PERLINDUNGAN HUKUM NASABAH ATAS PENGGUNAAN E-BANKING DI BANK CENTRAL ASIA KC UTAMA YOGYAKARTA

(1)

PERLINDUNGAN HUKUM NASABAH ATAS PENGGUNAAN

E-BANKING DI BANK CENTRAL ASIA KC UTAMA YOGYAKARTA

SKRIPSI

Skripsi ini dibuat sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Hukum dari Fakultas Hukum Universitas Muhammadiyah Yogyakarta.

Disusun oleh:

Nama : Rizqi Musrifah

Nomor Induk Mahasiswa : 20130610337

Program Studi : Ilmu Hukum

Rumpun : Hukum Bisnis

FAKULTAS HUKUM

UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH YOGYAKARTA 2017


(2)

i

PERLINDUNGAN HUKUM NASABAH ATAS PENGGUNAAN

E-BANKING DI BANK CENTRAL ASIA KC UTAMA YOGYAKARTA

SKRIPSI

Skripsi ini dibuat sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Hukum dari Fakultas Hukum Universitas Muhammadiyah Yogyakarta.

Disusun oleh:

Nama : Rizqi Musrifah

Nomor Induk Mahasiswa : 20130610337

Program Studi : Ilmu Hukum

Rumpun : Hukum Bisnis

FAKULTAS HUKUM

UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH YOGYAKARTA 2017


(3)

(4)

(5)

(6)

v

HALAMAN MOTTO

Artinya : “Bagi manusia ada malaikat-malaikat yang selalu mengikutinya bergiliran, di muka dan di belakangnya, mereka menjaganya atas perintah Allah.

Sesungguhnya Allah tidak mengubah keadaan sesuatu kaum sehingga mereka mengubah keadaan yang ada pada diri mereka sendiri. Dan apabila Allah menghendaki keburukan terhadap sesuatu kaum, maka tak ada yang dapat menolaknya; dan sekali-kali. tak ada pelindung bagi mereka selain Dia”. (Q.S Ar

Ra’d ayat 11)

Artinya: “Dan (ingatlah juga) tatkala Tuhan-mu memaklumkan, “Sesungguhnya jika kamu bersyukur, pasti Kami akan menambah (nikmat) kepadamu, dan jika

kamu mengingkari (nikmat-Ku), maka sesungguhnya azab-Ku sangat pedih”. (Q.S. Ibrahim ayat 7)

I have no special talents. I am only passionately curious (Albert Einstein, 1952)

Memberi kepada orang lain seperti apa yang orang lain itu berikan kepada kita.

(Rizqi Musrifah)

Janganlah mengumbar kebahagiaanmu secara berlebihan, karena terkadang kita tidak tahu apakah orang yang mengetahuinya senang atau justru iri.

(Rizqi Musrifah)

Restu bapak dan ibu mengiringi setiap langkah yang ku tempuh.


(7)

vi

HALAMAN PERSEMBAHAN

Penelitian ini saya dedikasikan kepada:

Allah SWT, Yang Maha Kuasa dan Maha Penyayang Ayah saya Muslimin

Ibu saya Kasiyati

Adik saya Nazala Lailatul Khibbah Eyang Kakung dan Eyang Putri

Om dan Tante Saudara Sepupu


(8)

vii

KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah melimpahkan rahmat dan hidayah-Nya, sehingga penulis mampu menyelesaikan penulisan skripsi yang berjudul “Perlindungan Hukum Nasabah Atas Penggunaan

E-banking di Bank Central Asia KC Utama Yogyakarta” yang diajukan sebagai

syarat untuk menempuh jenjang Strata 1 (Satu) di Fakultas Hukum Universitas Muhammadiyah Yogyakarta.

Penulisan sripsi ini merupakan salah satu langkah penulis untuk memberikan tambahan ilmu pengetahuan pada dunia pendidikan. Penulisan sripsi ini ada berkat adanya dorongan dari banyak pihak. Pertama tentunya saya sangat berterima kasih kepada kedua orang tua saya Muslimin dan Kasiyati, serta adik saya tercinta, Nazala Lailatul Khibbah yang selalu mengingatkan saya untuk segera menyelesaiakan studi.

Terima kasih juga saya tujukan kepada Dosen Pembimbing I ibu Fadia Fitriyanti, S.H., M.Hum., M.Kn. dan Dosen Pembimbing II bapak Dr. Danang Wahyu Muhammad, S.H., M.Hum. atas koreksi yang diberikan dalam proses bimbingan terkait logika hukum, substansi, sistematika penulisan, dan telah membantu penulis dalam memperbaiki skripsi ini. Terima kasih atas kesediaan Dosen Pembimbing I dan Dosen Pembimbing II yang selalu mengingatkan saya untuk menyelesaikan skripsi yang merupakan syarat kelulusan.

Bank Central Asia KC Utama Yogyakarta merupakan tempat saya untuk melakukan penelitian dan memperoleh banyak data. Oleh karena itu, saya ucapkan


(9)

viii terima kasih kepada bapak Sahmiri selaku Karyawan BCA KC Utama Yogyakarta serta Ketua Himpunan Kerja Indonesia, bapak Nur Nugroho selaku pengelola bidang hukum BCA KC Utama Yogyakarta, serta mbak Helda selaku CSO BCA KC Utama Yogyakarta atas bantuan dan kerja samanya.

Terima kasih Fakultas Hukum Universitas Muhammadiyah Yogyakarta yang telah menyediakan wadah bagi saya dalam mengemban ilmu sehingga wawasan dan pengalaman saya kian bertambah. Banyak hal yang dapat saya pelajari ketika mengikuti kegiatan lembaga-lembaga di Fakultas Hukum Universitas Muhammadiyah seperti, ketika saya bergabung ke dalam Senat Mahasiswa Fakultas Hukum Universitas Muhammadiyah yang sekarang berganti nama menjadi Dewan Perwakilan Mahasiswa Fakultas Hukum Universitas Muhammadiyah Yogyakarta, Badan Eksekutif Mahasiswa Fakultas Hukum Universitas Muhammadiyah Yogyakarta dan magang di Laboratorium Ilmu Hukum Fakultas Hukum Universitas Muhammadiyah Yogyakarta.

Teman-teman seperjuangan saya sejak tahun pertama kuliah di Fakultas Hukum Universitas Muhammadiyah Yogyakarta yang selalu ada dan membantu saya. Terima kasih kepada Rina Handayani, Yulia Budiarti Ningsih, Arif Rianto, Atika Yumna Nurina, Melisa, Nur Dinar Rachmasari, Desy Tri Rahmawati, Muzakki Bangkit Riasmoro, Defriansyah, Puji Alamsyah, Ferisa Dian Fitria, Satria Sukananda, Ayu Puspita Sari, Hamdan Faishal Ismail, Akbar Hersanto dan Bramanto Widodo yang sama-sama berjuang dengan saya untuk menyelesaikan studi serta membantu saya selama perkuliahan.


(10)

ix Senat Mahasiswa Fakultas Hukum Universitas Muhammadiyah Yogyakarta merupakan tempat saya berlajar berorganisasi ketika masuk kuliah, tempat untuk menuangkan aspirasi dan berekspresi serta menjalin hubungan dengan fakultas hukum dari perguruan tinggi lainnya. Oleh karena itu terima kasih saya ucapkan kepada kakak-kakak senior mulai dari bang Andrae Sutrisno, bang Muctar Beby Saputra, dan bang Nizar Mulya Rizki serta rekan saya Yulia Budiarti Ningsih, Kharisma Dewi, Evi, Retno, Neny, Ratna, Ira, Fikri, Nurul, Fitri, Faris, Rizki, Zaky, Erwin L dan Faisal atas bantuan, kerja samanya.

Selain itu, ada juga Badan Eksekutif Mahasiswa Fakultas Hukum Universitas Muhammadyah Yogyakarta, tempat saya berlajar mengaplikasikan pengetahuan administrasi, managerial, dan belajar menjadi pemimpin dan penasehat yang baik. Terima kasih pada rekan-rekan saya di BEM FH UMY yaitu mbak Yusmanita Afifah Nur, Ahmad Zulfikar Pical, Taufieq Ramdani Rumodar, Yulia Budiarti Ningsih, Nur Dinar Rachmasari, Vinda Noviasari, Andi Zamharira, Ratri Widiarini, Galuh Endang Safitri, M Ilham Wira Pratama, Rizki Prayoga, Endra Rezkyanur, Eka Sandra, dll. Terima kasih juga saya ucapkan kepada tim saya di BEM FH UMY yaitu Divisi Keagamaan yang terdiri dari Vitra Hana Sharfina, Juniar Cahayuningtyas, Anggitan Dewi Drupadi, Pipit Vanessa, dan Rizky.

Terima kasih kepada rekan-rekan kerja di Laboratorium Hukum Fakultas Hukum Universitas Muhammadiyah Yogyakarta yang selalu memotivasi saya untuk berkerja keras dan berusaha terus menduduki posisi yang diinginkan. Terima kasih kepada Ferisa Dian Fitria, Hamdan Faishal Ismail, Satria Sukananda, Vinda Noviasari, Imtiyaz Hanafiyah, mas Afriansyah Tanjung, S.H., mbak Ayudia Vicky


(11)

x R, S.H., mbak Diana Setiawati, S.H., mas Murdian, S.H., mas Reza Rinaldi, S.H., mas Yulianta Saputra, S.H., mbak Laras Astuti, S.H., M.H, Rahma, Diana, Nisa, dan Jasmine. Terima kasih kepada mas Abidin A Kurnia Ecla Julianto, S.H yang selama ini membimbing saya, mengajarkan saya banyak hal dan mengubah cara berpikir saya. Terima kasih juga tidak lupa saya ucapkan kepada ibu Sujanatun dan Pak Anang Sya’roni, S.H., M.Hum. yang selalu memberi nasehat kepada saya.

Semoga kebaikan yang telah mereka berikan dibalas oleh Allah SWT. Sebuah peribahasa mengatakan Tiada Gading Yang Tak Retak, tiada sesuatu yang sempurna di dunia ini, karena kesempurnaan hanyalah milik Allah SWT. Penulis menyadari bahwa banyak kekurangan dalam penyusunan skripsi ini, oleh sebab itu, penulis mengharapkan saran dan kritik yang membangun. Penulis berharap skripsi ini bermanfaat bagi pelaksanaan kegiatan perbankan di Indonesia.

