Karakteristik Partisipan Pengalaman Ibu Hamil dengan Hiperemesis Gravidarum

BAB IV HASIL PENELITIAN Penelitian fenomenologi ini bertujuan untuk mendeskripsikan dan menjelaskan tentang pengalaman ibu hamil dengan hiperemesis gravidarum. Kesepuluh partisipan yang diteliti pernah dirawat di Rumah Sakit Pekanbaru Medical Center Pekanbaru. Pengumpulan data dilakukan melalui wawancara secara mendalam menggunakan alat perekam digital.

A. Karakteristik Partisipan

Kesepuluh partisipan yang menjadi sampel dalam penelitian ini adalah partisipan yang memenuhi kriteria dan bersedia untuk diwawancarai serta menandatangani persetujuan menjadi partisipan penelitian sebelum wawancara dimulai. Usia kesepuluh partisipan berkisar antara 28-36 tahun. Lama usia perkawinan kesepuluh partisipan berkisar antara satu sampai delapan tahun. Dari kesepuluh partisipan, lima orang partisipan memiliki satu orang anak, tiga orang partisipan memiliki dua orang anak, satu orang partisipan memiliki tiga orang anak, dan satu partisipan memiliki anak kembar. Dua orang partisipan berasal dari suku Batak, empat orang dari suku Jawa, dua orang dari suku Minang, dan dua orang dari suku Melayu. Dua orang partisipan beragama Kristen Protestan dan delapan orang partisipan lainnya beragama Islam. Lima orang partisipan bekerja sebagai ibu rumah tangga dan lima orang partisian lainnya bekerja sebagai pegawai swasta. Satu orang partisipan berpendidika terakhir SD, satu orang berpendidikan terakhir SMP, tiga orang bependidikan terakhir SMA, dan lima orang Universitas Sumatera Utara partisipan lainnya berpendidikan terakhir perguruan tinggi. Data demografi partisipan dapat dilihat pada Table 4.1. Tabel 4.1. Data Demografi Partisipan No Karakteristik Jumlah 1 Usia Ibu 25 - 30 tahun 31 - 36 tahun 6 4 2 Lama usia perkawinan 1 - 5 tahun 6 - 10 tahun 8 2 3 Jumlah anak 1 2 3 2 kembar 5 3 1 1 4 Agama Islam Kristen Protestan 8 2 5 Suku Minang Jawa Batak Melayu 2 4 2 2 6 Pekerjaan Pegawai swasta Ibu rumah tangga 5 5 7 Pendidikan SD SMP SMU Perguruan Tinggi 1 1 3 5

B. Pengalaman Ibu Hamil dengan Hiperemesis Gravidarum

Dari hasil wawancara ditemukan karakteristik, faktor penyebab, faktor pencetus, upaya yang dilakukan untuk mengurangi hiperemesis gravidarum, dampak yang terjadi akibat hiperemesis gravidarum, perasaan ketika mengalami hiperemesis gravidarum, dan perasaan setelah gejala hiperemesis gravidarum berkurang. Universitas Sumatera Utara 1. Karakteristik hiperemesis gravidarum Dari hasil wawancara diperoleh bahwa semua partisipan mengalami hiperemesis gravidarum dengan karakteristik mual dan muntah berlangsung terus menerus, muntah terjadi sampai usia kehamilan lebih dari 3 bulan, nafsu makan berkurang, sampai keluar cairan lambung, selalu ingin meludah, lebih parah terjadi pada anak pertama, sakit perut, perut tarasa panas, dan tidak menyukai bau suami. a. Mual dan muntah berlangsung terus menerus Seluruh partisipan menyatakan bahwa mereka mengalami mual dan muntah yang terus menerus, sampai-sampai dua orang partisipan meletakkan tempat muntah disampingnya untuk menampung muntahannya. Hal ini dapat dilihat dari peryataan partisipan berikut: Udah gak tau lagi berapa kali muntahnya sehari. Setiap saat. Sampai- sampai ember ditarok aja disamping saya. Rasanya udah gak ada lagi yang bisa dimuntahkan, tapi tetap aja mau muntah. Partisipan 1 Saya tau saya hamil setelah setelah 2 bulan. Waktu itu masuk 2 bulan muntah aja, trus tes pake test pack ternyata positif. Setelah ketauan positif malahan besoknya muntah-muntah terus. Partisipan 3 Makan muntah minum muntah. Apa yang masuk muntah terus. Penuhlah 2 bulan tambah parah, muntah-muntahlah gak berenti-berenti. Partisipan 8 b. Muntah terjadi sampai usia kehamilan lebih dari 3 bulan Delapan dari sepuluh orang pertisipan menyatakan