EKSPERIMENTASI MODEL PEMBELAJARAN PEMECAHAN MASALAH (PROBLEM SOLVING) PADA MATERI POKOK LINGKARAN TERHADAP PRESTASI BELAJAR MATEMATIKA DITINJAU DARI MOTIVASI BELAJAR PADA SISWA KELAS 8 SMP DI KABUPATEN SRAGEN

(1)

LINGKARAN TERHADAP PRESTASI BELAJAR MATEMATIKA

DITINJAU DARI MOTIVASI BELAJAR PADA SISWA

KELAS 8 SMP DI KABUPATEN SRAGEN

TESIS

Untuk Memenuhi Sebagai Persyaratan Mencapai Derajat

Magister Program Studi Pendidikan Matematika

Disusun oleh:

SUYADI

NIM. S850208027

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN MATEMATIKA

P R O G R A M P A S C A S A R J A N A

UNIVERSITAS SEBELAS MARET

SURAKARTA

2009


(2)

PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

Matematika merupakan salah satu cabang ilmu pengetahuan yang memegang peranan sangat penting. Matematika diperlukan dalam setiap aspek kehidupan, maka itulah yang menyebabkan bahwa matematika menjadi dasar (basic of sciences) yang selalu diberikan di setiap jenjang pendidikan dari pendidikan dasar sampai pendidikan tinggi.

Belajar matematika adalah suatu aktivitas untuk memahami suatu konsep dan menerapkannya konsep-konsep yang sudah ada ke dalam lingkungan atau masyarakat secara nyata. Matematika makin hari makin berkembang sangat pesat seiring dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi. Namun ternyata tidak sebanding dengan kenyataan dilapangan, kenyataannya bahwa prestasi belajar siswa khususnya mata pelajaran matematika sejak dulu sampai sekarang masih rendah.

Menurut data dari MGMP Matematika kabupaten Sragen menunjukkan bahwa nilai rata-rata ulangan umum bersama pada akhir

semester kedua mata pelajaran matematika siswa kelas 7 dan kelas 8 SMP di kabupaten Sragen tahun 2007–2008 yaitu kurang dari 6,0. Dari data ini menunjukkan bahwa pendidikan pada jenjang SMP khususnya matematika belum dapat dikatakan berhasil. Berdasarkan hasil laporan dari para guru matematika pada waktu pertemuam MGMP di kabupaten Sragen.

Berbagai penyebab rendahnya prestasi belajar matematika antara lain karena matematika menurut siswa merupakan suatu hal yang abstrak dan sulit


(3)

dan jarang dialami langsung oleh siswa dalam kehidupan sehari-hari. Masih banyak para siswa mengalami kesulitan pada matematika yang berkaitan dengan soal-soal cerita. Sering muncul keluhan baik dari guru maupun orang tua siswa tentang rendahnya minat belajar siswa, rendahnya pemahaman dan penguasaan siswa terhadap penguasaan materi pelajaran matematika.

Pada kelas 8 terutama pokok bahasan lingkaran masih banyak dari siswa yang mengalami kesulitan, dikarenakan pada pokok bahasan ini banyak soal-soal yang berkaitan dengan soal-soal-soal-soal cerita maupun soal-soal-soal-soal pemecahan masalah. Dalam hal ini bagaimana yang dikatakan oleh sebagian besar siswa bahwa soal-soal cerita maupun soal-soal yang berkaitan dengan pemecahan masalah siswa mengalami kesulitan menjadi tidak mengalami kesulitan atau lebih mudah mengerti dan memahami dari materi pelajaran yang disampaikan guru, ini sebenarnya merupakan kewajiban dan tanggung jawab seorang guru. Guru di dalam kelas pada saat berlangsungnya proses belajar mengajar adalah sangat berperan penting dalam menentukan keberhasilan proses belajar mengajar yang diharapkan.

Dalam hal permasalahan ini guru kurang memperhatikan dalam proses kegiatan belajar mengajar, guru kurang memperhatikan pentingnya penggunaan model-model pembelajaran, metode pembelajaran dan media pembelajaran sebagai alat bantu yang paling tepat untuk menyampaikan

materi pokok bahasan tertentu. Guru belum menggunakan model-model pembelajaran, metode pembelajaran yang bervariasi dan belum menggunakan

media pembelajaran yang lebih baik seperti : alat peraga (chart), OHP, komputer, dikarenakan keterbatasan pengalaman guru dan media yang ada.


(4)

Memang sangat perlu dan penting berkaitan dengan materi pelajaran yang soal-soal cerita maupun soal-soal yang berkaitan dengan pemecahan masalah seharusnya kita selesaikan dengan menggunakan model-model pembelajaran pemecahan masalah. Sebab suatu soal hanya dapat diselesaikan dengan model-model pembelajaran yang sesuai. Model pembelajaran langsung maupun model pembelajaran pemecahan masalah dapat membantu siswa untuk mengembangkan kemampuannya dalam pemecahan masalah, baik dalam pemecahan masalah yang berkaitan dengan kehidupan sehari-hari. Model-model pembelajaran dan metode pembelajaran merupakan suatu sarana dalam melaksanakan kegiatan belajar mengajar di kelas, supaya dalam penyampaian materi pelajaran dapat mudah diterima siswa, dan tujuan pembelajaran dapat tercapai.

Demikian juga media pembelajaran merupakan sarana yang digunakan dalam proses belajar mengajar matematika. Menurut Hamalik (Azhar Arsyad, 2007:15) mengemukakan bahwa penggunaan media pembelajaran dalam proses belajar mengajar dapat membangkitkan motivasi, keinginan dan minat yang baru dan sangat membantu keefektifan proses pembelajaran dan penyampaian pesan dan isi pembelajaran. (Azhar Arsyad, 2007:16) dalam buku media pembelajaran mengemukakan alat peraga atau media pembelajaran dapat membantu supaya siswa lebih mudah atau cepat memahami, menyajikan data dengan menarik dan terpercaya, memudahkan penafsiran data, cepat mengerti dan menguasai materi pelajaran yang diterima. Dengan menggunakan model-model pembelajaran, metode pembelajaran maupun media pembelajaran, guru tidak lagi bersusah payah dalam


(5)

menerangkan materi pelajaran dan sedangkan waktu yang digunakan tidak terlalu lama karena siswa cepat mengerti dan memahaminya.

B. Identifikasi Masalah

Berdasarkan latar belakang masalah, dapat diidentifikasi beberapa permasalahan sebagai berikut :

1. Masih rendahnya prestasi belajar matematika siswa, ada kemungkinan disebabkan dalam kegiatan belajar mengajar matematika guru dalam mengajar selalu monoton, masih menggunakan model-model pembelajaran yang biasa atau konvensional. Sehingga muncul masalah yang menarik untuk diteliti, apakah dengan menggunakan model pembelajaran yang lain dalam proses belajar mengajar dapat meningkatkan prestasi belajar matematika siswa?

2. Masih rendahnya prestasi belajar matematika siswa disebabkan oleh rendahnya motivasi belajar matematika siswa, sehingga kurang atau tidak menyukai matematika, dalam hal ini masalah yang muncul adalah apakah motivasi belajar siswa berpengaruh terhadap prestasi belajar matematika siswa?

3. Masih rendahnya kemampuan siswa dalam memecahkan masalah matematika. Hal ini ditambah lagi dengan masih rendahnya perhatian para guru terhadap siswa dalam mengembangkan ketrampilan siswa dalam memecahkan masalah. Berkenaan dengan hal ini apabila guru sering memberikan soal latihan yang berkaitan dengan pemecahan masalah apakah prestasi belajar matematika siswa meningkat?


(6)

4. Masih rendahnya prestasi siswa kelas 8 SMP pada materi pokok lingkaran disebabkan guru dalam kegiatan belajar mengajar dalam pemberian contoh soal latihan hanya satu atau dua saja, dan juga dalam pemberian soal latihan hanya sedikit. Dalam hal ini apabila didalam kegiatan belajar mengajar pada materi pokok lingkaran diberikan contoh-contoh soal latihan lebih dari dua, dan siswa diberikan soal latihan yang lebih banyak apakah prestasi belajar matematika siswa meningkat?

C. Pembatasan Masalah

Berdasarkan identifikasi masalah tersebut, maka pada penelitian ini menitik beratkan pada :

1. Model pembelajaran yang digunakan pada penelitian ini adalah model pembelajaran pemecahan masalah pada kelas eksperimen dan model pembelajaran langsung pada kelas kontrol, bertolak dari kemampuan awal yang seimbang (sama).

2. Motivasi belajar siswa yang dimaksud adalah motivasi belajar matematika pada siswa kelas 8 SMP.

3. Prestasi belajar matematika siswa dibatasi pada materi pokok lingkaran. 4. Subyek penelitiannya adalah siswa kelas 8 SMP Negeri di kabupaten

Sragen tahun pelajaran 2008/2009.

D. Perumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang masalah, identifikasi masalah dan pembatasan masalah, maka dapat dirumuskan masalah dalam penelitian ini adalah :


(7)

1. Apakah prestasi belajar siswa pada kegiatan belajar mengajar menggunakan model pembelajaran Pemecahan Masalah lebih baik daripada menggunakan model Pembelajaran Langsung ?

2. Apakah prestasi belajar siswa yang memiliki motivasi belajar lebih tinggi lebih baik daripada siswa yang memiliki motivasi belajar dibawahnya? 3. Apakah prestasi belajar siswa yang motivasi belajar tinggi maupun sedang

pada model pembelajaran Pemecahan Masalah lebih baik dari model pembelajaran Langsung, tetapi apakah pada siswa yang motivasi belajarnya rendah prestasi belajar yang dicapai pada model pembelajaran Langsung lebih baik dari pada yang menggunakan model Pembelajaran Pemecahan Masalah ?

E. Tujuan Penelitian Secara rinci tujuan penelitian ini adalah :

1. Untuk mengetahui apakah prestasi belajar matematika siswa dalam kegiatan belajar mengajar menggunakan model pembelajaran Pemecahan Masalah lebih baik daripada model pembelajaran Langsung.

2. Untuk mengetahui apakah siswa yang motivasi belajarnya lebih tinggi prestasi belajar matematika yang dicapai lebih tinggi dibandingkan dengan siswa yang motivasi belajarnya dibawahnya.

3. Untuk mengetahui apakah prestasi belajar siswa yang motivasi belajar tinggi maupun sedang pada model pembelajaran Pemecahan Masalah lebih baik dari model pembelajaran Langsung, tetapi pada siswa yang motivasi belajarnya rendah prestasi belajar yang dicapai pada model pembelajaran


(8)

Langsung juga lebih baik dari pada yang menggunakan model Pembelajaran Pemecahan Masalah.

F.Manfaat Penelitian

Dengan hasil penelitian ini nanti diharapkan dapat digunakan sebagai tolok ukur keberhasilan pelaksanaan kegiatan belajar mengajar matematika di SMP. Penelitian ini diharapkan mampu memberikan masukan bagi pihak-pihak yang berwenang sehingga dapat dilaksanakan kebijakan-kebijakan baru yang berkaitan dengan pelaksanaan kegiatan belajar mengajar di kelas sehingga diperoleh hasil prestasi belajar siswa yang lebih baik dan maksimal. Kegiatan penelitian dengan berharap akan bermanfaat sebagai berikut :

1. Hasil penelitian ini dapat dijadikan sebagai bahan refleksi dan perbaikan dalam peningkatan pencapaian tujuan pembelajaran matematika di SMP. 2. Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan kontribusi pemikiran

mengenai perbaikan dalam pemilihan model-model pembelajaran maupun metode pembelajaran matematika bagi guru SMP.

3. Alternatif bahwa untuk meningkatkan prestasi belajar siswa pada materi pokok lingkaran dapat ditempuh dengan model pembelajaran pemecahan masalah.