Yogyakarta, 6 Januari 2017 Penulis,

Rizqi Musrifah NIM. 20130610337


(12)

(13)

(14)

xiii

DAFTAR LAMPIRAN

Surat Izin Penelitian ... 118

Surat Keterangan untuk Keperluan ke Perpustakaan Bank Indonesia ... 120

Surat Keterangan Telah Melakukan Penelitian ... 121

Formulir Permohonan Pembuatan Kartu Kredit ... 122

Surat Permohonan ... 124

Formulir Fasilitas Auto Debit ... 125

Ketentuan-Ketentuan Tahapan PT Bank Central Asia Tbk. (“BCA”) ... 127

Ketentuan-Ketentuan Tambahan Bagi Penabung Tahapan XPRESI PT Bank Central Asia Tbk. (“BCA”) ... 131

Ketentuan-Ketentuan Pemegang Kartu Paspor PT Bank Central Asia Tbk. (“BCA”) ... 133

Ketentuan-Ketentuan Rekening dan Kartu Tabunganku PT Bank Central Asia Tbk. (“BCA”)... 137

Ketentuan-Ketentuan Tabungan Prestasi (“TAPRES”) PT Bank Central ... Asia Tbk. (“BCA”)... 144

Permohonan Buka Rekening ... 150

DAFTAR BAGAN Bagan Proses Penyelesaian Sengketa Sebelum Adanya LAPSPI ... 151


(15)

(16)

(17)

(18)

(19)

xiii

ABSTRAK

Saat ini perbankan sudah mengandalkan terknologi informasi dalam kegiatannya yaitu berupa e-banking. E-banking merupakan layanan bagi nasabah bank untuk melakukan transaksi perbankan melalui media elektronik. Perkembangan ilmu pengetahuan juga membawa dampak negative yaitu menimbulkan kerugian secara finansial kepada nasabah bank. Oleh karena itu nasabah harus dilindungi oleh peraturan perundang-undangan serta sistem keamanan operasional bank. Tujuan dari penelitian ini adalah 1) untuk mengkaji bagaimana perlindungan hukum terhadap nasabah Bank Central Asia KC Utama Yogyakarta selaku konsumen dalam transaksi e-banking; dan 2) bagaimana penyelesaian sengketa antara nasabah Bank Central Asia KC Utama Yogyakarta dengan bank dalam transaksi e-banking. Penelitian ini menggunakan metode penelitian hukum normatif. Penelitian ini akan mengkaji asas-asas, konsep-konsep hukum serta peraturan perundang-undangan yang terkait. Hasil penelitian menunjukkan bahwa nasabah bank dilindungi dengan adanya ketentuan yang harus dilaksanakan bank dalam kaitannya dengan penyelenggaraan layanan perbankan elektronik yaitu dalam Undang-Undang, Peraturan Otoritas Jasa Keuangan, Peraturan Bank Indonesia, dan lain-lain. Bank Central Asia juga menerapkan sistem keamanan berlapis yaitu dengan adanya PIN, KeyBCA, OTP, dan VPN. Bank Central Asia juga siap memberikan ganti kerugian jika kerugian yang yang terjadi akibat kesalahan atau kelalaian dari pihaknya. Untuk penyelesaian masalah antara bank dengan nasabah dapat dilakukan dengan cara negosiasi, mediasi, ajudikasi, arbitrase dan pengadilan.


(20)

1

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

Pada saat ini media elektronik menjadi salah satu media andalan untuk melakukan komunikasi dan bisnis.1 Maka Industri Perbankan saat ini juga sudah

mengandalkan kegiatan operasionalnya berbasiskan pada teknologi informasi,

yang salah satu bentuknya berupa e-banking.2 Dengan adanya fasilitas

e-banking, akan memudahkan masyarakat dalam melakukan transaksi keuangan tanpa harus datang ke bank. Apalagi para pengguna bisnis berskala besar dan masyarakat yang mempunyai mobilitas tinggi, memiliki kebutuhan akan sistem yang cost-effective, leluasa, aman, automated, terpadu dan handal tanpa harus terkendala dengan ruang dan waktu.3 Kemacetan lalu lintas disejumlah kota besar kini juga sudah tidak lagi menjadi kendala untuk menunda transaksi bisnis karena aplikasi semua transaksi bisa dilakukan hanya dengan genggaman HP atau smart tools lainnya.4

Bank dalam mengelola setiap jasa keuangan yang ditawarkan kepada nasabah memang bertindak hati-hati. Namun seiring dengan perkembangan zaman, kemajuan dibidang ilmu pengetahuan dan teknologi telekomunikasi dan informatika tidak hanya berdampak positif tetapi juga menimbulkan dampak

1Ali Murdiat, “Perlindungan Hukum Nasabah Pengguna Elektronik Banking Dalam Sistem

Hukum Indonesia”, Volume I Nomor I (April-Juni, 2013), hlm. 57.

2 Muhammad Djumhana, 2008, Azas-azas Hukum Perbankan Indonesia, Bandung, PT. Citra

Aditya Bakti, hlm. 277.

3Soetarto dan M. Nasir, “Teknologi E-Banking di Kalangan Smart Customer : Kasus di Kota Solo”, Paper Conference Fakultas Ekonomi Universitas Muhammadiyah Solo (2008), hlm. 171.


(21)

2

negative. Banyak pihak ketiga yang memanfaatkan kemajuan teknologi informasi untuk melakukan tindak kejahatan. Keamanan internet perbankan nasional saat ini, ternyata mampu dibobol oleh peretas. Hal ini sesuai dengan pemberitaan dalam media massa electronic, bahwa berdasar pantauan Tim Insiden Keamanan Internet dan Infrastruktur Indonesia (Indonesian Security Incident Response Team on Internet Infrastructure/ ID-SIRTII), upaya gangguan terhadap sistem i-banking bisa mencapai puluhan kali per situs dalam satu hari.5 Titik yang paling mudah diserang dalam sistem perbankan internet adalah nasabah.6 Selain karena pengamanan sistem di bank lebih baik, komputer yang digunakan nasabah umumnya dipakai untuk berbagai hal sehingga rentan

diserang dan dikontrol pihak lain.7 Selain itu juga terdapat kasus-kasus

e-banking antara lain sebagai berikut:

Dalam kompas.com disebutkan bahwa terjadi pembobolan beberapa dana nasabah pada tiga bank besar di Indonesia dengan modus menggunakan software internet banking, modus kejahatan ini diklaim telah menimbulkan kerugian mencapai Rp 130 miliar.8 Kemudian dalam republika online juga disebutkan bahwa yang menjadi korban peretasan yang telah

5

http://www2.jawapos.com/baca/artikel/16366/Waspada-Pencurian-Dana-Nasabah-Bank-lewat-ATM-dan-Internet, diunduh pada hari Kamis, 24 November 2016, pukul 15.32 WIB.

6Ibid. 7Ibid.

8http://bisniskeuangan.kompas.com/read/2015/04/15/113500326/Ini.Modus.Pembobolan.Re


(22)

3 diungkap oleh Bareskrim Mabes Polri adalah sebanyak 300 nasabah dan itu merupakan nasabah di tiga bank nasional.9

Selain itu dalam kompas.com juga disebutkan bahwa ada sebuah informasi yang beredar di media sosial tentang seorang nasabah Bank Central Asia yang merasa bahwa rekeningnya dibobol setelah dia berulang kali gagal melakukan transaksi Internet Banking Bank Central Asia.10 Saat nasabah tersebut melakukan login, muncul tampilan “sinkronisasitoken” dan

menyebabkan komputer hang.11 Setelah restart dan kembali login ke Internet

Banking Bank Central Asia, nasabah mendapati uangnya telah berkurang sebesar Rp 13 juta.12 Hal ini tentunya sangat merugikan bagi nasabah karena uang yang berada di rekening mereka dapat hilang begitu saja.

Kemudian dalam sebuah berita yang termuat dalam detik.com disebutkan bahwa pembobolan dana nasabah bank lewat transaksi internet

banking kembali terjadi.13 Wahab Yulfikar, seorang nasabah bank kehilangan uangnya secara tiba-tiba sebanyak Rp 41,092 juta, usai bertransaksi melalui internet banking.14 Menurut keterangan, nasabah bank tersebut login mengikuti perintah dengan memasukkan user ID dan password, lalu muncul sinkronisasi

9

http://www.republika.co.id/berita/koran/halaman-1/15/04/16/nmvx4b22-likaliku-peretas-bobol-internet-banking-rp-130-miliar, diunduh pada hari Senin, 21 November 2016, pukul 16.38 WIB.

10http://bisniskeuangan.kompas.com/read/2015/03/04/144553726/BCA.Minta.Nasabah.Was

padai.Sinkronisasi.Token.saat.Membuka.Internet.Banking, diunduh pada hari Rabu, 19 Oktober 2016, pukul 15.53 WIB.

11Ibid. 12Ibid.

13

http://finance.detik.com/moneter/d-2882319/pakai-internet-banking-uang-nasabah-ini-raib-rp-41-juta, diunduh pada hari Senin, 21 November 2106, pukul 16.18 WIB.


(23)

4 token dan memasukkan password dan uangnya hilang tanpa melakukan transaksi.15

Dalam CNN Indonesia juga disebutkan bahwa terjadi permasalahan dalam penggunaan internet banking oleh seorang nasabah yang bernama Tjho Winarto.16 Permasalahan tersebut mengakibatkan hilangnya uang sebanyak Rp 245.000.000,00 dari tabungannya.17 Uang tersebut terindikasi ditransfer ke beberapa bank yang ada di Indonesia.18 Dalam kasus ini pihak bank justru

mengeluarkan statement bahwa transfer uang tersebut sudah melalui prosedur transaksi yang valid dan otentik.19

Perlindungan terhadap nasabah perbankan merupakan permasalahan yang sampai saat ini belum mendapat tempat yang baik di dalam sistem perbankan nasional. Padahal dalam dunia perbankan, pihak nasabah merupakan unsur yang sangat berperan, sehingga mati hidupnya dunia perbankan sangat bergantung pada masyarakat atau nasabah itu sendiri.20 Namun, selama ini belum ada kejelasan mengenai perlindungan hukum terhadap nasabah bank dalam bertransaksi melalui e-banking. Kedudukan nasabah bank selama ini masih dianggap lemah, atau dalam posisi yang kurang diuntungkan apabila terjadi kasus-kasus hukum, atau kasus perselisihan antara bank dengan

15Ibid.

16

http://www.cnnindonesia.com/ekonomi/20150306103528-78-37161/rekening-dibobol-kasus-bank-permata-lanjut-di-pengadilan/, diunduh pada hari Kamis, 24 November 2016, pukul 16.05 WIB.

17Ibid. 18Ibid. 19Ibid.

20 Mahesa Jati Kusuma, 2012, Hukum Perlindungan Nabah Bank : Upaya Hukum Melindungi Nasabah Bank Terhadap Tindak Kejahatan ITE di Indonesia, Jakarta, Nusa Media, hlm.74.


(24)

5 nasabahnya.21 Posisi Konsumen dimana dalam hal ini adalah nasabah sebagai pihak yang lemah juga diakui secara internasional sebagimana tercermin dalam Resolusi Majelis Umum Persatuan Bangsa Bangsa No.A/RES/39/248 tahun 1985, tentang Guidelines for Consumer Protection, yang menghendaki agar konsumen dimanapun mereka berada, dari segala bangsa, mempunyai hak-hak dasar tertentu terlepas dari status sosialnya.22 Yang dimaksud dengan hak-hak dasar tersebut antara lain adalah hak untuk mendapatkan informasi yang jelas, benar, dan jujur, hak untuk mendapatkan keamanan dan keselamatan, hak untuk memilih, hak untuk didengar, hak untuk mendapatkan ganti rugi, hak untuk mendapatkan kebutuhan dasar manusia. Persatuan Bangsa-Bangsa (PBB) menghimbau seluruh anggotanya untuk memberlakukan hak-hak konsumen tersebut di negaranya masing-masing.

Hubungan hukum yang terjadi antara bank dengan nasabah dapat terwujud dari suatu perjanjian, baik perjanjian yang berbentuk akta di bawah tangan maupun dalam bentuk akta otentik.23 Tetapi perlu diingat bahwa perjanjian yang dilakukan antara bank dengan nasabah telah dibekukan dengan

sebuah perjanjian baku.24 Maka nasabah tidak dilibatkan dalam penentuan

klausul-klausul yang tercantum dalam perjanjian. Nasabah hanya cukup menyetujui dengan memberikan tanda tangan pada perjanjian tersebut. Nasabah

21 Mahesa Jati Kusuma, Op. Cit, hlm.73.

22 Gunawan Widjaja dan Ahmad Yani, 2003, Hukum Tentang Perlindungan Konsumen,

Jakarta. PT Gramedia Pustaka Utama, hlm. 48.

23Ibid, hlm. 74.


(25)

6 sendiri terkadang kurang jeli dalam membaca setiap klausul-klausul yang tercantum dalam perjanjian baku tersebut.

