2 TINJAUAN PUSTAKA
2.1 SDM Perikanan Tangkap
Tenaga kerja adalah sumber daya manusia SDM yang memiliki potensi, kemampuan, berpribadi, dan berperan dalam pembangunan sehingga berhasil
guna bagi diri dan masyarakat. Terkait dengan hal ini, aspek yang terkandung dalam SDM adalah aspek potensial, aspek profesional, aspek fungsional, aspek
operasional, aspek personal, dan aspek produktivitas. Perhatian khusus banyak diberikan kepada pengembangan SDM karena adanya kesadaran bahwa
indikator kemajuan negara banyak dipengaruhi oleh kualitas SDM. Tujuan pengembangan SDM di tingkat nasional bertujuan untuk mengintegrasikan SDM
kedalam pembangunan sehingga terjadi pengunaan SDM yang rasional dan efektif Barthos, 2002. Efektif dalam arti pemilihan profesi dengan benar.
Kesadaran ini juga terkait dengan peran institusi yang tidak hanya sebagai organiser namun berperan sebagai think tank pengembangan SDM. Salah satu
strategi ini adalah melalui pengembangan pendidikan yang mampu menghadapi tuntutan perubahan ilmu pengetahuan dan teknologi, dan selanjutnya ditunjang
dengan proses politik serta sekaligus akan mendukung knowledge-based economy. Di sisi lain efek desentralisasi dalam otonomi daerah diharapkan dapat
memproses pengembangan ini lebih tajam sesuai dengan sumber daya, peluang, dan kebutuhan masing-masing daerah.
Pengembangan SDM tidak sekedar formalitas sertifikasi namun lebih pada penilaian kebutuhan yang diinginkan. Kebutuhan dan penetapan tujuan
sebagai fase penilaian dilaksanakan sebelum implementasi program dan evaluasi. Tujuan ini terkait erat dengan kinerja dan standar yang dituntut, serta
lingkungan kerja. Konsep pengembangan ini tentunya mengarah sebagaimana dikehendaki secara internasional yakni peningkatan skill, knowledge, dan ability
yang lebih dikenal sebagai competency-based. Apalagi dengan berbagai persaingan dan mobilisasi SDM dan kemajuan teknologi. Makna skill termasuk
mencakup selain fisik, seperti mental, bahkan kemampuan sosial individu. Secara tidak langsung konsep ini akan menepis kekurangan kapabilitas SDM
pada umumnya seperti rendahnya penguasaan keahlian spesifik, wawasan yang tidak adaptif, dan kurangnya tingkat kemampuan mengatasi masalah Irianto,
2001
8 Potensi sumberdaya ikan dan sumber daya manusian akan memberi arti
jika diikuti dengan teknologi pasar, dan profesionalisme sumber daya manusia sehingga menciptakan hubungan ekonomi. Hal terkait yang penting dengan
profesionalisme adalah program pendidikan dan pelatihan semasa menempuh sertifikasi. Sertifikasi pelaut kapal penangkap ikan terdiri dari dua, yaitu Ahli
Nautika Kapal Penangkap Ikan ANKAPIN, sebelumnya disebut MPL Mualim Perikanan Laut dan Ahli Teknika Kapal Penangkap Ikan ATKAPIN, sebelumnya
disebut AMKPL Ahli Mesin Kapal Perikanan Laut. ANKAPIN dan ATKAPIN tingkat I diujikan pada lulusan institusi pendidikan setingkat Sekolah Tinggi atau
Akademi, dan untuk tingkat II diujikan pada lulusan Sekolah Usaha Perikanan Menengah atau setingkat.