4. Masukan bagi peneliti lain yang bermaksud melakukan penelitian lebih lanjut.


(9)

KAJIAN PUSTAKA, KERANGKA BERFIKIR DAN HIPOTESIS A. Tinjauan Pustaka

1. Prestasi Belajar Matematika a. Pengertian Matematika

Matematika berasal dari bahasa latin manthanein atau mathema yang berarti belajar atau hal yang dipelajari. Matematika dalam bahasa Belanda disebut wiskunde atau ilmu pasti, yang kesemuanya berkaitan dengan penalaran (Depdiknas, 2003:5). Istilah mathematics (Inggris), mathematik (Jerman), mathematique (Perancis), matematico (Italia), matematiceski (Rusia), atau mathematick/wiskunde (Belanda) berasal dari perkataan latin mathematica, yang mulanya diambil dari perkataan Yunani mathematike yang berarti “learning”. Perkataan itu mempunyai akar mathema yang berarti pengetahuan atau ilmu (knowledge, science). Perkataan mathematike berhubungan sangar erat dengan kata mathanein yang mengandung arti belajar/berfikir (Erman Suherman, 2001:17-18).

Berdasarkan etimolog, perkataan matematika berarti ilmu pengetahuan yang diperoleh dengan bernalar (Erman Suherman, 2001:18). Menurut James dalam (Erman Suherman, 2001:18) mengatakan bahwa matematika adalah ilmu tentang logika mengenai bentuk, susunan, besaran, dan konsep-konsep berhubungan satu dengan yang lainnya dengan jumlah yang banyak yang terbagi ke dalam bidang, yaitu aljabar, analisis dan geometri. Matematika adalah ilmu deduktif, aksiomatik, formal, hierarkis, abstrak, bahasa simbol yang padat arti dan semacamnya (Karso, 2008:1.4).


(10)

Berbagai pendapat muncul tentang pengertian matematika, ada yang mengatakan bahwa matematika adalah metode berfikir logis; matematika adalah sarana berfikir; matematika adalah ratunya ilmu dan sekaligus menjadi pelayannya; matematika adalah ilmu yang mempelajari hubungan pola, bentuk, dan struktur; matematika adalah cabang ilmu pengetahuan eksak dan terorganisir secara sistematik; matematika adalah pengetahuan penalaran logik dan berhubungan dengan bilangan; matematika adalah pengetahuan tentang fakta-fakta kuantitatif dan masalah tentang ruang dan bentuk; matematika adalah pengetahuan tentang struktur-struktur yang logik; matematika adalah pengetahuan tentang aturan-aturan yang ketat. (Mega Teguh Budiarto, 2004:7).

Berdasarkan Kurikulum Berbasis Kompetensi (KBK), tujuan pembelajaran matematika adalah : (1) melatih cara berfikir dan bernalar dalam menarik kesimpulan, misalnya melalui kegiatan penyelidikan, eksplorasi, eksperimen, menunjukkan kesamaan, perbedaan, konsisten dan inkonsistensi, (2) mengembangkan aktifitas kreatif yang melibatkan imajinasi, intuisi dan penemuan dengan mengembangkan pemikiran divergen, orisinal, rasa ingin tahu, membuat prediksi dan dugaan, serta mencoba-coba, (3) mengembangkan kemampuan pemecahan masalah, dan (4) mengembangkan kemampuan menyampaikan informasi atau mengkomunikasikan gagasan antara lain melalui pembicaraan lisan, catatan, peta, grafik, diagram, dalam menjelaskan gagasan (Depdiknas, 2003 : 6).


(11)

b. Pengertian Belajar

Belajar adalah suatu proses usaha yang dilakukan seseorang untuk memperoleh suatu perubahan tingkah laku yang baru secara keseluruhan, sebagai hasil pengalamannya sendiri dalam interaksi dengan lingkungannya (Slameto, 2003 : 2).

Belajar adalah suatu proses yang mengubah suatu kegiatan melalui jalan latihan sehingga terjadi perubahan sikap yang positif.

(http://www.siaksoft.net) menurut Bell-Gredler (Udin S. Winataputra,

2007:1.5) menyatakan bahwa belajar adalah proses yang dilakukan oleh manusia untuk mendapatkan aneka ragam competencies, skills, and attitudes. Kemampuan (competencies), ketrampilan (skills), dan sikap (attitudes). Udin S. Winataputro mengatakan belajar sering juga diartikan sebagai penambahan, perluasan, dan pendalaman pengetahuan, nilai dan sikap, serta ketrampilan. Secara konseptual Fortana mengartikan belajar adalah suatu proses perubahan yang relative tetap dalam perilaku induvidu sebagai hasil dari pengalaman. Gagne juga menyatakan bahwa belajar adalah suatu perubahan dalam kemampuan yang bertahan lama dan bukan dari proses pertumbuhan. "Learning is a change in human disposition or capability that persists over a period of time and is not simply ascribable to processes of growth" (Gagne: hal.2) dalam Udin S. Winataputra (2007: 1.8). Bower and Hilgard mengatakan bahwa belajar mengacu pada perubahan perilaku atau potensi induvidu sebagai hasil dari pengalaman dan perubahan tersebut tidak disebabkan oleh insting, kematangan atau kelelahan dan kebiasaan."Learning refers to the change in a subject's behavior or behavior


(12)

potential to a given situation brought about by the subject's repeated experiences in that situation, provided that the behavior change cannot be explaining on the basis of the subject's native response tendention maturation, or temporary, states" (Bowel and Hilgrad: hal.11) dalam Udin S. Winataputra (2007: 1.8). Sedangkan Morgan menyebutkan bahwa suatu kegiatan dikatakan belajar apabila memiliki tiga ciri-ciri sebagai berikut : 1). Belajar harus memungkinkan terjadinya perubahan tingkah laku pada

diri induvidu. Perubahan tersebut tidak hanya pada aspek pengetahuan ataau kognitif saja tetapi juga meliputi aspek sikap (afektif) serta keterampilan (psikomotor).

2). Perubahan terjadi karena latihan dan pengalaman, bukan karena pertumbuhan

3). Perubahan tersebut harus bersifat permanen dan tetap ada untuk waktu yang cukup lama.

Dari pengertian di atas dapat dibuat kesimpulan bahwa agar terjadi proses belajar atau terjadinya perubahan tingkah laku sebelum kegiatan belajar mengajar di kelas seorang guru perlu menyiapkan atau merencanakan berbagai pengalaman belajar yang akan diberikan pada siswa dan pengalaman belajar tersebut harus sesuai dengan tujuan yang ingin dicapai. Proses belajar itu terjadi secara internal dan bersifat pribadi dalam diri siswa, agar proses belajar tersebut mengarah pada tercapainya tujuan dalam kurikulum , maka guru harus merencanakan dengan seksama dan sistematis berbagai pengalaman belajar yang memungkinkan perubahan


(13)

Dalam sistem pendidikan kita (UU No. 2 Tahun 1989), seorang guru tidak saja dituntut sebagai pengajar yang bertugas menyampaikan materi pelajaran tertentu tetapi juga harus dapat berperan sebagai pendidik. Davies mengatakan untuk dapat melaksanakan tugasnya dengan baik seorang guru perlu memiliki pengetahuan dan pemahaman berbagai prinsip-prinsip belajar, khususnya prinsip-prinsip belajar sebagai berikut:

a. Apapun yang dipelajari siswa, maka siswalah yang harus belajar, bukan orang lain. Untuk itu siswalah yang harus belajar, bukan orang lain. Untuk itu siswalah yang harus bertindak aktif.

b. Setiap siswa akan belajar sesuai dengan tingkat kemampuannya.

c. Seorang siswa akan belajar lebih baik apabila memperoleh penguatan langsung pada setiap langkah yang dilakukan selama proses belajar. d. Penguasaan yang sempurna dari setiap langkah yang dilakukan siswa

akan membuat proses belajar lebih berarti.

e. Seorang siswa akan lebih meningkat lagi motivasinya untuk belajar apabila ia diberi tanggung jawab serta kepercayaan penuh atas belajarnya.

Prinsip-prinsip belajar (Slameto, 2007: 27) adalah sebagai berikut:

a. Dalam belajar setiap siswa harus diusahakan partisipasi aktif, meningkatkan minat dan membimbing untuk mencapai tujuan.

b. Belajar harus menimbulkan motivasi yang kuat pada siswa untuk mencapai tujuan.


(14)

c. Belajar perlu lingkungan yang menantang di mana anak dapat mengembangkan kemampuannya bereksplorasi dan belajar dengan efektif

d. Belajar perlu ada interaksi siswa dengan lingkungannya.

Bahwa hanya belajar yang signifikan atau sesuai dapat mempengaruhi perilaku siswa yaitu dapat menemukan diri sendiri maupun mandiri.

(e.mcwilliam@qut.edu.au )

Selain pengertian belajar, beberapa ahli mengemukakan tentang teori-teori belajar diantaranya :

1. Teori Belajar Ausubel

Teori-teori belajar yang ada selama ini masih banyk menekankan pada belajar menghafal. Belajar demikian tidak banyak bermakna bagi siswa. Belajar seharusnya merupakan proses yang bermakna bagi siswa. Materi yang dipelajari diasimilasikan atau diproses dan dihubungkan dengan pengetahuan yang telah dimiliki siswa dalam bentuk struktur kognitif. (C. Asri Budiningsih, 2005: 43)

Ausubel banyak mencurahkan perhatiannya pada pentingnya mengembangkan potensi kognitif siswa melalui proses belajar bermakna (meaningful learning). Pandangan Ausubel tentang belajar ini bertentangan dengan ahli psikolog kognitif lainnya, yaitu Bruner dan Pieget. Menurut Ausubel orang memperoleh pengetahuan melalui penerimaan bukan melalui penemuan. Konsep-konsep, prinsip, dan ide-ide yang disajikan pada siswa akan diterima oleh siswa, dapat juga konsep ini ditemukan sendiri oleh siswa. Belajar bermakna adalah


(15)

belajar yang disertai dengan pengertian. Belajar bermakna akan terjadi apabila informasi yang baru diterima siswa mempunyai kaitan erat dengan konsep yang sudah ada atau diterima sebelumnya dan tersimpan dalam struktur kognitifnya. Informasi baru ini juga dapat diterima atau dipelajari siswa tanpa menghubungkannya dengan konsep atau pengetahuan yang sudah ada. Cara belajar seperti ini disebut belajar menghafal. (Udin S. Winataputra, 2007: 3.20)

2. Teori Belajar Piaget

Pendapat Piaget mengenai perkembangan proses belajar pada anak-anak adalah sebagai berikut: 1) Anak mempunyai struktur mental yang berbeda dengan orang dewasa. Mereka mempunyai cara yang khas untuk menyatakan kenyataan dan untuk menghayati dunia sekitarnya, maka memerlukan pelayanan tersendiri dalam belajar, 2) perkembangan mental pada anak melalui tahap-tahap tertentu, 3) Walaupun berlangsungnya tahap-tahap perkembangan itu melalui suatu urutan tertentu, tetapi jangka waktu untuk berlatih dari suatu tahap ke tahap yang lain tidaklah selalu sama pada setiap anak, 4) Perkembangan mental anak dipengaruhi oleh empat faktor, yaitu: (a) kemasakan, (b) pengalaman, (c) interaksi sosial, (d) equilibration (proses dari ketiga faktor itu bersama-sama untuk membangun dan memperbaiki struktur mental). (Slameto, 2007: 12)

Menurut Piaget dalam C. Asri Budiningsih (2005: 97) bahwa perkembangan kognitif merupakan suatu proses genetik, yaitu proses yang didasarkan atau mekanisme biologis dalam bentuk perkembangan


(16)

sistem saraf. Perubahan struktur kognitif merupakan fungsi dari pengalaman, dan kedewasaan akan melalui tahapan perkembangan tertentu. Ada 4 tahap dalam perkembangan kognitif yaitu: tahap sensori motor , tahap pra operasional, tahap operasional konkret, dan tahap operasional formal.

