Kecernaan Zat Makanan pada Domba Garut Bunting yang Diberi Ransum dengan Level Minyak Biji Bunga Matahari Berbeda

KECERNAAN ZAT MAKANAN PADA DOMBA GARUT
BUNTING YANG DIBERI RANSUM DENGAN LEVEL
MINYAK BIJI BUNGA MATAHARI BERBEDA

RIA MEITASARI

DEPARTEMEN ILMU NUTRISI DAN TEKNOLOGI PAKAN
FAKULTAS PETERNAKAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2014

PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN
SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA*
Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Kecernaan Zat
Makanan pada Domba Garut Bunting yang Diberi Ransum dengan Level Minyak
Biji Bunga Matahari Berbeda adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi
pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi
mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan
maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan
dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini.

Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut
Pertanian Bogor.
Bogor, Februari 2014
Ria Meitasari
NIM D24090153

ABSTRAK
RIA MEITASARI. Kecernaan Zat Makanan pada Domba Garut Bunting yang
Diberi Ransum dengan Level Minyak Biji Bunga Matahari Berbeda. Dibimbing
oleh KUKUH BUDI SATOTO dan LILIS KHOTIJAH.
Tujuan dari penelitian ini adalah menentukan level optimal penggunaan
minyak biji bunga matahari dalam ransum yang dievaluasi melalui pengukuran
kecernaan zat makanan pada domba fase tengah kebuntingan. Penelitian ini
menggunakan rancangan acak lengkap (RAL) dengan 4 perlakuan, yaitu P0 (tanpa
minyak biji bunga matahari), P1 (2% minyak biji bunga matahari), P2 (4%
minyak biji bunga matahari), dan P3 (6% minyak biji bunga matahari). Data yang
diperoleh dianalisis dengan analisis ragam (ANOVA) dan apabila berbeda nyata
diuji lanjut menggunakan polinomial ortogonal. Hasil penelitian menunjukkan
bahwa penambahan minyak biji bunga matahari dalam ransum tidak berpengaruh
terhadap konsumsi dan kecernaan bahan kering, protein kasar, serat kasar, BETN,

TDN, pertambahan bobot badan dan efisiensi pakan, tetapi secara nyata
berpengaruh terhadap konsumsi dan kecernaan dari lemak kasar. Penggunaan 4%
minyak biji bunga matahari dalam ransum dapat meningkatkan konsumsi dan
kecernaan lemak kasar pada induk domba bunting.
Kata kunci: domba bunting, kecernaan, minyak biji bunga matahari

ABSTRACT
RIA MEITASARI. Nutrient Digestibility of Garut Pregnant Ewes Fed Ration with
Different Levels of Sunflower Seed Oil. Supervised by KUKUH BUDI SATOTO
and LILIS KHOTIJAH.
The aim of this research was to determine the optimal level of sunflower seed oil
in the diet that evaluated through measurement of nutrient digestibility in Garut ewes at
the middle period of pregnancy. This research used completely randomized design and
divided into four treatments. The treatments were P0 (without sunflower seed oil), P1
(2% of sunflower seed oil), P2 (4% of sunflower seed oil) and P3 (6% of sunflower
seed oil). Data were analyzed by analysis of variance and any significant differences
were further tested using polynomial orthogonal. The result showed that the treatments
did not affect the consumption and digestibility of dry matter, crude protein, crude fiber,
N-free extract, total digestible nutrients, average daily gain and feed efficiency, but its
significantly affected (P0.05). Kecernaan bahan kering yang tidak berbeda

bisa disebabkan oleh konsumsi bahan kering ransumnya yang tidak berbeda (Zain
1999) dan kandungan bahan kering yang relatif sama dalam ransum yang diberikan
pada domba (Karolita 2011). Meskipun hasil yang diperoleh tidak berbeda,
penggunaan minyak biji bunga matahari dalam ransum mampu meningkatkan
konsumsi bahan kering dibandingkan dengan konsumsi bahan kering domba yang
diberi ransum tanpa menggunakan minyak. Hal ini terjadi karena konsumsi bahan
kering juga mengalami peningkatan. Peningkatan tersebut akan mengakibatkan
konsumsi zat makanan lainnya juga cenderung meningkat, dimana pola
konsumsinya seirama dengan konsumsi bahan kering dan akan berpengaruh pula
pada pola kecernaan zat makanan pada induk domba bunting.
Tabel 4 menunjukkan kecernaan bahan kering adalah 456.49-601.28 g ekor-1
hari-1 atau 68.97%-76.98%. Kecernaan bahan kering yang didapat lebih tinggi dari
hasil kecernaan bahan kering ransum yang diberikan minyak biji bunga matahari
sebesar 5% dan 10% pada domba Nellore brown dalam penelitian Alexander et al.
(2002) yaitu sebesar 54.2% dan 62.9%. Hal ini diduga terjadi karena perbedaan
kandungan zat makanan dalam ransum, status fisiologi ternak, dan lingkungan tempat
domba dipelihara. Hasil yang diperoleh dalam penelitian ini lebih rendah dari
penelitian Pujiawati (2013) yang kecernaan bahan keringnya berkisar 74.85% sampai
85.73%, dengan ransum yang sama tetapi status kebuntingan yang berbeda
menunjukkan bahwa pada akhir kebuntingan kebutuhan induk akan meningkat lebih

