Tingkah Laku Beranak Induk Domba Garut yang Diberi Ransum Komplit Mengandung Minyak Biji Bunga Matahari

TINGKAH LAKU BERANAK INDUK DOMBA GARUT YANG
DIBERI RANSUM KOMPLIT MENGANDUNG
MINYAK BIJI BUNGA MATAHARI

RULY ANUGRAH SUPRATAMA

DEPARTEMEN ILMU PRODUKSI DAN TEKNOLOGI PETERNAKAN
FAKULTAS PETERNAKAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2013

PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN
SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA
Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Tingkah Laku Beranak
Induk Domba Garut yang Diberi Ransum Komplit Mengandung Minyak Biji
Bunga Matahari adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing
dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun.
Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun
tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan
dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini.

Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut
Pertanian Bogor.

Bogor, Agustus 2013

Ruly Anugrah Supratama
NIM D14090144

ABSTRAK
RULY ANUGRAH SUPRATAMA. Tingkah Laku Beranak Induk Domba Garut
yang Diberi Ransum Komplit Mengandung Minyak Biji Bunga Matahari.
Dibimbing oleh MOHAMAD YAMIN dan DEWI APRI ASTUTI.
Domba garut adalah ternak ruminansia kecil dan memiliki potensi genetik
prolifik yang dikembangkan sesuai dengan sistem budidaya ternak Good Farming
Practice. Potensi genetik tersebut harus didukung dengan kualitas pakan dan
asupan nutrisi yang seimbang. Tingkah laku beranak induk menjadi salah satu
aspek penting yang berkaitan dengan penanganan ternak, manajemen
pemeliharaan dan manajemen pemberian pakan. Penelitian ini bertujuan untuk
mempelajari dan mengamati tingkah laku sebelum, saat dan sesudah beranak.
Induk domba garut yang digunakan sebanyak 11 ekor. Perlakuan terdiri dari P0

(kontrol), P2 (2% mintak biji bunga matahari), P4 (4% minyak biji bunga
matahari) dan P6 (6% minyak biji bunga matahari). Rancangan yang digunakan
adalah Rancangan Acak Lengkap, data dianalisis dengan ANOVA dan jika
berbeda nyata dilanjutkan dengan uji Tukey’s. Peubah yang diamati adalah
tingkah laku sebelum, saat dan sesudah beranak. Hasil penelitian menunjukan
bahwa penambahan minyak biji bunga matahari dengan level 2%, 4%, dan 6%
yang mengandung linoleat berpengaruh terhadap tingkah laku sebelum dan saat
beranak, tetapi tidak memberikan pengaruh terhadap tingkah laku setelah beranak.
Kata kunci: domba garut, minyak biji bunga matahari, tingkah laku

ABSTRACT
RULY ANUGRAH SUPRATAMA. Periparturient Behavior of Garut Ewes Fed a
Complete Ration Contains Sun Flower Seed Oil. Supervised by MOHAMAD
YAMIN and DEWI APRI ASTUTI.
Garut ewes are small ruminants that have the prolific genetic potential to be
developed as Good Farming Practice. The genetic potential should be supported
by feed quality and balanced nutrition. Periparturient behavior is one of the
important aspect related to livestock management, maintenance management and
feeding management. This research aimed to study and observe garut ewes
behavior of prepartus, partus and postpartus. The number of experimental animals

were 11 garut pregnant ewes. The research treatments were of P0 (control), P1
( 2% addition of sunflower seed oil), P2 (4% addition of sunflower seed oil), and
P3 (6% addition of sunflower seed oil). This research used completely
randomized design, the data were analyzed by ANOVA and significantly different
would be continued by Tukey's test. The observed parameters were behavior of
prepartus, partus and postpartus. The results showed that the addition with 2%,
4%, and 6% of sunflower seed oil which containing linoleic influenced the
behavior prepartus and partus, but did not have any impact on behavior postpartus.
Keywords: Behavior, Garut Ewes, Sun Flower Seed Oil.

TINGKAH LAKU BERANAK INDUK DOMBA GARUT YANG
DIBERI RANSUM KOMPLIT MENGANDUNG
MINYAK BIJI BUNGA MATAHARI

RULY ANUGRAH SUPRATAMA

Skripsi
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Sarjana Peternakan
pada

Departemen Ilmu Produksi dan Teknologi Peternakan

DEPARTEMEN ILMU PRODUKSI DAN TEKNOLOGI PETERNAKAN
FAKULTAS PETERNAKAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2013

Judul Skripsi: Tingkah Laku Beranak Induk Domba Garut yang Diberi Ransum
Komplit Mengandung Minyak Biji Bunga Matahari
: Ruly Anugrah Supratama
Nama
: D14090144
NIM

Disetujui oleh

_L'urrSc

Tanggal Lulus:


'"I

3 LS 2013
I,

セ@

Prof Dr Ir Dewi Apri Astuti, MS
Pembimbing II

Judul Skripsi : Tingkah Laku Beranak Induk Domba Garut yang Diberi Ransum
Komplit Mengandung Minyak Biji Bunga Matahari
Nama
: Ruly Anugrah Supratama
NIM
: D14090144

Disetujui oleh


Dr Ir Mohamad Yamin, MAgrSc
Pembimbing I

Prof Dr Ir Dewi Apri Astuti, MS
Pembimbing II

Diketahui oleh

Prof Dr Ir Cece Sumantri MAgrSc
Ketua Departemen

Tanggal Lulus:

PRAKATA
Segala puji dan syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yesus Kristus atas
segala berkat dan rahmatnya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi yang
berjudul Tingkah Laku Beranak Induk Domba Garut yang Diberi Ransum
Komplit Mengandung Minyak Biji Bunga Matahari.
Terima kasih penulis ucapkan kepada Dr Ir Mohamad Yamin, MAgrSc dan
Prof Dr Ir Dewi Apri Astuti, MS selaku dosen pembimbing yang telah banyak

meluangkan waktu dan pikiran dalam memberikan arahan dan bimbingan kepada
penulis sejak penyusunan penelitian, pelaksanaan penelitian, sampai penulisan
skripsi ini selesai. Kepada Dr Despal, SPt MSc Agr dan Ir Lucia Cyrilla, MSi
selaku dosen penguji, serta Edit Lesa Aditia, SPt MSc selaku panitia sidang. Di
samping itu, penghargaan penulis sampaikan kepada pemerintah Kabupaten
Landak yang telah memberikan kesempatan dengan biaya yang telah diberikan
dalam bentuk beasiswa mulai dari SPP hingga dengan biaya hidup di Bogor dan
hibah kompetensi direktorat pendidikan tinggi (DIKTI) atas bantuan dana yang
telah diberikan dalam penelitian ini bersama tim Ibu Lilis Khotijah, MS, serta
kepada Dr Rudi Afnan MAgrSc selaku dosen Pembimbing Akademik. Keluarga
tercinta yaitu (Alm) papa, mama, kakak-kakakku (Yulia, Yunita, Yanti, Indra,
Zulkipli, adikku Alek dan Hendri), dan Devide, serta seluruh keluarga atas cinta
kasih, dukungan, dan doa yang tiada hentinya. Ungkapan terima kasih juga
disampaikan untuk Cipta, Adi, Ani, Usmi, Citra, Resti, Meta, dan Evi atas segala
bantuan dan dukungannya selama melakukan penelitian. Teman-temanku Lisa,
Kezia, Dewi, Novri dan Golden Ranch 46 atas kebersamaan, dukungan, motivasi,
dan sejuta kenangan suka duka yang tidak terlupakan.
Penulis menyadari masih banyak kekurangan dalam tulisan ini. Oleh karena
itu, dengan senang hati, penulis mengharapkan saran dan segala kritikan yang
bersifat membangun bagi penulis. Semoga skripsi ini bermanfaat bagi penulis,

pembaca, dan semua pihak yang berkepentingan.

