharaan, mencit diberikan pakan sebanyak 5 gram/ekor/hari dan diberi minum ad-libitum pada sore hari.

b. Pemberian Jintan Hitam

Kelompok mencit yang diberikan perlakuan jintan hitam dibedakan berdasarkan dosisnya. Dosis yang diberikan merupakan dosis yang telah dikonversi dari dosis pemakaian pada manusia. Dalam hal ini mencit bertindak sebagai hewan model. Dosis preventif dan kuratif juga ditentukan menurut jumlah penggunaan yang tertera di dalam etiket produk. Jintan hitam yang digunakan adalah murni hasil ekstraksi dalam bentuk minyak. Sedangkan madu yang digunakan merupakan campuran madu dengan jintan hitam dengan perbandingan 20:1.

Pemberian jintan hitam dilakukan per-oral satu hari sekali selama dua bulan pada sore hari. Kelompok I yang merupakan kelompok kontrol yang tidak diberikan jintan hitam, namun kelompok ini diberikan aqua® per-oral sebanyak 0,1 ml untuk mengetahui efek handling hewan, sehingga semua mencit mengalami handling yang sama. Kelompok II yang merupakan kelompok perlakuan habbatussauda preventif diberikan jintan hitam dengan dosis 0,1 ml/ekor, kelompok III yang merupakan kelompok perlakuan habbatussauda kuratif diberikan jintan hitam dengan dosis 0,2 ml/ekor, dan kelompok IV yang merupakan kelompok perlakuan yang diberikan kombinasi jintan hitam dengan madu dengan dosis 0,3 ml/ekor.


(40)

Gambar 10 Cara mencekok mencit dengan menggunakan sonde lambung. c. Nekropsi

Nekropsi dilakukan setelah semua perlakuan selesai dilaksanakan. Hal-hal yang perlu dilakukan sebelum melakukan nekropsi adalah menarik ekor dan menekan leher serta menariknya ke arah anterior (dislokasio atlanto-oksipitalis). Hal ini bertujuan untuk menghentikan jalan nafas mencit (Mus musculus) secara mendadak. Setelah itu mencit diletakkan di atas styrofoam yang telah dilapisi alummunium foil dengan posisi ventro-dorsal dan keempat kakinya difiksasi menggunakan jarum pentul. Mencit mulai dinekropsi dengan melakukan pengguntingan kulit secara vertikal pada linea alba, mulai dari posterior tubuh ke arah anterior tubuh sampai Processus xypoideus.

Setelah organ-organ tubuh terlihat, maka dilakukan eksplorasi dan pengambilan organ-organ yang dibutuhkan seperti ovarium dan uterus. Bagian uterus yang diambil yaitu cornua beserta corpus uteri. Selanjutnya bagian tersebut dimasukkan ke dalam pot plastik yang telah berisi larutan BNF 10% serta didiamkan selama 2 hari.

d. Pembuatan dan Pewarnaan Preparat Histopatologi

Proses selanjutnya dari penelitian ini adalah pembuatan preparat histopatologi. Uterus yang telah difiksasi dengan larutan BNF 10% dipotong setebal 0,5 cm, dimasukkan ke dalam tissue cassete, dan direndam ke dalam


(41)

larutan BNF 10% sampai proses selanjutnya. Ovarium diberi perlakuan yang sama dengan uterus, namun ovarium tidak dipotong setebal 0,5 cm karena ukuran ovarium yang terlalu kecil. Proses pemilihan bagian organ yang akan dijadikan preparat histopatologi disebut sebagai trimming.

Setelah potongan organ yang telah ditrimming dan direndam kembali di dalam larutan BNF 10%, proses selanjutnya yang dilakukan yaitu dehidrasi dengan cara merendamnya berturut-turut ke dalam alkohol 70%, 80%, 90%, alkohol absolut I, alkohol absolut II, xylol I, xylol II, infiltrasi dengan parafin I, dan parafin II. Proses dehidrasi dan infiltrasi berjalan secara otomatis dalam alat Automatic tissue processor. Proses selanjutnya yaitu potongan organ dimasukkan ke dalam alat pencetak berisi parafin cair (embedding). Potongan organ harus diatur terlebih dahulu letaknya agar tetap berada di tengah blok parafin.

Proses berikutnya setelah terbentuk blok parafin yaitu pemotongan jaringan setebal 5 µm dengan menggunakan mikrotom. Hasil pemotongan yang berbentuk pita (ribbon), diletakkan di atas permukaan air hangat dengan suhu 45 ºC, tujuannya untuk menghilangkan lipatan akibat pemotongan. Sediaan diangkat dari permukaan air dengan gelas objek yang telah diulas dengan larutan albumin. Larutan ini berfungsi sebagai perekat. Selanjutnya sediaan dikeringkan di dalam inkubator dengan suhu 60 ºC selama satu malam. Sediaan yang telah dikeringkan selama satu malam dimasukkan ke dalam xylol untuk dideparafinisasi sebanyak dua kali, lalu dilanjutkan dengan proses rehidrasi. Proses rehidrasi dimulai dari alkohol absolut sampai ke alkohol 70%, masing-masing selama 2 menit.

