8 deksametasone untuk mengatasi gejala tersebut. Vitamin berikan untuk memperkuat sistem
imunitas tubuh pada anak yang masih lemah terutama pada keadaan sakit anak sangat mudah terserang penyakit lainnya.
C. Evaluasi antibiotik
Penyakit ISPaA disebabkan oleh bakteri atau virus kecuali untuk diagnosa influenza. Terapi penggunaan antibiotik sangat diperlukan untuk menghambat
pertumbuhan atau membunuh bakteri penyebab ISPaA. Penggunaan antibiotik yang tepat dan rasional dapat menentukan keberhasilan kualitas terapi dan ketidaktepatan pemberian
antibiotik dapat menimbulkan efek samping terutama resistensi yang akhir–akhir ini sangat banyak kasus tentang resistensi antibiotik karena penggunaanya yang kurang tepat Warsa
et al. , 1990. Berikut ini evaluasi penggunaan antibiotik yang mencakup tepat indikasi,
tepat obat, tepat pasien, tepat dosis dan tepat secara keseluruhanya dengan dibandingkan dengan pedoman standar dari WHO tahun 2003 yang dipakai.
1. Tepat indikasi
Evauasi pertama yaitu tepat indikasi. Tepat indikasi adalah kesesuaian penatalaksanaan terhadap indikasi pada penyakit ISPaA.
Tabel 3. Perbandingan Penatalaksanaan vs Standar WHO Tahun 2003 Berdasarkan Indikasi pada Terapi ISPaA Anak di Puskesmas Kunduran Tahun 2013
Indikasi Penatalaksanaan Standar
WHO Jumlah
Faringitis Antibiotik Antibiotik
71 kasus
Sinusitis Antibiotik Antibiotik
1 kasus
Influenza Antibiotik
Tidak perlu antibiotik 38 kasus
Dari hasil pengambilan data didapatkan hasil 72 pasien 65,50 tepat indikasi dan 38 pasien 34.50 tidak tepat indikasi. Dari 72 pasien yang tepat indikasi tersebut adalah
pasien dengan diagnosa faringitis dan sinusitis kemudian penatalaksanaan terapinya menggunakan antibiotik. Terdapat 38 pasien yang tidak tepat indikasi karena diagnosa
pasien yaitu infuenza. Penatalaksanaan influenza tidak menggunakan antibiotik tetapi cukup diberikan paracetamol WHO, 2003. Influenza juga bersifat sembuh sendiri self-
limiting sehingga penggunaan antibiotik tidak diperlukan untuk terapi influenza. Akan
tetapi petugas kesehatan di Puskesmas menyatakan bahwa pemberian antibiotik pada influenza sering di berikan jika pasien anak mengalami gelaja batuk parah, demam tinggi
sehingga jika tidak diatasi dengan antibiotik bisa menjadi infeksi saluran pernapasan bawah dan juga pasien anak yang datang ke puskesmas dengan gejala batuk pilek banyak
yang datang kembali ke Puskesmas karena pengobatan sebelumnya tidak diberikan antibiotik.
9 2.
Tepat obat Pemilihan obat yang tepat dapat mempengaruhi keberhasilan terapi. Berikut ini
adalah tabel jumlah ketepatan pemberian obat berdasarkan indikasi yang dibandingkan dengan standar dari WHO tahun 2003.
Tabel 4. Perbandingan Pemberian Obat vs Standar WHO Tahun 2003 Berdasarkan Indikasi pada Terapi ISPaA Anak di Puskesmas Kunduran Tahun 2013
Indikasi Pemberian WHO
Jumlah Keterangan
Faringitis Amoksisilin
Amoksisilin, Penicilin G, Penicilin V 58
Tepat Faringitis Kotrimoksazol
13 Tidak tepat
Sinusitis Amoksisilin
Amoksisilin, Kotrimoksazol, Eritomisin 1
Tepat Influenza
Amoksisilin Tidak menggunakan antibiotik
33 Tidak tepat
Influenza kotrimoksazol 5 Tidak
tepat
Pada terapi ISPaA anak ini terdapat 59 kasus 53,63 yang sudah tepat obat dan 51 kasus 46,37 yang tidak tepat obat. Hal yang mempengaruhi ketidaktepatan obat
adalah penggunaan antibiotik pada diagnosa influenza dan pemberian kotrimoksazol pada diagnosa faringitis. Kotrimoksazol tidak dianjurkan karena tidak efektif pada faringitis
yang disebabkan oleh streptokokus WHO,2003. 3.