E-banking merupakan fasilitas yang diperoleh nasabah bank, sehingga hubungan hukum antara bank dengan pengguna e-banking, merupakan hubungan antara bank dengan nasabah baik nasabah debitur maupun nasabah kreditur. Dasar dari hubungan tersebut adalah perjanjian baik perjanjian penyimpanan dana di bank maupun perjanjian hutang atau kredit dengan bank. Hal ini tentunya semakin mengaburkan perlindungan hukum terhadap nasabah dalam bertransaksi melalui e-banking karena di dalam perjanjian antara nasabah dan bank terdapat klausula eksonerasi. Klausula eksonerasi sendiri berarti klausula yang berisi pembatasan pertanggunganjawaban dari kreditur.25

Secara sederhana klausula eksonerasi ini diartikan sebagai klausula pengecualian kewajiban atau tanggung jawab dalam perjanjian dan klausula yang mengandung kondisi membatasi atau bahkan menghapus sama sekali tanggung jawab yang semestinya dibebankan kepada salah satu pihak.26 Permasalahan juga menjadi timbul ketika dalam prakteknya pihak bank justru memanfaatkan hal tersebut untuk menekan nasabah dengan membuat klausul-klausul yang memberatkan itu, yang disebut sebagai klausula eksonerasi sehingga yang terjadi adalah ketidak seimbangan posisi tawar menawar diantara mereka.27 Padahal dalam Undang-Undang Nomor 8 Tahun

25 Sutan Remy Sjahdeni, 2009, Kebebasan Berkontrak Dan Perlindungan Yang Seimbang Bagi Para Pihak Dalam Perjanjian Kredit Bank di Indonesia, Jakarta, PT Pustaka Utama Grafitri, hlm. 83.

26 Diana Simanjuntak, “Tinjauan Hukum Perlindungan Konsumen Terhadap Perjanjian

Kredit Bank”, Volume IV Nomor I (2016), hlm. 3.


(26)

7 1999 tentang Perlindungan Konsumen yaitu dalam Pasal 4 huruf a sudah jelas disebutkan bahwa konsumen mempunyai hak atas kenyamanan, keamanan, dan keselamatan dalam mengkonsumsi barang dan/atau jasa.

Selain itu dalam Pasal 29 ayat (4) Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1998 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1992 tentang Perbankan juga disebutkan, untuk kepentingan nasabah, bank menyediakan informasi mengenai kemungkinan timbulnya risiko kerugian bagi transaksi nasabah yang dilakukan melalui bank. Kemudian dalam Peraturan Otoritas Jasa Keuangan Nomor 1/POJK.07/2013 tentang Perlindungan Konsumen Sektor Jasa Keuangan juga ditentukan bahwa bank memiliki kewajiban untuk memberitahukan risiko pada nasabah sebagaimana tercantum dalam Pasal 8 ayat (1) dan (2) nya yang berbunyi “Pelaku Usaha Jasa Keuangan wajib menyusun dan menyediakan ringkasan informasi produk dan/atau layanan. Ringkasan informasi produk dan/atau layanan yang dimaksud wajib dibuat secara tertulis, sekurang-kurangnya memuat manfaat, risiko, dan biaya produk dan/atau layanan serta syarat dan ketentuan”.

Dalam Pasal 23 Peraturan Otoritas Jasa Keuangan Nomor 38 /POJK.03/2016 Tentang Penerapan Manajemen Risiko Dalam Penggunaan Teknologi Informasi Oleh Bank Umum disebutkan bahwa bank wajib menyelenggarakan Pemrosesan Transaksi Berbasis Teknologi Informasi di wilayah Indonesia dengan memenuhi prinsip kehati-hatian, memperhatikan aspek perlindungan kepada nasabah dan mendapat persetujuan dari Otoritas Jasa Keuangan. Sedangkan dalam Pasal 28 nya disebutkan bahwa bank harus


(27)

8 memiliki program perlindungan dan edukasi kepada nasabah dalam layanan perbankan elektronik.

Namun tetap saja kasus-kasus yang terjadi terhadap penggunaan

e-banking semakin lama semakin luas dan semakin beragam modusnya. Nasabah terkadang juga kurang hati-hati dalam bersikap sehingga mudah mengalami kejahatan e-banking yang ada. Kurangnya transparansi informasi dan edukasi yang diberikan pihak bank juga akan memicu semakin tingginya tingkat kerugian nasabah dalam menggunakan e-banking. Bank harusnya transparan dalam menyelenggarakan Good Corporate Governance dan menginformasikan kepada publik secara konsisten.28 Selain itu bank secara berkesinambungan harus melaksanakan edukasi kepada nasabah mengenai kegiatan operasional maupun produk dan jasa bank untuk menghindari timbulnya informasi yang menyesatkan dan merugikan nasabah.29

Berdasarkan uraian diatas maka nasabah bank perlu mendapatkan kepastian perlindungan hukum yang didapatkan saat bertransaksi melalui

e-banking. Selain itu juga perlu adanya informasi mengenai penyelesaian yang dapat ditempuh oleh pihak nasabah bank jika merasa dirugikan ketika menggunakan aplikasi e-banking, baik melalui jalur litigasi maupun non litigasi.30 Sehingga nasabah tidak akan merasa kebingungan jika terjadi

permasalahan dalam bertransaksi melalui e-banking.

28 Frianto Pandia, 2012, Manajemen Dana dan Kesehatan Bank, Jakarta, Rineka Cipta, hlm.

228.

29Ibid.


(28)

9

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan uraian yang termuat dalam latar belakang di atas, maka penelitian merumuskan permasalahan sebagai berikut:

1. Bagaimana perlindungan hukum terhadap nasabah Bank Central Asia KC Utama Yogyakarta selaku konsumen dalam transaksi e-banking ?

2. Bagaimana penyelesaian sengketa antara Bank Central Asia KC Utama Yogyakarta dengan nasabahnya dalam transaksi e-banking ?

C. Tujuan Penelitian

Dari rumusan masalah diatas, maka tujuan penelitian ini adalah sebagai berikut:

1. Untuk mengetahui perlindungan hukum terhadap nasabah Bank Central Asia KC Utama Yogyakarta selaku konsumen dalam transaksi e-banking. 2. Untuk mengetahui penyelesaian sengketa antara Bank Central Asia KC

Utama Yogyakarta dengan nasabahnya dalam transaksi e-banking.

D. Manfaat Penelitian

Dari tujuan penelitian diatas, penelitian ini bermaksud memberikan manfaat atau kontribusi terhadap:

1. Manfaat Teoritis

Manfaat penelitian ini adalah untuk mengembangkan ilmu pengetahuan di bidang hukum perbankan khususnya tentang perlindungan hukum nasabah atas penggunaan e-banking.


(29)

10 2. Manfaat Praktis

Hasil penelitian ini diharapkan memberikan manfaat kepada pihak-pihak yang berkaitan dengan kegiatan transaksi e-banking, yaitu:

a. Nasabah bank selaku pengguna jasa bank dengan layanan e-banking. b. Bank selaku lembaga keuangan yang menyediakan jasa perbankan


(30)

11

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Tinjuan Umum Tentang Bank 1. Pengertian Bank

Bank berasal dari kata italia banco yang artinya bangku.31 Bangku inilah yang dipergunakan oleh bangkir untuk melayani kegiatan operasionalnya kepada para nasabah.32 Istilah bangku secara resmi dan

popular menjadi bank. Bank adalah lembaga keuangan yang menjadi tempat bagi orang perseorangan, badan-badan usaha swasta, badan-badan usaha milik negara, bahkan lembaga-lembaga pemerintahan menyimpan dana-dana yang dimilikinya.33 Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia, bank adalah usaha dibidang keuangan yang menarik dan mengeluarkan uang di masyarakat, terutama memberikan kredit dan jasa di lalu lintas pembayaran dan peredaran uang.34

Menurut ketentuan Pasal 1 Angka 2 Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1998 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1992 tentang Perbankan, bank adalah badan usaha yang menghimpun dana dari masyarakat dalam bentuk simpanan dan menyalurkannya kepada masyarakat dalam bentuk kredit dan/atau bentuk-bentuk lainnya dalam

31 Fransisca Claudya Mewoh, dkk, “Analisis Kredit Macet”, Jurnal Administrasi Bisnis,

hlm.2.

32Ibid.

33 Hermansyah, 2013, Hukum Perbankan Nasional Indonesia, Jakarta, Kencana Prenada

Media Group, hlm. 7.


(31)

12 rangka meningkatkan taraf hidup rakyat banyak. Kemudian agar masyarakat mau menyimpan uangnya di bank maka pihak perbankan memberikan rangsangan berupa balas jasa yang akan diberikan kepada si penyimpan.35 Balas jasa tersebut dapat berupa bunga, bagi hasil, hadiah, pelayanan atau balas jasa lainnya.36 Setelah memperoleh dana dalam bentuk simpanan dari masyarakat, maka oleh perbankan, dana tersebut diputar kembali atau dijualkan kembali ke masyarakat dalam bentuk pinjaman atau lebih dikenal dengan istilah kredit, dan juga dikenakan jasa pinjaman kepada penerima kredit dalam bentuk bunga dan biaya administrasi yang besarnya dipengaruhi besarnya bunga simpanan.37

Sedangkan menurut Prof. G.M. Verryn Stuart, bank adalah suatu badan yang bertujuan untuk memuaskan kebutuhan kredit, baik dengan alat-alat pembayarannya sendiri atau dengan uang yang diperolehnya dari orang lain, maupun dengan jalan mengedarkan alat-alat penukar baru berupa uang giral.38 Kasmir mengartikan bank secara sederhana sebagai lembaga keuangan yang kegiatan utamanya adalah menghimpun dana dari masyarakat dan menyalurkan kembali dana tersebut kepada masyarakat serta memberikan jasa bank lainnya.39 Kemudian menurut A Abdurrachman, bank adalah suatu jenis lembaga keuangan yang melaksanakan berbagai macam jasa, seperti memberikan pinjaman,

35 Kasmir, 2015, Bank dan Lembaga Keuangan Lainnya, Jakarta, PT Raja Grafindo Persada,

hlm. 25.

36Ibid. 37Ibid.

38 Hermansyah, Op Cit, hlm. 8.


(32)

13 mengedarkan mata uang, pengawasan terhadap mata uang, bertindak sebagai tempat penyimpanan benda-benda berharga, membiayai usaha perusahaan-perusahaan, dan lain-lain.40

2. Asas, Fungsi Dan Tujuan Bank

Dalam Pasal 2 Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1998 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1992 tentang Perbankan disebutkan bahwa perbankan Indonesia dalam melakukan usahanya

berasaskan demokrasi ekonomi dengan menggunakan prinsip kehati-hatian. Kemudian yang dimaksud dengan demokrasi ekonomi adalah

demokrasi ekonomi berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945.41 Demokrasi ekonomi ini tersimpul dalam Pasal 33 Undang-Undang Dasar 1945, yaitu perekonomian disusun sebagai usaha bersama berdasarkan asas kekeluargaan.42 Demokrasi sendiri menurut Abraham Lincoln adalah pemerintahan dari rakyat, oleh rakyat, dan untuk rakyat.43 Dalam demokrasi, kekuasaan pemerintahan di negara itu berada ditangan

40 A. Abdurrachman, 1993, Ensiklopedi Ekonomi Keuangan Perdagangan. Jakarta, Pradnya

Paramita, hlm. 80.

41 Penjelasan Umum dan Penjelasan Pasal 2 Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1998 tentang “Perbankan”.

42 Neni Sri Imaniyati, 2010, Pengantar Hukum Perbankan Indonesia, Bandung. Refika

Aditama, hlm. 16.