Bogor, Agustus 2013
Ruly Anugrah Supratama

DAFTAR ISI
DAFTAR TABEL
DAFTAR GAMBAR
DAFTAR LAMPIRAN
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Tujuan Penelitian
Ruang Lingkup Penelitian
METODE
Waktu dan Tempat Penelitian
Alat
Bahan
Prosedur
Rancangan dan Analisis Data
HASIL DAN PEMBAHASAN

Kondisi Umum
Tingkah laku Sebelum Beranak
Tingkah Laku Saat Beranak
Waktu Beranak
Lama Beranak
Posisi Beranak
Tingkah Laku Setelah Beranak
Bagian Pertama Dijilati
SIMPULAN DAN SARAN
DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN
RIWAYAT HIDUP

vi
vi
vi
1
1
2
2

2
2
2
3
4
5
6
6
6
8
9
10
10
11
12
13
13
15
18


DAFTAR TABEL
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10

Komposisi bahan pakan ransum penelitian berdasarkan bahan kering
Komposisi zat makanan ransum penelitian berdasarkan bahan kering
Pengertian beberapa tingkah laku induk sebelum beranak
Pengertian beberapa tingkah laku saat beranak
Pengertian beberapa tingkah laku setelah beranak
Rataan dan standar deviasi frekuensi tingkah laku sebelum beranak
Distribusi waktu beranak induk domba garut
Rataan dan standar deviasi tingkah laku saat beranak
Rataan setelah beranak induk domba garut
Bagian pertama anak domba garut dijilati oleh induknya

3
3
4
5
5
7
9
10
11
12

DAFTAR GAMBAR
1 Induk domba garut sebelum beranak
2 Induk domba garut saat beranak
3 Induk domba menyusui anaknya

7
8
12

DAFTAR LAMPIRAN
1 Formulir pengambilan data
2 Analisis ragam data

15
16

PENDAHULUAN
Latar Belakang
Ternak domba merupakan salah satu ternak ruminansia kecil yang memiliki
peranan penting dalam memenuhi kebutuhan daging. Usaha peternakan domba di
Indonesia semakin berkembang terutama penggemukan domba. Usaha peternakan
domba tersebut harus diimbangi dengan usaha pemeliharaan domba untuk
mengembangbiakan sistem budidaya ternak domba sesuai dengan Good Farming
Practices (GFP).
Secara umum ternak domba mempunyai keunggulan tersendiri, karena
pemeliharaanya mudah dan menguntungkan dilihat dari potensi genetik yaitu,
dapat beranak lebih dari satu (prolifik), lebih cepat mencapai dewasa kelamin,
tahan terhadap penyakit (Dwiyanto dan Inounu 2001). Daya adaptasi ternak
domba terhadap lingkungan cukup besar, sehingga dimungkinkan domba dapat
tumbuh dan berkembang biak diberbagai tempat. Namun demikian,
pengembangan ternak di Indonesia masih menemui banyak kendala. Salah
satunya adalah tingkat kematian anak yang baru lahir.
Keberhasilan usaha peternakan domba didukung dengan pakan yang
berkualitas dan asupan nutrisi yang seimbang dan sangat penting dalam sistem
reproduksi domba terutama pada induk domba bunting. Kemampuan konsumsi
pakan domba bunting akan menurun sejalan dengan umur kebuntingan sehingga
diperlukan konsentrasi nutrisi yang lebih tinggi agar dapat memenuhi kebutuhan
zat makanannya. Ternak yang bunting membutuhkan jumlah pakan yang lebih
banyak daripada ternak yang tidak bunting. Kekurangan nutrisi pada saat induk
bunting akan mengakibatkan bobot lahir anak yang rendah, lemah, dan akhirnya
mati. Peranan nutrisi terhadap reproduksi ternak sangat dibutuhkan untuk induk
yang bunting. Matius et al. (2002) menyatakan kebutuhan akan nutrien yang
meningkat dan kemampuan yang terbatas untuk dapat mengkonsumsi nutrien pada
saat bunting menimbulkan masalah. Keadaan tersebut menyebabkan induk domba
yang sedang bunting atau laktasi akan kekurangan nutrien. Domba yang diberikan
pakan yang mengandung semua kebutuhan nutrien untuk berproduksi akan
memiliki performa reproduksi yang lebih baik, sehingga kesejahteraan ternak
terpenuhi dan ternak menjadi nyaman.
Domba yang diberi pakan cukup akan memiliki kebutuhan reproduksi yang
baik, salah satunya adalah tingkah laku beranak domba akan menjadi normal.
Proses beranak akan menentukan keberhasilan reproduksi pada domba betina,
karena tingkah laku beranak menjadi salah satu aspek penting yang perlu
mendapat perhatian pada sistem pemeliharaan domba bunting, dan mempengaruhi
tingkat keberhasilan anak yang dihasilkan. Oleh karena itu, manajemen
pemeliharaan domba sekitar beranak harus mendapat perhatian agar kematian
anak dapat ditekan sekecil mungkin. Tingkah laku beranak terdiri atas tiga tahap
yaitu sebelum, saat, dan sesudah beranak. Menurut Hafez (1987) persiapan,
pemeliharaan, pengawasan terhadap induk domba yang akan beranak perlu
mendapat perhatian lebih banyak agar tingkat keberhasilan dari anak yang
dihasilkan dan yang bertahan hidup lebih banyak. Kecukupan nutrien diharapkan
dapat terpenuhi salah satunya adalah dengan penambahan asam lemak tak jenuh.