Tepat pasien Penatalaksanaan ISPaA pada anak pada penelitian ini didasarkan pada pedoman
WHO tahun 2003. Pemberian antibiotik yang meliputi amoksisilin dan kotrimoksazol tidak ada kontraindikasi dengan kondisi pasien pada anak. Kotrimoksazol sebaiknya dihindari
pemakaiannya pada bayi dengan usia kurang dari 6 minggu karena bisa menimbulkan adanya resiko kernikterus yaitu kondisi dimana peningkatan bilirubin ikterus yang
menyebabkan kerusakan pada otak. Kotrimoksazol juga dikontraindikasikan dengan pasien yang mengalami gagal ginjal dan kerusakan fungsi hati. Sedangkan amoksisilin memiliki
kontraindikasi yaitu hipersensitivitas dengan penilisin Badan POM RI, 2008. Dari hasil data yang didapatkan dengan melihat catatan kondisi pasien yang berobat, sehingga untuk
hasil parameter ketepatan pasien didapatkan hasil tepat semua 100 karena tidak adanya kontraindikasi obat dengan kondisi pasien ISPaA yang berobat ke Puskesmas Kunduran
selama tahun 2013. 4.
Tepat dosis Salah satu faktor yang penting dalam keberhasilan terapi infeksi menggunakan
antibiotik adalah dosis. Dosis merupakan faktor yang penting dalam penentuan kualitas terapi. Jika dosisyang diberikan berlebihan akan dapat mengakibatkan toksisitas dan efek
samping yang lebih besar dan jika dosis yang diberikan kurang maka proses penyembuhan tidak akan maksimal.
10 Dosis yang didapatkan dari hasil penelitian dibandingkan dengan dosis standar
yang terdapat pada pedoman dari WHO tahun 2003. Penentuan dosis pada anak perlu diperhatikan karena penentuan dosis didasarkan pada berat badan anak tidak pada umur
seperti orang dewasa, sehingga untuk hasil ketepatan dosis masih cukup banyak yang kurang tepat, hal itu dapat terjadi karena kondisi pasien yang berbeda–beda sehingga
petugas medis memberikan dosis yang sesuai dengan keadaan dan kondisi pasien tersebut. Analisis yang dilakukan pada parameter tepat dosis adalah dengan cara
membandingkan dosis pemberian obat, frekuensi serta lama pemberian dengan standar dari WHO tahun 2003. Untuk lama pemberian antibiotik didapatkan hasil tidak tepat semua
karena pemberian antibiotik hanya 3-4 hari saja sedangkan pada pedoman standar 5-10 hari. Hal ini perlu menjadi perhatian khusus karena kebijakan Puskesmas hanya
memberikan obat yang lama pemberianya tidak tepat karena terbatasnya ketersediaan obat dan untuk pengontrolan pengeluaran obat di puskesmas sehingga pemberian obat hanya
untuk 3-4 hari saja. Pemberian antibiotik yang terlalu singkat bisa menyebaban resistensi, akan tetapi petugas medis di Puskesmas memberikan informasi kepada pasien untuk
datang berobat kembali atau kontrol jika selama 3-4 hari belum sembuh dari penyakitnya. Analisis pemberian dosis dan frekuensi antibiotik yang diberikan dibandingkan
dengan standar dari WHO tahun 2003. Jumlah responden pemberian dosis pada terapi ISPaA anak di Puskesmas Kunduran tahun 2013 berdasarkan parameter tepat dosis dapat
dilihat pada Tabel 5.