43 Setiana Eka Rini, 2015, “Implementasi Nilai Demokrasi Pancasila Dalam Kegiatan Karang Taruna Karya Abadi di Desa Jepang Kecamatan Mejobo Kabupaten Kudus” (Skripsi tidak


(33)

14 rakyat.44 Rakyat adalah pemegang kekuasaan tertinggi atau kedaulatan berada ditangan rakyat. 45

Fungsi utama perbankan Indonesia adalah sebagai penghimpun dan penyalur dana masyarakat, hal ini sebagaimana tertuang dalam Pasal 3 Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1998 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1992 tentang Perbankan. Di Indonesia ini, lembaga perbankan memiliki misi dan fungsi sebagai agen pembangunan (agent of development).46 Menurut Kasmir dalam bukunya Dasar-Dasar Perbankan mengemukakan bahwa fungsi bank sebagai lembaga perantara keuangan antara masyarakat yang kelebihan dana dengan masyarakat yang kekurangan dana.47

Menurut Pasal 4 Undang-Undang 10 Tahun 1998 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1992 tentang Perbankan, perbankan Indonesia bertujuan menunjang pelaksanaan pembangunan nasional dalam rangka meningkatkan pemerataan, pertumbuhan ekonomi, dan stabilitas nasional ke arah peningkatan kesejahteraan rakyat banyak. Perbankan Indonesia juga mempunyai tujuan yang strategis dan tidak semata-mata berorientasi ekonomis, tetapi juga berorientasi kepada hal-hal yang non ekonomis seperti masalah menyangkut stabilitas nasional yang mencakup antara lain stabilitas politik dan stabilitas sosial.48

44Ibid.

45Ibid.

46 Neni Sri Imaniyati, Op. Cit, hlm.13-14.

47 Kasmir, 2015, Dasar-Dasar Perbankan, Jakarta, PT. Raja Grafindo Persada, hlm. 4. 48 Hermansyah, Op Cit, hlm. 20.


(34)

15

3. Jenis Bank

a. Dilihat dari Segi Bidang Usahanya.

Menurut Undang-Undang Perbankan Nomor 10 Tahun 1998 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1992 tentang Perbankan maka jenis perbankan terdiri dari Bank Umum dan Bank Perkreditan Rakyat (BPR).49 Dalam ketentuan Pasal 1 angka 3 Undang-Undang Perbankan Nomor 10 Tahun 1998 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1992 tentang Perbankan disebutkan bahwa Bank umum adalah bank yang melaksanakan kegiatan usaha secara konvensional dan/atau berdasarkan prinsip syariah yang dalam kegiatannya memberikan jasa dalam lalu lintas pembayaran. Sedangkan dalam angka 4 nya disebutkan bahwa Bank Perkreditan Rakyat adalah bank yang melaksanakan kegiatan usaha secara konvensional atau berdasarkan prinsip syariah yang dalam kegiatannya tidak memberikan jasa dalam lalu lintas pembayaran.

Berdasarkan ketentuan Undang-Undang Perbankan Nomor 10 Tahun 1998 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1992 tentang Perbankan disebutkan bahwa:

1) Bentuk hukum suatu Bank Umum dapat berupa: a) Perseroan Terbatas.

b) Koperasi.

49 Zainal Asikin, 2015, Pengantar Hukum Perbankan Indonesia, Jakarta, Rajawali Pers,


(35)

16 c) Perusahaan Daerah.

2) Bentuk hukum suatu Bank Perkreditan Rakyat dapat berupa: a) Perusahaan Daerah.

b) Koperasi.

c) Perseroan Terbatas.

d) Bentuk lain yang ditetapkan dengan Peraturan Pemerintah. b. Dilihat dari Segi Kepemilikannya

Dilihat dari kepemilikan, bank dapat dibedakan menjadi beberapa, yaitu :

1) Bank Pemerintah

Bank dimana akta pendirian maupun modalnya dimiliki oleh pemerintah,50 baik pemerintah pusat maupun pemerintah

daerah.51 Contohnya:52

a) Bank Negara Indonesia 46 (BNI) b) Bank Rakyat Indonesia (BRI) c) Bank Tabungan Negara (BTN) d) Bank Mandiri

e) BPD DKI Jakarta f) BPD Jawa Barat g) BPD Jawa Tengah h) BPD DI. Yogyakarta

50 Kasmir, Op Cit, hlm. 21.

51 Zainal Asikin, Op Cit, hlm. 37-38. 52 Kasmir, Op Cit, hlm. 21-22.


(36)

17 i) BPD Jawa Timur

j) BPD Riau

k) BPD Sulawesi Selatan l) BPD Nusa Tenggara Barat m) BPD Papua

n) dan BPD lainnya 2) Bank Swasta Nasional53

Bank dimana seluruh atau sebagian besarnya dimiliki oleh swasta nasional serta akta pendiriannya pun didirikan oleh swasta. Contohnya :

a) Bank Bumi Putra b) Bank Central Asia c) Bank Danamon

d) Bank Internasional Indonesia e) Bank Lippo

f) Bank Mega g) Bank Muamalat h) Bank Niaga i) Bank Universal

53Ibid, hlm. 22.


(37)

18 3) Bank Asing

Merupakan cabang bank yang ada di luar negeri, baik milik swasta atau pemerintah asing,54 modalnya dimiliki oleh warga negara asing atau badan hukum asing.55 Contohnya :

a) ABN AMRO bank b) American Express Bank c) Bank of America d) Bank of Tokyo e) Bangkok Bank f) City Bank

g) Chase Manhattan Bank h) Deutsche Bank

i) European Asian Bank j) Hongkong Bank

k) Standard Chartered Bank c. Dilihat dari Segi Status56

Dilihat dari segi kemampuannya dalam melayani masyarakat maka bank umum dibagi ke dalam dua macam. Pembagian jenis ini disebut juga pembagian berdasarkan kedudukan atau status bank tersebut. Kedudukan atau status ini menunjukkan ukuran kemampuan bank dalam melayani masyarakat baik dari segi jumlah produk, modal

54Ibid, hlm. 23

55 Zainal Asikin, Op Cit, hlm. 38. 56 Kasmir, Op Cit,hlm. 24-25.


(38)

19 maupun kualitas pelayanannya. Jenis bank dilihat dari segi status adalah sebagai berikut:

1) Bank Devisa

Merupakan bank yang dapat melaksanakan transaksi ke luar negeri atau yang berhubungan dengan mata uang asing secara keseluruhan, misalnya transfer ke luar negeri, inkaso keluar negeri,

travellers cheque, pembukaan dan pembayaran Letter of Credit dan transaksi lainnya. Persyaratan untuk menjadi bank devisa ini ditentukan oleh Bank Indonesia.

2) Bank Non Devisa

Merupakan bank yang belum mempunyai izin untuk melaksanakan transaksi sebagai bank devisa sehingga tidak dapat melaksanakan transaksi seperti halnya bank devisa. Jadi transaksi yang dilakukan masih dalam batas-batas negara.

d. Dilihat dari Segi Cara Menentukan Harga57

Jenis bank jika dilihat dari segi atau caranya dalam menentukan harga, baik harga jual maupun harga beli terbagi dalam dua kelompok yaitu:

1) Bank yang berdasarkan prinsip konvensional

Dalam mencari keuntungan dan menetukan harga kepada para nasabahnya, bank yang berdasarkan prinsip konvensional menggunakan dua metode, yaitu:

57Ibid, hlm. 25-26.


(39)

20 a) Menetapkan bunga sebagai harga, untuk produk simpanan seperti giro, tabungan maupun deposito. Demikian pula harga untuk produk pinjamannya (kredit) juga ditentukan berdasarkan tingkat suku bunga tertentu, penentuan harga ini dikenal dengan istilah spread based.

b) Untuk jasa-jasa bank lainnya pihak perbankan konvensional menggunakan atau menerapkan berbagai biaya-biaya dalam nominal atau persentase tertentu. Sistem pengenan biaya ini dikenal dengan istilah fee based.

2) Bank yang berdasarkan prinsip syariah.

Dalam menentukan harga atau mencari keuntungan bagi bank yang berdasarkan prinsip syariah adalah sebagai berikut: a) Pembiayaan berdasarkan prinsip bagi hasil (mudharabah). b) Pembiayaan berdasarkan prinsip penyertaan modal

(musyarakah).

c) Prinsip jual beli barang dengan memperoleh keuntungan (murabahah).

d) Pembiayaan barang modal berdasarkan sewa murni tanpa pilihan (ijarah).

e) Atau dengan adanya pilihan pemindahan kepemilikan barang yang disewa dari pihak bank oleh pihak lain (ijarah muntahiyyah bittamlik).


(40)

21 Sedangkan penentuan biaya-biaya jasa bank lainnya bagi bank yang berdasarkan prinsip syariah juga sesuai dengan syariah Islam. Bank berdasarkan prinsip syarah mengharamkan penggunaan harga produknya dengan bunga tertentu. Bagi bank yang berdasarkan prinsip syariah bunga adalah riba.

4. Kegiatan-Kegiatan Bank

Adapun kegiatan-kegiatan bank umum yang ada di Indonesia menurut Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1998 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1992 tentang Perbankan yang tertuang dalam Pasal 6 adalah sebagai berikut:

a. Menghimpun dana dari masyarakat dalam bentuk simpanan berupa giro, deposito berjangka, sertifikat deposito, tabungan, dan/atau bentuk lainnya yang dipersamakan dengan itu.

b. Memberikan kredit.

c. Menerbitkan surat pengakuan hutang.

d. Membeli, menjual atau menjamin atas risiko sendiri maupun untuk kepentingan dan atas perintah nasabahnya:

1) Surat-surat wesel termasuk wesel yang diakseptasi oleh bank yang masa berlakunya tidak lebih lama daripada kebiasaan dalam perdagangan surat-surat dimaksud.


(41)

22 2) Surat pengakuan hutang dan kertas dagang lainnya yang masa berlakunya tidak lebih lama dari kebiasaan dalam perdagangan surat-surat dimaksud.

3) Kertas perbendaharaan negara dan surat jaminan pemerintah. 4) Sertifikat Bank Indonesia (SBI).

5) Obligasi.

6) Surat dagang berjangka waktu sampai dengan 1 (satu) tahun. 7) Instrument surat berharga lain yang berjangka waktu sampai dengan

1 (satu) tahun.

e. Memindahkan uang baik untuk kepentingan sendiri maupun untuk kepentingan nasabah.

f. Menempatkan dana pada, meminjam dana dari, atau meminjamkan dana kepada bank lain, baik dengan menggunakan surat, sarana telekomunikasi maupun dengan wesel unjuk, cek atau sarana lainnya. g. Menerima pembayaran dari tagihan atas surat berharga dan melakukan

perhitungan dengan antar pihak ketiga.

h. Menyediakan tempat untuk menyimpan barang dan surat berharga. i. Melakukan kegiatan penitipan untuk kepentingan pihak lain

berdasarkan suatu kontrak.

j. Melakukan penempatan dana dari nasabah kepada nasabah lainnya dalam bentuk surat berharga yang tidak tercatat di bursa efek.

k. Melakukan kegiatan anjak piutang, usaha kartu kredit dan kegiatan wali amanat.


(42)

23 l. Menyediakan pembiayaan dan atau melakukan kegiatan lain berdasarkan Prinsip Syariah, sesuai dengan ketentuan yang ditetapkan oleh Bank Indonesia.

m. Melakukan kegiatan lain yang lazim dilakukan oleh bank sepanjang tidak bertentangan dengan undang-undang ini dan peraturan perundang-undangan yang berlaku.