Sediaan yang telah direhidrasi selanjutnya dicuci dengan air mengalir dan dikeringkan. Sediaan yang telah kering diwarnai dengan pewarnaan Mayer’s Hematoksilin selama 8 menit, dibilas dengan air mengalir, dicuci dengan lithium karbonat selama 15 sampai 30 detik, dibilas dengan air, dan diwarnai dengan pewarnaan Eosin selama 2 menit. Sediaan selanjutnya dicuci dengan air mengalir untuk menghilangkan warna Eosin yang berlebihan, lalu dikeringkan.

Sediaan dicelupkan ke dalam alkohol berturut-turut mulai dari alkohol 90% sebanyak sepuluh kali, alkohol absolut I sebanyak sepuluh kali, alkohol


(42)

absolut II selama 2 menit, xylol I selama 1 menit, xylol II selama 2 menit. Sediaan ditetesi perekat permount, ditutup dengan cover glass, dan dibiarkan kering. Preparat dengan pewarnaan Hematoksilin-Eosin siap untuk diamati setelah perekat kering.

Pembuatan preparat dengan pewarnaan Periodic-Acid-Schiff (PAS), setelah mengalami proses deparafinisasi, sediaan dicelupkan ke dalam asam asetat 1% selama 5 menit, aquadest selama 5 menit, dioksidasi ke dalam periodic acid 1% selama 5 menit, dan dibilas dengan aquadest sebanyak tiga kali. Sediaan kemudian dimasukkan ke dalam Schiff reagent kira-kira 15-30 menit, dibilas dengan air sulfit sebanyak tiga kali masing-masing pembilasan dilakukan selama 2 menit, dibilas dengan air kran mengalir selama 10-15 menit, dan dibilas dengan aquadest. Selanjutnya sediaan didehidrasi sampai dengan xylol dan ditutup dengan menggunakan gelas penutup serta telah ditetesi perekat permount. Setelah kering, preparat dengan pewarnaan PAS siap untuk diamati di bawah mikroskop. e. Pengamatan Preparat Histopatologi

Pembacaan preparat histopatologi (HP) diawali dengan pemotretan menggunakan digital electronic eyepiece camera dengan pembesaran objektif 20x untuk mengamati jumlah kelenjar uterus. Pembesaran objektif 40x untuk mengamati re-epitelisasi permukaan uterus, jumlah sel Goblet, jenis-jenis folikel ovarium dan luas folikel tersier yang berasal dari salah satu ovarium. Regenerasi epitel uterus dihitung dengan mengukur panjang mukosa yang mengalami proliferasi dibandingkan dengan panjang mukosa uterus dalam satu lapang pandang, lalu hasilnya disajikan dalam bentuk persentase. Pembesaran objektif yang digunakan untuk mengamati luas ovarium serta jumlah korpus luteum yaitu sebesar 4x. Seluruh paramater yang diamati dihitung dengan menggunakan program Image J versi 1.4.3.67 produksi Broken Symmetry Software dan penghitungan jumlah-jumlah folikel dikonversikan pada luasan lapang pandang 0,6 mm2. Pengukuran terhadap luas ovarium dan folikel tersier dilakukan dengan menggunakan salah satu tools yang terdapat dalam program Image J.


(43)

f. Analisis Data

Data pengamatan histopatologi terhadap regenerasi epitel permukaan uterus, jumlah kelenjar uterus, jumlah sel Goblet, jenis-jenis folikel ovarium, dan luas permukaan ovarium dicari rataan serta simpangan bakunya secara statistik dengan menggunakan Uji Sidik Ragam (ANOVA) dalam program SPSS versi 16 produksi SPSS Inc. yang dilanjutkan dengan Uji Wilayah Duncan untuk melihat ada tidaknya perbedaan yang nyata antara kelompok perlakuan dengan kelompok kontrol negatif.


(44)

BAB 4

HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Luas Ovarium

Pengaruh pemberian ekstrak minyak jintan hitam terhadap organ reproduksi betina diawali dengan pengamatan patologi anatomi (PA) dari ovarium dan uterus. Pengamatan dilakukan untuk melihat konsistensi organ, ukuran, serta ada atau tidaknya lesio dari masing-masing organ tersebut. Kemudian pengamatan dilanjutkan dengan pengamatan histopatologi (HP) ovarium dan uterus secara umum. Pengamatan ini tidak menunjukkan adanya kelainan yang spesifik pada ovarium maupun uterus. Selanjutnya dilakukan pengamatan terhadap masing-masing organ berdasarkan paramater yang diperlukan. Berdasarkan hasil pengamatan, luas ovarium dan folikel tersier dapat dilihat pada Tabel 8.