mengalami mual dan muntah sampai usia lebih dari 3 bulan, hal ini tidak sama pada tiap partisipan, dua orang partisipan menyatakan muntah sampai usia kehamilan 3 bulan, dua orang partisipan Universitas Sumatera Utara muntah sampai usia kehamilan lima bulan, lima orang partisipan muntah sampai usia kehamilan 6 bulan dan satu orang partisipan lainnya muntah sampai usia kehamilan tujuh bulan. Penyataan partisipan yang berkaitan dengan hal tersebut adalah: Jadi muntahnya dari umur 2 bulan. Stopnya itu 5 bulan muntah muntahnya. Partisipan 3 Jadi kan saya hamil itu kembar. Jadi dari bulan pertama saya hamil sampe bulan keenam, emang mual muntah terus. Partisipan 4 Orang bilang sampe 3 bulan, tapi saya sampe 6 bulan, saya heran sampe masuk bulan ke-4 kok masih muntah juga, makanya jadi 2 kali dirawatnya. Partisipan 5 c. Nafsu makan berkurang Tujuh dari sepuluh orang partisipan menyatakan bahwa selama mengalami hiperemesis gravidarum nafsu makan mereka berkurang, bahkan tidak ada makan dan minum walaupun telah minum obat-obatan. Pernyataan partisipan tersebut antara lain: Suami saya bingung, ketika saya ditanyakan sudah makan atau minum saya jawab belum karena begitulah kenyataannya, memang tidak ada minum apalagi makan. Partisipan 1 Setiap yang dimakan muntah, jadi gak bisa makan apa-apa. Walaupun sudah minum obat tetap aja muntah, jadi memang sama sekali gak ada yang masuk makanannya. Partisipan 3 Dipaksa minum karena udah seharian gak minum, muntah terus. Kalo makan nasi dari hamil sebulan sampe umur hamil 7 bulan gak pernah saya makan nasi. Partisipan 8 Gak ada minum, air hangatpun gak. Gak pernah maka apa-apa. Jadi air minum cuma buat basahin leher aja. Partisipan 10 Universitas Sumatera Utara d. Keluar cairan lambung Empat dari sepuluh orang partisipan menyatakan bahwa mereka sampai memuntahkan cairan lambung berwarna kuning dan pahit karena menurut mereka sudah tidak ada yang dapat dimuntahkan lagi. Hal ini diungkapkan melalui pernyataan partisipan berikut: Muntahnya sampe keluar yang warna kuning, pahit, tapi gak sampe keluar darah, soalnya kawan saya ada yang sampe keluar darah. Saya gak cuma yang warna kuning tu aja. Partisipan 1 Sampai muntahnya pahit, habis udah gak ada lagi yang mau dikeluarkan, tapi tetap aja maunya muntah terus, sampai warna kuning. Partisipan 6 e. Selalu ingin meludah Dua dari sepuluh partisipan menyatakan bahwa selama mengalami hiperemesis gravidarum mereka selalu ingin meludah, sampai-sampai mereka harus meletakkan ember di dekat mereka. Ungkapan partisipan tersebut dapat dilihat dari pernyataan pernyataan partisipan berikut: …saya tekankan lidah saya pada langit-langit mulut, supaya bisa menyumbat ludah yang keluar, karena saya selalu ingin meludah. Partisipan 6 Waktu itu saya suka sekali meludah. Dari umur 1 bulan sampai 5 bulan suka meludah, gak berenti-berenti. Susah nelen ludah. Terpaksa ditarok ember di kamar untuk tempat meludah. Partisipan 9 f. Lebih parah pada kehamilan anak pertama Tiga dari sepuluh partisipan menyatakan bahwa mereka mengalami mual dan muntah sejak kehamilan pertama sampai kehamilan kedua dan ketiga, tetapi lebih parah ketika mereka hamil anak pertama. Pernyataan partisipan tersebut adalah: Universitas Sumatera Utara Saya muntah dari anak pertama sampai anak ketiga…. Tapi yang parah waktu saya hamil anak perempuan yang pertama. Partisipan 6 Saya muntah-muntah ini waktu hamil anak kedua. Tapi yang pertama juga muntah-muntah malah lebih hebat. Partisipan 10 g. Sakit perut Empat dari sepuluh partisipan merasakan sangat sakit sehingga ingin agar anak yang mereka kandung keluar. Hal tersebut merujuk dari pernyataan partisipan berikut: Sangking sakitnya saya pengen melompat aja biar anak ini keluar, tapi suami saya malah marah-marah dan bilang saya sudah gila, mau bunuh