Selain melakukan kegiatan usaha sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 diatas, menurut ketentuan Pasal 7 Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1998 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1992 tentang Perbankan bank umum dapat pula:

a. Melakukan kegiatan dalam valuta asing dengan memenuhi ketentuan yang ditetapkan oleh Bank Indonesia.

b. Melakukan kegiatan penyertaan modal pada bank atau perusahaan di bidang keuangan, seperti sewa guna usaha, modal ventura, perusahaan efek, asuransi, serta lembaga kliring penyelesaian dan penyimpanan, dengan memenuhi ketentuan yang ditetapkan oleh Bank Indonesia. c. Melakukan kegiatan penyertaan modal sementara untuk mengatasi

akibat kegagalan kredit atau kegagalan pembiayaan berdasarkan Prinsip Syariah, dengan syarat harus menarik kembali penyertaannya, dengan memenuhi ketentuan yang ditetapkan oleh Bank Indonesia.

d. Bertindak sebagai pendiri dana pensiun dan pengurus pensiun sesuai dengan ketentuan dalam peraturan perundang-undangan dana pensiun yang berlaku.


(43)

24 Namun sesuai dengan ketentuan Pasal 10 Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1998 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1992 tentang Perbankan bank umum dilarang untuk:

a. Melakukan penyertaan modal kecuali sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 huruf b dan huruf c.

b. Melakukan usaha perasuransian

c. Melakukan usaha lain di luar kegiatan usaha sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 dan Pasal 7.

Sedangkan berdasarkan ketentuan Pasal 13 Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1998 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1992 tentang Perbankan usaha Bank Perkreditan Rakyat meliputi :

a. Menghimpun dana dari masyarakat dalam bentuk simpanan berupa deposito berjangka, tabungan, dan/atau bentuk lainnya yang dipersamakan dengan itu.

b. Memberikan kredit.

c. Menyediakan pembiayaan dan penempatan dana berdasarkan Prinsip Syariah, sesuai dengan ketentuan yang ditetapkan oleh Bank Indonesia. d. Menempatkan dananya dalam bentuk Sertifikat Bank Indonesia (SBI), deposito berjangka, sertifikat deposito, dan/atau tabungan pada bank lain.

Kemudian dalam Pasal 14 Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1998 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1992 tentang Perbankan disebutkan bahwa Bank Perkreditan Rakyat dilarang:


(44)

25 a. Menerima simpanan berupa giro dan ikut serta dalam lalu lintas

pembayaran.

b. Melakukan kegiatan usaha dalam valuta asing. c. Melakukan penyertaan modal.

d. Melakukan usaha perasuransian.

e. Melakukan usaha lain di luar kegiatan usaha sebagaimana dimaksud dalam Pasal 13.

5. Electronic Banking (E-Banking)

Menurut ketentuan Pasal 1 angka 3 Peraturan Otoritas Jasa Keuangan Nomor 38 /POJK.03/2016 Tentang Penerapan Manajemen Risiko Dalam Penggunaan Teknologi Informasi Oleh Bank Umum, Layanan Perbankan Elektronik (Electronic Banking atau e-banking) adalah layanan bagi nasabah Bank untuk memperoleh informasi, melakukan komunikasi, dan melakukan transaksi perbankan melalui media elektronik. Sedangkan menurut ketentuan Pasal 1 angka 3 Peraturan Bank Indonesia Nomor 9/15/PBI/2007 Tahun 2007 tentang Penerapan Manajemen Risiko Dalam Penggunaan Teknologi Informasi Oleh Bank Umum, layanan perbankan melalui media elektronik atau selanjutnya disebut electronic banking (biasa disebut juga dengan e-banking) adalah layanan yang memungkinkan nasabah Bank untuk memperoleh informasi, melakukan komunikasi, dan melakukan transaksi perbankan melalui media elektronik antara lain ATM, phone banking, electronic fund transfer, internet banking,


(45)

26

mobile phone. Jenis-jenis produk e-banking yang sudah diterapkan di bank yang ada di Indonesia meliputi:58

a. Internet Banking

Ini termasuk layanan e-banking yang memungkinkan nasabah melakukan transaksi via internet dengan menggunakan Personal Computer atau PC atau PDA. Fitur transaksi yang dapat dilakukan sama dengan Phone Banking yaitu informasi jasa atau produk bank, informasi saldo rekening, transaksi pemindahbukuan antar rekening, pembayaran (kartu kredit, listrik, dan telepon), pembelian (voucher dan tiket), dan transfer ke bank lain. Kelebihan dari saluran ini adalah kenyamanan bertransaksi dengan tampilan menu dan informasi secara lengkap tertampang di layar komputer/PC atau PDA.

b. SMS Banking

Layanan ini pada dasarnya evolusi lebih lanjut dari Phone Banking, yang memungkinkan nasabah untuk bertransaksi via

Handphone (HP) dengan perintah SMS. Fitur transaksi yang dapat dilakukan yaitu informasi saldo rekening, pemindahbukuan antar rekening, pembayaran (kartu kredit, listrik, dan telepon), dan pembelian voucher.

58 https://www.it-jurnal.com/pengertian-e-banking, diunduh pada hari Rabu, 14 Desember


(46)

27 c. Phone Banking

Ini adalah layanan yang memungkinkan nasabah untuk melakukan transaksi dengan bank via telepon. Pada awalnya lazim diakses melalui telepon rumah, namun seiring dengan makin populernya telepon genggam atau Handphone (HP), maka tersedia pula nomor akses khusus via Handphone (HP) bertarif panggilan flat dari manapun nasabah berada.

d. ATM (Automated Teller Machine)

Automated Teller Machine atau Anjungan Tunai Mandiri atau lebih singkatnya disebut ATM, ini adalah saluran e-banking paling populer. Hampir setiap orang pasti mempunyai kartu ATM dan menggunakan fasilitas ATM. Fitur tradisional ATM adalah untuk mengetahui informasi saldo dan melakukan penarikan tunai. Dalam perkembangannya, fitur semakin bertambah yang memungkinkan untuk melakukan pemindahbukuan antar rekening, pembayaran (kartu kredit, listrik, dan telepon), pembelian (voucher dan tiket), dan yang terkini transfer ke bank lain (dalam satu switching jaringan ATM).

Selain itu bagi nasabah dapat menikmati fasilitas atau layanan kartu kredit. Berdasarkan ketentuan Pasal 1 angka 4 Peraturan Bank Indonesia Nomor 14/2/PBI/2012 tentang Perubahan Atas Peraturan Bank Indonesia Nomor 11/11/PBI/2009 Tentang Penyelenggaraan Kegiatan Alat Pembayaran Dengan Menggunakan Kartu, Kartu Kredit adalah alat pembayaran dengan menggunakan kartu (APMK) yang dapat digunakan


(47)

28 untuk melakukan pembayaran atas kewajiban yang timbul dari suatu kegiatan ekonomi, termasuk transaksi pembelanjaan dan/atau untuk melakukan penarikan tunai, dimana kewajiban pembayaran pemegang kartu dipenuhi terlebih dahulu oleh acquirer atau penerbit, dan pemegang kartu berkewajiban untuk melakukan pembayaran pada waktu yang disepakati baik dengan pelunasan secara sekaligus (charge card) ataupun dengan pembayaran secara angsuran.

B. Tinjauan Umum Tentang Perjanjian Antara Bank Dengan Nasabah 1. Pengertian Perjanjian

Istilah perjanjian sering disebut juga dengan persetujuan, yang berasal dari bahasa Belanda yaitu overeenkomst.59 Menurut Subekti, suatu

perjanjian dinamakan juga persetujuan karena kedua pihak itu setuju untuk melakukan sesuatu, dapat dikatakan bahwa dua perkataan (perjanjian dan persetujuan) itu adalah sama artinya.60 Menurut Muhammad Syaifuddin, pengertian antara perjanjian dan kontrak adalah sama.61 Para sarjana seperti Mariam Darus Badrulzaman62, J. Satrio63, dan Purwahid Patrik64 menganut

59 Leli Joko Suryono, 2014, Pokok-Pokok Hukum Perjanjian Indonesia, Yogyakarta,

Lembaga Penelitian, Publikasi, dan Pengembangan pada Masyarakat Universitas Muhammadiyah Yogyakarta, hlm. 43.

60Ibid. 61Ibid.

62 Mariam Darus Badrulzaman, 1996, Kitab Undang-Undang Hukum Perdata Buku III Tentang Hukum Perikatan dengan Penjelasan, Bandung, Alumni, hlm. 89.

63 J. Satrio, 1992, Hukum Perjanjian, Bandung, Citra Aditya Bakti, hlm. 19.

64 Purwahid Patrik, 1994, Dasar-Dasar Hukum Perikatan, Perikatan yang Lahir dari Perjanjian dan dari Undang-Undang, Bandung, Mandar Maju, hlm. 19.


(48)

29 pandangan yang menyatakan bahwa istilah kontrak dan perjanjian mempunyai pengertian yang sama.

Pengertian perjanjian secara umum dapat dilihat dalam Pasal 1313 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata, yaitu suatu perbuatan dengan mana satu orang atau lebih mengikatkan dirinya terhadap satu orang lain atau lebih. Kemudian definisi kontrak menurut Arthur S. Hartkamp and Marianne M.M. Tillema adalah sebagai suatu perbuatan hukum yang diciptakan dengan memenuhi persyaratan yang ditentukan hukum oleh persesuaian kehendak yang menyatakan maksud bersama yang interdependen dari dua atau lebih pihak untuk menciptakan akibat hukum untuk kepentingan satu pihak, kedua belah pihak, dan juga untuk pihak lain.65

C.J.H. Brunner dan G.T. de Jong, menjelaskan perikatan sebagai hubungan hukum (rechtsverhouding) antara dua pihak berdasarkan satu pihak, yakni debitor (schuldenaar atau debiteur), memiliki suatu prestasi yang terletak di bidang kekayaan (vermogen), dan kreditur (schuldeiser atau

crediteur) memiliki hak untuk menuntut pemenuhan prestasi tersebut.66

65 Ridwan Khairandy, 2014, Hukum Kontrak Indonesia Dalam Perspektif Perbandingan (Bagian Pertama), Yogyakarta, FH UII PRESS, hlm. 60.

66 C.J.H. Brunner dan G.T. de Jong, 2001,Verbintenissenrecht Algemeen, Deventer, Kluwer,


(49)

30

2. Perjanjian Antara Bank Dengan Nasabah

Dari beberapa ketentuan dalam Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1998 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1992 tentang Perbankan dapat disimpulkan bahwa hubungan hukum antara bank dengan nasabah diatur oleh suatu “Perjanjian”. Hal ini dapat disimpulkan antara lain dari Pasal 1 ayat (5) Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1998 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1992 tentang Perbankan yang berbunyi, “Simpanan adalah dana yang dipercayakan oleh masyarakat kepada bank berdasarkan ‘perjanjian penyimpanan’ dan dalam bentuk giro, deposito, sertifikat deposito, tabungan dan atau untuk lainnya yang dipersamakan dengan itu”. Dari ketentuan ini dapat dilihat bahwa simpanan masyarakat yang ada di bank, dasarnya adalah ‘perjanjian’.67

Hubungan hukum antara bank dengan nasabah penyimpan dana, artinya bank menempatkan dirinya sebagai peminjam dana milik masyarakat (para penanam dana).68 Pasal 1 angka 17 Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1998 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1992 tentang Perbankan menyebutkan bahwa yang dimaksud dengan ‘nasabahpenyimpan’ adalah nasabah yang menempatkan dananya di bank dalam bentuk simpanan berdasarkan perjanjian bank dengan nasabah yang bersangkutan”. Bentuk hubungan hukum antara bank dengan nasabah penyimpan dana, dapat terlihat dari hubungan hukum yang muncul dari

67 Mauritz Pray Takasenseran, “Perjanjian Antara Bank dan Nasabah Menurut

Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1998”, Lex et Societatis, Vol. IV (Juli, 2016), hlm. 44.


