BAHASAN UTAMA
Edisi 6November 1997 57
pedagang besar penampung di DKI Jakarta Cakung rata-rata
mencapai Rp175.016 per ekor tabel 6. Dari seluruh biaya
tersebut, 50,2 dihabiskan untuk membayar
pungutan, baik
pungutan legal maupun ilegal. Jelas bahwa pungutan sangat
berpengaruh terhadap harga jual juga terhadap pendapatan usaha
peternak dan pedagang. Jika biaya ini dapat dikurangi, maka
daya saing sapi lokal terhadap sapi impor dipastikan akan
meningkat.
Tabel 6. Kontribusi Biaya Pungutan terhadap Total Biaya Pemasaran Sapi Potong
yang Diperdagangkan dari NTB ke Daerah Konsumen DKI Jakarta
Kabupaten Jumlah
Komponen Biaya Rpekor Biaya
Asal Ternak Pos
Biaya Biaya
Total Pungutan
Pungutan Pemasaran
Pungutan thd. Total
Lombok Barat Bima
24 24
82483 91858
83936 91752
166422 183610
50.4 50.0
Rata-rata 24
87171 87845
175016 50.2
Sumber : Survei CPIS, 1997
14. Rendahnya daya saing sapi lokal terhadap sapi
impor sebagai akibat dari tingginya pungutan dapat
mematikan usaha kecil ternak sapi potong
Di pelabuhan tujuan yaitu di Jakarta, yang merupakan daerah
konsumen terbesar daging sapi di
Indonesia sekaligus
merupakan propinsi tujuan akhir sapi potong dari NTB, sapi
potong asal
lokal bersaing
dengan sapi asal impor. Hal ini sebenarnya tidak akan terjadi
jika para importir ternak sapi potong
konsisten dengan
tujuannya bahwa sapi impor tersebut
adalah untuk
penggemukan. Namun
yang terjadi adalah bahwa sebagian
sapi impor dijual untuk dipotong sehingga
suplai di
daerah konsumen
meningkat. Akibatnya, permintaan ter-hadap
sapi lokal, yang harga-nya relatif lebih mahal, dibanding sapi
impor menjadi
berkurang. Bahkan sapi impor yang masuk
ke pasar Jakarta meningkat. Tingginya pungut-an tampaknya
sangat ber-pengaruh terhadap rendahnya daya saing sapi lokal
terhadap sapi impor dan pada akhirnya
hal tersebut
menyebabkan menurunnya
alokasi jatah pengiriman sapi
Analisis Sosial 58
lokal dari daerah asal ke Jakarta, ter-masuk alokasi dari NTB.
Peternak dan para pedagang merupakan pihak yang sangat
dirugikan oleh masalah tersebut. Sejak tahun 1994, jatah alokasi
pengiriman sapi potong dari NTB terus menurun, begitu pula
dengan propinsi produsen sapi lainnya semisal Jawa Timur,
Sulawesi Selatan, dan NTT. Sebaliknya, jumlah sapi impor
yang masuk ke propinsi daerah konsumen semisal DKI Jakarta
meningkat cukup besar dari 25.092 ekor pada tahun 1994
menjadi 42.267 ekor pada tahun 1995,
sementara permintaan
sapi lokal menurun dari 246.145 ekor pada tahun 1994 menjadi
208.093 ekor pada tahun 1995.
Tabel 7 Jatah Alokasi Pengiriman Ternak Sapi Antarpulau dari Daerah
Produsen Utama, 1994-1995 dalam ekor
Daerah Produsen Utama Tahun
Jawa Timur Sulawesi
Selatan NTB
NTT
1994 196,000
40,000 27,000
63,000 1995
180,000 12,000
26,000 49,800
1996 165,000
19,000 23,500
59,000 1997
135,000 18,500
23,500 41,000
Sumber : SK Dirjen Peternakan, 1994-1997.
II. UU NO.201997: DAPATKAH MENINGKAKAN EFISIENSI
DAN EFEKTI-FITAS PELAKSANAAN PUNGUTAN
SERTA MENGURANGI EKONOMI BIAYA TINGGI ?
1. Dapatkah jenis pungutan
berkurang tanpa ada pe- rubahan peraturan lain
bagi peternak dan peda- gang dalam melakukan
usahanya? Walaupun jenis pos pungutan
mungkin akan berkurang dengan adanya UU No. 201997 juga
UU No.18 tahun 1997 mengenai PDRD, besar pungutan belum
tentu ber-kurang jika segala peraturan
yang biasanya
terdapat dan dikenakan kepada para peternak dan pedagang
dalam melakukan
usahanya, tidak diubah atau disesuaikan.
Per-aturan yang
dimaksud