3. Teori Belajar Bruner

Menurut Jerome S. Bruner dalam C. Asri Budiningsih (2005: 41) bahwa perkembangan kognitif seseoran terjadi melalui tiga tahap yang ditentukan oleh caranya melihat lingkungan yaitu; enaktive, ikonik dan symbolik. 1) tahap enaktif yaitu seseorang melakukan aktivitas dalam upaya untuk memahami lingkungan sekitarnya, 2) tahap ikonik yaitu seseorang memahami obyek-obyek atau dunianya melalui gambar-gambar dan visualisasi verbal, 3) tahap simbolik seseorang telah mampu memiliki ide-ide atau gagasan abstrak yang sangat dipengaruhi oleh kemampuan dalam berbahasa dan logika.

Menurut Bruner bahwa belajar merupakan proses kognitif yang terjadi dalam diri seseorang. Ada tiga proses kognitif yang terjadi dalam belajar, yaitu: (1) proses perolehan informasi baru, (2) proses mentransformasikan informasi yang diterima, dan (3) bahwa seseorang telah mampu memiliki ide-ide atau gagasan abstrak yang sangat dipengaruhi oleh kemampuannya dalam berbahasa dan logika. Informasi yang diterima dianalisis, diproses, atau diubah menjadi konsep yang lebih abstrak agar suatu saat dapat dimanfaatkan, proses ini akan lebih baik bila mendapat bimbingan dari guru. Tahap selanjutnya adalah


(17)

menguji relevansi dan ketepatan pengetahuan atau informasi yang telah diterima, agar dapat bermanfaat untuk memecahkan masalah yang dihadapi siswa dalam kehidupan sehari-hari (Udin S. Winataputra, 2007:3.13).

4. Teori Belajar R. Gagne

Gagne memberikan dua definisi, yaitu: (1) belajar adalah suatu proses untuk memperoleh motivasi dalam pengetahuan, ketrampilan, kebiasaan, dan tingkah laku, (2) belajar adalah penguasaan pengetahuan atau keterampilan yang diperoleh dari instruksi. (Slameto, 2003:18)

Pandangan Gagne tentang belajar menurutnya, belajar bukan merupakan proses tunggal, melainkan proses yang luas yang dibentuk oleh pertumbuhan dan perkembangan tingkah laku. Jadi tingkah laku itu merupakan hasil dari efek belajar. Gagne mendefinisikan pengertian belajar secara formal bahwa belajar adalah seperangkat proses kognitif yang mengubah stimulus dari lingkungan menjadi beberapa tahap pengolahan informasi yang diperlukan untuk memperoleh kapasitas yang baru. (Udin S. Winataputra, 2007: 3.30)

Menurut Gagne dalam belajar matematika ada dua obyek yang dapat diperoleh siswa, yaitu obyek langsung dan obyek tak langsung. Obyek tak langsung antara lain kemampuan menyelidiki dan memecahkan masalah, belajar mandiri, ersikap positif terhadap matematika, dan tahu bagaimana semestinya belajar. Sedangkan obyek langsung berupa fakta, ketrampilan, konsep, dan aturan. Fakta adalah obyek matematika yang tinggal menerimanya, seperti lambang bilangan, sudut dan notasi


(18)

matematika lainnya. Ketrampilan berupa kemampuan memberikan jawaban dengan tepat dan cepat, misalnya melakukan pembagian bilangan. (Erman Suherman, 2001: 35)

5. Teori Belajar Dienes

Menurut Dienes bahwa setiap konsep matematika akan dapat dipahami dengan baik oleh siswa apabila disajikan dalam bentuk konkret dan beragam. Menurut pengamatan an pengalaman umumnya anak-anak menyenangi matematika hanya pada permulaan mereka berkenalan dengan matematika sederhana. Meskipun banyak anak-anak yang setelah belajar matematika yang sederhna banyak pula yang tidak dipahaminya. Teori belajar Dienes dalam pembelajaran matematika supaya digunakan alat peraga atau model dan pengajarannya harus beranekaragam serta sesuai dengan konsep yang akan ditanamkan. (Karso, 2008:1.17) c. Pengertian Prestasi Belajar

Prestasi belajar terdiri dari dua kata yang saling berkaitan, yaitu prestasi dan belajar. Menurut Poerwodarminto (1984: 108 dan 768) dalam kamus umun bahasa Indonesia yang dimaksud dengan prestasi belajar adalah hasil yang telah dicapai, sedangkan belajar adalah berusaha atau berlatih dan sebagainya supaya mendapatkan kepandaian.

Menurut kamus besar bahasa Indonesia (1999: 787) "prestasi belajar adalah penguasaan pengetahuan atau ketrampilan yang dikembangkan oleh mata pelajaran, lazimnya ditunjukkan dengan nilai tes atau nilai angka yang diberikan oleh guru". sedangkan Sutratinah Tirtonegoro (2001:43) mengemukakan bahwa prestasi belajar adalah hasil dari pengukuran serta


(19)

penilaian usaha belajar. Dan juga mengatakan bahwa prestasi belajar adalah hasil dari pengukuran serta penilaian usaha belajar yang dinyatakan dalam bentuk simbul, angka, huruf, maupun kalimat yang dapat mencerminkan hasil yang sudah dicapai oleh suatu anak dalam periode tertentu. Prestasi belajar adalah bukti dari sekian usaha siswa dalam upaya menguasai pengetahuan, kecakapan, sikap yang dilakukan secara aktif dalam situasi dan kondisi tertentu yang dinyatakan dalam bentuk simbol, angka, maupun huruf Berdasarkan pengertian diatas, dapat disimpulkan bahwa prestasi belajar adalah hasil yang dicapai siswa yang berupa penguasaan pengetahuan atau ketrampilan yang diwujudkan dalam bentuk angka, simbol kalimat, sikap dan tingkah laku atau kebiasaan .

d. Pengertian Prestasi Belajar Matematika

Berdasarkan pengertian tentang prestasi belajar dan matematika di atas, dapat disimpulkan bahwa prestasi belajar matematika adalah penguasaan pengetahuan atau ketrampilan yang dikembangkan oleh mata pelajaran matematika, adalah ditunjukkan dengan nilai tes atau nilai yang diberikan oleh guru matematika.

e. Faktor yang Mempengaruhi Prestasi Belajar

Faktor yang mempengaruhi prestasi belajar siswa menurut Muhibin Syah (1995 : 132) dapat di bedakan menjadi 3 macam, yaitu :

1) Faktor internal, yaitu keadaan / kondisi jasmani dan rohani siswa meliputi dua aspek yaitu aspek fisiologis dan aspek psikologis. Aspek psikologis antara lain: intelegensi, sikap, bakat, minat, aspirasi, persepsi dan motivasi.


(20)

2) Faktor eksternal (faktor dari luar siswa) yaitu kondisi lingkungan di sekitar siswa. Faktor eksternal meliputi lingkungan sosial dan lingkungan non sosial.

3) Faktor pendekatan belajar, yaitu jenis upaya belajar siswa yang meliputi strategi, media alat belajar dan metode, pembelajaran materi pelajaran.

2. Motivasi Belajar a. Pengertian Motivasi Belajar

Kata “motif” diartikan sebagai daya upaya yang mendorong seseorang untuk melakukan sesuatu. Berawal dari kata “motif” , maka motivasi dapat diartikan sebagai daya penggerak yang telah menjadi aktif. Motivasi dapat juga dikatakan serangkaian usaha untuk menyediakan kondisi tertentu sehingga seseorang itu mau dan ingin melakukan sesuatu. Dalam kegiatan belajar, maka motivasi dapat dikatakan sebagai keseluruhan daya penggerak di dalam diri siswa yang menimbulkan kegiatan belajar, yang menjamin kelangsungan dari kegiatan belajar dan yang memberikan arah pada kegiatan belajar. Motivasi belajar adalah merupakan faktor psikis yang bersifat non intelektual, peranannya menumbuhkan gairah, merasa senang dan semangat untuk belajar. (Sardiman A.M, 1992: 73-75)

Motivasi berarti setiap usaha yang disadari untuk mempengaruhi perilaku seseorang agar meningkatkan kemampuannya secara maksimal untuk mencapai tujuan. Tujuan motivasi adalah untuk menggerakkan atau memacu para siswa agar timbul keinginan dan kemauan untuk meningkatkan prestasi belajarnya sehingga tercapi tujuan pendidikan sesuai dengan yang diharapkan. (M. Ngalim Purwanto, 1990: 72-73)


(21)

Memotivasi diri sendiri (achievement motivation) merupakan hal yang sangat penting dalam kaitan untuk mencapai tujuan. Keterampilan memotivasi diri sendiri memungkinkan terwujudnya kinerja yang tinggi dalam segala bidang, orang yang memiliki keterampilan ini cenderung lebih produktif dan efektif dalam hal apa pun yang mereka kerjakan.

(http://www.sinarharapan.co.id) Motivasi adalah dorongan baik dari luar

maupun dari dalam diri manusia itu sendiri yang menyebabkan seseorang melakukan perbuatan. Soemarsono (2007: 16-19) mengemukakan bahwa dilihat dari sumbernya, ada dua jenis motivasi yaitu : 1) motivasi instrinsik, jika motivasi berasal dari dirinya sendiri, dan 2) motivasi ekstrinsik, apabila motivasi berasal dari lingkungan di luar dirinya sendiri. motivasi instrinsik lebih besar pengaruhnya terhadap keberhasilan belajar.

Menurut Udin S. Winataputra (2007:3.15) mengatakan bahwa " motivasi adalah kondisi khusus yang dapat mempengaruhi individu untuk belajar". Motivasi merupakan variabel penting, khususnya selama proses pembelajaran yang dapat membantu mendorong kemauan belajar siswa. Karena, Bruner percaya bahwa hampir semua anak mempunyai masa-masa pertumbuhan akan "keinginan untuk belajar". Reinforcement dan reward dari dalam mungkin sangat penting untuk meningkatkan perbuatan tertentu atau untuk membuat mereka yakin hingga mau mengulangi apa yang sudah dipelajari. Bruner menekankan pentingnya motivasi intrinsik dibandingkan dengan motivasi eksternal. Motivasi intrinsik adalah rasa ingin tahu anak, bahwa dunia ini akan dapat dikenal dan dikuasai anak dengan menggunakan


(22)

kesadaran "ingin tahu". Motivasi lain dapat menjadikan anak tertarik untuk mempelajari hal-hal yang mereka anggap biasa dan telah dikuasai.

Dari pendapat-pendapat para ahli di atas dapat disimpulkan arti dari motivasi belajar adalah dorongan dari dalam diri siswa agar berperilaku untuk mau mengikuti pembelajaran untuk mencapai tujuan seperti apa yang kita kehendaki. Jadi motivasi belajar adalah dorongan yang berhubungan dengan kesediaan suatu orgamisme untuk belajar sesuatu dalam mencapai tujuan. Bisa juga dikatakan bahwa motivasi belajar adalah usaha memberikan dorongan yang dilakukan oleh guru terhadap muridnya dengan tujuan agar mereka mau belajar dengan baik dengan rasa penuh kesadaran, semangat tinggi, keikhlasan untuk mencapai tujuan organisasi sekolah. b. Macam-macam Motivasi

Untuk kelancaran pembelajaran guru di dalam memotivasi siswa menurut Soemarsono (2007:16-19) menggunakan dua jenis motivasi, yaitu:

1. Motivasi intrinsik, adalah motivasi ang menjadi aktif atau berfungsinya tidak perlu dirangsang dari luar, karena di dalam diri setiap induvidu sudah ada dorongan untuk melakukan sesuatu. Kalau dilihat dari segi tujuan kegiatan yang dilakukannya (misalnya kegiatan belajar), maka yang dimaksud motivasi intrinsik adalah ingin mencapai tujuan yang terkandung di dalam kegiatan belajar itu sendiri. Siswa memiliki rasa tanggung jawab yang besar dan berhasrat untuk berprestasi yang baik. 2. Motivasi ekstrinsik, adalah motif-motif yang aktif dan berfungsi karena

adanya rangsangan dari luar. Motivasi ekstrinsik juga dikatakan sebagai bentuk motivasi yang di dalamnya, aktifitas belajar dimulai dan


(23)

diteruskan berdasarkan dorongan dari luar yang tidak secara mutlak berkaitan dengan aktivitas belajar. Yang termasuk motivasi ekstrinsik adalah: (1) belajar demi memenuhi kewajiban, (2) demi meningkatkan gengsi sosial, (3) demi memperoleh hadiah, (4) demi memperoleh hadiah, (5) demi memperoleh pujian, (6) demi tuntutan jabatan yang dipegangnya.