(50)

31 produk-produk perbankan, seperti deposito, tabungan, giro dan sebagainya.69 Bentuk hubungan hukum itu dapat tertuang dalam bentuk

peraturan bank yang bersangkutan dan syarat-syarat umum yang harus dipatuhi oleh setiap nasabah penyimpan dana.70 Syarat-syarat tersebut harus disesuaikan dengan produk perbankan yang ada, karena syarat dari suatu produk perbankan tidak akan sama dengan syarat dari produk perbankan yang lain.71

Dari uraian diatas nasabah penyimpan dana bisa dikatakan sebagai nasabah kreditur. Hal ini terlihat jika dikaitkan dengan pengertian kreditur seperti yang tercantum dalam Pasal 1 Undang-Undang Nomor 37 Tahun 2004 tentang Kepailitan dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang, yaitu kreditur adalah orang yang mempunyai piutang karena perjanjian atau undang-undang yang dapat ditagih dimuka pengadilan. Dana yang disimpan nasabah di bank akan digunakan kembali oleh bank untuk disalurkan kepada masyarakat, maka nasabah mempunyai piutang. Sedangkan debitur sendiri menurut ketentuan Pasal 1 Undang-Undang Nomor 37 Tahun 2004 tentang Kepailitan dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang adalah orang yang mempunyai utang karena perjanjian atau undang-undang yang pelunasannya dapat ditagih dimuka pengadilan. Oleh karena itu nasabah debitur adalah nasabah yang memperoleh fasilitas kredit atau pembiayaan berdasarkan perjanjian bank dengan nasabah yang bersangkutan. Sehingga

69Ibid.

70Ibid. 71Ibid.


(51)

32 hubungan bank dengan nasabah baik itu nasabah debitur maupun nasabah kreditur adalah perjanjian. Namun perjanjian antara bank dengan nasabah kreditur adalah perjanjian penyimpanan dana di bank sedangkan perjanjian antara bank dengan nasabah debitur adalah perjanjian kredit.

C. Tinjauan Umum Tentang Perlindungan Hukum Bagi Konsumen 1. Pengertian Perlindungan Hukum

Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, perlindungan hukum adalah perbuatan (hal tahu peraturan) untuk menjaga dan melindungi subjek hukum, berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku.72 Sedangkan menurut Sudikno Mertokusumo, yang dimaksud dengan hukum adalah sebagai kumpulan peraturan atau kaidah yang mempunyai isi yang bersifat umum dan normative, umum karena berlaku bagi setiap orang, dan

normative karena menentukan apa yang seyogyanya dilakukan, apa yang tidak boleh dilakukan atau harus dilakukan serta menentukan bagaimana caranya melaksanakan kepatuhan pada kaidah-kaidah.73 Jadi perlindungan hukum adalah suatu perbuatan yang melindungi subjek-subjek hukum dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku dan pelaksanaannya dapat dipaksakan dengan suatu sanksi. Perlindugan hukum juga dapat

72 Departemen Pendidikan dan Budaya, 1989, Kamus Besar Bahasa Indonesia Buku Satu,

Jakarta, Balai Pustaka Utama, hlm. 874

73 Sudikno Mertokusumo, 2010, Mengenal Hukum Suatu Pengantar, Yogyakarta, Cahaya


(52)

33 diartikan sebagai segala upaya yang menjamin adanya kepastian hukum untuk memberikan perlindungan kepada masyarakat secara umum.74

2. Bentuk Perlindungan Hukum75

Perlindungan hukum dapat dibedakan menjadi dua yaitu: a. Perlindungan Hukum Preventif

Perlindungan yang diberikan dengan tujuan untuk mencegah sebelum terjadinya pelanggaran.

b. Perlindungan Hukum Represif

Perlindungan hukum represif merupakan perlindungan akhir berupa sanksi seperti denda atau ganti kerugian yang diberikan apabila sudah terjadi sengketa atau telah dilakukan suatu pelanggaran.

Menurut Philipus M. Hadjon, bahwa sarana perlindungan Hukum ada dua macam, yaitu:76

a. Sarana Perlindungan Hukum Preventif

Pada perlindungan hukum preventif ini, subyek hukum diberikan kesempatan untuk mengajukan keberatan atau pendapatnya sebelum suatu keputusan pemerintah mendapat bentuk yang definitif. Di Indonesia belum ada pengaturan khusus mengenai perlindungan hukum preventif.

74 Eli Wuria Dewi, 2015, Hukum Perlindungan Konsumen, Yogyakarta, Graha Ilmu, hlm.

30.

75Ibid, hlm. 20.

76 Philipus M. Hadjon, 1987, Perlindungan Hukum bagi Rakyat Indonesia, Surabaya, Bina


(53)

34 b. Sarana Perlindungan Hukum Represif

Perlindungan hukum yang represif bertujuan untuk menyelesaikan sengketa. Penanganan perlindungan hukum oleh Pengadilan Umum dan Pengadilan Administrasi di Indonesia termasuk kategori perlindungan hukum ini.

3. Pengertian Perlindungan Konsumen

Berdasarkan ketentuan Pasal 1 Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen, Perlindungan Konsumen adalah segala upaya yang menjamin adanya kepastian hukum untuk memberi perlindungan kepada konsumen.77 Sedangkan konsumen sendiri adalah setiap orang pemakai barang dan/atau jasa yang tersedia dalam masyarakat, baik bagi kepentingan diri sendiri, keluarga, orang lain maupun makhluk hidup lain dan tidak untuk diperdagangkan.78

Kemudian konsumen menurut ketentuan Pasal 1 angka 11 Peraturan Otoritas Jasa Keuangan Nomor 1/POJK.07/2104 tentang Lembaga Alternatif Penyelesaian Sengketa di Sektor Jasa Keuangan adalah pihak-pihak yang menempatkan dananya dan/atau memanfaatkan pelayanan yang tersedia di Lembaga Jasa Keuangan antara lain nasabah pada Perbankan, pemodal di Pasar Modal, pemegang polis pada Perasuransian, dan peserta pada Dana Pensiun, berdasarkan peraturan

77 Zulham, 2013, Hukum Perlindungan Konsumen, Jakarta, Kencana Prenada Media Group,

hlm. 173.


(54)

35 perundang-undangan di sektor jasa keuangan. Dalam buku Hukum Perlindungan Konsumen disebutkan bahwa perlindungan konsumen adalah segala upaya yang menjamin adanya kepastian hukum untuk memberikan perlindungan kepada konsumen.79

4. Hak-Hak Konsumen

Nasabah bank juga termasuk konsumen, yaitu konsumen jasa yang ditawarkan oleh pihak bank. Sebagai konsumen, nasabah bank mempunyai hak sebagaimana diatur oleh Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen dalam Pasal 4 yaitu meliputi:80

a. Hak atas kenyamanan, keamanan, dan keselamatan dalam mengonsumsi barang dan/atau jasa;

b. Hak untuk memilih barang dan/atau jasa serta mendapatkan barang dan/atau jasa tersebut sesuai dengan nilai tukar dan kondisi serta jaminan yang dijanjikan;

c. Hak atas informasi yang benar, jelas, dan jujur mengenai kondisi dan jaminan barang dan/atau jasa;

d. Hak untuk didengar pendapat dan keluhannya atas barang dan/atau jasa yang digunakan;

e. Hak untuk mendapatkan advokasi, perlindungan, dan upaya penyelesaian sengketa perlindungan konsumen secara patut;

79 Eli Wuria Dewi, Loc. Cit. 80Ibid, hlm. 175-176.


(55)

36 f. Hak untuk mendapat pembinaan dan pendidikan konsumen;

g. Hak untuk diperlakukan atau dilayani secara benar dan jujur serta tidak diskriminatif;

h. Hak untuk mendapatkan kompensasi, ganti rugi dan/atau penggantian, apabila barang dan/atau jasa yang diterima tidak sesuai dengan perjanjian atau tidak sebagaimana mestinya;

i. Hak-hak yang diatur dalam ketentuan peraturan perundang-undangan lainnya.

5. Prinsip-Prinsip Perlindungan Konsumen

Terdapat tiga prinsip yaitu:

a. Prinsip Tanggung Jawab Berdasarkan Kesalahan/Kelalaian (Negligence/Fault Liability).

Tanggung jawab berdasarkan kelalaian (negligence) adalah prinsip tanggung jawab yang bersifat subjektif, yaitu suatu tanggung jawab yang ditemukan oleh perilaku produsen.81 Dalam prinsip

tanggung jawab karena kesalahan ini, produsen wajib memberikan ganti rugi karena kesalahannya.82

81 Inosentius Samsul, 2004, Perlindungan Konsumen, Kemungkinan Penerapan Tanggung Jawab Mutlak, Jakarta, Universitas Indonesia, hlm. 46.

82 Mukti Fajar ND, 2015, “Bahan Ajar Mata Kuliah Hukum Perlindungan Konsumen dan

Persaingan Usaha, Tanggung Jawab Pelaku Usaha”, Yogyakarta, Universitas Muhammadiyah Yogyakarta, slide 2.


(56)

37 b. Prinsip Tanggung Jawab Berdasarkan Wanprestasi (Breach Of

Warranty/Contractual Liability).

Tanggung jawab produsen berdasarkan wanprestasi juga merupakan bagian dari tanggung jawab berdasarkan kontrak (contractual liability).83 Kewajiban membayar ganti rugi berdasarkan wanprestasi merupakan akibat dari penerapan klausula dalam perjanjian (baik tertulis ataupun tidak tertulis), yang merupakan ketentuan hukum bagi para pihak (produsen dan konsumen), yang secara sukarela mengikatkan diri dalam perjanjian tersebut.84

c. Prinsip Tanggung Jawab Mutlak (Strict Product Liability).

Prinsip tanggung jawab mutlak dalam hukum perlindungan konsumen secara umum digunakan untuk menjerat pelaku usaha, khususnya produsen, yang memasarkan produknya yang merugikan konsumen.85 Selanjutnya asas tersebut dikenal dengan nama product liability, menurut asas ini produsen wajib bertanggung jawab atas kerugian yang diderita konsumen atas penggunaan produk yang dipasarkannya.86 Dalam prinsip tanggung jawab mutlak ini, produsen

wajib memberikan ganti rugi secara langsung tanpa beban pembuktian oleh konsumen.87

83 Zulham, Op Cit, hlm. 92. 84Ibid, hlm. 92-93. 85Ibid, hlm. 96

86 Shidarta, 2000, “Hukum Perlindungan Konsumen Indonesia”, Jakarta, Grasindo, hlm. 78 87 Mukti Fajar ND, Log Cit.


(57)

38

BAB III

METODE PENELITIAN

A. Tipe Penelitian

Penelitian ini merupakan penelitian hukum normatif. Penelitian ini

akan mengkaji asas-asas, konsep-konsep hukum serta peraturan perundang-undangan yang terkait dengan perlindungan hukum nasabah bank

atas penggunaan e-banking.

B. Penedekatan Penelitian

Pendekatan penelitian ini adalah pendekatan perundang-undangan (statute approach).88 Pendekatan perundang-undangan ini dilakukan dengan mengkaji berbagai peraturan perundang-undangan yang berkaitan dengan isu hukum yang diteliti.89

C. Bahan Penelitian

Untuk mendapatkan bahan penelitian maka penelitian akan dilakukan dengan studi pustaka yang mengkaji bahan hukum.90 Bahan hukum sebagai

88Abidin A Kurnia Ecla julianto, 2016, “ Tanggung Jawab Maskapai Penerbangan Terhadap

Penumpang dan Bagasi Kabin Dalam Kecelakaan Pengangkutan Udara di Indonesia” (Skripsi Sarjana Hukum tidak diterbitkan Fakultas Hukum Universitas Muhammadiyah Yogyakarta), hlm. 33.