2
Asam lemak esensial sangat penting keberadaannya didalam ransum, karena
tubuh tidak dapat mensintesisnya. Linoleat dan linolenat esensial untuk kehidupan
semua mamalia, dan berfungsi sebagai komponen membran dan prekursor sintesis
hormon postaglandin dan berpengaruh terhadap reproduksi. Minyak merupakan
sumber asam lemak esensial, minyak ini berperan sebagai prekursor hormon
steroid. Asam lemak bisa dihasilkan dari minyak nabati, alternatif yang dapat
digunakan sebagai sumber minyak nabati adalah biji bunga matahari. Minyak biji
bunga matahari mempunyai kandungan asam lemak tak jenuh sebesar 88%
sedangkan kandungan asam linoleatnya (omega 6) sebesar 44%-72% dan oleat
11.7%. Pemberian minyak biji bunga matahari ini bertujuan untuk menunjang
munculnya potensi genetik domba garut prolifik secara optimum, mempercepat
proses kelahiran pada anak sehingga anak yang dihasilkan sehat berkualitas dan
efisiensi reproduksi dapat diperbaiki.
Tujuan Penelitian
Penelitian ini bertujuan mempelajari dan mengamati tingkah laku sebelum,
saat dan sesudah beranak induk domba garut yang diberi ransum komplit
mengandung minyak biji bunga matahari.

Ruang Lingkup Penelitian
Pemberian minyak biji bunga matahari yang mengandung linoleat yang
tinggi dapat menghasilkan anak yang banyak sehingga mampu memperbaiki
efisiensi produksi dengan anak yang dihasilkan sehat berkualitas serta
mempercepat proses kelahiran pada induk domba garut.

METODE
Waktu dan Tempat Penelitian
Penelitian dilaksanakan pada bulan November 2012 hingga Januari 2013.
Penelitian bertempat di Laboratorium Lapang Nutrisi Ternak Daging dan Kerja,
Ilmu Nutrisi dan Teknologi Pakan Blok B, Fakultas Peternakan, Institut Pertanian
Bogor, Bogor.
Alat
Peralatan yang digunakan pada penelitian ini adalah kandang individu
berukuran 1.2 x 0.7 m2 dan kandang beranak berukuran 2.5 x 1.2 m2 yang
dilengkapi dengan tempat pakan dan air minum. Kamera digital, timbangan digital,
lampu, alat tulis dan stopwatch.

3
Bahan
Ternak yang digunakan adalah 11 ekor domba garut betina bunting atau
beranak pertama kali. Bobot awal rata-rata domba yang digunakan adalah
22.12±1.69 kg. Pakan yang diberikan pada domba berupa hijauan dan konsentrat.
Sumber hijauan berupa Brachiaria humidicola sedangkan konsentrat berupa
onggok, bungkil kelapa, bungkil kedele, minyak biji bunga matahari, premiks,
garam, dan CaCO3 yang dicampur sendiri. Rasio pemberian rumput dan
konsentrat adalah 30:70. Rumput diberikan 3 kali sehari, konsentrat 2 kali sehari,
untuk air minum diberikan ad libitum. Komposisi konsentrat dan zat makanan
disajikan pada Tabel 1 dan 2.
Tabel 1 Komposisi konsentrat penelitian berdasarkan bahan kering
Perlakuan
Pakan
P0 (%)
P2 (%)
P4 (%)
P6 (%)
Onggok
34.3
32.4
30.1
27.6
Bungkil Kelapa
57.1
57.1
57.1
57.1
Bungkil Kedelei
6.4
6.4
6.4
6.6
Minyak Biji Bunga Matahari
2.0
4.0
6.0
CaCO3
0.7
0.7
0.7
0.7
Garam
0.7
0.7
0.7
0.7
Premiks
0.7
0.7
0.7
0.7
Hasil analisa lab. Ilmu dan Teknologi Pakan (2012); lab Terpadu IPB (2012).
Keterangan:
P0 = kadar minyak biji bunga matahari 0%
P2 = kadar minyak biji bunga matahari 2%
P4 = kadar minyak biji bunga matahari 4%
P6 = kadar minyak biji bunga matahari 6%

Tabel 2 Komposisi zat makanan ransum penelitian berdasarkan bahan kering
Perlakuan
Komposisi Zat
Brachiaria
Makanan
humidicola (%)
P0 (%)
P2 (%)
P4 (%)
P6 (%)
Bahan kering
86.99
85.63
87.00
87.16
39.7
Abu
6.41
6.42
6.40
5.63
7.29
Protein kasar
21.40
20.81
19.95
20.41
12.88
Lemak kasar
3.79
4.65
7.49
8.05
0.76
Serat kasar
7.58
8.42
8.12
8.64
33.20
Beta-N
46.65
41.61
45.15
41.15
45.86
Linoleat
0.096
0.65
1.62
2.12
0.17
Kalsium
0.97
1.17
1.07
0.90
0.63
Phospor
1.07
0.94
0.89
0.88
0.35
Hasil analisa Lab. Ilmu dan Teknologi Pakan (2012); Lab Terpadu IPB (2012).
Keterangan :
P0 = kadar minyak biji bunga matahari = 0%
P2 = kadar minyak biji bunga matahari = 2%
P4 = kadar minyak biji bunga matahari = 4%
P6 = kadar minyak biji bunga matahari = 6%

4
Prosedur
Suhu dan kelembaban udara diukur untuk mengetahui kondisi udara
dikandang. Induk-induk yang sudah bunting tua diletakan di kandang beranak
individu dengan luas lantai kandang 2.5 x 1.2 m2 sehingga mudah diamati secara
intensif. Tingkah laku sekitar beranak setiap induk diamati dan dicatat dalam
formulir pengambilan data. Kamera digital digunakan untuk mengabadikan
tingkah laku induk domba garut sekitar beranak.
Pengamatan dilakukan setelah melihat adanya tanda-tanda tingkah laku
induk domba garut yang akan beranak, yang mencirikan induk gelisah, keluar
lendir di vulvanya. Frekuensi tingkah laku kemudian dianalisis dalam bentuk
rataan dari tingkah laku yang diamati. Adapun tingkah laku yang diamati adalah
tingkah laku sebelum, saat dan sesudah beranak.
Tingkah Laku Sebelum Beranak
Pengamatan dilakukan setelah melihat adanya tanda-tanda tingkah laku
induk domba garut yang akan beranak. Beberapa tingkah laku yang diamati dapat
dilihat pada Tabel 3.
Tabel 3 Pengertian beberapa tingkah laku induk sebelum beranak
Tingkah Laku
a. Berdiri
b. Berbaring

c. Jalan berkeliling
d. Vokalisasi
e. Urinasi

f. Nyengir (Flehman)
g. Mengais-ngais

Pengertian
Tingkah laku yang dilakukan induk pada saat induk
sedang gelisah yaitu induk tidak dapat beristirahat
Tingkah laku yang dilakukan induk pada saat induk
sedang merebahkan badannya atau induk akan
beristirahat
Tingkah laku yang dilakukan dengan berjalan
membentuk lingkaraan kecil
Tingkah laku ketika mengembik pada waktu-waktu
tertentu sebelum beranak
Tingkah laku induk mengeluarkan urin secara
berkala pada selang tertentu sebelum beranak
Suatu sikap dimana mulut induk terbuka, bibir atas
tertarik sehingga memperlihatkan gigi sementara
kepala diangkat atau tertarik kebelakang
Tingkah laku induk dengan mengerakan kedua kaki
depannya ke tanah atau alas kandang

Sumber : Wodzicka – Tomaszewka dan Putu (1989)

Tingkah Laku Saat Beranak
Parameter penelitian tentang tingkah laku sebelum beranak dapat dilihat
pada Tabel 4. Pengamatan dilakukan pada saat ternak yang sedang mengalami
proses beranak.