Penerapan bentuk-bentuk motivasi pada hakekatnya adalah untuk merangsang siswa agar mau belajar dengan baik. Menurut beberapa uraian di atas terkandung tiga hal penting, yaitu : bagaimana guru menimbulkan motivasi, imbalan siswa yang diharapkan sebagai motivasi, dan dengan apa siswa melakukan kegiatan belajar sehingga selalu termotivasi.

c. Ciri-ciri Motivaasi

Motivasi yang ada pada diri setiap orang memiliki ciri-ciri sebagai berikut:

1. Tekun menghadapi tugas (dapat bekerja terus-menerus dalam waktu yang lama, tidak pernah berhenti sebelum selesai)

2. Ulet menghadapi kesulitan (tidak lekas putus asa). 3. Lebih senang bekerja mandiri.

4. Dapat mempertahankan pendapatnya (kalau sudah yakin akan sesuatu).

5. Tidak mudah melepaskan hal yang diyakini.


(24)

7. Cepat bosan pada tugas-tugas yang rutin (hal-hal yang bersifat mekanis, berulang-ulang). (Sardiman A.M. 1992:83)

d. Fungsi Motivasi Dalam Belajar.

Menurut Sardiman A.M. (1992: 85) ada tiga fungsi motivasi, yaitu: 1). Mendorong manusia untuk berbuat atau melakukan setiap kegiatan

yang akan dikerjakan.

2). Menentukan arah perbuatan, yaitu ke arah tujuan yang hendak dicapai.

3). Menentukan perbuatan-perbuatan apa yang harus dikerjakan yang serasi guna mencapai tujuan.

Ada juga fungsi yang lain, motivasi dapat berfungsi sebagai pendorong usaha dan pencapaian prestasi.

Dari uraian di atas, disimpulkan bahwa motivasi belajar merupakan dorongan untuk berbuat sebaik mungkin, agar memperoleh hasil yang terbaik sesuai dengan kondisi yang diharapkan. Motivasi belajar merupakan pendorong bagi siswa untuk berbuat sebaik-baiknya dengan tujuan mencapai prestasi belajar yang setinggi-tingginya, adalah sebagai berikut: (1). Keinginan mencapai hasil yang optimal, yaitu a) dorongan untuk selalu maju dalam menekuni pelajaran matematika, b) dorongan untuk selalu mendapat nilai baik, c) dorongan untuk menyelesaikan tugas-tugas matematika, d) kesungguhan siswa dalam merespon mata pelajaran matematika. (2). Keinginan untuk meningkatkan pengetahuan : a) dorongan untuk membaca dan mengerjakan soal-soal matematika, b) dorongan untuk mengajukan pertanyaan tentang hal-hal yang belum jelas, c) dorongan untuk membaca


(25)

buku baru. (3). Rasa percaya diri dan kepuasan, yaitu a) dorongan untuk menguasai materi pembelajaran secara mandiri, b) memiliki kepuasan dalam mengikuti proses pembelajaran, c) adanya keinginan umpan balik dalam pembelajaran.

3. Model Pembelajaran a. Pengertian Pembelajaran

Pembelajaran adalah upaya menciptakan iklim dan pelayanan terhadap kemampuan, potensi, minat, bakat, dan kebutuhan peserta didik yang beragam agar terjadi interaksi optimal antara guru dengan siswa serta antara siswa dengan siswa. Di sekolah, tindakan pembelajaran ini dilakukan nara sumber (guru) terhadap peserta didiknya/siswa. (Amin Suyitno, 2006:1) b. Pengertian Model Pembelajaran

Model pembelajaran adalah suatu pola atau langkah-langkah pembelajaran tertentu yang diharapkan agar tujuan atau kompetensi dari hasil belajar yang diharapkan akan cepat dapat dicapai dengan lebih efektif dan efisien. Suatu kegiatan pembelajaran di kelas disebut model pembelajaran jika: (1) ada kajian ilmiah dari penemunya, (2) ada tujuannya, (3) ada tingkah laku yang spesifik dan (4) ada kondisi spesifik yang diperlukan agar tindakan/kegiatan pembelajaran tersebut dapat berlangsung secara efektif, (5) ada rasa tanggung jawab dan dedikasi. (Amin Suyitno, 2007:1)

c. Macam-macam Model Pembelajaran


(26)

2. Pembelajaran dengan Pendekatan Kontektual (Contextual Teaching and Learning – CTL)

3. Pembelajaran Pengajuan Soal (Problem Posing) 4. Pembelajaran Pakem

5. Pembelajaran Quantum (Quantum Teaching) 6. Pembelajaran Berbalik (Reciprocal Teaching) 7. Pembelajaran Tutor Sebaya dalam Kelompok Kecil 8. Pembelajaran Pemecahan Masalah (Problem Solving) 9. Pembelajaran Kooperatif ( Cooperative Learning)

10. Pembelajaran RME ( Realistik Mathematics Education) 11. Pembelajaran Penemuam (Inquiry-based Learning) 12. Pembelajaran Berbantuan (Assisted learning) 13. Pembelajaran Tematik

d. Model Pembelajaran Langsung (Direct Instruction)

Pembelajaran langsung adalah suatu pendekatan mengajar yang dapat membantu siswa mempelajari ketrampilan dasar dan memperoleh informasi yang dapat diajarkan selangkah demi selangkah. Meskipun tidak sama, tetapi model ceramah dan tanya jawab berhubungan erat dengan model pembelajaran langsung. Pembelajaran langsung memerlukan perencanaan dan pelaksanaan yang cukup rinci terutama pada analisis tugas. Pengajaran langsung berpusat pada guru, tetapi tetap harus menjamin terjadinya keterlibatan siswa. (Kunadi, 2003:2)

Model pembelajaran langsung memiliki ciri-ciri sebagai berikut: 1. Adanya tujuan pembelajaran dan prosedur penilaian hasil belajar


(27)

2. Sintaks atau pola keseluruhan dan alur kegiatan belajar.

3. Sistem pengelolaan dan lingkungan belajar yang mendukung agar kegiatan pembelajaran dapat berlangsung dengan baik.

Dalam pengajaran langsung terdapat dua macam pengetahuan yang utama yaitu pengetahuan deklaratif dan pengetahuan prosedural. Namun kedua macam pengetahuan tersebut tidak terlepas satu sama lain, sering kali penggunaan pengetahuan prosedural memerlukan pengetahuan deklaratif yang merupakan pengetahuan prasyarat. Model pembelajaran langsung dirancang untuk mengembangkan cara belajar siswa tentang pengetahuan prosedural dan pengetahuan deklaratif yang tersruktur dengan baik dan dapat dipelajari selangkah demi selangkah.

Pada model pembelajaran langsung terdapat lima fase, yaitu sebagai berikut:

Tabel 2.1 Langkah-langah model pembelajaran langsung

Fase Peran Guru

1. Menyampaikan tujuan dan mempersiapkan siswa

Guru menjelaskan tujuan pembelajaran, informasi latar belakang pelajaran, pentingnya pelajaran, mempersiapkan siswa untuk belajar

2. Mendemonstrasikan pengetahuan atau keterampilan

Guru mendemonstrasikan keterampilan dengan benar, atau menyajikan informasi tahap demi tahap

3. Membimbing pelatihan Guru merencanakan dan memberi bimbingan pelatihan awal

4. Mengecek pemahaman dan memberikan umpan balik

Mencek apakah siswa telah berhasil melakukan tugas dengan baik, memberi umpan balik


(28)

5. Memberikan kesempatan untuk pelatihan lanjutan dan penerapan

Guru mempersiapkan kesempatan melakukan pelatihan lanjutan, dengan perhatian khusus pada penerapan kepada situasi lebih kompleks dan kehidupan sehari-hari.

e. Model Pembelajaran Pemecahan Masalah (Problem Solving) Model pembelajaran melalui pemecahan masalah dipandang sebagai model pembelajaran yang mampu meningkatkan kemampuan siswa dalam berfikir tinggi. Karena siswa (bahkan guru, kepala sekolah, orang tua, dan setiap orang) setiap harinya selalu dihadapkan pada suatu masalah, disadari atau tidak. Karena itu pembelajaran pemecahan masalah sejak dini diperlukan agar siswa dapat menyelesaikan problematika kehidupannya. Dalam pembelajaran matematika ini aspek pemecahan masalah menjadi semakin penting. Mengapa? Ini dikarenakan matematika merupakan pengetahuan yang logis, sistematis, berpola, abstrak, dan yang tak kalah penting menghendaki pembuktian.

Pentingnya Problem Solving juga dapat dilihat pada perannya dalam pembelajaran. Stanic dan Kilpatrick seperti dikutip McIntonsh, R. & Jarret, D (2000: 8) dalam buku "Tips dalam penerapan pembelajaran problem solving" (Sumardyono, 2007:11) Membagi peran problem solving sebagai konteks menjadi beberapa hal:

1) Untuk pembenaran pembelajaran matematika.

2) Untuk menarik minat siswa akan nilai matematika, dengan isi yang berkaitan dengan masalah kehidupan nyata.


(29)

3) Untuk memotivasi siswa, membangkitkan perhatian siswa pada topik atau prosedur khusus dalam matematika dengan menyediakan kegunaan kontekstualnya (dalam kehidupan sehari-hari).

4) Untuk rekreasi, sebagai sebuah aktifitas menyenangkan yang memecah suasana belajar rutin.

5) Sebagai latihan, penguatan ketrampilan dan konsep yang telah diajarkan secara langsung (mungkin ini peran yang paling banyak dilakukan oleh kita selama ini).

Model atau pendekatan pemecahan masalah (Problem Solving), maka berikut ini karakteristik khusus pendekatan pemecahan masalah menurut Taplin (Sumardyono, 2007:12).

1) Adanya interaksi antar siswa dan interaksi guru dan siswa. 2) Adanya dialog matematis dan konsesus antar siswa

3) Guru menyediakan informasi yang cukup mengenai masalah dan siswa nengklarifikasi, menginterpretasi, dan mencoba mengkonstruksi penyelesaian.

4) Guru menerima jawaban ya/tidak bukan untuk mengevaluasi.

5) Guru membimbing, melatih dan menanyakan dengan pertanyaan-pertanyaan berwawasan dan berbagai dalam proses pemecahan masalah.

6) Sebaiknya guru mengetahui kapan campur tangan dan kapan mundur membiarkan siswa menggunakan caranya sendiri.


(30)

7) Karakteristik lanjutan adalah bahwa pendekatan problem solving dapat menggiatkan siswa untuk melakukan generalisasi aturan dan konsep, sebuah proses sentral dalam matematika.

Suatu soal hanya dapat dijadikan sebagai sarana dalam model pembelajaran Pemecahan Masalah (Problem Solving), jika dipenuhi syarat-syarat sebagai berikut: 1) Siswa memiliki pengetahuan prasyarat-syarat untuk mengerjakan soal yang diberikan, 2) Siswa belum tahu algoritma/cara pemecahan soal, 3) Soal terjangkau oleh siswa, 4) Siswa mau dan berkehendak untuk menyelesaikan soal. Ciri-ciri suatu soal disebut " problem " dalam perspektif ini paling tidak memuat dua hal yaitu: 1) Soal tersebut menantang pikiran (challenging), 2) Soal tersebut tidak otomatis diketahui cara penyelesaiannya (non routine).