anak sendiri. Saya gak tau lagi mesti gimana, sakit sekali, gak tahan. Partisipan 6 Pasrah aja,mau meninggalpun gak apa-apa, terserahlah. Pasrah aja sangking sakitnya. Semua udah keluar, dari yang putih sampai yang kuning yang pahit itu, darah[un udah keluar Partisipan 8 h. Perut terasa panas Salah seorang partisipan menyatakan bahwa perut terasa panas seperti orang yang akan keguguran. Pernyataan partisipan tersebut adalah sebagai beikut: Perut terasa panas, rasanya kayak orang mau keguguran walaupun saya belum pernah keguguran. Perutnya panas sekali waktu itu. Sampai saya minta kepada Tuhan untuk jatuhkan kandungan saya, karena saya udah gak tahan lagi. Partisipan 7 i. Tidak menyukai bau suami Pernyataan lain yang diungkapkan partisipan ketika mengalami hiperemesis gravidarum adalah tidak mau mencium bau suami mereka sendiri sehingga kalau suami Universitas Sumatera Utara pulang kerja harus mandi terlebih dahulu dan tidak boleh memakai wangi-wangian. Ketidaknyamanan ini dirasakan oleh empat orang partisipan. Hal yang berkaitan dengan pernyataan partisipan tersebut adalah: Cuma bau suami saya gak suka. Kalo pulang kerja harus mandi dulu, kalo gak mandi gak bisa dekat. Kalo dia pake wangi-wangian gak suka, gak mandipun gak suka Partisipan 9 Saya benci sekali sama suami saya, apalagi kalau dia mendekat Partisipan 6 2. Faktor penyebab hiperemesis gravidarum Dari hasil wawancara diperoleh bahwa kemungkinan yang menjadi faktor penyebab terjadinya hiperemesis gravidarum yang dialami oleh partisipan adalah hanya karena bawaan hamil, adanya penyakit lain, adanya faktor keturunan, karena faktor psikologis, dan karena kehamilan kembar. a. Bawaan hamil Lima dari sepuluh partisipan menyatakan bahwa mereka tidak mengetahui penyebab pasti dari hiperemesis gravidarum yang mereka alami, kemungkinan penyebab dari hiperemesis gravidarum tersebut hanya karena bawaan hamil. Hal yang berhubungan dengan hal tersebut dapat dilihat dari pernyataan partisipan berikut: Orang bilang karena pikiran.Tapi waktu itu saya gak mikirin apa-apa kok. Mungkin bawaan bayi. Partisipan 1 Saya gak tau juga, tapi saya tanya tetangga mungkin karena bawaan hamil, muntah aja terus. Partisipan 3 Gak tau. Katanya cuma pengaruh hamil aja. Kalo diperiksa katanya cuma bawaan bayi aja. Partisipan 9 b. Penyakit lain Universitas Sumatera Utara Dua dari sepuluh orang partisipan menyatakan bahwa penyebab dari hiperemesis yang mereka alami adalah mungkin karena adanya penyakit lain, yaitu penyakit maag yang sudah lama tidak kambuh. Hal tersebut dapat dilihat dari pernyataan partisipan: Tapi mungkin juga karena saya punya sakit maag, tapi gak parah dan udah lama gak kambuh. Partisipan 1 Gak ada, tapi mungkin karena sakit maag. Saya sudah lama sakit maag, tapi udah lama gak kambuh. Partisipan 5 c. Faktor keturunan Tiga dari sepuluh orang partisipan menyatakan bahwa penyebab dari hiperemesis gravidarum yang mereka alami kemungkinan karena adanya faktor keturunan bahkan seorang partisipan menyatakan bahwa keluarganya sampai meninggal karena menderita hiperemesis gravidarum. Pernyataan partisipan tersebut adalah: Saya juga heran, mungkin keturunan juga ya, soalnya keluarga saya juga ada yang seperti ini. Ibu saya juga hiperemesis. Partisipan 3 Mungkin karna keturunan juga ya, soalnya keluarga juga ada yang muntah-muntah. Adik bapak juga muntah-muntah sampai 5 bulan, 4 bulan, dia juga yang sampe melahirkan masih muntah. Dia meninggalnya juga karena ngidam. Partisipan 8 d. Faktor psikologis Lima dari sepuluh orang partisipan menyatakan bahwa kemungkinan penyebab dari hiperemesis gravidarum adalah karena faktor psikologis karena sudah lama tidak mempunyai anak dan ingin dimanja, karena perbedaan financial suami dan keluarga, dan trauma pada kehamilan sebelumnya. Hal tersebut