89 Mukti Fajar ND dan Yulianto Achmad, 2010, Dualisme Penelitian Hukum, Normatif dan

Empiris, Yogyakarta, Pustaka Pelajar, hlm. 186.


(58)

39 bahan penelitian diambil dari bahan kepustakaan yang berupa bahan hukum primer, bahan hukum sekunder, dan bahan hukum tersier.91

1. Bahan Hukum Primer, merupakan bahan pustaka yang berisikan peraturan perundang-undangan yang terdiri dari:

a. Kitab Undang-Undang Hukum Perdata Buku III tentang Perikatan b. Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1998 tentang Perubahan Atas

Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1992 tentang Perbankan.

c. Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen.

d. Undang-Undang Nomor 37 Tahun 2004 tentang Kepailitan dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang.

e. Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik.

f. Peraturan Otoritas Jasa Keuangan Nomor 1/POJK.07/2013 tentang Perlindungan Konsumen Sektor Jasa Keuangan.

g. Peraturan Otoritas Jasa Keuangan Nomor 1/POJK.07/2104 tentang Lembaga Alternatif Penyelesaian Sengketa di Sektor Jasa Keuangan. h. Peraturan Otoritas Jasa Keuangan Nomor 38 /POJK.03/2016 Tentang

Penerapan Manajemen Risiko Dalam Penggunaan Teknologi Informasi Oleh Bank Umum.

91Ibid.


(59)

40 i. Peraturan Bank Indonesia Nomor 9/15/PBI/2007 Tahun 2007 tentang Penerapan Manajemen Risiko Dalam Penggunaan Teknologi Informasi Oleh Bank Umum.

j. Peraturan Bank Indonesia Nomor 10/ 10 /PBI/2008 tentang Perubahan Atas Peraturan Bank Indonesia Nomor 7/7/PBI/2005 tentang Penyelesaian Pengaduan Nasabah.

k. Peraturan Bank Indonesia Nomor 14/2/PBI/2012 tentang Perubahan Atas Peraturan Bank Indonesia Nomor 11/11/PBI/2009 Tentang Penyelenggaraan Kegiatan Alat Pembayaran Dengan Menggunakan Kartu.

l. Peraturan Bank Indonesia Nomor 16/1/PBI/2014 tentang Perlindungan Konsumen Jasa Sistem Pembayaran.

m. Peraturan Lembaga Alternatif Penyelesaian Sengketa Perbankan Idonesia Nomor 07/LAPSPI-PER/2015 tentang Peraturan dan Prosedur Mediasi.

n. Peraturan Lembaga Alternatif Penyelesaian Sengketa Perbankan Idonesia Nomor 08/LAPSPI-PER/2015 tentang Peraturan dan Prosedur Ajudikasi.

o. Peraturan Lembaga Alternatif Penyelesaian Sengketa Perbankan Idonesia Nomor 09/LAPSPI-PER/2015 tentang Peraturan dan Prosedur Arbitrase.

p. Peraturan perundang-undangan lainnya yang terkait dengan objek peneilitian.


(60)

41 2. Bahan Hukum Sekunder, yaitu bahan-bahan yang erat kaitannya dengan bahan hukum primer, dan dapat membantu untuk proses analisis92, yaitu:

a. Buku-buku ilmiah yang terkait. b. Hasil penelitian terkait.

c. Jurnal-jurnal dan literature yang terkait.

d. Doktrin, pendapat dan kesaksian dari ahli perbankan baik yang tertulis maupun tidak tertulis.

3. Bahan Hukum Tersier, yaitu: a. Kamus istilah hukum.

b. Kamus besar bahasa Indonesia. c. Ensiklopedi.

d. Data-data tentang produk-produk e-banking.

D. Cara Pengambilan Bahan Penelitian

1. Bahan hukum primer, sekunder dan tersier akan diperoleh melalui studi

kepustakaan dengan cara menghimpun semua peraturan perundang-undangan, dokumen-dokumen hukum dan buku-buku serta

jurnal ilmiah yang berkaitan dengan permasalahan.93 Selanjutnya untuk peraturan perundang-undangan maupun dokumen yang ada akan diambil pengertian pokok atau kaidah hukumnya dari masing-masing isi pasal yang terkait dengan permasalahan, serta untuk buku dan jurnal-jurnal ilmiah

92Ibid, hlm. 318.


(61)

42 akan diambil teori, maupun pernyataan yang terkait, dan akhirnya semua data tersebut di atas akan disusun secara sistematis agar memudahkan proses analisis.

2. Dalam penelitian ini pengumpulan data juga dilakukan dengan cara wawancara dan menggali informasi praktisi perbankan yakni dengan Bidang Hukum di Bank Central Asia Kantor Cabang Utama Yogyakarta dan CSO di Bank Central Asia Kantor Cabang Utama Yogyakarta.

E. Tempat Pengambilan Bahan Penelitian

Bahan hukum baik primer, sekunder dan tersier dalam penelitian ini akan diambil di berbagai tempat seperti :

1. Berbagai perpustakaan baik lokal atau nasional. 2. Bank Central Asia KC Utama Yogyakarta. 3. Media massa.

4. Media cetak.

5. Maupun laman web.

F. Teknik Pengolahan Bahan Penelitian

Pengolahan bahan penelitian dilakukan dengan cara melakukan seleksi bahan penelitian, selanjutnya melakukan klarifikasi menurut penggolongan bahan penelitian dan menyusun hasil dari penelitian secara sistematis.


(62)

43

G. Teknik Analisis

Bahan hukum dan bahan non hukum yang diperoleh dalam penelitian ini akan dianalisis secara preskriptif dengan metode deduktif.94 Maksudnya

data-data umum, asas-asas hukum, doktrin dan peraturan perundang-undangan dirangkai secara sistematis sebagai susunan fakta-fakta hukum untuk mengkaji perlindungan hukum nasabah bank atas penggunaan e-banking di Bank Central Asia KC Utama Yogyakarta. Analisis dilakukan dengan memaparkan dan menjelaskan atas subjek dan objek penelitian sesuai dengan studi kepustakaan dan wawancara.95

94 Abidin A Kurnia Ecla julianto, Op Cit, hlm. 37.


(63)

44

BAB IV PEMBAHASAN

A. Perlindungan Hukum Terhadap Nasabah Bank Cental Asia KC Utama Yogyakarta Selaku Konsumen Dalam Transaksi E-Banking.

Bertitik tolak dari luas dan kompleksnya hubungan antara produsen dan konsumen, serta banyaknya mata rantai penghubung keduanya, maka untuk melindungi konsumen sebagai pemakai akhir barang atau jasa membutuhkan berbagai aspek hukum agar benar-benar dapat dilindungi dengan adil.96 Dari

awal nasabah harus benar benar dilindungi ketika menggunakan produk dan/atau jasa yang ditawarkan oleh pihak bank. Sehingga nasabah tidak akan mengalami kerugian finansial. Bank Indonesia sebagai pelaksana otoritas moneter mempunyai peranan yang besar dalam usaha melindungi, dan menjamin agar nasabah tidak mengalami kerugian akibat tindakan bank yang salah.

Hal-hal yang menyangkut dengan usaha perlindungan nasabah diantaranya berupa laporan dan data-data yang merupakan bahan informasi.97 Mengingat pentingnya perlindungan nasabah tersebut, Bank Indonesia menetapkan upaya perlindungan nasabah sebagai salah satu pilar dalam Arsitektur Perbankan Indonesia (API).98 API merupakan suatu kerangka dasar sistem perbankan Indonesia yang terdiri dari enam pilar, bersifat menyeluruh

96 Ali Murdiat, Op. Cit, hlm. 62. 97Ibid, hlm. 63.


(64)

45 dan memberikan arah, bentuk dan tatanan pada industri perbankan untuk rentang waktu lima sampai sepuluh tahun ke depan.99

1. Perlindungan Hukum Preventif

Perlindungan hukum terhadap nasabah belum diatur secara khusus dalam suatu peraturan perundang-undangan tertentu, namun kita dapat mengaitkannya dengan berbagai peraturan yang menentukan kewajiban pelaku usaha jasa keuangan dimana dalam hal ini adalah bank, seperti berikut:

Dalam Peraturan Otoritas Jasa Keuangan Nomor 1/POJK.07/2013 tentang Perlindungan Konsumen Sektor Jasa Keuangan yaitu dalam Pasal 25, Pasal 27, Pasal 29 disebutkan tentang kewajiban Pelaku Usaha Jasa Keuangan, yaitu:

Pasal 25

Pelaku Usaha Jasa Keuangan wajib menjaga keamanan simpanan, dana, atau asset konsumen yang berada dalam tanggung jawab Pelaku Usaha Jasa Keuangan.

Pasal 27

Pelaku Usaha Jasa Keuangan wajib memberikan laporan kepada Konsumen tentang posisi saldo dan mutasi simpanan, dana, asset, atau kewajiban Konsumen secara akurat, tepat waktu, dan dengan cara atau sarana sesuai dengan perjanjian dengan Konsumen.

99Ibid.


(65)

46 Pasal 29

Pelaku Usaha Jasa Keuangan wajib bertanggung jawab atas kerugian Konsumen yang timbul akibat kesalahan dan/atau kelalaian, pengurus, pegawai Pelaku Usaha Jasa Keuangan dan/atau pihak ketiga yang bekerja untuk kepentingan Pelaku Usaha Jasa Keuangan.

Dalam Pasal 23 Peraturan Otoritas Jasa Keuangan Nomor 38 /POJK.03/2016 Tentang Penerapan Manajemen Risiko Dalam Penggunaan Teknologi Informasi Oleh Bank Umum disebutkan bahwa

(1) Bank wajib menyelenggarakan Pemrosesan Transaksi Berbasis Teknologi Informasi di wilayah Indonesia.

(2) Pemrosesan Transaksi Berbasis Teknologi Informasi dapat dilakukan oleh pihak penyedia jasa di wilayah Indonesia.

(3) Penyelenggaraan Pemrosesan Transaksi Berbasis Teknologi Informasi oleh pihak penyedia jasa sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dapat dilakukan sepanjang:

a. Memenuhi prinsip kehati-hatian;

b. Memenuhi persyaratan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 20 ayat (3), ayat (4), dan ayat (5); dan

c. Memperhatikan aspek perlindungan kepada nasabah.

(4) Pemrosesan Transaksi Berbasis Teknologi Informasi oleh pihak penyedia jasa Teknologi Informasi dapat dilakukan di luar wilayah Indonesia sepanjang:


(66)

47 b. Dokumen pendukung administrasi keuangan atas transaksi yang dilakukan di kantor Bank di Indonesia wajib ditatausahakan di kantor Bank di Indonesia;

c. Rencana bisnis Bank menunjukkan adanya upaya untuk meningkatkan peran Bank bagi perkembangan perekonomian Indonesia; dan

d. Mendapatkan persetujuan terlebih dahulu oleh Otoritas Jasa Keuangan.

Kemudian dalam Pasal 27 ayat (1), Pasal 28, dan Pasal 29 disebutkan bahwa

Pasal 27 ayat (1)

(1) Bank yang menyelenggarakan Layanan Perbankan Elektronik wajib memenuhi ketentuan Otoritas Jasa Keuangan dan/atau otoritas lain yang terkait.

Pasal 28

(1) Bank wajib memuat rencana penerbitan produk Layanan Perbankan Elektronik dalam rencana bisnis Bank.