Tabel 8 Rata-rata luas ovarium dan folikel tersier (mm2) mencit yang diberi jintan hitam

Perlakuan Ovarium Folikel Tersier

Kontrol negatif 1,70±0,18a 0,022±0,016a HS Preventif 1,47±1,27a 0,018±0,011a HS Kuratif 1,40±0,38a 0,017±0,008a

HS Madu 2,09±0,87a 0,028±0,018a

Keterangan: Huruf superscript yang berbeda pada kolom yang sama menyatakan adanya perbedaan yang nyata (p<0,05) antar kelompok perlakuan.

Berdasarkan tabel di atas dapat dilihat luas ovarium dan folikel tersier antara kelompok perlakuan dengan kelompok kontrol tidak mengalami perbedaan yang nyata (p>0,05) secara statistik. Namun dapat dilihat dari hasil perhitungan mencit yang diberi kombinasi jintan hitam dengan madu mempunyai luas yang terbesar. Luas ovarium menunjukkan seberapa luas permukaan untuk menghitung jumlah folikel-folikel yang terdapat pada masing-masing kelompok. Sedangkan luas folikel tersier menunjukkan seberapa cepat folikel tersebut dapat mengalami kematangan dan siap melakukan ovulasi.

Luas ovarium yang tidak terpengaruh secara nyata setelah diberikan perlakuan jintan hitam, hal ini menggambarkan bahwa jintan hitam tidak mempengaruhi secara nyata ukuran ovarium. Kolibianakis et al. (2005) dalam penelitiannya mengatakan perubahan perkembangan ovarium dapat dipengaruhi


(45)

oleh jumlah sirkulasi hormon seperti luteinizing hormone (LH), follicle stimulating hormone (FSH), dan growth hormone (GH). Selain itu, perkembangan ovarium ini juga dipengaruhi asupan nutrisi dan kondisi fisik individu. Luas yang tidak dipengaruhi secara nyata ini kemungkinan terjadi karena jumlah hormon-hormon tersebut yang dipengaruhi oleh jintan hitam belum cukup untuk memberi pengaruh terhadap perkembangan ovarium. Luas ovarium masing-masing kelompok perlakuan akibat pemberian ekstrak minyak jintan hitam dapat dilihat pada Gambar 11.

Gambar 11 Permukaan ovarium dengan pewarnaan HE (A) kontrol negatif; (B) HS preventif; (C) HS kuratif; (D) HS madu.

Meskipun dengan uji statistik tidak menunjukkan perbedaan yang nyata (p>0,05), tetapi dari hasil perhitungan tampak adanya kecenderungan bahwa luas ovarium mencit kelompok kombinasi habbatussauda dengan madu lebih besar dibandingkan dengan luas ovarium kelompok habbatussauda preventif, kuratif, dan kontrol negatif. Demikian pula dengan luas folikel teriser. Madu dapat menyebabkan ovarium lebih luas karena selain mengandung fruktosa, glukosa,

A B


(46)

dan sukrosa yang merupakan komponen utama, madu juga mengandung mineral dan protein (Mohammed dan Babiker 2009). Zat-zat tersebut turut serta membentuk sel secara keseluruhan yang disebut protoplasma (Guyton dan Hall 2008). Protein juga berperan dalam perkembangan serta regenerasi sel dan jaringan.

4.2 Jumlah Folikel-folikel Ovari

Pengaruh pemberian ekstrak minyak jintan hitam terhadap jumlah folikel-folikel ovari dalam luas ovarium 0,6 mm2 dan korpus luteum dalam 1 mm2 dapat dilihat pada Tabel 9.

Tabel 9 Rata-rata jumlah dan jenis folikel ovari dalam 0,6 mm2 dan korpus luteum dalam 1 mm2 luas ovarium mencit akibat pemberian jintan hitam

Perlakuan Folikel primer sekunder Folikel Folikel tersier Korpus luteum Kontrol negatif 0,38±0,32a 0,43±0,35a 0,26±0,22a 3,41±3,28a HS Preventif 0,86±0,63a 0,95±0,74b 0,42±0,12a 5,18±2,73a HS Kuratif 0,69±0,39a 0,56±0,41ab 0,31±0,26a 4,48±2,43a HS Madu 0,41±0,37a 0,43±0,32a 0,28±0,22a 3,51±1,74a Keterangan: Huruf superscript yang berbeda pada kolom yang sama menyatakan adanya

perbedaan yang nyata (p<0,05) antar kelompok perlakuan.