merujuk pada pernyataan Universitas Sumatera Utara partisipan: Mungkin karena psikologis gak tau juga lah ya, karena tau hamil kali. Soalnya udah lama nunggunya sampe 1,5 tahun baru hamil, jadi kan pengen dimanjain. Partisipan 3 Cuma mungkin ya dulu kita hidup sama orang tua serba ada, waktu udah sama suami saya tinggal di pekanbaru ini di gubuk, bocor-bocor. Jadi batin ini tertekan. .. Kalo mental udah siap karena udah berumur, jadi penderitaan itu bisa diatasi. Tapi batin ini gak terima. Mungkin disitu jadinya terganggu semuanya. Partisipan 8 Hanya ketakutan aja. Nanti kalo aku hamil kayak yang pertama lagi, awalnya. Waktu mulai hamil udah ketakutan. Trauma rasanya. Nanti kalau aku hamil kayak semula gak ya. Partisipan 10 e. Kehamilan kembar Salah satu partisipan menyatakan bahwa penyebab dari hiperemesis gravidarum adalah mungkin karena kehamilan kembar sehingga hormon kehamilan menjadi berlebihan dan menyebabkan muntah yang dialaminya juga berlebihan. Pernyataan tersebut dikutip dari pernyataan partisipan tersebut adalah: Mungkin karena kembar itu aja ya, bikin muntahnya berlebihan, soalnya kan hormonnya berlebihan makanya mual dan muntahnya jadi berlebihan juga. Partisipan 4 3. Faktor pencetus mual dan muntah Dari hasil wawancara diperoleh bahwa faktor pencetus dari mual dan muntah yang mereka alami adalah karena intoleransi terhadap bau, intoleransi terhadap cahaya, perubahan posisi, minum air es, dan karena naik kendaraan. a. Intoleransi terhadap bau. Tiga dari sepuluh orang partisipan menyatakan bahwa mereka tidak bisa Universitas Sumatera Utara mencium bau apa saja, bau makanan dan bau wangi-wangian karena akan merasa mual bahkan muntah setelah mencium bau-bauan tersebut. Kutipan dari penyataan partisipan tersebut adalah: Saya tidak bisa mencium bau apa saja, mengundang mual dan muntah. Orang yang masak nasi, saya yang rasanya mau mati. Orang yang goreng bawang, saya yang mau mati, sangking seringnya muntah. Partisipan 1 Perut ini dipaksa terus supaya muntah. Begitu mencium bau-bauan pasti langsung muntah … Semua bau makanan. Bahkan seperti yang saya bilang, ke dapur aja saya muntah, apalagi nyium bau makanan, wah gak kebayang berapa kali muntahnya. Partisipan 6 b. Intoleransi terhadap cahaya Salah satu partisipan menyebutkan bahwa setiap melihat cahaya matahari ia lansung merasa lemas sehingga lebih memilih untuk tidur dibawah kolong tempat tidur.. Pernyataan pertisipan tersebut adalah: …maunya tidur aja tapi maunya dibawah kolong tempat tidur. Soalnya saya gak bisa lihat sinar matahari. Kalo lihat sinar matahari langsung lemas. Jadi enaknya dikolong tempat tidur, yang sejuk-sejuk. Partisipan 6 c. Perubahan posisi Salah satu partisipan menyatakan bahwa apabila duduk atau berdiri akan menyebabkan mual dan muntah. Hal ini merujuk dari pernyataan partisipan: …kalo duduk atau berdiri jadi pusing, mual maunya muntah. Partisipan 5 d. Karena naik kendaraan Partisipan lain menyatakan bahwa apabila ia jalan-jalan memakai motor atau Universitas Sumatera Utara mobil akan memicu mual dan muntah padahal sebelum hamil ia tidak pernah mabuk kendaraan. Hal tersebut diungkapkan oleh salah seorang partisipan dan dapat dapat dilihat dari pernyataan berikut: Setiap jalan-jalan pake motor atau pake mobil pasti muntah, padahal sebelum hamil saya gak pernah mabok. Partisipan 2 4. Upaya yang dilakukan untuk mengurangi hipremesis gravidarum Dari hasil wawancara diketahui bahwa beberapa upaya yang dilakukan oleh partisipan untuk mengurangi hiperemesis gravidarum antara lain adalah dengan pengobatan psikologis, makan sedikit tapi sering, makan makanan manis, menambah waktu istirahat tidur, pengobatan medis, dan dengan pengobatan alternatif. a. Penanganan psikologis Salah satu cara yang dilakukan oleh dua dari sepuluh orang partisipan untuk