merujuk kepada semua pasien pasca bedah; pemberian antibiotik kepada pasien pasca bedah walaupun tidak terjadi infeksi. Hal ini disebabkan karena kurangnya set ganti verban,
wastafel yang tidak memadai, terbatasnya persediaan handscrub dan ruangan operasi yang tidak ada jaminan steril. Sehingga akhirnya set ganti verban semakin ditingkatkan
jumlahnya, wastafel diperbanyak serta ruang operasi tempat pasien dibuat lebih steril. Penanganan obat sitostatika sudah dilakukan dengan baik. Apoteker langsung
berperan aktif dalam proses pencampuran obat sitostatika dengan menggunakan peralatan yang memadai dan dilaksanakan secara terjadwal. Semua pasien kemoterapi di rumah sakit
terfokus pada ruang pencampuran. Kegiatan Monitoring Efek Samping Obat MESO dilakukan langsung oleh apoteker
yang visite. Apoteker memberikan pelatihan secara langsung bagi perawat kepala ruangan di setiap ruang inap agar tetap memonitor efek samping obat. Jika terdapat efek samping obat
maka kepala ruang akan melaporkan ke apoteker dan apoteker akan mencatat dan melaporkan efek samping obat tersebut ke bagian Monitoring Efek Samping Obat Nasional yang ada di
Jakarta.
4.2.3 Pokja Perencanaan dan Evaluasi
Pokja perencanaan dan evaluasi IFRS pada RSUP H. Adam Malik mempunyai tugas melaksanakan perencanaan perbekalan farmasi untuk kebutuhan rumah sakit, melakukan
evaluasi kegiatan pelayanan kefarmasian, serta melaksanakan pencatatan, pelaporan dan evaluasi dari setiap pelaksanaan tugas di lingkungan pokja perencanaan.
Berdasarkan hasil pengamatan, pokja perencanaan dan evaluasi sudah melakukan perencanaan perbekalan farmasi untuk kebutuhan RSUP H. Adam Malik dengan
menggunakan metode kombinasi yaitu gabungan antara metode konsumtif dan epidemiologi. Data yang diperlukan untuk perencanaan diperoleh dari laporan yang diberikan oleh depo-
depo farmasi, laporan bulanan pokja perbekalan serta rencana tahunan dari masing-masing
Universitas Sumatera Utara
depo farmasi. Pokja perencanaan dan evaluasi juga melaksanakan pencatatan, pelaporan dan evaluasi dari setiap pelaksanaan tugas di lingkungan pokja perencanaan. Evaluasi kegiatan
pelayanan kefarmasian dan pelaksanakan administrasi pokja perencanaan dan evaluasi melalui SIRS.
Pembelian perbekalan farmasi sampai dengan 200 juta sudah dapat ditangani langsung oleh instalasi farmasi melalui pokja perencanaan dan evaluasi sejak status rumah sakit
berubah menjadi BLU penuh, dan pembelian perbekalan farmasi diatas 200 juta ditangani oleh panitia pengadaan dengan sistem tender.
Walaupun demikian, pokja perencanaan dan evaluasi masih sering mendapatkan keluhan dari masing-masing depo farmasi terhadap ketidaktersediaan perbekalan farmasi
khususnya obat yang diperlukan untuk pelayanan pasien. Ketidaktersediaan obat ini dapat terjadi karena 2 hal, yaitu faktor eksternal dan faktor internal, yang pertama faktor eksternal
karena barang memang tidak tersedia dari distributor yang bersangkutan, misalnya diazepam injeksi, deksametason, dan etambutol. Faktor internal disebabkan karena adanya masalah
administrasi pada direktorat keuangan dan IFRS sendiri karena perubahan status rumah sakit menjadi BLU penuh. Masalah ini juga terkait dengan PBFdistributor yang terlibat, sehingga
sangat diperlukan koordinasi yang intensif antara ketiga pihak tersebut. Kepada depo-depo terkait, Pokja Perencanaan dan Evaluasi juga perlu melakukan pemberitahuan masalah
kosong barang, sehingga dengan adanya komunikasi tidak ada saling menyalahkan antara pihak yang satu dengan yang lain.
4.2.4 Depo Farmasi