Sebagian besar dari nilai

BAHASAN UTAMA Edisi 6November 1997 53 tujuan Ujung-pandang, pedagang antar-daerah harus berhenti di 21 ³SRV´ SXQJXWDQ WLGDN UHVPL seringkali tidak dalam bentuk pos yang sebenarnya dan biaya harus dikeluarkan rata-rata Rp6.150ekor sapi. Tabel 4 Besar Pungutan Resmi dan Ilegal yang Dikenakan pada Tiap Pelaku Usaha Komoditas Sapi Potong di NTB Pelaku Besar Pungutan Besar Pungutan Aktual Rpekor Usaha Normatif Pungutan Resmi Pungutan Ilegal Total Peternak Pedagang lokal Pedagang antarpulau 7000 1750 10439 1500 21744 7500 57101 7500 8,5 1500 1,7 78845 89,8 Total 19189 23244 64601 87845 100 Keterangan : termasuk pungutan di propinsi lain Sumber : Survei CPIS, 1997

8. Pembayaran pungutan

ilegal oleh pedagang merupakan upaya untuk menghindari kerugian bisnis yang lebih besar Situasi buruk yang sering terjadi adalah menggejalanya pungutan ilegal yang menyertai pungutan resmi. Gejala ini tampak jelas pada pelaksanaan karantina hewan di Pusat Karantina Hewan, sebelum ternak diantarpulaukan ke luar daerah. Walaupun tidak dipungut secara terang-terangan, pungutan seperti ini secara otomatis akan dibayar oleh para pedagang antarpulau demi kelancaran proses karantina komoditas dagangan-nya dan mengurangi risiko kerugian usahanya. Menurut mereka, risiko pada usaha perdagangan komoditas sapi potong cukup besar yaitu mulai dari pemeliharaan di tingkat peternak sampai pada saat pengapalan untuk di antar- pulaukan. Risiko yang paling sering terjadi adalah turunnya bobot sapi selama di perjalanan dan selama berada di karantina. Waktu yang dihabiskan untuk kedua kegiatan tersebut sekitar 4-5 hari dan selama periode tersebut bobot sapi dapat berkurang antara 8-12. Untuk mengurangi risiko ter- sebut, para pedagang berusaha memperpendek waktu yang dihabiskan di karantina, sekaligus untuk menghindari ketinggalan jadwal pengapalan sapi ke luar propinsi. Analisis Sosial 54 Tertundanya pengapalan akan menimbulkan biaya tambahan yang cukup besar dan dapat menyebabkan kerugian yang cukup besar pada usahanya. Dengan dasar SK Menteri Pertanian No.410KptsKU440 61991, pungutan resmi untuk jasa karantina yang dikenakan di Balai Karantina Hewan di NTB rata-rata Rp325ekor. Namun pada kenyataannya, para pedagang antarpulau yang menjadi responden harus mengeluarkan biaya rata-rata Rp2.476ekor atau hampir 8 kali lebih tinggi dari tarif resmi yang seharusnya dibayar. Selisih pembayaran tersebut Rp2.150ekor merupakan pungutan illegal dan kewajiban resmi lain selama sapi berada di karantina. 9. Peternak dan pedagang kecil menanggung beban pungutan sebesar 90 dari total seluruh pungutan pada komoditas sapi potong Walau sebagian besar pos dan nilai pungutan secara aktual memang dibayarkan oleh para pedagang antarpulau, namun tidak semua pengeluaran tersebut pada akhirnya ditanggung mereka sendiri. Menurut pengakuan para pedagang antardaerah dan antarpulau yang diwawancarai di NTB, sebagian biaya pungutan baik legal maupun illegal didistribusikan kembali oleh mereka kepada peternak dan pedagang lokal, masing-masing sebesar 75 dan 15. Persentase yang didistribusikan tersebut bahkan lebih besar dari yang ditanggungnya sendiri. Pendistribusian pungutan tersebut dilakukan melalui pemotongan harga sapi yang secara aktual diterima oleh pedagang lokal dan peternak

10. Peternak dan pedagang

sapi potong di NTB mem- bayar pungutan tanpa mempedulikan maksud dan aturan formal pe- laksanaannya Hasil wawancara dengan sejumlah responden peternak dan pedagang di NTB menunjukkan bahwa secara umum 11 dari 14 responden yang diwawancarai tidak mengetahui secara tepat seluruh nama dan besar tarif pungutan yang harus mereka bayar serta mekanisme pemungutannya instansi yang memungut, bentuk penalti, wajib bayar, dan frekuensi pengenaannya. Secara detail, dari 14 responden, sekitar 9 orang tidak mengetahui dengan jelas mengenai semua nama pungutan yang dikena-kan pada mereka, sekitar 12 orang tidak dapat menyebut dengan tepat tarif pungutan resmi untuk setiap jenis pungutan yang dikenakan ter-hadap mereka,