(2) Bank yang akan menerbitkan produk Layanan Perbankan Elektronik yang bersifat transaksional wajib mengajukan permohonan persetujuan produk Layanan Perbankan Elektronik dan memperoleh persetujuan dari Otoritas Jasa Keuangan.


(67)

48 (3) Permohonan persetujuan produk Layanan Perbankan Elektronik sebagaimana dimaksud pada ayat (2) wajib dilengkapi dengan hal-hal sebagai berikut:

a. Bukti kesiapan untuk menyelenggarakan Layanan Perbankan Elektronik yang paling sedikit memuat:

1. Struktur organisasi yang mendukung termasuk pengawasan dari pihak manajemen;

2. Kebijakan, sistem, prosedur dan kewenangan dalam penerbitan produk Layanan Perbankan Elektronik; 3. Kesiapan infrastruktur Teknologi Informasi untuk

mendukung produk Layanan Perbankan Elektronik; 4. Hasil analisa dan identifikasi risiko yang melekat pada

produk Layanan Perbankan Elektronik;

5. Kesiapan penerapan manajemen risiko khususnya pengendalian pengamanan (security control) untuk memastikan terpenuhinya prinsip kerahasiaan (confidentiality), integritas (integrity), keaslian (authentication), tidak dapat diingkari (non repudiation), dan ketersediaan (availability);

6. Hasil analisa aspek hukum;

7. Uraian sistem informasi akuntansi; dan 8. Program perlindungan dan edukasi nasabah.


(68)

49 b. Hasil analisa bisnis mengenai proyeksi produk baru 1 (satu)

tahun yang akan datang; dan

c. Dokumen pendukung lain dalam hal diperlukan.

(4) Penyampaian permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) harus dilengkapi dengan hasil pemeriksaan dari pihak independen untuk memberikan pendapat atas karakteristik produk dan kecukupan pengamanan sistem Teknologi Informasi terkait produk serta kepatuhan terhadap ketentuan dan/atau praktik yang berlaku secara internasional.

(5) Penyelenggaraan Teknologi Informasi untuk kegiatan Layanan Perbankan Elektronik yang dilakukan oleh pihak penyedia jasa Teknologi Informasi, tunduk pada ketentuan sebagaimana diatur dalam Bab IV mengenai penyelenggaraan Teknologi Informasi oleh Bank dan/atau pihak penyedia jasa Teknologi Informasi. Pasal 29

Bank wajib menerapkan prinsip pengendalian pengamanan data nasabah dan transaksi Layanan Perbankan Elektronik pada setiap Sistem Elektronik yang digunakan oleh Bank.

Pasal 27 ayat (1) Peraturan Bank Indonesia Nomor 16/1/PBI/2014 tentang Perlindungan Konsumen Jasa Sistem Pembayaran menyebutkan hahwa penyelenggara wajib memberikan informasi mengenai manfaat, risiko, dan konsekuensi bagi Konsumen atas penggunaan jasa Sistem Pembayaran.


(69)

50 Kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi saat ini meningkatkan kemungkinan terjadinya kerugian finansial yang dialami oleh nasabah. Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen yaitu dalam Pasal 4 huruf a jelas menyebutkan bahwa konsumen mempunyai hak atas kenyamanan, keamanan, dan keselamatan dalam mengkonsumsi barang dan/atau jasa. Selain itu dalam Pasal 29 ayat (4) Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1998 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1992 tentang Perbankan juga disebutkan, untuk kepentingan nasabah, bank menyediakan informasi mengenai kemungkinan timbulnya risiko kerugian bagi transaksi nasabah yang dilakukan melalui bank.

Dalam rangka penyelenggaraan layanan perbankan elektronik bagi nasabah maka bank akan memberikan edukasi kepada setiap nasabahnya. Khusus untuk program edukasi nasabah, pelaksanaannya dirasakan perlu diperluas hingga mencakup mereka yang belum dan akan menjadi nasabah bank agar pada saat pertama kali berhubungan dengan bank para calon nasabah tersebut sudah memiliki informasi yang cukup mengenai kegiatan usaha serta produk dan jasa bank.100 Edukasi masyarakat dibidang perbankan pada dasarnya merupakan pemberian informasi dan pemahaman kepada masyarakat mengenai fungsi dan kegiatan usaha bank, serta produk dan jasa yang ditawarkan bank.101

100Ibid.


(70)

51 Pemberian Edukasi ini diharapkan dapat memfasilitasi pemberian informasi yang cukup kepada masyarakat sebelum mereka melakukan interaksi dengan bank.102 Dengan demikian akan terhindar adanya kesenjangan informasi pada pemanfaatan produk dan jasa perbankan yang dapat menyebabkan timbulnya permasalahan antara bank dengan nasabah dikemudian hari.103

Dalam rangka perlindungan konsumen, Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik mengatur adanya teknologi netral yang dipergunakan dalam transaksi elektronik, serta mensyaratkan adanya kesepakatan penggunaan sistem elektronik yang dipergunakan.104 Selain itu dalam ketentuan Pasal 15 Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik disebutkan bahwa setiap penyelenggara sistem elektronik diwajibkan untuk menyediakan sistem elektronik secara handal dan aman serta bertanggung jawab terhadap beroperasinya sistem elektronik sebagaimana mestinya. Penyelenggara sistem elektronik bertanggung jawab terhadap penyelenggaraan sistem elektroniknya. Namun ketentuan tersebut tidak berlaku dalam hal dapat dibuktikan terjadinya keadaan memaksa, kesalahan, dan/atau kelalaian pihak pengguna sistem elektronik.

Dalam rangka memberikan perlindungan dan keamanan bagi penyelenggaraan kegiatan transaksi elektronik, sejalan dengan

102Ibid.

103Ibid. 104Ibid.


(71)

52 Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik, Bank Indonesia telah menerbitkan berbagai peraturan (regulasi) terkait penggunaan teknologi informasi bagi perbankan dan lembaga penyelenggara sistem pembayaran dalam bentuk Peraturan Bank Indonesia dan Surat Edaran Bank Indonesia. Peraturan tersebut antara lain ditujukan untuk meningkatkan keamanan, integritas data, dan ketersediaan layanan e-banking. Seperti yang tertuang dalam Pasal 29A Peraturan Bank Indonesia Nomor 14/2/PBI/2012 tentang Perubahan Atas Peraturan Bank Indonesia Nomor 11/11/PBI/2009 tentang Penyelenggaraan Kegiatan Alat Pembayaran Dengan Menggunakan Kartu yang menentukan dalam rangka peningkatan keamanan transaksi, Penerbit Kartu wajib mengimplementasikan transaction alert kepada Pemegang Kartu untuk transaksi dengan kriteria tertentu. Dalam penjelasan Pasal 29A tersebut disebutkan bahwa yang dimaksud dengan transaction alert adalah pesan yang disampaikan Penerbit kepada Pemegang Kartu Kredit mengenai transaksi Kartu Kredit yang perlu diketahui oleh Pemegang Kartu Kredit untuk memastikan bahwa transaksi tersebut benar-benar dilakukan oleh Pemegang Kartu yang bersangkutan. Selain itu penerbit kartu biasanya menggunakan chip pada kartu-kartu pembayarannya.

Perbankan dalam upaya melindungi data nasabah dalam layanan

internet banking dapat menggunakan ketentuan convention on cyber crime

2001 yang digagas Uni Eropa dalam mengatasi kejahatan cyber crime


(72)

53 dana pada bank melalui internet. Konvensi ini memang digagas oleh negara-negara yang tergabung dalam Uni Eropa. Namun Uni Eropa sepakat bahwa konvensi ini sebagai konvensi yang terbuka untuk diakses oleh negara manapun di dunia. Selain government-regulation yang telah disebutkan, untuk menjamin keamanan, kenyamanan serta keselamatannya konsumen (dalam hal ini adalah nasabah baik nasabah kreditur maupun nasabah debitur) maka akan dijelaskan bagaimana

self-regulation serta sistem keamanan yang diterapkan oleh Bank Cetral Asia KC Utama Yogyakarta sebagai berikut:

a. Nasabah Kreditur

Dalam penggunaan produk e-banking sendiri baik untuk perseorangan atau individu dan untuk bisnis, Bank Central Asia sebagai Pelaku Usaha Jasa Keuangan telah menerapkan sistem keamanan dalam setiap produk atau layanan yang ditawarkan kepada nasabah penyimpan dana atau nasabah kreditur. Keamanan untuk produk atau layanan perseorangan atau individu dalam penggunaan

e-banking adalah sebagai berikut: 1) Sakuku105

Sakuku adalah dompet elektronik yang dapat digunakan untuk pembayaran belanja, isi pulsa dan transaksi perbankan lainnya. Produk Sakuku, keamanannya dijamin oleh PIN

105 http://www.bca.co.id/id/Individu/Produk/E-Banking/Sakuku, diunduh pada hari Rabu, 30


(73)

54 (Personal Identification Number) yang hanya diketahui oleh nasabah sendiri.

2) Klik BCA106

Klik BCA Layanan perbankan elektronik yang aman dan nyaman untuk kemudahan transaksi. Klik BCA semakin terlindungi karena dilengkapi dengan PIN dan KeyBCA. KeyBCA akan mengeluakan password yang selalu berganti setiap kali melakukan transasksi finansial. Untuk meningkatkan keamanan dan kenyamanan nasabah dalam melakukan transaksi melalui KlikBCA Individu, maka dilakukan perubahan proses daftar rekening tujuan transfer ke rekening bank lain. Perubahan proses daftar rekening tujuan transfer adalah dengan penambahan pengiriman Short Message Service (SMS) ke nomor handphone nasabah saat melakukan pendaftaran yang berisikan informasi SMS ID 5 (lima) digit angka yang harus dimasukkan pada layar KlikBCA Individu) dan 8 (delapan) digit angka yang dimasukkan ke KeyBCA dan mendapatkan respon KeyBCA.

Dalam melakukan transaksi finansial melalui internet banking BCA, nasabah harus memiliki KeyBCA. Nasabah selain menginput User ID dan PIN wajib pula menginput angka yang dihasilkan dari KeyBCA sebagai tanda persetujuan atas intruksi

106 http://www.bca.co.id/id/Individu/Produk/E-Banking/Klik-BCA, diunduh pada hari Rabu,


(74)

55 transaksi finansial. Setiap informasi mendapat konfirmasi “Submit” atau “Kirim” dari nasabah yang tersimpan dalam pusat

data BCA merupakan data yang benar yang diterima sebagai bukti atas intruksi dari nasabah kepada BCA untuk melakukan transaksi yang dimaksud, kecuali nasabah dapat membuktikan sebaliknya. BCA menerima dan menjalankan setiap intruksi dari nasabah sebagai intruksi yang sah berdasarkan penggunaan User ID, PIN, dan KeyBCA.

BCA tidak mempunyai kewajiban untuk meneliti atau menyelediki keaslian maupun keabsahan atau kewenangan pengguna User ID, PIN, dan KeyBCA atau menilai maupun membuktikan ketepatan maupun kelengkapan intruksi, dan oleh karena itu intruksi tersebut sah mengikat nasabah dengan sebagaimana mestinya kecuali nasabah dapat membuktikan sebaliknya. Setiap intruksi dari nasabah atas transaksi yang berhasil dilakukan oleh BCA, nasabah akan mendapatkan bukti transaksi berupa nomor referensi sebagai bukti transaksi tersebut telah dilakukan oleh BCA.

Bank Central Asia juga sudah memberitahu kepada nasabah bank bahwa ada hal-hal yang harus dilakukan oleh nasabah yaitu:


(1)

(2)

(3)

(4)

(5)

(6)