mengurangi mual dan muntah yang mereka alami adalah dengan penanganan psikologis karena hanya dengan penanganan psikologis tersebut gejala hiperemesis yang mereka alami sudah dapat berkurang, antara lain dengan kembali ke rumah orang tua, jalan- jalan, dan minum air tetangga. Partisipan yang berkaitan dengan kembali ke rumah orang tua dapat dilihat dari pernyataan berikut: Tapi kalo dibawa ke rumah ibu ku muntahnya kurang, saya bisa makan sama minum, paling-paling muntahnya cuma sekali sehari. Partisipan 7 Penanganan medis lain yang dilakukan oleh dua orang partisipan adalah dengan jalan-jalan, karena dengan jalan-jalan akan mengurangi mual dan muntah yang dialami. Pernyataan partisipan tersebut adalah: Kata orang coba jalan-jalan cari angin. Waktu di luar kurang muntahnya, pulang ke rumah ya keluar lagi, langsung muntah Universitas Sumatera Utara Partisipan 3 Jadi setiap mati lampu jam berapapun itu, jam 12 malam sekalipun harus keluar jalan-jalan. Kalo gak pasti muntah. Partisipan 4 b. Makan porsi kecil tapi sering Cara lain yang dilakukan oleh tiga dari sepuluh orang partisipan adalah dengan mengubah pola makan menjadi makan dalam porsi kecil tapi sering dengan makan cemilan dan tidak menunda waktu makan. Hal ini dikutip dari pernyataan partisipan berikut: Satu lagi kalo makannya kebanyakan kan muntah, jadi kalo di rumah mama tu sering buat cemilan tahu dan tempe diiris, digoreng, ditabur sama garam. Jadi makan nasinya sedikit ngemilnya yang banyak. Sambil nonton TV ngemil, itu bisa ngurangi muntah. Partisipan 4 Sampe 9 bulan itu saya harus makan sedikit-sedikit tapi sering. Kapanpun kalo saya lapar saya harus makan, meskipun itu tengah malam. Kalo gak ato telat pasti muntah lagi. Partisipan 5 c. Makan makanan manis Upaya lain yang dilakukan pertisipan untuk mengurangi hiperemesis yang mereka alami adalah dengan makan makanan manis dan minum susu ibu hamil. Makan makanan manis dilakukan oleh enam partisipan. Pernyataan partisipan yang berkaitan dengan makan makanan manis adalah: Kalau minum mau, tapi harus yang manis-manis, dikasih gula. Kalau gak dikasih gula tetap aja gak bisa Partisipan 1 Kalau ngemil terus mualnya agak kurang, tapi harus yang manis- manis, yang asam gak mau. Sampe umur 6 bilan itu saya makannya sedikit-sedikit. Partisipan 5 Universitas Sumatera Utara Selain makan makanan manis, empat orang partisipan menyatakan tetap mencoba minum susu demi kepentingan bayinya. Pernyataan partisipan tentang upaya mengurangu hiperemesis dengan minum susu adalah: Pertama itu minum susu. Pagi-pagi minum susu ibu hamil hangat, kalo malam minum susu hamil tapi dikasih es. Partisipan 4 Saya tetap coba minum susu ibu hamil yang untuk mual muntah itu walaupun habis itu muntah lagi, tapi gak apa-apa, yang penting bayi saya dapat makan. Partisipan 6 d. Menambah waktu istirahattidur Empat dari sepuluh orang partisipan menyatakan bahwa cara yang mereka lakukan untuk mengurangi hiperemesis gravidarum yang mereka alami adalah dengan menambah waktu istirahat atau tidur karena setelah tidur badan mereka menjadi lebih enak dan tidak muntah. Hal ini diungkapkan oleh partisipan berikut: Karena badannya lemas terus dibawa baring aja. Habis baring jadi enakan. Partisipan 2 Kedua setiap habis makan, baring, tiduran dulu biar gak muntah. Partisipan 4 e. Pengobatan medis Selain itu, seluruh partisipan juga mencoba untuk melakukan pengobatan medis untuk mengurangi hiperemesis yang mereka alami yaitu dengan minum obat- obatan yang diberikan dokter dan pengobatan dengan infus. Pernyataan yang menyatakan upaya melakukan pengobatan medis dengan menggunaan infus adalah: Oleh dokter diinfus, sampe nyari urat untuk masang infusnya aja payah, sampe diikat pake tali gak tau berapa kali tusuk. Partisipan 7 Diinfuslah obatnya. Udah jalan 3,4,5 