Data panitia Ujian Pelaut Kapal Penangkap Ikan PUPKPI menunjukkan bahwa, rata-rata lulusan ANKAPIN dan ATKAPIN tingkat I per tahun adalah 90
orang dari 2 institusi, sedangkan untuk tingkat II sebanyak 540 orang dari 13 institusi. Ujian keahlian ini didasarkan pada SK Dirjen Perla DL 2219-2000
tentang Ahli Nautika Kapal Penangkap Ikan dan Ahli Teknika Kapal Penangkap Ikan. ANATKAPIN tingkat I dapat menjabat NakhodaKepala Kamar Mesin
Penangkap Ikan dengan ukuran 88 GT untuk daerah pelayaran seluruh lautan, sementara untuk tingkat II dengan jabatan yang sama pada kapal penangkap
ikan di daerah pelayaran seluruh Indonesia. Ketentuan ini sebagaimana tertuang dalam Sertifikat Kelaikan dan Pengawakan Kapal Penangkap Ikan dalam
Keputusan Menteri Perhubungan KM 461996. Sertifikat keahlian pelaut kapal penangkap ikan merupakan salah satu indikator bagi industri perikanan tangkap
dalam memilih awak kapal yang sesuai dengan kebutuhan Dephub, 1996. Pengawakan kapal perikanan telah dirumuskan dalam sinkronisasi UU No
31 tahun 2004 tentang Perikanan dan UU No 21 tahun 1992 tentang Pelayaran DKP, 2006 sebagai berikut: keselamatan pelayaran khususnya di dalam
kegiatan operasi penangkapan ikan merupakan hal terpenting untuk menjamin keberhasilan penangkapan ikan. Untuk itu diperlukan awak kapal yang cakap
dalam jumlah yang cukup untuk melaksanakan tugas di atas kapal. Berkaitan dengan hal tersebut, secara internasional pengaturan
pengawakan kapal penangkap ikan yang dianggap spesifik sesuai dengan pekerjaannya diatur dalam konvensi Standard of Training, Certification and
Wachkeeping for Fishing Vessel Personnel STCW-F 1995. Tujuan konvensi ini mengenalkan keselamatan dan hal penting lainnya serta perlindungan
9 lingkungan laut dengan persetujuan standar internasional melalui pelatihan,
sertifikasi dan tugas jaga bagi pelaut kapal penangkap ikan pada kapal penangkap ikan dengan panjang 24 meter atau lebih. Awak kapal adalah orang
yang bekerja di kapal atau dipekerjakan di kapal oleh pemilik atau operator kapal untuk melakukan tugas di atas kapal sesuai dengan jabatannya yang tercantum
dalam Buku Sijil IMO, 1995 Studi DKP 2003 menunjukkan bahwa dari sampel 42 kapal penangkap
ikan yang tersebar di Pekalongan, Bitung, Belawan, Fak Fak, Kendari dan Sorong diketahui bahwa 18 orang bersertifikat yakni 10 orang ANKAPIN TK II
dan 8 orang ATKAPIN II. Ini mengindikasikan bahwa diasumsikan setiap kapal terdapat 3 orang tenaga perikanan menengah yang bersertifikat. Jika dalam satu
kapal terdapat 15 awak kapal, berarti baru 20 yang bersertifikat kepelautan dan perikanan.
Tabel 1 Peluang kerja pemegang sertifikat ANKAPIN-II dan ATKAPIN-II
Jenis Sertifikat
Jabatan Pembatasan
Persyaratan UKURAN
KAPAL DAERAH
PELAYARAN ANKAPIN
Tingkat II MUALIM I
12 m - 24 m Perairan
Indonesia tidak
termasuk ZEEI
NAKHODA 12 m - 24 m
Perairan Indonesia
tidak termasuk
ZEEI Mualim I sekurang-kurangnya 24 bulan
di kapal penangkap ikan yang panjangnya tidak kurang dari 12 m, dan
dari 24 bulan dimaksud diperbolehkan berlayar sebagai perwira di kapal niaga
selama 12 bulan
MUALIM II 24 m
Perairan Indonesia
tidak termasuk
ZEEI Mualim II pada kapal semua ukuran di
daerah pelayaran Indonesia tidak termasuk ZEEI setelah berpengalaman
berlayar 12 bulan dan dari 12 bulan dimaksud diperbolehkan berlayar
sebagai perwira di kapal niaga selama 6 bulan
ATKAPIN Tingkat II
MASINIS II 100 Kw - 300
KW -
KKM 100 kW - 300
kW - Berpengalaman
berlayar sebagai Masinis II sekurang-kurangnya 24 bulan
pada kapal penangkap ikan yang menggunakan mesin penggerak utama
tidak kurang darii 100 kW
MASINIS III 300 Kw
- Berpengalaman berlayar 12 bulan
sebagai Masinis II pada kapal penangkap ikan yang menggunakan
mesin penggerak utama tidak kurang dari 100 kW
Sumber : Peraturan Menteri Perhubungan KMNo. 9Tahun 2005
10 Menilik jumlah kapal penangkap ikan tahun 2000 dengan ukuran 50 GT
sebanyak 2196 unit dan dengan rata-rata kenaikan tahunan sebesar 21 dalam kurun waktu 1996-2000 DKP, 2002, maka jumlah lulusan bersertifikat yang
direncanakan dihasilkan pada tahun 2006 sampai dengan 3000 orang akan memiliki peluang yang tidak terlalu besar untuk mengawaki kapal penangkap
ikan. Peluang yang memungkinkan bagi tenaga kerja menengah yang memiliki sertifikat Ahli Nautika Kapal Penangkap Ikan II ANKAPIN-II untuk bekerja pada