Memberi tahu siswa bekerja dengan masalah mereka bahwa mereka harus memahami beberapa konsep dasar untuk memecahkan masalah secara keseluruhan. (www.amstat.org/publications/jse/v17n1/wiberg.html )

Jika siswa tidak dapat memecahkan suatu masalah tertentu, maka diberi kesempatan yang lain. Siswa yang gagal, salah jawaban dapat diberikan petunjuk atau prosedur dalam memecahkan masalah.

(http://www.citejournal.org/vol5/iss2/mmathematics/article1.cfm )

Jika model pembelajaran ini diterapkan, maka langkah-langkah yang dapat ditempuh guru adalah sebagai berikut.

1) Guru mengajarkan materi pelajaran seperti biasa, pemanfaatan alat peraga atau media masih dimungkinkan, apalagi di jenjang pendidikan dasar 2) Dengan tanya jawab, guru memberikan contoh soal


(31)

3) Guru memberikan 1 atau 2 soal yang harus dipecahkan siswa berdasarkan persyaratan soal sebagai sebuah problem solving.

4) Siswa dengan dipandu guru menyelesaikan soal yang dipakai sebagai bahan ajar dalam model pembelajaran Pemecahan Masalah. (Amin Suyitno, 2007:6)

Menurut Becker & Shimada (dalam McIntosh, R & Jarret, D., 2000: 5) dalam (Sumardyono, 2007: 5) menegaskan hal ini sebagai berikut: "Genuine problem solving requires a problem that is just beyond the student's skill level so that she will not automatically know which solution method to use. The problem should be nonroutine, in that the student perceives the problem as challenging and unfamiliar, yet not insurmountable".

Berdasarkan penjelasan tersebut dapat disimpulkan bahwa model pembelajaran dan metode pembelajaran adalah suatu sarana atau alat bantu yang dapat mempermudah seorang pendidik atau guru untuk melaksanakan kegiatan belajar mengajar. Dengan penggunaan model pembelajaran dan metode pembelajaran yang tepat sesuai dengan materi pelajaran yang diberikan, maka diharapkan siswa dapat lebih cepat memahami materi pelajaran dan dapat menumbuhkan semangat baru dalam mengikuti kegiatan belajar mengajar.

B. Penelitian yang Relevan

1. Slamet (2005: 89) dalam penelitiannya berjudul: “Keefektifan model pembelajaran Pemecahan Masalah terhadap kemampuan menyelesaikan soal ditinjau dari kemandirian belajar”. (Eksperimen


(32)

pembelajaran geometri analitik pada mahasiswa jurusan matematika FKIP UMS Th. 2004/2005). Hasil penelitiannya adalah: 1) metode pemecahan masalah memberikan pengaruh yang berbeda dari pada metode non pemecahan masalah terhadap kemampuan mengerjakan soal geometri analitik, 2) model pembelajaran pemecahan masalah lebih efektif daripada metode non pemecahan masalah, 3) model pembelajaran pemecahan masalah lewat langkah polya, peta konsep dan tehnik the windows memberi pengaruh yang efektif daripada pembelajaran non pemecahan masalah terhadap kemampuan menyelesaikan soal geometri analitik memiliki tingkat kemandirian yang tinggi.

Persamaan dengan penelitian ini adalah: (1) bahwa pemecahan masalah lebik baik dan lebih efektif dari pada yang biasa (bukan pemecahan masalah), (2) materi yang di gunakan adalah geometri, perbedaannya adalah: (1) obyek penelitian, (2) materi pokok geometri analitik dan geometri (lingkaran), (3) ditinjau dari tingkat kemandirian belajar dan ditinjau dari motivasi belajar.

2. Mochtar Sanusi (2008: 54) dalam penelitiannya berjudul “Pengaruh pembelajaran penyelesaian masalah terhadap prestasi belajar bilangan berpangkat ditunjau dari kemampuan awal siswa SMK Negeri Magetan”. Hasil penelitiannya adalah: 1) pembelajaran penyelesaian masalah lebih baik daripada yang biasa (konvensional), 2) prestasi belajar siswa yang memiliki kemampuan awal tinggi lebih baik daripada yang memiliki kemampuan lebih rendah (dibawahnya), 3) tidak


(33)

ada interaksi antara pembelajaran penyelesaian masalah dengan kemampuan awal siswa.

Persamaan dengan penelitian ini adalah: (1) bahwa pembelajaran penyelesaian masalah lebih baik daripada yang biasa (konvensional), (2) tidak ada interaksi antara kedua variabel bebas, perbedaannya adalah: (1) obyek penelitian, (2) materi pokok bilangan berpangkat dan lingkaran, (3) ditinjau dari kemampuan awal dan ditinjau dari motivasi belajar.

C. Kerangka Berfikir

Berdasarkan teori yang telah dikemukakan, maka disusunlah kerangka berfikir sebagai berikut :

1. Perbandingan prestasi belajar matematika siswa antara yang didalam pembelajarannya menggunakan model pembelajaran Pemecahan Masalah dan dengan model pembelajaran Langsung.

Salah satu faktor yang memiliki pengaruh terhadap prestasi belajar matematika siswa yang optimal adalah penggunaan model-model pembelajaran yang sesuai dengan materi pokok yang diberikan dalam kegiatan belajar mengajar. Pembelajaran matematika yang menggunakan model pembelajaran pemecahan masalah akan lebih efektif dan lebih baik, jika dibandingkan dengan pembelajaran matematika yang biasa. Karena model pembelajaran pemecahan masalah dapat membangkitkan motivasi siswa, mengembangkan ketrampilan siswa, meningkatkan kemampuan siswa dalam berfikir tinggi, akan lebih merangsang indera siswa dan akan membawa kesan yang mendalam sehingga lebih lama tersimpan dalam diri siswa. Dengan demikian dapat diduga prestasi belajar matematika siswa


(34)

yang pembelajarannya menggunakan model pembelajaran pemecahan masalah akan lebih baik dari pada menggunakan model pembelajaran langsung.

2. Perbandingan prestasi belajar matematika siswa antara memiliki motivasi tinggi dengan yang memiliki motivasi sedang maupun yang memiliki motivasi rendah.

Siswa yang memiliki motivasi tinggi dan kemampuan tinggi adalah siswa yang senantiasa berusaha unggul dalam kompetisi, penuh tanggung jawab, menyukai tantangan serta rasional dalam meraih prestasi. Maka siswa yang motivasinya tinggi dan kemampuannya tinggi akan memperoleh prestasi belajar yang lebih baik dan memuaskan. Jika materi pemenuhan kebutuhannya pembelajaran yang disampaikan menggunakan model-model pembelajaran yang baik dan sesuai, maka bagi siswa yang motivasi belajarnya tinggi prestasi belajarnya juga akan lebih baik daripada siswa yang memiliki motivasi sedang, demikian juga bagi siswa yang memiliki motivasi yang sedang prestasi belajarnya lebih baik daripada siswa yang memiliki motivasi rendah. Hal ini bagi siswa bahwa motivasi belajarnya sangat menentukan keberhasilan siswa dalam memperoleh prestasi belajar. Dengan demikian dapat diduga bahwa untuk siswa yang motivasinya tinggi prestasi belajarnya lebih baik daripada siswa yang memiliki motivasi sedang, demikian juga siswa yang memiliki motivasi sedang prestasi belajar akan lebih baik daripada siswa yang memiliki motivasi belajar yang rendah.


(35)

3. Siswa yang memiliki motivasi belajar tinggi dalam kegiatan belajar mengajar menggunakan model-model pembelajaran prestasi belajarnya selalu lebih tinggi daripada yang memiliki motivasi sedang maupun motivasi rendah, tetapi bagi siswa yang memiliki motivasi yang rendah diberikan pembelajaran dengan model pembelajaran langsung akan lebih baik daripada model pembelajaran pemecahan masalah.

Usaha meningkatkan belajar matematika siswa akan efektif, jika guru dalam mengajar menggunakan model-model pembelajaran menyertakan prestasi siswa, dan mempertimbangkannya dalam memilih model tersebut. Peristiwa eksternal yang berupa penggunaan model pembelajaran akan berpengaruh pada proses belajar mengajar. Dengan demikian dapat diduga bahwa siswa yang memiliki motivasi belajar yang tinggi, ia selalu dapat mengerjakan atau menyelesaiakan soal-soal pemecahan masalah yang sulit dengan mudah dan benar sehingga prestasi belajarnya selalu lebih tinggi dibandingkan dengan siswa yang memiliki motivasi yang sedang atau rendah. Tetapi bagi siswa yang memiliki motivasi rendah tidak dapat mengerjakan soal-soal pemecahan masalah yang tingkatannya tinggi. Maka bagi siswa yang motivasi rendah akan lebih mudah menerima dan memahami dengan model pembelajaran langsung. Sehingga prestasi belajar siswa untuk pembelajaran yang menggunakan model pembelajaran langsung akan lebih baik daripada pembelajaran yang menggunakan model pembelajaran pemecahan masalah.


(36)

Gambar 1. Skema kerangka berfikir

D. Hipotesis

Hipotesis yang dapat dirumuskan adalah sebagai berikut :

1. Prestasi belajar matematika siswa yang menggunakan model pembelajaran pemecahan masalah lebih baik daripada penggunaan model pembelajaran langsung.

2. Prestasi belajar siswa yang memiliki motivasi belajarnya lebih tinggi lebih baik daripada yang memiliki motivasi belajar lebih rendah (dibawahnya). 3. Prestasi belajar siswa yang diberi pembelajaran matematika dengan model

pembelajaran pemecahan masalah yang motivasi belajarnya tinggi maupun sedang lebih baik daripada model pembelajaran langsung, tetapi pada siswa yang motivasi belajarnya rendah pada model pembelajaran Langsung lebih baik daripada model pembelajaran Pemecahan Masalah.

Model Pembelajaran Matematika

Motivasi Belajar Siswa

Prestasi Belajar Matematika


(37)

METODOLOGI PENELITIAN A. Tempat dan Waktu Penelitian

Tempat penelitian dilakukan di SMP di lingkungan kabupaten Sragen. Penelitian dilaksanakan pada tahun pelajaran 2008/2009 selama 4 bulan. Adapun jadwal penelitian dapat dilihat pada tabel berikut :

Tabel 3.1. Jadwal Penelitian

No. Kegiatan Penelitian Okt Nop Des Jan Feb Mar Apr Mei Jun

1 Penyusunan proposal V V V V

2 Pengajuan proposal V

3 Seminar proposal V

4 Sosialisasi penelitian V

5 Uji motivasi siswa V

6 Pelaksanaan penelitian

V V V V 7 Pembelajaran

Pemecahan Masalah

V V V V

8 Pembelajaran Langsung

V V V V

9 Pengolahan data test V

10 Penyusunan laporan V

11 Seminar hasil penelitian

V

12 Penyempurnaan V

13 Penulisan akhir V

B. Metode Penelitian

Pada penelitian ini peneliti menggunakan metode eksperimental semu. Hal ini dikarenakan peneliti tidak mungkin untuk mengontrol semua variabel yang relevan. Menurut pendapat Budiyono (2003:73) penelitian eksperimental adalah penelitian ilmiah dengan memanipulasi dan mengendalikan satu atau lebih variabel bebas dan melakukan observasi terhadap variabel terikat untuk


(38)

menemukan variasi yang muncul seiring dengan manipulasi variabel bebas tersebut.

