Tinjauan Khusus Terhadap Yurisdiksi Universal

17 dibenarkan atas dasar perlindungan terhadap kepentingan negara yang sangat penting. 4. Prinsip Universal Prinsip ini seperti yang sudah dijelaskan sebelumnya berarti bahwa setiap negara mempunyai yurisdiksi untuk mengadili seseorang tanpa mengindahkan lokasi maupun warga negara orang tersebut dalam batasan bahwa tindak pidana tersebut mengusik kehidupan seluruh komunitas internasional.

2.2 Tinjauan Khusus Terhadap Yurisdiksi Universal

Prinsip Yurisdiksi universal artinya setiap negara memiliki yurisdiksi atas kejahatan-kejahatan tertentu dengan pertimbangan bahwa sifat kejahatan tersebut sama-sama mengusik keamanan dan kepentingan seluruh komunitas internasional. Pemikiran yang mendasari munculnya prinsip yurisdiksi universal adalah adanya anggapan apabila kejahatan tersebut telah menjadi kejahatan bagi seluruh umat manusia hostis humani generis. 11 Kejahatan universal atau kejahatan bagi seluruh umat manusia menjadi bagian dari yurisdiksi universal tidak terlepas dari hukum kebiasaan. Amnesty Internasional mendefinisikan yurisdiksi universal sebagai yurisdiksi di mana pengadilan nasional di mana pun dapat menginvestigasi, menuntut seseorang yang dituduh melakukan kejahatan internasional tanpa 11 Jahawir Thontowi dan Pranonto Iskandar, Hukum Internasional Kontemporer, Refika Aditama, Bandung, 2006, hal. 163. 18 memerhatikan nasionalitas pelaku, korban, maupun hubungan lain dengan negara di mana pengadilan tersebut berada. 12 Beberapa ciri unik dari yurisdiksi universal adalah : 1. Setiap negara berhak untuk melaksanakan yurisdiksi universal dengan bertanggung jawab untuk tidak mencoba memberikan perlindungan di wilayah negaranya. 2. Setiap negara yang melaksanakan yurisdiksi ini tidak perlu mempertimbangkan kewarganegaraan pelaku dan korban serta di mana kejahatan itu dilakukan. Satu-satunya yang harus dipastikan adalah pelaku kejahatan berada dalam wilayah teritorial negaranya. 3. Yurisdiksi universal hanya berlaku bagi kejahatan internasional. 13 Prinsip universal pertama kali muncul pada abad ke-17 dalam kaitannya dengan pembajakan di laut lepas. Sehingga pembajakan di laut lepas dianggap sebagai tindak pidana awal di mana asas yurisdiksi universal muncul untuk melindungi kepentingan komunitas internasional. Perlu ditekankan di sini bahwa hanya pembajakan di laut lepas saja yang masuk dalam lingkup yurisdiksi universal. Dalam hukum positif pembajakan di laut lepas masuk dalam juris gentium sesuai dengan pasal 105 UNCLOS United Nations Convention on the Law of the Sea yang berbunyi On the high seas, or in any other place outside the 12 Amnesty International, Universal Jurisdiction, Question and Answer, December, 2001, sebagaimana dikutip oleh Ridarson Galingging Universal Jurisdiction in absentia; Congo v Belgium, ICJ, Feb 2002, dalam Jurnal Hukum Internasional, Vol. I No.2, Agustus 2002, FH Universitas Padjadjaran, Bandung, Hal. 104. 13 Sefriani, Hukum Internasional Suatu Pengantar,Raja Grafindo Persada,Jakarta, 2014, hal. 245. 