5
Tabel 4 Pengertian beberapa tingkah laku saat beranak
Pengertian

Tingkah Laku
a. Waktu beranak
b. Lama beranak (menit)
c. Posisi beranak

Waktu ketika induk beranak pada pagi, siang,
sore dan malam hari
Waktu antara terlihat pertama kali kaki anak
sampai dengan keluarnya anak secara utuh
Sikap tubuh induk pada saat tahap akhir beranak
ketika anak keluar dari tubuh induk (berdiri atau
berbaring)

Sumber : Yamin (1991)

Tingkah Laku Setelah Beranak
Parameter penelitian tentang tingkah laku setelah beranak dapat dilihat pada
Tabel 5. Pengamatan dilakukan sampai dengan satu jam setelah induk beranak.

a.
b.
c.
d.

Tabel 5 Pengertian beberapa tingkah laku setelah beranak
Tingkah Laku
Pengertian
Lama waktu menjilati
Interval dari anak lahir sampai induk selesai
(menit)
menjilati anaknya
Bagian pertama tubuh anak yang dijilati oleh
Bagian pertama dijilati
induknya
Frekuensi menyusui
Banyaknya aktivitas induk menyusui
(kali/menit)
anaknya
Lamanya seekor induk setiap kali menyusui
Lama menyusui (menit)
anaknya

Sumber : Supriyanto (2000)

Rancangan dan Analisis Data
Rancangan percobaan yang digunakan dalam penelitian ini Rancangan Acak
Lengkap pola searah, perlakuan jenis ransum dengan pemberian minyak biji
bunga matahari yang berbeda dengan 3 ulangan dan 4 perlakuan yaitu perlakuan
P0 (kontrol), P2 (2% minyak biji bunga matahari), P4 (4% penambahan minyak
biji bunga matahari) dan P6 (6% penambahan minyak biji bunga matahari). Model
yang digunakan menurut Mattjik dan Sumertajaya (2002) adalah sebagai berikut:
Yij = µ + Pi + εij
Keterangan :
Yij : Nilai pengamatan dari perlakuan minyak biji bunga matahari ke-i dan ulangan ke-j
μ : Nilai tengah umum
Pi : Pengaruh minyak biji bunga matahari pada level ke-i
εij : Pengaruh galat percobaan perlakuan ke-i pada ulangan ke-j
i : Perlakuan ke-i
j : Ulangan ke-j

Peubah yang diamati pada penelitian ini adalah tingkah laku domba sebelum,
saat dan setelah beranak. Data dianalisis dalam bentuk ANOVA menggunakan
software Minitab 14.0 dan jika data berbeda nyata dilanjutkan dengan Uji Tukey.

6

HASIL DAN PEMBAHASAN
Kondisi umum
Induk-induk domba garut yang berhasil diamati sebanyak 11 ekor dari 28
ekor induk yang bunting. Induk domba garut ini dipelihara secara intensif dan
sudah lama dikandangkan secara individu dan terbiasa berinteraksi dengan
manusia, termasuk pada saat melahirkan, sehingga pengamatan dari jarak dekat
tidak begitu mempengaruhi perilaku yang mereka tunjukan. Malam hari dombadomba tersebut juga sudah terbiasa diterangi dengan cahaya lampu. Induk domba
garut sebelum kelahiran dipindahkan ke kandang beranak dengan ukuran 2.5 x 1.2
m2. Suhu udara pada saat penelitian yang diamati pada pagi, siang dan sore hari
rata-rata berkisar antara 26 0C-33 0C dengan kelembaban 85%-92%.
Menurut Yousef (1985) ternak melakukan adaptasi terhadap suhu yang
tinggi dengan respon tingkah laku, respon fisiologis dan respon morfologis. Suhu
optimal untuk domba di daerah tropis berkisar antara 24 oC–26 oC. Kartasudjana
(2001) mengatakan bahwa keadaan optimal tersebut tidak terjadi di Indonesia
karena suhu rataan harian wilayah Indonesia adalah 29 oC pada musim hujan dan
30 oC-32 oC pada musim kemarau. Yousef (1985) mengatakan bahwa jika suhu
lingkungan naik maka tubuh ternak akan melakukan respon fisiologis dengan
peningkatan denyut jantung dan laju respirasi. Hal ini menyebabkan panas tubuh
akan cepat dialirkan oleh pembuluh darah dan dikeluarkan oleh tubuh melalui
konduksi, konveksi maupun radiasi. Kemampuan tersebut tentu ada batasnya,
apabila suhu lingkungan mencapai keadaan diluar batas kemampuannya maka
akan timbul gejala-gejala merugikan. Respon fisiologis pada domba dapat
diketahui diantaranya dengan melihat suhu tubuh, laju respirasi dan denyut
jantung.
Thermoneutral Zone (TNZ) adalah daerah yang nyaman dengan suhu
lingkungan yang sesuai untuk ternak. Daerah TNZ untuk semua ternak domba
dalam pemeliharaan berada pada suhu lingkungan antara 22 oC–31 °C (Yousef
1985). Sehingga dapat disimpulkan bahwa pada penelitian ini ternak domba
berada pada zona tidak nyaman, sehingga ternak menjadi stress, hal ini terjadi
karena sirkulasi udara dan aliran udara didalam kandang yang kurang baik,
sehingga suhu lingkungan didalam kandang menjadi panas dan ternak menjadi
terganggu.
Tingkah Laku Sebelum Beranak
Berdasarkan hasil pengamatan, induk-induk domba garut mengalami
kegelisahan dan diiringi dengan jalan bolak-balik sambil terkadang mengaisngaiskan kakinya kelantai sebelum beranak. Menurut Fraser (1980) tingkah laku
beranak adalah serangkaian kejadian yang berhubungan dan meliputi tiga tahap
yaitu sebelum beranak, saat beranak dan sesudah beranak. Tingkah laku sebelum
beranak adalah tingkah laku yang menunjukan ternak mulai gelisah yang ditandai
dengan gelisah, tidak bisa istirahat, umumnya mencari “seclusion” atau
mengasingkan diri, merebahkan diri dan bangkit berulang kali, mengeluarkan urin
sering kali, dan mulai nampak berkontraksi saat beranak (Frandson 1986).