bulan itu diinfuslah, bolak-balik masuk RS. Dirawat sampai 3 kali...Sempat diinfus 10 botol juga. Universitas Sumatera Utara Partisipan 10 Selain penggunaan infus, seluruh partisipan menyatakan mereka meminum obat-obatan yang diberikan dokter untuk mengurangi mual dan muntah yang mereka alami. Hal tersebut sesuai dengan pernyataan partisipan berikut: Cuma obat-obatan aja yang masuk. Itu aja yang bisa membantu, tapi cuma sementara aja, habis itu ya muntah lagi. Partisipan 3 Waktu dirawat saya Cuma minum obat-obatan dokter aja. Lagian saya gak percaya dengan obat-obatan tradisional. Partisipan 4 f. Pengobatan alternatif Selain menjalankan pengobatan medis, enam orang partisipan juga melakukan pengobatan alternatif, antara lain dengan minum air jahe dan pemijatan. Salah satu partisipan mengetahui pengobatan alternatif dengan menggunakan jahe dari teman dan mereka yakin dengan pengobatan alternatif ini gejala hiperemesis gravidarum yang dialami dapat berkurang. Hal ini dikutip dari pernyataan partisipan: Setelah tanya sana-sini ada teman suami saya yang menyarankan minum air jahe hangat, saya minum 2 kali sehari pagi dan sore, ada kurang mualnya. Partisipan 3 Dua orang partisipan melakukan pengobatan alternatif lain yaitu dengan pemijatan. Pernyataan partisipan tersebut antara lain adalah sebagai berikut: Sampe dikusuk juga. Kata orang tua mungkin saya kena guna-guna sampai saya gak bisa tidur malam, lari sana, lari sini, kayak orang yang mau melahirkan. Partisipan 7 Saya juga dikusuk hamil 4, 5, 6 bulan. Tapi ya itu masih muntah juga. Kalo vitamin itu ntah kayak mana-mana. Udah tiap saat minum vitamin tapi gak bisa juga. Partisipan 8 Universitas Sumatera Utara 5. Dampak hiperemesis gravidarum Dari hasil wawancara diketahui bahwa dampak yang dialami oleh partisipan akibat hiperemesis gravidarum adalah penurunan berat badan, trauma, badan lemas, sampai dirawat, mengganggu aktifitas sehari-hari dan keadaan umum memburuk. a. Penurunan berat badan Dampak yang dirasakan oleh sembilan dari sepuluh orang partisipan adalah penurunan berat badan. Salah satu partisipan menyatakan bahwa badannya sudah seperti kerangka karena tidak mau makan dan minum. Naiknya berat badan ibu setelah gejala hiperemesis gravidarum sudah mulai berkurang. Hal ini dapat dilihat dari pernyataan partisipan berikut: Wah saya kurus kering waktu itu. Beratnya turun 8 kg. Dari 50 ke 42. Saya selalu timbang sama bidan dekat rumah. Partisipan 1 Berat saya turun dari 50 ke 43 kg. Kurus banget. Naik berat badannya waktu muntahnya udah kurang. Partisipan 3 Badan saya tinggal tulang, gak ada dagingnya lagi. 40 kg, orang hamil apa itu? Emang sih gak turun dari sebelum hamil tapi gak ada naiknya kan? Masak hamil 7 bulan masih juga 40 kg. Partisipan 8 Kalau si Pipit turun. Kayak kerangka. Makan gak mau, minum gak mau, apapun gak mau. Udah kayak kerangka mayat. Kira-kira 8 kg. Partisipan 10 b. Trauma Dua dari sepuluh orang partisipan meraskan dampak lain dari hiperemesis gravidarum yaitu trauma setelah mengalami hiperemesis gravidarum, sehingga ia tidak ingin menambah anak. Pernyataan partisipan yang berkaitan dengan hal tersebut adalah: Mungkin orang enak aja buat nambah anak, saya takut, trauma. Mungkin mereka tidak merasakan kayak yang saya alami, saya trauma sekali, karena itu saya belum mau nambah anak saya. Partisipan 1 Universitas Sumatera Utara Trauma dek. Sampai-sampai waktu muntah itu saya doa, Ya Allah, ya Tuhanku, janganlah aku dikasih anak lagi ya Allah. Inilah untuk yang terakhir kali, ya Allah. Dua-dua yang Kau beikan sama kayak gini. Udah gak tau lagi aku ngomong. Mudah-mudahan Kau berikan aku anak perempuan, aku udah gak mau minta lagi, ya Allah. Partisipan 10 c. Badan lemas Dampak lain yang dirasakan oleh tiga dari sepuluh orang partisipan adalah merasa