BAHASAN UTAMA
Edisi 6November 1997 55
tidak satupun
responden mengerti jenis hukuman yang
akan ditimpakan apabila mereka melanggar, dan 5 orang lainnya
tidak tahu pasti kantor instansi apa
saja yang
melakukan pemungutan. Pada umumnya,
responden yang
memiliki pengetahuan
paling minim
terhadap peraturan pungutan adalah
peternak dan
para pedagang lokal. Keduanya dapat
dikategorikan ke dalam usaha berskala kecil. Menurut mereka,
semua pembayaran
yang mereka
lakukan hanya
didasarkan pada
informasi pihakpetugas pemungut dan
berdasarkan pengalaman
sebelumnya. Mereka
juga mengaku kurang memperhati-
kan kemungkinan perubahan jenis maupun tarif pungutan.
Pada usaha yang berskala lebih besar
yaitu para pedagang antardaerah
dan pedagang
antarpulau, lebih
dari 50
responden mengetahui dengan tepat jenis dan besar pungutan
yang harus mereka keluarkan terutama untuk pungutan yang
dilakukan di kantor instansi terkait.
11. Nilai nominal pungutan resmi untuk setiap pos
pungutan
relatif kecil
dibandingkan harga sapi potong,
namun jumlah pos
pungutan sangat
banyak sehingga meng- ganggu kelancaran bisnis
Walaupun nilai nominal untuk setiap pos pungutan relatif kecil,
total nilai pungutan akan menjadi sangat besar jika semua nilai
pungutan untuk setiap pos sudah diperhitung-kan. Setidaknya total
pungutan akan mencapai 6,7 dari harga jual sapi potong di
tingkat
pedagang antarpulau
atau 8,4 dari harga jual yang diterima peternak di daerah asal
tabel 5. Tarif resmi menurut Perda atau peraturan lain yang
mengaturnya untuk setiap pos pungutan pada komoditas sapi
hanya berkisar antara Rp100 - Rp5.000 sekitar 0,01-0,5
dari harga jual. Walaupun kecil, nilai keseluruhan pungut-an yang
dibayarkan untuk setiap satu ekor sapi yang diperdagangkan
ke luar propinsi dapat menjadi besar akibat banyaknya jenis pos
pungutan yang harus dibayar- kan.
Pungutan-pungutan ter-
sebut juga
menjadi sangat
mengganggu karena
banyak upaya dan waktu yang ter-buang
untuk pengurusannya.
Tabel 5 Tingkat Distorsi Harga akibat Pungutan pada Komoditas Sapi Potong yang
Diperdagangkan dari Dua Kabupaten Asal di Propinsi NTB
Kabupaten Besar
Harga Rate Distorsi terhadap
Pelaku Usaha Pungutan
Jual Harga di
tiap Harga di
Harga di tk.
Analisis Sosial 56
Rp ekor
Rp ekor
pelaku usaha
tk. peternak
pdg. antarpulau
1. Lombok Barat a. Peternak
b. Pedagang lkl. c. Pdg. antarpulau
d. Total 7500
3000 70439
83939 1279314
1303903 1488375
0.59 0.23
4.73 6.6
5.6 2. Bima
a. Peternak b. Pedagang lokal
c. Pdg. antarpulau d. Total
7500 84252
91752 819167
840000 1133009
0.92 0.00
7.44 11,2
8.1 3. Rata-rata
87846 8.4
6.7
Keterangan : Berat rata-rata sapi di Lobar 364 kgekor dan Bima 277 kgekor Sumber : Survei CPIS, 1997
12. Pungutan yang dikenakan pada
komoditas sapi
potong menyebabkan
distorsi harga yang cukup besar
Sebenarnya, distorsi pada harga pasar sapi potong terjadi bukan
hanya karena adanya pungutan melainkan juga karena regulasi
yang
bersifat nonpungutan
semisal restribusi
dalam perdagangan
sapi potong
antarpulau. Namun dampak dari jenis
regulasi ini
terhadap pembentukan harga pasar relatif
lebih sulit
diukur dibanding
regulasi yang
berbentuk pungutan. Tabel 5 menunjukkan
tingkat distorsi
harga pada
komoditas sapi potong menurut kabupaten asal dan pelaku
usaha. Pada tabel tersebut tampak bahwa tingkat distorsi
harga sapi potong yang berasal dari kabupaten Bima lebih besar
dari tingkat distorsi yang terjadi pada sapi dari Lombok Barat.
Tingkat distorsi berkisar antara 0,2-4,7 di Lombok Barat dan
0-7,4 di Bima, bervariasi menurut tingkat pelaku usaha
peternak, pedagang lokal, dan pedagang
antarpulau. Jika
dibandingkan dengan harga yang diterima peternak, maka tingkat
distorsi harga
sapi potong
mencapai 6,6 untuk sapi yang berasal dari Lombok Barat dan
11,2 untuk sapi dari Bima. Sedang-kan jika dibandingkan
dengan harga jual pedagang antarpulau pedagang akhir pada
daerah
produsen, tingkat
distorsi harganya sebesar 5,6 dan 8,1, masing-masing untuk
sapi yang berasal dari Lombok Barat dan Bima.
13. Besar
pungutan yang
dikenakan pada komo- ditas sapi potong men-
capai 50,2 dari total biaya pemasaran
Jumlah seluruh
biaya yang dikeluarkan untuk memasarkan
satu ekor sapi sejak dari tangan peternak
di daerah
asal Kab.Bima sampai ke tangan