7

Gambar 1 Induk domba garut sebelum beranak
Peningkatan keinginan beristirahat seperti berdiri, berbaring, jalan
berkeliling, urinasi dan mengais-ngais lantai menjelang beranak mencerminkan
tingkah laku membuat sarang (nesting behaviour) dan berteritorial sebagai usaha
induk untuk melindungi anak dari gangguan lingkungan luar. Selain itu indukinduk domba garut tersebut melakukan beberapa tingkah laku sebelum beranak
dapat dilihat seperti pada Tabel 6.
Tabel 6 Frekuensi tingkah laku induk domba garut sebelum beranak
Perlakuan
Parameter
P0
P2
P4
P6
Kali/Jam
Berdiri
11.67±2.08a
7.00±1.41ab
5.33±1.15b
8.67±0.85ab
Berbaring
6.00±4.36
5.00±1.41
3.67±2.08
5.33±3.06
Jalan Keliling
16.67±4.16
9.00±1.41
12.67±5.13
14.00±3.61
Vokalisasi
33.33±5.77
36.00±5.66
33.67±2.31
31.67±12.58
Urinasi
1.67±0.58b
4.00±1.41ab
1.67±0.58b
6.33±1.15a
Nyengir
12.67±4.51
23.00±2.83
16.67±11.93 24.00±9.00
Mengais-ngais
11.00±1.73
16.00±5.66
17.33±12.22 19.33±6.81
Keterangan : angka dengan huruf berbeda pada baris yang sama menunjukan perbedaan nyata
(P < 0.05)

Berdasarkan hasil statistik menunjukkan bahwa, pemberian minyak biji
bunga matahari pada induk domba garut mempengaruhi tingkah laku sebelum
beranak yaitu tingkah laku berdiri dan urinasi. Tingkah laku berdiri terjadi karena
ternak sebelum beranak sangat gelisah dan sering melakukan pergerakan dengan
bangkit atau berdiri untuk mencari tempat yang nyaman ketika beranak.
Berdasarkan perlakuan P0 diperoleh hasil dengan waktu berdiri yang tertinggi
yaitu (11.67±2.08), sedangkan pada perlakuan P4 memiliki kemampuan untuk
menekan kegelisahan pada ternak domba sebelum beranak sehingga waktu
berdirinya sedikit yaitu (5.33±1.15).
Pemberian pakan dengan level 4% sangat baik diberikan pada induk selama
kebuntingan sehingga dapat menekan kegelisahan pada induk domba sebelum
beranak. Selain ternak gelisah ternak juga mengalami stress sehingga ternak lebih
banyak melakukan tingkah laku urinasi sebelum beranak, tetapi pengaruh pakan
pada tingkah laku urinasi tidak memberikan efek karena pada perlakuan P0 dan
perlakuan P4 memiliki tingkat urinasi yang sama, tetapi pada perlakuan P6

8
tingkah laku urinasi paling sering terjadi, diduga pada level 6% dengan
kandungan asam lemak yang tinggi memacu terjadinya kontraksi yang kuat
didalam rahim induk, sehingga induk menahan rasa sakit, dengan seringnya
melakukan tingkah laku urinasi. Vokalisasi atau tingkah laku mengembik yang
diperlihatkan induk domba garut dapat diartikan induk mencari panggilan terbaik
untuk anaknya atau mencoba bersosialisasi dengan tetangganya.
Tingkah Laku Saat Beranak
Tingkah laku saat beranak adalah tingkah laku yang terjadi ketika induk siap
beranak. Selama proses beranak induk-induk domba masih menunjukkan tingkah
laku berdiri, berbaring, vokalisasi, flehmen dan tidak diam pada satu tempat saja
(Sinaga 1995). Induk-induk domba garut yang diamati menunjukan tingkah laku
berusaha menjauh dan menyendiri disudut atau pinggir kandang, dan melahirkan
di tempat cairan amnion jatuh pertama kalinya. Pemisahan diri ini akan sangat
terlihat jelas pada domba-domba yang dilepas di lapangan, seperti yang
dilaporkan oleh Arnold dan Morgan (1975).

Gambar 2 Induk domba garut saat beranak
Ternak yang dipelihara pada penelitian ini domba dikandangkan secara
intensif dan tidak berkelompok. Dari induk-induk domba garut yang diamati,
beberapa induk domba melahirkan di tempat induk tersebut siap beranak. Hal ini
disebabkan karena induk-induk tersebut ditempatkan pada kandang beranak yang
berukuran 2.5 x 1.2 m2 sehingga cukup bagi induk untuk bergerak bebas dan
memilih tempat yang cocok untuk beranak. Menurut Kilgour dan Dalton (1984)
menyatakan bahwa luasan kandang yang memadai untuk induk domba yang
berukuran kecil adalah 1.5 m2 per ekor dan untuk induk domba yang berukuran
besar 2.3 m2 per ekor. Hal tersebut menunjukan bahwa luasan kandang untuk
domba penelitian telah memadai sehingga induk domba yang akan beranak
mempunyai kesempatan untuk memilih tempat beranak. Supriyanto (2000)
menyatakan bahwa luasan kandang mempengaruhi tingkah laku saat beranak.
Adapun tingkah laku yang diamati saat beranak pada penelitian ini adalah waktu
beranak, lama beranak dan posisi induk beranak.

9
Waktu Beranak
Distribusi waktu beranak menunjukan bahwa induk-induk domba garut
berdasarkan perlakuan yaitu P0 lebih banyak beranak pada malam hari (24.0006.00 WIB) sebesar 66.67%, P2 lebih banyak beranak pada pagi hari (06.00-12.00
WIB) sebesar 66.67%, P4 beranak pada siang hari (12.00-24.00 WIB) sebesar
40%, dan P6 lebih banyak beranak pada pagi hari/subuh (24.00-06.00 WIB)
sebesar 75% induk yang beranak. Hasil penelitian dapat disimpulkan bahwa
persentase waktu beranak lebih dominan pada pagi hari. Tabel 7 menunjukan
distribusi waktu beranak pada induk domba garut.
Tabel 7 Distribusi waktu beranak induk domba garut
Perlakuan
Interval Waktu
P0
P2
P4
(%)
06.00 – 12.00 WIB
33.33
66.67
20
12.00 – 18.00 WIB
40
18.00 – 24.00 WIB
40
24.00 – 06.00 WIB
66.67
33.33
-