19 jurisdiction of any State, every State may seize a pirate ship or aircraft, or a ship or aircraft taken by piracy and under the control of pirates, and arrest the persons and seize the property on board. The courts of the State which carried out the seizure may decide upon the penalties to be imposed, and may also determine the action to be taken with regard to the ships, aircraft or property, subject to the rights of third parties acting in good faith. Asas yurisdiksi universal dalam pembajakan di laut lepas bertujuan untuk mengisi kekosongan yurisdiksi jika ada kejahatan yang dilakukan di wilayah yang tidak bertuan atau wilayah yang ada di luar yurisdiksi teritorial negara-negara di dunia,sehingga pelaku kriminal yang melakukan kejahatan di wilayah tersebut tetap dapat dihukum sesuai dengan kejahatannya. Setelah pembajakan di laut lepas menjadi lingkup yurisdiksi universal, dalam hukum internasional modern, asas yurisdiksi universal berkembang kegunaannya seiring dengan adanya kejahatan-kejahatan yang sangat serius dan mematikan seperti genosida, kejahatan perang, dan lain-lain. Dalam yurisdiksi universal modern, asas yurisdiksi universal dapat digunakan untuk mengadili pelaku-pelaku kejahatan internasional yang sangat serius sehingga tidak ada lagi tempat di mana pelaku kejahatan tersebut berlindung sehingga ia tidak dapat diadili dan dihukum sesuai dengan kejahatannya. 14 Asas yurisdiksi universal digunakan dalam mengadili pelaku kejahatan internasional yang serius pada awalnya adalah saat pengadilan Israel mengadili Adolf Eichmann dan menjatuhkan putusan hukuman 14 Noora Arajarvi, Looking Back from Nowhere: Is There a Future for Universal Jurisdiction over International Crimes?, Tilburg Law Review, vol.16,2011,hal. 8. 20 mati 15 dan Pengadilan Nuremberg yang mengadili mantan pejabat-pejabat Nazi yang melakukan tindakan genosida walaupun pengadilan Nuernberg dibentuk oleh negara-negara pemenang Perang Dunia yang kedua yang sama sekali tidak ada hubungannya dengan pelaku kejahatan, korban, dan lokasi kejadian tindak kejahatan tersebut. Berangkat dari dua peradilan tersebut maka asas yurisdiksi universal juga mencakup kejahatan internasional yang sangat serius kejahatan perang, selain juga digunakan untuk pembajakan di laut lepas. Saat ini dua tindak pidana yang jelas masuk dalam lingkup prinsip universal adalah pembajakan di laut lepas dan kejahatan perang. Sedangkan pembajakan di laut teritorial suatu negara tunduk kepada yurisdiksi teritorial negara yang bersangkutan. Masuknya kejahatan perang sebagai delik jure gentium dikukuhkan oleh Konvensi Jenewa 1949 yang berkenaan dengan tawanan perang, perlindungan penduduk sipil dan personel yang menderita sakit dan luka-luka. Ditambahkan juga dengan Protokol I dan Protokol II yang disahkan pada tahun 1977 oleh Konferensi Diplomatik di Jenewa tentang Penetapan dan Pengembangan Hukum Humaniter Internasional yang berlaku dalam Konflik-Konflik bersenjata Diplomatic Conference at Geneva on the Reaffirmation and Development of International Humanitarian Law Applicable in Armed Conflicts. 16 Selain dua kejahatan yang telah disebutkan di atas, kejahatan-kejahatan internasional yang serius lainnya seperti contohnya kejahatan yang melawan 15 Israel v Eichmann , Israel Supreme Court Judgment of 29 May 1962 in 1968 International Law Reports 291. 16 J.G Starke, Pengantar Hukum Internasional, terjemahan oleh Bambang Iriana Djajaatmadja, Sinar Grafika, Jakarta, 2010, hal. 305. 21 kemanusiaan, kejahatan agresi, dan perdagangan manusia masih menjadi perdebatan di kalangan komunitas internasional. Meskipun sebenarnya saat ini prinsip yurisdiksi universal sedang didorong untuk dapat menindak pelaku-pelaku kejahatan internasional serius lainnya yang belum diadili oleh negara yang berwenang mengadili.

2.3 Permasalahan dalam Yurisdiksi Universal