badannya lemas bahkan untuk berjalan saja sudah tidak sanggup. Hal ini diungkapkan melalui pernyataan partisipan berikut: Badan ini rasanya lemas sekali. Lutut ini rasanya sudah gak berdaya, gak ada gairah apa-apa. Maunya diletakkan aja, trus muntah, selalu gitu. Partisipan 1 Saya gak ngerasa perut saya sakit waktu itu, cuma badan saya lemas, capek untuk jalan aja gak sanggup. Partisipan 3 d. Menjalani rawat inap Lima dari sepuluh orang partisipan menyatakan bahwa dampak yang mereka rasakan akibat hiperemesis gravidarum ini adalah mereka sampai harus beberapa kali menjalani rawat inap di rumah sakit karena sama sekali tidak ada makan maupun minum. Waktu perawatan di rumah sakit yang dialami partisipan berkisar antara dua sampai empat hari dengan frekuensi ulangan tiga kali dirawat. Hal tersebut merujuk dari pernyataan partisipan berikut: Gak ada, karena itu sampe dirawat 3 kali, karena gak ada makan dan minum. Setiap masuk muntah lagi, makanya dirawat, pasang infus. Partisipan 3 Pertama kali dirawat waktu hamil 2 bulan, waktu itu benar-benar gak bisa makan sama sekali. Dirawat sampe 2 kali. Yang pertama 2 hari, yang kedua 4 hari. Yang kedua saya lupa kapan dirawatnya, tapi waktu itu bulan puasa. Partisipan 5 e. Mengganggu aktifitas sehari-hari Empat dari sepuluh orang partisipan menyatakan bahwa aktifitas yang rutin mereka lakukan sehari-hari terganggu karena hiperemesis gravidarum. Salah satu Universitas Sumatera Utara partisipan pergi kerja hanya untuk mengisi absen dan seorang partisipan lain sampai tidak sadar dan tidak dapat memikirkan diri sendiri karena selalu melamun. Hal tersebut merujuk dari pernyataan partisipan berikut: Saya kerja cuma pergi tidur aja, setelah absent ceklok, langsung tidur, gak kerja apa-apa, berdiri pasti pusing, makanya baring aja. Partisipan 5 Saya ngidamnya sampai saya gak sadar, saya udah gak bisa mikirin diri saya. Sampai-sampai waktu saya kerja saya sering melamun, waktu nyenggol barang panas baru saya sadar kalo saya sedang kerja, habis melamun terus. Partisipan 6 f. Keadaan umum menjadi buruk Yang lebih parah, tiga dari sepuluh orang partisipan menyatakan bahwa keadaan umum mereka memburuk sebagai akibat dari hiperemesis gravidarum. Dua orang partisipan sampai muntah darah. Hal ini diungkapkan oleh partisipan: Malah bulan ke-5 sampe muntah darah segar, dibawa opname, diinfus...Pasrah saya, mau meninggalpun gak apa-apa, terserah lah. Pasrah aja sangking sakitnya. Semua udah keluar, dari yang putih sampai yang kuning yang pahit itu, darahpun udah keluar. Partisipan 8 Waktu umur 3 bulan sampai muntah darah. Habis udah gak ada lagi yang mau dimuntahkan lagi…Muntah darah, muntah yang kuning- kuning, pahit. Soalnya yang dimakan gak ada. Tapi orang bilang gak apa-apa. Kalo makan nasi, trus muntah, nasi itu udah merah Partisipan 9 Salah satu partisipan menyatakan bahkan sampai muntah cacing dari mulut karena mereka beranggapan sudah tidak ada lagi yang bisa dimuntahkan. Hal tersebut dapat dilihat dari pernyataan partisipan berikut: Akhirnya masuk hamil 7 bulan muntahnya tambah parah, sampai keluar cacing dari mulut. Wuih nangis saya. Beginilah rasanya sampai cacingpun udah keluar. Partisipan 8 Universitas Sumatera Utara 6. Perasaan ibu ketika mengalami hiperemesis gravidarum a. Tidak senang Dari hasil wawancara yang dilakukan ditemukan bahwa seluruh ibu yang diwawancarai merasakan tidak senang ketika mengalami hiperemesis gravidarum. Perasaan tidak nyaman yang diungkapkan partisipan sesuai dengan pernyataan berikut: Seperti yang sudah saya ceritakan, sampai hamil 9 bulan itu saya tidak merasakan ada enaknya. Bahkan setelah melahirkan. Partisipan 1 Tersiksa, sedih, senang, campur aduk semuanya. Saya baru menyadari bahwa inilah yang namanya hamil. Partisipan 2 7. Perasaan ibu setelah hiperemesis