P6
25
75

Berdasarkan hasil statistik menunjukan, pemberian minyak biji bunga
matahari tidak mempengaruhi waktu beranak. Hasil penelitian ini menunjukkan
bahwa waktu beranak menyebar sepanjang hari, hal ini didukung oleh pernyataan
dari Arnold dan Morgan (1975) bahwa waktu beranak induk domba menyebar
secara acak dalam siklus 24 jam. Waktu beranak yang dominan terjadi pada pagi
hari karena, ternak mencari tempat nyaman karena pada subuh atau pagi hari
suasana relatif tenang dan udara sejuk. Induk-induk domba garut jarang beranak
pada siklus 24 jam tetapi ternak akan beranak pada waktu-waktu tertentu pada
saat ternak tersebut merasa nyaman. Beranak pada siang dan sore hari
kemungkinan ternak mengalami stress akibat dari faktor lingkungan seperti suhu,
kelembaban, dan kebisingan serta aktivitas dari pekerja.
Menurut Sutama dan Budiarsana (1995) melaporkan bahwa kecenderungan
ternak domba lebih banyak beranak (61%) pada waktu relatif tenang. Umumnya
perubahan hormon berhubungan dengan kelahiran seperti pada saat fetus
mencapai pertumbuhan yang sempurna, selama kebuntingan kadar progesteron
yang relatif tinggi sangat dibutuhkan. Secara hormonal kelahiran diinduksi dengan
peningkatan kadar hormon estrogen atau oksitosin dan penurunan kadar
progesteron dalam sirkulasi darah induk.
Kadar progesteron turun dan kadar estrogen meningkat pada akhir
kebuntingan, yang kemudian diduga mengertakkan pelepasan oksitosin dari
neurohipofisa dan menyebabkan kelahiran (Reeves 1987). Pada domba, sejak
progesteron terlihat tinggi dalam darah selama masa akhir kebuntingan langsung
diproduksi oleh plasenta. Penentuan tingkat progesteron sebelum kelahiran terjadi,
dan berguna dalam pendugan waktu kelahiran secara tepat. Manfaat pengamatan
ini adalah untuk memberikan informasi waktu beranak yang sering terjadi,
sehingga dilapangan peternak dapat bersiap-siap untuk membantu induk beranak
ketika induk susah melahirkan, terutama pada induk domba yang baru pertama
kali beranak.

10
Lama Beranak
Lama beranak normal pada induk domba yaitu selama 30 menit, ada juga
beberapa penelitian yang mengatakan lama beranak bervariasi antar satu menit
sampai lebih dari tiga jam (Arnold dan Morgan 1975; Tomaszewka et al. 1991).
Lama beranak induk domba dapat dilihat pada Tabel 8 berikut ini.
Tabel 8 Rataan dan standar deviasi tingkah laku lama beranak dan posisi beranak
pada induk yang melahirkan anak tunggal dan kembar
Perlakuan
Parameter
P0
P2
P4
P6
(Menit)
Lama beranak
61.33±12.06a 55.00±7.07a 17.00±2.00b 18.33±10.41b
Posisi beranak
Berdiri
Berdiri
Berdiri
Berdiri
Keterangan : lambang yang berbeda pada baris yang sama menunjukan perbedaan nyata (P < 0.05)

Berdasarkan hasil statistik menunjukan, pemberian minyak biji bunga
matahari mempengaruhi lama beranak. Hasil penelitian menunjukan bahwa lama
beranak pada perlakuan P0 dan P2 lebih tinggi, sedangkan pada perlakuan P4 dan
P6 memiliki kemampuan untuk mempercepat proses kelahiran anak, hal ini
dikarena penambahan minyak bunga matahari dalam ransum induk dapat
memperbaiki fungsi uterus dan fertilitas sehingga mempercepat proses kelahiran
pada anak.
Hasil ini memberi gambaran bahwa minyak bunga matahari mampu
menyediakan asam lemak yang berfungsi sebagai perkursor hormon steroid yang
dibutuhkan untuk mempersiapkan fungsi ovarium sebelum terjadi ovulasi yang
dapat mendukung munculnya sifat prolifik dari domba garut. Dengan semakin
cepat induk melahirkan anaknya maka akan semakin baik proses kelahiran anak,
hal ini diduga karena akan menurunkan tingkat mortalitas yang tinggi pada anak
ketika baru lahir, sehingga dapat disimpulkan dengan adanya penambahan asam
lemak pada induk bunting diduga dapat memperbaiki efisensi produksi pada
ternak domba. Manfaat pengamatan ini adalah dengan adanya penambahan asam
lemak linoleat diharapkan dapat mempercepat proses kelahiran pada induk yang
beranak sehingga dengan waktu beranak yang singkat akan mengurangi rasa sakit
pada induk ketika melahirkan.
Posisi Beranak
Posisi induk beranak yang teramati adalah semua posisi berdiri. Menurut
Arnold dan Morgan (1975) hampir seluruh induk melahirkan anaknya dalam
posisi berbaring dan hanya 28% diantarnya dalam posisi berdiri. Posisi berbaring
saat beranak lebih menguntungkan bagi keselamatan anak yang baru lahir. Posisi
beranak berbaring akan mengurangi luka atau memar pada saat anak lahir.
Berdasarkan hasil pengamatan bahwa kebanyakan induk domba garut
beranak dengan posisi berdiri. Hasil penelitian yang didapat menunjukan bahwa
semua induk domba melahirkan dengan posisi berdiri karena ketika induk-induk
tersebut beranak dalam posisi berbaring, fetus yang akan lahir susah keluar dan
induk lebih banyak merejan atau melakukan tingkah laku nyengir/flehmen ketika

11
berbaring, sehingga induk-induk domba garut ini lebih dominan beranak dengan
posisi berdiri.
Tingkah Laku Setelah Beranak
Tingkah laku setelah beranak adalah tingkah laku yang dilakukan oleh induk
ketika anak telah lahir. Tingkah laku induk domba garut yang diamati setelah
beranak adalah lama waktu menjilati yaitu interval waktu dari anak keluar secara
utuh sampai sampai awal induk menjilati anak dan bagian pertama tubuh anak
yang dijilati oleh induk domba. Berdasarkan pengamatan dari semua perlakuan
bahwa induk segera setelah beranak, induk mendekati dan menjilati anaknya.
Terkadang sebagian induk mengais-ngaiskan kakinya ke lantai sambil melakukan
vokalisasi yang bertujuan untuk membersihkan dan menjaga anaknya dan mencari
tempat yang cocok bagi anaknya.
Tingkah laku tersebut pada induk domba akan tertunda ketika ternak
terkejut dengan kehadiran pekerja atau pengamat yang mencoba mendekati induk
domba (Supriyanto 2000), tetapi pada penelitian ini induk domba dibiarkan secara
alami untuk menjilati anaknya sampai anak bisa berdiri dan bulu sudah kering.
Segera setelah anak lahir, induk domba mulai menjilati anaknya mulai dari kepala,
leher, kemudian bagian tubuh lainnya karena induk tertarik pada bagian yang
bergerak atau secara naluri induk berusaha untuk membersihkan saluran
pernapasan anaknya dan membentuk jalinan antara induk dan anak (WodzickaTomaszewka et al. 1991; Sutama dan Inounu 1993; Sutama dan Budiarsana 1995).
Segera setelah anak lahir, kebanyakan anak domba garut akan berbaring dilantai
atau alas kandang beberapa saat, dan kemudian akan menggerakan kepalanya
(Gatenby et al. 1994). Hasil pengamatan bahwa terlihat tidak adanya perbedaan
waktu menjilati dari setiap perlakuan yang diberi minyak bunga matahari.
Tingkah laku setelah beranak induk domba garut dapat dilihat pada Tabel 9
berikut ini.
Tabel 9 Rataan setelah beranak induk domba garut
Perlakuan
Parameter
P0(n=3)
P2(n=2)
P4(n=3)
Lama waktu menjilati 24.67±4.51
33.05±9.19 32.67±10.97
(menit)
Frekuensi menyusui
12.67±8.08
11.50±2.12 14.33±8.50
(kali/jam)
Lama menyusui
10.67±14.15 3.50±0.71
2.67±0.58
(menit)

P6(n=3)
32.00±6.08
8.00±1.00
9.00±9.54

Berdasarkan statistik menunjukan bahwa tidak ada pengaruh lama waktu
menjilati induk domba garut yang diberi minyak bunga matahari, padahal semakin
lama induk menjilati anaknya akan semakin baik, karena akan terjalin adanya
maternal bonding antara induk dengan anak. Menurut Sutama dan Inounu (1993)
menyatakan tingkah laku lama waktu menjilati mungkin terkait dengan naluri
induk yang lebih tertarik pada bagian tubuh yang bergerak. Induk yang beranak
kembar, tingkah laku menjilati anak terganggu sebentar pada saat anak kedua
akan lahir. Selanjutnya induk akan membersihkan keduanya secara bergantiaan.