C. Populasi dan Sampel Penelitian

Pada penelitian ini, untuk mempermudah cara pengambilan populasi dan sampel penelitian dapat dijelaskan sebagai berikut :

a. Populasi

Menurut M. Toha Anggoro (2007:4.2), populasi adalah himpunan yang lengkap dari satuan-satuan atau individu-individu yang karakteristiknya ingin kita teliti. Sedangkan menurut Sugiyono (2008:80) populasi adalah wilayah generalisasi yang terdiri atas obyek yang mempunyai kualitas dan karakteristik tertentu. Pada penelitian ini peneliti mengambil populasi siswa kelas 8 SMP Negeri di kabupaten Sragen. b. Sampel Penelitian

Menurut Sugiyono (2008:81), sampel adalah bagian dari jumlah dan karakteristik yang dimiliki oleh populasi. Menurut M Toha Anggoro (2007:4.3) Sampel adalah sebagian dari anggota populasi. Pengambilan sampel dengan tehnik cluster random sampling dari SMP Negeri di kabupaten Sragen. Sampel yang diambil mewakili siswa kelas VIII SMP Negeri di Kabupaten Sragen adalah tiga SMP yang memiliki tiga kategori prestasi sekolah yang dicapai, yaitu SMP Negeri kelompok atas, kelompok tengah dan kelompok bawah tahun pelajaran 2007/2008. Masing-masing sekolah sampel diambil 2 kelas dengan cara random sampling. Kelas pertama sebagai kelas eksperimen dan kelas kedua sebagai kelas kontrol .


(39)

Sekolah yang menjadi sampel adalah SMP Negeri 1 Gemolong, SMP Negeri 2 Sidoharjo dan SMP Negeri 1 Sukodono.

D. Tata Letak Data Tabel 3.2. Tata Letak Data Penelitian

Variabel Bebas II Motivasi Belajar Variabel Bebas I

Model Pembelajaran

Tinggi ( b1 )

Sedang ( b2 )

Rendah ( b3 ) Pemecahan Masalah ( a1 ) (ab)11 (ab)12 (ab)13 Langsung ( a2 ) (ab)21 (ab)22 (ab)23

E. Teknik Pengumpulan Data dan Variabel Penelitian

1. Metode yang digunakan dalam pengumpulan data pada penelitian ini ada tiga yaitu :

a. Metode Dokumentasi

Menurut Budiyono (2003:54), metode dokumen adalah cara pengumpulan data dengan melihatnya dalam dokumen-dokumen yang telah ada. Dalam penelitian ini metode dokumentasi digunakan sebagai data awal yaitu data tentang nama siswa dan nilai raport semester gasal (semester 1) kelas VIII tahun pelajaran 2008/2009 untuk mata pelajaran matematika. Dokumen tersebut digunakan untuk mengetahui keadaan awal tentang prestasi belajar matematika dari sampel sebelum dikenai perlakuan.

b. Metode Angket.

Metode angket adalah cara pengumpulan data melalui pengajuan pernyataan-pernyataan tertulis kepada subyek penelitian, responden, atau sumber data dan jawabannya diberikan juga secara tertulis.


(40)

(Budiyono,2003: 47)

Dalam penelitian ini angket yang dimaksud adalah angket tentang motivasi belajar matematika. Angket tersebut adalah berupa pernyataan-pernyataan sebanyak 40 item, pada masing-masing pernyataan dengan empat alternative jawaban. Dalam pemberian skor menggunakan skala Likkert, untuk item positif jika menjawab a diberi skor 4, b diberi skor 3, c diberi skor 2, dan d diberi skor 1, serta tidak menjawab diberi skor 0. Untuk item negatif jika menjawab a diberi skor 1, b diberi skor 3, c diberi skor 2, dan d diberi skor 1, serta tidak menjawab diberi skor 0.

c. Metode Tes

Metode tes adalah cara pengumpulan data yang menghadapkan pada sejumlah pertanyaan atau suruhan-suruhan kepada subyek penelitian. (Budiyono,2003:54)

Dalam penelitian ini untuk mengumpulkan data prestasi belajar matematika siswa digunakan tes tertulis yaitu dengan tes pilihan ganda sebanyak 40 butir soal dengan empat alternatif jawaban dengan materi pokok lingkaran.

2. Variabel Bebas dan Variabel Terikat a. Variabel Bebas

1. Model Pembelajaran

- Definisi operasionalnya: model pembelajaran adalah suatu pola atau langkah-langkah pembelajaran tertentu yang diharapkan


(41)

agar tujuan atau kompetensi dari hasil belajar yang diharapkan akan dapat dicapai dengan lebih efektif dan efisien.

- Indikatornya adalah prestasi belajar siswa terhadap perlakuan kelas eksperimen dengan menggunakan model pembelajaran Pemecahan Masalah dan kelas kontrol dengan menggunakan model pembelajaran Langsung.

- Skala pengukuran adalah skala nominal 2. Motivasi belajar siswa

Definisi operasionalnya: motivasi belajar adalah dorongan dari dalam diri siswa agar berperilaku untuk mengikuti pembelajaran untuk mencapai tujuan seperti apa yang dikehendaki. Diperoleh dari data angket motivasi belajar matematika siswa. a. Indikatornya adalah perhatian, tanggapan, pujian dan penilaian

guru terhadap siswa dalam mata pelajaran matematika.

b. Skala pengukuran menggunakan skala interval yang diubah menjadi skala ordinal dalam 3 kategori yaitu siswa memiliki motivasi tinggi, sedang dan rendah, dengan pembagian sebagai berikut :

Siswa motivasi tinggi : x > x + 0,5 s

Siswa motivasi sedang : x – 0,5 s < x < x + 0,5 s Siswa motivasi rendah : x < x – 0,5 s


(42)

b. Variabel Terikat

1. Prestasi Belajar Matematika

-. Definisi operasionalnya: prestasi belajar adalah hasil yang dicapai siswa yang berupa penguasaan pengetahuan atau ketrampilan yang diwujudkan dalam bentuk angka atau nilai dari hasil tes yang diujikan.

- Indikatornya adalah nilai tes setelah perlakuan pembelajaran menggunakan model pembelajaran Pemecahan Masalah dan Pembelajaran Langsung.

- Skala pengukuran yang digunakan adalah skala interval. F. Instrumen Penelitian

Instrumen penelitian adalah alat yang digunakan oleh peneliti dalam mengumpulkan data agar mempermudah pekerjaannya dan hasilnya lebih baik, dalam arti cermat, lengkap, sistematis sehingga akan mempermudah dalam pengolahan data.

Instrumen yang digunakan untuk memperoleh data adalah dengan cara memberikan soal tes prestasi belajar matematika dan angket motivasi belajar siswa. Instrumen tes dan angket dibuat berdasarkan kisi-kisi yang telah dibuat sebelunnya. Sebelum instrumen tes digunakan, terlebih dahulu diadakan uji coba untuk mengetahui validitas dan reliabilitas instrumen testersebut. Menurut Budiyono (2003:55), tujuan uji coba adalah untuk melihat apakah instrumen yang telah disusun benar valid dan benar-benar reliabel atau tidak. Setelah uji coba selesai kemudian dilakukan analisis terhadap instrumen tes dan angket.


(43)

Langkah-langkah penyusunan angket motivasi belajar adalah sebagai berikut :

1. Menyusun kisi-kisi angket motivasi belajar berdasarkan landasan teori. 2. Menjabarkan kisi-kisi dalam bentuk angket motivasi belajar.

3. Menyusun pernyataan-pernyataan angket motivasi belajar matematika. Dalam penelitian ini jenis angket yang digunakan adalah pernyataan-pernyataan dengan empat alternatif jawaban dengan jumlah 40 butir yang diuji konsistensi internalnya. Waktu yang disediakan dalam mengerjakan angket motivasi belajar adalah 90 menit.

Langkah-langkah penyusunan tes prestasi belajar matematika pada pokok bahasan lingkaran adalah sebagai berikut:

1. Menyusun kisi-kisi pembuatan instrument berdasarkan pokok bahasan 2. Menjabarkan kisi-kisi dalam bentuk soal tes berdasarkan pokok bahasan

dan disesuaikan dengan taraf kognitif siswa 3. Menyusun soal tes

Dalam penelitian ini jenis tes yang digunakan adalah tes obyektif dengan empat pilihan jawaban dengan jumlah soal 40, yang diuji validitas isi, tingkat kesukaran, daya beda dan reliabilitasnya. Waktu yang disediakan dalam mengerjakan soal tes adalah 90 menit.

G. Uji Instrumen 1. Analisis Instrumen Tes a. Validitas Instrumen Tes

Validitas yang digunakan pada instrumen ini adalah validitas isi. Validitas isi merupakan validitas yang diestimasi lewat penguji terhadap


(44)

isi tes dengan analisis rasional yang bertujuan untuk mengetahui sejauh mana butir soal dalam tes mencakup atau dapat mengukur apa yang hendak kita ukur (M Toha Anggoro, 2007:5.28)

Pada instrumen ini, supaya tes mempunyai validitas isi maka harus diperhatikan hal-hal sebagai berikut:

a. Bahan tes harus merupakan sampel yang representatif, untuk mengukur sampai berapa jauh tujuan pembelajaran tercapai apabila ditinjau dari materi yang diajarkan.

b. Bahan yang diujikan harus seimbang dengan bahan yang diajarkan. c. Tidak diperlukan pengetahuan lain yang belum diajarkan untuk

menjawab soal-soal yang diujikan.

Untuk menilai apakah instrumen tes mempunyai validitas isi, biasanya dilakukan oleh pakar atau validator. (Budiyono, 2003 : 58-59)

b. Menentukan Reliabilitas

Reliabilitas menunjukkan keajegan pada hasil pengukuran. Suatu tes dapat dikatakan mempunyai taraf kepercayaan yang tinggi jika testersebut dapat memberikan hasil yang tetap (ajeg).Dalam penelitian ini reliabilitas tes dari hasil tes prestasi belajar matematika yang berupa soal obyektif dengan tiap jawaban soal benar diberi skor 1 dan setiap jawaban salah diberi skor 0. Tingkat reliabilitas tes dicari dengan rumus KR-20 , yaitu:

r11 =     1 n n         

2 2 t i i t s q p s , dengan

r11 = reliabilitas instrumen n = banyak butir pertanyaan


(45)

st = variansi total

pi = proporsi subyek yang menjawab benar pada butir ke-i qi = 1 - pi

Dalam penelitian ini soal tes dikatakan reliabel jika r11 .> 0,7 (Budiyono, 2003 : 69)

c. Daya pembeda.

Daya pembeda soal adalah kemampuan suatu soal untuk dapat membedakan antara kelompok siswa yang nilai tinggi dengan kelompok siswa yang nilai rendah.

Untuk mengetahui apakah instrumen tes dapat membedakan kemampuan kelompok yang mempunyai nilai tinggi dan kemampuan kelompok yang mempunyai nilai rendah maka digunakan rumus sebagai berikut :

DB = N

Bb Ba

2 1 

dengan :

DB = Daya beda butir soal

Ba = Jumlah jawaban betul pada kelompok nilai tinggi Bb = Jumlah jawaban betul pada kelompok nilai rendah N = Banyak kelompok nilai tinggi dan rendah

Dalam menentukan daya beda butir soal test kelompok siswa dengan nilai tinggi dan kelompok siswa dengan nilai rendah diambil 27% dari banyaknya siswa yang mengikuti test. Soal digunakan sebagai instrument


(46)

uji tes prestasi jika mempunyai daya beda lebih dari 0,3 (Sumarna Supranata, 2006 :23-32)

c. Tingkat Kesukaran

Sebuah soal yang baik adalah soal yang tidak terlalu sukar dan tidak terlalu mudah. Dalam penelitian ini tingkat kesukaran butir soal dihitung dengan tujuan untuk mengadakan identifikasi soal-soal yang baik, kurang baik, dan soal yang tidak baik (jelek). Untuk menghitung tingkat kesulitan butir sola tes atau soal tes prestasi belajar matematika digunaklan rumus :

TK = .100%

T B

Dengan :

TK = Tingkat kesulitan butir soal

B = Banyaknya peserta tes yang menjawab benar T = Jumlah seluruh peserta tes

Tingkat kesukaran soal diantara 25 % - 75 % dipandang sebagai tingkat kesukaran yang memadai atau baik. Makin rendah angka prosentase tingkat kesukaran soal, maka soal makin sukar, dan makin tinggi angka prosentase tingkat kesukaran soal, maka soal makin mudah. (Joesmani, 1988 : 119).