Berdasarkan data pengaruh pemberian jintan hitam terhadap jumlah folikel yang terdapat pada ovarium setelah dianalisis secara statistik menunjukkan adanya peningkatan jumlah folikel sekunder secara nyata (p<0,05), namun tidak terdapat perbedaan yang nyata (p>0,05) pada jumlah folikel primer, tersier, dan korpus luteum yang dihasilkan antara kelompok perlakuan dengan kelompok kontrol. Menurut Guyton dan Hall (2008) betina dilahirkan dengan memiliki folikel primordial, setelah pubertas seluruh ovarium beserta folikelnya akan mulai tumbuh. Tahap pertama pertumbuhan folikel berupa perkembangan ovum yang diikuti dengan pertumbuhan lapisan sel-sel granulosa di dalam beberapa folikel, folikel-folikel ini dikenal sebagai folikel primer. Karena folikel ini yang sudah ada sebelum hewan coba diberikan perlakuan, maka jumlah folikel primer tidak terpengaruh secara nyata. Sedangkan untuk folikel sekunder terlihat adanya perbedaan yang nyata (p<0,05) antara kelompok kontrol dengan kelompok perlakuan habbatussauda preventif dan kuratif. Folikel-folikel ovarium kelompok


(47)

kontrol dan perlakuan akibat pemberian ekstrak minyak jintan hitam dapat dilihat pada Gambar 12.

Gambar 12 Folikel-folikel ovarium dengan pewarnaan HE (A) Kontrol; (B) HS preventif; (C) HS kuratif; (D) HS madu; (a) folikel primer; (b) folikel sekunder; (c) folikel tersier; (d) korpus luteum (e) folikel atresia.

Jintan hitam memiliki kandungan sterol yang merupakan salah satu zat bermanfaat terhadap organ reproduksi betina karena mampu meningkatkan sintesa dan bioaktivitas hormon-hormon dalam tubuh termasuk hormon reproduksi (Junaedi etal. 2011). Sterol terdiri dari sterol hewani (zoosterol) dan sterol nabati (fitosterol). Stigmasterol dan -sitosterol merupakan senyawa kandungan fitosterol yang berasal dari jintan hitam. Menurut Montgomery et al. (1993), senyawa-senyawa tersebut memiliki kemiripan struktur dengan kolesterol yang merupakan prekursor pembentuk hormon reproduksi, salah satunya hormon estrogen. Hormon estrogen inilah yang berperan terhadap siklus reproduksi betina.

D C

A B

d

a

b

c

e


(48)

Adanya perbedaan rata-rata jumlah folikel yang dihasilkan dari tiap dosis pemberian ekstrak minyak jintan hitam membuktikan jumlah hormon estrogen yang teraktivasi oleh sterol yang jumlahnya berbeda-beda pula antar kelompok perlakuan.

Folikel sekunder yang jumlahnya meningkat secara nyata pada kelompok perlakuan menggambarkan kandungan fitosterol dalam jintan hitam dapat meningkatkan kinerja ovarium pada fase awal perkembangan folikel. Menurut Kolibianakis et al. (2005) tahap awal perkembangan folikel dipengaruhi oleh estrogen. Jumlah rata-rata folikel yang lebih sedikit setelah dipengaruhi pemberian kombinasi ekstrak minyak jintan hitam dengan madu kemungkinan menunjukkan adanya zat aktif madu yaitu saponin yang dapat mengikat sterol dari jintan hitam, sehingga sterol tidak mempengaruhi perkembangan folikel setelah mengalami reaksi saponifikasi (penyabunan) yang menyebabkan reaksi menjadi netral. Meskipun jumlah folikel tersier dan korpus luteum setelah diuji statistik tidak menunjukkan perbedaan yang nyata (p>0,05), namun dari hasil perhitungan tampak jumlah folikel tersier dan korpus luteum kelompok perlakuan lebih banyak dibandingkan dengan jumlah folikel tersier dan korpus luteum pada kelompok kontrol negatif. Hasil ini menggambarkan bahwa pemberian jintan hitam mampu membuat folikel yang siap untuk melakukan ovulasi dan sel telur yang telah diovulasikan lebih banyak apabila dibandingkan dengan kelompok kontrol pada umur hewan percobaan yang sama.

Pada kelompok perlakuan dapat menggambarkan bahwa kadar hormon FSH dan LH dalam ovari cukup untuk melakukan perkembangan folikel. Folikel yang sedang berkembang ini akan memproduksi estrogen. Semakin besar folikel maka kadar estrogen yang diproduksi juga semakin tinggi (Ganong 2003). Pada level estrogen tertinggi, folikel de Graaf akan memberikan feed back positive terhadap hipotalamus dan hipofise sehingga LH pre-ovulatori dapat disekresikan dan terjadilah ovulasi. Setelah ovulasi terjadi, folikel pecah dan terjadi kolaps karena tekanan intrafolikel hilang. LH berinteraksi dengan sel-sel reseptor dari dinding folikel yang sobek sehingga proses luteinisasi (kekuningan) dan sekresi progesteron dimulai. Jintan hitam yang mengandung sterol mampu menstimulasi


(49)

pembentukan hormon estrogen sehingga sel-sel telur yang diovulasi lebih banyak begitu pula dengan korpus luteum yang terbentuk juga akan lebih banyak.

