Pemberontak Kepribadian Tokoh Utama dalam Novel Partikel Karya Dewi Lestari

45 Aku menyumpal mulutku dengan opak. Menatap Umi sambil mengunyah. Lalu kembali menggeleng. Lestari, 2012: 16-17 Dia hanya mau menerima ilmu dari ayahnya. Guru yang paling dia percaya dan berdedikasi hanya Firas. Meskipun banyak orang mengecam sikap Firas, Zarah tetap tidak ingin lepas dari ajaran-ajarannya. Bahkan ketika seharusnya Zarah mendapatkan ilmu lain, yaitu agama. Firas memiliki pandangan lain tentang agama, dan pandangan itu diajarkan kepada Zarah. Firas dianggap musyrik, tapi Zarah tidak peduli. Baginya, Firas adalah dewa, dan Zarah adalah anak blasteran antara dewa Firas dan manusia Aisyah. Zarah memiliki keteguhan pendirian untuk mempertahankan hasil riset Firas ayahnya. Zarah juga konsisten hanya mau menerima ilmu dari Firas ayahnya meskipun sebenarnya banyak ilmu yang bisa diperoleh dari orang lain. Berkali-kali Zarah ditawari untuk masuk TK dan SD, namun Zarah selalu menolak. Salah satu penolakan secara jelas tergambar dalam kejadian sebagai berikut. “Nggak mau.” “Kenapa nggak mau?” “Zarah cuma mau diajar sama Ayah.” “Tahu apa ayahmu soal agama? Dia itu musyrik Ateis” Ibu membentak. Lestari, 2012: 55 Zarah memutuskan masuk ke SMA pada usia 13 tahun supaya ia bisa mendapatkan ilmu untuk menemukan ayahnya. Zarah jarang mendapatkan teman. Dia dianggap sebagai perempuan aneh karena perbedaan pengetahuan agama. Tidak ada yang mau menerima Zarah. Zarah adalah remaja yang tersisih dan 46 terasingkan. Dia mulai memiliki teman ketika datang murid baru bernama Koso. Mereka bersahabat. Zarah keras kepala untuk tidak naik kelas karena Koso tidak naik kelas. Awalnya Kepala Sekolah mengatakan bahwa Koso memang mengalami kelainan bernama disleksia. Dia mengalami kesulitan belajar. Zarah bertahan untuk tetap tinggal kelas karena tidak ingin berpisah dari Koso. Kehilangan ayahnya adalah hal yang sangat menyedihkan baginya, dan dia tidak mau lagi kehilangan orang yang disayang. Dengan teknik showing, tokoh Zarah dikatakan sebagai perempuan yang gila karena berani mengambil keputusan dan mempertahankan keputusan. Berdasarkan komentar dari tokoh lain, secara terbuka Zarah digambarkan memiliki karakter yang keras kepala. “Kenapa kamu begitu bodoh, Zarah? Kenapa kamu begitu keras kepala? Nggak cukup Ayahmu menyiksa keluarga kita? Masih harus kamu ikut-ikutan? Nggak kasihan kamu sama Ibu?” “Zarah cuma pengin cari Ayah” Lestari, 2012: 128 Zarah bersifat keras kepala demi pencarian ayahnya. Dia tidak pernah putus asa meskipun kemarahan dilontarkan setiap orang. Sikap-sikap semacam ini memang diperlukan bagi setiap orang yang ingin mengaktualisasikan-dirinya, karena dalam kehidupan ini selalu ada orang yang berbeda pendapat sehingga memungkinkan tokoh bertindak keras kepala. Kekeraskepalaan yang dimiliki tokoh Zarah sejak kecil, terbawa dan menjadi karakter hingga ia dewasa. Begitu banyak yang ingin tokoh Zarah kerjakan, dan tentunya pekerjaan itu sering melawan arus.