Tabel 5. Jumlah Responden Pemberian Antibiotik pada Terapi ISPaA Anak di Puskesmas Kunduran Tahun 2013 Berdasarkan Parameter Tepat Dosis
Nama obat Dosis Pemberian
Dosis Standar
Jumlah Persentase Keterangan
No Kasus
Amoksisilin Sirup 125 mg
3x1 125 mg
3x1 12 10,91
Tepat dosis
20,21,27,28,78,82 ,83,91,95,96,97,99
Amoksisilin Sirup 250 mg
3x1 250 mg
3x1 17 15,46
Tepat dosis
1,3,4,14,17,23,26, 29,32,33,44,48,63,
65,84,90,98 Amoksisilin 125
mg 3x1
125 mg 3x1
26 23,63 Tepat
dosis 8,9,16,34,35,36,37,39,40
1,50,52,55,57,58,61,62,6 71,72,74,75,76,87,89,
94 Amoksisilin 250
mg 3x1
250 mg 3x1
18 16,37 Tepat
dosis 7,10,51,56,68,70,88,93,1
01,102,103,104,105,106, 107, 108,109,110
Kotrimoksazol 360 mg
2x1 360 mg
2x1 1 0,90
Tepat dosis
59 Kotrimoksazol Sirup
240 mg 2x1
240 mg 2x1
5 4,54 Tepat
dosis 18,60,85,86,92
Kotrimoksazol Sirup 360 mg
2x1 360 mg
2x1 8 7,28
Tepat dosis 11,22,30,31,45,47
,71,100
Total 87 79,09
Amoksisilin Sirup 62,5 mg
3x1 125 mg
3x1 4
3,63 Dosis kurang 13,24,42,67
Amoksisilin Sirup 125 mg
3x1 250 mg
3x1 10
9,10 Dosis kurang 2,5,12,19,25,43,
46,64,77,91 Amoksisilin 250
mg 3x1
125 mg 3x1
6 5,46
Dosis berlebih 6,15,38,49,53,73 Kotrimoksazol Sirup
240 mg 2x1
360 mg 2x1
3 2,72
Dosis kurang 66,80,81
Total 23 20,91
11 Hasil analisis menunjukan terdapat 87 kasus 79,09 sudah tepat dosis dan 23
kasus 20,91 tidak tepat dosis. Dari sejumlah 23 kasus yang tidak tepat dosis, sebanyak 17 kasus pemberian dosisnya kurang Underdose sehingga proses terapi tidak akan
maksimal dan 6 kasus pemberian dosisnya berlebihan Overdose yang bisa berdampak toksisitas pada tubuh. Untuk durasi penggunaan antibiotik didapatkan hasil bahwa semua
data tidak tepat karena pemberian antibiotik hanya 3-4 hari saja dan standar dari WHO selama 5-10 hari. Tetapi pasien bisa datang kembali atau kontrol jika selama 3-4 hari
belum sembuh dan terapi antibiotik bisa dilanjutkan kembali. 5.
Rasionalitas terapi Parameter ini mencakup dari semua aspek parameter yang di analisis yaitu tepat
indikasi, tepat obat, tepat dosis dan tepat pasien. Tabel 8 menunjukan hasil resionalitas terapi yang mencakup tepat indikasi, tepat obat, tepat pasien dan tepat dosis.
Tabel 8. Jumlah Responden Kerasionalan Terapi pada ISPaA Anak di Puskesmas Kecamatan Kunduran Kabupaten Blora Tahun 2013
Diagnosis Pemberian obat
Dosis pemberian
Jumlah Persentase Keterangan No
kasus
Faringitis Amoksisilin sirup
125 mg 3x1
6 5,46 Rasional
27,28,78,82,83,95, Faringitis Amoksisilin
sirup 250 mg
3x1 8 7,28
Rasional 3,17,29,32,33,48,
63,65, Faringitis
Amoksisilin 125 mg
3x1 18 16,36
Rasional 34,35,37,39,40,41,
50,52,55,57,58,61, 72,74,75,76,89,94,
Faringitis Amoksisilin
250 mg 3x1
14 12,72 Rasional
7,10,26,51,56,70, 88,93,102,103,104,
107,108,109 Sinusitis Amoksisilin
250 mg
3x1 1 0,90
Rasional 106
47 42,72
Hasil analisis menunjukan bahwa sebanyak 47 kasus 42,72 sudah rasional dalam terapinya berdasarkan parameter tepat indikasi, tepat obat, tepat pasien dan tepat
dosis.
KESIMPUAN DAN SARAN A.
Kesimpulan
1. Antibiotik yang paling banyak digunakan adalah amoksisilin sebanyak 92 kasus
83,63 dan kotrimoksazol sebanyak 18 kasus 16,37. 2.
Hasil penelitian dari 110 kasus anak terdiagnosa ISPaA didapatkan 47 kasus 42,72 sudah rasional dalam terapi, 72 kasus 65,50 tepat indikasi, 59 kasus
53,63 tepat obat, 110 kasus 100 tepat pasien, 87 kasus 79,09 tepat dosis.
12
B. Saran