Selain itu disekresikan pula hormon luteotropik (LTH) untuk mempertahankan CL lalu mensekresikan progesteron (Dellmann dan Brown 1988). Kemudian CL berinvolusi dan akhirnya kehilangan fungsi sekresi juga warna kekuningannya, lalu berubah menjadi korpus albikans jika tidak terjadi pembuahan pada oosit (Guyton dan Hall 2008). Menurut Dellman dan Brown (1988), karena hanya sedikit persentase dari oosit potensial yang dilepas pada proses ovulasi, sebagian besar folikel surut dalam perkembangannya. Proses surut (regresi) ini disebut atresia. Tanda-tanda penting untuk atresia pada sel-sel dinding folikel adalah inti sel menjadi piknotik. Selama mengalami atresia, membran basal lapis granulosa dapat melipat, menebal, dan mengalami hialinisasi.

Menurut Guyton dan Hall (2008) perubahan ovarium yang terjadi selama siklus seksual bergantung seluruhnya pada hormon-hormon gonadotropik, FSH, dan LH yang disekresi oleh kelenjar hipofisis anterior. Estrogen memiliki fungsi primer untuk menimbulkan proliferasi sel dan pertumbuhan jaringan organ-organ kelamin dan jaringan lain yang berkaitan dengan reproduksi. Sedangkan progesteron memiliki fungsi utama dalam persiapan uterus untuk menerima kebuntingan dan persiapan kelenjar mamae untuk laktasi. Progesteron disekresikan oleh CL dalam jumlah yang cukup banyak selama separuh akhir dari setiap siklus ovarium.

4.3 Endometrium

Regenerasi epitel permukaan uterus merupakan salah satu paramater yang diamati untuk mengetahui pengaruh pemberian ekstrak minyak jintan hitam pada penelitian kali ini. Regenerasi diamati berdasarkan adanya proliferasi epitel pada permukaan uterus. Persentase permukaan uterus yang mengalami re-epitelisasi dapat dilihat pada Tabel 10.


(50)

Tabel 10 Rata-rata epitel permukaan uterus mencit yang mengalami re-epitelisasi (%) akibat pemberian jintan hitam

Perlakuan Persentase re-epitelisasi permukaan uterus

Kontrol negatif 30,51±18,38a

HS Preventif 41,21±35,57ab

HS Kuratif 42,22±26,84ab

HS Madu 57,09±19,99b

Keterangan: Huruf superscript yang berbeda pada kolom yang sama menyatakan adanya perbedaan yang nyata (p<0,05) antar kelompok perlakuan.

Adanya bahan iritan juga dapat menyebabkan terjadinya proliferasi epitel. Bahan iritan dapat meningkatkan terjadinya pengelupasan sel epitel permukaan. Selain itu, pada kondisi iritasi, epitel yang lebih tahan terhadap iritasi adalah epitel pipih, sehingga epitel silindris diganti menjadi epitel pipih (Lestari 2009). Gambaran histopatologi epitel permukaan uterus dapat dilihat pada Gambar 13.

Gambar 13 Gambaran epitel permukaan uterus dengan pewarnaan HE (A) kontrol; (B) HS preventif; (C) HS kuratif; (D) HS madu.

C

B A


(51)

Berdasarkan data yang telah dianalisis secara statistik menunjukkan rata-rata epitel permukaan uterus yang mengalami re-epitelisasi antara kelompok perlakuan memiliki perbedaan yang nyata (p<0,05) apabila dibandingkan dengan kelompok kontrol. Re-epitelisasi tertinggi dapat dilihat terjadi pada kelompok kombinasi habbatussauda dengan madu. Adanya kandungan antioksidan baik dalam jintan hitam maupun madu mampu mempengaruhi homeostasis uterus dengan meningkatkan re-epitelisasi. Regenerasi lapisan epitel merupakan serangkaian peristiwa yang terkoordinasi dan terstruktur. Peristiwa ini diperantarai oleh berbagai zat kimia yang disebut faktor pertumbuhan dan dapat bertindak dari jarak jauh seperti hormon (Spector dan Spector 1993). Menurut Nergiz dan Ötles (1993) minyak jintan hitam mengandung senyawa aktif dalam kadar tinggi diantaranya karoten, -karoten, tokoferol, asam lemak, dan sterol yang dapat mempengaruhi aktivitas sel uterus.