12

Gambar 3 Induk domba garut menyusui anaknya
Tingkah laku menyusui (maternal behavior) adalah pemberian makanan dan
penjagaan terhadap anak dari bahaya, tetapi hanya pada induk laktasi yang
menyusui pada masa awal kelahiran. Tingkah laku induk penting dari aspek klinis
berkaitan dengan mortalitas anak terutama minggu pertama pembesaran anak
domba. Frekuensi menyusui adalah banyaknya aktivitas induk menyusui anaknya.
Semakin banyak induk untuk menyusui anaknya maka anak akan semakin
cepat anak untuk mendapatkan air susu terutama pada awal kelahiran agar
menjaga daya tahan anak ketika lahir, sehingga anak mejadi sehat. lama menyusui
adalah lamanya induk menyusui anaknya. Kecepatan anak untuk dapat menyusu
sangat dipengaruhi oleh tingkah laku induknya. Induk yang baik akan membantu
anaknya dalam usaha mencari dan membiarkan anaknya mencari puting susu di
sepanjang tubuh induk.
Kadang-kadang beberapa induk mengangkat kaki belakang dan
merendahkan bagian belakang badannya sehingga anak akan lebih mudah
menemukan puting susu (Sutama dan Inounu 1993; Sutama dan Budiarsana 1995).
Induk yang baru pertama kali beranak atau pada induk yang mempunyai sifat
keindukan yang kurang baik, cenderung membuat anaknya berada didepannya,
walaupun akhirnya induk mengijinkan anaknya untuk menyusu. Keadaan seperti
ini, terutama bila anaknya agak lemah, sering menjadi penyebab keterlambatan
anak mendapat kolostrum yang sangat penting bagi anak yang baru lahir sebagai
sumber kekebalan tubuhnya.
Bagian Tubuh Anak Yang Pertama Dijilati
Induk domba garut menjilati anaknya pada bagian tubuh anak adalah
sebagian besar bagian kepala terlebih dahulu seperti yang terlihat pada Tabel 10.
Tabel 10 Bagian pertama anak domba garut dijilati oleh induknya
Perlakuan
Bagian yang dijilati
P0
P2
P4
P6
(%)
Kepala
100
100
40
60
Lainnya
60
40

13
Berdasarkan hasil penelitian bahwa pada perlakuan P0 dan P2 induk
menjilati anaknya 100% pada bagian kepala terlebih dahulu, perlakuan P4 induk
lebih dominan menjilati bagian lainnya terlebih dahulu yaitu 60%, dan bagian
kepala hanya 40%. Pada perlakuan P6 dominan induk menjilati pada bagian
kepala yaitu 60% dan bagian lainnya 40%. Dapat disimpulkan bahwa kebanyakan
induk domba garut menjilati anaknya pada bagian kepala diduga, karena induk
tertarik dengan bagian tubuh yang bergerak hal ini sesuai dengan pernyataan
Sutama dan Inounu (1993) atau secara naluri induk berusaha untuk membersihkan
salauran pernafasan anaknya dan membentuk jalinan antara induk dan anak
(Wodzicka-Tomaszewka et al. 1991; Sutama dan Inounu 1993; Sutama dan
Budiarsana 1995).

SIMPULAN DAN SARAN
Simpulan
Pemberian minyak biji bunga matahari dengan level 2%, 4% dan 6%
dalam ransum induk domba bunting dapat mempengaruhi tingkah laku induk
sebelum dan saat beranak, tetapi tidak menunjukan pengaruh pada tingkah laku
setelah beranak. Tingkah laku induk domba sebelum beranak yang berpengaruh
adalah berdiri dan urinasi, sedangkan pada tingkah laku saat beranak yang
berpengaruh adalah lama beranak. Waktu beranak induk domba garut dominan
terjadi pada pagi hari dan induk beranak pada kondisi yang nyaman dan tenang
dengan posisi beranak adalah berdiri. Bagian yang dijilati pertama induk ketika
anak lahir adalah pada bagian kepala yang bertujuan untuk mempercepat proses
pernapasan pada anaknya ketika lahir. Perlakuan pakan yang ditambahkan minyak
biji bunga matahari dengan level 4% memberikan pengaruh sangat baik terhadap
tingkah laku beranak
Saran
Penelitian lebih lanjut untuk mengetahui tingkah laku beranak dengan
pengaruh penambahan minyak biji bunga matahari pada induk domba garut yang
sebelumnya pernah beranak, sehingga dapat menghasilkan anak kembar yang
sehat dan mengurangi tingkat kematian pada anak saat lahir dan efisiensi produksi
dapat ditingkatkan.
DAFTAR PUSTAKA
Arnold GW, Morgan PD. 1975. Behaviour of the ewe and lamb at lambing and its
relationship to lamb mortality. Appl. Anim. Ethol. 2: 25-46.
Dwiyanto K, Inounu I. 2001. Ketersediaan teknologi dan pengembangan
ruminansia kecil. (makalah pada seminar nasional domba dan kambing).
Bogor (ID) : Institut Pertanian Bogor.
Frandson RD. 1986. Anatomy and Physiology of Farm Animals. Philadelphia
(US). Lea & Febriger.