pesat dari kebutuhan saat tengah kebuntingan.
Kecernaan Protein Kasar
Perlakuan yang diberikan tidak mempengaruhi kecernaan protein kasar.
Kecernaan protein kasar yang diperoleh yaitu 90.45-121.35 g ekor-1 hari-1 atau
76.34%-81.79%. Kecernaan protein kasar dalam penelitian ini lebih tinggi
dibandingkan dengan hasil kecernaan protein kasar pada penelitian Ici (2012) yaitu
71.68%-74.71%, namun lebih rendah dari penelitian Pujiawati (2013) yaitu 80.71%86.60%. Faktor yang dapat mempengaruhi kecernaan protein kasar adalah kandungan
protein dalam ransum yang dikonsumsi ternak. Ransum dengan kandungan protein
tinggi, umumnya mempunyai kecernaan yang tinggi pula dan sebaliknya (Prawitasari

8
et al. 2007). NRC (2006) menyarankan kebutuhan protein tercerna untuk domba
bunting dengan bobot badan 40 kg dalam periode 15 minggu kebuntingan antara 98
sampai 129 g ekor-1 hari-1. Dapat dilihat pada Tabel 4 nilai protein tercerna yang
diperoleh masih berada dalam kisaran yang disarankan, dengan demikian dapat
diduga bahwa pemberian minyak biji bunga matahari hingga level 6% mampu
mencukupi kebutuhan protein induk domba bunting.
Tabel 4 Kecernaan zat makanan dan total digestible nutrient selama penelitian
Peubah
BKC

(g ekor-1
hari-1)
KCBK
(%)
PKC
(g ekor-1
hari-1)
KCPK
(%)
LKC
(g ekor-1
hari-1)
KCLK
(%)
SKC
(g ekor-1
hari-1)
KCSK
(%)
BETN-C

(g ekor-1
hari-1)
KC-BETN
(%)
TDN
(kg ekor-1
hari-1)
TDN
(%)

Perlakuan

Sig.

P0

P1

P2


P3

518.60 ± 33.81

596.34 ± 25.55

601.28 ± 48.48

456.49 ± 141.70

70.16 ± 5.44

76.98 ± 4.15

74.50 ± 5.96

68.97 ± 3.26

108.96 ± 5.41


117.37 ± 2.56

121.35 ± 8.95

90.45 ± 29.49

77.27 ± 4.42

81.79 ± 2.27

80.69 ± 3.81

76.34 ± 3.27

19.40 ± 0.76

25.73 ± 0.62

42.36 ± 4.52


34.60 ± 12.73

88.49 ± 3.51

94.15 ± 2.28

94.81 ± 1.30

93.04 ± 1.23

101.02 ± 10.57

151.16 ± 11.38

119.38 ± 18.62

104.81 ± 32.20

54.97 ± 6.65


68.65 ± 6.1

60.27 ± 10.6

57.35 ± 4.18

267.44 ± 12.18

271.74 ± 8.92

293.21 ± 17.78

209.31 ± 60.36

77.91 ± 4.54

81.89 ± 3.47

80.08 ± 4.39


74.27 ±

2.92

0.52 ± 0.03

0.60 ± 0.02

0.63 ± 0.05

0.48 ±

0.15

70.49 ± 4.80

77.22 ± 3.85

77.93 ± 5.37

72.85 ±

3.95

TS

TS

Kuadratik*

TS

TS

TS

P0: ransum tanpa penambahan minyak biji bunga matahari, P1: ransum yang ditambah 2% minyak
biji bunga matahari, P2: ransum yang ditambah 4% minyak biji bunga matahari, P3: ransum yang
ditambah 6% minyak biji bunga matahari, BKC: bahan kering tercerna, PKC: protein kasar
tercerna, LKC: lemak kasar tercerna, SKC: serat kasar tercerna, BETN-C: bahan ekstrak tanpa
nitrogen tercerna, KC: koefisien cerna, Sig.: Signifikan, TS: Tidak Signifikan (P>0.05), *(P