Senyawa tersebut diabsorbsi mulai di lambung, usus halus, dan usus besar. Namun, absorbsi utama terjadi di usus halus karena permukaannya yang luas dan lapisan dinding mukosanya lebih permeable. Setelah masuk ke dalam sirkulasi, senyawa tersebut didistribusikan ke dalam jaringan tubuh. Distribusi tergantung pada rata-rata aliran darah pada organ target dan massa dari organ target (Setiawati et al. 2003). Senyawa-senyawa tersebut mempengaruhi kompleks estrogen dan reseptor alfa (REα) untuk selanjutnya berdifusi ke dalam inti sel dan melekat pada DNA. Ikatan kompleks estrogen-reseptor dengan DNA menginduksi sintesis dan ekspresi mRNA untuk mensintesis protein sehingga meningkatkan aktivitas sel target yang digambarkan dengan terjadinya proliferasi sel (Ganong 2003).

Menurut Maslachah et al. (2004) senyawa antioksidan yang mampu menangkal radikal bebas dan biasa untuk dikonsumsi adalah α-tokoferol dan -karoten. Kedua senyawa tersebut terkandung dalam jintan hitam. Antioksidan adalah senyawa yang memiliki struktur molekul yang dapat memberikan elektronnya kepada molekul radikal bebas tanpa terganggu sama sekali dan dapat memutus reaksi berantai dari radikal bebas. Antioksidan banyak ditemukan dalam makanan yang berasal dari tumbuh-tumbuhan (Yuliarti 2008).


(52)

Selain itu, senyawa antioksidan lain yang terkandung dalam jintan hitam yaitu timokuinon dan carvacrol. Carvacrol merupakan senyawa penenang saraf yang berfungsi membuat jaringan otot menjadi rileks. Menurut Sayyid (2008) jintan hitam dapat membantu menambah kekuatan tubuh dengan cara meningkatkan kemampuan dan konsentrasi protein yang dibutuhkan manusia. Selain antioksidan yang terkandung dalam jintan hitam, madu juga mengandung banyak senyawa yang berguna sebagai senyawa antioksidan, salah satunya adalah asam L-askorbat. Asam L-askorbat adalah antioksidan fase cair yang paling efektif dalam plasma darah manusia yang berfungsi sebagai antioksidan fisiologis penting untuk perlindungan terhadap penyakit dan proses degeneratif yang disebabkan oleh stress oksidatif (Kesic et al. 2009).

Lapisan endometrium uterus merupakan lapisan yang dipengaruhi perubahan hormon reproduksi. Lapisan ini mengalami perubahan yang bervariasi sepanjang siklus birahi (estrus) karena adanya fluktuasi hormon estrogen dan progesteron yang secara luas berpengaruh pada perubahan endometrium (Dellman dan Brown 1988). Fase folikular ditandai dengan pertumbuhan dan perkembangan endometrium. Pada fase ini aktivitas mitotik sel-sel di dalam lamina propia dan dari sisa kelenjar uterus pada stratum basale ditingkatkan. Pertumbuhan endometrium selama fase folikular bersamaan dengan pertumbuhan folikel ovarium dan peningkatan sekresi estrogen (Eroschenko dan Victor 2003).

Pengaruh pemberian ekstrak minyak jintan hitam (Nigella sativa) terhadap jumlah kelenjar uterus dalam 1,2 mm2 atau lima lapang pandang pengamatan dapat dilihat pada Tabel 11.

Tabel 11 Rata-rata jumlah kelenjar uterus mencit akibat pemberian jintan hitam dalam 1,2 mm2

Perlakuan Kelenjar uterus Kontrol negatif 9,40±5,15a HS Preventif 11,62±6,46a HS Kuratif 12,75±4,18a

HS Madu 13,13±7,10a

Keterangan: Huruf superscript yang berbeda pada kolom yang sama menyatakan adanya perbedaan yang nyata (p<0,05) antar kelompok perlakuan.


(53)

Berdasarkan hasil analisis data secara statistik menunjukkan tidak terdapat perbedaan yang nyata (p>0,05) antara kelompok perlakuan apabila dibandingkan dengan kelompok kontrol, namun dapat dilihat bahwa jumlah kelenjar uterus terbanyak terdapat pada kelompok kombinasi antara habbatussauda dengan madu, disusul dengan kelompok kuratif dan preventif. Kelenjar yang terdapat dalam uterus adalah kelenjar eksokrin, yaitu kumpulan sel-sel atau kelenjar yang memiliki ujung kelenjar dengan kemampuan menghasilkan sekreta yang mengandung enzim. Kelenjar uterus menghasilkan beberapa produk diantaranya mukus, lipid, dan glikogen. Produk sekresi dari kelenjar uterus dan plasma darah merupakan campuran cairan yang mengisi lumen uterus (Hafez 2000). Pada fase folikular kelenjar uterus mengalami proliferasi, memanjang, dan mulai berhimpitan, sedangkan pada fase luteal kelenjar uterus mengalami hipertrofi, menjadi berkelok, dan lumennya mulai terisi produk sekresi yang kaya nutrien khususnya glikogen (Eroschenko dan Victor 2003). Sekreta dari kelenjar uterus pada mencit yang lebih banyak setelah diberi perlakuan memiliki dua fungsi penting yaitu menyediakan lingkungan yang baik untuk kapasitasi sperma dan memberikan nutrisi untuk preimplantasi blastokist (Dellmann dan Brown 1988). 4.4 Jumlah Sel Goblet

