Latar Belakang Pandangan Pramoedya Ananta Toer terhadap Priyayi
diantaranya mempertahankan tradisi, bergaya hidup hedonis dan menganggap bahwa istri yang berasal dari Jawa lebih baik dari kaum lainnya. Berikut
penjelasan dari ketiga hal tersebut. 1
Kaum Priyayi sangat kuat mempertahankan tradisinya Seorang priyayi biasanya lekat dengan feodalisme yang bersifat
tradisional. Salah satunya dilambangkan dengan pakaian yang dikenakannya yaitu destar dan surjan. Pakaian tersebut merupakan bentuk simbolisasi kebangsawanan
khas gaya feodalisme Jawa tulen. Cara berpakaian tersebut juga diterapkan di STOVIA yang mendidik calon dokter yang kelak juga akan menjadi priyayi.
Mahasiswa calon dokter di STOVIA, diwajibkan untuk memakai pakaian sesuai dengan asalnya. Bagi siswa yang berasal dari Jawa, seperti Minke, harus
mengenakan destar, baju tutup, kain batik, dan tidak boleh beralas kaki. …Dimana-mana memang ada tata tertib. Mengapa yang disini begitu
menyakitkan? Sebagai orang Jawa, sebagai siswa, harus berpakaian Jawa: destar, baju tutup, kain batik, dan cakar ayam-tak boleh beralas kaki Toer,
2006: 13.
Aturan berpakaian di STOVIA merupakan akibat dari kolinialismeyang selamanya ingin mengukuhkan diri dengan membedakan sang penjajah dari si
terjajah. Kalaupun kaum pribumi diberi kesempatan meniru, peniruan itu harus dijaga agar tidak benar-benar sama. Semasa kuliah, para calon dokter itu, kecuali
mereka yang beragama Nasrani, tak boleh mengenakan pakaian Eropa. STOVIA memberlakukan peraturan mengenai pakaian yang harus dikenakan oleh
siswanya. Dalam novel Jejak Langkah, muncul tokoh Pensiunan Dokter Jawa, lulusan
STOVIA yang berpidato dihadapan calon-calon dokter di STOVIA untuk
menyampaikan pemikiran tentang pentingnya organisasi. Dari penampilannya, menunjukkan bahwa ia adalah seorang priyayi Jawa.
…membetulkan letak destar, menyapu-nyapu lengan surjan dengan tangan ganti-berganti Toer, 2006: 180.
Selain pakaian, salah satu ciri khas yang dapat dilihat dari golongan priyayi adalah etika yang halus dalam berbicara maupun bersikap. Priyayi memiliki sikap
dan gaya bicara yang lembut. Nampak ia seorang priyayi sejati dari angkatan lama. Gerak-geriknya
lemah-lembut, juga kata-katanya, juga suaranya Toer, 2006: 180. 2
Priyayi memiliki gaya hidup hedonis Bangsawan atau priyayi seringkali diidentikan dengan kemewanan.
Priyayi Jawa sangat senang memberikan hadiah-hadiah tanpa peduli berapa banyak uang yang harus dikeluarkan, Bahkan tidak jarang harus berhutang. Tokoh
yang sangat lekat dengan kepriyayian adalah Ayahanda Minke. Ia masih keturunan raja-raja Jawa. Semula, ia adalah seorang mantri pengairan, kemudian,
ia diangkat menjadi bupati Bojonegoro. Selanjutnya ia dipindah ke Blora. Sebagai seorang Jawa tulen, dan lebih-lebih lagi sebagai seorang bupati yang hidup pada
masa itu, tentu saja ayahanda Minke ini tidak lepas dari sikap feodalistik. Sebagai seorang bupati, seperti halnya dengan bupati-bupati lain pada masa itu, ia juga
memimpikan karunia gelar Pangeran, suatu gelar yang sangat jarang dimiliki oleh bupati di seluruh Jawa. Sebagai seorang priyayi, ia juga senang memberikan
hadiah mahal agar mendapatkan penghormatan. Mei menemani Ayahanda dengan mengenakan perhiasan yang berlebih-
lebihan.Jelas Ayahanda telah memberikan pada toko perhiasan di hotel. Bukan perhiasan sekedar Ai, gaya bangsawan Jawa bila memberi karunia.