gravidarum berkurang Dari wawancara yang dilakukan didapatkan bahwa setelah hiperemesis gravidarum yang dialami mulai berkurang ada partisipan yang menyatakan senang, tetapi ada juga partisipan yang merasakan badannya tetap kurang senang. a. Senang Setelah hiperemesis gravidarum yang dialami berkurang, tujuh dari sepuluh partisipan menyatakan bahwa mereka sangat senang karena sudah bisa makan apa yang mereka mau tanpa harus takut muntah setelah makan. Hal ini dikutip dari pernyataan partisipan: Jadi selama 1 bulan itu terasa nikmat banget, mungkin itulah yang rasanya hamil yang tidak mual dan muntah, tidak emesis, gitu mungkin rasanya. Semuanya lebih, makannya lebih enak, lebih banyak Partisipan 4 Setelah mual dan muntahnya berkurang, nafsu makan saya kembali lagi seperti sebelum saya hamil, makan apa aja saya bisa dan mau Partisipan 6 Universitas Sumatera Utara Waktu 5 bulan udah gak muntah lagi. Wuih, ngebut dek, semua dimakan, apa yang nampak dimakan Partisipan 10 b. Kurang senang Tetapi walaupun hiperemesis yang dialami sudah mulai berkurang, dua dari sepuluh orang partisipan menyatakan bahwa mereka kurang merasa senang karena kenyamanan dan kesehatan badan mereka tidak seperti ketika sebelum hamil. Pernyataan partisipan yang berkaitan dengan hal tersebut adalah sebagai berikut: Lumayanlah. Tapi sampai melahirkan badan saya tetap gak enak, misalnya waktu suami minta hubungan, saya merasa malas kalau bisa jangan. Jadi selama hamil saya selalu ngerasa gak enak Partisipan 7 Agak enaklah. Cuma gak seenak kayak sekarang. Namanya juga hamil Partisipan 9 Dari hasil penelitian yang dilakukan dapat disimpulkan bahwa karakteristik hiperemesis gravidarum adalah mual dan muntah terjadi terus menerus, mual dan muntah terjadi sampai usia kehamilan lebih dari 3 bulan, nafsu makan berkurang, sampai keluar cairan lambung, selalu ingin meludah, sakit perut, perut terasa panas, dan tidak mau mencium bau suami sendiri. Faktor penyebab hiperemesis gravidarum yang mungkin adalah hanya karena bawaan hamil, adanya penyakit lain yaitu penyakit maag, adanya faktor keturunan, karena faktor psikologis, dan karena kehamilan kembar. Faktor pencetus dari hiperemesis gravidarum adalah karena intoleransi terhadap bau, intoleransi terhadap cahaya, perubahan posisi, dan karena naik kendaraan. Upaya yang dilakukan untuk mengurangi hiperemesis gravidarum antara lain Universitas Sumatera Utara adalah dengan pengobatan psikologis, makan sedikit tapi sering, makan makanan manis, menambah waktu istirahat tidur, pengobatan medis, dan dengan pengobatan alternatif. Dampak yang terjadi akibat hiperemesis gravidarum adalah penurunan berat badan, trauma, badan lemas, menjalani rawat inap, mengganggu aktifitas sehari-hari dan keadaan umum memburuk. Perasaan ketika mengalami hiperemesis gravidarum adalah tidak nyaman karena perasaan sakit, panas pada perut, dan tidak meyukai bau suami. Perasaan setelah gejala hiperemesis gravidarum berkurang adalah merasakan senang karena bisa makan kembali tanpa harus merasa takut muntah, tetapi juga sebagian merasa kurang senang karena kenyamanan dan kesehatan tubuh tidak seperti keadaan sebelum hamil. Universitas Sumatera Utara BAB V PEMBAHASAN Pada bab ini akan diuraikan tentang hasil pembahasan hasil penelitian ini dengan literatur yang berhubungan dengan pengalaman ibu hamil dengan hiperemesis gravidarum yang meliputi karakteristik hiperemesis gravidarum, faktor penyebab terjadinya hiperemesis gravidarum, faktor pencetus terjadinya hiperemesis gravidarum, upaya yang dilakukan untuk mengurangi hiperemesis gravidarum, dampak yang dialami akibat hiperemesis gravidarum, perasaan ketika mengalami hiperemesis gravidarum, dan perasaan setelah hiperemesis gravidarum yang dialami mulai berkurang.

A. Interpretasi dan Diskusi Hasil