Selain menghitung jumlah kelenjar uterus dalam 1,2 mm2, jumlah sel Goblet yang terdapat pada epitel permukaan uterus juga dihitung dengan menggunakan faktor konversi sebesar 1 mm. Sel Goblet yang diamati pada penelitian kali ini dilakukan dengan pewarnaan Periodic Acid Schiff (PAS). Menurut Hammersen dan Sobotta (1985) pewarnaan PAS secara selektif mewarnai glikogen, glikoprotein serta beberapa glukosa minoglikan dalam warna keunguan (terlihat jelas di dalam sel acinus yang mensekresi mukus). Pengaruh pemberian ekstrak minyak jintan hitam terhadap jumlah sel Goblet dapat dilihat pada Tabel 12.


(54)

Tabel 12 Rata-rata jumlah sel Goblet/mm

Perlakuan Sel Goblet

Kontrol negatif 0,00±0,00a HS Preventif 0,00±0,00a

HS Kuratif 0,00±0,00a

HS Madu 0,02±0,15a

Keterangan: Huruf superscript yang berbeda pada kolom yang sama menyatakan adanya perbedaan yang nyata (p<0,05) antar kelompok perlakuan.

Sel Goblet pada hasil penelitian kali ini hanya terlihat pada kelompok perlakuan kombinasi habbatussauda dengan madu. Sel goblet (sel cangkir) yang dapat diamati pada Gambar 14 adalah sel yang mengeluarkan mukus (lendir) dan terletak pada dinding kelenjar beserta salurannya yang dilapisi sel silinder. Sel ini bekerja sebagai kelenjar yang mengeluarkan lendir dan terdapat dalam jumlah besar menutupi permukaan (Dellman dan Brown 1988). Meningkatnya jumlah sel Goblet pada kelompok perlakuan kombinasi habbatussauda dengan madu menunjukkan sedikit peningkatan produksi mukus. Mukus pada uterus berperan sebagai barrier penghalang atau perlindungan dari masuknya agen penyakit.

Gambar 14 Mukosa uterus dengan pewarnaan PAS, tanda panah menunjukkan sel Goblet. Radikal bebas adalah atom atau senyawa yang kehilangan pasangan elektronnya. Proses metabolisme sehari-hari yang merupakan proses biokimiawi akan menyebabkan terbentuknya radikal bebas yang bersifat sementara karena dengan cepat akan diubah menjadi senyawa yang tidak berbahaya bagi tubuh.


(1)

Post Hoc Tests

Homogeneous Subsets

LUAS FOLIKEL TERSIER Duncan

PERLAKUAN

N

Subset for alpha = .05

1

HS Kuratif 12 17411.2317

HS Preventif 12 17879.3417

Kontrol

negatif 8 22386.5625

HS Madu 12 27935.8008

Sig. .112

Means for groups in homogeneous subsets are displayed. a Uses Harmonic Mean Sample Size = 10.667.

b The group sizes are unequal. The harmonic mean of the group sizes is used. Type I error levels are not guaranteed.

Case Processing Summary

Cases

Included Excluded Total

N Percent N Percent N Percent

LUAS FOLIKEL TERSIER *

PERLAKUAN 44 57.9% 32 42.1% 76 100.0%

Report

LUAS FOLIKEL TERSIER

PERLAKUAN Mean N

Std. Deviation

Kontrol negatif 22386.5625 8 15516.69910

HS Preventif 17879.3417 12 11480.60927

HS Kuratif 17411.2317 12 8805.27349

HS Madu 27935.8008 12 17845.31285


(2)

Post Hoc Tests

Homogeneous Subsets

REGENERASI Duncan

PERLAKUAN N

Subset for alpha = .05

1 2

Kontrol

negatif 10 30.5130

HS Preventif 15 41.2082 41.2082

HS Kuratif 15 42.2238 42.2238

HS Madu 15 57.0853

Sig. .302 .162

Means for groups in homogeneous subsets are displayed. a Uses Harmonic Mean Sample Size = 11.958.

b The group sizes are unequal. The harmonic mean of the group sizes is used. Type I error levels are not guaranteed.