14
Fraser AF. 1980. Farm Animal Behaviour. Tindal, London (UK). Bailiere.
Gatenby RM, Batubara A, Doloksaribu M. 1994. The Behaviour of Sheep at
Lambing. SR-CRSP, SBPT, P.O.BOX 1, Galang 20585, North Sumatra (ID).
Indonesia.
Hafez ESE. 1987. Reproduction of Farm Animal. Ed ke-4. Philadelphia (US). Lea
and Febiger.
Kartasudjana R. 2001. Mengawetkan Hijauan Pakan Ternak. Direktorat
Menengah Kejuruan. Jakarta (ID).
Kilgour R, Dalton C. 1984. Livestock Behaviour. London (UK). Granada.
Mathius IW, Sastradipradja D, Sutardi T, Natasasmita A, Sofyan LA &
Sihombing DTH. 2002. Strategic study on energy-protein requirements for
local sheep: 4. ewes during late pregnancy. JITV 7(3): 167-180.
Supriyanto. 2000. Tingkah laku beranak domba merino dan sumatera. [skripsi].
Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor.
Sutama IK, Inounu I. 1993. Tingkah laku beranak domba Jawa dengan galur
prolifikasi yang berbeda. Ilmu dan Peternakan. 6: 11-14.
Sutama IK, Budiarsana IGM. 1995. Tingkah laku induk domba ekor gemuk
sekitar waktu beranak. Ilmu dan Peternakan. 8: 15-18.
Wodzicka-Tomaszewka, M. & Putu IG. 1989. Reproduction of behaviour in
relation to animal production in Indonesia. IPB-Australia Project, Bogor
(ID). Indonesia.
Wodzicka-Tomaszewka M, Sutama IK, Putu IG, Chaniago TD. 1991. Reproduksi
Tingkah Laku, dan Produksi Ternak di Indonesia. Jakarta (ID). PT
Gramedia Pustaka.
Yamin M. 1991. Periparturient behaviour in angora goats. Study Project in Post
Graduate Diploma in Appl. Sci. (Agric.). Gatton College. (AUS). The
University of Queensland.
Yousef MK. 1985. Stress Fisiologi in Livestock. Vol. 1. Florida (US). Boca Raton.
CRC Press Inc.

15

LAMPIRAN
Lampiran 1 Formulir pengambilan data
Hari/Tanggal
No.Induk
Jam Awal Pengamatan
Bangsa Domba

1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.

:
:
:
:

Tingkah Laku Induk Domba Sebelum Beranak
Tingkah Laku
Frekuensi
Berdiri
Berbaring
Jalan keliling
Vokalisasi
Urinasi
Nyengir/Flehmen
Mengais-ngais

Tingkah Laku
Waktu beranak
Lama beranak
Posisi beranak
Dll / catatan

Tingkah Laku

Jam

Tingkah Laku Induk Domba Saat Beranak
Jam
Anak 1
Anak 2

berdiri

Berbaring

berdiri

Berbaring

Tingkah Laku Induk Setelah Beranak
Anak 1
Anak 2
Awal (anak
Akhir (induk
Awal (anak
Akhir (induk
keluar utuh)
pertama kali
keluar utuh)
pertama kali
menjilati)
menjilati)

Lama waktu
menjilati
Frekuensi
menyusui
Lama
menyusui
Bagian yang Urutan
dijilati
Kepala
Lainnya

Jam

Urutan

Jam

16
Lampiran 2 Hasil analisis ragam
- Analisis ragam tingkah laku berdiri sebelum beranak
Sumber
db
JK
KT
Perlakuan
3
64.182
21.394
Galat
7
32.000
4.571
Total
10
96.182
*berbeda nyata (P0.05)

F
4.68

P
0.043*

F
0.30

P
0.824

- Analisis ragam tingkah laku jalan keliling sebelum beranak
Sumber
db
JK
KT
F
Perlakuan
3
73.39
24.46
1.48
Galat
7
115.33
16.48
Total
10
188.73
*tidak berbeda nyata (P>0.05)
- Analisis ragam tingkah laku vokalisasi sebelum beranak
Sumber
Db
JK
KT
Perlakuan
3
23.64
7.88
Galat
7
526.00
75.14
Total
10
549.64
*tidak berbeda nyata (P>0.05)
- Analisis ragam tingkah laku urinasi sebelum beranak
Sumber
Db
JK
KT
Perlakuan
3
44.545
14.848
Galat
7
6.000
0.857
Total
10
50.545
*berbeda nyata (P0.05)
- Analisis ragam tingkah laku mengais-ngais sebelum beranak
Sumber
db
JK
KT
F
Perlakuan
3
113.58
37.86
0.62
Galat
7
429.33
61.33
Total
10
542.91
*tidak berbeda nyata (P>0.05)

P
0.396

P
0.626

17
- Analisis ragam tingkah laku waktu beranak pada saat induk beranak
Sumber
Perlakuan
Galat
Total

db
3
5
8

JK
0.333
3.667
4.000

KT
0.111
0.733

F
0.15

P
0.924

*tidak berbeda nyata (P>0.05)
- Analisis ragam tingkah laku lama beranak pada saat induk beranak
Sumber
Perlakuan
Galat
Total

db
3
7
10

JK
4665.2
565.3
5230.5

KT
1555.1
80.8

F
19.26

P
0.001*

*berbeda nyata (P0.05)
- Analisis ragam tingkah laku frekuensi menyusui setelah induk beranak
Sumber
Perlakuan
Galat
Total

Db
3
7
10

JK
64.71
281.83
346.55

KT
21.57

F
0.54

P
0.672

*tidak berbeda nyata (P>0.05)
- Analisis ragam tingkah laku lama menyusui setelah induk beranak
Sumber
Perlakuan
Galat
Total

Db
3
7
10

JK
132.35
583.83
716.18

*tidak berbeda nyata (P>0.05)

KT
44.12
83.40

F
0.53

P
0.667

18

RIWAYAT HIDUP
Penulis dilahirkan di Gambur, Kalimantan Barat pada tanggal 23 Agustus
1989. Penulis adalah anak keenam dari delapan bersaudara dari pasangan Bapak
Didimus Darasmin (Alm) dan Ibu Yohana. Pendidikan penulis diawali dari
Sekolah Dasar Negeri 35 Tumabang pada tahun 1995. Tahun 2001, penulis
melanjutkan pendidikan ke Sekolah Menengah Pertama Katolik Pahauman
kemudian penulis menempuh pendidikan Sekolah Menengah Atas Negeri 2
Sengah Temila pada tahun 2004.
Penulis diterima di Institut Pertanian Bogor (IPB) melalui jalur Beasiswa
Utusan Daerah (BUD) Kabupaten Landak, dan menempuh program Prauniversitas
selama tahun 2008-2009, kemudian memulai tahap Tingkat Persiapan Bersama
(TPB) pada tahun 2009, dan diterima di Departemen Ilmu Produksi dan Teknologi
Peternakan, Fakultas Peternakan. Selama menempuh pendidikan di Institut
Pertanian Bogor, penulis pernah menjadi anggota Koor Keluarga Mahasiswa
Katolik IPB tahun 2008-2010, finalis lomba tarian Dayak di acara Gebyar
Nusantara IPB tahun 2009-2010, anggota POPK Fapet IPB, dan anggota Keluarga
Mahasiswa Katolik (KEMAKI IPB). Penulis juga mengikuti berbagai kepanitiaan
yaitu, divisi dana usaha perayaan Natal Fakultas Peternakan IPB tahun 2011, dan
divisi acara Makrab IPTP 47 IPB tahun 2012. Pada akhir studi, penulis juga
bergabung sebagai asisten praktikum Mata Kuliah Tingkah Laku dan
Kesejahteraan Ternak tahun 2013.