2. Analisis Instrumen Angket a. Validitas Isi

Untuk menilai menilai apakah suatu instrumen angket mempunyai validitas yang tinggi atau tidak, biasanya dilakukan melalui expert judgment (Budiyono, 2003:59). Jadi untuk menilai apakah suatu instrumen angket valid penilaian dilakukan oleh pakar/validator.


(47)

b. Konsistensi Internal

Konsistensi internal menunjukkan adanya korelasi yang positif antara masing-masing butir angket. Artinya butir-butir angket tersebut harus dapat mengukur hal yang sama dan menunjukkan kecenderungan yang sama pula. Pada penelitian ini, untuk mengetahui konsisten internal setiap butir angket menggunakan rumus korelasi momen produk dari Karl Person sebagai berikut :

rxy =

     ) ) ( ( ) (

( 2 2 2 2

)

)(

(

Y Y n X X n

n

XY

X

Y

Dengan :

rxy = Indeks konsistensi internal untum butir ke-i n = Banyak subyek yang dikenai tes

X = Skor untuk butir ke-i (dari subyek uji coba)

Y = Skor total (dari subyek uji coba) (Budiyono, 2003 : 65) Ketuntasan rxy > 0,3

Jika indeks konsistensi internal untuk butir ke-i kurang dari 0,3 (rxy < 0,3) maka butir tersebut harus dibuang (tidak dipakai).

c. Uji Reliabilitas

suatu angket dikatakan reliabel jika angket tersebut diujikan berkali-kali dengan hasil yang relatif sama, untuk menguji reliabilitas masing-masing butir, rumus yang digunakan adalah rumus alpha, yaitu :

r11 =   1 n n        

2

2 1 t i s s


(48)

r11 = indeks reliabilitas instrumen n = banyaknya butir instrumen 2

i

s = variansi butir st2 = variansi total

Instrumen angket dikatakan reliabel jika r11 > 0,7

(Budiyono, 2003 : 70) H. Analisis Data Penelitian

Untuk mengolah data dari penelitian digunakan metode statistika. Menurut Nar Herhyanto (2007:1.2) menyebutkan bahwa statistika adalah metode ilmiah yang mempelajari tentang pengumpulan, pengaturan, perhitungan, penggambaran, dan penganalisaan data, serta penarikan kesimpulan yang valid berdasarkan penganalisaan yang dilakukan dan pembuatan keputusan yang rasional.

1. Uji keseimbangan

Uji keseimbangan digunakan untuk menguji kesamaan dua rataan data kelas kontrol dan kelas eksperimen (Budiyono, 2004 : 151). Dengan asumsi bahwa jumlah sampel tidak sama, populasi berdistribusi normal dan homogen. Uji untuk menentukan keseimbangan populasi kelas kontrol dan kelas eksperimen menggunakan uji t , sebagai berikut : 1. Hipotesis :

Ho : µ1 = µ2 (kedua kelompok kelas berasal dari dua populasi yang berkemampuan sama atau seimbang)


(49)

Ho : µ1 ≠ µ2 (kedua kelompok kelas tidak berasal dari dua populasi yang bekemampuan sama atau seimbang)

2. Taraf signifikan : α = 0,05 3. Statistika uji:

t =

2 1 2 1 1 1 ) ( n n S X X p  

~ t ( n1 + n2 -2 )

dengan Sp2=

2 ) 1 ( ) 1 ( 2 1 2 2 2 2 1 1      n n S n S n

X 1 = Rataan kemampuan awal kelas kontrol X 2 = Rataan kemampuan awal kelas eksperimen 2

1

S = variansi dari kelompok eksperimen S22 = variansi dari kelompok kontrol n1 = Jumlah sampel pada kelas kontrol n2 = Jumlah sampel pada kelas eksperimen 4. Daerah kritik :

DK = { t / t < -tα/2 atau t > t α/2 } (Budiyono, 2004: 151) 5. Keputusan uji :

Ho tidak ditolak (diterima) jika t < tα/2 dan t > -tα/2 , maka populasi mempunyai kemampuan yang sama dan

H0 ditolak, jika t > t α/2 atau t < -tα/2 , maka populasi tidak mempunyai kemampuan yang sama.


(50)

2. Uji Prasarat Analisis

Menurut Budiyono (2004:206) uji prasarat analisis variansi dua jalan adalah (a) sampel diambil secara random dari populasi yang seimbang; (b) masing-masing populasi saling independen; (c) setiap populasi berdistribusi normal; dan (d) populasi-populasi mempunyai variansi yang homogen.

Dalam penelitian akan diuji prasyarat terlebih dahulu dilakukan. Adapun uji prasyarat tersebut meliputi keseimbangan, uji normalitas populasi, dan uji homogenitas varian populasi.

a. Uji Normalitas

Uji prasyarat untuk mengetahui normalitas antara kelas kontrol dan kelas eksperimen digunakan uji normalitas dengan metode Liliefors. Uji normalitas dengan metode Liliefors digunakan apabila datanya tidak dalam distribusi frekuensi bergolong (Budiyono, 2004 : 170). Data pada penelitian ini tidak dalam distribusi frekuensi bergolong. Adapun langkah – langkah yang dilakukan adalah :

1. Hipotesis :

H0 : Sampel berasal dari populasi yang berdistribusi normal H1 : Sampel tidak berasal dari populasi yang berdistribusi

normal

2. Taraf signifikan : α = 0,05 3. Statistik Uji :


(51)

Dengan

zi = s

x xi

, ( s = standar deviasi )

F(zi) = P(Z < zi) , Z ~ N(0,1) , zi = nilai baku dari xi S(zi) = proporsi banyaknya Z < zi terhadap banyaknya zi 4. Daerah kritik : DK = { L | L > L tabel }

5. Keputusan Uji :

H0 ditolak jika L obs > L tabel maka sampel berasal dari populasi yang berdistribusi normal.

H0 tidak ditolak jika L obs < L tabel maka sampel tidak berasal dari yang berdistribusi normal

b. Uji Homogenitas Variansi

Homogenitas variansi populasi harus dipenuhi sebab di dalam analisis variansi dihitung variansi gabungan dari variansi-variansi kelompok (Budiyono, 2004 : 207). Uji homogenitas mempunyai tujuan untuk mengetahui populasi-populasi mempunyai variansi yang sama. Adapun uji homogenitasnya yang digunakan adalah uji Bartlett.

1. Hipotesis :

H0 : σ12= σ22 = . . . = σk2 H1 : tidak semua variansi sama 2. Taraf signifikan : α = 0,05 3. Statistik Uji :

2

= c

203 , 2

( f log RKG – Σ fj log sj 2 ) ~ 2(k- 1)


(52)

2

~ 2(k- 1) k = banyak populasi

N = banyak seluruh nilai (ukuran) nj = banyak nilai sampel ke-j

fj = nj – 1 = derajat kebebasan untuk sj 2 , j =1,2, …,k f = N – k = Σ fj = derajat kebebasan RKG

c = 1 +

) 1 ( 3 1  k         

f f

j 1 1

RKG = Rataan kuadrat galat =

j j f SS

SSj =

X2j -

2

j j n

X

= ( nj – 1) 2

j

s (Budiyono , 2004 : 176)

4. Daerah kritik : DK = { 2 | 2 > 2 α,(k- 1) } 5. Keputusan Uji :

H0 ditolak jika 2obs < 2 (k- 1) dan H0 tidak ditolak jika 2obs > 2 (k- 1) 6. Kesimpulan :

Apabila H0 ditolak maka variansi-variansi populasi tidak sama. Apabila H0 tidak ditolak maka variansi-variansi populasi sama

3. Uji Hipotesis a. Asumsi

Konsep analisis variansi dua jalan didasarkan pada asumsi sebagai berikut :


(53)

2. masing-masing data amatan saling independen di dalam kelompoknya.

3. setiap populasi berdistribusi normal (sifat normalitas populasi) 4. Populasi-populasi bervariansi sama (sifat homogenitas populasi) b. Uji hipotesis menggunakan anava dua jalan 2x3 dengan sel tak sama

dengan model data sebagai berikut : Xijk = µ + αi + βj + (αβ )ij + εijk Dengan

Xijk = data nilai ke-k padabaris ke-i dan kolom ke-j µ = rerata dari seluruh data

αi = µi - µ = efek baris ke-i pada variabel terikat βj = µj - µ = efek kolom ke-j pada variabel terikat

(αβ )ij = µij – (µ + αi + βj) = kombinasi efek baris ke-i dan kolom ke-j pada variabel terikat

εijk = deviasi data Xijk terhadap rataan populasi µij yang berdistribusi normal dengan rataan 0 (Budiyono, 2004 : 228)

c. Prosedur Uji Hipotesis

Prosedur dalam pengujian dengan menggunakan analisis variansi dua jalan dengan sel tak sama, yaitu :

1) Hipotesis

(a) H0A : αi = 0 , untuk semua i = 1, 2

Tidak ada perbedaan efek antar baris (model pembelajaran) terhadap variabel terikat (prestasi belajar matematika).


(54)

H1A : paling sedikit ada satu αi yang tidak nol.

Ada perbedaan efek antar baris (model pembelajaran) terhadap variabel terikat (prestasi belajar matematika).

(b) H0B : βj = 0 , untuk semua j = 1, 2, 3

Tidak ada perbedaan efek antar kolom (motivasi belajar tinggi, sedang, rendah) terhadap variabel terikat (prestasi belajar matematika).

H1B : paling sedikit ada satu βj yang tidak nol.

( Ada perbedaan efek antar kolom (motivasi belajar tinggi, sedang, rendah) terhadap variabel terikat (prestasi belajar matematika). (c) H0AB : (αβ)ij = 0 , untuk setiap i = 1, 2 dan j = 1, 2, 3

Tidak ada interaksi antar baris (model pembelajaran) dan kolom (motivasi belajar tinggi, sedang, rendah) terhadap variabel terikat (prestasi belajar matematika).

H1AB : paling sedikit ada satu (αβ)ij yang tidak nol

Ada interaksi baris (model pembelajaran) dan kolom (motivasi belajar tinggi, sedang, rendah) terhadap variabel terikat (prestasi belajar matematika).

2) Taraf signifikan : α = 5 % 3) Uji Statistik

a. H0A adalah Fa = RKG

RKA

b. H0B adalah Fb = RKG RKB


(55)

c. H0AB adalah FAB = RKG RKAB

(Budiyono, 2004 : 230)

dengan definisi notasi

nij : Banyaknya data amatan sel ij

nh : Rataan harmonic frekuensi seluruh sel =

ij nij pq

1

p : Banyak kolom q : Banyak baris

N : Banyak seluruh data amatan

SSa =

k ijk X2 - 2 ijk k ijk N X      

= jumlah kuadrat deviasi data amatan

pada sel ij

ij

AB = Rataan pada sel ij Ai =

j ij

AB = Jumlah rataan pada baris ke-i

Bj =

i

ij

AB = Jumlah rataan pada baris ke-j

G =

j i

ij AB

,

= Jumlah rataan semua sel

(Budiyono, 2004 : 228-229) Komponen Jumlah Kuadrat (JK)

(1) = pq G2

(2) =

ij

ij

SS (3) =

i

i q A2

(4) =

j

j p B2

(5) =

j i ij AB , 2


(56)

Jumlah Kuadrat

JKA = nh { (3)-(1) } JKB = nh { (4)-(1) } JKAB = nh { (1)+(5)-(3)-(4) } JKG = (2)

JKT = JKA + JKB + JKAB + JKG Derajat kebebasan

dkA = p-1 ; dkB = q-1 ; dkAB = (p-1)(q-1) (Budiyono, 2004 : 229)

Rataan kuadrat

RKA = A

A dk JK

; RKB = B

B dk JK

; RKAB = AB

AB dk JK

; RKg = G

G dk JK

(Budiyono, 2004 : 230) 4. Daerah kritik

1. Untuk Fa adalah DK = { Fa | Fa > Fα;p-1,N-pq } 2. Untuk Fb adalah DK = { Fb | Fb > Fα;q-1,N-pq } 3. Untuk Fab adalah DK = { Fab | Fab > Fα;(p-1)(q-1),N-pq } (Budiyono, 2004 : 230)

5. Keputusan Uji

H0A ditolak jika Fa  DK H0B ditolak jika Fb  DK H0AB ditolak jika Fab  DK 6. Rangkuman analisis variansi


(1)

proses pembelajaran dapat berlangsung dengan baik dan lancar sesuai dengan skenario pembelajaran sehingga dapat mencapai tujuan yang diharapkan.

c. Hendaknya guru matematika mau mencoba menggunakan model pembelajaran pemecahan masalah untuk mengajarkan materi pelajaran matematika yang sesuai, dan mau melakukan koreksi serta refleksi untuk mendapatkan hasil yang lebih baik.