Case Processing Summary

Cases

Included Excluded Total

N Percent N Percent N Percent

REGENERASI *

PERLAKUAN 55 100.0% 0 .0% 55 100.0%

Report REGENERASI

PERLAKUAN Mean N

Std. Deviation Kontrol

negatif 30.5130 10 18.38451

HS Preventif 41.2082 15 35.56550

HS Kuratif 42.2238 15 26.84201

HS Madu 57.0853 15 19.99058


(3)

Post Hoc Tests

Homogeneous Subsets

KELENJAR UTERUS Duncan

PERLAKUAN

N

Subset for alpha = .05

1 Kontrol

Negatif 10 9.4000

HS Preventif 15 11.6227

HS Kuratif 15 12.7500

HS Madu 15 13.1333

Sig. .106

Means for groups in homogeneous subsets are displayed. a Uses Harmonic Mean Sample Size = 13.333.

b The group sizes are unequal. The harmonic mean of the group sizes is used. Type I error levels are not guaranteed.

Case Processing Summary

Cases

Included Excluded Total

N Percent N Percent N Percent

KELENJAR UTERUS *

PERLAKUAN 55 100.0% 0 .0% 55 100.0%

Report

PERLAKUAN

KELENJAR UTERUS Kontrol

Negatif

Mean 9.4000

N 10

Std. Deviation 5.15139

HS Preventif Mean 11.6227

N 15

Std. Deviation 6.46158

HS Kuratif Mean 12.7500

N 15

Std. Deviation 4.18381

HS Madu Mean 13.1333

N 15

Std. Deviation 7.09997

Total Mean 10.5818

N 55


(4)

Post Hoc Tests

Homogeneous Subsets

SEL GOBLET Duncan PERLAKUAN

N

Subset for alpha = .05 1

Kontrol

negatif 60 .0000

HS Preventif 90 .0000

HS Kuratif 90 .0000

HS Madu 90 .0222

Sig. .099

Means for groups in homogeneous subsets are displayed. a Uses Harmonic Mean Sample Size = 80.000.

b The group sizes are unequal. The harmonic mean of the group sizes is used. Type I error levels are not guaranteed.

Case Processing Summary

Cases

Included Excluded Total

N Percent N Percent N Percent

SEL GOBLET

* PERLAKUAN 330 80.5% 80 19.5% 410 100.0%

Report SEL GOBLET

PERLAKUAN Mean N

Std. Deviation Kontrol

negatif .0000 60 .00000

HS Preventif .0000 90 .00000

HS Kuratif .0000 90 .00000

HS Madu .0222 90 .14823


(5)

Post Hoc Tests

Homogeneous Subsets

FOLIKEL PRIMER Duncan PERLAKUAN

N

Subset for alpha = .05 1

HS Madu 30 .4107

Kontrol

negatif 20 .3830

HS Preventif 30 .8605

HS Kuratif 30 .6867

Sig. .083

Means for groups in homogeneous subsets are displayed. a Uses Harmonic Mean Sample Size = 26.667.

b The group sizes are unequal. The harmonic mean of the group sizes is used. Type I error levels are not guaranteed.

FOLIKEL SEKUNDER Duncan

PERLAKUAN N

Subset for alpha = .05

1 2

HS Madu 30 .4333

Kontrol

negatif 20 .4320

HS Kuratif 30 .5637 .5637

HS Preventif 30 .9523

Sig. .160 .70

Means for groups in homogeneous subsets are displayed. a Uses Harmonic Mean Sample Size = 26.667.

b The group sizes are unequal. The harmonic mean of the group sizes is used. Type I error levels are not guaranteed.

FOLIKEL TERSIER Duncan

PERLAKUAN

N

Subset for alpha = .05 1

Kontrol

negatif 20 .2610

HS Madu 30 .2773

HS Kuratif 30 .3100

HS Preventif 30 .4190

Sig. .149

Means for groups in homogeneous subsets are displayed. a Uses Harmonic Mean Sample Size = 26.667.

b The group sizes are unequal. The harmonic mean of the group sizes is used. Type I error levels are not guaranteed.


(6)

Case Processing Summary

Cases

Included Excluded Total

N Percent N Percent N Percent

PRIMER *

PERLAKUAN 110 100.0% 0 .0% 110 100.0%

SEKUNDER *

PERLAKUA 110 100.0% 0 .0% 110 100.0%

TERSIER *

PERLAKUA 110 100.0% 0 .0% 110 100.0%

Report

PERLAKUAN PRIMER SEKUNDER TERSIER

Kontrol negatif

Mean

.3830 .4320 .2610

N 20 20 20

Std. Deviation .32366 .34958 .22492

HS Preventif Mean .8605 .9523 .4190

N 30 30 30

Std. Deviation .63251 .74208 .12354

HS Kuratif Mean .6867 .5637 .3100

N 30 30 30

Std. Deviation .39579 .41432 .26417

HS Madu Mean .4107 .4333 .2773

N 30 30 30

Std. Deviation .37348 .31578 .22442

Total Mean .5466 .4425 .3219

N 110 110 110