2. Kepada Kepala Sekolah

a. Diharapkan para kepala sekolah menyarankan kepada guru matematika khususnya dan guru mata pelajaran lainnya agar dalam pelaksanaan kegiatan belajar mengajar untuk memperoleh hasil yang lebik baik agar memilih model pembelajaran yang sesuai, salah satunya model pembelajaran pemecahan masalah.

b. Diharapkan kepala sekolah memberikan dorongan maupun motivasi para guru untuk melaksanakan kegiatan pembelajaran yang bervariasi dan inovatif.

c. Mengirimkan penataran/pembinaan guru yang berkaitan dengan pembelajaran.

d. Sekolah diharapkan menyediakan sarana dan prasarana yang cukup sesuai dengan kebutuhan guru.

3. Para Peneliti/Calon Peneliti

Diharapkan dapat mengembangkan dalam ruang lingkup yang lebih

luas. Penulis berharap agar para peneliti/calon peneliti dapat meneruskan atau mengembangkan penelitian ini untuk variabel-variabel yang sejenis yang


(2)

masih banyak jumlahnya, model pembelajaran problem posing, RME, inquary dan sebagainya, untuk meningkatkan prestasi belajar matematika siswa.

DAFTAR PUSTAKA

Amin Suyitno. 2006. Model-model Pembelajaran dan Penerapannya di SMP/MTs. Semarang: UNNES.

Azhar Arsyad. 1996. Media Pembelajaran. Jakarta: PT Raja Grafindo persada.

Budiyono. 2003. Metodologi Penelitian Pendidikan. Surakarta: UNS Press.

Budiyono. 2004. Statistika Untuk Penelitian. Surakarta: UNS Press. B. Asri Budiningsih. 2005. Belajar dan Pembelajaran. Jakarta. PT.

Rineka Karya.


(3)

Depdiknas. 1998. Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktek. Jakarta: PT Rineka Cipta.

Depdiknas. 2003. Kurikulum 2004 Standar Kompetensi. Jakarta. Depdiknas.

Depdiknas. 2005. Kurikulum Berbasis Kompetensi. Jakarta. Dharma Bakti. Dewi Salma Prawiradilaga. 2008. Prinsip Desain Pembelajaran. Jakarta:

Kencana Prenada Media Group.

Erica Mc William. 2005. Unlearning Paedagogy. Journal of Learning Design, 1(1), 1-11.

Erman Suherman, 2001. Strategi Pembelajaran matematika Kontemporer. Bandung : JICA.

Garfieid, J. 1993. “Teaching Statistics Using Small-Group Cooperative Learning”. Journal of Statistics Education v.1,n.1.

Gatot Muhsetyo. 2007. Pembelajaran Matematika SD. Jakarta. Universitas Terbuka.

Gino H. J. 2000. Belajar Dan Pembelajaran I. Surakarta: UNS Press. Joesmani. 1988. Pengukuran dan Evaluasi dalam Pengajaran. Jakarta:

Depdikbud.

Karso. 2008. Pendidikan Matematika 1. Jakarta. Universitas Terbuka. Kunadi. 2003. Pembelajaran Langsung (Direct Instruction). Semarang.

Depdikbud.

Marie Wiberg. 2009. “Teaching Statistics in Integration with Psychology”. Journal of Statistics Education. 17 (1).

Mega Teguh Budianto. 2004. Matematika. Jakarta. Depdikbud.

Mochtar Sanusi. 2008. Pengaruh pembelajaran penyelesaian masalah terhadap Prestasi Belajar Bilangan Berpangkat Ditinjau dari kemampuan Awal siswa SMK Negeri Magetan. Surakarta. Tesis UNS.

Moh. Uzer Usman. 1999. Menjadi Guru Profesional. Bandung: PT Remaja Rosdakarya.

Muhibin Syah. 1995. Psikologi Pendidikan. Bandung. Remaja Rosda Karya.


(4)

Mulyani Sumantri. 2007. Perkembangan Peserta Didik. Jakarta: Universitas Terbuka.

M. Cholik Adinawan. 2007. Matematika untuk SMP kelas VIII. Jakarta. Erlangga.

M. Ngalim Purwanto. 1990. Psikologi Pendidikan. Bandung. PT Remaja Rosdakarya.

M. Toha Anggoro. 2007. Metode Penelitian. Jakarta.Universitas Terbuka. Nana Sudjana. 1989. Penilaian Hasil Proses Belajar Mengajar. Bandung:

PT Remaja Rosdakarya.

Nar Herhyanto. 2007. Statistik Dasar. Jakarta: Universitas Terbuka.

Nasar. 2006. Merancang Pembelajaran Aktif dan Kontekstual. Jakarta: Grasindo.

Noehi Nasution. 2005. Evaluasi Pengajaran. Jakarta: Universitas Terbuka. Purwoto. 2003. Srategi Belajar Mengajar Matematika. Surakarta: UNS

Press.

Rosini B. Abu. 1997. “The Effects of Cooperative Learning Methods on Achievement Retention, and Attitudes of Home Economics Students in North Carolina”. Journal of Vocational and Technical Education. 13 (2).

Soedjadi. 2000. Kiat Pendidikan di Indonesia. Jakarta: PT Rineka Cipta. Soemarsono. 2007. Strategi Belajar Mengajar. Surakarta. UNS Press. Samsi Haryanto. 1993. Pengantar Teori Pengukuran Kepribadian.

Surakarta: UNS Press.

Sardiman A.M. 1992. Interaksi Dan Motivasi Belajar Mengajar. Jakarta: Rajawali Pers.

Sugiyono. 2008. Metode Penelitian Kuantitatif, Kualitatif dan R & D. Bandung. Alfabeta.

Suhaenah Suparno. 2001. Membangun Kompetensi Belajar. Jakarta: Direktorat Jendral Pendidikan Tinggi: Depdiknas.

Suharsimi Arikunto. 1990. Manajemen Pengajaran Secara manusiawi. Jakarta: PT Rineka Cipta.

Sukino. 2007. Matematika untuk SMP kelas VIII. Jakarta. Erlangga. 87


(5)

Sumardyono, 2007. Tips Dalam Penerapan Pembelajaran Problem Solving. Yogyakarta: PPPPTK Matematika.

Sumarna Surapranata. 2006. Analisis, Validitas, Reliabilitas, dan Interpretasi Hasil Tes. Bandung: PT Remaja Rosdakarya.

Sutratinah Tirto Negoro. 2001. Anak super Normal dan Pendidikannya. Jakarta: Bina Karya.

Slamet. 2005. Keefektifan Model Pembelajaran Pemecahan Masalah Terhadap Kemampuan Menyelesaikan Soal Ditinjau Dari Kemampuan Belajar. Surakarta. Tesis UNS.

Slametto. 2003. Belajar dan Faktor-faktor Yang Mempengaruhinya. Jakarta: PT Rineka Cipta.

Syaiful Bahri Djamarah. 2006. Strategi Belajar Mengajar. Jakarta: PT Rineka Cipta.

Udin S. Winataputra. 2007. Teori Belajar dan Pembelajaran. Jakarta: Universitas Terbuka.

Widyaiswara. 2006. Pengembangan Model Pembelajaran. Semarang. LPMP Jawa Tengah.

Winkel, W.S. 1996. Psikologi Pengajaran. Jakarta: Gramedia.

Yasin Setiawan. 2008. Terobosan Metode Pengajaran Matematika. 1-2. http://www.sinarharapan.co.id/ekonomi/mandiri/2002/01/4/man01.html http://www.citejournal.org/vol5/iss2/mathematics/acticle1.cfm.


(6)

Dokumen yang terkait

EKSPERIMENTASI PEMBELAJARAN MATEMATIKA DENGAN MODEL PROBLEM BASED LEARNING PADA MATERI POKOK APROKSIMASI DITINJAU DARI MOTIVASI BELAJAR SISWA KELAS X SMK TEKNIK SE

0 5 86

EKSPERIMENTASI PEMBELAJARAN DENGAN METODE PROBLEM SOLVINGTERHADAP PRESTASI BELAJAR MATEMATIKA PADA POKOK BAHASAN SPLDV DITINJAU DARI AKTIVITAS BELAJAR SISWA SMP NEGERI 8 SURAKARTA

0 3 80

PENGARUH STRATEGI PEMBELAJARAN TERHADAP PRESTASI BELAJAR MATEMATIKA DITINJAU DARI MOTIVASI SISWA SMP Eksperimen Pembelajaran Matematika Melalui Problem Solving Learning Dan Problem Posing Learning Ditinjau Dari Motivasi Siswa Terhadap Prestasi Belajar (P

0 3 18

EKSPERIMENTASI PEMBELAJARAN PROBLEM SOLVING TERHADAP HASIL BELAJAR DITINJAU DARI KEAKTIFAN DAN Eksperimentasi Pembelajaran Problem Solving Terhadap Hasil Belajar Ditinjau Dari Keaktifan Dan Kemandirian Siswa Kelas X Sma Negeri 1 Susukan.

0 4 12

EKSPERIMENTASI PEMBELAJARAN PROBLEM SOLVING TERHADAP HASIL BELAJAR DITINJAU DARI KEAKTIFAN DAN Eksperimentasi Pembelajaran Problem Solving Terhadap Hasil Belajar Ditinjau Dari Keaktifan Dan Kemandirian Siswa Kelas X Sma Negeri 1 Susukan.

0 3 18

EKSPERIMENTASI PEMBELAJARAN MATEMATIKA DENGAN MENGGUNAKAN MACROMEDIA FLASH 8 DAN MICROSOFT POWERPOINT PADA POKOK BAHASAN GARIS SINGGUNG LINGKARAN DITINJAU DARI MINAT BELAJAR SISWA KELAS VIII SMP NEGERI 5 SRAGEN.

0 0 7

EKSPERIMENTASI PEMBELAJARAN MENGGUNAKAN MEDIA POWER POINT PADA POKOK BAHASAN LINGKARAN DITINJAU DARI MOTIVASI BELAJAR SISWA.

0 0 8

PENGARUH METODE PEMBELAJARAN PROBLEM POSINGTERHADAP PRESTASI BELAJAR MATEMATIKA PADA POKOK Pengaruh Metode Pembelajaran Problem Posing Terhadap Prestasi Belajar Matematika Pada Pokok Bahasan Statistika Ditinjau dari Aktivitas Belajar Siswa Pada kelas II

0 0 14

EKSPERIMENTASI PEMBELAJARAN MATEMATIKA DENGAN MENGGUNAKAN METODE PROBLEM SOLVING PADA POKOK BAHASAN PECAHAN DITINJAU DARI MINAT BELAJAR SISWA.

0 1 19

KEEFEKTIFAN PENDEKATAN PENDIDIKAN MATEMATIKA REALISTIK DENGAN METODE PEMBELAJARAN PROBLEM SOLVING DITINJAU DARI MOTIVASI BELAJAR DAN KEMAMPUAN PEMECAHAN MASALAH SISWA KELAS VIII SMP N 5 SLEMAN PADA MATERI TEOREMA PYTHAGORAS.

0 0 94